Bab 53 Bu sim Hoatsu
Seorang pendeta Taosme
berwajah dingin dan kaku menuntun seorang gadis kecil memasuki sebuah lembah.
Mereka berdua ternyata Bu sim Hoatsu dan Ouw Yang Hui sian, putri Ouw Yang Bun.
"Aku tidak mau ikut Aku
tidak mau ikut..." gadis kecil itu berhenti.
"Paman pendeta jahat
Jahat sekali Aku tidak mau ikut..." "Hui sian" Bu sim Hoatsu
mengerutkan kening.
"Kalau hari itu aku tidak
tertarik padamu, mungkin Tong Koay dan ayahmu telah kubunuh"
"Aku tidak mau menjadi
muridmu Aku tidak mau..." Ouw Hui sian terus menggelengkan kepala dan tak
mau berjalan sama sekali.
"Aku benci engkau pendeta
jahat"
"He he he" Bu sim
Hoatsu tertawa terkekeh-kekeh.
"Aku justru mau
mengangkatmu sebagai murid, sekaligus menjadikan dirimu pendekar wanita yang
tak terkalahkan. He he he..."
"Pokoknya aku tidak
mau" Ouw Yang Hui sian membanting-banting kaki.
"Tidak mau..."
"Oh?" Bu sim Hoatsu
melotot, kemudian mendadak menarik lengan gadis kecil itu seraya membentak
gusar.
"Ayoh, cepat jalan"
Bu Sim Hoatsu menyeretnya,
namun gadis kecil itu tetap berkeras tidak mau bergerak, bahkan me ronta- ronta
dan mencakar tangan Bu sim Hoatsu.
"Kurang ajar" Bu sim
Hoatsu mengayunkan tangannya.
Plaaak Pipi Ouw Yang Hui sian
terkena tamparan keras, membuatnya menjerit kesakitan.
"Aduuuuh..." gadis
itu pun menangis dengan air mata bercucuran.
"Pendeta jahat, kenapa
engkau menamparku?"
"Diam" sahut Busim
Hoatsu membentaknya.
"Kalau engkau masih tidak
mau jalan, aku akan menyeretmu" Di saat bersamaan, muncullah seorang
wanita tua berusia enam puluhan sambil bernyanyi-nyanyi kecil, lalu
tertawa-tawa pula. Walau pakaiannya compang-camping, tapi kelihatannya bersih
sekali.
Ketika melihat Ouw Yang Hui
sian menangis, dan melihat Bu sim Hoatsu menyeret gadis kecil itu, wajahnya
langsung berubah.
"Hei Pendeta busuk.
kenapa engkau menyakiti gadis kecil itu?" bentak wanita tua itu sambil
mendekati mereka.
Bu sim Hoatsu diam saja, namun
terus menatapnya dengan penuh perhatian dan kening pun berkerut-kerut.
"Hi hi hi" Wanita tua
itu tertawa.
"Pendeta busuk, ternyata
engkau gagu tetapi berhati jahat"
"Popo (Nenek)" seru
Ouw Yang Hui sian.
"Tolonglah aku, pendeta
jahat ini mau membawa ku pergi"
"Hi hi hi" Wanita
tua itu tertawa gembira.
"Betul Betul Aku adalah
nenekmu, aku harus menolongmu."
la mendekati Ouw Yang Hui
sian, namun mendadak Bu sim Hoatsu membentak.
"Diam di tempat"
"Haaah?" Wanita tua
itu tampak tersentak, kemudian memandang Bu sim Hoatsu dengan mata tak
berkedip.
"Engkau tidak gagu, tapi
kenapa tadi tidak mau bicara?" "Nenek gembel" Bu sim Hoatsu
menatapnya tajam. "Cepatlah tinggalkan tempat ini."
"He he he Pendeta busuk,
kalau aku tidak mau meninggalkan tempat ini, mau apa engkau?"
"Nenek gembel" Bu
sim Hoatsu mengerutkan kening.
"Siapa engkau?"
"Aku bukan nenek
gembel" sahut wanita tua itu.
"Aku Im Sie Popo (Nenek
Alam Baka) He he he..."
Wanita tua itu ternyata Kwee
In Loan yang sudah tidak waras, setelah berhasil mempelajari ilmu yang
tercantum di dalam kitab pusaka Im Sie Cin Keng. Maka ia pun meninggalkan goa
yang di dasar jurang itu dan berkelana daiam keadaan gila.
"Im Sie Popo?" Bu
sim Hoatsu tercengang. Karena tidak pernah mendengar nama julukan tersebut.
"Betul" Im Sie
Popo-Kwee In Loan tertawa terkekeh-kekeh, kemudian membentak.
"Pendeta jahat, kenapa
engkau menyakiti gadis kecil itu?"
"Hmm" dengus Bu sim
Hoatsu dingini
"Ini adalah urusanku,
engkau jangan turut campur"
"Popo Popo" seru Ouw
Yang Hui sian.
"Tolong aku Tolong aku,
Popo"
"Hi hi hi Cucuku yang
manis, jangan takut, aku pasti menolongmu" sahut Im Sie Popo sambil
tertawa cekikikan.
"Hihihi Engkau memang
cucuku"
Im Sie Popo mendekati Bu Sim
Hoatsu. Pendeta itu terus menatapnya dengan tajam, dan mendadak membentak
dengan suara yang amat berpengaruh.
"Engkau harus menuruti
semua perintahku"
Suara bentakan itu membuat Im
Sie Popo tersentak. Ternyata Bu sim Hoatsu mengerahkan ilmu hitam untuk
mempengaruhi Im Sie Popo. Akan tetapi, nenek itu hanya tersentak, sama sekali
tidak terpengaruh dan sebaliknya malah terus tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he He he he Aku
tidak akan menuruti semua perintahmu" ujarnya.
"Hai pendeta jahat, cepat
lepaskan gadis kecil itu"
"Eh?" Bu sim Hoatsu
terperanjat, sebab Im Sie Popo tidak terpengaruh oleh ilmu hitamnya. la terus
menatapnya tajam kemudian manggut-manggut.
"Engkau ternyata nenek
gila, pantas begitu berani terhadapku"
"Pendeta jahat"
bentak Im Sie Popo.
"Cepat lepaskan gadis
kecil itu, kalau tidak...."
"Ha ha ha..." Bu sim
Hoatsu tertawa gelak, akan tetapi
mendadak....
"Plaaak" sebuah
tamparan keras mendarat di pipinya, sehingga ia menjerit kesakitan sambil
mengusap pipinya, dan tampak terbelalak pula saking terkejutnya.
"Aduuuuh..."
"He h e h e" Im Sie
Popo tertawa.
"Kalau engkau masih
berani menyakiti gadis kecil itu, aku pasti akan menghajarmu lagi Ayoh cepat
lepaskan dia"
"Hm" dengus Bu sim
Hoatsu, kemudian mendadak menyerangnya dengan secepat kilat dan bertubi-tubi.
"He he he" Im Sie
Popo tertawa terkekeh-kekeh.
"Asyik mari kita
main-main"
Im Sie Popo berkelit ke sana ke
mari. Dengan gampang sekali ia menghindari semua serangan itu. Betapa
terkejutnya Bu sim Hoatsu. la tidak menyangka Im Sie Popo berkepandaian begitu
tinggi.
Oleh karena itu, ia mulai
mengeluarkan jurus-jurus andalannya untuk menyerang Im Sie Popo. Akan tetapi,
nenek itu tetap dapat mengelak sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Popo" seru Ouw Yang
Hui sian.
"Hajar pendeta jahat
itu"
"Baik, cucuku,"
sahut Im Sie Popo, lalu balas menyerang Bu sim Hoatsu dengan jurus-jurus yang
amat aneh.
Bukan main terkejutnya Bu sim
Hoatsu karena serangan-serangan itu tampak kacau balau tapi cepat, lihay dan
dahsyat sekali. Plak Plok Plaak Pipi Bu sim Hoatsu tertampar beberapa kali.
"Aduuh" jeritnya
kesakitan. la terhuyung-huyung ke belakang dengan pipi membengkak.
"Hi hi hi" Im Sie
Popo tertawa.
"Pendeta busuk, pipimu
sudah bengkak Hi hi hi..."
"Nenek gila" Bu sim
Hoatsu menatapnya dengan mata berapi api.
"Engkau..."
"Mau berkelahi
lagi?" tanya Im Sie Popo sambil mendekatinya.
Di saat bersamaan, Bu sim
Hoatsu merogoh ke dalam bajunya. Ketika Im Sie Popo sudah mendekat, tiba-tiba
ia mengibaskan tangannya. Tampak asap yang agak ke-merah-merahan mengarah Im
Sie Popo. Namun nenek itu tidak berkelit, sebaliknya malah tertawa gembira
menyaksikan asap yang amat indah itu.
"Hi hi hi..."
Mendadak ia terkulai.
"Ha ha ha" Bu sim
Hoatsu tertawa gelak.
"Im Sie Popo, kini engkau
telah terkena Mi Hun san (Racun Penyesat sukma) oleh karena itu, mulai sekarang
engkau sudah dibawah pengaruhku"
Im Sie Popo diam saja.
Ouw Yang Hui sian segera
mendekatinya, lalu menarik tangannya seraya berkata.
"Popo Popo Mari kita
pergi"
"Cucuku...." Im Sie
Popo menatapnya. Di saat itulah
terdengar suara bentakan Bu
sim Hoatsu.
"Im Sie Popo Cepat
tangkap gadis kecil itu"
"Ya," sahut Im Sie
Popo dan langsung menangkap Ouw Yang Hui sian.
"Popo Popo...."
gadis kecil itu mulai menangis dengan air
mata bercucuran.
"Kenapa Popo menurut
padanya? Popo tidak mau menolongku lagi?"
"Cucuku...." Im Sie
Popo kelihatan tidak tahu harus berbuat
apa. Kemudian memegang
kepalanya sendiri seraya berkata,
"Aku... aku harus
menuruti semua perintahnya."
"Bagus, bagus" Bu
sim Hoatsu tertawa gembira.
"Ha ha ha Mulai sekarang
engkau adalah pelayanku, apa yang kukatakan engkau harus menurut"
"Ya." Im Sie Popo
mengangguk.
"Gendong gadis kecil itu
dan ikut aku" perintah Bu sim Hoatsu sambil melangkah pergi.
"Ya." Im Sie Popo
segera menggendong Ouw Yang Hui sian, lalu mengikuti pendeta itu menuju gunung
cing san.
Walau Im Sie Popo-Kwee In Loan
telah terpengaruh Mi Hun san, sehingga menurut pada Bu sim Hoatsu, namun nenek
itu tetap menyayangi Ouw Yang Hui sian.
"Popo jahat" ujar
gadis kecil itu sambil meronta-ronta dalam gendongan Im Sie Popo.
"Cepat lepaskan aku"
"Cucuku...." Im Sie
Popo tersenyum lembut.
"Popo, aku masih
ingat...." Ouw Yang Hui sian
memandangnya.
"Apakah Popo sudah lupa
padaku?"
"Cucuku...." Im Sie
Popo tampak tercengang.
"Hi hi hi Aku sama sekali
tidak mengerti maksudmu, tidak mengerti."
"Popo pernah menjadi
ketua Hiat Mo Pang." gadis kecil itu memberitahukan.
"Namaku Ouw Yang Hui
sian, kita bersama tinggal di lembah Pek Yun Kok. Apakah Popo sudah lupa?"
"Hi hi" Im Sie Popo
tertawa.
"Cucuku, aku memang sudah
lupa Hi hi...."
"Popo...." bisik Ouw
Yang Hui sian.
"Kita harus cepat-cepat
meninggalkan pendeta jahat itu" "Ha ha ha" Bu sim Hoatsu tertawa
gelak.
"Hui siam, engkau masih
kecil, tapi sudah pandai menghasut. Tapi... itu percuma. Im Sie Popo tidak akan
mendengarnya sebab dia cuma mendengar perintahku saja"
"Engkau jahat "sahut
Ouw Yang Hui sian "Jahat sekali"
"Oh, ya?" Bu sim
Hoatsu tertawa-tawa, tapi mendadak keningnya tampak berkerut. Ternyata ia
mendengar suara yang mencurigakan-
Tak segerapa lama kemudian,
muncul seseorang yang tidak lain adalah ou Yang Bun, ayah gadis kecil itu.
"Hui sian Hui sian"
serunya girang.
"Hui sian"
"Ayah Ayah" sahut
gadis kecil itu.
"Cepat tolong aku,
Ayah"
"Jangan takut, Nak"
Ouw YangBun mendekati putrinya, namun Bu sim Hoatsu langsung menghadangnya.
"Ouw Yang Bun"
bentak pendeta itu dingini
"Hari itu aku tidak
membunuhmu, dikarenakan aku tertarik pada putrimu. Tapi kalau hari ini engkau
berani bertingkah, nyawamu pasti melayang"
"Bu sim Hoatsu...."
Tiba-tiba Ouw Yang Bun terbelalak.
Ternyata ia melihat Kwee In
Loan yang menggendong putrinya itu.
"Ketua Kwee...."
"Hi hi hi" Im Sie
Popo-Kwee In Loan cuma tertawa, sama sekali tidak mengenali Ouw yang Bun.
"Ketua Kwee? siapa
dia?"
"Ketua Kwee terpukul
jatuh ke dalam jurang, tapi...." Ouw
Yang Bun tidak habis pikir,
kemudian berkata dengan penuh harap.
"Ketua Kwee amat
menyayangi Hui sian, tolong bawa dia ke mari" Im Sie Popo diam saja.
Di saat itulah Bu sim Hoatsu
tertawa gelak. matanya menatap Ouw Yang Bun seraya berkata,
"Ha ha ha Nenek itu telah
gila, lagipula dia terkena racun Mi Hun san, maka dia cuma menuruti perintahku
saja Ha ha ha..."
"Bu sim Hoatsu, cepat
kembalikan putriku" bentak Ouw Yang Bun sambil mengerahkan Iweekang.
Ke-Hhatannya ia sudah siap bertarung mati matian melawan pendeta itu.
"Hm" dengus Bu Sim
Hoatsu dan mendadak melesat ke sisi Im Sie Popo.
"Aku akan menjaga gadis
kecil ini, cepatlah engkau pergi usir orang itu"
"Ya." Im Sie Popo
meloncat ke hadapan Ouw Yang Bun.
"Pergi Cepat pergi"
"Ketua Kwee" Ouw
Yang Bun memberi hormat.
"Gadis kecil itu adalah
putriku, namanya Hui sian...."
"Ayoh" bentak Im Sie
Popo.
"Cepat pergi"
"Aku adalah Ouw Yang Bun,
apakan ketua Kwee sudah lupa?" tanyanya sambil mengerutkan kening.
"Kita tinggal di lembah
Pek Yun Kok...."
"Ouw Yang Bun"
bentak Bu sim Hoatsu.
"Kalau engkau tidak mau
pergi, aku akan suruh dia membunuhmu"
"Pendeta jahat"
sahut Ouw Yang Hui sian.
"Kalau engkau berani
menyuruh Popo itu membunuh ayahku, aku... aku pasti membencimu
selama-lamanya"
"Oh?" Bu sim Hoatsu
mengerutkan kening, kemudian berseru.
"Im Sie Popo, totok jalan
darahnya agar lumpuh"
"Ya." Im Sie Popo
mengangguk, lalu bergerak laksana kilat menotok jalan darah Ouw Yang Bun.
"Ketua Kwee...." Ouw
Yang Bun berkelit, namun akhirnya
tertotok juga sehingga
terkulai dan tak bergerak lagi.
"Ayah Ayah..."
teriak Ouw Yang Hui sian.
"Nak...," sahut Ouw
Yang Bun sambil memandangnya.
"Ayah...."
"Ha ha ha" Bu sim
Hoatsu tertawa gelak. lalu menarik Ouw Yang Hui sian meninggalkan tempat itu
sekaligus berseru.
"Im Sie Popo, mari kita
pergi"
Nenek itu mengangguk. lalu
segera menyusul mereka. sedangkan Ouw Yang Bun tetap tergeletak tak bergerak.
la terus berteriak-teriak memanggil putrinya.
"Hui Sian Hui
Sian..."
Im Sie Popo menggendong Ouw
Yang Hui siam lagi. gadis kecil itu terus menangis dalam gendongannya. Ketika
memasuki sebuah lembah, tiba-tiba tampak dua sosok bayangan berkelebat ke arah
mereka.
Bu sim Hoatsu dan Im Sie Popo
langsung berhenti. Di saat bersamaan melayang turun dua orang, yaitu seorang
lelaki dan seorang wanita berusia empat puluhan. Rupanya mereka berdua adalah
sepasang suami isteri.
"Suamiku" ujar si
perempuan.
"Bagaimana kalau kita
menolong gadis kecil itu? Aku suka padanya."
"Baik," sang suami
manggut-manggut.
"Hm" Bu sim Hoatsu
mendengus dingin.
"Siapa kalian? sungguh
berani kalian menghadang kami"
"Pendeta" sahut
lelaki itu.
"Aku harap engkau sudi
melepaskan gadis kecil itu"
"Ha ha ha" Bu sim
Hoatsu tertawa gelak. kemudian mendadak menatapnya dengan tajam, ternyata ia
mengerahkan ilmu hitam.
"Engkau harus menuruti
perintahku"
"Pendeta" Lelaki itu
tersenyum.
"Ilmu hitammu tidak akan
dapat mempengaruhiku, percuma engkau mengerahkan ilmu hitam itu"
"Hah?" Bu sim Hoatsu
tersentak.
Di saat bersamaan, terdengar
suara jeritan Ouw Yang Hui sian.
"Paman, Bibi Tolong
aku..."
"Diam" bentak Bu sim
Hoatsu, lalu memandang lelaki itu seraya berkata,
"Kita bukan musuh, maka
alangkah baiknya kalau kita tidak saling mengganggu"
"Hm" dengus wanita
itu dingin
"Engkau menculik gadis
kecil, kebetulan kita bertemu di sini, maka kami harus menyelamatkannya"
"Oh?" Bu sim Hoatsu
tertawa dingin
Di saat bersamaan, Ouw Tang
Hui sian berseru agak terisak.
"Bibi, tolonglah aku
Pendeta itu jahat sekali. Dia... dia melukai ayahku hingga tak bergerak."
"Jangan cemas, Nak"
sahut wanita itu sambil tersenyum. "Bibi pasti menolongmu."
Mendadak wanita itu bergerak
cepat sekali menyerang Bu sim Hoatsu. Itu sungguh mengejutkan pendeta tersebut,
namun ia masih sempat berkelit.
Di saat Bu sim Hoatsu
berkelit, di saat itu pula wanita tersebut menyerangnya lagi, membuat pendeta
itu kelab akan.
"Wanita sialan" caci
Bu sim Hoatsu dan berseru,
"Im Sie Popo,
cepat...."
Ternyata Bu sim Hoatsu ingin
minta bantuan nenek itu, namun wanita yang menyerangnya sama sekali tidak memberi
kesempatan kepadanya. la mempergencar serangannya.
Belasan jurus kemudian, wanita
tersebut berhasil menotok jalan darah Giok Tiong Hiat dan ci Kiong Hiat di dada
Bu sim Hoatsu, sehingga membuat pendeta itu terkulai dan dadanya terasa sakit
sekali.
"Cepat suruh nenek itu
melepaskan gadis kecil yang digendongnya" bentak wanita tersebut.
"Hm" dengus Bu sim
Hoatsu.
"Kalau begitu...."
Wanita itu tertawa dingin.
"Aku terpaksa harus
memusnahkan kepandaianmu"
"Hah?" Air muka Bu
sim Hoatsu langsung berubah.
"Engkau...."
"Nan Cepatlah suruh dia
melepaskan gadis kecil itu" bentak wanita tersebut.
"Kalau tidak...."
Bu sim Hoatsu menghela nafas
panjang.
"Im Sie Popo, lepaskan
gadis kecil itu" serunya kemudian.
Nenek itu mengangguk.
sekaligus menurunkan Ouw Yang Hui siam. gadis kecil itu segera berlari
menghampiri wanita tersebut.
"Terima kasih,
Bibi," ucapnya.
"Ngmm" Wanita itu
manggut-manggut, dan langsung menggendong Ouw Yang Hui sian.
"Suamiku, mari kita
pergi" serunya kepada lelaki yang berdiri di sampingnya. Lelaki itu
mengangguk. mereka lalu melesat pergi.
Bu sim Hoatsu memandang mereka
dengan mata berapi-api, sedangkan Im Sie Popo malah tertawa terkekeh-kekeh.
"He he he..."
"Diam" bentak Bu sim
Hoatsu.
Im Sie Popo langsung diam.
"Kini gadis kecil itu
tidak bersamaku lagi, aku pun tidak usah ke gunung cing san," gumam Bu sim
Hoatsu.
"Kalau begitu.. aku harus
membawa Im Sie Popo pergi mencari Thio Han Liong. Dia membunuh Leng Leng Hoatsu
adik seperguruanku."
Kemudian ia memandang Im Sie
Popo. "Im Sie Popo, mari ikut aku" ajaknya. "Ya." sahut
nenek itu
Bu sim Hoatsu melesat pergi.
Im Sie Popo pun melesat pergi mengikutinya.
Sementara itu, sepasang suami
isteri yang menyelamatkan Ouw Yang Hui sian terus melesat pergi menggunakan
ginkang. selang beberapa saat, barulah mereka berhenti lalu duduk di bawah
sebuah pohon.
"Anak manis," tanya
wanita itu setelah menurunkan Ouw Yang Hui sian ke bawah.
"Siapa engkau dan siapa
ke dua orangtuamu?"
"Namaku Ouw Yang Hui
sian," jawab gadis kecil itu memberitahukan.
"Ayahku bernama Ouw Tang
Bun, ibuku sudah meninggal."
"Oooh" Wanita itu
manggut-manggut.
"Kenapa pendeta jahat dan
nenek gila itu menculikmu? "
"Pendeta jahat itu
melukai Kakek oey...." Ouw Yang Hui
siam menutur tentang kejadian
itu, kemudian menambahkan.
"Nenek itu terkena racun,
maka menuruti semua perintah pendeta jahat itu."
"Ngmm" Wanita itu
manggut-manggut dan memberitahukan.
"Sebelum terkena racun,
nenek itu memang sudah gila?"
"Bibi, aku kenal nenek
itu," ujar Ouw Yang Hui Sian dan memberitahukan tentang Kwee In Loan,
bahkanjuga memberitahukan tentang ayahnya yang gagal menyelamatkannya. Wanita
itu manggut-manggut ketika mendengar penuturan Ouw TYang Hui sian.
"Kami tidak tahu ayahmu
berada di mana, maka tidak bisa mengantarmu ke sana. oleh karena itu, bagaimana
kalau engkau ikut kami saja?" tanyanya.
"Bibi dan Paman bukan
orang jahat kan?" tanya Ouw Yang Hui sian mendadak sambil memandang
mereka.
suami isteri itu saling
memandang, lalu tersenyum seraya berkata dengan lembut sekali.
"Kami bukan orang jahat,
percayalah" Wanita itu menambahkan.
"Kami pun punya satu anak
perempuan berusia sebelas tahun."
"Oh?" Ouw Yang Hui
sian tampak gembira.
"Dimana kakak itu?"
"Kami datang di Tionggoan
ini justru menyusul putri kami itu," sahut wanita tersebut.
"Dua pelayan kami
mendampinginya, namun... entah berada di mana mereka sekarang."
"Kenapa Bibi dan Paman
tidak mendampinginya?" tanya Ouw Yang Hui sian.
"Kami pikir...,"
sahut wanita itu.
"Cukup ke dua pelayan
kami mendampinginya. oh ya, putri kami bernama siauw Cui. Aku bernama Lie Hong
suan, suamiku bernama Kam Ek Thian. Kami datang dari gunung Altai, dekat
terbatasan Mongolia. siauw Cui terkena racun...."
"Kakak siauw Cui terkena
racun?" Ouw Yang Hui sian terkejut.
"Kenapa Bibi tidak
mengobatinya? "
"Aaaa..." Lie Hong
Suan menghela nafas panjang.
"Kami tidak punya obat
penawar racun itu, maka terpaksa menyuruh ke dua pelayan itu membawa siau Cui
ke Tionggoan menemui tabib yang terkenal. Karena sudah hampir dua bulan mereka
belum pulang, maka kami menyusul."
"Tapi kami tidak berhasil
menemukan mereka," ujar Kam Ek Thian sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Mereka entah berada di
mana sekarang, kami pun tidak tahu bagaimana keadaan siauw Cui."
Di saat bersamaan, tampak tiga
sosok bayangan berkelebat ke arah mereka. seketika juga Kam Ek Thian dan Lie
Hong suan bangkit berdiri dan terdengarlah suara seruan yang riang gembira.
"Ayah Ibu..."
"Siauw Cui siauw
Cui" Betapa gembiranya Kam Ek Thian dan Lie Hong sua n, sebab yang muncul
itu ternyata putri kesayangan mereka bersama kc dua pelayan itu.
"Ayah ibu" siauw Cui
langsung mendekap di dada ibunya, sedangkan ke dua pelayan itu segera
memberihormat kepada mereka.
"Tuan, Nyonya...."
"Yen Yen," tanya Kam
Ek Thian.
"Bagaimana keadaan siauw
Cui? Apakah kalian sudah berhasil menemukan tabib yang terkenal?"
"Tuan, kami tidak
berhasil menemukan tabib yang terkenal, tapi kini Nona telah sembuh." Yen
Yen, pelayan itu memberitahukan.
"Racun yang ada didalam
tubuh Nona telah punah." "Lho?" Kam Ek Thian heran. "Kenapa
bisa begitu?"
"Ketika kami menginap di
sebuah penginapan, seorang pemuda...." Yen Yen menutur tentang Thio Han
Liong yang menyembuhkan siauw Cui dan menambahkan.
"Obat itu dibuat dari
daun dan akar soat san Ling che. Kemudian pemuda itu pun menyalurkan
Iweekang-nya ke dalam tubuh Nona, maka Nona begitu cepat pulih."
"Oh?" Kam Ek Thian
tampak tercengang.
"Siapa pemuda itu?"
tanya Lie Hong suan sambil membelai-belai putrinya.
"Thio Han Liong,"
sahut Yen Yen memberitahukan.
"Kelihatannya dia
berkepandaian tinggi, bahkan juga mahir ilmu pengobatan."
"Oooh" Lie Hong suan
manggut-manggut.
"Syukurlah kini siauw Cui
telah pulih. Kita segera pulang ke gunung Aitai."
Ke dua pelayan itu mengangguk.
Di saat itulah Kam siauw Cui bertanya,
"Ibu, siapa adik
itu?"
"Siauw Cui," Lie
Hong suan sambil tersenyum.
"Dia bernama Ouw Yang Hui
sian. Ibu akan mengajaknya ke tempat tinggal kita."
"Asyik" seru Kam
siauw Cui gembira.
"Adik Hui sian, aku
senang sekali berteman denganmu."
"Kakak," Ouw Yang
Hui sian sambil tersenyum.
"Aku pun senang
sekali."
"Ibu, bagaimana Adik Hui
sian bisa bersama Ibu dan Ayah?" tanya Kam siauw Cui.
"Hui sian ditangkap
pendeta jahat, maka ibu menolongnya," jawab Lie Hong suan.
"Karena tidak lahu di
mana ayahnya, jadi dia harus ikut kita."
"Bagus" Kam siauw
Cui tertawa girang.
"Aku punya teman
main"
"Nak," Lie Hong suan
menatapnya lembut.
"Kalau kalian tidak
kebetulan bertemu Thio Han Liong, entah bagaimana nasibmu?"
"Ibu," Kam siauw Cui
memberitahukan.
"Kakak Thio itu tampan
sekali, aku suka sekali padanya."
"Oh?" Lie Hong suan
tersenyum.
"Namun sayang, ibu dan
ayahmu belum membalas budi pertolongannya itu."
"Ibu," ujar Kam
siauw Cui.
"Kakak Thio tidak
menghendaki kita membalas budinya. Dia seorang pendekar yang gagah dan berhati
bajik,"
"Sayang sekali...."
Kam Ek Thian menggeleng-gelengkan
kepala.
"Entah kapan ayah dan
ibumu akan bertemu Thio Han Liong?"
"Ayah, bagaimana kalau
kita pergi mencari Kakak Thio?" tanya Kam siauw Cui mendadak.
"Itu tidak bisa, sebab
kita harus segera pulang," jawab Kam Ek Thian dan menambahkan,
"Lagi pula aliran kita
tidak pernah berkecimpung dalam rimba persilatan Tionggoan."
"Tapi kita cuma mencari
Kakak Thio, bukan bermaksud berkecimpung dalam rimba persilatan Tionggoan.
Itu... itu tidak melanggar peraturan, bukan?"
"Memang." Kam Ek
Thian manggut-manggut.
"Namun kita tidak usah
pergi mencari Thio Han Liung. Kalau berjodoh kita pasti akan berjumpa
kelak."
"Yah, Ayah" Kam
siauw Cui menggeleng-gelengkan kepala.
"Kita berada di gunung
Aitai, bagaimana mungkin akan berjumpa kembali dengan Kakak Thio?"
Lie Hong Suan tersenyum
lembut.
"Nak, kita harus segera
pulang. Kini engkau sudah punya teman main, engkau masih tidak gembira?"
"Gembira sekali,"
ujar Kam Siauw Cui lalu bertanya kepada Ouw Yang Hui Sian.
"Adik Hui Sian, engkau
senang ikut kami ke gunung Aitai?"
"Senang, tapi...."
Ouw Yang Hui Sian menundukkan kepala.
"Ayahku entah berada di
mana sekarang."
"Hui Sian," Lie Hong
Suan memegang bahunya seraya berkata,
"Setelah engkau dewasa,
engkau boleh pulang ke Tionggoan mencari ayahmu."
"Ya, Bibi." Ouw Yang
Hui Sian mengangguk. "Nah, kita berangkat sekarang" ujar Kam Ek
Thian. "Yen Yen, gendong Hui Sian"
"Ya, Tuan" Pelayan
itu segera menggendong Ouw Yang Hui Sian.
Lie Hong Suan menggandeng
tangan putrinya, kemudian melesat pergi diikuti Kam Ek Thian dan lainnya.
Ternyata mereka menggunakan ilmu ginkang.
Bagaimana keadaan Ouw Yang Bun
yang tertotok jalan darahnya? la masih tergeletak di tempat itu tak bergerak
sama sekali, namun mulutnya dapat mengeluarkan suara rintihan.
"Aaah Aaaah Hui
Sian...."
Mendadak sosok bayangan
berkelebat ke arahnya. Bayangan itu ternyata seorang gadis yang cantik jelita,
tangannya membawa sebuah kecapi.
"Eh?" gadis yang
ternyata Dewi Kecapi itu mengerutkan kening.
"Kenapa Anda merintih-
rintih? Apakah Anda terluka?"
"Jalan darahku tertotok,
maka aku tak bisa bergerak sama sekali." Ouw Yang Bun memberitahukan.
"Nona, tolong buka jalan
darahku."
Dewi Kecapi menatapnya tajam.
sejenak kemudian ia manggut-manggut... sekaligus menjulurkan tangannya untuk
membebaskan jalan darah Ouw Yang Bun yang tertotok itu
"Aaah..." Ouw Yang
Bun menarik nafas dalam-dalam.
setelah itu badannya mulai
bergerak.
"Terima-kasih,
Nona," ucapnya.
"siapa Anda?" tanya
Dewi Kecapi.
"Namaku Ouw Yang
Bun," sahutnya lalu bertanya.
"Bolehkah aku tahu siapa
Nona?"
"Aku Dewi Kecapi, juga
adalah Putri suku Hui."
"Hah?" Ouw Yang Bun
terkejut dan segera memberi hormat.
"Ternyata Nona Putri suku
Hui. Tapi kenapa Nona berada di Tionggoan?"
"Aku mencari
seseorang," sahut Dewi Kecapi sambil menatapnya.
"Kenapa engkau berada di
sini dan siapa yang menotok jalan darahmu?"
"Aku mencari putriku yang
diculik orang, tapi malah aku dilumpuhkan." Ouw Yang Bun
menggeleng-gelengkan kepala.
"Mereka telah membawa
pergi putriku. Kalau Nona tidak muncul, mungkin aku akan dimangsa binatang
buas."
"Siapa yang menculik
putrimu?"
"Bu sim Hoatsu."
"Apa?" Dewi Kecapi
tersentak.
"Bu sim Hoatsu yang
menculik putrimu?"
"Ya." Ouw Tang Bun
mengangguk dengan wajah murung.
"Entah di bawa ke mana
putriku...."
"Hm" dengus Dewi
Kecapi.
"Busim Hoatsu, ke mana
engkau pergi, aku pasti memburumu"
"Nona...." Ouw
YangBun menatapnya dengan heran.
"Nona punya dendam dengan
Bu sim Hoatsu itu?"
"Ya." Dewi Kecapi
mengangguk.
"Dia membunuh ke dua
orang tuaku, maka aku harus menuntut balas kepadanya."
"Tapi...." Ouw Yang
Bun menghela nafas panjang.
"Bu sim Hoatsu
berkepandaian tinggi, bahkan kini ditambah Im Sie Popo yang kepandaiannya lebih
tinggi. oleh karena itu, sulit bagi Nona untuk menuntut balas."
"Siapa Im Sie Popo
itu?"
"Im Sie Popo bernama Kwee
In Loan..." tutur Ouw Yang Bun tentang itu
"Kini dia telah gila dan
dibawah pengaruh Bu sim Hoatsu."
"Ngmm" Dewi Kecapi
manggut-manggut.
"Oh ya Mereka menuju ke
arah mana?"
"Tuh" Ouw Yang Bun
menunjuk ke arah mereka pergi.
"Nona harus berhati-hati,
sebab Bu sim Hoatsu mahir ilmu hitam"
"Terima kasih," ucap
Dewi Kecapi, kemudian melesat pergi.
"sampai jumpa...."
Ouw YangBun berdiri termangu-
mangu, lama sekali barulah melesat pergi mengikuti arah itu pula.