Bab 47 Banjir Air Mata
Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio
telah tiba di Kotaraja. Mereka berdua langsung menuju istana. Para pengawal
menjaga di pintu istana, namun tanpa permisi lagi Ciu Lan Nio menerobos ke
dalam.
"Hei" bentak para
pengawal.
"Tidak boleh masuk"
"Maaf, maaf" ucap
Ciu Lan Nio sambil menghentikan langkahnya.
"Aku lupa bahwa ini ke
istana. Maaf...."
"Mau apa Nona ke
mari?" tanya salah seorang pengawal, ternyata Yo Wie Heng.
"Kami mau bertemu An Lok
Keng cu," sahut Ciu Lan Nio.
Kalian teman An Lok Kong
cu?" tanya Yo Wie Heng sambil memandang mereka dengan tajam.
"Kami tidak kenal An Lok
Kong cu, namun kami boleh dikatakan temannya," sahut Ciu Lan Nio.
Kalian tidak kenal An Lok Kong
Cu , tapi boleh dikatakan temannya." gumam Yo Wie Heng sambil
meng-garuk-ggruk kemala. ucapan gadis itu amat membingungkannya.
"Tuan" Kwan Pek Him
segera menjelaskan.
"Kami berdua teman baik
Han Liong, ada urusan penting yang harus kami sampaikan kepada An Lok Kong cu.
Harap Tuan memperbolehkan kami menemui An Lok Kong cu"
"Maaf, maaf" Yo Wie
Heng tersenyum.
"Ternyata kalian berdua
adalah teman Han Liong, mari ikut aku ke dalam"
"Terima kasih," ucap
Ciu Lan Nio dan Kwan Pek Him sambil mengikut Ho Wie Heng ke dalam.
Tak seberapa lama kemudian,
mereka sudah sampai di pekarangan istana An Lok. Yo Wie Heng berhenti seraya
berkata.
"Kalian tunggu dulu di
sini, aku akan ke dalam melapor" "Ya." Kwan Pek Him dan Cu Lan
Nio mengangguk.
Yo Wie Heng melangkah ke dalam
istana itu, sedangkan Kwan Pek Him dan ciu Lan Nio menengok ke sana ke mari
dengan mata terbelalak.
"sungguh indah istana
ini" ujar ciu Lan Nio kagum. "Rasanya aku ingin tinggal di sini
beberapa hari." "oh, ya?" Kwan Pek Him tersenyum. "Engkau
ingin tinggal disini beberapa hari?" "Kakak Kwan" ciu Lan Nio
menatapnya.
"Aku hanya bergurau.
Bagaimana mungkin aku tinggal di sini beberapa hari?"
Di saat bersamaan, tampak Yo
Wie Heng berjalan ke luar bersama seorang gadis yang amat cantik, dia adalah An
Lok Kong cu.
"Kong cu" Yo Wie
Heng memberitahukan.
"Itu mereka."
"Baik," An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"Engkau boleh pergi
sekarang."
"Ya, Kong cu." Yo
Wie Heng memberi hormat, lalu meninggalkan tempat itu.
An Lok Kong cu menghampiri
mereka, sedangkan ciu Lan Nio terus menatapnya dengan mata tak berkedip.
"Engkau An Lok Kong
cu?" tanyanya. "Ya." An Lok Kong cu mengangguk. "Kalian
berdua teman Han Liong?" "Betul," Ciu Lan Nio manggut-manggut.
"Kong cu, engkau memang
cantik sekali. pantas Kakak Han Liong mencintaimu."
"siapa bilang dia
mencintaiku?" tanya An Lok Kong cu dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Kakak Han Liong yang
bilang kepadaku."
"oh ya" Hati An Lok
Kong cu langsung berbunga-bunga.
Kalian berdua ke mari ingin
menyampaikan sesuatu mengenai dirinya?"
"Ya." Ciu Lan Nio
mengangguk.
"Dia... dia...."
Kenapa dia?" Wajah An Lok
Kong cu langsung berubah. "Apa yang telah terjadi atas dirinya?"
"Kong cu," Ciu Lan
Nio mulai terisak-isak. "Kakak Han Liong...."
"Kenapa dia?" An Lok
Kong cu cemas sekali.
Cepat katakan"
"Celaka, Kong cu,"
sahut Ciu Lan Nio.
"Dia... meninggal."
"Apa?" An Lok Kong
cu nyaris pingsan seketika.
Kakak Han Liong meninggal?
Dia... meninggal?" "Kong cu," Kwan Pek Him memberi hormat.
Ke- kasihnya yang meninggal,
bukan Han Liong, harap Kong cu tenang"
"ooooh" An Lok Kong
cu menarik napas lega. "Maksud kalian Tan ,Giok Cu meninggal?"
"Ya." Kwan Pek Him
mengangguk. lalu menutur tentang kejadian yang menimpa Tan Giok Cu.
"Han Liong tampak sedih
sekali, dia... dia pergi membopong mayat Giok Cu."
"Haaah...?" Wajah An
Lok Kong Cu pucat pias.
"Kakak Han Liong....^
"Kami tidak bisa
menghiburnya. Kata guru Giok Cu, kemungkinan besar Kakak Han Liong pergi ke
desa Hok An."
"Mau apa dia membopong
mayat Giok Cu ke desa Hok An?" tanya An Lok Kong cu.
"Ke tempat tinggal
orangtua Giok Cu." Ciu Lan Nio memberitahukan.
"orangtua Giok Cu tinggal
di desa itu" "oooh" An Lok Kong cu manggut-manggut.
"Bagaimana keadaan Kakak Han Liong?" tanyanya. "Dia...
dia...." Ciu Lan Nio terisak-isak lagi.
"Aku khawatir... dia akan
bunuh diri juga." "Haaah...?" Mata An Lok Kong cu mulai basah.
"Dia... dia...."
"Guru Giok Cu bilang,
kemungkinan besar Kakak Han Liong ke desa Hok An. Kami ingin menyusul ke sana,
namun guru Giok Cu bilang percuma" ujar ciu Lan Nio.
Karena kami tidak bisa
menghiburnya. Di saat itulah mendadak aku teringat kepada Kong cu..."
"Engkau kok teringat
kepadaku?"
"sebab Kakak Han Liong
pernah memberitahukan kepadaku, bahwa dia juga mencintai Kong Cu. Karena itu,
aku pun teringat kepada Kong cu. Hanya Kong cu yang bisa menghibur Kakak Han
Liong, itu agar dia tidak turut bunuh diri"
"Baik," An Lok Kong
cu manggut-manggut. "Aku akan sebera menyusul ke desa Hok An."
"Kong Cu, biar
bagaimanapun Kong cu harus menghiburnya. Kalau dia juga turut bunuh diri,
akupun merasa berdosa terhadapnya," ujar ciu Lan Nio.
"Timbulnya kejadian
tragis itu dikarenakan ulah kakekku, aku...."
"Nona" An Lok Kong
cu menepuk bahunya. "Eng-kau berhati bajik, tidak seperti kakekmu
itu." "Aah..." Ciu Lan Nio menghela nafas panjang. "Kong
Cu, cepatlah berangkat ke desa Hok An" "Baik," An Lok Kong cu
mengangguk-
" Kalian mau ikut aku ke
sana?"
"Tidak." Ciu Lan Nio
menggelengkan kepala.
Kalau melihat aku, Kakak Han
Liong pasti fngatpada kakekku, tentunya akan membuatnya marah besar. Aku dan
Kakak Kwan akan berangkat ke Kwan Gwa."
"Kalau begitu, aku harus
segera menemui ayahku," ujar An Lok Kong cu.
"Kalian tunggu di sini
sebentar"
"Kong Cu, kami mau mohon
pamit saja," sahut Ciu Lan Nio dan menambahkan,
"Tolong hibur Kakak Han
Liong"
"Ya." An Lok Kong cu
mengangguk.
"Kong cu," ucap Ciu
Lan Nio.
"Kami mohon diri"
"Selamat jalan"
sahut An Lok Kong cu.
setelah Kwan Pek Him dan ciu
Lan Nio pergi, An Lok Kong cu bergegas-gegas pergi menemui Cu Goan ciang.
Kebetulan kaisar itu sedang
duduk santai di ruang istirahat sambil menikmati teh. Ketika melihat An Lok
Kong cu memasuki ruang itu dengan wajah pucat pias, ia terkejut.
"Ay Ceng, kenapa
engkau?"
"Ayahanda, Ananda harus
segera berangkat ke desa Hok An." An Lok Kong cu memberitahukan.
"Lho?" Cu Goan ciang
heran.
Kenapa?"
Kakak Han Liong..." tutur
An Lok Kong cu tentang itu. "Ananda harus ke sana untuk
menghiburnya."
Cu Goan ciang manggut-manggut.
"Baiklah. Kapan engkau akan, berangkat?" "sekarang," sahut
An Lok Kong cu dan menambahkan,
"Ananda akan menyamar
sebagai pemuda, jadi tidak akan menarik perhatian orang."
"Baik," Cu Goan
ciang menatapnya.
"Engkau harus membujuknya
pulang ke pulau Hong Hoang To, setelah itu undang ke dua orangtuanya ke
mari"
"oh?" An Lok Kong cu
terbelalak.
"Itu...."
Cu Goan ciang tersenyum.
"Ayah ingin minta maaf
kepada ke dua orangtuanya. Itu ada baiknya juga bagi diriku. Engkau
mengerti?"
"Mengerti. Tapi... kalau
ke dua orangtuanya tidak mau ke mari?"
"Yah, mau bilang apa?
Engkau saja mewakili ayah minta maaf kepada mereka. Namun ayah yakin mereka
pasti mau ke mari, sebab Thio Bu Ki berjiwa besar."
"ooo"
"Nak" Cu Goan ciang
menatapnya seraya bertanya.
"Engkau sungguh-sungguh
juga mencintai Han Liong?"
"Ya." An Lok Kong cu
mengangguk.
"Han Liong memang anak
baik, jujur dan gagah," ujar cu Goan ciang.
"Terus terang, ayah amat
membutuhkan tenaganya."
"oh?"
"Ayah memberikannya Tanda
Perintah itu, dia pun melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak pernah
menyalahgunakan Tanda Perintah itu Ayah sungguh gembira sekali"
Kalau dia mencintai Ananda,
bolehkah Ananda menikah dengan dia?"
"Ha ha ha" Cu Goan
ciang tertawa gelak.
"Pertanyaan yang bodoh.
Ayah justru berharap engkau menikah dengan dia. Itu akan memperbaiki hubungan
ayah dengan orangtuanya."
"oooh" An Lok Kong
cu manggut-manggut.
"Nak" Cu Goan ,Yang
menatapnya.
"Han Liong juga
mencintaimu?"
"Sebelumnya Ananda tidak
tahu, namun kini sudah tahu," jawab An Lok Kong cu.
"Dia memang mencintai
Ananda juga."
"Syukurlah kalau begitu
Nan, engkau boleh berangkat sekarang," ujar cu Goan ciang sambil
tersenyum.
"Terima kasih,
Ayahanda," ucap An Lok Kong cu sekaligus memberi hormat.
"Terima kasih...."
sementara itu, Yo sian Sian
telah tiba di rumah Tan Ek seng di desa Hok An. Ah Hiang menyambut kedatangannya
dengan linangan air mata.
"Ah Hiang, Han Liong
berada di sini?"
Ah Hiang mengangguk sambil
menangis sedih, kemudian berkata dengan air mata berderai-derai.
"Belum lama ke dua
orangtua Giok Cu meninggal, kini Giok Cupun sudah tiada...."
"Apa?" Yo sian sian
terbelalak.
Ke dua orangtua Giok Cu sudah
meninggal?" "Ya." Ah Hiang mengangguk.
"Para anggota Hiat Mo
yang membunuh mereka. Han Liong pernah ke mari, aku sudah memberitahukan
kepadanya."
"Aaaah.. " To sian
sian menangis terisak-isak.
"Tak disangka jadi begini
sungguh kasihan nasib mereka"
"Kini aku khawatirkan Han
Liong," ujar Ah Hiang memberitahukan.
"setelah menguburka mayat
Giok Cu di sisi makam ke dua orangtua Giok Cu, Han Liong terus berlutut di situ
siang malam tanpa makan dan minum...."
Haaah?" Yo sian sian
terkejut bukan main. "Dia di mana sekarang?"
"Di pekarangan belakang,
"jawab Ah Hiang.
Yo sian sian langsung ke
pekarangan belakang. Dilihatnya Thio Han Liong berlutut di hadapan makam baru
itu.
"Han Liong..."
panggil Yo sian sian sambil menghampirinya.
"Bibi sian sian"
sahut Thio Han Liong tanpa menoleh.
"Ini makam Adik Giok Cu,
yang di sebelah adalah makam ke dua orangtuanya."
"Aku sudah tahu." Yo
sian sian memegang bahunya.
"Han Liong, engkau jangan
terlampa duka dan menyiksa diri, jagalah kesehatanmu baik-baik"
"Bibi sian sian,"
ujar Thio Han Liong dengan air mata berlinang-linang.
"Adik Giok Cu merupakan
segala-galanya bagiku. Kini dia sudah tiada, berarti aku telah kehilangan
segala-galanya."
"Han Liong...." Yo
Sian Sian terisak-isak.
"Aku tahu betapa besarnya
cintamu kepadanya, dia pasti tenang di alam baka. Namun dia pasti marah
melihatmu terus menyiksa diri sendiri"
Thio Han Liong tersenyum
getir, kemudian meng- geleng-gelengkan kepala.
"Aku pun sudah tiada
gairah hidup, aku... aku ingin menyusulnya...."
"Han Liong" bentak
Yo sian sian.
"Apakah engkau sudah lupa
kepada ke dua orangtua mu? Engkau ingin menjadi anak yang tak berbakti?"
"Bibi sian sian...."
"Han Liong, engkau harus
makan sedikit Jangan membiarkan perutmu lapar"
"Aku tidak mau makan,
perutku tidak lapar...."
"Han Liong...." Yo
sian sian tampak cemas sekali. la tidak
tahu harus bagaimana
menghiburnya. Kalau Thio Han Liong terus begini, hawa murninya pasti akan
buyar, itu amat
membahayakan dirinya. oleh
karena itu, Yo sian sian berharap An Lok Kong cu tiba selekasnya.
Thio Han Liong terus berlutut
di depan makam Tan Giok Cu tanpa makan dan minum. Air matanya tak
henti-hentinya mengalir, dan itu sungguh mencemaskan-Yo sian sian yang berdiri
di sisinya. sudah tiga harHo sian sian di situ, namun sama sekali tidak bisa
berbuat apa-apa.
Yo sian sian menghela nafas
panjang, kemudian memandangnya. Pucatlah wajah wanita itu, ternyata kini yang
keluar dari mata Han Liong bukan air mata lagi, melainkan darah.
"Haaah...?" Betapa
terkejutnya Yo sian sian. la segera menotok beberapa jalan darah di tubuh Thio
Han Liong, lalu mengerahkan Lweekangnya, sekaligus di salurkan ke dalam tubuh
Thio Han Liong.
Di saat bersamaan, muncullah
An Lok Kong cu mendekati mereka. Begitu melihat dari mata Thio Han Liong
mengalir darah, pucatlah wajahnya.
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu mulai menangis.
"oooh" Yo sian sian
menarik nafas lega, dan berhenti menyalurkan Lweekangnya ke dalam tubuh Thio
Han Liong.
"Bibi," tanya An Lok
Kong cu. "Bagaimana keadaan Kakak Han Liong?"
"Kalau aku terlambat
menyalurkan Lweekangku ke dalam tubuhnya, dia pasti lumpuh seumur hidup,"
sahut Yo sian sian sambil menatapnya.
"Engkau pasti An Lok Kong
cu. Ya, kan?"
"Ya, Bibi." An Lok
Kong cu mengangguk.
" Kenapa Kakak Han Liong
belum sadar?"
"Aku sengaja menotok
jalan darahnya agar dia pingsan," jawab Yo sian sian sambil menghela nafas
panjang.
"Kini engkau sudah
datang, maka engkau harus berusaha menghiburnya."
"sudah sekian hari dia
tidak makan dan minum, maka engkau pun harus membujuknya agar mau makan."
An Lok Kong cu mengangguk
sambil memandang Thio Han Liong yang dalam keadaan pingsan itu.
"Bibi, kapan dia
sadar?"
"Sebentar lagi dia akan
sadar. engkau harus menjaganya baik-baik," ujar Yo Sian sian.
"Aku mau pergi."
"Bibi mau pergi ke
mana?"
Kembali ke Lam Hai,"
sahut Yo sian sian sekaligus melesat pergi. Terdengar pula suara seruannya
sayup,sayup,
"Kong Cu, jaga dia
baik-baik,..."
setelah Yo sian sian pergi, An
Lok Kong cu segera duduk di sisi Thio Han Liong yang telentang itu. Lamemandang
Thio Han Liong dengan air mata bercucuran, lalu membelainya perlahan-lahan.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong...."
Berselang beberapa saat
kemudian, sepasang mata Thio Han Liong terbuka perlahan-lahan.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong..." panggil An Lok Kong cu girang.
"Kakak Han
Liong...."
"Adik An Lok..."
sahut Thio Han Liong sambil bangkit duduk.
"Engkau kok berada di
sini?"
"Aku ke mari
menengokmu" sahut An Lok Kong cu sambil mengusap-usap wajahnya.
" Kakak Han Liong, engkau
harus...."
"Adik An Lok" Thio
Han Liong memberitahukan sambil terisak-isak.
"Giok Cu sudah tiada, itu
makam nya."
"Aku sudah tahu, maka aku
ke mari." An Lok Kong cu membelainya dengan penuh kasih sayang.
"Kakak Han Liong, jangan
berduka lagi Kalau engkau mati, akupun tidak bisa hidup,"
"Adik An Lok...."
Mendadak Thio Han Liong memeluknya
erat-erat.
"sungguh malang nasib
Giok Cu gara-gara Hiat Mo dia mati bunuh diri Aku harus menuntut balas"
Kakak Han Liong...." An
Lok Kong cu berlega hati, karena kini Thio Han Liong tampak sudah tenang.
"Adik An Lok" Thio
Han Liong menatapnya seraya bertanya. "Dari mana engkau tahu aku berada di
sini?"
"ciu Lan Nio dan Kwan Pek
Him datang ke istana memberitahukan kepadaku, maka aku sebera ke mari."
Thio Han Liong
manggut-manggut.
"Adik Lan Nio memang
baik, namun kakeknya...."
Kakak Han Liong," An Lok
Kong cu menggenggam tangannya seraya berkata,
"Sudah sekian hari engkau
tidak makan dan minum, mari kita makan dulu setelah itu, barulah kita bercakap-
cakap. "
"Adik An Lok, aku tidak
lapar."
"Tidak lapar pun harus
makan sedikit, jangan bandel" ucap An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Kalau bandel, aku akan
menjewer telingamu."
"Aku...."
"Kakak Han Liong, biar
bagaimanapun engkau harus makan sedikit" desak An Lok Kong cu halus dan
menambahkan,
"Kalau engkau tidak mau
makan, akupun tidak mau makan."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala.
"Baiklah, aku akan makan
sedikit, tapi... makan di sini."
"Baik," An Lok Kong
cu bangkit berdiri
Justru di saat bersamaan,
tampak Ah Hiang mendekati mereka dengan membawa sebuah nampan berisi beberapa
macam hidangan dan dua mangkok nasi putih.
"Nona, aku membawa
makanan."
"Lho?" An Lok Kong
cu terbelalak.
"Bibi Ah Hiang kok tahu
aku Nona?"
Aku seorang wanita, maka aku
tahu Nona menyamar
sebagai pemuda" jawab Ah
Hiang sambil menaruh nampan itu ke bawah.
"Aku pun tahu kalian
pasti mau makan."
"Terima kasih, Bibi Ah
Hiang," ucap An Lok Kong cu sambil duduk kembali, kemudian memandang Thio
Han Liong seraya berkata,
"Mari kita makan"
Thio Han Liong mengangguk. Mereka berdua mulai makan sambil bercakap-cakap.
"Heran" gumam Thio
Han Liong.
"Kok Adik Lan Nio dan
Kwan Pek Him bisa ke Kotaraja menemuimu, siapa yang menyuruh mereka ke
Kotaraja?"
"Nona Lan Nio teringat
kepadaku," ujar An Lok Kong cu sambil tersenyum.
"Maka dia mengajak Kwan
Pek Him ke Kotaraja menemuiku."
"Adik Lan Nio tidak
mengenalmu, bagaimana dia bisa teringat kepadamu? Aku sungguh tidak habis
pikir" Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu dikarenakan engkau
pernah memberitahukan sesuatu kepada Nona Lan Nio, maka dia teringat
kepadaku."
"oh?" Thio Han Liong
tercengang.
"Aku pernah
memberitahukan apa kepadanya?"
"Bukankah engkaupernah
memberitahukan kepadanya, bahwa engkau... engkau juga mencintaiku?" ujar
An Lok Kong cu menundukkan kepala.
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Karena tiada seorang pun
yang bisa menghiburmu, maka Nona Lan Nio teringat kepadaku. Mereka khawatir
engkaujuga akan ikut bunuh diri..."
Aaaah..." Thio Han Liong
menghela nafas panjang. "sungguh mengenaskan nasib Giok Cu, aku...."
Kakak Han Liong, jangan terus
diingat. semua itu telah berlalu, kini harus menjaga kesehatanmu
baik-baik,"
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala.
Kakak Han Liong" An Lok
Kong cu mengalihkan pembicaraan.
"Beberapa tahun ini,
engkau berada di mana dan apa yang engkau alami?"
"Aku kalah bertanding
dengan Hiat Mo, lalu ke gunung soat sa n... "jawab Thio Han Liong dan
memberitahukan tentang apa yang dialaminya di gunung tersebut. Jadi kini
kepandaianku sudah maju pesat, dan Lweekang ku pun telah mencapai taraf yang
amat tinggi."
"oh?" Wajah An Lok
Kong cu berseri.
"Kalau begitu, wajah ke
dua orangtua mu pasti bisa pulih. Ya, kan?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Setelah meninggalkan
gunung soat san, aku ke mari mengunjungi ke dua orangtua Giok Cu. Tapi... tak
disangka mereka berdua telah meninggal di bunuh para anggota Hiat Mo
Pang."
"Begitu jahat para
anggota Hiat Mo Pang" An Lok Kong cu menggeleng-gelengkan kepala.
"sejak itu aku pun mulai
membantai para anggota Hiat Mo Pang." Thio Han Liong memberitahukan.
"Dan menuju lembah Pek
Yun Kok, tak diduga Bibi sian sian sudah berada di sana. la berhasil membunuh
si Mo dan memukul Kwee In Loan jatuh kejurang, tapi aku...."
"Kakak Han Liong,
sudahlah Jangan diungkit lagi kejadian itu"
"Sebelumnya aku ingin
memberitahukan Giok Cu tentang kematian ke dua orangtuanya, dia malah bunuh
diri" Thio Han Liong menghela nafas dan air matanya pun mulai meleleh.
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu terkejut ketika
melihat air mata Thio Han
Liong mulai meleleh.
"Jangan menangis lagi
Tadi... tadi engkau menangis hingga mengeluarkan darah, untung Bibi sian sian
cepat-cepat menotok jalan darahmu agar pingsan, kemudian menyalurkan
Lweekangnya ke dalam tubuhmu."
"oh?" Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Adik An Lok, coba
bayangkan betapa malangnya nasib Giok Cu Padahat dia seorang gadis yang baik,
tapi.."
Mendadak sepasang mata Thio
Han Liong berapi-api. An Lok Kong cu terperanjat menyaksikannya .
"Aku harus membunuh Hiat
Mo" ujar Thio Han Liong sambil berkertak gigi.
"Dia yang menyebabkan
semua kejadian itu, aku harus membunuhnya"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu cepat-cepat
memegang tangannya seraya
berkata dengan lembut sekali,
"Jangan emosi,
tenanglah"
"Hmm" dengus Thio
Han Liong dingin.
"Mulai sekarang aku akan
membantai para penjahat agar rimba persilatan bersih dari kejahatan"
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu memandangnya
sambil tersenyum dan
menambahkan,
"Bahkan engkau pun harus
menghukum para pembesar yang berlaku sewenang-wenang dan korup,"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Oh ya, Kakak Han Liong,"
ujar An Lok Kong cu perlahan.
"Bagaimana kalau engkau
mengajakku ke pulau Hong Hoang To?"
"Mau apa engkau ke
sana?"
"Aku ingin mengunjungi ke
dua orangtua mu, dan juga engkau boleh mengobati wajah ke dua orangtua
mu."
"Aaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"sudah hampir delapan
tahun aku tidak pulang menengok ke dua orangtua ku...."
"oleh karena itu, engkau
harus pulang," ujar An Lok Kong cu dan melanjutkan.
"Aku ikut karena ingin
mengunjungi ke dua orangtua mu, juga ingin menikmati keindahan pulau itu."
"Adik An Lok...."
Lama sekali Thio Han Liong berpikir,
kemudian manggut-manggut.
"Baiklah, besok pagi kita
berangkat ke pesisir utara menemui Kwa Kiat Lam. Dia punya kapal yang cukup
besar."
"Dia bersedia mengantar
kita ke pulau Hong Hoang To?"
"Tentu bersedia, sebab
dia mantan anggota Beng Kauw."
"oooh" An Lok Kong
cu mengangguk dan berkata,
"Terima kasih Kakak Han
Liong atas kesudianmu mengajakku ke pulau itu."
"Tidak usah berTerima
kasih, Adik An Lok," ujar Thio Han Liong.
"Memang ada baiknya
engkau menemui ke dua orangtua ku."
"Memangnya kenapa?"
"sebab...." Thio Han
Liong memandangnya.
Engkau boleh mewakili ayahmu
menjernihkan tentang kejadian penyerbuan belasan tahun silam itu."
"Kakak Han Liong,"
An Lok Kong cu tersenyum.
"Terus terang, Ayah yang
menyuruhku bersamamu ke mlau Hong Hoang TO menemui ke dua orangtua mu."
"oh? Kenapa?"
"Aku harus mewakili
Ayahku menjernihkan kesalahpahaman itu, lalu mengundang ke dua orangtua mu ke
istana."
"Adik An Lok...."
Thio Han Liong menggelengkan eYala.
"Belum tentu ke dua
orangtuaku akan memenuhi undangan itu."
Kakak Han Liong," An Lok
Kong cu tersenyum seraya berkata.
"Engkau harus membujuk ke
dua orang- tua mu agar mau ke istana"
"Baiklah." Thio Han
Liong mengangguk.
"Akan kucoba, namun aku
tidak berani menjamin."
"Terima kasih, Kakak Han
Liong," ucap An Lok Kong cu gembira.
"Engkau baik sekali
terhadapku."
"Aaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang, kemudian memandang makam Tan Giok Cu.
"Adik Giok cu...."
Keesokan harinya, Thio Han
Liong dan An Lok Kong cu berpamit kepada Ah Hiang, lalu berangkat ke pesisir
utara.
Dalam perjalanan, Thio Han
Liong tidak begitu banyak bicara, itu membuat An Lok Kong cu menghela nafas
diam-diam.
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu meliriknya.
"Engkau masih teringat
kepada Giok Cu?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk.
"Kakak Han Liong, jangan
terus diingat" ujar An Lok Kong cu lembut,
"itu akan mengganggu
kesehatanmu...."
"Aaah..." Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Aku kenal Giok Cu ketika
berusia tujuh tahun. Kini dia sudah tiada, maka aku selalu terkenang
kepadanya."
Kakak Han Liong, kalau aku
mati, engkaujuga akan sedemikian sedih?" tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Adik An Lok," tegur
Thio Han Liong.
"jangan omong yang
bukan-bukan, aku tidak mau mendengar ucapan itu."
"Kakak Han Liong" An
Lok Kong cu bertanya lagi.
"Kalau aku mati, engkau
juga akan menangis sampai mengeluarkan air mata darah?"
"Itu....H Thio Han Liong
memandangnya dan berkata tanpa
sadar.
"Kalau engkau mati, aku
pun pasti mati."
"Kakak Han
Liong...." An Lok Kong cu langsung mendekap
di dadanya.
"Kakak Han
Liong...."
Kini An Lok Kong cu meneruskan
perjalanan dengan penuh kegembiraan, karena yakin Thio Han Liong mencintainya.
oleh karena itu, ia terus berusaha menghibur Thio Han Liong, agar pemuda pujaan
hatinya itu tidak terus dirundung duka.
"Kakak Han Liong, Ayahmu
galak?" tanya An Lok Kong cu mendadak.
"Ayahku tidak galak,
namun berwibawa," jawab Thio Han Liong memberitahukan.
"Tapi engkau tidak boleh
berbohong, karena Ayahku paling membenci orang yang suka berbohong."
Kakak Han Liong" An Lok
Kong cu tersenyum. "Aku bukan gadis yang suka berbohong."
"Aku tahu." Thio Han
Liong manggut-manggut. "oh ya, ibumu galak?"
"ibuku pun tidak galak.
sebaliknya malah agak memanjakan aku, ketika aku masih kecil."
"oooh" Ketika An Lok
Kong cu mau melanjutkan, tiba-tiba terdengar suara jeritan wanita.
"Tolong Tolong..."
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu mengerutkan kening, kemudian saling memandang.
"Mari kita ke sana"
ajak Thio Han Liong.
"Baik,"
Mereka berdua melesat ke
tempat suara jeritan itu. Tampak belasan orang mengerumuni seorang wanita muda,
seorang lelaki bertampang seram sedang memeluk wanita itu, sekaligus berusaha
membuka pakaiannya.
"Berhenti" bentak
Thio Han Liong dengan wajah merah padam saking gusarnya. Belasan orang itu
terkejut, begitu pula lelaki bertampang seram itu. Mereka segera memandang Thio
Han Liong.
"Lepaskan wanita
itu" bentak Thio Han Liong lagi sambil mendekati mereka selangkah demi
selangkah.
"siapa engkau? sungguh
berani mencampuri urusan kami" sahut lelaki bertampang seram.
"Hmm" dengus Thio
Han Liong dingini
"Hari ini kalian bertemu
aku, itu berarti ajal kalian telah tiba"
"Ha ha ha" Lelaki
bertampang seram itu tertawa, lalu berseru,
"serang orang itu"
Begitu lelaki bertampang seram
itu berseru, belasan orang lainnya langsung menyerang Thio Han Liong dengan
berbagai macam senjata.
Thio Han Liong berkelit,
kemudian badannya berkelebat ke sana ke mari. "Aaaakh Aaaakh..."
Terdengar suara jeritan yang menyayat hati.
Belasan orang itu terkapar
dengan mulut mengeluarkan darah, ternyata mereka semua telah binasa.
"Haah?" Betapa
terkejutnya lelaki bertampang seram itu.
"siauhiap, ampunilah aku
Ampunilah aku...."
"Hmm" Thio Han Liong
tersenyum dingin, kemudian mendadak mengibaskan tangannya. seketika lelaki
bertampang seram itu terpental belasan depa, lalu roboh tak bernyawa lagi.
"Terima kasih,
Tuan," ucap wanita muda itu sambil berlutut.
"Banguniah" ujar
Thio Han Liong.
"Kini sudah aman, engkau
boleh pulang."
Wanita muda itu bangkit
berdiri, An Lok Kong cu menghampirinya seraya bertanya,
"siapa orang-orang
itu?"
"Mereka... mereka adalah
perampok." Wanita muda itu memberitahukan.
"Mereka merampok di desa
kami, kemudian menculikku. Kalau siauhiap tidak muncul, aku... aku pasti mereka
perkosa."
"sekarang sudah aman,
engkau boleh pulang," ujar An Lok Kong cu.
"Ya." Wanita itu
mengangguk lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Thio Han Liong dan An Lok Kong
cu saling memandang, kemudian mereka menggeleng-gelengkan kepala.
Kakak Han Liong, kenapa engkau
membunuh mereka semua?"
"Adik An Lok, mereka para
penjahat, maka harus dibasmi," sahut Thio Han Liong.
"Apakah engkau tidak
dengar tadi, wanita muda itu bilang mereka adalah para perampok yang merampok
di desanya."
"Aku dengar." An Lok
Kong cu manggut-manggut.
"Engkau benar, para
penjahat harus dibasmi."
"Kini mereka semua telah
mati, aku harus mengubur mayat-mayat itu," ujar Thio Han Liong.
"Tidak usah, Kakak Han
Liong" sahut An Lok Kong cu.
"Lho? Kenapa?" Thlo
Han Llong heran.
"Aku yakin para penduduk
desa itu akan ke mari. Biar mereka yang mengubur mayat-mayat itu."
"Baik," Thio Han
Liong manggut-manggut.
Mereka berdua meninggalkan
tempat itu, lalu melanjutkan perjalanan menuju pesisir utara. Tidak salah apa
yang dikatakan An Lok Kong cu, tak lama setelah mereka pergi, muncullah puluhan
penduduk desa. Begitu melihat mayat para perampok itu, bersoraklah mereka
dengan penuh kegembiraan. setelah itu, barulah mereka bergotong-royong mengubur
mayat-mayat itu.