Bab 45 Timbul Hawa Membunuh
setelah meninggalkan rumah
hartawan sim, Thio Han Liong lalu duduk beristirahat sejenak di bawah sebuah
pohon. Di saat itulah tiba-tiba ia teringat kepada ke dua orangtua Tan Giok Cu.
Berhubung perjalanan ke Pek yun Kok harus melalui desa Hok An, maka ia
mengambil keputusan untuk singgah ke rumah orangtua Tan Giok Cu-
Keputusan itu membuat Thio Han
Liong segera melanjutkan perjalanannya- Betapa terkejutnya pemuda itu ketika
mendengar suara kabar berita, bahwa tujuh partai besar dalam rimba persilatan
telah takluk kepada Hiat Mo Pang, dan kini perkumpulan tersebut yang berkuasa
dalam rimba persilatan.
Hiat Mo Pang—" gumamnya-
Kalau begitu, Hiat Mo pasti
masih berada di Pek yun Kok-setelah mengunjungi ke dua orangtua Giok Cu, aku
harus segera berangkat ke Pek yun Kok-"
ini Thio Han Liong singgah di
sebuah kedai teh di pinggir jalan. Pemilik kedai teh segera menyuguhkan
secangkir teh wangi.
"Tuan masih mau pesan
makanan lain?" tanya pemilik kedai teh yang berusia enam puluhan.
Tidak. Paman Tua," sahut
Thio Han Liong sambil menghirup teh wangi itu.
"Aaaah—" Tiba-tiba
pemilik kedai teh menghela nafas panjang.
"Kenapa Paman Tua
menghela nafas panjang?" tanya Thio Han Liong heran.
Pemilik kedai teh
memberitahukan.
"sejak Hiat Mo Pang
berkuasa dalam rimba persilatan, kaum golongan putih menyembunyikan diri Maka,
kedai tehku ini menjadi sepi sekali. Para anggota Hiat Mo Pang sungguh kejam,
mereka sering merampok dan memperkosa.... "
"Paman Tua, betulkah
tujuh partai besar telah takluk kepada Hiat Mo Pang?"
"Betul. Bahkan ketua Run
Lun dan ketua Khong Tong telah binasa di tangan Tong Koay dan Pak Hong."
"Apa?" Thio Han
Liong terbelalak.
"Bagaimana mungkin Tong
Koay dan pak Hong membunuh ke dua ketua itu?"
"Itu kudengar sendiri
dari murid-murid Kun Lun dan Khong Tong Pay, ternyata Tong Koay dan Pak Hong
berada dipihak Hiat Mo Pang."
"Itu tidak mungkin. Tidak
mungkin..." gumam Thio Han Liong sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku dengar, kalau tidak
salah Tong Koay dan Pak Hong telah terpengaruh oleh ilmu sihir Hiat Mo, maka ke
dua jago tua itu menuruti semua perintah Hiat Mo-"
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut, kemudian bertanya,
"Paman Tua sudah berusia
lanjut, kenapa masih membuka kedai teh?"
"yaaah—" Pemilik
kedai teh menghela nafas panjang.
"Karena cucu-cucuku masih
kecil...."
"Di mana orangtua
mereka?"
"Beberapa tahun lalu,
anak dan menantuku meninggal di bunuh para anggota Hiat Mo Pang...."
"Kenapa para anggota Hiat
Mo Pang membunuh anak dan menantu Pa man Tua?"
"Mereka ingin memperkosa
menantuku, maka anakku melawan. Akhirnya ia meninggal di tangan anggota Hiat Mo
Pang. Begitu melihat anakku meninggal, menantuku langsung membunuh diri sejak
itu aku harus mengurusi cucu-cucuku."
"oh?" Thio Han Liong
menatap pemilik kedai teh itu dengan iba.
"sekarang siapa yang
menjaga cucu-cucu Paman Tua?"
"Seorang janda tua, dia
tidak punya anak- Kalau aku ke mari membuka kedai teh, janda tua itu ke rumahku
untuk menjaga cucu-cucuku."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut, kemudian memberi pemilik kedai teh itu tiga ratus tael
perak-
"Paman Tua, uang ini
untuk biaya hidup cucu-cucu Paman Tua. sekolahkan mereka agar kelak bisa ikut
ujian di Kotaraja"
"Tuan...." Pemilik
kedai teh memandang Thio Han Liong
dengan mata basah-
"Terimalah" desak
Thio Han Liong.
"Terima kasih" ucap
pemilik kedai teh sambil menerima uang perak itu.
"Terima kasih,
Tuan."
"Paman Tua," pesan
Tiiio Han Liong.
Hati-hatilah menyimpan uang
ini, jangan sampai orang lain tahu Paman Tua punya uang sebanyak itu"
ya-" Pemilik kedai teh
cepat-cepat menyimpan uang itu ke dalam bajunya.
"Paman tua, aku mohon
pamit," ucap Thio Han Liong lalu melangkah pergi. Begitu sampai di luar,
ia langsung melesat pergi.
"Haaahhh" Mulut
pemilik kedai teh ternganga lebar. "Tak disangka pemuda itu berkepandaian
begitu tinggi."
-ooo0000ooo-
Beberapa hari kemudian, Thio
Han Liong sudah tiba di desa Hok An, dan langsung menuju rumah Tan Ek seng.
Perlahan-lahan Thio Han Liong
memasuki halaman rumah itu la menengok ke sana ke mari dengan kening
berkerut-kerut, karena rumah itu tampak tidak diurus sama sekali. Di saat
itulah mendadak muncul seorang wanita, ialah Ah Hiang, pembantu di rumah itu.
"Bibi Hiang Bibi
Hiang..." panggil Thio Han Liong.
"Hah? Han Liong...."
Ah Hiang langsung menangis sedih.
"Di mana Nona? Kenapa
tidak ikut ke mari?"
"Dia— dia masih berada di
Pek yun Kok- Aku ke mari duluan mengunjungi paman dan bibi- Di mana
mereka?"
"Ayoh ikut aku ke halaman
belakang" Ah Hiang menarik Thio Han Liong ke halaman belakang.
"Bibi Hiang, ada
apa?" tanya Thio Han Liong heran.
Ah Hiang tidak menyahut,
melainkan terus menarik Thio Han Liong ke halaman belakang, sampai di halaman
belakang, Thio Han Liong terbelalak dan wajahnya pucat pias.
Ternyata di halaman belakang
terdapat sebuah makam. Begitu membaca tulisan yang ada pada batu nisan itu Thio
Han Liong langsung menjatuhkan diri di hadapan makam itu dan menangis sedih.
"Paman, Bibi-—" Air
mata Thio Han Liong berderai-derai, Itu adalah makam Tan Ek seng dan Lim soat
Hong. Lama sekali Thio Han Liong menangis dengan air mata berlinang-linang,
setelah itu barulah bertanya,
"Kenapa Paman dan bibi
meninggal? Apa yang terjadi di sini?"
"Han Liong—" sahut
Ah Hiang terisak-isak-
"Setahun yang lalu,
muncul para anggota Hiat Mo Pang merampok desa ini. Tuan dan nyonya pergi
melawan mereka, tapi akhirnya meninggal di tangan para anggota Hiat Mo Pang
itu."
"Hiat Mo Pang lagi Aku
bersumpah akan membunuh para anggota Hiat Mo Pang itu" Thio Han Liong
mencetuskan sumpahnya itu.
"Han Liong, kalau engkau
bertemu nona, bawalah dia ke mari menyembayangi ke dua orangtuanya" pesan
Ah Hiang.
"Ya-" Thio Han Liong
mengangguk- "Ah Hiang, aku harus segera berangkat ke Pek yun Kok menjemput
Giok Cu ke mari-"
"Baik-" Ah Hiang
mengangguk-
"Aku tetap menjaga rumah
ini sampai Nona Giok Cu pulang."
"Terima kasih," ucap
Thio Han Liong lalu melesat pergi.
Hari itu Thio Han Liong sampai
di sebuah kota, lalu mampir di sebuah rumah makan,
"silakan duduk.
Tuan" ucap seorang pelayan.
Thio Han Liong duduk, kemudian
pelayan itu bertanya lagi.
"Tuan mau pesan makanan
dan minuman apa?"
"sop sapi dan nasi,"
sahut Thio Han Liong dan menambahkan,
"satu guci arak
wangi."
"ya. Tuan." Pelayan
itu segera menyajikan apa yang dipesan Thio Han Liong.
Di saat Thio Han Liong sedang
bersantap, mendadak terdengar suara jeritan di luar kedai.
"Jangan ganggu putriku
Jangan ganggu putriku"
Thio Han Liong memandang ke
luar. Dilihatnya belasan orang berpakaian merah sedang menyeret seorang lelaki tua.
Lelaki tua itu meronta-ronta sambil berteriak-teriak.
"Aku mohon, kalian jangan
ganggu putriku Jangan ganggu putriku"
"Pelayan.." panggil
Thio Han Liong.
"ya. Tuan." Pelayan
itu segera mendekatinya.
"Mau pesan apa,
Tuan?"
"siapa orang-orang berpakaian
merah itu?" tanya Thio Han Liong.
"Mereka...." Pelayan
merendahkan suaranya.
"Mereka para anggota Hiat
Mo Pang. Mungkin mereka mau memperkosa putri orangtua itu."
"Apa?" Mata Thio Han
Liong langsung membara-
"Mereka para anggota Hiat
Mo Pang? Tengah hari bolong begini mereka berani melakukan pemerkosaan?"
"Aaaah—" Pelayan itu
menghela nafas panjang, "siapa yang berani melawan mereka?"
"Pelayan, aku mau ke sana sebentar" "Tuan" Pelayan itu
menggeleng kepala. "Jangan campuri urusan itu. Tuan akan celaka"
"Mereka yang akan
celaka" sahut Thio Han Liong sambil berjalan ke luar, sedangkan pelayan
itu segera memberitahukan kepada majikannya.
"Apa? Pemuda itu pasti
celaka" Majikan itu menghela nafas panjang.
"Kenapa engkau tidak
mencegahnya?"
"Aku sudah mencegahnya,
tapi dia tetap berjalan ke luar...."
sementara Thio Han Liong sudah
berada di hadapan para anggota Hiat Mo Pang, sedangkan lelaki tua itu telah
dibanting kejalan.
"Tuan-tuan" ujar
lelaki tua itu.
"Jangan ganggu
putriku...Jangan ganggu putriku...."
"Hmm" dengus salah
seorang anggota Hiat Mo Pang, lalu memasuki rumah lelaki tua itu,
dan yang lain segera
mengikutinya.
Akan tetapi, mendadak
berkelebat sosok bayangan menghadang di depan mereka, yang tidak fain adalah
Thio Han Liong.
"Mau apa kalian masuk ke
rumah ini,?" tanya Thio Han Liong dingin.
"Tuan" Terdengar
suara sahutan dari dalam rumah.
"Tolonglah aku, mereka
mau memperkosa aku Tuan, tolonglah aku"
"Tenang Nona" sahut
Thio Han Liong, kemudian bertanya kepada belasan orang itu.
"Kalian anggota Hiat Mo
Pang?"
"Betul" jawab salah
seorang anggota Hiat Mo Pang sambil mengangkat dadanya
"Kini Hiat Mo Pang
berkuasa di rimba persilatan, siapa pun tidak berani melawan kami"
"oh?" Thio Han Liong
tertawa dingin-
Aku justru akan membunuh
kalian semua" "Apa?" Anggota Hiat Mo Pang itu melotot.
"siapa engkau dan berasal
dari perguruan mana?"
"Engkau tidak perlu
bertanya, yang jelas hari ini kalian harus mampus" sahut Thio Han Liong.
"serang dia" seru
anggota Hiat Mo Pang itu
seketika juga para anggota
Hiat Mo Pang menyerang Thio Han Liong dengan berbagai macam senjata.
Thio Han Liong bersiul
panjang. Tiba-tiba badannya bergerak ke sana ke mari sambil mengeluarkan ilmu
Kiu Im Pek Kut Jiauw.
"Aaaah Aaaakh—"
Terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Belasan anggota Hiat Mo Pang itu
terkapar dengan mulut mengucurkan darah kemudian putuslah nafas mereka.
"Terima kasih. Tuan"
ucap wanita muda yang di dalam rumah itu.
Thio Han Liong menolehkan
kepalanya sambil tersenyum, lalu berjalan pergi menuju rumah makan. Para tamu
dan pemilik rumah makan itu memandangnya dengan mata terbelalak lebar, begitu
pula si pelayan.
"Tuan..."panggil
pelayan, kemudian mengacungkan jempolnya.
"Tuan sungguh hebat"
Thio Han Liong nanya
tersenyum. Ketika ia baru mau bersantap, pemilik rumah makan itu mendekatinya
dengan wajah serius.
"Anak muda" ujarnya
dengan suara rendah-"Lebih baik engkau segera meninggalkan kota ini."
"Kenapa?" tanya Thio Han Liong.
"Engkau telah membunuh
para anggota Hiat Mo Pang itu, maka pemimpin Hiat Mo Pang di kota ini pasti
akan ke mari. Pemimpin itu berkepandaian amat tinggi, maka lebih baik engkau
segera pergi."
Terima kasih atas perhatian
Paman" ucap Thio Han Liong.
Aku justru menghendaki
kemunculan pemimpin itu." "Anak muda" Pemilik rumah makan
memberitahukan.
"Pemimpin itu adalah
mantan penjahat dari golongan hitam, kepandaiannya sungguh tinggi sekali.
Engkau...."
"Terima kasih atas
kebaikan Paman memberitahukan itu. Tapi aku tidak mau pergi, karena aku harus
membasmi mereka, setelah itu, aku akan berangkat ke Pek yun Kok, markas pusat
Hiat Mo Pang."
"Anak muda...."
Ketika pemilik rumah makan mau
mengatakan sesuatu, mendadak
pelayan berbisik,
"Pemimpin itu telah
datang bersama para anak buahnya."
"Haaah—?" Pemilik rumah
makan seaera meninggalkan Thio Han Liong.
Thio Han Liong tersenyum
dingin, lalu bangkit berdiri dan berjalan kc luar untuk menghampiri pemimpin
cabang Hiat Mo Pang itu.
"Siapa engkau?"
bentak pemimpin itu.
"Aku yang membunuh para
anak buahmu itu" sahut Thio Han Liong.
"Mereka memang harus
mampus, termasuk engkau yang lainnya"
"Engkau...."
Pemimpin itu mengerutkan kening, kemudian
berseru.
"Serang dia"
Para anak buahnya langsung
menyerang Thio Han Liong dengan berbagai macam senjata, sedangkan Thio Han
Liong cuma bertangan kosong Justru secara reflek ia mengibaskan tangannya.
Betapa dahsyat kibasan tangannya, sebab bertahun-tahun ia berlatih di dasar
telaga melawan terjangan arus.
"Aaaakh—" Terdengar
jeritan menyayat hati- Tujuh delapan anggota Hiat Mo Pang terkapar dan binasa
seketika.
Thio Han Liong tidak berhenti
sampai di situ. Mendadak badannya berkelebat ke sana ke mari, kemudian
terdengar lagi suara jeritan dan sisa anggota Hiat Mo Pang itu pun terkapar
semua dalam keadaan tak bernyawa.
"Haaah-..?" Betapa
terkejutnya pemimpin itu, wajahnya pucat pias.
"Kini saatnya
giliranmu" ujar Thio Han Liong sambil menghampirinya selangkah demi
selangkah-
"siapa sebenarnya engkau?
Ada permusuhan apa engkau dengan Hiat Mo Pang?" tanya pemimpin itu dengan
suara bergemetar.
"Aku pembantai Hiat Mo
Pang" sahut Thio Han Liong. "Bersiap-siaplah engkau berangkat ke
neraka" "Hiyaaah" pekik pemimpin itu sambil menyerangnya.
Thio Han Liong tidak berkelit,
melainkan menyambut serangan itu dengan Kian Kun Taylo sin Kang.
"Aaaakh—" jerit
pemimpin itu- Ternyata ia telah terserang oleh Iweekangnya sendiri, sehingga
badannya terpental beberapa depa, lalu roboh dengan mulut mengeluarkan darah-
"si— siapa engkau?"
"Aku Thio Han Liong"
Haaah—?" sepasang mata pemimpin
itu mendelik dan nafasnya putus seketika.
Thio Han Liong memandang
mayat-mayat yang bergelimpangan itu, kemudian menghela nafas panjang sambil
melangkah untuk kembali ke rumah makan.
"Tuan...." Pelayan
segera menghampirinya.
"Bukan main...."
Thio Han Liong tersenyum, dan
ketika melihat sop sapi nya, ia terbelalak karena sop sapi itu tampak mengebul.
"Eh? sop sapi ini?"
"Aku ganti yang baru
matang." Pelayan memberitahukan.
"Terima kasih," ucap
Thio Han Liong, ia mulai bersantap.
Di saat bersamaan, muncul
pemilik rumah makan mendekatinya dengan wajah berseri-seri, lalu duduk di
hadapan Thio Han Liong.
"Engkau masih muda, tapi
kepandaianmu sungguh bukan main" ujarnya.
"Mulai sekarang, kota ini
pasti aman."
"Paman" tanya Thio
Han Liong.
"Apakah kota ini sudah
bersih dari anggota Hiat Mo Pang?"
"sudah bersih
sekali," sahut pemilik rumah makan.
"Kami sebagai penduduk
kota ini amat borterimakasih kepadamu."
"oh ya, bagaimana
pembesar di kota ini?" tanya Thio Han Liong mendadak-
"Pembesar di kota ini
cukup baik dan adil, tapi— tidak bisa berbuat apa-apa terhadap para anggota
Hiat Mo Pang" jawab pemilik rumah makan memberitahukan.
"Pernah sekali
pengawalnya berhasil menangkap salah seorang anggota Hiat Mo Pang, tapi ketika
pembesar itu mau menjatuhkan hukuman berat kepada anggota Hiat Mo Pang itu,
justru muncul pemimpinnya, dan langsung memukul pembesar itu sampai muntah
darah- Kami dengar, pembesar itu masih dalam keadaan luka—."
"Di mana rumah pembesar
itu?" ......
"Tak jauh dari
sini." Pemilik rumah makan memberitahukan.
"Dari sini menuju ke
kiri, kemudian membelok ke kanan. Kira-kira seratus depa sudah tampak rumah
pembesar itu."
"Terima kasih,
Paman" ucap Thio Han Liong. Ketika ia baru merogohkan tangannya ke dalam
bajunya, pemilik rumah makan itu berkata.
"Tidak usah membayar.
Kalau engkau membayar, sama juga menghinaku."
"Baiklah." Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Paman. aku mohon
pamit"
"selamatjalan,
siauhiap" ucap pemilik rumah makan.
Thio Han Liong tersenyum, lalu
meninggalkan rumah makan itu menuju rumah pembesar kota tersebut. Tak seberapa
lama kemudian, ia sudah tiba di depan rumah pembesar itu. Tampak beberapa
pengawal menjaga di sana. Begitu melihat Thio Han Liong, salah seorang penjaga
segera menghampirinya sambil memberi hormat.
"siauhiap ingin bertemu
siapa?"
"Aku ingin bertemu
pembesar kota ini."
"Maaf, siauhiap"
Pengawal itu menggeleng-geleng-kan kepala.
"Lie Tayjin dalam keadaan
sakit, tidak bisa menemui siapa pun."
"Saudara, aku ke mari
justru ingin mengobati Lie Tayjin-" "oh?" Wajah pengawal itu
langsung berseri-"Kalau begitu, silakan masuk" "Terima
kasih," ucap Thio Han Liong.
"Siauhiap, mari ikut aku
ke dalam" Pengawal itu berjalan ke dalam, dan Thio Han Liong mengikutinya
dari belakang.
"Kepandaian siauhiap
sungguh tinggi sekali" bisiknya.
"Engkau menyaksikan
kejadian tadi?" tanya Thio Han Liong.
"ya." Pengawal itu
mengangguk-
"Kebetulan aku pergi
membeli obat untuk Lie Taujin-"
"Oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut-
Ketika hampir sampai di depan
pintu rumah, mendadak melesat ke luar sosok bayangan, yang ternyata seorang
pemuda tampan.
"Tuan muda siauhiap ini
kemari ingin mengobati Lie Taujin" Pengawal itu memberitahukan.
"Dia pula yang membunuh
pemimpin dan para anggota Hiat Mo Pang itu"
"oh?" Pemuda itu
menatap Thio Han Liong dengan penuh perhatian, kemudian memberi hormat seraya
berkata,
"Selamat datang,
siauhiap"
"Selamat bertemu,
saudara" sahut Thio Han Liong.
"Silakan masuk" ucap
pemuda itu.
"Terima kasih-" Thio
Han Liong berjalan memasuki rumah itu, sedang kan pengawal telah kembali ke
tempat penjagaannya-
"Silakan duduk
siauhiap" ucap pemuda itu sambil tersenyum ramah-
"Terima kasih-" Thio
Han Liong duduk.
seorang pelayan segera
menyuguhkan teh, lalu mengundurkan diri dari situ, tapi matanya masih sempat
melirik Thio Han Liong dan bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Silakan minum,
siauhiap" ucap pemuda itu.
"Terima kasih-" Thio
Han Liong menghirup teh itu.
"siauhiap" Pemuda
itu menatapnya.
"Bolehkah aku tahu siapa
siauhiap?" tanyanya.
"Namaku Thio Han
Liong."
"oooh" Pemuda itu
manggut-manggut.
"Kok Thio siauhiap tidak
menanyakan namaku?"
"oh ya, nama
saudara?"
"Aku bernama Lie yen
Huang," sahut pemuda itu sambil tersenyum lembut dan. menambahkan,
"Putra Lie Tayjin-"
"Aku dengar Lie Taujin
terpukul oleh pemimpin cabang Hiat Mo Pang itu, hingga kini masih belum sembuh-
Benar kah itu?"
"Benar." Lie yen
Huang menghela nafas panjang.
"Ayahku terluka dalam,
tabib biasa tidak mampu mengobatinya. Namun aku yakin Thio siauhiap mampu
mengobati ayahku."
"Kok saudara Lie begitu
yakin kepadaku?" tanya Thio Han Liong sambil tersenyum.
"Thio siauhiap
berkepandaian tinggi, tentunya juga mahir ilmu pengobatan. Kalau tidak. Thio
siauhiap pasti tidak akan ke mari," sahut Lie yen Huang dan menambahkan,
"Thio siauhiap sungguh
tampan, pasti banyak gadis jatuh cinta kepada siauhiap."
"saudara Lie pun tampan
sekali," ujar Thio Han Liong dan melanjutkan,
"Mudah-mudahan aku bisa
menyembuhkan luka dalam yang diderita ayahmu."
"Thio siauhiap,
sebelumnya aku mengucapkan terima kasih-
"
"saudara Lie jangan
sungkan-sungkan" ucap Thio Han Liong.
"Thio siauhiap, Mari ikut
aku ke kamar ayahku" ajak Lie yen Huang.
"Ayahku belum bisa bangun
dari tempat tidur."
Thio Han Liong mengangguk,
lalu mengikuti Lie yen Huang menuju kamar pembesar Lie-
Tampak seorang tua berbaring
di tempat tidur- Ba-dannya kurus dan wajahnya tampak pucat kehijau-hijauan.
"Ayah, saudara Thio ini
mahir ilmu pengobatan. Dia ke mari ingin mengobati Ayah-" ujar Lie yen Huang.
"oooh" Pembesar Lie
manggut-manggut.
"Terima-kasih."
Thio Han Liong memberi hormat
seraya berkata,
"Lie Tayjin,
perkenankanlah aku memeriksa Tayjin"
"Silakan" sahut
Pembesar Lie.
"Maaf" ucap Thio Han
Liong dan mulai memeriksa nadi pembesar Lie. cukup lama barulah ia berhenti
memeriksa nadi pembesar Lie seraya berkata,
"Ternyata Tayjin terkena
pukulan yang mengandung racun, untung sudah makan semacam obat mujarab, maka
jantung Tayjin terlindung. Kalau tidak. Tayjin pasti sudah meninggal."
"oh?" Pembesar Lie
tampak terkejut.
"Tayjin," tanya Thio
Han Liong.
"Tabib manakah yang
memberikan obat mujarab itu?"
"Bukan tabib, melainkan
putra ku sendiri." Pembesar Lie memberitahukan?
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut, kemudian berkata kepada Lie yen Huang.
"saudara Lie, obat itu
memang dapat menyembuhkan luka dalam, namun tidak bisa memunahkan racun, Itu
sayang sekali, yang membuat obat itu harus mencampuri dua macam bahan
obat-obatan, maka obat itu dapat menyembuhkan luka dalam, dan sekaligus dapat
pula memunahkan racun."
"Thio siauhiap, aku mohon
petunjuk" ujar Lie yen Huang sambil memberi hormat.
Thio Han Liong tersenyum, lalu
memberitahukan mengenai ke dua macam bahan obat-obatan itu.
"Terima kasih, Thio
siauhiap," ucap Lie yen Huang dengan wajah berseri-
"sekarang aku akan
mendesak keluar racun yang bersarang di dalam tubuh ayahmu dengan Iweekangku-
Tolong ambilkan sebuah baskom" ujar Thio Han Liong.
"ya." Lie yen Huang
segera pergi mengambil baskom, tak lama ia sudah kembali dengan membawa sebuah
baskom tembaga.
"Apabila ayahmu mau
muntah, cepat sodorkan baskom itu ke mulut ayahmu" pesan Thio Han Liong,
lalu menurunkan pembesar Lie itu ke lantai, kemudian ia duduk di belakangnya,
sepasang telapak tangannya ditempelkan di punggung pem-besar Lie, lalu
mengerahkan Kiu yang sin Kangnya.
Tak seberapa lama kemudian,
pembesar Lie tampak sudah mau muntah- Lie yen Huang cepat-cepat menyodorkan
baskom tembaga itu ke mulutnya.
"uaaakh" Pembesar
Lie mulai muntah- "uaaaakh—"
yang dimuntahkannya adalah
cairan kehijau-hijauan. Berselang sesaat barulah ia berhenti muntah- Thio Han
Liong pun berhenti mengerahkan Kiu yang sin Rang. Kini wajah pembesar Lie sudah
tampak kemerah-merahan, la langsung bangkit berdiri lalu duduk di pinggir
tempat tidur.
"Thio siauhiap,"
ucap pembesar Lie-
"Terima kasih, kini
dadaku tidak terasa sakit lagi."
Thio Han Liong tersenyum.
"Tayjin, kini Tayjin
sudah sembuh, boleh mulai berjalan."
"Terima kasih, Thio
Siauhiap," ucap Lie Yen Huang sambil memandangnya dengan kagum.
"Aku tak menyangka sama
sekali kalau Iweekang Thio siauhiap begitu tinggi. Pantas pemimpin cabang Hiat
Mo Pang dan para anak buahnya tidak sanggup melawan Thio siauhiap."
"Apa?" Pembesar Lie
terkejut.
"Thio siauhiap bertarung
dengan mereka?"
"Betul, Ayah-" Lie
Yen Huang memberitahukan dengan wajah berseri-seri-
"Ayah, Thio siauhiap
telah membunuh mereka semua-" Pembesar Lie terbelalak-
Kalau begitu, kepandaian Thio
siauhiap pasti tinggi sekali-Nak. engkau harus mohon petunjuk kepada Thio
siauhiap-"
"ya. Ayah-" Lie yen
Huang manggut-manggut.
Thio Han Liong tersenyum-
"saudara Lie,
kepandaianmu cukup tinggi, hanya saja jalan darah jintokmu belum terbuka, maka
sulit bagimu untuk mencapai Iweekang tinggi."
"Betul, Thio
siauhiap-" Lie yen Huang mengangguk.
guruku tidak mampu membantuku
membuka jalan darah jintok. maka aku tidak berhasil mencapai Iweekang tingkat
tinggi."
"saudara Lie, aku
bersedia membantumu membuka jalan darahjintokmu," ujar Thio Han Liong
sungguh-sungguh.
"Apa?" Lie yen Huang
terbelalak-
"Thio siauhiap sanggup
melakukan itu?"
Thio Han Liong mengangguk-
"Silakan duduk bersila di
lantai sekarang juga aku akan membantumu membuka jalan darah itu-"
Lie yen Huang kurang percaya,
namun ia tetap duduk bersila di lantai,
"saudara Thio, sebelum
dan sesudahnya kuucapkan banyak-banyak Terima kasih."
"Saudara Lie, engkau
tidak usah sungkan-sungkan" Thio Han Liong tersenyum, lalu duduk di
belakang Lie yen Huang. la menempelkan sepasang telapak tangannya ke punggung
pemuda itu, kemudian mengerahkan Kiu yang sin Kang.
seketika juga Lie yen Huang
merasakan adanya aliran hangat menerobos ke dalam tubuhnya melalui sepasang
telapak tangan Thio Han Liong, segeralah ia menghimpun Iweekangnya untuk
menerima aliran hangat kiriman Thio Han Liong itu.
setelah Iweekangnya membaur
dengan hawa hangat itu, mulailah hawa hangat itu menerobos kejalan darah
jintoknya. Kira-kira sepeminum teh kemudian, terbukalah jalan darah tersebut,
otomatis Iweekang Lie yen Huang bertambah tinggi, karena memperoleh Kiu yang
sin Kang.
Thio Han Liong berhenti
mengerahkan Kiu yang sin Kang, lalu bangkit berdiri sambil tersenyum. Lie yen
Huang juga bangkit berdiri, lalu memandang Thio Han Liong dengan mata
berbinar-binar.
"Terima kasih, Thio
siauhiap," ucapnya dengan saura rendah.
"saudara Lie," sahut
Thio Han Liong.
"Jangan berlaku
sungkan-sungkan"
"Ha ha ha" Pembesar
Lie tertawa gelak-
"Lebih baik kalian
bercakap-cakap di ruang depan."
"ya. Ayah-" Lie yen
Huang manggut-manggut.
"Ayah beristirahat
saja."
"Jangan khawatir"
Pembesar Lie tersenyum.
"Ayah tidak akan
mengganggumu yang ingin bercakap-cakap dengan Thio siauhiap""
"Ayah—""
sungguh membingungkan, mendadak wajah Lie yen Huang tampak kemerah-merahan.
"Thio siauhiap, mari kita
duduk di ruang depan saja" "Baik-" Thio Han Liong mengangguk.
Mereka berdua menuju ruang
depan, kemudian duduk berhadapan dan Lie yen Huang terus memandangnya dengan
mata tak berkedip-
"Thio siauhiap, aku
sungguh kagum kepadamu Bolehkah aku mohon petunjuk mengenai ilmu silat?"
"saudara Lie-—"
"Thio siauhiap, aku mohon
petunjuk" desak Lie yen Huang.
"Kalau Thio siauhiap
tidak sudi memberi petunjuk kepadaku, aku— aku akan marah-"
"Baiklah"" Thio
Han Liong mengangguk-
"Coba engkau perlihatkan
ilmu silat tangan kosong"
y a-" Lie yen Huang
segera berjalan ke tengah-tengah ruang itu, setelah itu mulailah ia bersilat
tangan kosong.
Thio Han Liong menyaksikannya
dengan penuh perhatian, berselang sesaat barulah Lie yen Huang berhenti-
"Thio siauhiap, bagaimana
ilmu silatku?" tanyanya.
"Cukup lihay dan
dahsyat," jawab Thio Han Liong.
"Tapi banyak
kekurangannya."
Lie yen Huang tercengang,
sebab gurunya selalu memujinya, tapi kini Thio Han Liong mencela ilmu silatnya
masih terdapat banyak kekurangan.
"saudara Lie" Thio
Han Liong tersenyum.
"Keli-hatannya engkau
kurang percaya akan apa yang kukatakan barusan."
"Ya." Lie Yen Huang
mengangguk.-
"Begini—-" Thio Han
Liong menghampirinya seraya berkata,
"Engkau boleh menyerangku
terus-menerus, aku tidak akan membalas-" Lie Yen Huang mengerutkan kening.
"Baikiah- Hati-hati"
Lie yen Huang mulai menyerang.
Thio Han Liong tersenyum sambil berkelit ke sana ke mari. Lie yen Huang terus
menyerangnya, tapi pukulannya selalu meleset, Itu membuatnya penasaran sekali,
maka ia menyerang dengan sengit.
"saudara Lie," ujar
Thio Han Liong. "Hati-hati, aku akan balas menyerangmu"
Mendadak Thio Han Liong
menyerangnya dengan Kiu ImPek Kut Jiauw. Badannya mencelat ke atas, kemudian
berjungkir balik dan sebelah tangannya menyentuh kepala Lie yen Huang lalu
meloncat turun.
"Haaah—?" Betapa
terkejut Lie yen Huang, karena hanya satu jurus, Thio Han Liongsudah
mengalahkannya.
"Thio siauhiap.—"
"saudara. Lie, kini
engkau sudah percaya?" tanya Thio Han Liong sambil tersenyum.
" Aku percaya." Lie
yen Huang tertawa kecil.
"sebetulnya bukan ilmu
silatku yang terdapat banyak kekurangan, melainkan Thio siauhiap berkepandaian
amat tinggi, maka gampang sekali mengalahkanku."
"Terus terang," ujar
Thio Han Liong dengan sungguh-sungguh-
"Ilmu silatmu cukup tinggi,
namun engkau memiliki sifat penasaran, yang akan mengacau konsentrasimu-
sungguh membahayakan dirimu kalau berhadapan dengan lawan tangguh"
Kalau begitu—" Lie yen
Huang memandangnya dengan penuh harap.
"Tentunya Thio siauhiap
sudi mengajarku beberapa jurus ilmu silat tingkat tinggi, ya, kan?"
"saudara Lie, ayahmu
seorang pembesar yang baik dan adil, engkau memang harus memiliki ilmu silat
tingkat tinggi untuk melindungi ayahmu. Baiklah, aku akan mengajarmu beberapa
jurus ilmu silat tingkat tinggi."
"Terima kasih, TTiio
siauhiap." Lie yen Huang langsung memberi hormat.
"Terima kasih...."
Di saat bersamaan, muncul
pembesar Lie dengan tersenyum-senyum. la memandang mereka berdua dan
manggut-manggut.
"Bagus, bagus"
ucapnya sambil duduk.
"Kenapa Ayah tidak
beristirahat di dalam kamar?" tanya Lie yen Huang dengan wajah tidak
senang.
"Ayah mengganggu kalian
berdua?" Pembesar Lie balik bertanya sambil tersenyum.
"Tidak, Tayjin"
sahut Thio Han Liong.
"Thio siauhiap, engkau
jangan memanggilku Tayjin, panggil saja aku paman"
"ya. Tapi Paman juga
jangan memanggilku Thio siauhiap, panggil saja namaku"
"Namamu?"
"Aku bernama Han Liong,
Paman"
Pembesar Lie manggut-manggut.
"Kalau tidak salah,
engkau akan mengajar putriku ilmu silat tingkat tinggi?"
"Paman...." Thio Han
Liong terbelalak-
"saudara Lie... adalah
anak gadis?"
"ya-" Pembesar Lie
mengangguk-
"Karena engkau telah
menyembuhkan aku, rasanya tidak baik kalau aku masih membohongimu."
Thio Han Liong tersenyum.
"saudara Lie, ternyata
engkau anak gadis. Aku... aku sama sekali tidak tahu."
"Kini engkau sudah tahu
kan?" Mendadak Lie Yen Huang berlari ke dalam, dan itu membuat Thio Han
Liong tertegun.
"Paman, dia... dia marah
kepadaku?"
"Ha ha ha" Pembesar
Lie tertawa.
"Bagaimana mungkin dia marah
kepadamu? Mungkin dia ke kamar untuk berganti pakaian."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
Tak lama kemudian, Lie Yen
Huang sudah kembali dengan pakaian wanita yang ringkas, Gadis itu memang cantik
sekali.
"saudara Lie, tak
kusangka engkau begitu cantik," ujar Thio Han Liong memujinya.
"Kenapa engkau masih
memanggilku saudara?" sahut Lie Yen Huang dengan malu-malu.
"Lebih baik panggil aku
adik,"
"Adik Yen Huang..."
panggil Thio Han Liong.
"Kakak Han Liong..."
sahut Lie Yen Huang dengan kepala tertunduk-
"Ha ha ha" Pembesar
Lie tertawa gelak-
"Han Liong, engkau boleh
mulai mengajarnya ilmu silat tingkat tinggi, aku ingin menyaksikannya
sekarang."
"Baik-" Thio Han
Liong mulai mengajarkan beberapa jurus ilmu silat tingkat tinggi kepada Lie Yen
Huang, dan gadis itu belajar dengan sungguh-sungguh- la memang cerdas, dalam
waktu singkat ia sudah menguasai ilmu silat itu, maka ia terus berlatih di
situ-
Thio Han Liong menyaksikannya
dengan penuh perhatian. Kalau Lie yen Huang melakukan kesalahan, ia langsung
memberi petunjuk kepadanya.
"Adik yen Huang"
pesan Thio Han Liong.
"Kalau tidak menghadapi
bahaya, janganlah engkau mengeluarkan jurus jurus ilmu silat yang kuajarkan
kepadamu"
"Kenapa?"
"Sebab jurus-jurus ilmu
silat yang kuajarkan padamu itu amat lihay dan ganas, setiap jurus pasti
mematikan lawan. Engkau pun harus terus berlatih, karena jurus jurus ilmu silat
itu dapat melindungi dirimu."
"oh?" Lie yen Huang
girang bukan main.
"Kakak Han Liong, ilmu
silat apa itu?"
"Kiu Im Pek Kut
Jiauw."
"Ha h? Apa?" Mulut
Lie yen Huang ternganga lebar,
"Itu ilmu Kiu Im Pek Kut
Jiauw?"
"ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"Maka engkau tidak boleh
sembarangan mengeluarkan ilmu silat itu-"
"Aaaah..." Lie yen
Huang menghela nafas panjang.
"Aku tak menyangka akan
memiliki Kiu Im Pek Kut Jiauw."
"Adik yen Hung, coba
ulangi lagi ilmu silat itu"
"ya." Lie yen Huang
mulai berlatih lagi.
Thio Han Liong memperhatikan
dengan cermat sekali, dan kemudian mendadak berseru.
"Adik yen Huang, berhenti
dulu"
Lie yen Huang langsung
menghentikan gerakannya. Thio Han Liong mendekatinya, ternyata gerakan tadi
terdapat sedikit kesalahan.
"Ketika mencelat ke atas
dan berjungkir balik, engkau telah melakukan sedikit kesalahan, yakni tanganmu
agak miring ke kiri"
Thio Han Liong memberitahukan,
lalu memainkan jurus tersebut. Di saat ia jungkir balik, justru tampak sebuah
benda terjatuh di lantai, tring
Benda yang jatuh itu adalah
sebuah medali emas- Tanda perintah Kaisar. Begitu melihat benda itu, pembesar
Lie langsung berlutut. " Hamba memberi hormat kepada yang Mulia"
Lie yen Huang
terbengang-bengong, berdiri mematung di tempat-
"Bangunlah Paman"
Thio Han Liong cepat-cepat membangunkan pembesar Lie-
"Terima kasih, yang
Mulia," ucap pembesar Lie-
Thio Han Liong memungut medali
emas itu, lalu dimasukkannya ke dalam bajunya-
"Kakak Han Liong"
tanya Lie yen Huang.
"Benda apa itu?"
"Anak goblok" sahut
pembesar Lie-
"Itu medali emas Tanda
Pengenal Kaisar." "Haaah—?" Lie yen Huang terperanjat.
"Kalau begitu, aku... aku juga harus berlutut?"
"Tidak usah. Adik yen
Huang." sahut Thio Han Liong cepat sambil tersenyum lembut.
"Aku tidak sengaja
menjatuhkan medali emas itu." "Han Liong...." Pembesar Lie
menatapnya.
"Aku sama sekali tidak
menyangka engkau utusan kaisar." "Paman...." Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
Kakak Han Liong, belum lama
ini muncul seorang pemuda yang sering menghukum pembesar korup dan pembesar
yang berlaku sewenang-wenang adalah engkau?"
"Ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"Kakak Han Liong"
Lie yen Huang menghela nafas panjang,
"Ini sungguh di luar
dugaan, sebetulnya engkau punya hubungan apa dengan kaisar, maka engkau
diangkat sebagai wakil atau utusan kaisar?"
"Sesungguhnya aku tidak
mau menerima jabatan itu, namun kaisar terus mendesak membuat aku merasa tidak
enak menolaknya." Thio Han Liong memberitahukan.
"Kaisar dan ayahku adalah
kawan baik—"
"Kakak Han Liong,
bolehkah aku tahu siapa ayahmu?"
"Ayahku adalah Thio Bu
Ki-"
"Haaah—?" Lie yen
Huang dan ayahnya terbelalak-
"Engkau putra Thio Bu
Ki?"
"Pantas kaisar
mempercayaimu" ujar pembesar Lie.
"Karena kaisar adalah
mantan bawahan ayahmu ketika melawan pasukan.Mongol."
"Tak disangka sama sekali
Tak disangka sama sekali..." gumam Lie yen Huang.
"guruku juga mantan anak buah
ayahmu, guruku sering bercerita tentang ayahmu yang amat gagah itu, namun
akhirnya malah dikhianati Cu Goan ciang—."
"Itu telah berlalu,"
ujar Thio Han Liong.
"Cu Goan ciang telah
menjelaskan kepadaku."
"oooh" Lie yen
t-fuav-oi manggut-manggut.
"Paman, kini Paman sudah
sehat, maka aku mohon pamit," ucap Thio Han Liong.
"Han Liong...."
Pembesar Lie memandangnya.
"Kakak Han
Liong...." Lie yen Huang menghela nafas
panjang.
"engkau tidak mau
bermalam di sini?"
"Terima kasih. Adik yen
Huang" sahut Thio Han Liong.
"Aku harus seoera
berangkat ke Pek yun Kok untuk bertanding dengan Hiat Mo-"
"Kakak Han
Liong...." Mata Lie yen Huang mulai basah.
"Kapan kita akan berjumpa
lagi?"
"Kalau aku sempat, aku
pasti ke mari mengunjungimu,"jawab Thio Han Liong.
"Paman, Adik yen Huang
sampai jumpa"
Mendadak Thio Han Liong
melesat pergi. Begitu cepat laksana kilat sehingga Lie yen Huang tidak sempat
menahannya.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong..."
Namun pemuda itu sudah tidak
kelihatan. Maka meledaklah isak tangis gadis itu dengan air mata
berderai-derai, sedangkan ayahnya cuma menghela nafas panjang.
-ooo00000ooo-