Bab 43 Ketua Kun Lun Pay dan Ketua Khong Tong Pay tewas
ini di dalam kuil siauw Lim
sie tampak ramai sekali.Para ketua partai berkumpul di ruang Tay Hiong Po Tian
(Ruang Para Orang Gagah) membahas surat dari Hiat Mo Pang.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-
"Hiat Mo berkepandaian
tinggi sekali, ditambah Kwee In Loan, si Mo, Tong Koay dan pak Hong, maka kita
tidak dapat melawan mereka- oleh karena itu, lebih baik kita bersabar."
"Bersabar dalam arti kita
harus takluk kepada Hiat Mo Pang?" tanya ketua Kun Lun pay.
"omitohud Memang cuma ada
jalan itu." Kong Bun Hong Tio manggut-manggut.
"Kong Bun Hong Tio,"
ujar ketua Kun Lun Pay menyindirkan.
"siauw Lim Pay amat
terkenal dalam rimba persilatan, tapi kenapa mendadak menjadi pengecut?"
"omitohud" sahut
Kong Ti seng Ceng.
"siauw Lim sie bukan
pengecut, melainkan berpikir panjang. Kalau, kita tahu kematian berada di depan
kita, kenapa masih menerobos ke sana? Bukankah lebih baik bersabar untuk
menunggu?"
"Bersabar untuk
menunggu?" tanya ketua Khong Tong Pay-"Bersabar sampai kapan dan
menunggu apa?"
"Bersabar beberapa tahun
dan menunggu kemunculan yo sian sian" sahut ketua Bu Tong
"oh?" Ketua Khong
Tong Pay tertawa.
"Tak disangka Bu Tong Pay
yang amat tersohor itu, kini malah mengandalkan orang lain."
"Ketua Khong Tong,"
ujar jie Lian ciu, ketua Bu Tong Pay dengan kening berkerut.
"Kita berkumpul di sini
untuk berunding, bukan untuk berdebat maupun saling menyindir. Maka kuharap
jangan bicara sembarangan, agar tidak merusak suasana dan persahabatan."
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-
"Memang benar apa yang
dikatakan ketua Bu Tong. Kita harus berunding secara baik-baik."
"Menurutku..." ujar
ketua Kun Lun.
"Alangkah baiknya kita
bergabung untuk menyerang ke lembah Pek yun Kok."
"Aku setuju," sahut
ketua Khong Tong Pay dan menambahkan,
"sebab kami tidak mau
menjadi pengecut."
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketua Kun Lun dan ketua
Khong Tong harus tahu, kini golongan sesat pun telah bergabung dengan Hiat Mo
Pang, sehingga membuat Hiat Mo Pang amat kuat sekali, tidak gampang bagi kita
melawannya."
"Lalu maksud Kong Bun
Hong Tio?" tanya ketua Kun Lun Pay.
"Tiada jalan lain kecuali
bersabar dan menunggu," sahut Kong Bun Hong Tio dengan sungguh-sungguh.
"Kalau gunung masih
menghijau, jangan takut tiada kayu bakar. Kita harus ingat akan pepatah
ini-"
"Jadi maksud Kong Bun
Hong Tio bersabar untuk dihina, menunggu mengandalkan orang lain?" tanya
ketua Khong Tong Pay.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-
"Kita harus berpikir
panjang, jangan cuma menuruti hawa emosi."
"Maaf" Ketua Khong
Tong Pay bangkit berdiri
"Aku tidak sependapat,
maka lebih baik aku pamit." "omitohud" Kong Bun Hong Tio
menghela nafas panjang.
"Kong Bun Hong Tio"
Ketua Kun Lun Pay juga bangkit berdiri
"Aku pun mau pamit."
"omitohud" ucap Kong
Ti seng Ceng. "Pikirkanlah baik-baik, jangan bertindak ceroboh"
"Permisi" ucap ketua
Kun Lun dan ketua Khong Tong Pay, lalu meninggalkan ruang Tay Hiong Po Tian
itu.
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala.
" Kong Bun Hong
Tio," ujar ketua GoBi.
"Mereka berdua mau pergi
cari mati, itu terserah mereka."
"Tak disangka pertemuan
ini membuahkan kerenggangan." Kong Bun Hong Tio menggeleng-gelengkan
kepala,
"omitohud...."
"Kong Bun Hong Tio,"
tanya Su Hong Sek- ketua Kay pang.
"Menurut Hong Tio, kita
harus bagaimana?"
"Bersabar untuk menunggu
kemunculan yo sian sian, sebab kini dia sedang berada di Lam Hai memperdalam
ilmu silatnya, setelah dia muncul, kita akan berunding lagi,"jawab Kong
Bun Hong Tio-
"Betul." Ketua Kay
Pang manggut-manggut.
"Kakak yo yang
berkepandaian begitu tinggi, masih tidak dapat melawan Kwee In Loan. Apalagi
kita? Bahkan kini didukung Hiat Mo, Tong Koay, Pak Hong dan si Mo, maka
kita...."
"yaah" Ketua GoBiPay
menghela nafas panjang.
"Apa boleh buat, kita
terpaksa harus bersabar."
"Tidak salah" ujar
ketua Hwa san Pay sambil manggut-manggut.
"Bersabar untuk menang,
bukan bersabar karena takut mati."
"Kalau begitu..."
ujar ketua Bu Tong Pay.
"Tentunya kita harus membuat
surat takluk untuk Hiat Mo Pang."
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio mengangguk-
"Itu memang harus. Kita
cukup mengutus orang menyerahkan surat takluk ke lembah Pek yun Kok."
"Setelah itu...."
Ketua GoBi mengerutkan kening.
"Mungkinkah Hiat Mo akan
perintah kita melakukan hal-hal yang di luar prikemanusiaan?"
"Aku yakin tidak,"
sahut ketua Bu Tong Pay. "Kecuali kita mengadakan perlawanan."
"Tapi-..." Ketua GoBi menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkinkah
yo sian sian mampu melawan Hiat Mo?"
"Itu urusan kelak- Yang
penting kini kita harus bersabar" sahut ketua Bu Tong Pay.
"Tentunya kita tidak akan
kalah dengan seorang pemuda, kan?"
"Maksud ketua Bu
Tong?" Ketua GoBiPay tercengang mendengar ucapan itu.
"Thio Han Liong, putra
Thio Bu Ki pernah bertanding dengan Hiat Mo-—" Ketua Bu Tong Pay
memberitahukan tentang itu.
"Kini Thio Han Liong pun
sedang berada di suatu tempat berlatih ilmu silatnya, usianya baru dua puluhan,
namun begitu bersemangat dan tak kenal putus asa. Nah, kita pun harus
begitu"
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-"Jadi keputusan kita adalah Bersabarkan?"
"ya." sahut yang lain,
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio lagi.
"Kini yang kucemaskan
adalah partai Kun Lun dan Khong Tong."
"Kalau ke dua partai yang
bersepakat untuk pergi menyerbu Hiat Mo Pang, itu urusan mereka," ujar
ketua GoBi Pay.
"Mereka mau cari mati,
itu terserah mereka."
"Aaaah.--" Ketua Bu
Tong Pay menghela nafas panjang.
"Entah apa yang akan
terjadi dengan ke dua partai itu? Apabila ke dua partai itu bersepakat untuk pergi
menyerbu Hiat Mo Pang, apakah kita tinggal diam?"
"Pokoknya kami GoBi Pay
tidak mau turut campur," sahut ketua GoBi Pay dengan tegas.
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-gelengkan kepala.
"Mudah-mudahan ke dua
partai itu tidak pergi menyerbu Hiat Mo Pang"
"Mudah-mudahan
begitu" ucap ketua Bu Tong Pay.
Pertemuan itu berakhir sampai
di situ. Ketua Bu Tong Pay dan ketua lain mulai berpamit kepada Kong Bun Hong
Tio serta Kong Ti seng ceng.
Ketua Kun Lun Pay dan ketua
Khong Tong Pay yang pergi duluan itu, di tengah jalan berunding.
"Ketua Kun Lun,"
tanya ketua Khong Tong Pay-
"Bagaimana kita, apakah
harus bersabar juga?"
"Ketua Khong Tong"
sahut ketua Kun Lun Pay.
"Kalau kita harus
bersabar, tentunya kita tidak akan meninggalkan kuil siauw Lim sie duluan. ya,
kan?"
"Jadi maksudmu?"
tanya ketua Khong Tong Pay.
"Kita tidak sependapat
dengan mereka, namun kita berdua pasti sependapat." jawab ketua Kun Lun
dan menambahkan,
"selama ini siauw Lim Pay
dan Bu Tong Pay selalu meremehkan partai lain, menganggap partainya paling
tinggi dalam rimba persilatan. Hmm..."
"Tidak salah,"
sambung ketua Khong Tong Pay.
"Kita tak dipandang sama
sekali, maka kita harus memperlihatkan kegagahan kita, bahwa Kun Lun pay dan
Khong Tong pay berani pergi menyerbu Hiat Mo Pang."
"Ha ha ha" Ketua Kun
Lun Pay tertawa gelak-
Aku pun berpikir begitu
Baiklah, mari kita menyerbu ke sana"
"Begini saja" usul
ketua Khong Tong Pay.
"Kita pulang dulu,
setelah itu barulah berangkat ke lembah Pek yun Kok- Bagaimana?"
"Ngmm" Ketua Kun
Lunpay manggut-manggut.
"siapa duluan, harus
menunggu di luar lembah."
"Baik-" Ketua Khong
Tong Pay mengangguk, kemudian mereka berdua berpisah-
Kira-kira belasan hari
kemudian, partai Kun Lun sudah tiba di mulut lembah Pek yun Kok- sore harinya,
muncullah rombongan partai Khong Tong Pay. Ke dua ketua itu saling memberi
hormat, kemudian tertawa dan tampak bersemangat sekali.
Para murid mereka pun tampak
bersemangat, setelah ke dua ketua itu berunding sejenak, barulah memasuki
lembah itu.
sementara itu, di dalam markas
Hiat Mo Pang tampak Hiat Mo, Kwee In Loan dan si mo, sedang bercakap-cakap
sambil tertawa, dan kadang-kadang mereka bertiga pun bersulang. Mendadak
berlari ke dalam seorang anggota Hiat Mo Pang, lalu melapor.
"Ketua, partai Kun Lun
dan Khong Tong sedang memasuki lembah menuju ke mari."
"oh?" Kwee In Loan
mengerutkan kening.
"Tak disangka ke dua
partai itu berani menyerbu ke mari"
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak-
"Baik Aku akan membawa
Tong Koay dan Pak Hong ke sana"
"Hiat Locianpwee,
perlukah kami ikut?" tanya Kwee In Loan.
"Tidak perlu," sahut
Hiat mo sambil bangkit berdiri, kemudian menunjukkan Tong Koay dan Pak Hong
yang berdiri di situ.
"Kalian berdua ikut
aku"
"ya." Tong Koay
danpak Hong mengangguk-
Hiat Mo melesat pergi, diikuti
Tong Koay danpak Hong. Beberapa lama kemudian mereka sampai di mulut
lembah-Tampak rombongan Kun Lun Pay dan Khong Tong Pay sedang berjalan menuju
lembah itu.
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak- la bersama Tong Koay danpak Hong menghadang di depan.
"siapa engkau?"
tanya ketua Kun Lun Pay.
"Aku Hiat Mo" sahut
Hiat Mo dingin.
"Kalian berani menyerbu
ke mari aku tidak akan mengampuni kalian"
Hiat Mo mengeluarkan sebatang
suling dan meniupnya. Kemudian terdengarlah suara suling yang berbunyi
aneh-Begitu mendengar suara suling itu, wajah Tong Koay dan Pak Hong langsung
berubah menjadi beringas- Mereka langsung menyerang ketua Kun Lunpay dan Khong
Tong Pay.
Betapa terkejutnya ke dua
ketua itu. Mereka berdua segera berkelit dan sekaligus balas menyerang.
Terjadilah
pertarungan yang amat seru dan
dahsyat, sedangkan para murid Kun Lun Pay dan Khong Tong Pay cuma menonton
saja.
Puluhan jurus kemudian, ketua
Kun Lun Pay dan ketua Khong Tong Pay sudah mulai terdesak- Lewat seratus jurus,
mendadak mendengar suara jeritan ketua Kun Lun Pay dan ketua Khong Tong Pay.
Ternyata kedua ketua itu terkena pukulan yang dilancarkan Tong Koay dan Pak
Hong.
Ke dua ketua itu terpental
tujuh delapan depa, kemudian terkapar dengan mulut mengeluarkan darah.
"Guru Guru..."
teriak murid Kun Lun Pay dan Khong Tong Pay menghampiri ke dua ketua itu.
sementara Hiat Mo
tersenyum-senyum. la telah berhenti meniup sulingnya, sedangkan Tong Koay dan
Pak Hong berdiri mematung di tempat.
"Guru Gueu" "
teriak para murid Kun Lun Pay dan Khong Tong Pay. Ternyata ke dua ketua itu
telah binasa.
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak-
"Kalian boleh bawa pulang
ke dua mayat itu Ha ha ha..."
Hiat Mo melesat pergi. Tong
Koay dan Pak Hong juga mengikutinya, sementara para murid Kun Lun Pay dan Khong
Tong pay masih terus berteriak-teriak memanggil guru mereka.
-ooo00000ooo-
Hiat Mo sudah di dalam markas,
la duduk di kursinya, sedangkan Tong Koay dan Pak Hong berdiri mematung di
hadapannya.
"Bagaimana Hiat
Locianpwee?" tanya Kwee In Loan.
"sudah dibereskan Tong
Koay dan Pak Hong" sahut Hiat Mo sambil tertawa gelak-
"Ha ha ha-"
"Maksud Hiat cianpwee ke
dua ketua itu telah binasa di tangan Tong Koay dan pak Hong?" tanya si Mo-
"Betul." Hiat Mo
manggut-manggut.
"Partai lain pasti akan mengetahuinya,
maka mereka pasti segera membuat surat takluk untuk kita Ha ha ha..."
"Hiat Locianpwee,"
tanya Kwee In Loan.
"Mungkinkah partai lain
akan bergabung untuk menyerbu ke mari?"
"Itu tidak mungkin,"
sahut Hiat Mo-
Kalau mereka mau bergabung, maka
tidak mungkin cuma partai Kun Lun dan partai Khong Tong yang ke mari. ya,
kan?"
"Masuk akal." Kwee
In Loan manggut-manggut.
Kalau begitu, tidak lama lagi
Hiat Mo Pang pasti berkuasa dalam rimba persilatan."
"Itu sudah pasti."
Hiat Mo tertawa gelak-
"Ha ha ha Bahkan Hiat Mo
Pang pun akan memimpin rimba persilatan."
"Ha ha ha" si Mojuga
ikut tertawa gelak-
"Kali ini siauw Lim Pay
dan Bu Tong Pay pasti kehilangan muka- Thio sam Hong yang sudah tua itu pun
pasti mencak-mencak saking gusarnya. Ha ha ha—"
"Baiklah-" Hiat Mo
bangkit berdiri.
"Aku mau ke kamar
beristirahat dulu, kalian ngobrollah"
Kwee In Loan dan si Mo
manggut-manggut, sedangkan Hiat Mo berjalan ke kamarnya. Begitu membuka pintu
kamarnya, ia terbelalak, ternyata Ciu Lan Hio duduk di situ.
"Lan Hio, kenapa engkau
berada di datam kamar kakek?" tanya Hiat Mo dengan rasa heran.
"Kakek," sahut Ciu
Lan Hio dengan wajah dingin. "Kenapa Kakek ingkar janji?"
"ingkar janji?"
"Kakek mengajak Tong Koay
dan Pak Hong pergi membunuh ketua Kun Lun Pay dan ketua Khong Tong Pay. nah,
bukankah Kakek sudah ingkar janji?"
"Kakek tidak ingkar
janji," ujar Hiat Mo dengan kening berkerut.
"Ke dua partai itu
menyerbu ke mari, maka ke dua ketua itu harus dibunuh-"
"Kakek—"" Mata
Ciu Lan Hio berapi-api.
"Lan Hio" Hiat Mo
menghela nafas panjang.
"Kalau ke dua ketua itu
tidak dibunuh, berarti Hiat mo Pang tidak punya kewibawaan lagi."
"Bukankah mereka cukup
dilukai, tidak usah dibunuh? Tapi... Kakek justru menyuruh Tong Koay dan Pak
Hong membunuh mereka. Kakek sungguh kejam, aku bertambah benci pada Kakek"
"Lan Hio" Hiat Mo
tampak mulai gusar. "Kenapa..engkau selalu menentang Kakek?"
"Kakek terlampau
kejam...." Ciu Lan Hio menghela nafas
panjang.
"Kakek. lebih baik kita
pulang ke Kwan Gwa."
"Pulang ke Kwan
Gwa?" Hiat Mo mengerutkan kening.
"Ya." Ciu Lan Hio
mengangguk-
Kakek sudah hampir menguasai
rimba persilatan, engkau malah mengajak Kakek pulang Itu tidak mungkin"
Kakek..."
"Diam" bentak Hiat
mo-
Kakek jahat Kakek kejam Aku
benci Kakek Benci Kakek—" teriak ciu Lan nio.
"Engkau berani kurang
ajar?" Hiat Mo melotot dan perlahan-lahan mengangkat sebelah tangannya
siap menampar gadis itu
"Kakek mau menamparku?
Ayoh Tamparlah" tantang ciu Lan Hio sambil menatapnya. Begitu melihat
wajah cucunya yang penuh kegusaran itu, temaslah hati Hiat Mo-Ternyata ia
teringat pada putri kesayangannya yang sudah tiada, la menghela nafas panjang,
kemudian menurunkan tangannya.
"Lan Nio Lan Nio"
Terdengar suara panggilan di luar, ternyata suara Kwan Pek Him.
"Kakak Kwan" sahut
Ciu Lan Hio dan langsung berhamburan ke luar.
"Kakak Kwan"
"Lan Nio"
"Kakak Kwan...." ciu
Lan Hio mendekap di dada pemuda
itu.
"Lan Hio" Kwan Pek
Him membelainya-
"Mari kita ke pekarangan
belakang, kita mengobrol di sana"
Ciu Lan Hio mengangguk, mereka
berdua menuju pekarangan belakang, talu duduk di bawah pohon.
"Lan Hio" tanya Kwan
Pek Him.
"Apa yang telah
terjadi?"
"Kakekku ingkar
janji." Ciu Lan Hio memberitahukan.
"Dia membawa Tong Koay
dan Pak Hong pergi membunuh ketua Kun Lun Pay dan ketua Khong Tong Pay"
"Lan Hio, aku sudah tahu
itu," ujar Kwan pek Him sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tentang itu, kita tidak
bisa menyalahkan kakekmu."
"Memangnya kenapa?"
Kalau ke dua ketua itu tidak
menyerbu ke mari, tentunya kakekmu tidak akan membawa Tong Koay dan Pak Hong
pergi membunuh mereka- ya, kan?"
"Itu-..." Ciu Lan
Nio mengerutkan kening.
"Bukankah Kakekku boleh
melukai mereka, tidak usah menyuruh Tong Koay dan pak Hong membunuh ke dua
ketua itu kan?"
"Tidak salah, namun
kakekmu sudah berbaik hati, tidak membunuh para murid mereka." Kwan Pek
Him memberitahukan.
"Maka dalam hal ini, aku
tidak begitu menyalahkan kakekmu."
"Aaah-." Ciu Lan Nio
menghela nafas panjang.
"Kakak Kwan, aku... aku
sudah mulai merasa bosan berkecimpung dalam rimba persilatan."
"Lan Nio" Kwan Pek
Him menatapnya dengan mesra-
"Kalau engkau mau hidup
tenang di suatu tempat yang sepi, aku bersedia mendampingimu-"
"Terima kasih, Kakak
Kwan" ucap Ciu Lan Nio dengan suara rendah-
"Kita masih harus
menunggu kemunculan kakak Han Liong, setelah itu barulah kita hidup tenang di
suatu tempat-Bagaimana?"
"Setuju-" Kwan Pek
Him mengangguk, kemudian mendadak memeluknya erat-erat seraya berbisik
"Kita pun akan hidup
bahagia di tempat yang sepi itu."
Berita tentang tewasnya ketua
Kun Lun Pay dan ketua Khong Tong Pay, sungguh menggemparkan rimba persilatan,
siauw Lim Pay dan partai lain segera mengutus murid tertua pergi melawat ke Kun
Lun pay dan Khong Tong Pay.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio menyambut kedatangan song Wan Kiauw dan jie Lian Cu.
"Selamat datang song
Tayhiap dan ketua Bu Tong silakan duduk"
"Terima kasih-" song
wan Kiauw dan lie Lian ciu duduk, kemudian mereka berdua menghela nafas
panjang.
"Aaaah Ketua Kun Lun Pay
dan ketua Khong Tong Pay tidak mau mendengar nasihat kita, akhirnya binasa di
tangan Tong Keay dan Pak Hong"
"omitohud Mungkin itu
sudah merupakan takdir bagi mereka berdua." Keng Bun Hong Tio
menggeleng-gelengkan kepala,
"oh ya, kalian sudah
mengutus orang pergi melawat?" "Sudah." Jie Lian ciu mengangguk-
"Kami ke kemari ingin
berunding...."
Di saat bersamaan,
terdengarlah suara langkah tergesa-gesa dan tak lama muncullah ketua GoBi Pay,
Hwa san Pay dan ketua Kay Pang.
"omitohud" ucap Keng
Bun Hong Tio-"silakan duduk"
Para ketua itu segera duduk,
kemudian bersama pula menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
"Tak disangka sama
sekali." ujar ketua Hwa san Pay.
"Ketua Kun Lun dan ketika
Khong Tong Pay memang keras kepala, akhirnya...."
"Itu bukan keras
kepala," sahut ketua Gobi Pay.
"Melainkan sokjago, maka
jadi korban."
"omitohud" tanya
Keng Bun Hong Tio-
"Kalian sudah mengutus
orang pergi melawat?"
"Sudah" sahut
mereka-
"omitohud" ucap Keng
Ti seng Ceng sambil menggeleng-gelengkan kepala-
"Melakukan sesuatu tanpa
perhitungan matang, itulah akibatnya- Mati secara sia-sia—."
"Keng Bun Hong Tio"
tanya ketua Hwa San Pay
"Apa yang harus kita
lakukan sekarang?"
"Bersabar dan
menunggu," sahut Keng Bun Hong Tio-
"Namun kita harus membuat
surat takluk untuk Hiat Mo Pang. Kalau tidak, kemungkinan besar Hiat Mo dan
yang lain akan mencari kita."
"Menurutku..." ujar
ketua Bu Tong Pay.
"Setelah mengutus orang
menyerahkan surat takluk, kita harus melarang murid-murid kita berkeluyuran
dalam rimba persilatan, Itu agar tidak menimbulkan hal-hal yang tak
diinginkan."
"Betul." Ketua Kay
Pang manggut-manggut.
"Akupun akan melarang
para anggotaku bentrok dengan para anggota Kay Pang. sebab pada waktu itu, para
anggota Hiat Mo Pang pasti berkeliaran dalam rimba persilatan."
"Aaah-.." Ketua Bu
Tong Pay menghela nafas panjang.
"Entah akan menjadi
bagaimana rimba persilatan selanjutnya?"
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio-"Mudah-mudahan yo sian sian cepat muncul" "oh
ya" Ketua Hwa san Pay memandangnya.
"Kong Bun Hong Tio,
bagaimana kalau kita minta bantuan kepada siauw Lim sam Tianglo?"
"omitohud" sahut
Kong Bun Hong Tio-
"Ke tiga paman guru kami
sudah berpesan, ada urusan penting apa pun, jangan mengganggu mereka-"
"oooh" Ketua Hwa san
Pay manggut-manggut, kemudian menatap ketua Bu Tong pay seraya bertanya,
"Bagaimana pendapat Guru
Besar Thio sam Hong tentang kejadian ini?"
"Guru kami sudah tua
sekali," jawab ketua Bu Tong Pay.
"Kalau tidak, beliau
pasti sudah pergi bertarung dengan Hiat Mo-"
"Kalau begitu—-"
Ketua Hwa san Pay menghela nafas panjang.
"Harapan kita hanya pada
yo sian sian?"
"ya." Ketua Bu Tong
Pay mengangguk dan menambahkan,
"setelah yo sian sian
muncul, barulah kita semua berunding dengannya."
"Tapi...." Ketua Hwa
san pay mengerutkan kening.
"Apakah kepandaiannya
dapat melawan Hiat Mo?"
Kalau dia tidak mampu melawan
Hiat Mo, selamanya kita pasti di bawah perintah Hiat Mo Pang," sahut ketua
GoBi Pay.
"Tapi mulai sekarang kita
harus memperdalam ilmu silat kita, sebab kelak kita pasti akan bertarung
mati-matian dengan Hiat mo Pang."
"Betul." Ketua Hwa
San Pay manggut-manggut.
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio.
"Dalam beberapa tahun ini
kita semua harus bersabar, jangan bertindak ceroboh seperti ketua Kun Lun Pay
dan ketua Khong Tong Pay Mereka mati dengan sia-sia, suatu pengorbanan yang
tiada artinya,"
"omitohud...."
"Itu kesalahan mereka
berdua," ujar ketua GoBi Pay.
"Sebelumnya kita sudah
menasihati mereka berdua, tapi...."
"omitohud" Kong Bun
Hong Tio menggeleng-ge-lengkan kepala.
"Mereka htreiua telah
mati, tidak baik kita masih menyalahkan orang yang telah mati."
"Kematian yang
dicari," sahut ketua GoBi Pay dingin.
"Aku tahu kenapa mereka
htreiua pergi menyerbu Hiat mo Pang, itu dikarenakan ingin menjatuhkan kita
semua. Namun mereka justru tidak mau berpikir panjang sama sekali, sehingga
mati sia-sia."
"omitohud" ucap Kong
Bun Hong Tio.
"Mereka telah tiada,
jangan terus disalahkan omitohud...."
Betapa gembiranya Hiat Mo,
Kwee In Loan dan si Mo setelah menerima surat-surat takluk dari Siauw Lim, Bu
Tong, Go bi, Hwa dan Kay Pang, termasuk Kun Lun dan Khong Tong pay-
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa gelak.
"Ini merupakan sejarah
baru dalam rimba persilatan, Hiat Mo pang berhasil menaklukkan partai-partai
itu dan menjadi pemimpin rimba persilatan Ha ha ha..."
"oleh karena itu..."
ujar Kwee In Loan.
"Malam ini kita harus
mengadakan pesta merayakan ini."
"Betul" si Mo
tertawa gelak-
"Ha ha ha Malam ini
seluruh anggota Hiat Mo Pang harus ikut berpesta Ha ha ha—"
"Ha ha ha" Hiat Mo
tertawa terbahak-bahak-
"siauw Lim dan Bu Tong
pay yang amat tersohor itu, akhirnya harus takluk pada Hiat Mo Pang Ini sungguh
merupakan suatu kejutan"
"Tidak salah Ini memang
merupakan suatu kejutan Ha ha ha—" Si Mo tertawa gembira-
Malam harinya, di dalam maupun
di luar markas Hiat Mo Pang, terdengar suara yang penuh kegembiraan. Para
anggota Hiat Mo berpesta pora. Begitupula Hiat Mo, Kwee In Loan dan si mo,
mereka bertiga terus bersulang sambit tertawa-tawa.
sementara Kwan Pek Him dan ciu
Lan Nio malah duduk di bawah pohon, tidak ikut berpesta. Begitu pula ouw yang
Bu dan Tan Giok Cu, mereka berdua duduk di dalam kamar.
"Giok Cu—" ouw yang
Bu menatapnya dengan penuh cinta kasih.
"Kini engkau sudah hamil,
maka engkau tidak boleh banyak bergerak."
"Hamil? Apa itu
hamil?" tanya Tan Giok Cu.
"Artinya kita akan
mempunyai anak." sahut ouw yang Bu sambil tersenyum.
"Tentu engkau senang
sekali, bukan?"
"Aku tidak tahu."
Tan Giok Cu menggelengkan kepala.
"Giok Cu, rambutmu agak awut-awutan.
Bagaimana kalau aku menyisir rambutmu?" tanya ouw yang Bu lembut.
"Aku tidak tahu."
Tan Giok Cu menggelengkan kepala lagi-
ouw yang Bu tersenyum, lalu
mengambil sisir dan mulailah menyisir rambut isterinya-
"Setelah rambutmu
disisir, maka engkau akan tampak lebih cantik," ujar ouw yang Bu-Tan Giok
Cu tidak menyahut.
"Giok Cu, engkau mau anak
laki-laki atau anak perempuan?" tanya ouw yang Bu sambil tersenyum.
"Tidak tahu," sahut
Tan Giok Cu.
"Giok Cu" ouw yang
Bu terus menyisir rambutnya-
Walau engkau begini, aku tetap
mencintaimu. Mungkin engkau tidak bisa merawat anak. tapi aku akan merawat
anak—-"
sementara itu, Kwan Pek Him
dan ciu Lan Nio sedang bercakap-cakap dengan serius sekali.
"Kakak Kwan, kini Giok £u
sudah hamil," ujar ciu Lan Nio sambil menghela nafas panjang-
"Sekarang aku baru tahu,
ouw yang Bu betul-betul mencintainya-"
Hanya saja—" Kwan Pek Him
menggeleng-gelengkan kepala-
"Giok Cu sama sekali
tidak tahu itu, aku iba sekali menyaksikannya- Dia hidup dalam keadaan tak sadar-"
"Kakekku sungguh kejam,
maka aku jarang bicara lagi dengannya," ujar ciu Lan Nio dan menambahkan,
"Mudah-mudahan Kakak Han
Liong cepat ke mari setelah bertemu dia, aku ingin meninggalkan tempat
ini."
"Apa?" Kwan Pek Him
tersentak.
"Lalu bagaimana
aku?"
"Tentunya ikut aku
meninggalkan tempat ini," sahut Ciu Lan Nio sambil tertawa kecil.
"Bagalmana mungkin aku
meninggalkanmu?"
"Lan Nio...." Kwan
Pek Him menggenggam tangannya.
"Kapan engkau akan
menikah denganku?" tanyanya.
"Seratus tahun
kemudian" sahut Ciu Lan Nio bergurau.
"seratus tahun
kemudian?" Kwan Pek Him tertawa.
"Pada waktu itu kita
sudah menjadi kakek tua dan nenek tua, namun aku tetap mencintaimu."
"Hi hi hi" Ciu Lan
Nio tertawa geli.
"Kalau kita sudah menjadi
kakek dan nenek, tentu lucu sekali. Muka kita keriput, mulut ompong dan rambut
kita putih semua. Nah, bukankah lucu sekali?"
"Dan..." tambah Kwan
Pek Him. "Cucu-cucu kita pasti terus menggoda kita. Ha ha ha..."
"Kakak Kwan" ciu Lan Nio menghela nafas panjang.
"Kita berkhayal terlampau
jauh. Kini kita belum menjadi suami isteri."
"Maka aku bertanya
padamu, kapan kita menikah?" Kwan Pek Him menatapnya dengan mesra.
"Jawablah"
"Menurutku setelah kita
bertemu Kakak Han Liong, barulah kita menikah. Bagaimana menurutmu?"
"Aku setuju." Kwan
Pek Him manggut-manggut, kemudian menghela nafas panjang.
"Aku sungguh mencemaskan
Han Liong Mudah-mudahan dia tabah menghadapi kejadian itu"
"Kakak Kwan" tanya
Ciu Lan Nio.
"Apakah Kakak Han Liong
akan mempersalahkan kita, karena tidak berusaha menolong Giok cu?"
"Aku yakin tidak, sebab
Han Liong bukan pemuda yang berhati sempit. Dia tidak akan menyalahkan
kita."
"Syukurlah kalau begitu
Namun begitu dia melihat Giok Cu sudah mempunyai suami dan anak. apakah dia
tahan akan pukulan itu?"
"itulah yang
kukhawatirkan." Kwan Pek Him menghela nafas panjang.
"Sebab dia amat mencintai
Giok Cu. Giok Cu merupakan segala-galanya bagi Han Liong, tapi justru menikah
dengan ouw yang Bu dan mempunyai anak-"
"Dia pasti dendam sekali kepada
kakekku. Aku tidak tahu harus bagaimana?"
"Itu urusan kelak, tidak
usah dipikirkan sekarang, sebab akan mengganggu kesehatanmu," ujar Kwan
Pek Him lembut sambil membelai dengan penuh kasih sayang.
"ya." Ciu Lan Nio
mengangguk perlahan.
"Terima-kasih atas
perhatianmu. Kakak Kwan. Terima kasih.—"
-ooo00000ooo