Bab 21 Gadis Berpakaian Merah
sejak Tan Giok Cu dibawa pergi
oleh Hiat Mo, Thio Han Liong tidak mengurusi diri, maka tidak heran kalau
pemuda itu menjadi tidak karuan. Rambut awut-awutan dan pakaiannya pun kotor
sekali, la sering duduk melamun sambil memikirkan Tan Giok Cu, itu membual
badannya menjadi agak kurus. semula tujuannya ke gunung soat san untuk mencari
Teratai salju- Namun kini ia malah tidak tahu harus ke mana, la betul-betul
dalam kebingungan.
"Aaaah—" Thio Han
Liong menghela nafas panjang ketika duduk di bawah sebuah pohon,
"Giok Cu, Adik manis
Engkau berada di mana? Aku rindu sekali kepadamu, orang tua berjubah merah itu
membawamu pergi. Apakah aku mampu mengalahkannya kelak? Kepandaiannya begitu
tinggi."
"Hi hi hi" Mendadak
terdengar suara tawa cekikikan dan tak lama kemudian muncullah seorang gadis
berpakaian merah-gadis itu ternyata Ciu Lan Nio, yang pernah mengecup pipi Thio
Han Liong.
"Han Liong.,.."
"Engkau...." Thio
Han Liong kelihatan sudah lupa
kepadanya.
"Engkau siapa?"
"Lupa ya?" Ciu Lan
Hio tersenyum sambil duduk di sisinya.
"Namaku Ciu Lan Nio, yang
pernah mencium pipimu."
"ooohi engkau..."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala-
"Han Liong" Ciu Lan
Nio menatapnya dengan kening berkerut-kerut.
"Kenapa engkau menjadi
begini?"
"Aku...." Thio Han
Liong menundukkan kepala.
"oh ya, di mana
kekasihmu? Kenapa tidak berada di sisimu?" tanya Ciu Lan Nio mendadak-
"Dia— dia...." Thio
Han Liong menghela nafas panjang.
"Dia telah
meninggalkanmu?" tanya Ciu Lan Nio dengan wajah berseri.
"Dia tidak mencintaimu
lagi?"
"Dia tidak meninggalkanku
bahkan juga tetap mencintai aku. Hanya saja...." Wajah Thio Han Liong
murung sekali.
"seorang tua telah
membawanya pergi, dan aku...."
"Engkau menjadi sedih,
ya?"
"siapa orang tua
itu?"
"orang tua itu mengaku
dirinya Hiat Mo-"
"Hiat Mo?" Ciu Lan
Nio tampak terkejut sekali.
"ya"Thio Han Liong
mengangguk-
"Hiat Mo bilang, apabila
aku mampu mengalahkannya kelaki barulah dia akan melepaskan Giok Cu."
"Kalau begitu, engkau tidak
usah cemas," ujar ciu Lan Hio-
"Aku yakin tidak akan
terjadi suatu apa pun atas diri kekasihmu itu-"
"Tapi Hiat Mo itu
kelihatannya kejam sekali, bagaimana mungkin Giok Cu akan selamat?"
Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala-"Aku berani menjamin."
"Engkau berani menjamin?
Maksudmu menjamin keselamatan dirinya?"
"ya." Ciu Lan Nio
mengangguk sambil tersenyum.
"Hiat Mo pasti tertarik
pada Giok Cu, maka ia ingin mengambilnya sebagai murid- Oleh karena itu, aku
yakin Hiat MO tidak akan mencelakatnya."
(Bersambung ke Bagian 11)
Jilid 11
"oooh" Thio Han
Liong menarik nafas lega.
"Tapi bagaimana mungkin
kelak...."
"Kepandaian Hiat Mo
memang tinggi sekali. Tapi kalau engkau tekun berlatih terus, kelak pasti mampu
mengalahkannya"
"Itu tidak mungkin."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kepandaian Hiatiat Mo
sangat tinggi sekali. Aku... aku...."
"Han Liong" Ciu Lan
Nio menatapnya dengan kening berkerut-kerut.
"Engkau kok begitu cepat
putus asa? Hanya dikarenakan urusan kecil, engkau sudah menjadi begini macam.
Apalagi urusan besar, engkau akan mati barangkali."
"Aku bukan putus asa,
melainkan...."
Thio Han Liong menghela nafas
paniang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku rindu sekali kepada
Giok Cu."
"Hi hi hi" Ciu Lan
Nio tertawa.
"Rindu? Kalau aku selalu
berada di sisimu, apakah engkau masih akan rindu kepadanya.?"
"Walau engkau berada di
sisiku, aku tetap merindukunnya," sahut Thio Han Liong dengan jujur.
"Engkau...." Ciu Lan
Nio cemberut,
"oh ya Engkau jangan lupa
lho Aku pernah menciummu."
"Itu...." Wajah Thio
Han Liong langsung memerah.
"Aku mau mencium itu
dikarenakan...." Ciu Lan Nio
menundukkan kepalanya sambil
melanjutkan.
"Aku sung-guh-sungguh
menyukaimu."
"Terima kasih" ucap
Thio Han Liong. "Tapi aku sudah punya kekasih, maka tidak boleh
menyukaimu."
"Engkau....""
Ciu Lan Nio melotot, kemudian tersenyum.
"Tidak apa-apa. yang
penting aku menyukaimu, mungkin kelak akan mencintaimu pula.".
"Aku pasti menolak-"
tegas Thio Han Liong.
"Aku tidak akan mencintai
gadis lain lagi."
"Seandainya Giok Cu
mati?"
"Akupun tidak akan
mencintai gadis lain," sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Aku mau menjadi Hweeshio
saja-"
"Engkau bodoh
sekali-" Ciu Lan Nio tertawa nyaring.
"Tapi engkau begitu setia
terhadap Giok Cu. Aku salut dan kagum padamu, otomatis makin membuatku makin
menyukaimu."
"Lan Nio" Thio Han
Liong menatapnya, kemudian menghela nafas panjang seraya berkata,
"sebaiknya engkau jangan
menyukaiku, sebab itu akan membuatmu menderita."
"Memangnya kenapa?"
"Sebab aku tidak akan
menyukaimu."
"Tidak apa-apa." Ciu
Lan Nio tersenyum.
"Itu sudah resikoku. Aku
berani menyukai harus pula berani menanggung penderitaan."
"Engkau...." Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Han Liong" ciu Lan
Nio menatapnya.
"Rambutmu awut-awutan,
pakaianmu kotor dan... badanmu pun agak kurus. Mulai sekarang engkau harus
mengurus diri, jangan dibiarkan begini"
"Aku.-." Thio Han
Liong tersenyum getir.
"Han Liong" Ciu Lan
Nio tersenyum manis.
"Karena Giok Cu tidak
berada di sisimu, maka mulai sekarang... biar aku yang menemanimu."
"Terima kasih" ucap
Thio Han Liong sekaligus menolak secara halus-
" Itu tidak perlu, terima
kasih atas maksud baikmu-"
"Eh? Engkau-—" Ciu
Lan Nio melotot, namun setelah itu ia tersenyum lagi seraya berkata,
"Han Liong, aku senang
sekali kalau engkau tersenyum-Ayolah cepat tersenyum"
"Aku.—" Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan kepala-"Han Liong" Ciu Lan Nio
memberitahukan.
"Aku pandai bernyanyi dan
menari, bagaimana kalau aku bernyanyi dan menari untukmu?"
Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala lagi, namun Ciu Lan Nio sudah bangkit berdiri gadis
itu memandang Thio Han Liong sambil tersenyum-senyum, kemudian mulai bernyanyi
sambil menari. Bukan main merdunya suara gadis itu, tariannya pun sungguh indah
gemulai. Thio Han Liong terpesona menyaksikannya, sedangkan Ciu Lan Nio sering
meliriknya dengan wajah ceria.
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Ciu Lan Nio berhenti bernyanyi dan menari, lalu duduk di
hadapan Thio Han Liong seraya bertanya.
"Han Liong, bagaimana
suara dan tarianku?"
"suaramu merdu
sekali,"jawab Thio Han Liong dengan jujur.
"Tarianmu amat indah dan
lemah gemulai."
"oh?" Ciu Lan Nio
tersenyum gembira.
"Engkau menyukai suara
dan tarianku?"
"Ng" Thio Han Liong
mengangguk-
"Kalau begitu-—" Ciu
Lan Nio menatapnya lembut.
"setiap hari aku akan
bernyanyi dan menari untukmu. Aku ingin menggembirakan hatimu"
"Lan Nio, terima kasih
atas maksud baikmu, namun...."
Thio Han Liong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau engkau begitu
terhadapku, akhirnya engkau pula yang akan menderita."
"Aku menderita tidak
apa-apa," ujar Ciu Lan Nio sungguh-sungguh-
"Yang penting engkau
gembira-"
"Aaah" Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Engkau baik sekali
terhadapku tapi aku tidak bisa membalas."
"Itu tidakjadi masalah-
sungguh"
"Tapi" Thio Han
Liong memandang jauh ke depan.
" Hatiku merasa tidak
enak-"
"Tidak apa-apa." Ciu
Lan Nio tersenyum.
"Han Liong...."
Ketika gadis itu baru mau
mengatakan sesuatu, mendadak terdengar suara siulan yang amat halus. Maka air
mukanya langsung berubah-
"Lan Nio, kenapa
engkau?" Thio Han Liong menatapnya heran.
"Han Liong," sahut
Ciu Lan Nio dengan wajah murung.
"Aku harus segera pergi,
kita akan bertemu lagi kelak"
"Selamat jalan" ucap
Thio Han Liong dan menambahkan.
"Terima kasih atas
kebaikanmu dan terima-kasih untuk nyanyian dan tarianmu itu"
"Han Liong...."
Mendadak gadis itu menciumnya, lalu
melesat pergi seraya berseru.
"sampai jumpa..."
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan
kepala. Berselang sesaat barulah ia meninggalkan tempat itu.
Ciu Lan Nio melesat ke arah
suara siulan itu. Dilihatnya seorang tua berjubah merah dengan wajah dan
jenggot merah pula berdiri di situ. la adalah Hiat mo-
"Kakek-.." panggil
gadis berpakaian merah itu. "Lan Nio" Hiat Mo menggeleng-gelengkan
kepala. "Engkau dari mana? setengah mati kakek mencarimu."
"Kakek" Ciu Lan Nio menatapnya.
"Kalau tidak salahi kakek
menangkap seorang gadis bernama Tan Giok Cu. ya, kan?"
"Kok tahu?" Hiat Mo
heran.
"Aku memang tahu."
Ciu Lan Nio manggut-manggut.
"Mau apa Kakek tangkap
gadis itu?"
"Kakek tertarik
kepadanya, maka ingin mengambilnya sebagai murid," sahut Hiat Mo-
"Tentunya engkau tidak
berkeberatan, bukan?" "Kakek tidak akan menyiksa gadis itu?"
"Tentu tidak-" Hiat Mo tersenyum.
"Kenapa kakek harus
menyiksanya? Bukankah dia akan menjadi kawanmu?"
"Belum tentu." Ciu
Lan Nio menggelengkan kepala.
"Sebab dia kenal
aku...."
"Apa?" Hlat Mo
tertegun. "Engkau kenal gadis itu?" "Ya." Ciu Lan Nio
mengangguk. "Bahkan aku pun kenal kekasihnya." "oh?" Hiat
Mo terbelalak. "Engkau pun.kenal kekasihnya?"
"Kekasihnya adalah Thio
Han Liong." Ciu Lan Nio memberitahukan.
"Sejak Kakek menangkap
Tan Giok Cu, Thio Han Liong berubah tidak karuan. Rambutnya awut-awutan dan
pakaiannya kotor sekali. Dia tidak mengurusi diri."
"oh?" Hiat Mo
menatapnya tajam.
"Kok engkau tahu?"
"Tadi aku bertemu
dengannya. Dia memberitahukan kepadaku bahwa Hiat Mo telah menangkap
kekasihnya," sahut Ciu Lan Nio.
"Dia sedih dan cemas,
maka aku terpaksa menghiburnya." "Eh?" Hiat Mo menatapnya dengan
mata tak berkedip.
"Kok engkau begitu
memperhatikan Thio Han Liong? Apakah engkau...."
"Aku memang
menyukainya." Ciu Lan Nio tersenyum. "Hari itu aku menciumnya di
hadapan Tan Giok Cu." "oh?" Hiat Mo tertawa gelak,
"Ha ha ha Engkau memang
nakal sekali oh ya, bagaimana reaksi Tan Giok Cu ketika engkau mencium
kekasihnya itu?"
"Dia marah-marah
sedangkan aku terus tertawa," sahut Ciu Lan Nio dan- menambahkan,
"Tadi aku pun mencuri
menciumnya, setelah itu barulah aku ke mari."
"Kalau begitu..."
Hiat Mo menatapnya seraya berkata,
"Kakek yakin engkau pasti
sudah jatuh cinta kepada pemuda itu."
"Kakek...." Ciu Lan
Nio membanting-banting kaki.
"Thio Han Liong memang
tampan dan kepandaiannya pun sudah cukup tinggi. Kakek setuju apabila engkau
mencintainya. Namun dia telah mencintai Tan Giok Cu, bagaimana kalau kakek
bunuh gadis itu?"
"Jangan" Ciu Lan Nio
menggelengkan kepala.
"Kalau Kakek membunuh Tan
Giok Cu, Thio Han Liong pasti akan membenciku."
"Dia tahu engkau adalah
cucuku?"
"Tidak tahu."
"Kalau begitu, biar kakek
bunuh gadis itu" ujar Hiat Mo dan melanjutkan.
"Apabila gadis itu sudah
mati, sudah barang tentu Thio Han Liong akan mencintaimu"
"Pokoknya Kakek tidak boleh
membunuh gadis itu" tegas Ciu Lan Nio.
Kalau Kakek berani
membunuhnya, aku pasti membenci kakek selama-lamanya"
"oh?" Hiat Mo
mengerutkan kening.
Kakek justru tidak habis
pikir, engkau sudah jatuh cinta pada Thio Han Liong, sedangkan Thio Han Liong dan
Tan Giok Cu saling mencinta. Kalau engkau tidak melenyapkan gadis itu,
bagaimana mungkin pemuda itu akan mencintaimu? "
"Mencintai seseorang
harus dengan setulus hati. Aku mencintainya harus pula melihatnya hidup
bahagia, oleh karena itu, aku tidak boleh egois," sahut Ciu Lan Nio.
"Aaaahi-." Mendadak
Hiat Mo menghela nafas panjang.
"Engkau benar, seorang
tua terhadap anak pun tidak boleh egois."
"Kakek" tanya Ciu
Lan Nio mendadak-"Bagaimana ke dua orang tuaku meninggal?"
"Mereka-—" Hiat Mo menggeleng-gelengkan
kepala-
"Mereka berdua menderita
semacam penyakit yang tiada obatnya, akhirnya mereka mati-"
"Benarkah begitu?"
"Memang benar
begitu"
"Kakek" Ciu Lan Nio
menatapnya dengan mata tak berkedip-
"Pokoknya Kakek tidak
boleh membunuh Tan Giok Cu dan mengganggu Thio Han Liong"
"Jangan khawatir"
Hiat Mo tersenyum. "Kakek berjanji itu" "Kakek," tanya Ciu
Lan Nio.
"Bolehkah aku pergi
menemui Han Liong lagi? Aku... aku ingin mengucapkan selamat berpisah dengan
dia-"
"Kenapa engkau ingin mengucapkan
selamat berpisah dengan dia?" Hiat Mo heran.
"sebab Kakek pasti akan
kembali ke Kwan Gwa, maka aku akan berpisah dengan dia," ujar Ciu Lan Nio.
"ya, kan?"
"Hgmm" Hiat Mo
manggut-manggut.
"Kakek harus membawa Giok
Cu ke Kwan Gwa, karena kakek akan mewariskan kepandaian kakek kepadanya,
setelah dia menguasai ilmu kepandaian Kakek, barulah kakek akan melepaskannya
pulang ke Tionggoan."
"Kalau begitu, dia pasti
akan bertemu Hai-Liong" ujar Ciu Lan Nio.
"Mereka memang akan
bertemu, namun...." Hiat Mo
tertawa.
"Giok Cu tidak akan
mengenalnya, sedangkan Giok Cu akan memakai cadar."
"Giok Cu tidak akan
mengenal Han Liong?" Ciu Lan Nio mengerutkan kening.
"Apakah Kakek akan
menggunakan ilmu hitam untuk mempengaruhi Giok Cu?"
"ya." Hiat Mo mengangguk-
"Kakek—-" Air muka
Ciu Lan Nio berubah-
"Kenapa Kakek akan
berbuat begitu?"
"Apabila Han Liong mampu
mengalahkan kakek, barulah kakek melepaskan Giok Cu" sahut Hiat Mo dan
menambahkan,
"sedangkan engkau punya
kesempatan untuk mendekati pemuda itu. Ha ha ha-"
"Kakek—"" Wajah
Ciu Lan Nio kemerah-merahan.
"Kakek, aku pergi
sebentar ya?"
"Baik," Hiat Mo
mengangguk-
"Tapi jangan lama-lama,
kakek menunggumu di dalam gua itu."
"ya. Kakek- Terima
kasih" ucap Ciu Lan Nio lalu melesat pergi-
"Aaaah—" Hiat Mo
menghela nafas panjang.
Cucuku, aku telah bersalah
kepadamu. Aku yang membunuh ayahmu, kemudian ibumu membunuh diri setelah
melahirkanmu. Aku... aku sungguh berdosa"
Usai bergumam, Hiat Mo lalu
melesat pergi menuju ke sebuah gua yang disebutnya tadi-Kalau tadi Ciu Lan Nio
tidak menegaskan kepadanya jangan membunuh Tan Giok Cu, Hiat Mo pasti akan
membunuh gadis itu demi cucunya.
ciu Lan Nio sudah tiba di
tempat tadi di mana ia bertemu Thio Han Liong, namun pemuda itu sudah tidak ada
di situ. Ciu Lan Nio menengok ke sana ke mari, kemudian manggut-manggut ketika
melihat rerumputan di sebelah kiri agak miring, sepertinya pernah diinjak
orang, segeralah ia melesat ke sana.
Tak seberapa lama, dilihatnya
seorang pemuda sedang berjalan dengan kepala tertunduk. dialah Thio Han Liong.
"Han Liong Han
Liong..." seru Ciu Lan Nio memanggilnya, sekaligus melesat ke hadapannya.
"Han Liong..."
"Eh?" Thio Han Liong
langsung berhenti dan terperangah ketika melihat gadis itu.
"Engkau...."
"Ya, aku." Ciu Lan
Nio mengangguk.
"Aku ke mari untuk
menemanimu sebentar."
"Lan Nio...." Thio
Han Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa engkau
menggeleng-gelengkan kepala?" Ciu Lan Nio cemberut.
"Tidak senangkah aku ke
mari?"
"Lan Nio...." Thio
Han Liong menghela nafas panjang.
"Jangan terlampau baik
terhadapku, sebab engkau akan menderita kelak"
"Aku sudah bilang dari
tadi, itu tidak jadi masalah bagiku," sahut Ciu Lan Nio sambil tersenyum.
"Han Liong, mari kita
duduk sebentar" Thio Han Liong menatapnya, lama sekali barulah mengangguk.
"Baiklah." Thio Han
Liong duduk di bawah sebuah pohon dan Ciu Lan Nio segera duduk di sisinya.
"Han Liong," ujar
gadis itu karena tiada pembicaraan. "Pemandangan di sini indah
sekali."
"Pemandangan di sini
indah sekali?" Thio Han Liong melongo karena di tempat itu hanya terdapat
rerumputan dan tanah gersang, namun Ciu Lan Nio justru mengatakan indah sekali
tempat itu.
"Engkau tidak salah? Di
tempat ini hanya terdapat rerumputan kering dan tanah gersang, tapi kenapa
engkau bilang indah sekali?"
"Karena...." Ciu Lan
Nio menundukkan kepala.
"Tiada pembicaraan, maka
aku bilang begitu" "oooh" Thio Han Liong tersenyum.
"Haaa..H?" Ciu Lan Nio terbelalak.
"Ada apa?" Thio Han
Liong heran karena gadis itu menatapnya dengan mata terbelalak-
"Engkau— engkau sudah
tersenyum- Engkau sudah tersenyum, maka aku gembira sekali," sahut Ciu Lan
Nio sambil tertawa gembira-
"Lan Nio, engkau—"
Thio Han Liong menggeleng-gelengkan kepala dan timbul rasa kasihan pula
kepadanya-
"Aku—"
"Jangan berkata apa
pun" Ciu Lan Nio tersenyum-
"yang penting engkau
gembira, kelak aku menderita atau bagaimana, itu adalah urusanku."
"Engkau adalah gadis yang
baik, aku yakin engkau akan bertemu pemuda yang baik pula kelak."
"Han Liong—."
Mendadak Ciu Lan Nio tersenyum getir.
"Terus terang, aku tidak
gampang jatuh cinta. Tapi— begitu bertemu denganmu—."
"Aku tahu bagaimana
perasaanmu, namun...." Thio Han
Liong menggeleng-gelengkan
kepala.
"Aku sudah punya kekasih,
maka tidak bisa menerima cintamu. Aku— aku harap engkau maklum dan mau
mengerti"
"seandainya—" tanya
Ciu Lan Nio sambil menatapnya. "Tan Giok Cu mati, bagaimana engkau?"
"Aku pun tidak bisa hidup
lagi," sahut Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Aaah—" Ciu Lan Nio
menghela nafas panjang.
"engkau begitu setia
kepada Tan Giok Cu, sungguh bahagia dia"
"Lan Nio...." Ketika
Thio Han Liong ingin mengatakan
sesuatu, tiba-tiba sosok
bayangan berkelebat ke arah mereka, sosok itu ternyata seorang pemuda berwajah
pucat, yang tidak lain Kwan Pek Him, murid kesayangan si Mo-
"Eh?" Ciu Lan Nio
langsung melotot.
"Mau apa engkau ke
mari?"
"Nona Ciu, aku..."
pemuda itu tergagap, kemudian melirik Thio Han Liong seraya bertanya,
"Nona ciu, pemuda ini
kekasihmu?"
"Dia kekasih ku atau
bukan adalah urusanku, engkau tidak perlu tahu dan tidak usah turut
campur"
"Nona Ciu...." Kwan
Pek Him menghela nafas panjang.
"saudara" ujar Thio
Han Liong sambil tersenyum. "Aku bukan kekasihnya, kami hanya teman
biasa." "oooh" Kwan Pek Him menarik nafas lega. "saudara,
bolehkah aku tahu siapa engkau?"
"Namaku Thio Han Liong.
Engkau?"
"Kwan Pek Him,"
sahut pemuda itu sambil bergumam. "Sepertinya aku pernah mendengar
namamu." "ohi ya?" Thio Han Liong tercengang.
"oooh" Kwan Pek Him
manggut-manggut.
"Aku ingat sekarang, guruku
pernah menyebut namamu." "Siapa gurumu?" tanya Thio Han Liong.
guruku adalah si Mo-"
Kwan Pek Him memberitahukan. "Apa?" Thio Han Liong tersentak-
"gurumu adalah si Mo?
Engkau... engkau adalah muridnya?"
"ya." Kwan Pek Him
mengangguk dan bertanya.
"Memangnya ada apa?"
"Ti... tidak-" Thio
Han Liong menggelengkan kepala-
"oh ya, sudah lama engkau
kenal Lan Nio?"
"Belum begitu lama-"
sahut Kwan Pek Him dengan jujur.
"Dia pernah datang di
markas Hek Liong Pang, aku bertemu dia di sana."
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Lho?"sela Ciu Lan
Nio mendadak-
"Kalian kok jadi
mengobrol? Kwan Pek Him Cepatlah engkau enyah dari sini"
"Nona Ciu, kita adalah
teman. Kenapa aku tidak boleh berada di sini?" Kwan Pek Him tampak kecewa
sekali.
"Cepat pergi" bentak
Ciu Lan Nio.
"Tempat ini bertambah
gersang karena kehadiranmu di sini"
"Nona Ciu...." Kwan
Pek Him menghela nafas panjang.
"Aku— aku—-"
"Lan Nio" Thio Han
Liong mengerutkan kening.
"Kalian sudah saling
kenal, maka tidak baik engkau bersikap begitu terhadapnya."
"Han Liong" Ciu Lan
Nio melotot,
"Ini adalah urusanku,
engkau tidak perlu turut campur"
"Aku bermaksud
baik," ujar Thio Han Liong sungguh-sungguh-
"saudara Kwan ke mari
tanpa berniat jahat, kenapa engkau mengusirnya?"
"Eh?" Ciu Lan Nio
terbelalak.
"Kenapa engkau membela
pemuda muka pucat itu sih? Dia kan bukan temanmu, kenapa engkau
membelanya?"
"Kalau sudah kenal
berarti teman. Kini kita semua adatah teman," sahut Thio Han Liong dan
menambahkan,
"Lagipula... dia
kelihatan sangat baik terhadapmu, engkau harus...."
"Diam" bentak Ciu
Lan Nio.
"Aku... aku sebal
kepadanya Kalau dia tetap berada di sini, rasanya aku mau muntah"
"Nona Ciu,
engkau...." Wajah Kwan Pek Him yang pucat itu
bertambah pucat. Betapa sakit
hatinya ketika mendengar ucapan Ciu Lan Nio itu.
"Engkau menghinaku?
Apakah aku bersalah padamu sehingga engkau merasa sakit hati begitu?"
"Tempo hari aku sudah
bilang, aku tidak akan menyukaimu, kenapa sekarang engkau ke mari menemuiku
lagi?" sahut Ciu Lan Nio dingin.
"Aku... aku kebetulan
lewat di sini. Karena melihatmu, maka aku...."
"Sudahlah" potong
Ciu Lan Nio.
"Jangan banyak alasan,
cepatlah engkau pergi"
"Lan Nio" Thio Han
Liong tampak tidak senang.
"Engkau tidak boleh
begitu, padahal...."
"Heran?" gumam Ciu
Lan Nio sambil mengerutkan kening.
"Kenapa engkau terus
membelanya?"
"Karena dia pemuda
baik," sahut Thio Han Liong.
"Maka aku
membelanya."
Ucapan ini membuat Kwan Pek
Him terharu bukan main. Setahunya gurunya pernah melukainya, bahkan ingin
membunuhnya pula. Namun kini Thio Han Liong justru membelanya. maka ia
memandangnya dengan penuh rasa haru dan terima kasih-
"Dia pemuda baik?"
tanya Ciu Lari Nio dengan suara hidung.
"Aku yakin dia pemuda
baik," sahut Thio Han Liong dan menambahkan dengan suara rendah-
"Lagipula dia sangat
tertarik kepadamu, jadi—."
"Diam" bentak Ciu
Lan Nio.
"Aaaah—" Thio Han
Liong menghela nafas panjang.
"Lan Hio, sudah dua kali
engkau membentakku. "
"oh?" Ciu Lan Nio
menundukkan kepala.
"Kalau begitu aku... aku
minta maaf kepadamu."
"Engkau tidak usah minta
maaf kepadaku, seharusnya engkau minta maaf kepada saudara Kwan," ujar
Thio Han Liong sungguh-sungguh.
"Minta maaf kepada si
Muka Pucat itu? Huh Tak usah ya" Ciu Lan Nio mencibir.
"Memangnya dia itu apa?
Aku harus minta maaf kepadanya?"
"Lan Nio" Thio Han
Liong tampak gusar.
"Kenapa engkau
terus-menerus menghinanya? Kenapa sifatmu, begitu macam? Bagaimana ke dua orang
tuamu mendidikmu?"
"Aku tidakpunya orang
tua. sebelum aku lahir ayahku sudah meninggal, dan setelah aku dilahirkan,
ibuku pun meninggal."
"oooh" Diam-diam
Thio Han Liong menghela nafas, kemudian menatap gadis itu dengan iba.
"Lalu kini engkau bersama
siapa?"
"Kakekku."
"Lan Nio, karena engkau
tidak punya orang tua, maka sifatmu jadi begitu, aku harap engkau mau merubah
sifat burukmu itu"
"Han Liong...." Ciu
Lan Nio menggeleng-gelengkan kepala.
"Pokoknya aku tidak mau
berteman dengan si Muka Pucat itu Tidak mau"
"Lan Nio" Thio Han
Liong mengerutkan kening.
"Dia pemuda baik yang sabar,
kenapa engkau tidak mau menjadi temannya?"
"Aku...." Ciu Lan
Nio menundukkan kepala.
Di saat itulah mendadak Thio
Han Liong melesat pergi laksana kilat. Begitu Ciu Lan Nio mendongakkan kepala,
Thio Han Liong sudah tidak kelihatan. "Hah? Han Liong" teriak Ciu Lan
Nio.
"Dia sudah pergi,"
sahut Kwan Pek Him. "Percuma engkau berteriak memanggilnya."
"Engkau...." Ciu Lan
Nio menuding nya.
"Gara-gara engkau di
sini, maka dia pergi"
"Nona Ciu.." Wajah
Kwan Pek Him yang pucat itu tampak murung sekali.
"Aku sangat tertarik
kepadamu dan aku... aku rela berkorban demi dirimu, sungguh"
"Kalau engkau rela
berkorban demi diriku, kenapa tidak dari tadi engkau meninggalkanku? Akhirnya
Han Liong yang pergi..."
Tiba-tiba Ciu Lan Nio melesat
pergi mengikuti arah yang dituju Thio Han. Liong.
"Nona Ciu Nona Ciu"
seru Kwan Pek Him memanggilnya. "Nona Ciu..."
Kwan Pek Him berdiri
termangu-mangu di tempat, la sama sekali tidak mengerti, kenapa Ciu Lan Nio
begitu membencinya? Di saat pemuda itu sedang melamun, sekonyong-konyong
berkelebat sosok bayangan arahnya.
"Pek Him" seorang
tua berwajah seram berdiri dihadapannya, ternyata si Mo-
"guru" Kwan Pek Him
tersentak-
"Kenapa engkau berdiri
melamun di sini?" Si Mo menatapnya tajam seraya bertanya,
"Engkau mengalami sesuatu
di sini?"
"guru, aku...." Kwan
Pek Him menundukkan kepala.
Cepat katakan apa yang telah
terjadi di sini" desak si Mo sambil mengerutkan kening.
"Tadi aku melihat Ciu Lan
Nio berada di sini, maka aku ke mari menjumpainya. Tapi...."
"Kenapa? Apakah dia
bersama orang lain?"
"siapa orang itu?"
"Thio Han Liong."
"Apa?" si Mo
tersentak-
"Thio Han Liong?"
"ya."
"Hmm" dengus si Mo
dingin-
"Thio Han Liong bersama
Ciu Lan Nio, padahal pemuda itu sudah punya kekasih bernama Tan Giok Cu, hanya
saja Tan Giok, Cu telah dibawa pergi oleh Hiat Locianpwee-"
"oh?" Kwan Pek Him
terbelalak-"guru, siapa Hiat Locianpwee itu?" "Entahlah-"
si Mo menggelengkan kepala-
"Yang jelas Ciu Lan Nio
punya hubungan erat dengan Hiat Locianpwee itu."
"Heran?" gumam Kwan Pek
Him sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana Thio Han Liong
bisa kenal gadis itu?" "Hmmm" dengus si Mo dengan mata
berapi-api.
"Kalau bukan dikarenakan
Hiat Locianpwee itu, sudah kubunuh dia"
"Guru," tanya Kwan
Pek Him.
"Kenapa guru ingin membunuh
Thio Han Liong?"
"Sebelum bertemu
denganmu, guru sudah bertemu dia-" si Mo memberitahukan,
"guru ingin mengambilnya
sebagai murid, tapi dia menolak sehingga membuat guru gusar sekali."
"oooh" Kwan Pek Him
manggut-manggut.
"Karena itu, guru ingin
membunuhnya?"
"Ya." si Mo
mengangguk kemudian menatapnya seraya bertanya,
"Engkau mencintai Ciu Lan
Nio?" "ya." Kwan Pek Him mengangguk,-
"Kalau begitu, engkau
harus membunuh Thio Han Liong," ujar si Mo sungguh-sungguh-
"Kenapa?" Kwan Pek
Him heran dan terkejut-
"Kalau Thio Han Liong
masih hidup, engkau jangan harap bisa mendekati Ciu Lan Nio." si Mo
memberitahukan. Ternyata ia ingin meminjam tangan muridnya untuk membunuh Thio
Han Liong.
"Karena kelihatannya
gadis itu mencintai Thio Han Liong, maka engkau harus membunuh pemuda itu agar
tidak ada saingan."
"Ya" guru."
Kwan Pek Him mengangguk. namun ia sama sekali tidak berniat membunuh Thio Han
Liong.
"Ha ha ha" si Mo
tertawa gelak-
"Pek Him, mari ikut
guru"
"Ke mana?" Kwan Pek
Him heran.
"Jangan banyak
bertanya" sahut si Mo melotot
"Pokoknya engkau ikut
saja. Aku adalah gurumu, engkau harus menurut."
"Ya" guru."
Kwan Pek Him mengangguk-
Si Mo langsung melesat pergi,
dan Kwan pek Him segera mengikutinya dari belakang dengan pcjiuh keheranan, karena
tidak tahu gurunya akan mengajaknya ke mana. Walau ia melakukan perjalanan
bersama gurunya, namun pikirannya justru menerawang tidak karuan, lantaran
wajah Ciu Lan Nio terus muncul di pelupuk matanya, dan itu membuatnya menghela
nafas panjang.
-ooo00000ooo-