Anak Naga Chapter 18: Perundingan Di Markas Hek Liong Pang

Anak Naga (Bu Lim Hong yun) Bab 18: Perundingan Di Markas Hek Liong Pang
Bab 18 Perundingan Di Markas Hek Liong Pang

sebetulnya siapa ketua Hek Liong? Ternyata seorang wanita berusia lima puluhan yang masih tampak cantik tapi dingin sekali, la adalah Kwee In Loan atau kakak seperguruan

yo sian sian. Namun kira-kira dua puluh lima tahun lalu, ia telah diusir oleh kedua orang tua yo sian sian, karena sering melakukan kejahatan. Dalam kurun waktu selama itu, sama sekali tiada kabar beritanya.

"Lie Bun yauw, kenapa engkau tidak dapat membawa Tan Giok Cu ke mari?" tanya Kwee In Loan sambil menatapnya dingin-

"Maaf Ketua" jawab Lie Bun yauw.

"Kami berusaha menangkap gadis itu, tapi mendadak muncul seorang pemuda membantunya."

"oh?" Kwee In Loan mengerutkan kening.

"siapa pemuda itu?"

"Dia bernama Thio Han Liong. Kepandaiannya tinggi sekali, maka kami tidak sanggup melawannya." Lie Bun yauw memberitahukan dengan kepala tertunduk-

"Hmm" dengus Kwee In Loan dingin-

"oh ya, bagaimana dengan tugasmu mengundang Si Mo-Buyung Hok ke mari?"

"Dia menyatakan pasti memenuhi undangan Ketua," jawab Lie Bun yauw-

"Dia akan datang secepatnya."

"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa gembira.

"Kalau Si Mo bersedia bergabung dengan kita, berarti Hek Liong Pang bertambah kuat."

"Betul, Ketua." Lie Bun yauw mengangguk.

"Juga berarti secara resmi Hek Liong Pang berdiri dalam rimba persilatan" ujar Kwee In Loan.

"Nama Hek Liong Pang harus sejajar dengan siauw Lim Pay, Bu Tonng Pay atau Kay Pang. Pokoknya Hek Liong Pang harus menguasai seluruh golongan hitam."

"Ketua" tanya Lie Bun yauw mendadak,

"Bagaimana seandainya Si Mo tidak mau bergabung dengan kita?"

"Berarti dia musuh kita" sahut Kwee In Loan singkat.

"oh ya, engkau harus menyelidiki siapa Tan Giok Cu dan Thio Han Liong."

"ya. Ketua." Lie Bun yauw mengangguk.

Di saat bersamaan, terdengarlah suara seruan di luar yang saling menyusul bergema ke dalam markas Hek Liong Pang.

"Si Mo dan muridnya sudah datang"

"Si Mo dan muridnya sudah datang..."

Wajah Kwee In Loan langsung berseri. Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan terdengarlah suara tawa yang memekakkan telinga.

"Ha ha ha Ketua Hek Liong Pang, aku ke mari memenuhi undanganmu"

Tampak Si Mo berjalan ke dalam bersama seorang pemuda berusia delapan belasan. pemuda itu cukup tampan, tapi wajahnya pucat pias dan tak berperasaan.

"selamat datang, Si Mo" ucap Kwee In Loan sambil tertawa gembira.

"Silakan duduk"

"Terima kasihi terima kasih—" ucap Si Mo sambil duduk lalu memperkenalkan.

Ketua Hek Liong Pang, ini adalah murid kesayanganku, namanya Kwan Pek Him,"

"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.

Ketua Hek Liong Pang, terimalah hormatku" ucap Kwan Pek Him sambil memberi hormat.

"Duduklah" sahut Kwee In Loan.

"Terima kasih" ucap Kwan Pek Him lalu duduk.

"Si Mo" Kwee In Loan menatapnya.

"Bagaimana keputusanmu tentang usulku? Bukankah engkau bilang akan dipikirkan?"

"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak.

"Memang sudah kupikirkan sekaligus kupertimbangkan."

"Jadi bagaimana keputusanmu?"

"Ketua Hek Liong Pang," sahut Si Mo serius.

"Tentunya engkau tahu, aku adatah ketua golongan hitam, seandainya aku bersedia gabung dengan Hek Liong pang, lalu siapa yang menjadi ketua?"

"Akan kita rundingkan bersama," sahut Kwee In Loan sambil tersenyum, kemudian menyuruh Lie Bun yauw menyajikan makanan dan minuman untuk menjamu Si Mo dan muridnya itu. setelah semua makanan dan minuman disajikan, mulailah mereka bersantap sambi bersulang.

"Ha ha ha" Si Mo tertawa seraya berkata.

"Terus terang aku sangat menyukai Pek yun Kok (Lemhah Awan putih) ini, sebab tempat ini tenang dan amat rahasia pula- Markas Hek Liong sungguh aman berada di lembah ini"

"Benar." Kwee In Loanjuga tertawa, kemudian mereka bersulang lagi.

"Si Mo siapa yang akan menjadi ketua, engkau atau aku?" "Begitu—"" Si Mo mulai serius.

"Kita berdua ternaksa harus bertanding untuk menentukan kepandaian siapa yang lebih tinggi."

"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.

"Aku mengerti maksudmu, siapa yang lebih tinggi kepandaiannya, dialah berhak jadi ketua, bukan?"

"ya." Si Mo mengangguk-

"yang lebih rendah kepandaiannya tentunya menjadi wakil ketua. Engkau setuju?"

"Itu cara yang paling adil."

Kwee In Loan mengangguk dan bertanya,

"Kita menggunakan senjata atau tangan kosong untuk bertanding?"

"Cukup dengan tangan kosong saja," sahut Si Mo-"Baik"" Kwee In Loan manggut-manggut-"Bagaimana kalau kita mulai bertanding sekarang?" "Tidak usah terburu-buru." Si Mo tertawa-

"Perut kita masih kenyang, tidak baik bertanding sekarang. Kita harus duduk beristirahat sejeNak, setelah itu barunh kita mulai bertanding."

Kwee In Loan tersenyum- sejenak kemudian, mereka saling memandang dan manggut- manggut.

"Nah," ujar Si Mo sambil bangkit berdiri-

"Sekarang kita boleh mulai bertanding."

"Baik." Kwee In Loanjuga bangkit berdiri. Mereka berjalan ke tengah-tengah ruangan itu, lalu berdiri berhadapan dan saling memberi hormat.

"Si Mo" ujar Kwee In Loan sambil tersenyum.

"saat ini aku adalah tuan rumahi maka engkau boleh menyerang duluan."

"Baik." Si Mo mengangguk. lalu mulai menyerang dengan jurus jurus biasa. Kwee In Loan berkelit dengan santai, sementara Kwan Pek Him dan Lie Bun yauw menonton dengan penuh perhatian. Lewat dua puluh jurus, pertandingan itu mulai seru menegangkan, karena Si Mo mengeluarkan ilmu andalannya, begitu pula Kwee In Loan. Tampak badan mereka berkelebatan laksana kilat. Kini mereka bertanding dengan sungguh-sungguh.

"Puluhan jurus kemudian, Si Mo mulai mengeluarkan ilmu Ha Ho Kang, sedangkan Kwee In Loan mengeluarkan ilmu Kiu Im Pek Kut Jiauw. Si Mo menjongkokkan badannya, kemudian mendadak meloncat ke arah Kwee In Loan. Ketua Hek Liong Pang itu tertawa panjang, dan seketika badannya mencelat ke atas. Di saat bersamaan, ia pun menjulurkan jari tangannya ke arah ubun-ubun Si Mo-

Betapa terkejutnya Si Mo- la tidak sempat berkelit, maka terpaksa mengangkat sepasang tangannya untuk menangkis-Plaaak Terdengar suara benturan.

Si Mo berhasil menangkis serangan itu, namun jari tangan Kweein Loan berhasil menyentuh ubun-ubunnya, Itu pertanda kepandaian Kwee In Loan lebih tinggi.

"Ketua Hek Liong Pang" ujar Si Mo sambil memberi hormat.

"Kepandaianmu lebih tinggi dariku, engkau berhak menjadi ketua."

"Si Mo" sahut Kwee In Loan.

"Terima kasih atas kemurahan hatimu, engkau menjadi wakil ketua."

"Terima kasih," ucap Si Mo-

"Mereka kembali ke tempat duduk masing-masing, kemudian ke duanya mulai bersulang lagi sambil tertawa gembira-

"Si Mo, kapan engkau akan bergabung di sini?" tanya Kwee In Loan sambil menatapnya.

"Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak-

"Tentunya sekarang. Bukankah tadi engkau sudah bilang aku adalah wakil ketua?"

"Bagus, bagus" Kwee In Loan tertawa gembira.

"Mulai saat ini, Hek Liong Pang akan menguasai seluruh golongan hitam. Perkumpulan kita akan bersaing dengan siauw Lim dan Bu Tong Pay."

"Betul." Si Mo manggut-manggut.

"Kalau begitu, kita harus meresmikan berdirinya Hek Liong Pang dalam rimba persilatan."

"setuju." Kwee In Loan mengangguk.

"Pokonya kita harus mengembangkan Hek Liong Pang."

-ooo00000ooo-

Di saat mereka berdua sedang bercakap-cakap sambil bersulang, mendadak terdengar suara terikan di luar-

"Ada musuh datang Ada musuh datang..."

suara seruan itu membuat Kwee In Loan dan Si Mo saling memandang dengan penuh keheranan, bagaimana mugkin Pek yun Kek kedatangan musuh?

sekonyong-konyong berkelebat sosok bayangan merah, disusul pula dengan suara tawa cekikikan.

"Hi hi hi Asyik, ada arak wangi"

Kemudian muncul seorang gadis berusia lima belasan berpakaian merah- gadis itu cantik jelita, namun kelihatan agak liar.

"Eeeeh?" Kwee In Loan terbelalak-

"gadis liar, siapa engkau dan mau apa engkau ke mari?"

"Hi hi hi" gadis berpakaian merah itu tertawa nyaring.

"Engkau adalah ketua Hek Liong Pang?"

"Betul" Kwee In Loan mengangguk sambil menatapnya dengan penuh perhatian, la yakin, gadis remaja itu berkepandaian tinggi.

"Engkau...." gadis berpakaian merah itu menunjuk Si Mo

seraya berkata.

"Tampangmu begitu seram, engkau pasti Si Mo yang amat jahat itu"

"He he he" Si Mo tertawa terkekeh-kekehi

"Tidak salah, aku memang Si Mo yang amat jahat, gadis kecil, mau apa engkau ke mari?"

"Jalan-jalan," sahut gadis berpakaian merah itu sambil tersenyum, kemudian duduk di kursi yang kosong.

"Eh? Kenapa aku tidak disuguhi arak wangi? Aku ini tamu lho"

"Lie Bun yauw" seru Kwee In Loan.

"cepat suguhkan arak wangi untuk gadis itu"

"ya, ketua" Lie Bun yauw segera menyuguhkan arak wangi untuk gadis berpakaian merah itu.

"Terima kasih," ucapnya dan langsung meneguk arak wangi itu.

"Wuah sungguh wangi sekali arak ini"

"gadis liar" Kwee In Loan menatapnya seraya bertanya,

"Sebetulnya siapa engkau?"

"Aku bernama Ciu Lan Hio, usiaku enam belas tahun" sahut gadis berpakaian merah.

sementara itu, Kwan Pek Him, murid Si Mo itu terus memandang gadis tersebut dengan mata tak berkedip, bahkan sepasang matanya menyorotkan sinar aneh.

"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.

"Pemuda muka pucat, kenapa engkau memandangku dengan cara begitu? Engkau harus tahu lho Aku ini bukan anak domba atau anak kelinci, melainkan bunga yang berduri."

"Aku.." Kwan Pek Him tergagap-gagap-

"Nona, namaku Kwan Pek Him, murid kesayangan Si Mo-"

"Aku tidak tanya" sahut ciu Lan Hio.

"Nona, aku...." Kwan Pek Him menundukkan kepala.

Ternyata ia sangat tertarik pada gadis itu.

"Hi hi hi" Ciu Lan Nio tertawa cekikikan lagi.

"Dasar pemuda pingitan gurunya jahat muridnya pasti begitu"

"Hei gadis liar" bentak Si Mo dengan wajah merah padam karena gusar-

"siapa gurumu? Kenapa engkau berani kurang ajar terhadapku?"

"Si Mo" sahut Ciu Lan Hio.

orang lain memang takut kepadamu, namun aku tidak-Terus terang, kepandaianku tidak berada di bawah kepandaianmu-"

"Engkau-—" Si Mo menudingnya dengan tangan agak bergemetar karena emosi sekali.

"Aku harus menghajarmu"

"Tenang Si Mo" -ujar Kwee In Loan. Ternyata diam-diam ketua Hek Liong Pang itu sangat menyukai Ciu Lan Nio.

"Dia adalah gadis kecil, tidak perlu diladeni."

"Ketua Hek Liong Pang, engkau bernama Kwee In Loan kan?" tanya Ciu Lan Nio mendadak-

"Kok—" Ketua Hek Liong Pang terbelalak-

"Engkau tahu namaku?"

"Merah membara, muncul cari korban," ujar Ciu Lan Nio-

"Tentunya engkau tahu siapa guruku, bukan?"

"Haaah?" Wajah Kwee In Loan langsung berubah hebat-

"Engkau datang dari Kwan c\wr (Luar Perbatasan)?"

"Ya" Ciu Lan Nio mengangguk.

"Engkau adalah muridnya?" tanya Kwee In Loan lagi.

"Betul." Ciu Lan Hio tersenyum.

Ingat Engkau tidak boleh menyebut nama guruku" "Ya." Kwee In Loan mengangguk.

"Oh ya, gurumu berada di Tionggoan?" "Tidak salah-" Ciu Lan Hio manggut-manggut.

"guru-ku memang berada di Tionggoan, aku disuruh ke mari untuk melihat-lihat."

"Lan Nio," ujar Kwee In Loan sungguh-sungguh-

"Kalau gurumu mau menjadi ketua Hek Liong Pang, aku bersedia menyerahkan jabatanku kepadanya-"

"guruku sama sekali tidak berniat mau menjadi ketua Hek Liong Pang, namun berniat menjadi Bu Lim Beng Cu (Ketua Rimba Persilatan)."

Ciu Lan Hio memberitahukan sambil tersenyum-

"oleh karena itu, guruku akan menundukkan ketua siauw Lim dan Bu Tong Pay, sebab siauw Lim dan Bu Tong Pay sangat terkenal dalam rimba persilatan."

"oooh" Kwee In Loan manggut-manggut.

"Lan Hio, kalau engkau bertemu gurumu, tolong sampaikan salamku kepadanya"

"Baik" Ciu Lan Hio mengangguk. kemudian memandang Si Mo seraya bertanya,

"Kenapa engkau dari tadi terus melototi aku? Tidak senang aku duduk di sini? Mau bertarung dengan aku?"

"Dasar gadis liar tak tahu diri Engkau berani kurang ajar terhadapku?"

Kelihatannya kegusaran Si Mo sudah memuncak-"Biar bagaimanapun aku harus menghajarmu" "Tenang Si Mo" ujar Kwee In Loan.

jangan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan" "Tapi—"

"Tenanglah" Kwee In Loan memberi isyarat kepadanya, agar tidak sembarangan bertindak-

"guru," ujar Kwan Pek Him.

"gadis itu masih kecil, guru tidak usah meladeninya." "Eh?" Si Mo terbelalak-

"Tumben engkau membelanya? Tentu ada apa-apa. ya kan?"

"guru, aku...." Kwan Pek Him menundukkan kepala,

"oooh" Si Mo manggut-manggut. "guru tahu, guru tahu Ha ha ha--." "Hei" bentak Ciu Lan Hio.

"Pemuda muka pucat, engkau jangan bilang jatuh hati kepadaku lho"

"Nona Ciu...." Kwan Pek Him menatapnya dengan -mata

berbinar-binar-

"Aku memang sudah jatuh hati kepadamu."

"Hi hi hi" Ciu Lan Hio tertawa cekikikan.

"Hatimu mau jatuh dimana terserah, pokoknya aku tidak akan menerima hatimu itu"

"Nona Ciu...." Kwan Pek Him tampak kecewa sekali.

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita berteman?"

"Tak usah ya" sahut Ciu Lan Hio, kemudian bangkit dari tempat duduknya.

"Ketua Hek Liong Pang, terima-kasih untuk arak wangi itu Aku mau pergi, sampai jumpa kelak"

"Lan Hio," pesan Kwee In Loan.

"Jangan lupa sampaikan salamku kepada gurumu"

"Cerewet amat sih" sahut Ciu Lan Hio, lalu melesat pergi laksana kilat.

"Nona Ciu..." seru Kwan Pek Him memanggilnya. "Jangan melupakan aku..."

"Murid gendeng" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala,

"gadis itu sudah jauh, percuma engkau berseru memanggilnya, dia tidak akan, dengar."

"Aaaah?" Kwan Pek Him menghela nafas panjang, "guru, aku sudah jatuh hati kepadanya"

"Dasar murid gendeng" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala lagi.

"gadis itu tidak mau memungut hatimu, itu berarti dia tidak akan mencintaimu.".

Aku punya cara..." ujar Kwan Pek Him, "Si Mo," ujar Kwee In Loan serius.

"Jangan memikirkan yang bukan-bukan terhadap"gadis itu" "Kenapa?" Si Mo heran.
"Si Mo-—" Kwee In Loan menggeleng-gelengkan kepala.

Engkau tidak tahu siapa guru gadis itu. Kalau engkau tahu, pasti akan melarang muridmu mendekatinya."

"siapa guru gadis itu?"

"Aku tidak berani menjwbut nama maupun julukannya," sahut Kwee In Loan memberitahukan.

"MEkipun kita berdua bergabung, mungkin masih tidak sanggup melawannya."

"Apa?" Si Mo terbelalak.

"Itu bagaimana mungkin?"

"Pernahkah engkau mendengar tentang Kwan Gwa (Luar Perbatasan)?" tanya Kwee In Loan mendadak-

"Luar Perbatasan?" Si Mo mengerutkan kening, kemudian mendadak air mukanya tampak berubah hebat.

"Merah membara, muncul mencari korban. Apakah dia?" "Benar." Kwee In Loan manggut-manggut.

"Haaah..?" Si Mo kelihatan terkejut sekali, kemudian memandang muridnya seraya berkata,

"Pek Him, pokoknya engkau tidak boleh mendekati gadis berpakaian merah itu"

"Kenapa?" tanya Kwan Pek Him.

"Kalau engkau sudah tidak menyayangi batok kepalamu, silakan mendekatinya" sahut Si Mo.

"guru...."

"Diam" Si Mo menatapnya tajam. "Jangan cari penyakit, lebih baik engkau jauhi gadis itu"

"ya, guru." Kwan Pek Him mengangguk.

sekonyong-konyong terdengar suara tawa yang agak keras bergema ke dalam rumah itu, kemudian terdengar pula Stupyp seruan.

Ketua Hek Liong Pang, bolehkah kami masuk?" "Ha ha ha" Si Mo tertawa gelak-
"Tong Koay, Lam Khie silakan masuk"

"Wuah Bukan main" Terdengar suara seruan lagi-

"Kim Si Mo sudah menjadi setengah tuan rumah di sini Ha ha ha..."

"Maka aku berani mempersilakan kalian masuk" sahut Si Mo-

"Ayoh masuk. jangan malu-malu"

Berkelebat tiga sosok bayangan ke dalam, ternyata adalah

Tong Koay Oey Su Bin, Lam Khie-Toan Thian Hie dan ouw yang Bun murid Tong Koay-

"silakan duduk" ucap Kwee In Loan sambil menatap mereka-

"Terima kasih." ucap Tong Koay dan Lam Khie- Kemudian mereka bertiga duduk.

Lie Bun yauw, cepat suguhkan arak wangi untuk mereka" ujar Kwee In Loan.

"ya. Ketua." Lie Bun yauw segera menyuguhkan arak wangi untuk mereka.

"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-

"Terima kasih, Terima kasih sungguh menggembirakan hari ini, perutku akan diisi dengan arak wangi Ha ha ha—"

"Kalian berdua berjanji untuk ke mari?" tanya Kwee In Loan sambil tersenyum.

"Tentunya kalian ingin bergabung dengan kami, bukan?"

Ketua Hek Liong Pang," sahut Tong Koay setelah meneguk arak wangi yang disuguhkan Lie Bun yauw-

"Aku dan Lam Khie tidak berjanji ke mari, hanya kebetulan bertemu di mulut Lembah Awan putin, maka kami bersama ke mari"

"ooooh" Kwee In Loan manggut-manggut.

"Kalian berdua mau bergabung dengan kami?" tanyanya.

"seandainya kami mau bergabung, lalu apa jabatan kami?" Tong Koay balik bertanya sambil tersenyum.

"Kini Si Mo adalah wakil ketua" sahut Kwee In Loan memberitahukan.

Kalau kalian mau bergabung dengan kami, otomatis kalian sebagai Pelindung Hukum dan Pelaksana Hukum."

Cukup tinggi jabatan itu," Tong Koay manggut-manggut.

"Tapi kami ke sini hanya ingin melihat-lihat saja, tidak berniat mau bergabung, harap kalian maklum"

"Hmm" dengus Si Mo dingin-

Jadi kalian ke mari ingin mengacau?" "Lho?" Lam Khie tertawa.

"Kami ke mari secara baik-Baik. kenapa engkau malah bilang kami mau mengacau? Kalau bicara yang benar, jangan asal bicara"

"Lam Khie" Si Mo melotot.

Walau engkau keturunan Lam Ti-Toan Hong ya, tapi aku tidak takut kepadamu lho"

"Aku tidak suruh engkau harus takut kepadaku, namun kalau engkau ingin bertarung denganku tentu aku bersedia"

ujar Lam Khie dan menambahkan, "Engkau jangan terus melotot, nanti sepasang biji matamu akan meloncat ke luar"

"Engkau—." Si Mo berkertak gigi. "Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak,

"Bagaimana? Engkau mau bertarung sekarang atau tunggu beberapa tahun- lagi sesuai dengan perjanjian kita?"

"Terserah" sahut Si Mo-

"Baik" Lam Khie manggut-manggut.

"Kita tunggu beberapa tahun lagi, barulah kita berempat bertanding di puncak gunung Heng san"

"Hmm" dengus Si Mo dingin-

Aku pasti akan merobohkan kalian semua, lihat saja nanti"

"Eeeeh?" Mendadak Tong Koay menengok ke sana ke mari.

"siapa yang kentut barusan?" "gurau ouw yang Bun mengendus.

"Kok bau sekali, itu adalah kentut yang luar biasa." "Ha ha ha" Tong Koay tertawa gelak-

"Biasanya orang kentut melalui pantat, tapi kentut yang barusan itu melalui mulut, maka lebih bau-"

"Tong Koay" bentak Si Mo yang kena sindir.

"Engkau—."

"He he he" Tong Koay tertawa terkekeh-kekeh-"Mau menantangku berkelahi ya?" "Baik" Si Mo manggut-manggut

"Karena kita sudah ada perjanjian, maka lebih baik yang maju sekarang murid kita-"

"setuju-" Tong Koay memandang muridnya-

"Murid-ku, beranikah engkau bertarung dengan pemuda muka pucat itu?"

"Kenapa tidak?" sahut ouw yang Bun sambil tertawa-

"Belum bertarung mukanya sudah begitu pucat, apalagi sudah bertarung."

"Hmmm" dengus Kwan Pek Him dingin dan sekaligus bangkit berdiri-

"Jangan banyak bacot, mari kita bertarung saja" "Ha ha" ouw yang Bun tertawa.

"Aku memang lagi kesal, maka engkau akan kuhajar" "oh?" Kwan Pek Him menatapnya dingin-

"Aku pun lagi kesal, maka akan kulampiaskan padamu" "Bagus, bagus" ouw yang Bun tertawa lagi-

"Ayoh, mari kita berkelahi sampai oenjol-benjol"

"Hmm" dengus Kwan Pek Him dingin-

Mereka berdua saling memandang, lalu berjalan ke tengah-tengah ruangan tersebut dan berdiri berhadapan, setelah itu mendadak mereka saling menyerang dan memukul dengan tidak karuan.

Buuuk Duuuk Plaaak Mereka berkelahi mirip anak kecil, tentunya membuat tercengang semua orang.

"Murid gendeng" tegur Tong Koay sambil meng-garuki Garuk kepala. "Kenapa kalian berkelahi dengan cara begitu?"

"Pek Him" seru Si Mo dengan wajah padam. "Kenapa engkau? Kek begitu caramu bertarung?"
"guru...." ouw yang Bun menggeleng-gelengkan kepala,

begitu pula Kwan Pek Him. Mereka saling memandang.

"Kenapa engkau?" tanya Kwan Pek Bun.

"Aku sedang kesal gara-gara seorang gadis," sahut ouw yang Bun memberitahukan.

"sama," ujar Kwan Pek Him. "Tadi ada seorang gadis berpakaian merah ke mari. Aku tertarik dan sekaligus jatuh hati. Tapi dia tidak mau menerima hatiku."

"sama," sahut ouw yang Bun.

"Belum lama ini aku jatuh cinta kepada seorang gadis, namun dia sudah punya kekasih."

"Kita senasib, sudahlah, kita tidak perlu bertarung lagi" ujar Kwan Pek Him.

"Baik" ouw yang Bun mengangguk-

Mereka berdua kembali ke tempat duduk- Tong Koay dan Si Mo menatap murid masing-masing dengan mata melotot.

"Murid gendeng" Tong Koay menggeleng-geleng-kan kepala.

"Engkau telah mempermalukan guru Tahu?"

"guru, aku...." ouw yang Bun menundukkan kepala,

sementara Si Mo juga menegur dan mencaci muridnya.

"Engkau adalah murid Si Mo, tapi justru tak berguna" Si Mo menudingnya,

"gara-gara gadis berpakaian merah itu, engkau tak bersemangat mengangkat nama gurumu Engkau berkelahi dengan cara tidak karuan, sehingga mukamu benjol-benjol begitu macam Huh sungguh memalukan"

"guru...." Kwan Pek Him menundukkan kepala-

"Ha ha ha" Mendadak Lam Khie tertawa gelaki

"Pertandingan tadi telah berakhir dengan seri- Murid Si Mo bonyok-bonyok, sedangkan murid Tong Koay pun benjol-benjol- Ha ha ha Pertandingan tadi akan dilanjutkan kelak-sekarang kami mohon diri- Ha ha ha—"

Tong Koay dan muridnya langsung melesat pergi- Lam Khie pun ikut melesat pergi sambil berseru-

"sampai jumpa"

Kwee In Loan dan Si Mo tetap duduk di tempat setelah Lam Khie, Tong Koay dan muridnya melesat pergi, mereka berdua pun saling memandang.

"Sayang sekali" ujar Kwee In Loan menghela nafas panjang.

"Mereka tidak mau bergabung dengan kita"

Kalau mereka bergabung dengan kita, Hek Liong Pang pasti jaya," sambung Si Mo-

"oh ya, sudikah engkau mengajar muridku beberapa macam ilmu pukulan?"

"Baik." Kwee In Loan manggut-manggut.

"Sebab kelak dia harus mengalahkan murid Tong Koay itu."

"Terima kasih." ucap Si Mo sambil memberi hormat.

"sama-sama." Kwee In Loan tersenyum.

"Muridmu juga boleh dikatakan muridku juga, sebab kita sudah dalam satu perkumpulan, begitu pula muridku."

"Betul." Si Mo mengangguk sambil tertawa gelak-"Ha ha ha..."

"Terima kasih, Ketua," ucap Kwan Pek Him kepada Kwee In Loan.

"Pek Him" Kwee In Loan menatapnya dalam-dalam.

"Lebih baik engkau jangan memikirkan gadis berpakaian merah itu, sebab gurunya...."

"Kenapa gurunya?" tanya Kwan Pek Hun cepat.

"Muridku" Si Mo menggeleng-gelengkan kepala.

"Engkau jangan bertanya sekarang, kelak akan mengetahuinya."

"Guru-""

"Kalau kami memberitahumu sekarang, itu malah akan membahayakan dirimu, oleh karena itu, lebih baik engkaujangan tahu," ujar Si Mo sungguh-sungguh.

"Aaah—" Kwan Pek Him menghela nafas panjang. Kelihatannya hatinya memang telah tercuri oleh gadis berpakaian merah itu.

(Lanjut ke jilid 10)

Jilid 10

Setelah meninggalkan markas Hek Liong Pang, Teng Koay, Lam Khie dan Ouw Yang Bun duduk beristirahat juga di bawah sebuah pohon.

"Tak disangka Si Mo telah bergabung dengan Pek Liong Pang," ujar Teng Koay sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kini Hek Liong Pang bertambah kuat, entah apa yang akan terjadi?"

"Kelihatannya Hek Liong Pang ingin menguasai rimba persilatan. Kalau benar begitu, Siauw Lim dan Bu Teng Pay pasti dalam bahaya," sahut Lam Khie.

"Lam Khie" Teng Koay menatapnya.

"Bagaimana kalau engkau bergabung dengan aku, agar kita lebih kuat menghadapi Hek Liong Pang?"

"Aku bersedia bergabung denganmu, tapi harus ada syaratnya," sahut Lam Khie.

"Apa syaratmu?"

"Engkau harus mengaku kalah kepadaku, barulah aku mau bergabung denganmu."

"oh?" Teng Koay melotot.

"Kalau begitu, lebih baik kita bergabung saja."

"Ha ha" Lam Khie tertawa. "Kita berempat memang sudah ada janji, tiga tahun lagi akan bertanding di puncak gunung Heng San."

"Kalau begitu, kita tunggu tiga tahun lagi" ujar Teng Koay, kemudian memandang muridnya yang duduk melamun itu.

"Murid gendeng Ken apa engkau terus melamun seperti kehilangan sukma?"

"guru...." Ouw Yang Bun menundukkan wajahnya dalam-

dalam.

"Engkau memang sudah gila" tegur Tong Koay dengan mata melotot-

"gadis itu sudah punya kekasih, tapi engkau masih terus memikirkannya Dasar..."

"Celaka" seru Lam Khie.

"Tak disangka murid mu jatuh cinta kepada gadis yang sudah punya kekasih Itu betul-betul celaka"

"Muridku memang gendeng dan sialan." caci Tong Koay.

"Masih begitu banyak gadis di kolong langit. Mau yang mana tinggal sabet, tapi dia— dia justru jatuh cinta pada gadis yang sudah punya kekasih."

"Ha ha ha" Lam Khie tertawa gelak-

"Untung aku belum punya murid- Kalau aku punya murid seperti muridmu, aku pasti mati muntah darah-"

"Jangan menyindir" Tong Koay melotot.

"Aku lagi kesal nih-"

"oh?" Lam Khie tertawa lagi-

Kalau begitu, perlukah kita berkelahi sampai benjol-benjol seperti muridmu dan murid si Mo itu?"

"Sudahlah Lebih baik engkau diam," ujar Tong Koay dingin,

"jangan bikin aku naik darah-"

"Ha ha" Lam Khie menatapnya- "Begitu tampangmu sedang naik darah? Itu sih bukan naik darah, melainkan masuk angin."

"Engkau...." Tong Koay langsung mengayunkan tangannya

memukul Lam Khie-

Lam Khie cepat-cepat meloncat ke belakang, tapi justru punggungnya terbentur pohon, membuatnya menjerit kesakitan.

"Aduuuh Punggungku...."

"Ha ha ha" Tong Koay tertawa terpingkal-pingkal.

"Belum terpukul sudah menjerit kesakitan"

"Pohon sialan" caci Lam Khie dan mendadak mengerahkan Iweekangnya sambil mendorongkan sepasang telapak tangannya ke arah pohon itu. Braaaak Pohon itu roboh seketika.

"Cukup lumayan Iweekangmu, tapi cuma dapat merobohkan pohon," ujar Tong Koay dan menambahkan,

"Jangan harap dapat merobohkan diriku Ha ha ha..."

"Hmm" dengus Lam Khie, lalu melesat pergi seraya berseru,

"Tong Koay, kelak aku pasti merobohkanmu" "Ha ha ha" Teng Koay tertawa terbahak-bahak

"yang akan roboh kelak justru adalah engkau" katanya.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar