Bab 16 Tewas Terkena Pukulan Aneh
setelah meninggalkan rumah
Hakim souw, Tan Giok Cu terus melanjutkan perjalanannya menuju ke gunung Bu
Tong dengan menunggang kudanya. Ketika berada di tempat sepi-mendadak muncul
belasan orang berpakaian serba putih, yang bagian dada terdapat sulaman gambar
seekor naga hitam. Ternyata mereka para anggota He Liong Pang. Dua orang di
antara mereka pernah akan membunuh Hakim souw.
"Tuh" Salah seorang
dari mereka menunjuk Tan Giok Cu. "Gadis itu mengalahkan kami
bertioa-"
"oh?" Pemimpin
mereka terbelalak- "Gadis itu baru berusia belasan, bagaimana mungkin
dapat mengalahkan kalian bertiga?"
"Dia lihay sekali,"
bisik si Hidung Besar itu
"Ilmu pedangnya sangat
hebat-"
"Ngmm" Pemimpin itu
manggut-manggut lalu berseru,
"Kepung gadis itu"
Para anak buahnya langsung
mengepung Tan Giok Cu, dan gadis itu segera meloncat turun dari punggung
kudanya-
"Hmm" dengusnya
dingin. "Mau apa kalian?"
"Ha ha ha" Pemimpin
itu tertawa gelak- "Gadis cantik, aku dengar kepandaianmu lihay sekali
Karena itu, aku ingin mencobanya"
"Lebih baik kalian pergi,
jangan menggangguku" ujaHan Giok Cu-
"Aku tidak mau melukai
kalian"
"Gadis cantik"
Pemimpin itu menatapnya dengan penuh hawa nafsu.
"Dari pada engkau mati di
ujung pedangku, bukankah lebih baik engkau bersenang-senang denganku? ya,
kan?"
"Diam" bentak Tan
Giok Cu gusar sambil menghunus pedangnya.
"Kalian sungguh jahat ini
aku terpaksa membunuh kalian"
"Ha ha ha" Pemimpin
itu tertawa gelak- "serang dia"
Para anak buahnya langsung menyerang
Tan Giok Cu dengan berbagai macam senjata, tapi gadis itu menangkis dengan
pedang pusakanya, sehingga terdengarlah suara benturan senjata yang amat
nyarlng. Teang Teang... setelah itu, terjadilah pertempuran yang amat dahsyat.
Para anggota Hek Liong pang itu berkepandaian cukup tinggi- maka Tan Giok Cu
agak kewalahan.
"Ha ha ha" Pemimpin
itu tertawa terbahak-bahak- "Gadis cantik lebih baik engkau menyerah Kalau
tidak, tubuhmu yang mulus itu pasti terluka"
"Hmm" dengus Tan
Giok Cu. Mulailah ia mengeluarkan ilmu pedang Giok Li Kiam Hoat.
Di saat bersamaan, mendadak
berkelebat sosok bayangan ke arena pertempuran itu, yang ternyata seorang
pemuda-Tanpa berkata sepatah katapun, ia langsung menyerang para anggota Hek
Liong Pang itu dengan sengitnya-
"Nona" seru pemuda
itu-"Jangan khawatir, aku datang membantumu"
"Terima kasih" sahut
Tan Giok Cu-
Pedang di tangan pemuda itu
berkelebat ke sana ke mari, kemudian terdengarlah suara jeritan di sana sini
pula dan tampak beberapa anggota Hek Liong Pang terkapar bermandi darah.
"Ha a a h—?" Betapa
terkejutnya pemimpin itu Kemudian ia memekik keras sambil menyerang pemuda itu
dengan pedangnya-
"Bagus" Pemuda itu
tertawa sambil berkelit, kemudian balas menyerang dengan sengit.
Terjadilah pertempuran yang
amat seru dan tegang di antara mereka berdua- Berselang beberapa saat, kemudian
terdengarlah suara jeritan yang menyayatkan hati-
"Aaakhi." Pemimpin
itu menjerit kesakitan, ternyata sebelah lengannya telah kutung dan darah
bCQar,v""[ja pun
mengucur deras.
Begitu melihat pemimpinnya
terluka, mereka langsung berhenti menyerang Tan Giok Cu, dan berdiri mematung
di tempat.
"Cepatlah kalian enyah
dari sini" bentak pemuda itu
"sebutkan namamu,
sobat" sahut pemimpin itu dengan wajah pucat pias dan meringis-ringis
menahan sakit.
"Aku bernama ouw yang
Bun."
"Bagus Kelak kita akan
berjumpa lagi" ujar pemimpin itu, lalu berjalan pergi dengan badan agak
sempoyongan dan ditkutipara anak buahnya dari belakang.
"Ha ha ha" Pemuda
itu tertawa gelak lalu memandang Tan Giok Cu seraya bertanya,
"Nona, siapa engkau dan
kenapa bertempur dengan para anggota Hek Liong Pang itu?"
"Namaku Tan Giok Cu.
Mereka menghadangku di sini, akhirnya terjadi pertarungan." Tan Giok Cu
memberitahukan.
"Belum lama ini ada tiga
anggota Hek Liong Pang ingin membunuh Hakim souw, tapi aku berhasil
menyelamatkannya...."
"oooh" Pemuda itu
manggut-manggut. Ternyata begitu, secara tidak langsung kini pihak Hek Liong
Pang telah memusuhimu. Nona, engkau harus berhati-hati"
"ya" Tan Giok Cu
mengangguk-
"Eh?" Pemuda itu
terbelalak.
"Aku telah menolongmu,
kenapa engkau tidak menanyakan namaku?"
"Kenapa aku harus
menanyakan namamu?" Tan Giok Cu balik bertanya dengan nada heran.
"Lho?" Pemuda itu
tertegun. "Aku telah menolongmu, jadi kita pun sudah menjadi teman. Maka
seharusnya engkau menanyakan namaku."
"Kalau begitu, siapa
namamu?"
"Kenapa seperti dipaksa
sih?" Pemuda itu menggaruk-garuk kepala, kemudian memberitahukan,
"Namaku ouw yang Bun,
guruku adalah Tong Koay-Oey su Bin. usiaku delapan belas tahun, sudah yatim
piatu."
"oooh" Tan Giok Cu
manggut-manggut.
"Nona Giok Cu" Ouw
yang Bun menatapnya sambil tersenyum.
"Bagaimana kalau kita
mengobrol sebentar di bawah pohon?"
"Baiklah-" Tan Giok
Cu mengangguk. la merasa tidak enak kalau menolaki karena pemuda itu telah
membantunya-
Mereka berdua duduk di bawah
pohon, ouw yang Bun memandangnya seraya bertanya,
"Nona Giok Cu, siapa
gurumu?"
"Guruku Bibi sian
sian."
"Engkau
fAariyicrp,\Ar\A.a.\fl" mana?"
"Wauruav^ Kuburan
Tua."
"Hah?" ouw yang Bun
terbelalak. "Aku tidak pernah mendengar tentang perguruan itu Kuburan
Tua... jangan-jangan auruvAU mayat hidup?"
"Betul. Guruku memang
mayat hidup," sahut Tan Cu dan menambahkan,
"sebab guruku tinggal di
dalam kuburan tua."
"Iiiih" ouw yang Bun
tampak merinding.
"Engkau juga pernah
tinggal di dalam kuburan tua?"
"Ya." Tan Giok Cu
mengangguk,-
"Hah?" ouw yang Bun
tersentak-
"jangan-jangan engkau
juga mayat hidup?"
"Hi hi hi" Tan Giok
Cu tertawa cekikikan saking geli-
"Aku memang mayat hidup.
Engkau takut?"
"Mayat hidup yang cantik
jelita, tentunya aku tidak takut-" ouw yang Bun tertawa.
"Ha ha ha—"
"Ha ha ha Hu hu hu Htk
hik hik" Terdengar suara tawa yang aneh-
"He he he—"
"siapa?" Bentak Tan
Giok Cu sambil bangkit dari tempat duduknya lalu menengok ke sana ke mari
sekaligus meraba gagang pedang pusakanya.
"Jangan takut. Nona Dia
adalah guruku yang suka menakuti anak kecil- Itu memang kebiasaan buruk
guruku."
"siauw Koay (siluman
Kecil), engkau berani mencela gurumu?" Mendadak muncul seorang tua, yang
tidak lain adalah TOng Koay-Oey su Bin.
"Guru" panggil ouw
yang Bun sambil tertawa.
"Aku siluman Kecil, Guru
adalah siluman besar- sedangkan nona ini adalah mayat hidup- Ternyata kita satu
keluarga Ha ha ha..."
"Hei Murid kurang
ajar" bentak TOng Koay.
"setengah mati aku
mencarimu, engkau malah berduaan dengan gadis itu di sini"
"Guru...." ouw yang
Bun mcnyengir.
"Cengar-cengir" TOng
Koaw melotot. "Engkau pemuda bloon. Mana ada oadis uang akan jatuh cinta
kepadamu? Gadis itu begitu cantik dan lemah gemulai, engkau malah bilang dia
adalah mayat hidup Dasar-.."
"Dia mengaku sendiri,
katanya gurunya adalah Bibi Sian Sian yang tinggal di dalam kuburan tua."
"Apa?" Tong Koay
terbelalak. "Kuburan tua?"
"Ya." ouw Yang Bun
mengangguk-
"Gadis cantik" Tong
Koay menatapnya dengan penuh perhatian. "Gurumu berbaju kuning dan selalu
didampingi para pengiringnya?"
"ya, Cianpwee-" Tan
Giok Cu mengangguk.
"ya ampun" Tong Koay
menepuk keningnya sendiri
"Aku tidak takut
menghadapi siapa pun, namun justru paling takut menghadapi gurumu, oh ya,
gurumu berada di sekitar sini?"
"Guruku tidak
meninggalkan kuburan tua," sahut Tan Giok Cu-
"ooooh" Tong Koay
menarik nafas lega-
"Terus terang, kalau aku
melihat gurumu, kepalaku langsung pusing tujuh keliling-"
"Memangnya kenapa?"
tanya Tan Giok Cu heran.
"Entahlah-" Tong
Koay menggelengkan kepala, dan itu membuat Tan Giok Cu tertawa geli-
"Guru" ouw Yang Bu
memberitahukan. "Tadi aku bertarung dengan para anggota Hek Liong
Pang."
"oh?" Tong Koay mengerutkan
kening. "Kenapa engkau bertarung dengan mereka?"
"sebab mereka mengeroyok
nona ini, maka aku turun tangan menoiongnya" sahut ouw Yang Bu sambil
tertawa.
"Kalau para anggota Hek
Liong Pang itu mengeroyok seorang neneki tentunya engkau akan berpeluk tangan.
Ya, kan?"
"Aku pasti berpeluk
tangan, sebab guru pasti turun tangan menolong nenek itu," jawab ouw yang
Bu, lalu berlari ke belakang Tan Giok Cu.
"Engkau...." TOng
Koay melotot.
"Hm Cuma berani
bersembunyi di belakang kaum wanita, dasar tidak jantan"
"Guru," tanya ouw
yang Bu-
"Ada urusan apa sehingga
membuat guru rhati-matian mencariku?"
"Mau mengajakmu pergi
makan enak" sahut TOng Koay-
"Ke dapur istana
menyantap hidangan-hidangan kaisar?" tanya ouw yang Bun.
"Betul," sahut TOng
Koay sambil tertawa gelak-
"Ha ha ha hidangan di
sana lezat-lezat. Ayoh kita ke Kota-raja"
"Tidak mau ah" ouw
yang Bun menggelengkan kepala.
"Apa?" TOng Koay
melotot.
"Engkau berani tidak
menuruti perkataanku? ingat, aku adalah gurumu"
"Aku ingat. Guru,
tapi...." ouw yang Bun melirik Tan Giok
Cu.
"Aku... aku merasa berat
berpisah dengan dia."
"Yah, ampun Baru
berkenalan sudah begitu macam, apalagi sudah lama" TOng Koay
menggeleng-telengkan kepala.
"saudara ouw yang,"
ujar Tak Giok Cu sungguh-sungguh-
"Engkau harus menuruti
perkataan gurumu, jadi murid tidak boleh melawan guru- Itu tidak baik-"
"Betul.. betul-"
ouw yang Bun manggut-manggut
"Kalau begitu, aku harus
ikut guruku ke Kota raja?"
"ya."
"Tapi kita akan berpisah
kan?« "
"Kelak kita akan berjumpa
lagi-"
"Baiklah-" ouw Yang
Bun mengangguk-
"Nona Giok Cu, kita akan
berjumpa kembali kelak. Jangan melupakan aku lho"
"Ha ha ha" Tong Koay
tertawa terbahak-bahak-"Itu pesan yang amat menyentuh hati Ha ha ha-"
Tong Koay melesat pergi- dan
ouw YRng Bun langsung mengikutinya- Tan Giok Cu berdiri termangu-ma-ngu di
tempat- Mendadak ia tersentak lalu bergumam-
"sebetulnya aku tidak
boleh berjanji kepadanya berjumpa kembali kelak, sebab dalam hatiku hanya
terdapat Thio Han Liong seorang. Tidak apa-apa, akan kujelaskan kepada ouw Yang
Bun kelaki bahwa aku sudah punya kekasih-"
Usai bergumam begitu, barulah
Tan Giok Cu meninggalkan tempat itu sambil tersenyum-senyum. Ternyata ia
teringat akan tingkah laku guru dan murid itu. Tan Giok Cu melanjutkan
perjalanannya menuju gunung Bu Tong. Kini ia sudah memasuki sebuah lembah-
Kudanya tidak berani berlari kencang, karena banyak batu curam di lembah itu.
Mendadak kening gadis itu
berkerut, lalu menoleh ke kiri sambil pasang kuping-Ternyata barusan ia
mendengar suara rintihan di balik sebuah batu- setelah pasang kuping
mendengarkan dengan penuh perhatian, ia mendengar lagi suara rintihan itu-
Segeralah ia meloncat turun
dari punggung kudanya dan cepat-cepat melesat ke tempat itu. Dilihatnya lelaki
tua terkapar di situ sedang merintih-rintih.
"Paman kenapa?"
tanya Tan Giok Cu.
"Nona kecil," sahut
lelaki tua itu
"Tolong-- tolong antar
aku"
"Paman mau ke mana?"
Tan Giok Cu menatapnya.
"Namaku In... In Lie
Heng. Dadaku... dadaku terpukul."
Ternyata lelaki tua itu In Lie
Heng, salah seorang murid guru besar Thio sam Hong.
"Nona kecil, tolong...
toiong antar aku ke gunung...."
"Ke gunung apa?"
"Ke gunung Bu TOng.
Aku... aku adalah murid Thio sam Hong."
"Apa?" Tan Giok Cu
terbelalak.
"Paman adalah murid Guru
Besar Thio sam Hong?"
"Ya." In Lie Heng
mengangguk.
"sungguh kebetulan
sekali" ujaHan Giok Cu memberitahukan.
"Aku memang ingin
kegunung Bu TOng."
"oooh" In Lie Heng
manggut-manggut. la tidak banyak bertanya karena kondisi badannya lemah sekali.
Tan Giok Cu segera memapahnya
ke tempat kudanya, lalu mengangkatnya ke punggung kuda itu setelah itu, barulah
ia meloncat ke atas dan kuda itu pun berjalan perlahan meninggalkan tempat
tersebut.
Dua hari kemudian, sampailah
mereka di kaki gunung Bu TOng. Mendadak muncul belasan orang, yang begitu
melihat In Lie Heng, langsung terbelalak.
"Guru Guru..."
"Paman guru Paman
guru-.."
Ternyata mereka para murid In
Lie Heng dan murid saudara seperguruannya- Keadaan In Lie Heng membuat mereka
cemas sekali-
"Nona, biar kami yang
membopong guru ke atas," ujar beberapa orang itu.
"Iya" Tan Giok Cu
mengangguk-
salah seorang yang bertubuh
kekar langsung membopong In Lie Heng- Kuda itu pun mengikuti mereka dari
belakang. Para murid Bu Tong sama sekali tidak bertanya apa pun kepada Tan Giok
Cu, sebab mereka sangat mencemaskan In Lie Heng.
Beberapa murid Bu Tong itu
langsung mengerahkan ginkang melesat ke atas, begitu pula Tan Giok Cu dan
lainnya, sampai di depan siang Cing Koan (Kuil Bu Tong Pay), tampak beberapa
orang tua berdiri di sana.
"sutee" panggil
mereka serentak-
"Kenapa engkau?"
"suheng, aku-—" In
Lie Heng menyahut
"Cepat bopong dia ke
dalam" seru Jie Lian Ciu.
In Lie Heng langsung dibopong
ke sebuah kamar, diikuti song wan Kiauw dan lainnya, sedangkan Tan Giok Cu
tidak ikut mereka masuk- la berjalan mondar-mandir di depan kuil.
"Nona, masuk saja ke
dalam" ujar seorang murid Bu Tong.
"Terima kasih," ucap
Tan Giok Cu, lalu melangkah ke dalam dan langsung duduk di ruang depan.
Berselang beberapa saat,
muncullah song Wan KiauwJie Lian ciu danjie Thay Giam. sedangkan Thio song Kee
masih berada di dalam kamar itu
"Nona, bagaimana sutee
kami terluka? Di mana Nona bertemu dia dan siapa yang melukainya?" tanya
song Wan Kiauw-
"Ketika aku melewati
sebuah lembah, aku mendengar suara rintihan, maka aku mendekati suara rintihan
itu—"jawab Tan Giok Cu memberitahukan dan menambahkan
"siapa yang melukainya,
aku sama sekati tidak tahu."
"oooh" song Wan
Kiauw manggut-manggut-
"Terima kasih atas
kebaikan Nona mengantarnya pulang-"
"Tidak usah berterima
kasih, sebab kebetulan aku memang ingin ke mari," ujar aadis itu.
"oh?" song Wan Kiauw
menatapnya dalam-dalam.
"Nona ke mari ada urusan
penting?" tanyanya.
"Aku ke mari ingin
mencari Thio Han Liong. Bu-kankah dia berada di sini?" sahut Tan Giok Cu
sambil menengok ke sana ke mari.
"Apakah engkau
temannya?" tanya Jie Lian ciu.
"Ya." Tan Giok Cu
mengangguk.
"Kami adalah kawan
baik"
"Nona" Jie Thay Giam
menatapnya tajam.
"engkau kau murid siapa,
bolehkah memberitahukan kepada kami?"
"Guruku adalah Bibi sian
sian."
"siapa Bibi sian sian
itu?" tanya Jie Thay Giam.
"Paman Bu Ki kenal
guruku," jawab Tan Giok Cu.
"Guruku yang
memberitahukan kepadaku."
"Gurumu berasal dari
perguruan mana?" tanya Jie Lian ciu.
"Perguruan Kuburan
Tua," jawab Tan Giok Cu jujur-
"Perguruan Kuburan
Tua?" Jie Lian ciu mengerutkan kening.
"Nona, engkau jangan
mempermainkan kami Dalam rimba persilatan tiada perguruan tersebut-"
"Di belakang Ciong Lam
san, terdapat Kuburan Mayat Hidup, Burung Rajawali dan Pasangan Pendekar, tidak
muncul lagi di dunia
Kang-ouw-" Tan Giok Cu membaca syair tersebut.
"Apa?" song Wan
Kiauw tampak terkejut-
"Kuburan Mayat Hidup,
Burung Kajawali dan Pasangan Pendekar—"
"Ya-" Tan Giok Cu
mengangguk-
" Mereka adalah kakek dan
nenek moyang guruku-"
"ooooh" song Wan
Kiauw manggut-manggut-
"Aku sudah tahu-"
"Nona," sela jie
Lian ciu. "Harap engkau tunggu sebentar, sebab kami harus berusaha
menoiong In lie Heng"
"Ya" Tan Giok Cu
mengangguk-
"oh ya, di mana Han
Liong? Aku ingin menemuinya-"
"Akan kami memberitahukan
nanti-" sahut Jie Lian ciu-
"SdR.fiyfi.V" Oj
kami harus ke dalam lagi- engkau tunggu saja di sini"
"Ya" Tan Giok Cu
mengangguk lagi. Jie Lian ciu dan lainnya segera masuk ke dalam- Thio song Kee
masih duduk di pinggir tempat tidur menjaga In Lie Heng-
"Bagaimana?" tanya
Jie Lian ciu-"In Lie Heng sudah siuman?"
"Belum." Thio Song
Kee menggelengkan kepala-"Lebih baik kita beritahukan kepada guru."
Biar aku yang beritahukan
kepada guru," sahut song wan Kiauw dan segera berjalan ke ruang meditasi-
Berselang beberapa saat
kemudian, song Wan Kiauw sudah kembali ke kamar itu bersama Thio sam Hong-
"Guru" Jie Lian Ciu
dan lainnya langsung memberi hormat.
"Dari tadi ini Lie Heng
belum sadar?" tanya Thio sam Hong sambil menatap In Lie Heng yang
terbaring di tempat tidur dalam keadaan pingsan dan wajahnya tampak merah
sekali-
Thio sam Hong mendekatinya,
lalu membuka bajunya-seketika juga mereka terbelalak,karena melihat ada tanda
merah di dada In Lie Heng, kelihatannya seperti bekas terpukul-
"Aaah—" Thio sam
Hong menghela nafas panjang.
"Pukulan apa yang
mengenai dada In Lie Heng?"
"Bekas itu merah bagaikan
darah," ujar song wan Kiauw.
"Apakah Guru pernah
mendengar tentang ilmu pukulan itu?"
Thio sam Hong
menggeleng-gelengkan kepala, kemudian mulai memeriksa In Lie Heng dengan cermat
sekali, setelah itu, Thio sam Hong menghela nafas panjang lagi.
"Guru, bagaimana keadaan
Sutee?" tanya song Wan Kiauw cemas.
"sulit ditolong. Guru
cuma mampu menyadarkannya dengan Iweekang, sama sekali tidak mampu
mengobatinya," sahut Thio sam Hong dengan wajah murung, lalu sepasang
telapak tangannya ditempelkan di dada In Lie Heng.
Lama sekali Thio Sam Hong
menyalurkan Iweekangnya ke dalam tubuh In Lie Heng. Ketika In Lie Heng mulai
membuka matanya, Thio sam Hong berhenti menyalur Iweekangnya lagi
"In Lie Heng," tanya
Thio sam Hong lembut, "siapa yang melukaimu?"
"Guru.... Guru..."
sahut In Lie Heng terputus-putus dan
suaranya pun lemah sekali.
"Htat... Htat..."
"Htat (Darah) apa?"
tanya Thio sam Hong cepat.
"Htat.... Htat...."
Mendadak kepala In Lie Heng terkulai dan
nafasnya pun putus seketika.
"sutee sutee" teriak
song Wan Kiauw dengan air mata bercucuran,
"satee—"
"Aaaah—" Thio sam
Hong menghela nafas panjang.
"Bu Tong Cit Hiap kini
cuma tertinggal empat orang. Thio Cut san mati bunuh diri, Goh seng Kok mati di
tangan song
Ceng su, dan kini In Lie Heng
mati terkena pukulan aneh- oh ya, siapa yang mengantarkan Lie Heng
pulang?"
"seorang gadis remaja
bernama Tan Giok Cu" sahut Jie Lian ciu memberitahukan.
"Dia masih berada di
ruang depan. Guru mau menemuinya?"
"Ng" Thio sam Hong
mengangguk, lalu berjalan ke luar menuju ruang depan.
Walau Tan Giok Cu tidak kenal
Thio sam Hong, namun begitu melihat guru besar itu, ia langsung bersujud di
hadapannya.
"Thay suhu, terimalah
hormatku" ucapnya.
"Gadis kecil,
bangunlah" ujar Thio sam Hong sambil duduk-
Tan Giok Cu segera bangkit
berdiri- Thio Sam Hong menatapnya tajam, kemudian mempersilakan nya duduk-
"Terima kasih," ucap
Tan Giok Cu lalu duduk-
"Gadis kecil, engkau yang
membawa In Lie Heng pulang?" tanya Thio sam Hong lembut-
"Ya-" Tan Giok Cu
mengangguk-
"Di mana engkau melihat
In Lie Heng?" tanya Thio sam Hong lagi
"Di sebuah lembah—"
jawab Tan Giok Cu dan menutur tentang itu
"Kebetulan aku memang
ingin ke mari-"
"oh? Apa ada sesuatu
penting engkau ke mari?"
"Aku ke mari ingin
menemui Han Liong."
"Hmmm" Thio sam Hong
manggut-manggut.
"Tapi— dia sudah
berangkat ke kuil siauw Lim sie-"
Tan Giok Cu tampak kecewa
sekali- "Aku terlambat ke mari Kalau tidak, aku pasti bertemu dia."
"Gadis kecil" Thio
sam Hong menatapnya seraya bertanya, "Engkau punya hubungan apa dengan Han
Liong?"
"Kami adalah kawan baik.
Ketika masih kecil, dia pernah tinggal di rumahku. Dia baik sekali kepadaku dan
aku pun baik kepadanya," sahut Tan Giok Cu dengan jujur dan menambahkan.
"Tapi sudah lama kami
tidak bertemu. Belum lama ini dia ke rumahku, namun aku belum pulang. Ketika
aku pulang, dia justru sudah berangkat ke mari, maka aku menyusulnya ke
mari."
"oooh" Thio sam Hong
manggut-manggut.
"Gadis kecil, engkau
murid siapa?"
"Bibi sian sian adalah
guruku," jawab Tan Giok Cu, kemudian membaca syair.
"Di belakang Ciong Lam
san, terdapat Kuburan Mayat Hidup, Burung Rajawali dan pasangan Pendekar, tidak
muncul lagi di dunia Kang-ouw."
Ternyata gurumu keturunan sin
Tiauw Tayhiap dan siauw Liong Li. Ini sungguh di luar dugaan" ujar Thio
sam Hong dan menambahkan,
"sin Tiauw Tayhiap Yo Ko pernah
mengajarku beberapa jurus ilmu pukulan, itu... itu sudah seratus tahun lebih.
Aku masih hidup, namun tiga muridku telah meninggal duluan."
(Lanjut ke jilid 09)
Jilid 9
"Thay Suhu," tanya
Tan Giok Cu. "Bagaimana keadaan Paman tua itu?"
"Dia sudah
meninggal," sahut Thio Sam Hong singkat.
"Haaah?" Tan Giok Cu
terbelalak. "Paman tua itu sudah meninggal?"
"ya." Thio Sam Hong
mengangguk dengan wajah murung.
"Dadanya terpukul oleh
semacam ilmu pukulan anehi entah ilmu pukulan apa itu?"
Thay Suhu, aku terlambat
membawa Paman tua itu ke mari, sehingga...." Tan Giok Cu menundukkan
kepala.
"Gadis kecil" Thio
Sam Hong menghela nafas.
"Engkau tidak terlambat
membawanya pulang, sebab muridku itu masih sempat mengucapkan beberapa patah
kata."
"Paman tua itu
mengucapkan apa?" tanya Tan Giok Cu.
"Dia mau memberitahukan
tentang orang yang melukainya, namun sudah tidak keburu, hanya mengucapkan Hiat
saja," jawab Thio Sam Hong sambil menggeleng-gelengkan kepala,
"Hiat?" Tan Giok Cu
bingung. "Thay Suhu tahu apa artinya?"
Thio Sam Hong tersenyum getir.
"Aku sama sekali tidak
tahu apa artinya. Aaahhhh..." Thio Sam Hong menghela nafas panjang,
"Itu merupakan suatu
teka-teki. Aku justru tidak habis pikir, bagaimana In Lie Heng bisa bentrok
dengan orang itu. Mungkinkah In Lie Heng mengetahui rahasia orang itu, maka In
Lie Heng dibunuh untuk menutup mulutnya?"
"Itu memang
mungkin," sahut Jie Lian ciu. "guru, perlukah kami pergi
menyelidikinya?"
"Akan dirundingkan
nanti," ujar Thio sam Hong, kemudian memandang Tan Giok Cu seraya
bertanya.
"gadis kecil, apa
rencanamu sekarang?"
"Thay suhu, aku mau
berangkat ke kuil siauw Lim sie menyusul Kakak Han Liong," jawab Tan Giok
Cu sambil menundukkan kepala.
"Aku..- aku rindu sekali
kepadanya." "Ngmmm" Thio sam Hong manggut-manggut.
"Baik-lah- Apabila engkau
berjumpa Han Liong, beritahukan kepadanya bahwa kami di sini sangat rindu
kepadanya."
" ya." Tan Giok Cu
mengangguk sekaligus berpamit.