Kisah Sepasang Naga Jilid 21

“Nona, kau belum menjawab pertanyaanku. Siapakah yang mengganggumu?”

Suma Li Lian tidak menjawab, tapi lalu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis. Jembel gila itu mengangkat kepala dan sambil memandang langit ia tertawa bergelak-gelak.

“Ha-ha-ha! Kau memang pantas menjadi muridku. Pantas, pantas!” Dengan ujung kakinya ia mencokel tubuh Li Lian dengan perlahan, tapi cukup membuat tubuh gadis itu mencelat mumbul ke atas, berputaran beberapa kali di udara sebelum jatuh lagi ke bawah, tetapi Li Lian sama sekali tidak merasa takut! Kembali kakek jembel itu tertawa bergelak-gelak dan menyambar baju Li Lian untuk mencegah tubuh gadis itu terpelanting.

“Bagus, bagus! berdirilah muridku!”

Sebetulnya sekali-kali bukan maksud Li Lian untuk mengangkat guru kepada orang gila ini ketika berlutut tadi, tapi karena kakek aneh itu telah menerimanya sebagai murid, ia tidak berani menolak atau membantah. Lagi pula di dunia ini tidak ada orang yang berlaku baik kepadanya sehingga dia benci kepada dunia berikut penduduknya, dan sekarang tiba-tiba ada seorang berotak miring yang sangat baik kepadanya, maka diam-diam timbul pikiran baru di dalam otaknya.

Kakek ini mempunyai kepandaian luar biasa, maka kalau dia menjadi muridnya sehingga dapat memiliki kepandaian tinggi, tak mungkin manusia-manusia macam Gak Bin Tong itu berani menghinanya. Gak Bin Tong! Teringat akan nama ini, mata Suma Li Lian langsung memancarkan cahaya kemarahan. Kalau dia memiliki kepandaian tinggi, bahkan dia akan dapat membalas dendamnya kepada pemuda muka putih yang jahanam itu!

“Muridku, sekarang juga kau harus mulai belajar!” kata kakek gila itu.

Dia lalu memutuskan sepotong tali yang digunakan untuk mengikat ujung celana Li Lian di bagian pergelangan kaki kiri, begitu pula dengan ujung celana di pergelangan kaki kanan muridnya. Lalu dia pergi ke bawah pohon dan berjungkir balik dengan kepala di atas tanah dan kaki ke atas.

“Kau tiru ini, dan sandarkan kedua kakimu di batang pohon!” katanya kepada Li Lian.

Semenjak kecil memang Li Lian belum pernah belajar silat sehingga dia sama sekali tidak tahu bagaimana cara orang bersilat, maka begitu mendapat perintah demikian itu, dengan membuta ia menurut dan taat.

Sebentar saja dia merasa kepalanya sangat pening dan berdenyut-denyutan sesudah dia berdiri dengan kepala di bawah macam itu. Kalau tidak ada batang pohon yang menahan tubuhnya, tentu sudah tadi-tadi ia terguling! Tetapi karena hati dan perasaan Li Lian telah dibikin kaku dan membatu oleh penderitaan batin yang dipikulnya, dia bulatkan tekad dan kemauannya dan biar pun andai kata sampai mati pun tak nanti ia menyerah dan mundur!

Agaknya gurunya yang gila itu pun maklum akan kekerasan hati muridnya, maka ia lalu membuka rahasia pelajaran mengatur napas dan latihan lweekang yang sangat luar biasa, karena di kalangan persilatan tidak ada latihan-latihan yang semuanya dilakukan secara aneh dan terbalik macam yang diajarkan oleh si gila ini.

Demikianlah, berhari-hari Suma Li Lian, gadis bangsawan yang sopan santun terpelajar dan halus budi pekertinya itu, kini menjadi murid seorang gila yang sakti dan mempelajari ilmu-ilmu sakti yang sangat mujijat! Karena Li Lian sudah menngalami pukulan batin yang hebat hingga keadaannya boleh dikata tidak sewajarnya lagi, dan kini mendapat seorang orang guru yang gila pula, maka sikapnya pun makin tidak karuan dan ketidak acuhannya akan keadaan diri sendiri membuat dia lebih mendekati kegilaan!

Tanpa hentinya dia menjalani latihan-latihan aneh di dalam sebuah hutan yang tak pernah dikunjungi manusia. Mereka hanya berhenti berlatih apa bila perut telah terasa amat lapar atau mata terasa mengantuk sekali sehingga tidak tertahan lagi. Selain keperluan khusus yang tak dapat ditahan atau ditunda lagi, siang malam mereka terus berlatih mati-matian!

Kakek tua jembel yang berotak miring ini sebenarnya dahulu adalah seorang gagah yang berwatak berani, jujur, dan jantan. Tetapi pada suatu hari dia tersesat seorang diri dalam sebuah goa siluman di mana ia mendapatkan ilmu mujijat yang penuh mengandung hawa siluman kemudian tanpa sadar mempelajarinya.

Ilmu yang dipelajarinya itu demikian mujijat sehingga setelah keluar dari goa itu ia menjadi gila tetapi memiliki kepandaian yang luar biasa anehnya pula, karena gerakan-gerakannya begitu aneh, sesuai dengan orangnya yang menjadi gila! Pengalaman-pengalaman hebat di waktu mudanya ini dapat diikut dalam cerita ‘Bu-beng Kiam-hiap’ yang ramai.

Entah apakah yang menggerakkan jiwa kakek gila itu sampai merasa sangat tertarik dan sayang kepada Suma Li Lian sehingga ia menerima gadis sengsara itu sebagai muridnya dan menurunkan ilmu mujijat yang dimilikinya kepada murid ini. Sesudah mereka berdua bersembunyi di dalam hutan itu selama sebulan lebih, maka si jembel gila lalu mengajak muridnya keluar untuk ikut dalam perantauannya yang tiada tentu tujuan itu.

Kini kecantikan Li Lian sudah lenyap tertutup oleh kekotoran yang menutupi mukanya dan oleh rambutnya yang riap-riapan mengerikan. Tetapi sepasang matanya tetap bening dan jeli, hanya sepasang mata itu mengeluarkan sinar yang seolah-olah merasa jemu melihat segala yang berada di sekelilingnya. Di sepanjang jalan tiada hentinya dan bosannya, Li Lian berlatih silat dan lweekang yang aneh-aneh…..

********************

Kita kembali kepada Giok Ciu, gadis jelita yang patah hati karena kecewa pada Sin Wan kekasihnya. Ia tetap menganggap bahwa pemuda itu telah terpikat oleh kecantikan Li Lian dan telah bermata gelap sehingga melakukan perbuatan rendah, maka perasaan cintanya terhadap pemuda itu kini berubah benci sekali, benci bercampur kecewa dan memandang rendah.

Sesudah berpisah dari Sin Wan pada malam itu, yakni sesudah berhasil membunuh Keng Kong Tosu bersama-sama dengan Sin Wan seolah-olah sekali lagi mereka berlomba dan tidak mau kalah dalam hal mengeluarkan kepandaian membasmi musuh-musuh mereka, Giok Ciu lari cepat di malam gelap. Sesudah keluar dari dusun itu dan memasuki sebuah hutan, ia melihat sebuah kelenteng kecil atau bio yang berdiri terpencil di pinggir jalan.

Bio tua itu tampak sunyi terpencil sehingga menarik perhatian Giok Ciu. Ia lalu masuk ke dalam bio itu. Di tengah-tengah ruangan bio terdapat sebuah patung Dewi Kwan Im yang telah luntur catnya. Melihat patung kecil itu berada di tempat terpencil dan sunyi, apa lagi di dalam keadaan remang-remang dan gelap, maka Giok Ciu seakan-akan melihat betapa patung itu merasa kesunyian dan sengsara karena tiada kawan, hanya sebatang kara di dunia ini. Karena itu sedihlah rasa hatinya. Dia lalu menangis dan mencurahkan semua kedukaan hatinya.

Gadis ini berlutut di depan patung Kwan Im kecil itu sampai fajar menyingsing, kemudian dia duduk bersila dan menjalankan siulian untuk menenangkan pikiran dan istirahat. Untuk beberapa lama ia bersemedhi, sampai suatu saat mendadak dia merasa seakan-akan ada orang yang memandangnya, maka sadarlah ia lalu membuka mata.

Ternyata, seperti dahulu ketika di puncak Kam-hong-san, tidak jauh di depannya tampak duduk pula Gak Bin Tong dengan sepasang mata yang memandangnya amat kagum dan tertarik. Seketika itu juga naiklah warna merah di kedua pipi Giok Ciu dan ia lalu meloncat berdiri.

“Ehh, kau lagi! Mau apa kau mengganggu aku?” bentaknya ambil mencabut pedangnya.

Tapi Gak Bin Tong buru-buru berdiri lalu mengangkat kedua tangannya menyabarkannya. “Maafkan aku, Lihiap. Aku tidak punya maksud jahat terhadapmu, hal ini kau tahu dengan baik. Bila dulu-dulu aku pernah mengeluarkan kata-kata kurang ajar, maka lupakanlah itu dan aku mohon maaf sebesar-besarnya.”

“Jangan bicarakan lagi hal dulu-dulu!” Giok Ciu membentak pula, tapi kali ini ia agak sabar karena melihat sikap pemuda itu.

“Baiklah, Lihiap. Aku selalu ingin sekali bersahabat dengan engkau, sama sekali tak ingin menjadi lawan. Bukankah dahulu aku telah memperingatkan kau dari segala keburukan? Aku pernah mengatakan bahwa Li Lian dan Sin Wan...”

“Tutup mulutmu! Sekali lagi kau menyebut soal mereka, terpaksa pedangku ini yang akan berbicara!”

Gak Bin Tong tersenyum dan mengangkat kedua tangan memberi hormat. “Maaf! Baiklah, aku takkan mengulangi hal itu. Agaknya kau masih saja tidak percaya dan membenciku, Lihiap, sungguh hal itu amat kusesalkan, karena sebetulnya aku ingin menolongmu dalam segala hal.”

Giok Ciu menjadi tidak sabar. “Sudahlah, katakan saja apa maksudmu mengikuti aku dan datang ke sini mengganggu istirahatku?”

Gak Bin Tong memperlihatkan muka terkejut. “Aku tidak mengikutimu, Lihiap. Aku hanya kebetulan saja lewat di sini. Betapa girang hatiku melihat kau berada dalam Bio ini. Aku... aku memiliki dugaan bahwa mungkin sekali kau sedang mencari musuh besarmu, bukan? Nah, kalau betul dugaanku ini, agaknya aku akan dapat menolongmu.”

Mendadak lenyaplah segala kegalakan Giok Ciu. Wajahnya yang tadi muram kini tampak berseri dan penuh semangat.

“Betulkah? Tahukah di mana tempat tinggal siluman itu? Beri-tahukanlah padaku!”

Diam-diam Gak Bin Tong tersenyum. Dia telah menggunakan senjata terampuhnya dalam menghadapi gadis ini.

“Begini, Lihiap. Sekarang ini aku sendiri tidak dapat menentukan di mana ia tinggal, tetapi karena aku kenal semua tempat dan orang-orang di kota raja, mudah sekali bagiku untuk menyelidikinya. Aku tanggung, jika kau ikut aku ke kota raja, pasti dalam waktu beberapa hari saja aku akan memberi-tahu padamu di mana tempat sembunyinya siluman tua itu!”

Giok Ciu adalah seorang gadis yang walau pun mempunyai kepandaian tinggi sekali akan tetapi masih hijau. Dia belum banyak mengenal kepalsuan dan kelicinan muslihat orang. Mendengar kata-kata Gak Bin Tong ini, dia percaya penuh dan merasa bersyukur sekali. Lenyaplah sebagian besar rasa tidak sukanya terhadap pemuda muda putih yang tampan itu. Ia lalu mengangkat kedua tangan di dada dan menjura.

“Saudara Gak, ternyata kau benar-benar seorang sahabat yang baik. Maafkan kelakuan kasarku yang sudah-sudah karena aku bercuriga kepadamu.”

“Sama-sama, Kwie-lihiap, sebagai seorang muda tentu aku pun punya banyak kekhilapan, maka harap dari pihakmu juga dapat memaafkan segala kesalahanku yang sudah-sudah.” Demikianlah, dengan kata-kata yang halus, sopan, dan manis, Gak Bin Tong memasang perangkapnya.

Dan Giok Ciu si dara muda yang masih bodoh ini seperti seekor lalat yang tanpa merasa mendekati jaring laba-laba yang berbahaya. Namun Giok Ciu yang memiliki kepercayaan besar sekali kepada diri sendiri, sedikit pun tidak merasa bahwa pemuda muka putih itu sedang memasang perangkap untuknya.

Sebenarnya hal ini bisa terjadi begitu mudahnya karena sikap Giok Ciu yang memandang rendah kepada pemuda itu. Dia menganggap bahwa betapa pun juga, pemuda itu takkan berdaya menghadapinya dan dia tahu betul bahwa kepandaiannya masih jauh lebih tinggi sehingga tak perlu berkuatir apa-apa. Dia tidak tahu bahwa di samping kelihaian ilmu silat, masih ada kepandaian yang lebih hebat dan lebih berbahaya lagi, yakni tipu muslihat yang banyak digunakan orang untuk menjatuhkan lawan yang lihai dan tangguh!

“Saudara Gak, menurut dugaanmu di manakah adanya Cin Cin Hoatsu pada saat ini?”

“Kalau tidak salah tentu ada di kota raja, tetapi entah di gedung mana. Kita harus berlaku hati-hati sekali, karena pada saat ini di kota raja terdapat seorang yang amat tangguh dan sakti, yakni Beng Hoat Taisu, seorang utusan dari Tibet yang masih paman guru dari Cin Cin Hoatsu sendiri. Aku mendengar berita bahwa kepandaian Taisu ini tinggi sekali, maka kau harus waspada dan berhati-hati, Lihiap.”

“Aku tidak takut, marilah kita berangkat mencari mereka!”

Di dalam hatinya Gak Bin Tong merasa girang sekali karena muslihatnya ternyata sudah berhasil baik. Sejak rahasianya dibuka oleh Suma Li Lian, para pengawal kota raja sudah menganggap dirinya sebagai pengkhianat hingga dia dikejar-kejar sampai di puncak Kam-hong-san. Sekarang dia mendapat kesempatan untuk menebus kedosaannya. Kalau saja dia berhasil menjebak gadis pemberontak ini dan dapat menyerahkannya kepada Cin Cin Hoatsu, tentu dia akan mendapat muka terang dan mendapat jasa!

Tentu saja Giok Ciu sedikit pun tidak pernah menyangka akan apa yang terpikir di dalam kepala pemuda tampan muka putih ini.

Di sepanjang jalan dalam perjalanan mereka ke kota raja dan mencari tahu akan keadaan Cin Cin Hoatsu, Gak Bin Tong berlaku sopan santun dan baik sehingga sedikit kecurigaan yang masih bersisa di dalam hati Giok Ciu dan membuatnya berlaku waspada terhadap pemuda itu, sekarang lenyap sama sekali terganti kepercayaan besar.

Berhari-hari mereka melakukan perjalanan dan setelah masuk ke kota raja, Gak Bin Tong secara sembunyi-sembunyi mengajaknya tinggal di dalam sebuah rumah di pinggir kota. Dari tempat itu tiap malam mereka keluar melakukan penyelidikan. Kadang kala mereka berpisah untuk melakukan penyelidikan masing-masing.

Pada hari kelima sesudah mereka berada di kota yang besar itu, Gak Bin Tong berkata dengan wajah girang setelah kembali dari penyelidikannya, “Nah, terpeganglah sekarang olehku! Aku telah menemukan tempat tinggal siluman itu, Lihiap!”

Mendengar ini hati Giok Ciu girang bukan kepalang. Dengan wajah berseri-seri dia segera menanyakan di mana tempat itu.

“Kita harus berhati-hati, Lihiap. Sekali-kali tidak boleh berlaku lancang dan sembrono. Cin Cin Hoatsu sendiri kepandaiannya tinggi, sedangkan aku belum tahu jelas siapa saja yang tinggal dalam gedung besar itu. Mungkin Beng Hoat Taisu juga berada di situ pula, dan ini berbahaya sekali. Lebih baik malam nanti kita berdua pergi menyelidiki ke sana dan kalau kiranya ada kesempatan baik, kita turun tangan!”

Giok Ciu memandang wajah pemuda itu, kemudian menghela napas. “Saudara Gak, kau sungguh baik hati kepadaku. Pekerjaan ini tiada sangkut-pautnya dengan kau dan sangat berbahaya, maka janganlah kau membahayakan keselamatanmu untuk urusanku. Biarlah malam nanti aku pergi sendiri.”

Gak Bin Tong membalas pandangan nona itu lantas tersenyum menjawab, “Harap Lihiap jangan sungkan, tentu Lihiap sudah tahu betul akan perasaanku terhadapmu. Maaf Lihiap, aku tidak berani mengulang-ulangi hal itu karena kau tak suka mendengarnya. Tentu kau tak percaya padaku, maka biarlah kesempatan ini kugunakan untuk membuktikan betapa murninya perasaanku itu. Biarlah kalau perlu aku mengorbankan jiwa dalam membelamu.”

Giok Ciu merasa terharu mendengar ucapan ini, namun dia tidak berkata apa-apa karena kembali bayangan Sin Wan terbayang di depan matanya dan membuatnya merasa sangat sedih.

Melihat keadaan gadis itu, Gak Bin Tong lalu meninggalkan gadis itu untuk mengadakan persiapan guna penyelidikan mereka malam nanti.

Malam hari itu udara gelap sekali, angkasa hanya diterangi oleh sinar ribuan bintang yang berkelap-kelip. Di dalam kegelapan malam itu, tampak dua bayangan hitam berkelebat di atas genteng-genteng rumah yang tinggi. Mereka ini adalah Giok Ciu dan Gak Bin Tong.

Seperti biasa Giok Ciu mengenakan pakaiannya yang serba hitam dan Ouw-liong Po-kiam tergantung pada pinggangnya. Rambutnya yang hitam dan indah itu diikat ke atas dengan pengikat kepala dari sutera merah. Gak Bin Tong mengenakan pakaian serba biru dan dia tampak gagah sekali. Mereka menggunakan ilmu lari cepat dan berloncat-loncatan di atas wuwungan rumah. Akhirnya tibalah mereka di atas sebuah gedung yang tinggi besar.

“Lihiap, inilah gedungnya. Lebih baik jika kita berpencar, aku masuk dari kiri dan kau dari kanan.”

Giok Ciu mengangguk. Mereka lalu berpencar dan Giok Ciu dengan gesit sekali loncat ke atas wuwungan bangunan sebelah kanan. Ia melihat betapa di bawah sana masih terang sekali, tanda bahwa penghuni gedung itu belum tidur. Hatinya berdebar keras karena dia ingin sekali lekas-lekas bertemu dengan musuh besarnya dan membuat perhitungan.

Ketika dia sedang mengintai ke dalam, telinganya yang tajam mendengar sesuatu di atas genteng sebelah belakangnya. Cepat ia menengok dan melihat bayangan yang berkelebat cepat sekali tapi terus lenyap! Ia kaget sekali karena orang itu memiliki kepandaian tinggi dan gerakannya cepat sekali.

Pada saat dia menduga-duga, tiba-tiba di bawah genteng terdengar suara orang berjalan, maka dia cepat mengintai dari celah-celah genteng. Hatinya berdebar keras ketika melihat bahwa yang berjalan dengan pedang berkilauan di tangan itu adalah Sin Wan!

Ia merasa marah sekali karena hatinya takkan rela kalau pemuda itu mendahuluinya dan membinasakan musuh besar ayahnya. Maka tanpa banyak pikir lagi Giok Ciu cepat-cepat melayang turun untuk menegur dan mengusir Sin Wan.

Tetapi pada saat itu pula dari dalam gedung keluarlah seorang tinggi besar yang langsung menyerang Sin Wan dengan sebatang tongkat ular! Ternyata yang datang ini adalah Kwi Kai Hoatsu!

“Tosu siluman, sekarang kau takkan kulepaskan lagi!” kata Sin Wan dengan marah sambil menangkis dengan Pek-liong Po-kiam.

Pada saat itu Giok Ciu telah turun dan tanpa banyak cakap lagi ia kerjakan Ouw-liong Po-kiam untuk menyerang Kwi Kai Hoatsu sehingga tosu itu terkejut sekali. Menghadapi Sin Wan seorang saja ia tidak mampu menang, sekarang ditambah kehadiran gadis lihai ini. Ia pun segera mundur dengan hati jeri.

Sin Wan juga terkejut melihat Giok Ciu. Hampir saja ia berseru memanggil, tetapi melihat betapa muka gadis itu kelihatan marah dan sama sekali tidak mempedulikan padanya, dia pun diam saja tapi mengerahkan seluruh kepandaiannya untuk menamatkan pertempuran ini.

Ketika Kwi Kai Hoatsu terdesak dan sudah berada dalam keadaan berbahaya sekali, dari dalam gedung tiba-tiba terdengar orang berseru keras dan tahu-tahu Cin Cin Hoatsu telah melayang, kemudian sambil membentak nyaring dia menggunakan ujung lengan bajunya menyerang Sin Wan!

Pemuda ini melihat datangnya serangan yang demikian hebat, maka dia segera merobah gerakan pedangnya dan menangkis. Cin Cin Hoatsu dapat merasakan betapa sambaran pedang pemuda itu hebat sekali, maka dia tidak berani melanjutkan serangannya karena maklum bahwa ujung bajunya tentu akan terbabat putus. Karena itu dia pun meloncat ke belakang sambil berjumpalitan.

“Ha-ha-ha-ha! Kusangka siapakah tamu-tamu malamku, tak tahunya kedua pemberontak muda ini! Memang telah kuduga bahwa kalian tentu akan datang juga akhirnya. Sekarang menyerahlah sebelum kalian mampus di ruangan ini!”

Sementara itu, begitu melihat datangnya musuh besar ini, Giok Ciu segera meninggalkan Kwi Kai Hoatsu dan sekarang ia menuding sambil memaki dengan marah sekali, “Cin Cin, pendeta palsu! Jika kau memang laki-laki sejati, hayolah kau layani aku seribu jurus untuk menentukan siapa yang lebih unggul! Kau telah membunuh ayahku, apakah sekarang kau begitu pengecut untuk menghindari puterinya yang hendak menuntut balas?”

“Ha-ha-ha, nona yang cantik manis. Sungguh aku beruntung sekali mendapat kehormatan untuk melayanimu! Kau kira kau akan dapat menangkan aku? Pula, andai kata kau dapat menangkan aku juga, kau sangka akan bisa lolos dari sini dengan aman? Ketahuilah, kini lebih dari dua puluh orang pahlawan istana telah mengepung gedung ini untuk menangkap kalian!”

Giok Ciu dan Sin Wan terkejut juga mendengar ini. Mereka telah masuk perangkap! Pada saat itu pula dari atas genteng melayang turun bayangan orang dan ternyata yang turun itu adalah Gak Bin Tong dengan pedang di tangan.

“Kwie-lihiap, jangan takut, aku membantumu!” katanya dengan gagah.

Cin Cin Hoatsu tertawa bergelak-gelak, lalu dari punggungnya ia mengeluarkan sebatang pedang dan dari ikat pinggang ia mencabut hudtim-nya yang bulunya berwarna hitam. Dia lalu menyerang ke arah Giok Ciu dengan gerakan cepat dan kuat sekali.

Gadis itu tak menjadi jeri, bahkan ketika tahu bahwa ia telah dikepung, ia hendak berlaku nekad dan mengadu jiwa. Dia menggerakkan Ouw-liong Po-kiam sedemikian rupa hingga Cin Cin Hoatsu kagum sekali. Ternyata bahwa kepandaian gadis ini sangat lihai, bahkan kiam-hoatnya aneh dan tak mampu ia memecahkannya!

Ketika dia mengadu lweekang dan menggunakan pedangnya hendak menyampok pokiam Giok Ciu, kembali ia terheran karena lweekang gadis muda itu pun tidak berada di bawah tingkatannya! Tadinya ia mentertawakan Suheng-nya, yakni Kwi Kai Hoatsu yang memuji-muji kepadaian Sin Wan dan Giok Ciu di depan Sute-nya, tetapi kini setelah ia merasakan sendiri kelihaian Giok Ciu, diam-diam ia merasa jeri dan bingung.

Sementara itu Sin Wan gunakan pokiam-nya mendesak Kwi Kai Hoatsu! Sedangkan Gak Bin Tong yang merasa bahwa kepandaiannya masih jauh di bawah tingkat mereka yang bertempur, hanya berdiri dengan pedang di tangan melihat jalannya pertempuran.

Pada saat yang amat tidak menguntungkan ini, Cin Cin Hoatsu lalu bersuit keras memberi tanda kepada para pahlawan raja yang mengepung gedung itu untuk segera turun tangan membantu. Tetapi meski pun sudah berkali-kali ia bersuit dan berseru memberi tanda, tak ada satu pun bayangan kawan-kawannya yang tampak turun! Hal ini aneh sekali, maka ia merasa sangat gelisah dan terkejut.

Juga Gak Bin Tong yang sebenarnya adalah pengatur dari jebakan ini, mendadak menjadi pucat dan diam-diam merasa cemas sekali. Ia tahu bahwa kepandaian Sin Wan dan Giok Ciu hebat sekali dan kedua imam itu agaknya akan kalah. Ia merasa amat gemas kenapa tanpa diduga sama sekali Sin Wan bisa datang di situ dan mengacau rencananya.

Tapi yang mengherankan sekali, mengapa dua puluh orang gagah yang berada di sekitar tempat itu tidak muncul-muncul? Ia ingin sekali meloncat naik untuk melihat mereka, tapi ia kuatir kalau-kalau gerakan ini akan terlihat oleh Sin Wan dan Giok Ciu sehingga malah menimbulkan kecurigaan, maka ia diam saja sambil berdiri bingung.

Sama sekali mereka tidak menyangka bahwa dua puluh orang yang menjaga di sekeliling tempat itu, semuanya telah kaku karena tertotok oleh tangan yang luar biasa gerakannya!

Dengan jurus Pek-liong Ciau-hai atau Naga Putih Lintasi Laut, akhirnya pedang Sin Wan berhasil menusuk leher Kwi Kai Hoatsu yang berteriak keras lantas roboh di atas lantai! Setelah berhasil merobohkan lawannya, tanpa banyak cakap lagi Sin Wan lalu menerjang Cin Cin Hoatsu yang masih bertempur seru melawan Giok Ciu. Gadis itu merasa gemas sekali melihat Sin Wan ikut menyerbu, maka berkata marah,

“Jangan mencampuri urusanku, biarkan aku membalas sendiri sakit hati ayahku!”

“Bukan engkau saja yang menaruh dendam, aku juga ingin membalaskan sakit hati Kwie-Suhu!” Sin Wan menjawab, lalu ia menggerakkan pedangnya dengan hebat.

Giok Ciu kertak gigi dan perhebat serangannya sebab ia tak ingin didahului oleh Sin Wan. Kembali sepasang pedang pusaka itu seakan-akan berlomba memperebutkan pahala.

Cin Cin Hoatsu merasa takut sekali ketika tiba-tiba kedua lawannya yang masih muda itu lenyap dari pandangan matanya dan seakan-akan berubah menjadi dua sinar hitam putih yang bergulung-gulung menyerang dirinya, seakan-akan sepasang naga hitam dan naga putih yang mencakar-cakar dan menyambar-nyambar.

Imam yang sesat itu menjadi terdesak dan dia masih mencoba untuk menangkis dengan pedang dan kebutannya. Dalam bingungnya ia teringat akan paman gurunya yang berjanji hendak datang. Mengapa susiok-nya itu belum juga muncul?

Maka ia pun berseru, “Susiok...! Bantulah, Susiok...!”

Tapi Sin Wan dan Giok Ciu tidak memberi ketika kepadanya untuk berteriak-teriak terus, karena dengan gerakan mematikan dua pokiam itu berbareng menyambar dan tahu-tahu telah menembusi dada musuh besar itu dari kanan kiri!

Pedang dan kebutan Cin Cin Hoatsu terlepas dari tangan, tubuhnya kejang dan ketika dua pedang itu ditarik keluar, tubuhnya terhuyung dan akhirnya roboh mandi darah!

Giok Ciu yang masih merasa penasaran karena lagi-lagi Sin Wan sudah memperlihatkan ketangkasannya hingga robohnya musuh besar ini pun disebabkan oleh serangan mereka yang berbareng, segera maju dan mengayunkan pedangnya hingga putuslah kepala Cin Cin Hoatsu!

Sementara itu, sesudah melihat betapa musuh besar itu dapat dibinasakan, kini Sin Wan menghampiri Gak Bin Tong yang berdiri dengan wajah pucat. Sikap Sin Wan yang amat menakutkan itu membuat ia mundur-mundur hingga sampai di tembok. Giok Ciu berpaling dan kaget melihat sikap Sin Wan.

“Bangsat hina dina! Laki-laki rendah! Kalau belum membunuh engkau, aku takkan merasa puas!” terdengar Sin Wan berkata perlahan.

“Saudara Bun... jangan... jangan... mengapa kau hendak membunuhku...?” Gak Bin Tong merasa takut bukan main melihat wajah Sin Wan yang menyeramkan karena menahan marah dan gemasnya.

Tapi Sin Wan tak dapat banyak berkata lagi, dengan loncatan cepat dia mengayun Pek-liong Po-kiam ke arah leher Gak Bin Tong yang mencoba menangkis dengan pedangnya.

“Tranggg…!”

Terdengar suara keras sekali dan pedang pemuda she Gak itu putus menjadi dua potong! Ketika Sin Wan menyerang untuk kedua kalinya, tiba-tiba saja sinar hitam berkelebat dan tahu-tahu pedangnya telah tertangkis oleh pedang Giok Ciu!

“Pengecut hina, mau main bunuh saja orang yang lebih lemah?! Lebih pantas kau bunuh dirimu sendiri, atau kau bunuh aku!” kata Giok Ciu.

Sin Wan balas memandang dengan marah. “Hem, jadi kau juga telah kena tipuannya dan pikatnya? Bagus! Bertambahlah alasanku untuk membinasakan anjing ini!”

Kembali ia menyerang Gak Bin Tong tanpa pedulikan Giok Ciu, tetapi gadis yang merasa dipandang rendah sekali itu langsung menggerakkan pedangnya menangkis lagi sehingga sebentar saja mereka berdua sudah bergebrak seru sekali.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar