Kisah Sepasang Naga Jilid 15

Benar saja, Giok Ciu bergerak menjalankan serangan dengan tipu Tiang-khing King-thian atau Pelangi Panjang Melengkung di Langit. Pedangnya bergerak cepat dan dari mulutnya masih melengking suitannya yang membuat Hui Tat mendadak merasa keder dan gugup sekali.

Oleh karena Giok Ciu memang mempunyai tingkat kepandaian dan lweekang yang jauh di atasnya, maka sekali kedua pedang menempel, Hui Tat lantas kehilangan keseimbangan badan dan tangannya. Begitu Giok Ciu menggunakan tangan kiri mengetuk pergelangan tangannya maka pedangnya telah pindah tangan tak terasa pula! Pada saat tubuh gadis itu turun di sebelah kiri lawan, gadis itu menggerakkan pedangnya dan...

“Brebeett...!” ujung pedang itu merobek baju Hui Tat hingga terbukalah baju itu dari batas leher sampai pinggang!

“Nah, tidak lekas berlutut mau tunggu kapan lagi?” bentak Giok Ciu sambil mengayunkan pedang rampasan itu ke atas. Bagaikan anak panah pedang itu lantas menancap di balok melintang hingga hampir setengahnya!

Hui Tat merasa malu dan terkejut sekali. Tanpa berkata apa-apa ia lalu berlari pergi dan menggunakan tangan kanan untuk memegang bajunya yang robek. Sedikit pun dia tidak berani menoleh dan berlari bagaikan dikejar setan karena ia merasa malu sekali! Giok Ciu dan Sin Wan tertawa bergelak-gelak.

“Siauw-san Ngo-sin-to! Janganlah berlaku pengecut, lekaslah kalian keluar untuk mengadu kepandaian! Apakah kalian takut pada kami?”

Kelima Golok Sakti dari Siauw-san yang sudah puluhan tahun membuat nama besar itu, tentu saja tidak sudi menelan hinaan kedua anak muda itu, dan berbareng mereka berlima meloncat menghadapi Sin Wan dan Giok Ciu, sementara itu golok andalan mereka telah berada di tangan masing-masing!

“Hm, anak muda sombong. Kalian terlampau mengandalkan kepandaian sendiri dan tidak pandang sebelah mata kepada semua orang yang berada di sini! Apakah kalian tidak tahu bahwa kami sedang melakukan pesta perjamuan dan bahwa kalian tidak kami undang? Tapi kalian sengaja datang mengacau dan karena ini selain kalian menghina kami berlima orang-orang tua, juga kalian telah memandang rendah dan tidak menghargai semua tamu-tamu kami yang terhormat!” kata Twa-sin-to sambil memandang kepada semua tamu.

Sin Wan terkejut dan mengagumi kecerdikan serta kelicinan orang tua itu. Kata-kata yang dikeluarkan seakan-akan menegurnya itu sesungguhnya adalah semacam hasutan untuk menarik semua tamu di pihak mereka agar semua tamu dipandang rendah oleh Sin Wan dan Giok Ciu sehingga menjadi marah. Maka buru-buru Sin Wan menjura ke sekelilingnya dan berkata dengan suara yang lebih keras lagi dari pada suara Twa-sin-to.

“Cuwi yang terhormat! Ketahuilah bahwa kami berdua orang muda tidak sekali-kali berani memandang rendah terhadap cuwi yang gagah perkasa. Siauwte sudah cukup mendapat didikan kakekku Kang-lam Ciu-hiap untuk berlaku hormat terhadap sahabat-sahabat dari kalangan kang-ouw dan para Lo-cianpwe, sedangkan adikku ini pun telah cukup mendapat didikan dari ayahnya yang tak lain adalah Kwie Cu Ek si Harimau Terbang! Kami berdua adalah keturunan orang-orang gagah yang binasa dalam keadaan mengandung penasaran karena penghinaan orang-orang semacam Ngo-sin-to ini! Kini kami datang ke sini semata-mata hendak membalas sakit hati atas terbunuhnya orang-orang tua kami, dan urusan kami hanyalah dengan Ngo-sin-to, sedikit pun tiada sangkut paut dengan cuwi sekalian!”

Mendengar kata-kata Sin Wan ini, semua tamu diam-diam mengangguk-angguk karena nama-nama besar seperti Kang-lam Ciu-hiap dan Hui-Houw Kwie Cu Ek memang sudah mereka dengar dengan baik. Maka sebagian besar dari pada mereka ini lalu duduk dan tidak ingin mencampuri urusan orang lain yang sebenarnya adalah urusan pribadi, karena balas dendam perseorangan ini sedikit pun tiada sangkut pautnya dengan mereka.

Tapi seorang pertapa rambut panjang yang digelung ke atas dan memakai tusuk rambut emas dan berjubah warna merah, segera berdiri dari tempat duduknya lalu tubuhnya yang jangkung kurus itu berjalan tenang menghampiri Sin Wan dan Giok Ciu. Ia mengangguk ke arah tuan rumah lalu berkata kepada Sin Wan,

“Eh, anak muda! Kau pandai sekali menggunakan nama kakekmu Kang-lam Ciu-hiap dan nama Hui-Houw Kwie Cu Ek untuk menakut-nakuti para tamu! Namun ketahuilah bahwa nama-nama yang kau sebut itu tidak berada di atas kedudukan dan tingkatku, maka aku tidak berlaku lancang kalau mengajukan diri untuk membereskan urusan ini!”

Melihat tosu tinggi kurus yang bermata tajam itu datang-datang membela tuan rumah, Sin Wan segera mengerti bahwa urusan akan menjadi hebat, maka buru-buru ia mengangkat tangan memberi hormat,

“Totiang dari mana dan siapakah maka sudi melelahkan diri mengurus kami yang muda-muda?”

Tosu itu tertawa sambil mendongakkan kepalanya ke atas sehingga lehernya memanjang bagaikan leher merak.

“Aku adalah Keng Kong Tosu. Kau tadi bilang bahwa urusanmu dengan Siauw-san Ngo-enghiong tidak ada sangkut pautnya dengan para tamu, tetapi mengapa kawanmu sudah menghina seorang tamu, yakni Hui Tat Enghiong tadi? Apakah kalian benar-benar hendak mengagulkan kepandaian di sini?”

Atas pertanyaan ini Giok Ciu yang maju menjawab. “Bukankah Totiang tadi sudah melihat sendiri bahwa orang she Hui adalah seorang sombong yang hendak menggunakan nama Kun-lun-pai untuk menjual muka? Sebagai keturunan seorang tokoh Kun-Lun tentu aku tak akan membiarkan nama Kun-lun-pai dipermainkan orang macam itu!”

“Hm, sungguh masih muda tapi sudah mempunyai suara besar! Kulihat kepandaian nona ini cukup bagus, maka tentu kepandaianmu lebih kuat lagi, anak muda! Sebenarnya kau murid siapakah?”

“Guru kami adalah Bu Beng Sianjin.”

Tapi nama ini tak dikenal oleh Tosu itu, maka ia mengeluarkan suara ejekan. “Ketahuilah, anak muda. Siauw-san Ngo-enghiong bukanlah anak-anak kecil yang bisa seenaknya kau ajak berkelahi. Itu berarti kalian menghina padanya, sedangkan aku pada saat ini menjadi tamu, maka bagaimana aku bisa membiarkan orang luar menghina tuan rumahku? Biarlah kuukur dulu kepandaianmu apakah sudah cukup pantas untuk digunakan melayani Ngo-enghiong. Kalau kepandaianmu masih terlampau rendah, maka pulanglah saja dan belajar barang sepuluh tahun lagi sebelum memberanikan diri mencari Siauw-san Ngo-enghiong!” Sambil berkata begini Tosu ini mengeluarkan sebuah hudtim, yakni kebutan pertapa dan sebatang pedang pendek, lalu menghadapi Sin Wan sambil berkata,

“Nah, keluarkanlah senjatamu dan kalian berdua boleh maju berbareng.”

Sin Wan dan Giok Ciu marah sekali melihat lagak orang ini yang secara terang-terangan memandang rendah kepada mereka. Tapi Sin Wan memberi isyarat kepada Giok Ciu dan sambil mencabut pedangnya ia berkata kepada Keng Kong Tosu,

“Totiang, ketahuilah! Kami berdua bukanlah orang-orang berwatak pengecut yang mudah digertak untuk menarik kembali niat kami membalas dendam. Jangankan baru kau yang menghalangi kami, biar pun menghadapi lautan api akan kami terjang untuk mencari dan membalas dendam ini! Kalau kau orang tua hendak merendahkan diri dan mengotorkan tangan mencampuri urusan yang tak ada sangkut pautnya denganmu, maka silakan maju dan jangan dikira kami takut padamu!”

Melihat ketabahan dua anak muda yang bersikap tenang ini, Keng Kong Tosu yang sudah banyak pengalaman maklum bahwa dua anak muda ini tentu memiliki kepandaian tinggi. Apa lagi ketika melihat sinar pedang Pek-liong Po-kiam yang mengeluarkan hawa mujijat dan sinar mengerikan! Diam-diam Keng Kong Tosu terkejut bukan main dan menjadi keder menghadapi pokiam yang benar-benar jarang dicari keduanya itu. Namun sebagai seorang yang mempunyai tingkat dan disebut Lo-cianpwe oleh kebanyakan orang kang-ouw, Keng Kong Tosu menenangkan hatinya.

Tiba-tiba ia mengeluarkan suara ketawa menyeramkan yang nyaring dan panjang. Suara ini memang terdengar aneh dan seram hingga semua orang yang berada di situ merasa bulu tengkuk mereka berdiri, karena selain terdengar sangat menyeramkan, juga suara tawa itu mengandung pengaruh yang kuat sekali!

Memang tosu itu tengah mengeluarkan kepandaian Hoat-sut-ya, yaitu semacam sihir atau ilmu hitam. Dengan mukjizat dia dapat menyebarkan pengaruh yang kuat di dalam suara ketawa itu untuk membuat Sin Wan lemah semangat dan terpengaruh olehnya.

Dan memang betul. Sin Wan yang terkena tenaga yang sebetulnya ditujukan sepenuhnya kepadanya itu merasa seolah-olah ada sesuatu yang memukul dari dalam tubuhnya, yaitu tenaga yang memasuki telinganya dan terbawa oleh suara ketawa yang menyeramkan itu. Akan tetapi, sebelum dia merasa mabuk dan pening, tiba-tiba jari tangan kanannya yang memegang pedang merasakan seperti ada air hangat yang menjalar ke seluruh tubuh dan mengusir pergi pengaruh mukjizat itu!

Sin Wan menduga bahwa tentu pokiam-nya yang memang ampuh dan mukjizat itu sudah menolongnya dan dari pokiam-nya itulah datangnya tenaga hawa aneh yang melenyapkan pengaruh ilmu hitam! Maka dia lalu tersenyum dan dengan hati tetap berkata,

“Majulah, Totiang!”

Keng Kong Tosu heran dan terkejut sekali ketika melihat betapa Sin Wan tenang-tenang saja seolah-olah tidak terpengaruh oleh suaranya, bahkan ketika Giok Ciu juga mencabut pedangnya yang hitam mulus bersinar-sinar, dia merasa betapa cahaya pedang itu tajam menusuk matanya sehingga ia mundur dua tindak!

Segera ia dapat menguasai dirinya kemudian dengan seruan keras ia maju menyerang. Ia mengayunkan pedang dan hudtim dari dua jurus yang bertentangan, menyerang tempat-tempat berbahaya di tubuh anak muda itu!

“Bagus!” seru Sin Wan yang segera mengelebatkan pokiam-nya dan menangkis.

Keng Kong Tosu membiarkan pedang pendeknya tertangkis, sebab pedang pendeknya itu pun pedang pusaka yang ampuh dan tajam, tapi dia tidak berani membiarkan hudtim-nya menjadi putus oleh pedang lawan yang sangat hebat itu, maka cepat sekali ia kelebatkan kebutan itu dan kini meluncurlah ujung kebutan itu dengan cepatnya ke arah jalan darah di leher Sin Wan! Inilah serangan maut yang amat berbahaya dan disebut gerak tipu Hio-te Hoan-hwa atau Di bawah Daun Cari Bunga.

Namun Sin Wan sudah berlaku waspada. Cepat dia merubah bhesi dengan memiringkan kepala dan leher hingga ia dapat berkelit dari ujung kebutan lalu balas menyerang dengan pokiam-nya yang tidak kalah hebat dan berbahayanya. Serangan balasan ini sedemikian hebatnya sehingga Keng Kong Tosu berseru kaget dan meloncat mundur sambil memutar pedang pendeknya di depan tubuhnya sebagai pelindung.

Tapi ketika Sin Wan memutar pula pedangnya ke arah yang bertentangan, kedua pedang itu lantas beradu keras dan hampir saja pedang pendek Keng Kong Tosu terlepas karena kuatnya serangan lweekang anak muda itu. Keng Kong Tosu merasa telapak tangannya panas dan ia menjadi pucat karena timbul rasa jeri terhadap anak muda yang tenang ini!

Untung gadis itu tidak maju mengeroyoknya, kalau terjadi hal ini, tentu ia tidak akan dapat bertahan, karena ia tahu bahwa pokiam di tangan gadis itu mukjizat sekali dan tidak kalah ampuhnya dengan pokiam putih di tangan pemuda ini! Diam-diam Keng Kong Tosu heran sekali mengapa tiba-tiba di dunia kang-ouw bisa muncul jago-jago luar biasa yang semuda ini dan dia mulai berpikir siapa gerangan suhu mereka yang tadi disebut Bu Beng Sianjin itu! Tapi serangan dan desakan Sin Wan membuat ia tidak dapat berpikir karena ia harus memusatkan seluruh perhatiannya kepada senjata musuh agar tidak sampai dirobohkan.

Setelah bertempur hampir dua ratus jurus dengan hebat sekali, mulailah Keng Kong Tosu terdesak hebat hingga tak berdaya. Ia segera mengerahkan kekuatan gaibnya dan sambil menyemburkan tenaga dari dada dan perutnya ke arah lawan, ia pun membentak dengan suara menggeledek,

“Robohlah kau!”

Tenaga ilmu hitam ini hebat sekali karena Sin Wan merasa betapa tenaga raksasa yang tidak kelihatan mendorongnya ke belakang hingga ia terhuyung-huyung dan bhesi kakinya tergempur. Tapi aneh, kembali ada tenaga hangat yang menjalar dari telapak tangan yang memegang pedang hingga ia tertolong dari bahaya maut karena pada saat itu Keng Kong Tojin yang sangat heran melihat lawannya tidak roboh terkena ilmu hitamnya tetapi hanya terhuyung saja, langsung maju menerjang dan mengirim serangan maut dengan pedang pendek dan hudtim-nya!

Ketika itu ujung hudtim telah dekat sekali dengan urat di leher Sin Wan yang jika terkena akan menghentikan jalan pernapasannya. Namun untung sekali pemuda itu telah tertolong oleh hawa pedangnya sehingga ia bisa menggulingkan diri ke samping dan menggunakan pokiam-nya menyabet keras ke arah lengan lawan yang memegang hudtim!

Keng Kong Tosu berteriak kaget sambil menarik lengannya, tapi Pek-liong Po-kiam telah berhasil membabat kebutannya itu sehingga putus di dekat gagangnya! Kemudian dengan hati gemas Sin Wan maju menyerang dan mengeluarkan Pek-liong Kiam-sut yang jarang terdapat keduanya di dunia ini!

Payahlah Keng Kong Tosu mempertahankan diri. Maka dengan terpaksa sekali dan lupa akan rasa malu, ia meloncat mundur keluar dari kalangan pertempuran sambil berkata,

“Kau hebat sekali! Biar lain kali kita bertemu pula!” kemudian dengan cepat sekali Tosu itu kabur turun gunung karena merasa tidak ada muka untuk bertemu dengan semua orang yang menyaksikan kekalahannya tadi!

Dengan pedang di tangan kini Sin Wan dan Giok Ciu menghadapi kelima musuh besarnya yang sementara itu telah bersiap sedia, walau pun hati mereka gentar bukan main melihat kehebatan Sin Wan tadi. Tetapi betapa pun juga mereka masih mengandalkan Ngo-heng-tin mereka, yaitu barisan lima elemen yang diatur oleh kelima golok mereka. Selamanya belum pernah mereka dapat dikalahkan musuh dalam barisan hebat ini.

“Ngo-sin-to, bersiaplah menerima binasa!” kata Giok Ciu.

Twa-sin-to tersenyum, “Kalian anak-anak muda sungguh sayang sekali, sesudah memiliki kepandaian tinggi akhirnya harus mampus di tangan kami.”

Setelah Twa-sin-to berkata demikian maka ia bersama keempat saudaranya lantas berdiri berjajar, yang tertua di depan, kedua di belakangnya, demikian seterusnya hingga mereka merupakan barisan seekor ular. Memang mereka sengaja membentuk Kim-coa-tin atau Barisan Ular Emas,

“Bersiaplah kalian menerima binasa!” Twa-sin-to berkata keras, lalu dia maju menyerang Sin Wan dengan goloknya.

Harus diketahui bahwa golok kelima orang tua ini, selain indah dipandang dan bergagang emas, juga terbuat dari baja tulangan yang baik sekali hingga merupakan senjata mustika yang sangat ampuh dan tajam, maka senjata itu berani menghadapi Pek-liong dan Ouw-liong tanpa kuatir tertabas putus. Dan golok berat itu dimainkan dengan gerakan-gerakan golok yang khusus mereka pelajari untuk digunakan dalam barisan mereka ini sehingga gerakan mereka bagaikan dilakukan oleh satu orang saja!

Melihat datangnya serangan, Sin Wan menangkis dan balas menyerang, tetapi Twa-sin-to yang merupakan kepala barisan ular cepat menjauhinya dan serangan itu disambut Ji-sin-to, lalu diteruskan oleh serangan Sam-sin-to! Demikianlah, setiap kali gebrakan Sin Wan menghadapi orang lain, sedangkan lima orang itu bergerak teratur sekali bagaikan seekor ular merayap-rayap!

Sin Wan menjadi bingung dan pada saat itu pula Giok Ciu berseru keras lalu menyerbu. Pertempuran menjadi lebih ramai karena kini dua pedang melawan lima golok!

Dengan masuknya Giok Ciu ke dalam pertempuran maka Kim-coa-tin dapat dibikin bubar dan kacau karena bila Sin Wan menyerang kepalanya, Giok Ciu lalu membarengi dengan menghantam lehernya atau orang yang kedua sehingga gerakan barisan ular itu tidak bisa otomatis lagi dan terpotong-potong!

Karena inilah maka Twa-sin-to yang selalu merupakan pimpinan karena ia memang paling cerdik, juga kepandaiannya paling tinggi, lantas bersuit dua kali dan tiba-tiba barisan ular itu bergerak-gerak dan berubah menjadi barisan ombak samudra! Tiga orang menyerang Sin Wan dan Giok Ciu sedangkan yang dua lagi menyerang sambil bergulingan dan selalu menujukan golok mereka ke arah kaki kedua anak muda itu! Golok kelima orang ini terus menyambar-nyambar dan sekali saja kaki terbabat, maka akan putuslah kaki anak-anak muda itu!

Sin Wan dan Giok Ciu tak bisa mendesak dua orang yang bergulingan sambil menyerang kaki mereka itu karena tiga orang lawan menjaga dengan kuat tiap serangan ke arah dua orang penyerang bawah itu. Mereka dilindungi oleh tiga orang penyerang atas! Barisan ini bahaya sekali dan membingungkan Sin Wan dan Giok Ciu yang tiap kali harus berloncat-loncatan melindungi kaki mereka!

Tiba-tiba Giok Ciu bersuit keras, lalu dia menggunakan ginkang-nya untuk berkelebat ke atas dan menyerang orang-orang yang bergulingan itu dengan menyambar-nyambar dari atas! Begitu melihat gerakan ini Sin Wan teringat akan ilmu silat garuda terbang yang dulu diajarkan oleh Kwie Cu Ek, maka dia pun lalu menggunakan ginkang-nya untuk melayani barisan aneh ini!

Diserang oleh dua anak muda yang sangat gesit dan memiliki ginkang tinggi ini sehingga merupakan sepasang garuda menyambar-nyambar, barisan ombak samudra lalu menjadi kacau balau. Maka kembali Twa-sin-to bersuit keras tiga kali dan sekali ini kelima Tosu itu mengeluarkan kepandaian mereka yang paling hebat, yakni Ngo-heng-tin atau Barisan Lima Elemen merupakan segi lima yang kadang-kadang berubah menjadi Bundaran.

Mereka lari berputar dan menyerang Sin Wan dan Giok Ciu dari lima jurusan yang teratur sekali! Golok mereka yang berat dan tajam bergerak dengan cepat dan pergerakan kelima golok itu demikian teratur, dengan otomatis mereka saling membantu kawan sehingga tiap serangan merupakan serangan berantai!

Misalnya Twa-sin-to menyerang, maka musuh yang berkelit langsung disambut serangan golok kedua dan demikian seterusnya hingga apa bila lawan mendapat sebuah serangan, berarti ia harus dapat pula berkelit dari empat serangan golok lain! Karena mereka berlima menyerang dan bersilat sambil berputaran dan mengurung Sin Wan dan Giok Ciu yang berada di tengah, maka kedua anak muda itu tak dapat bergerak leluasa.

Tiba-tiba Giok Ciu memberi seruan keras, pokiam-nya lantas mendengung mengeluarkan suara ketika digerakkan dengan hebatnya! Ternyata gadis itu telah menggunakan pokiam-nya dan bersilat dengan ilmu Pedang Naga Hitam, yaitu Ouw-liong Kiam-sut yang menjadi kepandaian simpanannya!

Melihat betapa kawannya telah mulai bersungguh-sungguh, Sin Wan tidak mau kalah dan setelah berseru keras, ia menggerakkan pedangnya yang putih dalam ilmu Pedang Naga Putih atau Pek-liong Kiam-sut!

Sebentar saja kedua pemuda-pemudi itu lenyap dalam gulungan dua sinar pedang hitam dan putih yang mengeluarkan hawa dingin dan panas secara mukjizat sekali!

Yang menonton pertandingan ini diam-diam meleletkan lidah melihat kehebatan permainan pedang kedua anak muda itu! Pedang hitam dan putih itu kini seakan-akan telah berubah menjadi sepasang naga hitam dan putih yang melayang-layang dan menyambar-nyambar menerbitkan angin, gerakan yang indah tapi buas sekali.

Sesudah memainkan Ouw-liong Kiam-sut dan Pek-liong Kiam-sut, Sin Wan dan Giok Ciu menjadi demikian gembira hingga seakan-akan mereka berlomba memperebutkan pahala! Sebentar saja terdengar jeritan ngeri ketika pada saat hampir berbareng sepasang pokiam itu menyambar leher dua orang tosu hingga leher mereka terbabat lalu kepalanya terpental jauh!

Tiga tosu lainnya menggertak gigi dan melawan dengan nekad, namun dibarengi teriakan nyaring, kembali pedang hitam Giok Ciu sudah menembus dada Sam-sin-to hingga tosu ini menjerit ngeri dan roboh binasa. Melihat hasil Giok Ciu ini, Sin Wan tidak mau kalah. Dengan gerak tipu Pek-liong Cut-tong atau Naga Putih Keluar Goa, ia berhasil menusuk mati Ji-sin-to!

Kini tinggallah Twa-sin-to seorang yang masih melawan mati-matian. Tetapi karena kedua anak muda itu agaknya benar-benar bersaing dalam membunuh musuh mereka, tak lama kemudian kedua pedang itu dengan secara hebat sekali dan tak terduga datangnya, tahu-tahu telah menembus perutnya! Saudara tertua dari Siauw-san Ngo-sin-to ini roboh tanpa dapat bersuara lagi! Melihat betapa kelima musuh besar telah menggeletak dalam darah mereka sendiri, Sin Wan dongakkan kepala ke atas dan berseru keras,

“Ibu, Kongkong! Lihatlah, musuh-musuhmu telah dapat kami binasakan!”

Dia lalu tertawa bergelak-gelak, tetapi sebentar kemudian disusul dengan suara tangisnya terisak-isak. Giok Ciu ikut menangis tersedu-sedu di samping Sin Wan, karena ia teringat akan kematian ayahnya sendiri yang hingga saat itu belum juga bisa terbalas!

Musuh besar gadis ini ialah Cin Cin Hoatsu, yakni pendeta Tibet yang sudah membunuh ayahnya, sedangkan pada saat itu ia belum dapat bertemu dengan musuh besar itu.

Semua tamu yang tadinya merasa ngeri dan kagum melihat betapa dua orang muda yang kosen dan lihai sekali itu mampu menewaskan kelima golok sakti dari Siauw-san dengan mudah, kini merasa heran sekali melihat betapa keduanya berdiri sambil menutup muka dan kucek-kucek mata dengan kedua tangan dalam tangisan sedih!

Mendengar tangis Giok Ciu makin keras saja, Sin Wan menunda tangis dan memandang ke arah gadis itu dengan rasa heran. Ia sendiri tadi menangis karena terharu dan girang, terharu teringat akan ibunya dan kakeknya yang tercinta, dan girang karena akhirnya dia berhasil membasmi semua musuh besar. Tetapi sekarang mendengar tangis Giok Ciu, ia memandang heran dan kuatir.

“Ehh, moi-moi kau kenapakah?” tanyanya sambil memegang pundak orang.

Mendengar pertanyaan ini, Giok Cu semakin memperhebat tangisannya dan dia kipatkan tangan Sin Wan yang memegang pundaknya! Sin Wan menjadi makin heran dan bertanya mendesak,

“Ehh, moi-moi, kenapakah? Mengapa kau ngambek? Katakanlah.”

Sementara itu para tamu merasa heran sekali melihat tontonan ini, sebab dua anak muda yang lihai itu ternyata bersikap seolah-olah di situ hanya ada mereka berdua saja! Benar-benar sepasang orang muda yang berilmu tinggi dan bersikap luar biasa dan aneh!

“Kau… kau murid yang tidak setia! Sudah lupakah kau akan terbunuhnya ayahku? Atau… atau kau tak mau ambil peduli lagi?”

“Moi-moi, jangan bicara begitu! Sakit hati ayahmu adalah sakit hatiku juga, penderitaanmu adalah penderitaanku juga! Mari kita mencari Cin Cin Hoatsu untuk membalas kematian hati ayahmu!”

Kemudian Sin Wan memandang ke sekeliling dan menjura, “Dengan amat menyesal kami mengharap cuwi suka memberi maaf kepada kami orang-orang muda yang datang untuk menagih hutang kepada kelima orang yang kini telah tewas ini. Sekali lagi kami tekankan bahwa kami tiada urusan apa-apa dengan cuwi. Mungkin di antara cuwi ada yang tahu di manakah seorang Tibet yang bernama Cin Cin Hoatsu?”

Tiba-tiba dari sudut kiri terdengar suara orang bertanya, “Jiwi mencari Cin Cin Hoatsu ada urusan apakah?”

Sin Wan menengok dan Giok Ciu segera keringkan air matanya lalu turut berpaling juga. Ternyata yang bertanya adalah seorang tua yang gundul dan Hwesio ini tampaknya gagah dan berkepandaian. Melihat sikap orang yang ramah tamah dan pandangan matanya yang menyatakan simpati kepada mereka itu, Sin Wan lalu maju dan menjura,

“Apakah Lo-suhu dapat menolong kami memberi-tahukan tempat Cin Cin Hoatsu? Orang tua penjilat Kaisar itu adalah musuh kami juga, sebab ia telah membunuh mati suhu kami, Kwie Cu Ek.”

Hwesio itu mengangguk-angguk. “Untuk mencari Cin Cin Hoatsu bukanlah perkara mudah, karena selain Lo-cianpwe itu memiliki kepandaian tinggi sekali, juga ke mana ia pergi tak seorang pun yang dapat mengetahuinya. Khabarnya ia mendapat tugas dari Kaisar untuk melawat ke Tibet membawa pesan rahasia dan penting. Tahukah kalian bahwa Keng Kong Tosu yang kau kalahkan tadi juga seorang di antara saudara-saudaranya?”

Alangkah kecewa dan menyesalnya Sin Wan dan Giok Ciu. Kalau saja tadi mereka tahu bahwa Keng Kong Tosu adalah sute atau saudara Cin Cin Hoatsu, tentu mereka tak akan melepaskan begitu saja!

Melihat kekecewaan kedua anak muda itu, si Hwesio segera menambahkan, “Tetapi yang pasti ialah bahwa waktu ini Cin Cin Hoatsu telah pergi ke Tibet!”

Sin Wan dan Giok Ciu menghaturkan terima kasih kemudian mereka cepat meninggalkan tempat itu untuk menyusul ke Tibet.....!
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar