Kisah Si Pedang Terbang Jilid 23

Nam-kiang-pang kini telah dikuasai sepenuhnya oleh Seng Gun setelah dia mengeram Tio Hui Po di tempat tahanan bawah tanah. Dia menyingkirkan dan membunuh banyak orang Nam-kiang-pang yang setia pada ketua Tio, dan hanya anak buah Nam-kiang-pang yang bersedia taat kepadanya saja yang masih dibiarkan hidup. Sebagian besar dari mereka ini mengaku taat dan takluk karena takut, tetapi diam-diam di dalam hati mereka menentang ketua baru yang berkhianat itu.

Para anak buah Nam-kiang-pang yang terpaksa tunduk kepada Seng Gun jumlahnya ada seratus orang. Kemudian Seng Gun mendatangkan lima puluh orang anggota Hoat-kauw sehingga para anggota Nam-kiang-pang semakin tak berdaya karena tingkat kepandaian orang-orang Hoat-kauw itu rata-rata lebih tinggi dari tingkat kepandaian mereka. Andaikan mereka akan melawan pun tidak ada gunanya karena mereka pasti akan kalah. Dan lima puluh orang Hoat-kauw itu bersikap sebagai pimpinan yang memperlakukan orang-orang Nam-kiang-pang sebagai pelayan.

Hari itu suasana di Nam-kiang-pang sunyi sekali, padahal semua anggota dikumpulkan di lapangan. Sejak kemarin Seng Gun bersama para tokoh Hoat-kauw pergi meninggalkan perkampungan itu sebab mereka akan pergi ke Bukit Harimau untuk menghadiri perayaan pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Kini penjagaan dan kekuasaan di Nam-kiang-pang oleh Seng Gun diserahkan kepada lima puluh orang anak buah Hoat-kauw dan seorang tokoh Hoat-kauw bernama Kauw Lo diangkat sebagai pimpinan.

Kauw Lo adalah murid dari Ang-sin-liong Yu Kiat, berusia tiga puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan galaknya bukan main. Mukanya hitam karena penyakit kulit, maka dia nampak semakin menyeramkan. Akan tetapi dia memang lihai, sebagai murid utama Ang-sin-liong dia pandai mempergunakan sebatang golok besar.

Pagi itu dia mengumpulkan seratus orang anggota Nam-kiang-pang dan lima puluh orang anggota Hoat-kauw di lapangan, ada pun dia sendiri berdiri di atas panggung tinggi yang dibuat khusus untuk keperluan memberi perintah dan komando kepada para anak buah.

"Orang-orang Nam-kiang-pang, dengar baik-baik perintahku ini! Kalian semua pasti sudah tahu bahwa penjahat besar Ciu Kang Hin masih berkeliaran dan belum mampus. Selama dia masih berkeliaran maka kita tidak akan aman. Pengkhianat itu harus dicari dan dapat ditangkap, mati atau hidup. Oleh karena itu hari ini kita akan mencari dengan berpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Kalian berpencar dalam sepuluh kelompok yang masing-masing terdiri dari sepuluh orang dan ditemani oleh lima orang Hoat-kauw, lantas sepuluh kelompok dari lima belas orang itu mencari ke semua penjuru. Mengertikah?"

Seperti sekawanan burung orang-orang itu menjawab. "Kalau nanti di antara kalian ada yang melihat penjahat Ciu Kang Hin harus berseru dan memanggil kawan-kawan."

Pada saat itu pula nampak tiga sosok bayangan berloncatan naik ke atas panggung, lalu terdengar suara nyaring hingga dapat terdengar oleh semua orang yang berada di bawah panggung.

"Ciu Kang Hin berada di sini!"

Semua orang yang berada di bawah panggung terkejut. Orang yang tadi menjadi bahan pembicaraan itu kini sudah berada di situ, di atas panggung. Kekagetan membuat mereka hanya melongo saja, tidak tahu harus berbuat apa.

Juga Kauw Lo amat terkejut dan dia pun melihat dengan mata terbelalak. Tiga orang yang muncul di hadapannya itu sama sekali tidak menakutkan, apa lagi Mei Li yang cantik jelita dan Han Lin yang tersenyum-senyum. Akan tetapi Kang Hin kelihatan sangat marah dan menyeramkan, matanya seperti mengeluarkan bara api.

"Ciu-twako, serahkan muka hitam ini kepadaku!" kata Mei Li sambil tersenyum mengejek.

Kang Hin setuju. Orang muka hitam itu tidak penting. Yang penting adalah seratus orang bekas anak buahnya yang berada di bawah, yang harus disadarkan.

"Saudara-saudara anggota Nam-kiang-pang! Perkumpulan kita telah dikuasai orang-orang Hoat-kauw! Tong Seng Gun adalah seorang penyelundup, dia adalah musuh besar Nam-kiang-pang. Hayo kita serang orang-orang Hoat-kauw, jangan takut, ada aku di sini!"

Mendengar ucapan itu, orang-orang Nam-kiang-pang bangkit semangatnya. Sejak semula mereka memang tak percaya kalau Kang Hin jahat. Dan melihat sikap orang-orang Nam-kiang-pang, orang-orang Hoat-kauw menghardik.

"Apakah kalian berani melawan kami?!"

Kang Hin meloncat turun dari atas sambil berseru. "Serbuuuu…!"

Maka bergeraklah seratus orang Nam-kiang‑pang itu, menggerakkan senjatanya masing-masing menyerang anggota Hoat-kauw sehingga terjadilah pertempuran yang seru. Kang Hin mengamuk dan bagaikan orang membabat rumput saja dia merobohkan orang-orang Hoat-kauw.

Kauw Lo marah sekali. Ketika dia hendak meloncat turun, dia sudah dihadang oleh Mei Li. Melihat seorang gadis cantik berani menghadangnya, Kauw Lo memandang rendah lantas membentak, "Engkau anak perempuan kecil, apakah sudah bosan hidup?!"

Mei Li sudah berusia hampir sembilan belas tahun, sudah merasa dewasa sepenuhnya. Kini dimaki anak perempuan, tentu saja menganggap makian itu sebagai penghinaan dan mukanya menjadi merah. Namun karena dia memang berwatak lincah jenaka, maka dia tidak memperlihatkan kemarahannya melainkan menjawab dengan nada suara mengejek.

"Ehh, munyuk monyet muka hitam, engkaulah yang sudah bosan hidup dan nonamu yang akan menghabisi riwayatmu yang hitam!"

Dalam keadaan biasa tentu Kauw Lo akan mencoba untuk menguasai dan mendapatkan gadis itu karena dia pun terhitung orang yang mata keranjang. Namun keadaan sekarang sangat gawat dengan munculnya Kang Hin yang sudah dia dengar kelihaiannya, maka dia ingin menghalau penghalang itu walau pun merupakan seorang gadis yang sangat cantik jelita.

"Mampuslah!" bentaknya, kemudian golok besarnya mengeluarkan sinar berkilauan ketika menyambar ke arah leher Mei Li.

Tapi mudah saja bagi Mei Li untuk menghindarkan diri dengan menundukkan kepala, dan sinar pedang di tangan kirinya sudah mencuat ke arah perut penyerangnya yang menjadi kaget setengah mati. Dengan gugup Kauw Lo melompat ke belakang, akan tetapi pedang kanan Mei Li sudah menyambar. Maka terpaksa dia menggerakkan goloknya menangkis, dan murid utama Ang-sing-liong ini segera dihujani sambaran pedang sehingga tidak bisa membalas sama sekali.

Melihat bahwa lawan Mei Li ternyata tidak berbahaya, justru anak buah Nam-kiang-pang yang harus melawan secara mati-matian terhadap serangan orang-orang Hoat-kauw yang rata-rata lebih tangguh itu, Han Lin segera melayang turun untuk membantu mereka. Dia bergerak cepat merobohkan banyak anggota Hoat-kauw untuk mencegah mereka melukai dan membunuhi anak buah Nam-kiang-pang.

Ia pun melihat betapa Kang Hin mengamuk, akan tetapi pemuda itu sama sekali tak mau membunuh orang, hanya merobohkan orang-orang Hoat-kauw saja sehingga dia merasa makin suka kepada Kang Hin yang dianggapnya berjiwa pendekar dan bukan pembunuh kejam.

Pertandingan antara Mei Li dan Kauw Lo tak berlangsung lama. Tingkat kepandaian dara perkasa itu sudah setara dengan tingkat kepandaian guru Kauw Lo, yaitu Ang-sing-liong Yu Kiat orang pertama dari Bu-tek Ngo-sin-liong, maka tentu saja Kauw Lo merasa repot berat sekali menandingi dara itu. Apa lagi karena Mei Li tak mau memberi hati sedikit pun juga dan terus menerus mendesak dengan sepasang pedang terbangnya. Belum sampai dua puluh jurus, pedang di tangan kiri Mei Li yang meluncur dengan cepat seperti kilat itu sudah menyambar leher Kouw Lo yang langsung roboh bermandikan darah dari lehernya yang seperti digorok!

Mei Li tidak mempedulikan lagi tubuh yang berkelojotan sekarat itu. Dia pun melayang ke bawah panggung lantas ikut mengamuk. Para anggota Hoat-kauw sudah kacau balau dan tercerai-berai menghadapi amukan Kang Hin dan Han Lin, sekarang ditambah lagi dengan sepasang pedang terbang yang menyambar-nyambar, maka nyali mereka menjadi kecil sehingga mereka yang belum roboh segera menggerakkan kaki untuk melarikan diri.

Hanya ada belasan orang saja yang dapat meloloskan diri, selebihnya roboh terluka atau tewas. Dan sebelum ada yang sempat mencegah mereka, para anggota Nam-kiang-pang telah menghantami mereka yang luka sehingga tewaslah semua orang Hoat-kauw itu.

"Di mana suhu?" tanya Kang Hin kepada seorang anggota tua.

"Pangcu ditahan di bawah tanah...”

Mendengar keterangan ini Kang Hin segera lari diikuti oleh Han Lin dan Mei Li. Dua orang Hoat-kauw yang bertugas jaga dan masih berada di pintu lorong bawah tanah menyambut dengan serangan golok mereka, akan tetapi sekali menggerakkan kaki tangannya Kang Hin membuat mereka terjungkal dan tidak mampu bangun kembali. Kang Hin berlari terus sampai tiba di kamar tahanan.

"Suhu…!" Dia berseru sambil mematahkan rantai pintu, lantas berlari menubruk suhu-nya yang duduk bersandarkan dinding kamar tahanan.

Tio Hui Po terlihat lemah sekali. Ketika melihat Kang Hin, dia pun menangis tersedu-sedu, menggunakan tangannya untuk menggosok kedua matanya seperti anak kecil menangis.

"Kang Hin... ahh, Kang Hin… hu-hu-huuuhh..." Dia mengguguk.

"Suhu, apakah yang terjadi? Ahh, suhu, apa yang sudah dilakukan iblis itu terhadapmu?" Kang Hin bertanya, memandang ke arah tangan kanan gurunya yang buntung. Dia lantas teringat akan Tio Ki Bhok, keponakan gurunya yang sangat disayangi oleh gurunya. "Dan di mana sute Tio Ki Bhok, suhu?"

Dengan masih menangis Tio Hui Po menengok ke kiri, di mana dahulu mayat puteranya telah disingkirkan oleh anak buah Hoat-kauw. Mendengar pertanyaan itu ia pun menangis semakin sedih.

"Kang Hin... aiihhh…, maafkan aku, maafkan gurumu yang tolol ini... ahh, semua salahku sendiri, Kang Hin. Iblis itu telah menipuku, dia telah menyiksa Ki Bhok sehingga terpaksa aku membunuhnya untuk menghentikan penderitaannya. Ya Tuhan , aku telah membunuh dia... membunuh... puteraku sendiri..."

"Suhu...!" Kang Hin terkejut dan khawatir, mengira suhu-nya sudah berubah ingatan.

"Tak perlu lagi aku menyembunyikan aib itu. Tio Ki Bhok puteraku, ibunya adalah Siang-cu Sian-li ketua Ang-Lian-Pang yang juga sudah tewas oleh Seng Gun iblis busuk itu. Ahh, aku benar-benar bodoh tertipu oleh iblis yang ternyata orang yang bersekutu dengan Hoat-kauw untuk menguasai Nam-kiang-pang. Dan aku telah mengajarkan Thian-te Sin to kepadanya, juga aku telah mencurigai engkau! Dia menyiksa Ki Bhok, menjebakku ke sini lalu membuntungi tanganku.... ahh, Kang Hin, aku layak begini, salahku sendiri..." Orang tua itu nampak sedih sekali hingga keadaannya menjadi semakin lemah.

"Suhu, tidak ada yang menyalahkan suhu. Biar teecu mengobati suhu, kemudian teecu yang akan menghajar murid murtad itu!"

"Tak ada gunanya lagi, Kang Hin. Aku memang sengaja menahan kematian hanya untuk menantimu. Sekarang aku mohon padamu, aku mohon... bangunlah kembali Nam-kiang-pang... dan bersihkan namanya…" Tio Hui Po terkulai dan cepat Kang Hin memondong gurunya keluar dari tempat itu.

Setibanya di luar, puluhan orang anak buah menyambut dengan terharu. Tio Hui Po minta diturunkan, lalu dia bangkit berdiri dengan susah payah, dipapah oleh Kang Hin dan diikuti oleh Mei Lin dan Han Lin. Dia lalu mengerahkan tenaganya, bicara dengan suara lantang.

"Semua anggota Nam-kiang-pang, dengar baik-baik! Aku Tio Hui Po, ketua dan pemimpin kalian, sekarang menyatakan bahwa aku mengangkat Ciu Kang Hin menjadi ketua Nam-kiang-pang yang baru!"

Hampir seratus orang itu menyambut dengan sorakan setuju.

"Dan kedudukan Tong Seng Gun sebagai ketua telah kubatalkan!"

"Bunuh si jahat Tong Seng Gun!" anak buah itu berteriak-teriak.

Tetapi mereka segera berhenti bersorak ketika melihat betapa tiba-tiba Tio Hui Po roboh terkulai dan dipapah oleh Kang Hin, lantas melihat betapa pemuda itu menangis sambil memangil-manggil gurunya. Ternyata Tio Hui Po telah mengerahkan tenaga terakhir untuk berbicara tadi.

Hanya sebentar saja Kang Hin menangis karena terdengar suara Mei Li, "Ciu-twako, tidak ada gunanya lagi kematian Tio-pangcu kau tangisi."

Ucapan itu berpengaruh besar sekali kepada Kang Hin, maka dia pun bangkit berdiri lalu mengusap air matanya. "Aku memang lemah dan tak sepatutnya menangis seperti orang cengeng. Akan tetapi, nona. Suhu satu-satunya manusia di dunia ini yang berbuat segala kebaikan kepadaku, menjadi pengganti orang tuaku."

Untuk menghibur hati Kang Hin, Han Lin dan Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang sampai jenazah ketua Tio dimakamkan. Kang Hin sendiri lalu membenahi perkumpulan itu, mulai menggembleng anak-anak buahnya, meningkatkan kepandaian mereka agar Nam-kiang-pang menjadi perkumpulan yang kuat sehingga tak mudah dipengaruhi atau dikuasai oleh orang jahat.

Sudah dua minggu Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang. Besok pagi Han Lin akan mengajak dia pergi ke Bukit Harimau untuk melihat pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Selama dua minggu ini dia bergaul akrab sekali dengan Kang Hin yang kini dia yakin memang seorang pria yang hebat, sopan dan gagah perkasa. Hatinya tertarik dan dia pun merasa bimbang.

Sore itu dia duduk di taman belakang rumah induk perkumpulan itu. Dia mengenang dua orang pria, yaitu Sie Kwan Lee yang kini sudah menjadi ketua Beng-kauw menggantikan ayahnya, dan Ciu Kang Hin yang menjadi ketua Nam-kiang-pang menggantikan gurunya. Hatinya tertarik oleh dua orang pemuda itu. Keduanya sama-sama mengagumkan hatinya dan mendatangkan kesan mendalam.

Biar pun putera seorang tokoh Beng-kauw yang aneh, bahkan tidak mengenal aturan dan pandangan hidupnya berbeda dengan manusia pada umumnya, namun Kwan Lee sudah membuktikan bahwa dia adalah seorang pria berjiwa pendekar yang gagah perkasa. Kulit mukanya yang coklat itu tampan dan jantan, juga memiliki kejujuran walau pun bicaranya lembut, tidak seperti mendiang ayahnya yang kasar namun juga jujur dan terbuka sekali.

Dan Ciu Kang Hin? Pemuda tampan gagah ini pun mengagumkan hatinya. Penyabar dan pendiam, tenang seperti air telaga.

Sikap kedua pemuda itu kepadanya benar-benar mendebarkan hatinya. Nalurinya sebagai wanita membisikkan kepadanya bahwa dua pemuda yang menarik hatinya itu jelas jatuh hati kepadanya!

Tiba-tiba saja dia mengerutkan alisnya ketika sebuah wajah menyelinap di antara kedua wajah pemuda itu. Wajah Sia Han Lin, kakak misannya! Dia tersenyum, dan kedua wajah pemuda itu menghilang.

Dia merasa bahagia sekali bertemu dengan Sia Han Lin, kakak misannya itu dan dia juga kagum bukan main karena tahu bahwa kakak misannya itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Akan tetapi dia kakak misannya! Dia adalah keluarga sendiri. Entah kenapa, begitu teringat kepada Han Lin, gadis ini merasa gembira sekali. Kakaknya itu memang periang, jenaka dan lincah, sungguh menggembirakan.

"Nona Yang…!"

Mei Li terkejut. Karena melamun dan pikirannya melayang-layang, dia sampai tidak tahu bahwa ada orang yang menghampirinya dari belakang. la memutar tubuhnya dan ternyata Kang Hin sudah berdiri di depannya.

"Ahh, Ciu-pangcu... silakan duduk," katanya sambil tersenyum gembira.

Wajah Kang Hin menjadi kernerahan. "Nona, harap jangan sebut aku pangcu. Bukankah engkau biasa menyebut aku twako?"

"Ehh, baiklah, Ciu-twako. Kini engkau memang pangcu dari Nam-kiang-pang, maka apa salahnya aku menyebutmu pangcu? Nah, apakah engkau mencari aku?"

Kang Hin duduk di atas bangku berhadapan dengan gadis itu. Beberapa kali dia menghela napas panjang dan agaknya sulit sekali untuk mengeluarkan isi hatinya melalui kata-kata.

"Ehh, twako. Engkau hendak bicara apa? Kenapa dari tadi hanya menarik napas panjang saja?"

"Aku teringat suhu," kata Kang Hin. "Mendiang suhu menderita karena peraturan di Nam-kiang-pang yang dia buat sendiri."

"Aturan apakah itu, twako?"

"Aturan bahwa seorang ketua Nam-kiang-pang tidak boleh menikah. Peraturan itu sudah menjegalnya sendiri ketika dia jatuh cinta dan berhubungan dengan ketua Ang-lian-pang. Rahasia itulah yang kemudian telah menjatuhkannya, karena Seng Gun mengaku sebagai keponakan ketua Ang-lian-pang sehingga dia mendapatkan kepercayaan suhu. Kalau saja peraturan itu tidak ada sehingga suhu dapat menikah dengan ketua Ang-lian-pan itu, tentu nasib suhu tidak akan begini."

Mei Li menarik napas panjang, lalu memandang kepada Kang Hin, "Ciu-twako, bagaimana dengan pendapatmu sendiri tentang peraturan itu? Apakah engkau setuju?"

Pemuda itu langsung menggelengkan kepala dan menjawab, "Tentu saja aku tidak setuju sama sekali!"

"Kenapa, twako? Apakah karena engkau ingin menikah?"

Wajah Kang Hin berubah merah. Baru dia teringat bahwa dialah ketua Nam-kiang-pang dan hanya dia seoranglah yang terkena peraturan itu. "Aku seorang manusia biasa, nona. Tadinya sedikit pun juga tak terpikirkan olehku tentang perjodohan, akan tetapi setelah..." Dan dia pun berhenti bicara. Matanya tajam menatap wajah Mei Li.

"Kenapa, twako? Mengapa tidak kau lanjutkan? Akan tetapi setelah apa?" tanya Mei Li, pura-pura tidak tahu padahal dari pandang mata pemuda itu dia telah dapat menduga isi hatinya. Kini dia merasa jantungnya berdebar. Beginikah pemuda ini mengakui isi hatinya?

"Setelah..,. setelah aku bertemu denganmu, nona Yang."

Mau tidak mau Mei Li menjadi tersipu. Akan tetapi gadis yang lincah dan tabah ini terus mendesak. “Ehh? Setelah bertemu denganku pikiranmu lalu berubah, twako? Kenapa?"

"Karena... karena... demi Tuhan kalau engkau ingin tahu, nona. Karena aku cinta padamu dan mengharapkan engkau menjadi isteriku!"

Meski pun dia sudah menduga akan isi hati pemuda itu, akan tetapi Mei Li terkejut juga mendengar pernyataan yang demikian jujur,.

"Ahh! Maafkan aku, nona. Tidak sepatutnya aku mengatakan demikian karena tentu saja aku tidak pantas untuk menjadi jodohmu."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan dan jangan terlampau merendahkan diri, Ciu-twako. Aku hanya terkejut karena tak mengira engkau akan menyatakan perasaan hatimu itu. Tetapi terus terang saja, kita belum lama berkenalan, dan aku... sedikit pun aku belum berpikir tentang perjodohan. Karena itu tak mungkin aku bisa memberi tanggapan atau jawaban."

"Akan tetapi, engkau tidak menolak dan tidak marah, nona?"

Mei Li tersenyum dan Kang Hin merasa hatinya hanvut dalam senyuman yang luar biasa manisnya itu. "Aku tidak marah dan bagaimana mungkin aku menolak cinta kasih orang? Hanya aku tidak bisa menjawabnya sekarang, maka kuharap engkau tidak menyinggung-nyinggung tentang hal itu lagi, twako."

Kang Hin merasa girang sekali. Gadis itu memang belum menerima cintanya, namun dia tidak marah dan tidak menolak. Hal ini berarti memberi harapan kepadanya!

"Terima kasih, nona. Engkau tidak marah, hal itu sudah menyenangkan sekali. Sekarang perkenankan aku mengundurkan diri agar tidak mengganggumu lagi."

Dia mengangkat kedua tangannya memberi hormat, lalu pergi dari taman itu. Akan tetapi kegirangannya mendadak saja berubah menjadi kegelisahan ketika dia teringat lagi akan peraturan gurunya bahwa seorang ketua tidak boleh menikah itu. Bagaimana mungkin dia dapat melanggar peraturan dari gurunya yang amat dipatuhi dan dihormatinya?

Kang Hin masih duduk termenung di ruang depan ketika Han Lin memasuki ruangan itu. Tadi, secara tak disengaja Han Lin melihat Mei Li dan Kang Hin bercakap-cakap di taman. Hatinya tergetar melihat kedua orang muda itu bicara dengan begitu akrabnya. Dia tidak mencuri dengar, maka segera meninggalkan tempat itu dan mencatat dalam hati bahwa mungkin sekali adik misannya itu sudah saling jatuh cinta dengan Ciu Kang Hin. Seorang pemuda yang baik sekali, demikian pikirnya, tanpa mempedulikan perasaan hatinya yang merasakan suatu kegetiran aneh.

Maka ketika dia lewat di ruangan depan dan melihat Kang Hin termenung dengan wajah murung, diam-diam dia merasa khawatir. Apakah Mei Li telah menolak cintanya? Rasanya tidak, karena mereka tadi bercakap-cakap dengan akrab.

Kang Hin mengangkat muka dan segera dia bangkit berdiri ketika mengenal siapa yang datang. "Ahh, Sia-inkong (tuan penolong Sia), silakan duduk."

Mendengar sebutan inkong itu, Han Lin lantas tersenyum. "Ahh, Ciu-twako, harap jangan menyebut aku inkong. Kita sama-sama mengetahui bahwa membantu orang yang benar dan sedang terancam mala petaka adalah merupakan kewajiban kita. Engkau sendiri pun tentu akan berbuat seperti aku. Karena itu wajar saja sehingga tak perlu terlalu dilebihkan. Engkau lebih tua setahun dariku, maka sebut saja aku adik."

Mendengar kata-kata itu, wajah Kang Hin menjadi berseri. "Sia-siauwte (adik Sia), engkau benar-benar seorang budiman sejati. Baiklah, aku merasa bangga sekali dapat menyebut siauwte kepadamu. Silakan duduk."

Kini mereka duduk berhadapan dan Han Lin langsung saja bertanya, "Twako, aku melihat engkau termenung dan muram, ada urusan apakah gerangan yang mengganggu hatimu, kalau aku boleh mengetahuinya?"

"Aku teringat kepada suhu."

"Ahh, tidak baik mengingat yang sudah mati dengan kesedihan. Tidak akan memberi jalan terang kepada yang mati, twako.”

"Aku tidak teringat akan kematian suhu, melainkan akan peraturan yang ditinggalkannya."

"Peraturan apa yang kau pikirkan itu, twako? Bukankah wajar saja apa bila mendiang Tio-pangcu meninggalkan peraturan-peraturan sebagai layaknya diterapkan pada perkumpulan yang gagah perkasa?"

"Engkau tahu, siauwte. Suhu menderita kesengsaraan adalah akibat dia telah melanggar peraturan, yaitu peraturan tidak boleh menikah. Karena adanya peraturan itu maka suhu melakukan hubungan gelap dengan ketua Ang-lian-pang dan hal ini lantas dijadikan modal oleh Seng Gun untuk menyusup ke Nam-kiang-pang."

"Tetapi, twako. Peraturan itu tidak ada hubungannya dengan dirimu, kenapa disusahkan? Atau... apakah barangkali Ciu-twako juga mempunyai niat akan menikah?"

"Aku hanya seorang laki-laki biasa, siauwte, yang dapat saja jatuh cinta kepada seorang wanita dan menikah. Akan tetapi, dengan adanya peraturan itu, aku merasa dibelenggu."

Han Lin merasa isi dadanya seperti ditusuk. Kini tahulah dia bahwa Kang Hin dan Mei Li sudah saling mencinta, namun hal ini malah menyusahkan hati Kang Hin karena mereka tidak bisa menikah oleh adanya peraturan itu. Akan tetapi dia tersenyum cerah dan tidak memperlihatkan perasaan hatinya. Bahkan dia merasa iba kepada Kang Hin.

"Apa susahnya, twako? Siapa yang membuat peraturan itu? Tentu ketua Nam-kiang-pang yang dahulu, bukan? Nah, kini ketuanya adalah engkau, maka engkau berhak mengubah dan membuat peraturan baru. Engkau dapat membatalkan larangan itu dan membolehkan ketua Nam kiang-pang berumah tangga dan berkeluarga."

"Tapi... tapi... apakah hal itu bukan suatu pelanggaran dan memalukan sekali?"

"Ehh, kenapa melanggar? Kalau peraturan itu mengenai sepak terjang yang menghalangi kegagahan seorang anggota Nam-kiang-pang, tentu akan buruk sekali, misalnya engkau membolehkan seorang anggota untuk melakukan kejahatan. Akan tetapi pernikahan bagi seorang ketua perkumpulan adalah wajar, apa lagi perkumpulanmu bukan perkumpulan para pendeta. Kalau engkau kumpulkan semua anggota kemudian mengambil keputusan, mengumumkan dicabutnya peraturan itu, maka tentu saja sudah sah dan tak seorang pun dari luar perkumpulan boleh mencampuri."

Wajah Kang Hin kini berseri. "Ah, begitukah, siauwte? Sungguh ucapanmu ini melegakan hatiku. Terimakasih banyak, Sia-siauwte.

Han Lin tersenyum. "Kudoakan saja engkau akan berhasil menyunting bunga idamanmu itu, twako. Aku hanya mengharapkan kartu undangannya saja."

Wajah Kang Hin berubah merah. "Aih, siauwte, biar pun aku berterima kasih atas doamu itu, namun aku belum mendapat kepastian tentang hal itu."

Jawaban ini membuat Han Lin mengerti bahwa di antara adik misannya dan pemuda ini belum terdapat pertalian cinta kasih. Dan sungguh aneh, timbul semacam kelegaan yang menyusupi hatinya. Diam-diam Han Lin terkejut sekali melihat kenyataan dalam dirinya ini. Berarti dia mencinta piauwmoi-nya itu. Mencinta Mei Li yang adik misannya sendiri?

Pada keesokan harinya Han Lin dan Mei Li berpamit dari Kang Hin, dan ketika berpamitan ini secara diam-diam Han Lin memperhatikan sikap Mei Li. Biasa-biasa saja, tidak tampak kesedihan sepasang kekasih yang akan berpisah. Namun jelas bahwa Kang Hin nampak lesu seperti kehilangan semangat sehingga dia merasa kasihan juga kepada pemuda itu. Cinta sepihak? Entahlah, akan tetapi mudah-mudahan saja begitu. Dan dia terkejut sendiri dengan harapan hatinya ini.

Karena waktu diadakannya pesta oleh Hoat-kauw tinggal satu minggu lagi, maka Han Lin dan Mei Li tidak menolak ketika Kang Hin memberikan dua ekor kuda yang baik kepada mereka. Mereka melakukan perjalanan berkuda dengan secepatnya menuju ke arah Bukit Harimau.

Sesudah Han Lin dan Mei Li pergi, Kang Hin segera mengumpulkan anak buahnya. "Kita harus pergi ke sana, ke Bukit Harimau. Kita harus membuat pembalasan dan membantu mereka yang menentang Hoat-kauw. Hoat-kauw sudah bersekutu dengan orang Mongol untuk mengacaukan keadaan. Dan aku akan melapor ke benteng pasukan pemerintah."

Demikianlah, kalau tadinya Kang Hin tidak menyatakan niatnya itu kepada Mei Li dan Han Lin adalah karena dia tidak ingin gerakan besar-besaran itu diketahui orang lain sehingga kedua orang itu mungkin akan mencegahnya. Sesudah memberi tahu anak buahnya, dia sendiri pergi ke benteng pasukan Kerajaan Tang yang berada sekitar lima puluh li jauhnya dari Nam-kiang-pang.

Nam-kiang-pang sudah dikenal baik oleh komandan pasukan di sana. Bahkan Tio-pangcu pernah berjasa dengan ikut pasukan membasmi gerombolan pemberontak sekitar sepuluh tahun yang lalu. Pasukan mengenal Nam-kiang-pang sebagai perkumpulan orang gagah. Oleh karena itu ketika terdengar berita ada keributan di Nam-kiang-pang, para komandan merasa segan untuk mencampurinya.

Kini seorang gagah yang mengaku sebagai ketua Nam-kiang-pang datang mohon untuk menghadap komandan, tentu saja dia segera diterima dengan baik dan oleh penjaga dia dikawal menuju ke ruangan tamu. Komandan pasukan itu, yaitu Bu-ciang-kun yang nama lengkapnya Bu Kim Thouw, setelah diberi laporan, segera pula menyambutnya.

Setelah memberi hormat dan dibalas oleh komandan Bu, Kang Hin lalu memperkenalkan diri sebagai ketua Nam-kiang-pang yang berkunjung untuk melaporkan urusan yang amat penting.

"Nanti dulu, Ciu-pangcu. Yang kami ketahui, Nam-kiang-pang diketuai oleh Tio-pangcu.”

"Benar sekali, ciangkun. Akan tetapi Tio-pangcu sudah meninggal dunia dan saya adalah muridnya yang diangkat untuk menggantikan kedudukannya."

"Ahhh! Kapan dan bagaimana meninggalnya? Kenapa kami tidak diberi tahu?"

"Belum lama terjadinya, ciangkun. Tetapi karena hal ini menyangkut urusan dalam, maka tidak kami umumkan keluar. Suhu tewas di tangan persekutuan jahat, dan persekutuan itu bertujuan hendak menggulingkan pemerintah. Karena itu saya sengaja datang menemui ciangkun untuk membuat laporan.”

Mendengar ada persekutuan yang ingin menjatuhkan pemerintah, tentu saja Bu-ciangkun segera merasa tertarik kemudian mendengarkan dengan penuh perhatian. Kang Hin tidak menyembunyikan sesuatu. Dimulai dengan menyelundupnya Tong Seng Gun ke dalam Nam-kiang-pang, kemudian betapa Seng Gun serta rekan-rekannya berusaha mengadu domba antara partai-partai aliran dan perkumpulan untuk melemahkan dunia persilatan, kemudian betapa Seng Gun yang ternyata adalah antek Mongol itu bekerja sama dengan Hoat-kauw.

Mendergar laporan itu, Bu-siang-kun mengerutkan alisnya. Hal itu merupakan berita yang penting dan gawat. "Sudah yakin benarkah engkau bahwa Hoat kauw bersekutu dengan orang Mongol, Ciu-pangcu?"

"Sudah ada buktinya, ciangkun. Bahkan saya telah melakukan penyelidikan di antara para anggota kami yang tadinya dipaksa untuk menjadi anak buah Tong Seng Gun, bahwa dia sebenarnya adalah murid dari Sam Mo-ong yang menjadi antek orang Mongol. Kabarnya Sam Mo-ong ini adalah kaki tangan Ku Ma Khan, kepala suku Mongol yang berpengaruh itu."

"Ahh, kalau begitu kita harus bergerak! Di mana sarang mereka, pangcu?"

"Mereka selalu berpindah-pindah. Orang-orang Mongol itu memang sangat cerdik. Tetapi beberapa hari lagi Hoat-kauw akan mengadakan pesta ulang tahun dengan mengundang para tokoh kangouw. Tentu untuk dipengaruhi atau dipaksa mendukung gerakan mereka dan saya kira tokoh-tokoh Mongol itu akan hadir pula. Saya sendiri akan membawa anak-anak buah saya untuk menyerbu ke sana. Kalau ciangkun percaya kepada saya dan suka bekerja sama, saya mohon bantuan pasukan..."

"Tentu saja, pangcu. Bahkan aku sendiri yang akan memimpin lima ratus orang pasukan!"

Tentu saja Kang Hin merasa girang dan berterima kasih sekali. Mereka berangkat hari itu juga, seratus orang anak buah Nam-kiang-pang bersama lima ratus orang pasukan yang dipimpin sendiri oleh Bu-ciangkun…..

********************

Bukit Harimau mendapat kunjungan banyak orang sehingga suasananya amat ramai dan meriah. Puncak bukit itu memang merupakan lapangan yang luas sekali dan di sana telah dibangun pondok-pondok darurat yang mengelilingi sebuah panggung yang luas, juga di situ sudah disediakan tempat duduk yang banyak sekali.

Dalam peristiwa yang sangat penting bagi Hoat-kauw ini, karena bukan saja merupakan pesta ulang tahun tetapi juga merupakan penentuan keberhasilan usaha mereka bekerja sama dengan pihak Mongol, yaitu meharik semua golongan untuk membantu Mongol dan tunduk kepada Hoat-kauw sebagai pimpinan, maka di samping Bu-tek Ngo-sin-liong yang menjadi tokoh-tokoh Hoat-kauw juga hadir pula ketua Hoat-kauw, yaitu Hoat Lan Siansu, paman guru dari Bu-tek Ngo-sin-liong yang sudah berusia tujuh puluh tahun.

Kakek ini adalah datuk besar dunia persilatan yang tingkat kepandaiannya sejajar dengan ketua-ketua perkumpulan besar seperti ketua Beng-kauw, ketua Im-yang-kauw dan lain-lain. Tentu saja wakil dari orang Mongol, yaitu Sam Mo-ong hadir pula di sana bersama Tong Seng Gun yang sudah dianggap berjasa besar menundukkan Nam kiang-pang dan menanam permusuhan di antara para tokoh dan perkumpulan dunia persilatan, bersama orang-orang Hoat-kauw. Sedangkan Sam Mo-ong sendiri dengan pasukan khusus Mongol telah menundukkan banyak suku bangsa di utara yang dipaksa untuk membantu gerakan Mongol kalau saatnya sudah tiba.

Bukan hanya para tokoh besar yang lihai itu saja yang berada di sana, namun diam-diam mereka pun sudah mengerahkan anak buah mereka. Hoat-kauw sendiri menaruh orang sebanyak dua ratus lebih di situ, demikian pula pasukan khusus Mongol yang terdiri dari seratus orang memasang barisan pendam atau barisan yang tersembunyi, siap menjaga keselamatan para pimpinan mereka!

Meski pun pesta baru akan diadakan besok, akan tetapi hari itu sudah banyak orang yang datang. Dan di antara mereka terdapat seorang gadis cantik jelita yang tentu saja menarik perhatian banyak orang.

Dara berusia delapan belas tahun lebih itu memang cantik jelita hingga menarik perhatian. Nampak begitu lembut dan lemah gemulai. Langkahnya saja seperti seorang penari ketika dia meloncat turun dari atas sela kudanya, lalu menundukkan mukanya sambil menuntun kuda.

Apa lagi dia tidak memegang sepotong pun senjata tajam sehingga hanya tampak seperti seorang puteri hartawan atau bangsawan terpelajar yang lemah. Akan tetapi kalau orang mengetahui siapa dia, tentu orang itu akan tertegun dan kaget. Dara ini bukan lain adalah Ji Kiang Bwe, yang biar pun usianya baru delapan belas tahun tetapi telah mewarisi ilmu-ilmu yang hebat dan tinggi dari Pek-mau Sinkouw, seorang datuk yang mengasingkan diri. Dan dia adalah ketua dari Kim-kok-pang, tetapi tidak ada orang yang mengenalnya karena baru beberapa pekan saja dia menjadi ketua menggantikan ayahnya yang terbunuh dalam pertandingannya melawan orang Hoat-kauw.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar