Si Kumbang Merah Jilid 55

Walau pun hatinya penuh dengan kecurigaan, namun Bi Lian tidak merasa gentar ketika tuan rumah memasuki sebuah lorong yang menuju ke bawah, menuju ke ruangan bawah tanah! Dia hanya menoleh sebentar ke arah suheng-nya.

"Hati-hati, Suheng," bisiknya dan Tang Gun mengangguk. Engkaulah yang harus berhati-hati, Sumoi, katanya di dalam hati.

Lorong bawah tanah itu membawa mereka ke depan sebuah kamar berpintu besar.

"Nah, di dalam kamar ini kalian bisa menemukan orang yang kalian cari. Bukalah pintunya dan masuklah," kata Han Lojin.

Tang Gun melewati sumoi-nya. Dia hendak membuka pintu itu, akan tetapi Bi Lian sudah menangkap lengannya. "Suheng, jangan! Waspada terhadap perangkap orang jahat!"

Karena lengannya dipegang oleh Bi Lian, Tang Gun tidak jadi membuka daun pintu dan menoleh kepada Han Lojin yang tertawa.

"Ha-ha-ha-ha-ha, nona Siangkoan Bi Lian yang gagah perkasa itu kiranya penakut. Nona, apakah engkau tidak berani membuka pintu itu? Apakah harus aku yang membukakannya untuk kalian?"

Bi Lian tersenyum mengejek. "Ang-hong-cu, aku sama sekali tidak takut padamu, hanya tidak percaya dan curiga kepadamu. Bukan takut tetapi hati-hati terhadap kecuranganmu! Bukalah pintunya dan biarkan kami melihat dulu siapa yang berada di dalam kamar ini."

Han Lojin tertawa, diam-diam kagum pada gadis perkasa itu. Seorang gadis yang gagah berani dan cerdik sekali, seperti juga Cia Kui Hong, maka akan amat menguntungkan bila gadis ini mau menjadi pembantunya. Dia sudah mengatur siasat sebelumnya dan merasa girang bahwa hal ini dia lakukan karena kalau tidak, akan berbahaya menghadapi amukan gadis semacami ini. Sebelum membawa Bi Lian ke depan kamar tahanan bawah tanah itu dia telah membuat kedua orang tawanan di kamar itu, Mayang dan Cia Kui Hong, roboh pingsan oleh asap pembius.

"Ha-ha-ha, Siangkoan Bi Lian, akan kubuka pintunya. Kau lihatlah baik-baik siapa yang berada di dalam kamar ini!" katanya sambil maju menghampiri pintu kamar.

Bi Lian menggerakkan tangan dan mencabut lagi pedang pusaka Kwan-im-kiam yang tadi telah dia simpan lagi di sarung pedangnya. Daun pintu terbuka dan Bi Lian melangkah ke ambang pintu, memandang ke dalam, Tang Gun berada pula di belakangnya, dekat sekali dan ikut menjenguk ke dalam.

Kamar itu cukup luas akan tetapi tidak ada meja atau kursi di situ. Hanya ada kasur tebal di atas lantai dan sebuah kamar kecil di sudut. Di atas kasur itu nampak dua orang wanita rebah terlentang seperti dalam keadaan tidur. Bi Lian memandang penuh perhatian, begitu pula dengan Tang Gun.

Tang Gun sama sekali tidak mengenal dua orang gadis itu. Dua orang gadis yang sama-sama cantik jelita. Dia hanya tahu bahwa ayahnya akan menggunakan tipu muslihat dan perangkap untuk menangkap dan menundukkan sumoi-nya, namun dia tidak tahu dengan cara bagaimana.

Tiba-tiba Han Lojin mendorong punggung Tang Gun. Pemuda ini mengerti maka dia pun menabrak sumoi-nya yang berada di depannya sambil berteriak, "Celaka, sumoi...!"

Bi Lian terkejut ketika merasa betapa suheng-nya terdorong dari belakang sehingga kedua tangan suheng-nya itu pun mendorong punggungnya,. Sama sekali dia tidak menyangka bahwa yang diserang bukan dia melainkan suheng-nya yang berada di belakangnya. Tadi dia agak lengah karena kagetnya sesudah mengenal seorang di antara dua orang wanita yang rebah telentang di dalam kamar itu. Dia mengenal Cia Kui Hong!

Pada saat dia terkejut itu, Tang Gun yang berada di belakangnya terdorong ke depan dan pemuda itu pun mendorongnya. Baginya tidak ada jalan lain kecuali cepat mendoyongkan tubuh ke kiri sambil meloncat ke dalam kamar, kemudian membalik. Dia melihat suheng-nya terdorong ke depan dan terhuyung, dan yang mendorong suheng-nya itu bukan lain adalah Ang-hong-cu!

"Keparat!" serunya, akan tetapi terlambat.

Ketika tadi dia meloncat, daun pintu kamar itu segera ditutup dari luar oleh Han Lojin. Dia melompat ke pintu untuk mencegah, namun pintu itu terbuat dari besi dan sudah tertutup. Dicobanya untuk mendorong daun pintu, namun sia-sia belaka.

"Sumoi, mari kita buka pintu itu!" Tang Gun juga melompat, kemudian membantu sumoi-nya. Keduanya mengerahkan tenaga sinkang, namun pintu itu terlampau kuat!

"Ha-ha-ha-ha!" Han Lojin tertawa bergelak dari luar pintu. Suaranya masuk melalui lubang kecil yang biasanya digunakan penjaga untuk memasukkan makanan dan minuman untuk tawanan yang berada di dalam kamar itu.

"Tan Hok Seng dan Siangkoan Bi Lian, sekarang kalian tinggal pilih. Menyerah dan suka menjadi pembantu kami, bersama-sama bekerja di dalam Ho-han-pang untuk menguasai dunia kang-ouw, ataukah kalian akan kami bunuh perlahan-lahan sebagai tawanan kami!"

Mendengar ini, Tang Gun mengerti bahwa dia sengaja dipergunakan oleh ayahnya untuk menjebak sumoi-nya. Dengan begini maka sumoi-nya takkan menyangka buruk terhadap dirinya, karena bukankah dia sendiri pun ikut pula terjebak dan tertawan?

"Bengcu, kami tidak mempunyai permusuhan denganmu. Bukankah dahulu Bengcu telah menolongku? Mengapa kami ditawan? Apa bila kami tidak disuruh melakukan kejahatan, tentu saja kami mau membantumu dan..."

"Suheng....!" Bi Lian membentak suheng-nya yang langsung terdiam. Kemudian gadis itu menghadapi lubang di pintu dan suaranya lantang ketika ia menjawab, "Ang-hong-cu! Biar pun gerombolanmu memakai nama Ho-han-pang (Perkumpulan Orang Gagah), siapa mau percaya? Aku tidak sudi membantumu dan tentang ancamanmu tadi, aku tidak takut mati! Kalau engkau gagah dan bukan seorang pengecut yang curang, mari kita bertanding satu lawan satu sampai seorang di antara kita mampus di ujung pedang!"

Akan tetapi Han Lojin hanya menjawab dengan suara ketawanya yang riang. Agaknya dia gembira sekali melihat betapa dengan mudahnya dia telah berhasil menjebak gadis yang berbahaya itu. Gembira dia membayangkan betapa gadis yang keras dan liar itu akhirnya akan menjadi lunak dan tunduk kepadanya, menyerahkan segalanya dengan suka rela.

Dia merasa muda kembali membayangkan betapa dalam waktu dekat ini dua orang gadis pendekar yang berilmu tinggi akan berada di dalam pelukannya. Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, mereka berdua akan menjadi wanita taklukannya yang terakhir, yang akan mendatangkan perasaan bangga di hatinya di samping kepuasannya merusak kehidupan dua orang wanita, wanita pendekar pula!

Suara ketawa itu semakin menjauh, juga langkah kaki Han Lojin terdengar meninggalkan lorong bawah tanah itu. Setelah suara langkah kaki itu tidak terdengar lagi, Bi Lian cepat-cepat menghampiri Kui Hong yang menggeletak seperti orang tidur itu.

"Cia Kui Hong...!" dia berseru heran dan memeriksa. Hatinya lega karena Kui Hong tidak terluka dan pingsan saja.

Ia mengenal Kui Hong sebagai seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tidak kalah dibandingkan dirinya sendiri, tetapi ternyata menjadi tawanan pula di sini. Dia dapat menduga bahwa Kui Hong terjebak pula, seperti dia dan suheng-nya. Ia memeriksa gadis ke dua yang juga rebah telentang dan keadaannya sama dengan Kui Hong. Tidak terluka tapi pingsan. Ia tidak mengenal gadis itu, yang melihat wajahnya seperti peranakan asing.

Ketika dia menengok, dia melihat suheng-nya tengah memeriksa keadaan kamar tawanan itu, seolah mencari jalan keluar. Ia pun bangkit berdiri. "Bagaimana, Suheng? Apakah ada bagian lemah yang memungkinkan kita keluar?"

Tang Gun menarik wajah duka dan khawatir, menggelengkan kepala kemudian dia balik bertanya, "Siapakah gadis-gadis itu, Sumoi? Agaknya engkau telah mengenal mereka."

"Aku tidak kenal dengan yang peranakan asing ini, akan tetapi gadis ke dua ini tentu saja aku mengenalnya dengan baik. Ia seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi, pendekar terkenal dari Cin-ling-pai. Sungguh mengherankan sekali bagaimana seorang gadis yang lihai seperti dia dapat menjadi tawanan di sini."

"Sumoi, hal itu membuktikan betapa lihainya Bengcu, ketua Ho-han-pang itu. Apakah tidak lebih baik bila kita membantu perkumpulan orang gagah itu dari pada menentangnya dan membiarkan diri kita terancam bahaya?"

"Suheng! Engkau tidak tahu betapa jahat dan kejinya Ang-hong-cu! Kalau engkau tahu tentu tak akan berpendapat seperti itu! Kita harus menentang iblis busuk itu. Sampai mati aku tidak sudi membantu iblis seperti dia!"

Tang Gun menundukkan mukanya yang terlihat amat sedih. Ini bukan dibuat-buat, karena memang dia merasa sedih sekali melihat betapa sumoi-nya sangat membenci Han Lojin, ayah kandungnya! Dia merasa sayang kepada Siangkoan Bi Lian dan dia mengharapkan dapat menjadi suami gadis perkasa yang cantik jelita itu. Akan tetapi gadis itu demikian membenci ayahnya. Apa bila sumoi-nya itu mengetahui bahwa dia bukan Tan Hok Seng, melainkan Tang Gun putera Ang-hong-cu, tentu sumoi-nya akan membencinya pula.

“Akan tetapi... dia... eh, dia pernah menyelamatkan aku dan sikapnya kepadaku demikian baik...."

Bi Lian memandang suheng-nya dan dia pun mengerti. Ang-hong-cu menjebak dia karena memusuhi jai-hwa-cat itu dan karena dia dan Ang-hong-cu bermusuhan. Kini suheng-nya itu terbawa-bawa dan menjadi tawanan pula.

"Tan-suheng, aku menyesal sekali bahwa engkau ikut pula tertawan. Akan tetapi jangan khawatir, Suheng. Kita masih hidup dan kita berdua akan mampu membela diri. Bahkan kalau kita dapat bebas dari sini, aku tidak akan terjebak lagi dan akan kubasmi Ang-hong-cu dan sarangnya. Betapa pun muluk nama yang dia pakai untuk perkumpulannya, pasti di dalamnya busuk! Dan di sini masih ada Cia Kui Hong. Dia amat lihai, bahkan mungkin lebih lihai dari pada aku, maka kita bertiga pasti akan dapat membasmi Ang-hong-cu dan anak buahnya. Siapa tahu, mungkin gadis peranakan asing ini pun memiliki kepandaian. Biar kucoba menyadarkan Kui Hong."

Bi Lian berjongkok di dekat Kui Hong yang masih pingsan, sedangkan Tang Gun hanya berdiri memandang saja. Tiba-tiba dia melihat asap putih memasuki kamar itu dari lubang kecil dari mana biasanya penjaga memasukkan makanan dan minuman.

"Sumoi awas...!” teriaknya.

Bi Lian cepat meloncat sambil membalikkan tubuhnya. Dia pun melihat asap itu. Dengan sekali bergerak tubuhnya telah mendekati lubang itu dan sekali tangannya bergerak, sinar hitam lembut menyambar keluar dari lubang.

Terdengar teriakan kesakitan di luar dan asap berhenti berhembus masuk. Mudah diduga bahwa jarum-jarum halus yang dilepaskan oleh Bi Lian tadi sudah mengenai sasaran dan orang yang melepas asap itu tentu menjadi korban jarum beracun! Ilmu ini dipelajarinya dari kedua orang gurunya yang pertama, yaitu Pak Kwi Ong dan Tung Hek Kwi!

Tang Gun terbatuk-batuk. Dia sudah terkena pengaruh asap putih tadi. Asap tadi tersedot olehnya sehingga membuatnya batuk-batuk dan pusing. Akan tetapi Bi Lian bersikap lebih berhati-hati. Pada saat menyerang tadi dia menahan napas sehingga asap itu tak sampai tersedot dan kini dia meloncat ke belakang menjauhi lubang.

Akan tetapi terdengar suara mendesis dan dia terkejut sekali ketika memandang ke kanan kiri dan atas. Asap putih sudah menyerbu kamar itu dari mana-mana, dari lubang-lubang tersembunyi, bahkan dari atas!

Bi Lian cepat menyambar selimut yang berada di atas kasur dan memutar-mutar selimut itu untuk mengusir asap yang mendekatinya. Akan tetapi karena lubang-lubang di kamar tahanan itu tidak terlalu banyak sedangkan asap yang masuk sangat banyak, maka asap yang diusir dengan putaran selimut itu hanya berputar-putar saja di dalam kamar itu dan akhirnya membalik lagi ke arah Bi Lian.

Gadis itu menahan napas dan terus melawan sekuat tenaga. Dia melihat betapa suheng-nya telah terhuyung kemudian terkulai pingsan. Dia masih terus melawan hingga akhirnya dia pun harus bernapas dan tersedotlah asap ke dalam paru-parunya. Dia mencium bau yang keras dan wangi, yang membuatnya terbatuk-batuk, lantas tubuhnya terkulai lemas dan dia pun pingsan.

********************

Kalau saja Hay Hay langsung berkunjung ke Ho-han-pang, tentu dia akan dapat bertemu dengan Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi Hay Hay tidak mau langsung berkunjung. Mayang sudah ditawan orang-orang Ho-han-pang. Kalau dia datang berkunjung, sama saja artinya dengan menyerahkan diri karena mereka pasti mempergunakan Mayang sebagai sandera untuk membuat dia tidak berdaya dan dia tahu bahwa kalau mereka mengancam Mayang, tentu dia tidak berani menggunakan kekerasan.

Tidak, dia maklum bahwa dia berhadapan dengan pihak lawan yang licik dan curang. Dia tidak boleh datang berkunjung begitu saja. Dia harus lebih dulu melakukan penyelidikan dan kalau mungkin, lebih dulu membebaskan Mayang sebelum bertindak lebih lanjut.

Dia masih menduga-duga mengapa perkumpulan yang namanya begitu gagah, Ho-han-pang, perkumpulan orang-orang gagah, sudah memusuhinya bahkan menawan Mayang. Dan cara yang mereka pergunakan itu jauh dari pantas untuk dilakukan oleh para ho-han (patriot gagah)!

Setelah menggunakan kepandaiannya yang tinggi, menyusup mengelilingi dinding tembok yang mengepung perkampungan yang menjadi sarang Ho-han-pang, Hay Hay mendapat kenyataan bahwa penjagaan dilakukan secara ketat sekali oleh para anak buah Ho-han-pang yang rata-rata nampak muda dan gagah itu. Apa lagi di dua buah pintu gerbangnya, di situ dijaga oleh lebih dari dua puluh orang! Dan pada sepanjang dinding yang tingginya sekitar dua meter itu selalu terdapat peronda sehingga akan sulitlah bagi orang luar untuk memasuki tempat itu tanpa diketahui para peronda dan penjaga.

Dengan ginkang-nya yang amat tinggi, tentu tidak sulit bagi Hay Hay untuk meloncat dan menyelinap masuk ke balik dinding tembok. Akan tetapi dia ingin yakin agar dapat masuk tanpa diketahui orang. Akan berbahayalah kalau sampai ada yang melihatnya, bukan bagi diri sendiri melainkan bagi Mayang! Tentu mereka itu akan mengancam untuk mencelakai Mayang kalau sampai diketahui dia memasuki sarang perkumpulan itu. Padahal dia ingin masuk tanpa diketahui, agar mendapat kesempatan untuk membebaskan Mayang terlebih dahulu sebelum bentrok secara terbuka dengan mereka. Dia pun tidak tahu mengapa Ho-han-pang memusuhinya.

Hay Hay lantas teringat akan nasehat kakek yang dijumpainya bersama Mayang di dusun sebelah luar kota raja. Kakek itu menasehati bahwa perjalanan tidak aman, bukan karena gangguan perampok melainkan karena adanya orang-orang gagah dari Ho-han-pang yang suka merayu dan menggoda gadis-gadis cantik untuk dijadikan isteri mereka!

Dia makin tertarik dan ingin sekali mengetahui, perkumpulan apa gerangan yang bernama Ho-han-pang itu. Kalau dilihat dari namanya, sepatutnya sebuah perkumpulan yang baik, bukan perkumpulan orang jahat. Tetapi mengapa kini memusuhinya dan mempergunakan siasat busuk untuk menawan Mayang?

Baik adalah suatu keadaan batin, suatu mutu batin yang wajar, tidak dibuat-buat, seperti keadaan pohon mawar yang mengeluarkan bunga mawar yang indah dan harum tanpa disengaja. Perbuatan yang nampaknya baik belum tentu baik mutunya, karena perbuatan itu dapat saja palsu, kelihatannya saja baik akan tetapi itu hanya merupakan cara untuk mendapatkan sesuatu. Yang berpamrih selalu palsu!

Batin yang bersih dari cengkeraman nafsu berdaya rendah akan membuahkan perbuatan yang baik, wajar, bahkan pelakunya sendiri tak menganggapnya sebagai perbuatan baik. Karena itu kebaikan tidak mungkin dapat dilatih atau dipelajari, karena kalau demikian maka kebaikan yang dilakukan dengan sengaja itu hanya merupakan perbuatan munafik belaka, sengaja dilakukan agar mendatangkan sesuatu yang diinginkan oleh si pelaku.

Kebaikan adalah bebas dari perhitungan pikiran. Kebaikan adalah sesuatu yang dilandasi cinta kasih. Seorang ibu yang menyusui anaknya tak akan merasa bahwa dia melakukan suatu kebaikan wajar dan tidak disengaja, dasarnya cinta kasih. Cinta kasih hanya akan menyinari batin yang bebas dari pengaruh pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah!

Matahari telah condong ke barat. Hay Hay cepat menyelinap ke belakang sebatang pohon pada saat melihat ada dua orang peronda berjalan menuju ke tempat itu sambil bercakap-cakap. Dia mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Mengapa pangcu menyuruh kita berjaga dengan ketat dan waspada? Bukankah semua pengacau telah tertawan? Dan kalau yang datang itu hanya gadis-gadis cantik, untuk apa kita takut?"

"Wah, engkau tidak tahu! Tiga orang gadis cantik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi sehingga sepuluh orang dari kita belum tentu akan mampu mengalahkan mereka!"

"Hemm, kalau begitu, tentu pangcu akan berpesta pora karena kemenangannya. Apakah ketiga-tiganya akan dimiliki dan dinikmati oleh pangcu sendiri?"

"Hushh, jangan mencari penyakit!" bisik kawannya. "Apa pun yang akan dilakukan pangcu dan para pembantu utamanya, bukan urusan kita. Itu urusan tingkat tinggi!"

Keduanya berjalan melewati pohon di mana Hay Hay bersembunyi dan tiba-tiba Hay Hay keluar dari balik pohon. Sejak tadi dia memang telah mengerahkan kekuatan sihirnya.

"Ssttttt....!"

Dua orang itu terkejut sekali dan cepat membalikkan tubuh mereka. Mereka memandang terbelalak dan nampak bingung. Tadi Hay Hay sudah mengintai ke arah gardu di depan pintu gerbang di mana berkumpul para anak buah Ho-han-pang dan melihat seorang di antara mereka yang agaknya menjadi pimpinan dan disebut Ciong-toako.

"Hemm, mengapa kalian bengong? Apakah sudah tidak mengenal lagi pemimpinmu, aku orang she Ciong ini?"

"Ahh, Ciong-toako!" kata yang tinggi kurus.

"Ciong-toako mengejutkan kami saja!" kata orang ke dua yang perutnya agak gendut.

"Kalau meronda baik-baik, jangan melamun," kata Hay Hay yang telah berhasil membuat dua orang itu melihat dia sebagai ‘Ciong-toako’. "Kalian tahu bukan? Bahwa pangcu kita sudah menawan tiga orang gadis yang sangat lihai?" Tentu saja kata-kata ini dikeluarkan sesuai dengan apa yang baru saja didengarnya dari percakapan mereka. Dua orang itu mengangguk-angguk.

"Kalian tahu di mana tiga orang tawanan kita itu dikurung, bukan?"

"Tahu, Toako. Di kamar tahanan bawah tanah..."

"Bagus! Akan tetapi tutup mulutmu dan jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun juga. Hati-hati kalau terdengar pihak musuh," kata Hay Hay.

"Tidak mungkin, Toako. Lagi pula lorong bawah tanah itu selain rahasia juga dijaga ketat oleh para pembantu utama pangcu. Siapa yang akan mampu masuk ke sana?"

"Hemm, bagaimana pun juga kalian yang berjaga di luar harus hati-hati. Tahukah kalian di mana sekarang pangcu berada?"

"Tadi kami melihat pangcu pergi menuju ke puncak bukit kecil itu, mungkin pergi ke taman kesayangannya," jawab seorang dari mereka sambil menunjuk ke arah sebuah bukit kecil yang menjulang di tengah perkampungan itu. Bukan bukit, hanya merupakan bagian yang lebih tinggi saja dan di bawah gundukan itulah tahanan bawah tanah itu dibuat.

"Sudahlah, sekarang lanjutkan perondaanmu!" katanya dan diam-diam dia mengerahkan kekuatan sihirnya untuk membuat mereka berdua itu melupakan pertemuan ini.

Setelah mereka pergi dia pun segera melompati pagar dinding itu dan memasuki daerah perkampungan Ho-han-pang. Dia merasa lega bahwa dia sudah memperoleh keterangan yang amat diharapkan, yaitu tempat di mana Mayang ditahan. Dia merasa yakin bahwa di antara tiga orang wanita tawanan mereka ini terdapat adiknya. Dan dia tahu pula di mana adanya sang ketua yang menawan Mayang dan mengundangnya.

Bukan hal yang mudah untuk mencoba menolong Mayang. Mayang ditahan dalam tempat tahanan di bawah tanah dan dijaga ketat oleh para pembantu utama Ho-han-pang. Sebaliknya sang ketua berada di gundukan tanah seperti bukit kecil itu, mungkin sedang berada di taman kesayangannya di sana. Mungkin seorang diri. Adalah lebih mudah untuk menemui ketua itu, kalau perlu menangkapnya dan memaksanya membebaskan Mayang, dari pada harus menghadapi semua anak buah Ho-han-pang dan dikeroyok banyak orang sebelum sempat membebaskan Mayang.

Dengan kecepatan gerakannya yang ringan, Hay Hay menyusup-nyusup di antara pohon-pohon dan rumah-rumah perkampungan Ho-han-pang. Dua kali dia kepergok orang, akan tetapi dengan cepat dia menggunakan ilmu sihirnya sehingga dua kali pula dia dapat lolos dari perhatian orang-orang itu yang percaya bahwa yang mereka lihat itu hanya bayangan saja.

Akhirnya dengan jantung berdebar tegang Hay Hay berlari naik mendaki gundukan tanah seperti bukit kecil yang berada di tengah perkampungan itu. Sebuah bukit kecil yang pada puncaknya dijadikan sebuah taman bunga yang indah oleh ketua Ho-han-pang…..!

********************

Sementara itu, siang tadi di kota raja terjadi hal lain yang menarik hati. Seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun yang berpakaian sederhana bagai seorang pelajar, berwajah tampan dengan muka bulat putih dan alis tebal, mata agak sipit, dengan langkah tenang memasuki rumah penginapan Pak-hai-koan.

Pemuda ini menggendong sebuah buntalan kuning dan gerak-geriknya halus dan tenang. Tidak terlihat tanda bahwa dia seorang pemuda luar biasa, kecuali bahwa sepasang mata yang agak sipit itu mengandung sinar cemerlang dan kadang-kadang tajam bukan main.

Pemuda ini bertubuh sedang namun tegap dan dia adalah Pek Han Siong, pemuda yang di waktu kecilnya disebut Sin-tong (Anak Ajaib) dan dikejar-kejar oleh para pendeta Lama untuk dijadikan Dalai Lama!

Seperti kita ketahui, dengan bantuan Hay Hay akhirnya Han Siong mampu membebaskan diri dari pengejaran para pendeta Lama, bahkan telah bertemu dengan Wakil Dalai Lama yang menyatakan bahwa para pendeta tidak lagi menganggap Han Siong sebagai calon Dalai Lama. Malah Han Siong sempat pula ikut ‘menjodohkan’ Hay Hay dengan Mayang, akan tetapi kemudian dia merasa menyesal bukan main sebab perjodohan itu hampir saja menyeret keduanya ke dalam lembah kenistaan, karena ternyata bahwa Mayang adalah adik tiri seayah berlainan ibu dengan Hay Hay. Dua muda-mudi itu adalah anak-anak dari Ang-hong-cu!

Menghadapi peristiwa yang menyedihkan ini, Han Siong merasa semakin marah kepada Si Kumbang Merah yang dianggapnya menjadi penyebab utama dari kesengsaraan batin yang diderita Hay Hay, sahabat baiknya yang telah dianggapnya sebagai saudara sendiri, dan juga Mayang, gadis yang tidak berdosa itu.

Dia kemudian berpamit dari Hay Hay yang sedang dilanda duka itu. Dengan hati penuh semangat dia pergi untuk mencari Ang-hong-cu dan membinasakannya, menghukumnya atas dosa yang sudah diperbuatnya terhadap adik kandungnya, Pek Eng, juga terhadap para gadis lain yang menjadi korbannya. Termasuk pula untuk dosanya terhadap Hay Hay dan Mayang!

Sesudah meninggalkan Hay Hay yang juga sedang bersiap untuk pergi bersama Mayang yang mencari Ang-hong-cu, Han Siong lalu pergi mengunjungi suhu serta subo-nya, yaitu suami isteri Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu yang kini tinggal di puncak Kim-ke-kok (Lembah Ayam Emas) Pegunungan Heng-tuan-san sebelah timur.

Dia mencoba mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa dia berkunjung untuk memberi hormat kepada suhu dan subo-nya, akan tetapi jauh di lubuk hatinya terpendam pamrih utama dari keinginannya berkunjung itu. Pamrih itu ialah untuk dapat melihat dan bertemu dengan Siangkoan Bi Lian yang sudah amat dirindukannya.

Dia tak pernah dapat melupakan gadis itu. Gadis yang menjadi bekas tunangannya, yang kemudian menjadi pujaan hatinya. Meski pun gadis itu menolak tali perjodohan itu dengan alasan bahwa dia tidak mempunyai perasaan cinta asmara kepada Han Siong, melainkan hanya perasaan suka sebagai saudara seperguruan, akan tetapi dia tidak pernah dapat melupakannya dan tidak pernah berhenti mencintainya.

Akan tetapi ketika dia tiba di puncak Lembah Kim-ke-kok, yang menyambutnya hanyalah Siangkoan Ci Kang dan Toan Hui Cu. Suhu dan subo-nya menyambutnya dengan penuh kegembiraan dan kasih sayang. Mereka menghujaninya dengan berbagai pertanyaan dan mereka merasa ikut bangga dan gembira ketika mendengar akan pengalaman Han Siong di Tibet, gembira bahwa murid mereka kini sudah terbebas dari pengejaran para pendeta Lama di Tibet.

Sungguh pun pada lahirnya Han Siong juga menperlihatkan kegembiraannya, namun dia merasa kecewa bukan main karena tidak melihat adanya Bi Lian. Akan tetapi dia merasa sungkan untuk bertanya kepada suhu dan subo-nya.

Setelah mereka mendengarkan pengalaman yang sangat menarik dari murid mereka itu, akhirnya Toan Hui Cu yang berpenglihatan tajam bisa menduga bahwa muridnya ini tentu diam-diam mempertanyakan ketidak munculan puterinya.

"Han Siong,. engkau tentu merasa heran mengapa Bi Lian tidak berada di sini."

Berdebar rasa jantung di dada Han Siong. "Benar, Subo. Di mana sumoi? Kenapa teecu sejak tadi tidak melihatnya?"

"Baru beberapa hari yang lalu sumoi-mu berangkat turun gunung, Han Siong. Dia pergi bersama... sute-mu."

"Sute? Siapakah yang Subo maksudkan?" tanya Han Siong terheran.

"Belum lama ini kami menerima seorang murid baru, namanya Tan Hok Seng. Sebelum menjadi murid kami, dia sudah memiliki ilmu kepandaian yang cukup lumayan." Toan Hui Cu lantas menceritakan tentang Tan Hok Seng yang menjadi murid mereka dan menjadi ‘suheng’ baru Bi Lian.

"Dan sekarang mereka berdua pergi? Ke manakah kalau teecu boleh bertanya?"

"Mereka pergi ke kota raja untuk mencari orang jahat yang melempar fitnah kepada Tan Hok Seng hingga dia dipecat dari kedudukannya sebagai perwira istana, bahkan dijatuhi hukuman. Karena merasa kasihan kepada suheng-nya itu, Bi Lian hendak membantunya dan kini mereka berada di kota raja untuk mencari musuh yang bernama Tang Bun An itu."

"Tang...?" Han Siong terkejut mendengar disebutnya she ini. She yang dihafalnya benar karena itu adalah she dari Hay Hay dan juga she dari Ang-hong-cu!

"Ya, Tang Bun An. Apakah engkau mengenal nama itu, Han Siong?" tanya Siangkoan Ci Kang yang sejak tadi membiarkan isterinya yang bicara.

Han Siong menggelengkan kepalanya. "Teecu belum pernah mendengar nama itu, akan tetapi she Tang itu yang amat menarik perhatian teecu karena Ang-hong-cu yang sedang teecu cari-cari juga she Tang."

Suami isteri itu mengangguk-angguk. "Demikian pula dengan Bi Lian. Dia tertarik karena she Tang itulah."

Han Siong mengerutkan alisnya. "Teecu merasa khawatir, Suhu. Siapa tahu sumoi akan berhadapan dengan Ang-hong-cu yang amat lihai dan jahat itu. Apa bila Suhu dan Subo menyetujui, teecu akan menyusul mereka ke kota raja, hanya untuk melihat kalau-kalau sumoi menghadapi bahaya dan memerlukan bantuan teecu."

Suami isteri itu saling bertukar pandang, kemudian Siangkoan Ci Kang berkata, "Memang sebaiknya begitulah, Han Siong. Kami berdua juga akan merasa lebih tenang jika engkau suka membantu sumoi-mu."

Han Siong lantas berpamit dan dia pun menuruni Gunung Heng-tuan-san untuk menyusul sumoi-nya ke kota raja. Dia tidak tahu betapa suhu dan subo-nya mengikuti bayangannya dengan pandang mata penuh keharuan dan betapa subo-nya berkata kepada suhu-nya.

"Murid kita itu jelas masih mencinta Bi Lian."

Suhu-nya menghela napas panjang. "Engkau benar. Kasihan dia..."

"Memang kasihan, akan tetapi kalau Bi Lian tidak suka menjadi isterinya, bagaimana kita dapat memaksanya? Dan nampaknya anak kita itu akrab dengan Hok Seng."

"Hemm, jodoh berada di tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang menentukan siapa yang akan menjadi jodoh anak kita. Kita hanya dapat berdoa semoga Bi Lian tidak akan salah pilih."

Demikianlah, tanpa mengenal lelah Han Siong melakukan perjalanan, pergi ke kota raja untuk mencari sumoi-nya. Dan pada siang hari itu dia sudah sampai di kota raja. Kota raja amat besar dan ramai. Sukar untuk mencari sumoi-nya yang tidak diketahuinya berada di mana.

Jalan satu-satunya baginya adalah menyelidiki tentang perwira yang bernama Tang Bun An itu. Akan lebih mudah menyelidiki tempat tinggal seorang perwira dari pada seorang pendatang seperti sumoi-nya yang tidak dikenal orang-orang di tempat itu…..

********************
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar