Pendekar Mata Keranjang Jilid 80

Hay Hay berlari sambil mengepal kedua tangannya, membentuk tinju yang keras, sekeras hatinya pada saat itu. Bedebah Sim Ki Liong! Hanya nama ini yang terus teringat olehnya, nama yang dimaki dan dikutuknya karena dia hampir merasa yakin bahwa Ki Liong yang telah memperkosa Pek Eng.

Bukankah Han Lojin telah memberi tahukan kepadanya betapa Ki Liong merayu Pek Eng di dalam taman? Dan bukankah pemuda itu pula yang agaknya bertukar nama keturunan, dari Ciang ke Sim, murid Pendekar Sadis yang telah murtad, melarikan diri meninggalkan Pulau Teratai Merah tanpa pamit, bahkan melarikan pula banyak pusaka dari pulau itu?

Kalau bukan Ki Liong, siapa lagi yang sudah melakukan kekejian memperkosa, atau lebih tepat menggauli Pek Eng dengan menyamar sebagai dia? Siapa lagi kalau bukan Ki Liong karena dialah orang terdekat pada waktu itu? Bentuk tubuh Ki Liong sama dengannya dan di dalam kegelapan itu, tentu Pek Eng tidak dapat membedakan.

Agaknya Ki Liong sudah menggunakan kesempatan jahanam itu, pada saat dia melarikan diri karena takut terhadap dirinya sendiri yang hampir saja tergelincir ke dalam perjinahan bersama Pek Eng, lalu Ki Liong menyelinap masuk dan melanjutkan apa yang baru saja dia tinggalkan!

"Jahanam...!" Hay Hay marah sekali.

Dua hal yang membuatnya marah sekali. Pertama karena pemuda itu telah menodai Pek Eng dan dengan demikian merusak kehormatan, harga diri serta kebahagiaan gadis itu. Dan ke dua, pemuda itu telah mencemarkan nama baiknya, karena dengan perbuatannya itu, Pek Eng kini mengira bahwa dialah yang melakukannya!

"Keparat terkutuk!" Kembali dia memaki.

Dia harus dapat menangkap Ki Liong dan memaksa pemuda itu untuk mengaku di depan Pek Eng bahwa dialah yang melakukan perbuatan keji itu. Kemudian, tiba-tiba saja wajah Pek Eng yang dibayangkan itu berubah menjadi wajah Ling Ling dan seketika dia merasa lemas. Dia berhenti lari dan melempar dirinya duduk di bawah pohon dalam hutan itu.

"Celaka...!" serunya bingung ketika dia teringat akan tuduhan Ling Ling bahwa dia sudah memperkosa gadis itu!

Tidak mungkin Ling Ling berbohong karena dia sudah melihat sendiri keadaan gadis itu. Bertelanjang bulat di tepi telaga itu dalam keadaan lemas tanpa mampu bergerak karena ditotok orang! Jelas bahwa tadi malam Ling Ling memang diperkosa orang, dan gadis itu mengira bahwa dialah yang melakukan perkosaan!

"Keparat jahanam...!" Dia memaki lagi, akan tetapi kali ini makian tidak ditujukan kepada Ki Liong.

Siapakah yang sudah melakukan perkosaan terhadap diri Ling Ling? Dan mengapa pula Ling Ling mengira bahwa dialah pelakunya? Kenapa dalam waktu yang bersamaan, dua orang gadis yang telah direnggut kehormatannya oleh orang lain, keduanya menuduh dia yang telah melakukannya?

"Sialan...!" gerutunya gemas, akan tetapi juga trenyuh karena dia merasa kasihan sekali terhadap kedua orang gadis itu.

Dua orang gadis yang gagah perkasa, cantik manis, muda belia, bagai dua tangkai bunga yang tengah mekar semerbak, tahu-tahu dipetik orang secara keji dan dialah yang dituduh sebagai pemetik dan perusaknya. Dan dia pun teringat akan orang-orang Bu-tong-pai!

Mereka ini pun menuduh dirinya pernah memperkosa seorang murid wanita Bu-tong-pai, bahkan menyangka bahwa dialah jai-hwa-cat yang berjuluk Ang-hong-cu! Urusan dengan orang-orang Bu-tong-pai ini dapat dia mengerti. Mereka itu salah sangka.

Mungkin saja seorang murid wanita Bu-tong-pai diperkosa oleh Ang-hong-cu, dan mereka menuduh dia sebagai Ang-hong-cu sebab mereka melihat dia memegang sebuah mainan tawon merah dari emas, yaitu benda yang menjadi tanda dari penjahat cabul Ang-hong-cu, ayahnya! Ayah kandungnya! Dan kini, tiba-tiba saja Pek Eng dan Ling Ling menuduh dia sebagai perusak keperawanan mereka!

"Tenanglah Hay Hay, tenanglah...," dia menghibur diri sendiri.

Dia harus berpikir masak-masak sebelum bertindak secara sembrono, hanya menurutkan emosi belaka, menurutkan kemarahan hatinya. Agaknya ada rahasia aneh tersembunyi di balik ini semua. Maka sebelum melanjutkan perjalanannya dan niat hatinya untuk mencari Ki Liong yang dituduhnya sebagai pemerkosa atau perusak kehormatan Pek Eng dengan menyamar sebagai dirinya, dia ingin memikirkan kembali segala yang terjadi baru-baru ini.

Dia mengenang kembali peristiwa malam itu. Dia berada di dalam kamarnya ketika Han Lojin memanggilnya dari luar kamar. Lalu mereka bercakap-cakap dan Han Lojin memberi tahu bahwa baru saja dia menghindarkan Pek Eng dari rayuan maut Ki Liong. Kemudian, sebagai tanda persahabatan dan perasaan kagum Han Lojin kepadanya, Han Lojin lantas mengajaknya minum tiga cawan arak yang harum dan manis. Dia mulai merasa khawatir.

Setelah Han Lojin pergi, dia lalu memanggil Pek Eng keluar dari kamarnya, diajaknya ke dalam taman karena dia hendak memperingatkan gadis itu dari bahaya rayuan Ki Liong. Akan tetapi apa yang terjadi kemudian?

Hay Hay mengerutkan alisnya, mukanya terasa panas karena malu, lantas dia mengepal tinju, sekali ini ingin dia menampar mukanya sendiri. Mengapa dia secara mendadak saja merasa seperti orang mabuk, terangsang oleh kehadiran Pek Eng yang demikian dekat dengannya? Kenapa dia seperti dimasuki iblis, merangkul dan menciumi gadis itu?

Dan Pek Eng tidak melawan, dara itu pasrah saja, malah membalas rangkulannya dengan mesra, dengan penuh penyerahan diri. Hampir saja terjadi pelanggaran di dalam pondok taman itu ketika dia dan Pek Eng berada di dalamnya, di atas dipan.

Akan tetapi dia tersadar dan cepat dia pergi meninggalkan gadis itu, meninggalkan tempat yang amat berbahaya itu. Dia merasa menyesal sekali, dan malu kepada diri sendiri, malu untuk bertemu dengan Pek Eng.

Hay Hay menggaruk-garuk kepalanya. Dia heran sekali, kenapa dia menjadi seperti orang mabuk dan terangsang ketika berhadapan dengan Pek Eng. Arak itu! Arak harum manis yang diminumnya bersama Han Lojin!

Hay Hay meloncat bangun. Mungkinkah arak yang disuguhkan Han Lojin itu yang menjadi sebabnya? Arak itu mengandung obat perangsang? Akan tetapi... dia melihat betapa Han Lojin sendiri juga meminumnya, bahkan dia mentertawakan orang itu yang tampak mabuk setelah minum tiga cawan.

Namun, andai kata memang benar demikian, lalu apa artinya? Apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak yang mengandung obat perangsang kepadanya? Dan Han Lojin pula yang menceritakan kepadanya bahwa Pek Eng dirayu oleh Ki Liong. Seakan-akan ada hubungannya antara pemberi tahuan tentang Pek Eng dan penyuguhan arak perangsang itu.

Benarkah ada hubungannya? Apakah Han Lojin menghendaki supaya dia mendekati Pek Eng dalam keadaan terangsang? Apakah orang aneh itu memang menghendaki supaya terjadi hubungan gelap antara dia dan Pek Eng? Lalu apa maksudnya kalau begitu?

"Sungguh bisa membuat orang menjadi gila!" pikirnya.

Dan lebih membingungkan lagi jika dia mengingat akan peristiwa yang menimpa diri Ling Ling. Dia memang telah menjanjikan kepada gadis yang masih puteri suheng-nya itu agar menunggu di tepi telaga selama tiga hari. Dia akan datang mencarinya dan mengabarkan tentang penyelidikannya ke sarang pemberontak. Akan tetapi dia malah menemukan dara perkasa itu telah diperkosa orang.

Mengingat akan tingkat kepandaian Ling Ling, Hay Hay merasa yakin bahwa pemerkosa gadis itu bukan orang sembarangan. Tentu dia mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi. Kalau tidak demikian, mana mungkin bisa membuat seorang gadis selihai Ling Ling tidak berdaya dengan totokan dan memperkosanya? Dia bersedih sekali mengingat akan nasib Ling Ling.

"Hemm, aku pasti akan mencari sampai dapat dua orang yang sudah merusak Pek Eng dan Ling Ling itu! Bukan hanya untuk mencuci bersih namaku, akan tetapi terutama sekali untuk mencegah agar penjahat keji itu tak lagi melakukan kecabulan terhadap gadis lain!"

Dia pun akan mencari ayah kandungnya sampai dapat! Ayahnya juga termasuk seorang penjahat cabul yang kejam, dan dia harus menegur ayah kandungnya, bahkan kalau perlu menentangnya! Juga dia akan menemui Ki Liong, memaksa pemuda itu untuk mengaku kalau memang benar Ki Liong yang sudah menggauli Pek Eng seperti yang dia sangka, dengan menyamar sebagai dia. Selain Ki Liong, dia juga harus menemui Han Lojin untuk menuntut orang itu agar mengaku tentang arak perangsang dan apa maksudnya Han Lojin menyuguhkan arak perangsang kepadanya!

Sesudah memutuskan seperti itu, hati Hay Hay menjadi tenang kembali. Dia tidak boleh dimakan perasaan emosi dan kemarahan. Dia menghadapi orang-orang pandai seperti Ki Liong, Han Lojin, dan pemerkosa misterius itu, juga menghadapi ayah kandungnya sendiri yang belum pernah dikenalnya. Dia harus berhati-hati!

Ketika dengan hati-hati dia menyusup-nyusup melewati hutan-hutan dan perbukitan untuk memasuki sarang para pemberontak, tiba-tiba saja ia melihat bayangan orang berkelebat. Dia cepat menyusup ke balik semak belukar untuk bersembunyi dan nampaklah olehnya bahwa bayangan itu adalah Han Lojin!

Hay Hay segera mengintai dan melihat betapa orang itu memegang sehelai kertas yang mulai digambarinya, kadang-kadang mengangkat kepala dan melihat-lihat ke arah sarang pemberontak di bukit depan. Han Lojin sedang melukis, pikirnya heran. Dengan hati-hati dia menyusup semakin dekat. Ahh, ternyata Han Lojin sedang melukis peta, pikir Hay Hay, semakin heran lagi.

Tiba-tiba Han Lojin bergerak dan berloncatan ke depan. Dengan hati yang penuh tanda tanya Hay Hay membayangi dari jauh. Tak salah dugaannya, Han Lojin sedang membuat peta dari keadaan sekeliling sarang pemberontak! Sungguh dia tidak dapat menduga apa maksudnya. Hanya setan saja yang tahu apa yang dilakukan orang aneh itu, pikirnya.

Mendadak muncul belasan orang, berloncatan dari balik batang-batang pohon. Hay Hay mengenal mereka sebagai anggota-anggota Kui-kok-pang dengan pakaian mereka yang serba putih, dipimpin sendiri oleh Kim San, ketua Kui-kok-pang yang pakaiannya serba putih pula dan mukanya pucat seperti mayat.

"Berhenti...!" Kim San membentak, menghadang di depan, dan dengan senjata di tangan tiga belas orang anak buahnya mengepung Han Lojin.

Han Lojin telah menggulung kertas peta itu, menyimpan ke dalam kantung jubahnya yang lebar, tangan kanannya masih memegangi pensil bulu yang bergagang panjang, yang tadi digunakannya untuk membuat gambar peta. Dia tersenyum tenang, memandang kepada Kim San dan tertawa.

"Aha, kiranya Kui-kok Pangcu yang datang! Ada keperluan apakah menemui aku di sini?"

"Han Lojin, kami diperintah oleh Bengcu untuk mencarimu. Apakah yang kau pegang tadi dan apa yang kau lakukan di sini?"

Han Lojin masih tersenyum lebar. "Aku sedang menyalurkan bakatku dalam hal melukis! Mengapa Bengcu menyuruhmu mencariku?"

"Engkau harus kembali, karena engkau telah pergi tanpa pamit!" kata Ketua Kui-kok-pang itu dengan sikap dingin dan marah karena Han Lojin sama sekali tidak menunjukkan sikap hormat kepadanya.

"Hemm, biar pun aku sudah menyatakan untuk bekerja sama dan membantu, akan tetapi aku bukanlah anak buah Lam-hai Giam-lo yang bisa disuruh begini begitu sesuka hatinya. Aku akan menghadap sendiri kalau aku suka, tidak perlu engkau menyuruhku. Pergilah, Pangcu, dan jangan mengganggu kesibukanku di sini."

"Han Lojin, engkau telah dianggap melarikan diri dan mungkin menjadi pengkhianat. Oleh karena itu, mari turut saja dengan aku untuk menghadap Bengcu!"

"Kalau aku tidak mau?"

"Mati atau hidup, kami akan membawamu menghadap Bengcu!"

Memang para tokoh sesat telah diperintah oleh Lam-hai Giam-lo untuk pergi berpencaran mencari tiga orang, yaitu Hay Hay, Han Lojin, dan juga Pek Eng. Gadis itu diharuskan pulang, jika perlu dengan paksaan akan tetapi sama sekali tidak boleh diganggu apa lagi dibunuh, sebaliknya Lam-hai Giam-lo sudah memberi perintah agar membunuh saja Hay Hay dan Han Lojin kalau mereka tidak mau kembali.

"Wah, manusia sombong! Ingin kulihat bagaimana kalian akan membunuhku!" kata Han Lojjn, sikapnya menantang, tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan menudingkan mouw-pit (pensil bulu) ke arah muka Ketua Kuk-kok-pang.

"Engkau memang sudah bosan hidup! Serang dan bunuh!" bentak Kim San kepada anak buahnya dan segera mereka semua menyerbu dengan ganasnya.

Han Lojin tersenyum, lalu mouw-pit pada tangan kanannya bergerak cepat sekali. Ujung gagang pensil bulu itu menotok ke sana sini dan empat orang anak buah Kui-kok-pang langsung bergelimpangan karena tertotok!

Kim San mengeluarkan bentakan nyaring kemudian tubuhnya telah menerjang ke depan, sepasang tangannya membentuk cakar setan dan dia menerkam seperti seekor beruang marah. Han Lojin maklum betapa sepasang tangan manusia yang seperti mayat hidup ini mengandung tenaga beracun yang dahsyat sekali, maka dia pun cepat mengelak dengan satu loncatan ke kiri.

Dia disambut oleh anak buah Kui-kok-pang, namun kedua kakinya membagi tendangan. Cepat dan kuat sekali tendangan yang diluncurkan oleh Han Lojin itu sehingga anak buah Kui-kok-pang tidak mampu mengelak atau menangkis. Kembali ada dua orang terjungkal oleh tendangan itu sehingga yang lain menjadi jeri, hanya mengepung sambil mengacung-acungkan senjata.

Kim San marah sekali. Dia kembali mengeluarkan teriakan parau dan kini dengan cepat dia menyerang secara bertubi-tubi. Akan tetapi Han Lojin menghadapinya dengan tenang, mengelak sambil menggerakkan gagang mouw-pit-nya yang menyambut dengan totokan-totokan sehingga kini sebaliknya Kim San yang merasa repot sebab harus mengelak atau menangkis. Totokan itu lihai sekali dan kalau sampai terkena, tentu dia akan roboh!

Hay Hay mengintai dari tempat sembunyinya. Dia tak merasa heran melihat kelihaian Han Lojin. Dia sendiri sudah pernah merasakan kelihaian orang itu ketika dia disuruh menguji kepandaian Han Lojin oleh Lam-hai Giam-lo dan Sim Ki Liong. Dia maklum bahwa tingkat kepandaian Ketua Kui-kok-pang itu masih kalah jauh dibandingkan tingkat Han Lojin.

Hanya diam-diam dia merasa heran mengapa Han Lojin yang tadinya dikiranya seorang petualang yang ingin mencari imbalan jasa besar dengan membantu Lam-hai Giam-lo, kini tiba-tiba saja agaknya telah membalik dan melawan orang-orangnya bengcu yang hendak memberontak itu.

Tepat seperti dugaannya, Kim San dipermainkan oleh Han Lojin. Mouw-pit itu menyambar-nyambar dan kini terdapat coretan-coretan yang membuat wajah itu menjadi tidak karuan dan lucu sekali. Ada kumisnya di kanan kiri hidung, di kedua pipinya ada tulisan ‘monyet’ dan ‘babi’, semua ini dilakukan oleh Han Lojin dengan kecepatan luar biasa.

Hay Hay sendiri kini bahkan terkejut. Kiranya pada saat mengadu kepandaian dengannya, Han Lojin agaknya belum mengeluarkan semua ilmunya! Baru ilmu memainkan mouw-pit ini saja sudah dapat menuliskan huruf-huruf di muka lawan yang juga bukan orang lemah, sungguh merupakan ilmu yang hebat!

Akhirnya sebuah tendangan kaki kiri Han Lojin mencium lutut Kim San, membuat Ketua Kui-kok-pang itu terjatuh berlutut. Han Lojin lalu mengeluarkan suara ketawa panjang dan tubuhnya melayang jauh meninggalkan tempat itu. Hay Hay cepat membayangi dari jauh.

Ketika pada hari itu Han Lojin menghadap Menteri Cang, diam-diam Hay Hay juga terus membayangi. Dengan kepandaiannya yang sangat tinggi, dia dapat menyusup ke dalam dan ketika dia melihat bahwa di situ hadir pula Hui Lian, Su Kiat, Kui Hong, Ling Ling, Can Sun Hok, dan masih banyak lagi para pendekar dari berbagai golongan, Hay Hay segera mengundurkan diri. Terlalu berbahaya bila dia memperlihatkan diri, apa lagi di situ terdapat pula orang-orang Bu-tong-pai yang tentu tak akan mau melepaskannya. Dia hanya dapat melakukan pengintaian dari jauh saja.

Akhirnya Hay Hay meninggalkan tempat yang dijadikan markas sementara oleh pasukan pemerintah yang dipimpin langsung oleh Menteri Cang. Ketika dia melihat betapa pasukan pemerintah yang dibagi menjadi tujuh kelompok mulai meninggalkan tempat itu menuju ke sarang gerombolan pemberontak, tahulah dia bahwa penyerangan akan dimulai. Dia akan membantu pasukan pemerintah dengan diam-diam.

Hay Hay mengambil keputusan untuk mendahului pasukan itu, memasuki perkampungan pemberontak. Terutama sekali dia harus dapat menemui Sim Ki Liong untuk dipaksanya mengaku tentang peristiwa di dalam taman pada malam hari itu, mengaku bahwa Sim Ki Liong sudah menyamar sebagai dia, menggauli Pek Eng yang mengira bahwa pemuda itu adalah dirinya…..

********************

Perhitungan Mulana tentang diri saudara kembarnya memang tepat sekali. Kulana adalah seorang yang amat cerdik, juga dia seorang ahli siasat perang yang lihai. Maka tentu saja dia dapat memperhitungkan siasat yang akan diambil oleh pimpinan pasukan pemerintah yang menjadi musuhnya.

"Biarkan saja mereka datang mengepung kita," katanya tenang kepada Lam-hai Giam-lo dan para pembantunya ketika mereka mengadakan perundingan. "Kita akan menghadapi mereka, dan percayalah kita akan dapat menghancurkan mereka, membinasakan mereka sampai tidak ada seorang pun di antara mereka akan mampu lolos!"

"Akan tetapi jumlah pasukan mereka lebih besar dari pada pasukan kita!" seru Sim Ki Liong sangsi. "Mereka dibantu pula oleh orang-orang yang mempunyai kepandaian tinggi! Tang Hay itu tentu berada di antara mereka, juga Han Lojin."

Kulana tersenyum. "Jangan khawatir. Siasat kita hendak menggunakan jalan terusan itu tentu sudah mereka perhitungkan pula dan biarlah mereka mengerahkan semua kekuatan di jalan terusan itu. Aku akan menggunakan akal dan memancing supaya semua pasukan musuh berkumpul di jalan terusan itu, lantas di sanalah aku akan menghancurkan mereka semua!"

Agaknya Kulana masih tetap merahasiakan siasatnya yang terakhir ini karena dia belum percaya sepenuhnya kepada para pembantu Lam-hai Giam-lo yang terdiri dari para tokoh sesat itu. Orang-orang seperti itu sukar untuk dipercaya, begitu pendapat Kulana. Rahasia penting tidak akan aman berada di tangan mereka yang tentu suka menjual rahasia apa pun demi keuntungan sendiri.

Akan tetapi secara diam-diam dia sudah mempersiapkan dan mengatur siasatnya itu, dan untuk keperluan itu dia menggunakan orang-orangnya sendiri, pelayan-pelayan yang bisa dipercayanya. Ia hanya mengingatkan pada semua perwira pasukan pemberontak bahwa begitu dia memberi tanda dengan tiga kali tiupan terompet yang suaranya khas, semua pasukan harus segera ditarik meninggalkan jalan terusan, membiarkan musuh berkumpul di antara dua bukit itu. Hal ini diperingatkannya berulang kali, dan hanya kepada Lam-hai Giam-lo seoranglah dia menjelaskan siasatnya yang terakhir itu, yaitu akan meledakkan dinding bukit untuk menyerang musuh…..

********************

Dua hari sebelum malam bulan purnama tiba, malam itu cukup terang dengan bulan yang dua hari lagi akan penuh. Malam yang indah dan amat cerah, namun sunyi menyeramkan di Lembah Yang-ce di Pegunungan Yunan yang menjadi sarang para pemberontak itu.

Tempat itu sunyi seakan-akan sudah ditinggalkan oleh para pemberontak. Padahal setiap orang pemberontak sudah menanti dengan jantung berdebar tegang karena mereka telah diberi tahu oleh Kulana bahwa malam itu mereka akan menyambut serbuan musuh di luar jalan terusan.

Sebagian dari mereka telah membentuk barisan pendam di luar jalan terusan, dan barisan pendam ini dipimpin sendiri oleh Lam-hai Giam-lo, dibantu oleh Sim Ki Liong yang menjadi orang kepercayaan bengcu itu. Ada pun pasukan yang menyambut musuh dipimpin oleh para tokoh yang lain, di antaranya Ji Sun Bi, Min-san Mo-ko, Kim San, Hek-hiat Mo-ko, serta para tosu Pek-lian-kauw dan dipimpin sendiri oleh Kulana.

Sunyi sekali suasana di sarang para pemberontak itu sampai ke jalan terusan. Menjelang tengah malam, di bawah sinar mata para pimpinan pasukan yang mengintai dari tempat persembunyian mereka, tampak Kulana sendiri muncul keluar ke atas sebuah batu besar. Dari atas batu itu dia dapat melihat ke arah jalan terusan di bawah sana.

Kulana mengenakan pakaian longgar serba putih dengan potongan seperti jubah pendeta. Rambutnya dibiarkan riap-riapan sehingga dia terlihat seperti seorang pendeta yang aneh dan sikapnya menyeramkan. Sepasang matanya mengeluarkan sinar kilat mencorong dan mukanya yang tertimpa sinar bulan itu nampak kehijauan.

Di tangan kirinya terdapat seuntai tasbeh, ada pun tangan kanannya memegang sebatang pedang telanjang yang mengeluarkan sinar berkilauan. Dia lalu duduk bersila di atas batu itu, menghadap ke utara, ke arah datangnya serangan musuh yang sedang ditunggu.

Malam berjalan terus dan bulan sudah condong ke barat. Cuaca mulai remang-remang, kemudian muncul sinar kemerahan di ufuk timur, sinar yang meski pun masih kemerahan tetapi telah nampak kekuatannya sehingga memudarkan sinar bulan. Itulah sinar matahari yang mulai menyapu kegelapan di kaki langit sebelah timur.

Dalam kesunyian malam menjelang pagi itu tiba-tiba terdengar bunyi terompet melengking panjang. Itulah tanda yang dinanti-nantikan oleh pasukan pemberontak. Bunyi terompet itu merupakan tanda bahwa pasukan musuh telah datang dan tiba di perbatasan yang sudah mereka tentukan.

Tubuh yang tadinya duduk bersila itu kini tiba-tiba bangkit berdiri perlahan-lahan. Kulana mengacungkan pedang telanjang itu ke atas, kemudian menuding ke arah utara, tasbeh di tangan kiri berputar-putar dan mulutnya berkemak-kemik, sementara sepasang matanya terpejam untuk beberapa lamanya. Sesudah kedua mata itu terbuka, orang akan merasa terkejut dan ngeri karena mata itu kini mengeluarkan sinar yang sangat liar menakutkan, kehijauan seperti mata seekor harimau yang marah.

Saat bertemunya kedua pasukan yang bermusuhan itu pun ditunggu dengan hati tegang oleh pasukan kerajaan yang berbaris maju dengan penuh semangat. Sekarang pasukan itu tiba di perbatasan, dan jalan terusan yang diapit-apit dinding bukit itu sudah kelihatan dari tempat ketinggian itu, di bawah cahaya bulan yarig mulai pudar oleh sinar matahari merah. Didampingi Mulana, Menteri Cang sendiri berdiri di atas batu besar sambil meneliti tempat itu dari jauh.

"Itukah jalan terusan yang dimaksudkan?" tanya Menteri Cang, dan diam-diam dia mulai percaya akan gambar peta yang diterimanya dari Han Lojin. Agaknya orang aneh itu tidak berbohong atau berkhianat, pikirnya.

Mulana mengangguk, "Benar, Taijin. Dan lihat, betapa sunyinya. Jika menurut sepatutnya, para pemberontak tentu sudah tahu akan kedatangan pasukan kita, namun kenyataannya sunyi saja. Oleh karena itu, tidak salah lagi, mereka sedang mempergunakan siasat dan kini mereka pasti sedang menanti kita. Kita harus bersikap hati-hati dan biarkan pasukan terus maju, saya akan berada di depan dengan para pembantu saya, menghadapi segala kemungkinan."

Menteri Cang mengangguk lalu memberi isyarat supaya pasukan yang untuk sementara dihentikan itu bergerak lagi, menuju ke arah jalan terusan yang dari situ agak menurun itu. Mulana dan belasan orang pembantunya berada paling depan, menuntun tiga ekor anjing hitam mendahului pasukan. Di belakangnya nampak para pendekar yang dipelopori oleh Can Sun Hok dan Cia Ling lalu para tokoh partai persilatan besar. Semua orang bersiap siaga dan waspada, maklum bahwa sewaktu-waktu pihak musuh tentu akan muncul dan menyambut mereka.

Ketika ujung jalan terusan itu tinggal beberapa puluh meter lagi, Mulana memberi isyarat agar pasukan berhenti melangkah. Dia sendiri bersama belasan orang pembantunya yang membawa ember melangkah maju mendekati ujung jalan terusan.

Mendadak terdengar suara gerengan aneh dan dahsyat, lalu disusul datangnya angin dari arah jalan terusan. Mulana cepat memberi isyarat kepada para pembantunya yang segera mengerjakan tugas yang telah diatur sebelumnya, yaitu dengan golok-golok tajam mereka menyembelih tiga ekor anjing hitam itu.

Anjing-anjing itu tak sempat mengeluarkan suara lagi. Darah mengucur dari leher mereka yang putus, dan segera darah itu ditampung ke dalam ember-ember yang telah disiapkan.

Sekarang angin yang menyambar-nyambar menjadi makin dahsyat dan nampaklah asap hitam bergumpal-gumpal keluar dari dalam jalan terusan, mengerikan sekali. Akan tetapi Mulana yang sudah siap dengan pakaian pendeta berwarna kuning dan rambut terurai, kini melangkah maju dengan pedang di tangan kanan.

Dia mencelup pedang itu ke dalam darah anjing sampai ke gagangnya, lalu mengangkat pedang itu tinggi-tinggi sambil melangkah maju dan mulutnya berkemak-kemik. Belasan orang itu mengikutinya dan dengan gayung kecil, mereka itu menciduk darah anjing lalu memercikkannya ke arah asap hitam yang bergumpal-gumpal. Sungguh aneh, asap hitam yang bergulung-gulung itu segera lenyap, angin pun berhenti bertiup dan cuaca menjadi bersih kembali, jalan terusan itu nampak kembali.

Akan tetapi kini terdengar gerengan yang semakin keras dan dari dalam jalan terusan itu kembali muncul asap hitam bergumpal-gumpal, lalu dari dalam asap itu muncullah seekor naga hijau yang menyeramkan. Naga itu besar sekali, sepasang matanya mencorong dan moncongnya yang terbuka lebar mengeluarkan api menyala-nyala, dua lubang hidungnya mengeluarkan asap putih yang panas sedangkan kedua cakar depan dengan kuku-kuku yang mengerikan seperti hendak menubruk ke arah Mulana.

Akan tetapi Mulana tidak menjadi gentar dan dia pun terus maju dengan pedangnya yang kini berubah merah oleh darah anjing, sedangkan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke arah asap hitam yang semakin menjalar.

Anak buah pasukan yang berada di belakang melihat dengan mata terbelalak dan muka pucat. Tentu saja mereka merasa nyeri dan takut. Akan tetapi para tokoh pendekar yang melihat ini, maklum bahwa mereka menghadapi ilmu hitam yang dahsyat, maka mereka segera mengerahkan sinkang untuk memperkuat batin dan menolak pengaruh ilmu hitam ini.

Can Sun Hok dan Cia Ling yang sudah mempunyai tingkat kepandaian yang cukup tinggi, sesudah mengerahkan sinkang berhasil membuat mata mereka menjadi terang sehingga bayangan naga yang menyeramkan itu pun menipis walau pun belum lenyap. Mereka pun tidak dapat berbuat sesuatu menghadapi ilmu hitam seperti ini, dan hanya percaya bahwa Mulana akan mampu memunahkannya.

Mulana melangkah maju, lalu pedangnya menyambar menyerang ke arah naga hijau itu, sedangkan orang-orangnya terus memercikkan darah anjing. Terdengar bunyi melengking dahsyat kemudian naga hijau itu pun lenyap, asap hitam pun bergulung-gulung naik dan mundur hingga lenyap. Mulana memberi isyarat kepada orang-orangnya untuk maju terus, sedangkan pasukan di belakangnya, dengan didahului oleh para pendekar, juga bergerak maju lagi dan mulai memasuki jalan terusan.

Kini sunyi di jalan terusan itu. Dengan hati-hati sekali pasukan yang dipimpin sendiri oleh Menteri Cang itu memasuki terusan. Karena maklum bahwa mereka memasuki perangkap yang mengerikan, mau tidak mau jantung pejabat tinggi itu berdebar penuh ketegangan pula. Dia memandang ke atas, kanan kiri dan merasa seram.

Dinding bukit itu menjulang tinggi dan kalau ada batu-batu runtuh ke bawah, pasukannya akan celaka, apa lagi kalau sampai dinding itu diledakkan! Dia hanya mengharapkan agar mereka yang bertugas merayap ke atas bukit di kanan kiri itu akan berhasil menyergap dan menggagalkan rencana peledakan dinding bukit.

Akan tetapi kesunyian itu mendadak dipecahkan oleh beberapa suara jeritan di sana-sini, dilakukan oleh anak buah pasukan. Dan Mulana melihat betapa kembali ada asap hitam bergulung-gulung dan di atas dinding bukit di kanan kiri nampak segala macam serangga beracun merayap turun. Ular, kalajengking, kelabang dan banyak lagi macamnya, sangat mengerikan dan juga menjijikkan!

Ia tahu bahwa semua itu bukanlah binatang-binatang asli, melainkan jadi-jadian hasil ilmu hitam. Maka dia segera memimpin orang-orangnya untuk memercikkan darah anjing, ada pun pedangnya yang berlumuran darah anjing hitam itu sudah mengamuk, membabat ke arah binatang-binatang kecil yang menjijikkan itu. Dan seperti juga tadi, penglihatan yang mengerikan itu pun lenyap bersama asap hitam.

Kini semua pasukan pemerintah itu telah memasuki jalan terusan dan berbareng dengan bunyi tambur yang dipukul gencar, sekarang dari luar jalan terusan bermunculan pasukan pemberontak yang menerjang dari belakang. Pada saat itu juga terdengar sorak-sorai dan pasukan pemberontak yang bersembunyi di dalam, kini pun bermunculan dan menyerang dari depan. Dengan demikian pasukan induk pemerintah itu kini tergencet dari depan dan belakang, dan berada di dalam jalan terusan yang memanjang itu.

Tepat seperti yang telah diperhitungkan oleh Mulana. Akan tetapi yang membikin pasukan pemerintah merasa bingung adalah mengepulnya asap hitam yang membuat penglihatan mereka menjadi gelap, akan tetapi agaknya tidak demikian bagi pasukan pemberontak.

Jika tidak ada Mulana, tentu pasukan pemerintah akan celaka bertempur dalam keadaan seperti itu. Mulana dan para pembantunya sibuk memercikkan darah anjing ke kanan kiri dan akhirnya, asap hitam yang bergulung-gulung itu pun perlahan-lahan lenyap sehingga kini mereka dapat bertempur dalam keadaan cuaca terang karena matahari sudah mulai muncul!

Melihat betapa pada pihak pemberontak terdapat orang-orang Kui-kok-pang yang mudah dikenal dengan pakaian mereka yang putih dan gerakan mereka yang ganas dan dahsyat, Can Sun Hok dan Cia Ling segera terjun dan menerjang mereka, merobohkan beberapa orang anggota Kui-kok-pang.

Can Sun Hok segera melihat kepala gerombolan ini, yaitu Kim San yang mudah diketahui dari keadaan pakaiannya dan kelihaian gerakannya. Can Sun Hok segera menerjang Kim San yang bertangan kosong. Segera terjadi perkelahian yang amat seru.

Biar pun bertangan kosong, namun kedua tangan Ketua Kui-kok-pang yang membentuk cakar itu sangat berbahaya dan mengandung hawa beracun yang jahat. Namun Can Sun Hok yang memegang suling itu tidak mau memberi kesempatan kepada lawan yang lihai ini. Dia lalu memutar sulingnya dan memainkan ilmu pedang simpanannya, yaitu Kwi-ong Kiam-sut (Ilmu Pedang Raja Iblis) yang amat dahsyat.

Walau pun dia memainkannya dengan suling, namun keampuhannya tidak kalah dengan pedang, dan ilmu pedang ini dahulu adalah ciptaan Si Raja Iblis, datuk sakti kaum sesat itu. Maka, betapa pun lihainya Kim San, menghadapi ilmu pedang ini dia segera terdesak hebat dan hanya karena bantuan anak buahnya saja dia masih mampu mempertahankan diri.

Ling Ling sendiri telah mengamuk pula dan gadis ini biasanya juga bertangan kosong. Dia telah mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi dari ayahnya, maka meski pun dia bertangan kosong, kedua tangan dan kedua kakinya merupakan senjata-senjata yang amat ampuh. Dengan gerakan amat lincah laksana seekor burung walet, gadis ini berloncatan dan menyambar-nyambar ke sana-sini, dan setiap kali tangan atau kakinya mencuat ke samping atau ke depan, tentu ada seorang anggota pasukan musuh yang terjungkal roboh.

Sementara itu, di atas sebatang pohon yang tumbuh di tebing, ada dua orang sejak tadi menonton pertempuran. Mereka adalah Pek Han Siong dan Cu Bi Lian atau lebih tepat lagi, Siangkoan Bi Lian walau pun gadis itu sendiri belum tahu akan nama keturunannya yang sesungguhnya.

Seperti telah kita ketahui, Han Siong bertemu dengan Bi Lian secara kebetulan sekali. Pada saat itu Bi Lian sedang dikeroyok oleh Kulana dan Lam-hai Giam-lo yang hendak menangkapnya. Hampir saja Bi Lian celaka dan dapat tertangkap akibat ilmu sihir yang dipergunakan Kulana, akan tetapi tiba-tiba muncul Han Siong yang menyelamatkan gadis itu dengan kekuatan sihirnya pula.

Kemudian mereka berkenalan dan saling mengetahui bahwa mereka masih suheng dan sumoi, walau pun Han Siong belum menceritakan bahwa sumoi-nya itu sesungguhnya adalah puteri kedua orang gurunya, bahkan juga sudah menjadi calon jodohnya! Mereka berdua bertemu dengan Mulana dan menjadi tamu orang Birma aneh ini, bahkan menjadi saksi akan peristiwa mengharukan ketika Yasmina, isteri Mulana, membunuh diri.

Setelah meninggalkan Mulana yang kemudian mereka lihat dari jauh membakar istananya sendiri, Han Siong dan Bi Lian kemudian melakukan penyelidikan ke sarang gerombolan pemberontak. Bi Lian ingin membalas kematian kedua orang gurunya, yaitu Pak-kwi-ong dan Tung-hek-kwi, yang mati sampyuh karena saling bertentangan sendiri ketika Bi Lian dilamar oleh Kulana. Bi Lian menganggap bahwa kematian kedua orang gurunya adalah akibat ulah Kulana dan Lam-hai Giam-lo, maka dara ini hendak membalas kepada kedua orang sakti itu.

Ada pun Pek Han Siong, selain siap menentang gerombolan pemberontak itu, juga ingin mencari adik kandungnya, Pek Eng, yang menurut Bi Lian kini sedang berada di sarang gerombolan pemberontak, bahkan telah menjadi murid dan anak angkat Lam-hai Giam-lo, Bengcu dari gerombolan pemberontak.

Namun sepasang orang muda perkasa ini mendapat kenyataan betapa kuatnya keadaan di sarang gerombolan. Bahkan sekarang seribu lebih orang anak buah gerombolan telah berkumpul, berlatih perang-perangan sehingga sangat berbahayalah kalau mereka berani memasuki sarang itu. Karena itu mereka hanya melakukan penyelidikan di luar saja dan menanti kesempatan baik untuk melaksanakan niat mereka.....

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar