Usia pria itu sekitar lima puluh tahun, sikapnya halus dan penuh wibawa, dan sepasang matanya menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang amat cerdik dan bijaksana. Walau pun pakaiannya menunjukkan bahwa dia seorang pembesar sipil, bukan militer, tetapi dia kelihatan semakin berwibawa ketika duduk di atas kursi di dalam ruangan yang lebar itu, di mana belasan orang perwira nampak amat menghormatinya.
Tidak mengherankan kalau semua perwira demikian menghormatinya karena dia adalah Menteri Cang Ku Ceng, salah seorang di antara menteri-menteri yang paling setia kepada kaisar, dan satu di antara para pejabat yang berjasa besar dalam menegakkan keadilan dalam pemerintahan Beng-tiauw di bawah pimpinan Kaisar Cia Ceng itu.
Sesungguhnya dalam pemeritahan itu hanya ada dua orang menteri yang paling terkenal dan tercatat dalam sejarah sebagai dua orang yang berjasa besar. Mereka adalah Menteri Yang Ting Hoo dan Menteri Cang Ku Ceng inilah.
Sekarang Menteri Cang Ku Ceng turun tangan sendiri, langsung terjun ke lapangan untuk membasmi gerakan pemberontakan di selatan yang menurut para penyelidik dipimpin oleh datuk sesat yang bersekongkol dengan seorang bangsawan dari Birma! Dan hal ini amat besar pengaruhnya, terutama sekali dalam menarik perhatian dan bantuan para pendekar.
Sebagian besar para pendekar merasa kagum kepada dua menteri itu, maka mendengar bahwa Menteri Cang sendiri ikut terjun ke lapangan, mereka pun tertarik dan banyak yang berdatangan ke Yunan untuk membantu gerakan pemerintah membasmi pemberontakan. Andai kata gerakan pembasmian itu hanya dipimpin oleh para perwira saja, kiranya para pendekar tidak akan demikian bersemangat membantu.
Kini mereka sedang mengadakan perundingan di dalam ruangan itu, sebuah ruangan luas di dalam pondok darurat yang dibuat di lereng gunung yang penuh hutan itu. Para perwira itu sudah mempersiapkan pasukan yang cukup besar, akan tetapi pasukan mereka masih disembunyikan secara berpencar dan belum berkumpul di bukit itu karena mereka merasa khawatir kalau-kalau para mata-mata pemberontak akan melihatnya sehingga akan dapat menggagalkan penyergapan mereka.
Ada pun kehadiran Menteri Cang Ku Ceng bersama para pendekar, juga belasan orang perwira di sana, tidak akan mudah diketahui orang karena hutan itu sudah dikepung dan dijaga ketat, baik oleh pasukan pilihan yang mengenakan pakaian preman mau pun oleh para pendekar dan anak buah mereka. Takkan ada orang asing dapat memasuki hutan di lereng bukit itu tanpa ijin.
Selain Menteri Cang Ku Ceng serta belasan orang perwira, di situ sudah berkumpul pula para pendekar yang siap menyumbangkan tenaga untuk membasmi pemberontakan, dan pada pagi hari itu mereka diterima menghadap oleh Menteri Cang Ku Ceng. Di antara para pendekar itu terdapat pula beberapa orang yang terkenal sekali, bukan hanya tokoh-tokoh dari partai persilatan besar seperti wakil dari Bu-tong-pai, Kun-lun-pai, Kong-thong-pai dan Siauw-lim-pai, melainkan nampak hadir pula tokoh-tokoh persilatan perorangan yang tidak mewakili perguruan atau perkumpulan silat. Juga nampak Pek Kong, Ketua Pek-sim-pang yang datang bersama Song Un Tek, Ketua Kang-jiu-pang dari Cin-an.
Seperti kita ketahui, sudah terjadi ikatan perjodohan di antara anak kedua orang tua yang memang bersahabat karib ini. Puteri Pek Kong, yaitu Pek Eng, sudah dilamar oleh Ketua Kang-jiu-pang untuk dijodohkan dengan puteranya yang bernama Song Bu Hok. Pinangan itu diterima dengan senang hati, akan tetapi ternyata ikatan jodoh itu malah membuat Pek Eng marah dan berduka. Gadis ini lantas minggat dari rumahnya dengan alasan hendak mencari kakak kandungnya, Pek Han Siong.
Dan seperti telah kita ketahui, dalam perantauannya ini Pek Eng tertawan oleh anak buah Lam-hai Giam-lo. Akan tetapi, berkat kecerdikannya gadis ini lantas diambil murid bahkan diangkat sebagai anak oleh bengcu itu. Dengan menggunakan kesempatan baik ini, Pek Eng berhasil membujuk gurunya itu untuk mengirim orang dan membatalkan ikatan jodoh antara dia dengan Song Bu Hok!
Lam-hai Giam-lo memenuhi permintaan Pek Eng dan Lam-hai Siang-mo, suami isteri iblis itulah yang kemudian diutus ke kota Cin-an dan dengan kekerasan mereka menuntut agar ikatan jodoh itu dibatalkan. Tentu saja para pimpinan Kang-jiu-pang membuat perlawanan, namun mereka semua dikalahkan oleh suami isteri itu sehingga terpaksa mereka berjanji akan membatalkan ikatan jodoh!
Setelah suami isteri Lam-hai Siang-mo pergi, dengan hati penuh rasa penasaran Song Un Tek, Ketua Kang-jiu-pang, langsung pergi berkunjung ke Pek-sim-pang dan mengadukan semua peristiwa ini kepada Pek Kong, ayah Pek Eng Ketua Pek-sim-pang!
Tentu saja keluarga Pek amat terkejut saat mendengar tentang peristiwa itu. Lebih kaget lagi ketika mendengar bahwa Pek Eng memutuskan ikatan jodoh dengan menggunakan tokoh-tokoh sesat macam Lam-hai Siang-mo! Bagaimana Pek Eng dapat bergaul dengan orang-orang macam itu? Apa lagi menurut Song Un Tek, sepasang iblis itu membatalkan ikatan jodoh atas nama Lam-hai Giam-lo!
Mereka merasa khawatir sekali dan demikianlah, akhirnya Pek Kong beserta Song Un Tek meninggalkan rumah mereka, pergi berdua ke selatan untuk melakukan penyelidikan dan mencari Pek Eng.
Ketika tiba di selatan, mereka baru mendengar akan gerakan pemberontak yang dipimpin oleh orang-orang sesat, dan pemimpin utamanya adalah Lam-hai Giam-lo! Mereka lantas pergi ke daerah Yunan untuk menyelidiki, dan di perjalanan mereka bertemu dengan para pendekar lain yang sudah diundang oleh Menteri Cang Ku Ceng. Maka mereka pun turut bergabung untuk membantu pemerintah membasmi para pemberontak.
Selain dua orang ketua ini, di sana juga nampak Ciang Su Kiat dan Kok Hui Lian! Kita sudah mengetahui bahwa suami isteri ini pun sedang dalam perjalanan mencari musuh besar mereka, yaitu Lam-hai Giam-lo dan mereka bahkan telah bertemu dengan Hay Hay di Telaga Cao-hu.
Mereka kemudian melakukan penyelidikan dan mendengar bahwa Lam-hai Giam-lo telah menghimpun banyak sekali datuk sesat yang lihai di samping pasukan yang cukup besar. Keduanya segera maklum bahwa amatlah sukar, bahkan berbahaya bagi mereka apa bila mencari Lam-hai Giam-lo di sarangnya.
Mereka tldak takut menghadapi musuh besar itu, akan tetapi kini Lam-hai Giam-lo bukan sendirian. Mereka berdua tentu akan mati konyol kalau mereka harus menghadapi musuh besar itu yang dibantu oleh banyak tokoh sesat yang sangat lihai di samping anak buah yang berjumlah ratusan orang!
Selagi mereka berkeliaran di sekitar Yunan, mereka bertemu dengan beberapa pendekar yang kemudian mengajak mereka untuk membantu pasukan pemerintah yang sudah siap dan dipimpin langsung oleh Menteri Cang Ku Ceng. Pasangan suami isteri ini lalu datang menghadap dan pagi hari itu mereka ikut pula menghadiri rapat.
Masih ada belasan orang pendekar yang duduk dalam ruangan itu, dan di antara mereka terdapat pula Cia Kui Hong! Seperti kita ketahui, gadis yang gagah perkasa ini mengalami guncangan batin yang sangat hebat ketika dia bersama Hay Hay tenggelam dalam lautan nafsu hingga Hay Hay tersadar dan meninggalkan dirinya. Hal ini menghancurkan hati Kui Hong. Dia tahu bahwa dia telah jatuh cinta kepada Hay Hay maka dia mandah saja ketika pemuda itu memeluk dan menciumnya, bahkan dia pun membalas kemesraan itu dengan sepenuh hatinya.
Akan tetapi, ketika Hay Hay menyatakan bahwa pemuda itu tak mencintanya dan merasa menyesal akan apa yang sudah terjadi, dia merasa hatinya seperti ditusuk-tusuk pedang lalu dia lari meninggalkan Hay Hay dengan hati hancur dan mengalami guncangan hebat. Dia pun lantas melanjutkan perjalanannya seorang diri dengan hati merana untuk mencari musuh besarnya, yaitu Ki Liong.
Dalam usahanya mencari Ki Liong inilah dia mendengar bahwa Ki Liong telah bergabung dengan para pemberontak. Kemudian dia pun bertemu dengan orang-orang kepercayaan Menteri Cang Ku Ceng sehingga dia turut pula memenuhi undangan menteri itu dan hari itu dia berada di antara mereka yang sedang mengadakan perundingan.
"Cu-wi Enghiong (Para Pendekar Sekalian)…!" terdengar Menteri Cang berkata dengan suaranya yang halus namun mengandung wibawa, "atas nama pemerintah kami ucapkan terima kasih, juga kami merasa gembira sekali bahwa Cu-wi (Anda Sekalian) sudah mau bergabung di sini dan membantu usaha kami dalam membasmi gerakan pemberontakan. Memang harus diakui bahwa pekerjaan membasmi pemberontakan sebetulnya merupakan tugas kami. Namun pemberontakan yang timbul di Yunan ini lain dengan pemberontakan biasa. Kali ini pemberontakan dipimpin oleh orang-orang dari dunia hitam, golongan sesat yang mempunyai ilmu silat yang tinggi, bahkan kabarnya orang-orang Pek-lian-kauw turut bergabung dan mereka terkenal pandai ilmu silat dan ilmu sihir. Menghadapi orang-orang seperti ini tentu saja kami tak dapat hanya mengandalkan kekuatan pasukan saja. Tanpa bantuan dari orang-orang pandai seperti Cu-wi Enghiong, mungkin usaha pembasmian ini akan mengalami kegagalan, atau setidaknya tentulah akan jatuh banyak korban di antara pasukan kami. Maka kami bersyukur bukan main bahwa Cu-wi sudi membantu kami dan mudah-mudahan dalam beberapa hari ini, akan datang bantuan yang lebih banyak lagi."
Dengan ramahnya menteri ini kemudian minta kepada para pendekar agar masing-masing memperkenalkan diri dan kalau datang sebagai wakil, menyebutkan partai atau perguruan mana yang diwakilinya.
Ketika itu Kui Hong duduk dekat Hui Lian dan Su Kiat. Semenjak terjadinya peristiwa di Cin-ling-pai di mana mereka bertemu, bahkan saling serang, kemudian semua peristiwa itu berakhir damai, Kui Hong menganggap Hui Lian sebagai seorang wanita yang hebat, memiliki ilmu kepandaian yang melebihi tingkatnya! Sebaliknya Hui Lian juga memandang Kui Hong sebagai seorang gadis yang gagah perkasa dan mengagumkan, apa lagi kalau diingat bahwa gadis ini adalah cucu dari Pendekar Sadis yang terkenal sakti.
Para orang gagah itu memperkenalkan diri satu demi satu. Ketika tiba giliran Su Kiat dan Hui Lian, mereka hanya mengaku bahwa mereka memiliki urusan pribadi dengan Lam-hai Giam-lo, maka sesudah mendengar bahwa Lam-hai Giam-lo bahkan menjadi pemimpin gerombolan pemberontak, mereka lalu ingin bergabung dan membantu pemerintah.
"Kami berdua tidak mewakili golongan mana pun, karena kami tidak terikat oleh sesuatu perkumpulan atau perguruan, biar pun kami pernah membuka perguruan silat yang tidak ada artinya, bukan merupakan perkumpulan melainkan sekedar mencari nafkah. Namun kami siap membantu pemerintah membasmi gerombolan pemberontak yang dipimpin oleh musuh besar kami, yaitu Lam-hai Giam-lo," kata Su Kiat penuh semangat.
Ketika tiba giliran Kui Hong untuk memperkenalkan diri, dia teringat bahwa keluarganya, baik dari ayahnya mau pun dari ibunya tak ada yang hadir di situ, maka dia ingin mewakili mereka untuk dapat mengangkat nama keluarganya. Setelah memperkenalkan namanya, dia melanjutkan. "Saya mewakili Cin-ling-pai karena ayah saya adalah Ketua Cin-ling-pai, juga saya mewakili Pulau Teratai Merah karena Pendekar Sadis adalah kakekku."
Mendengar ini, mereka yang belum tahu tertegun dan memandang kagum, juga Menteri Cang tersenyum lebar dan wajahnya berseri. "Aihh, sungguh tidak kami sangka bahwa di sini telah hadir pula wakil dari mereka yang namanya sudah lama kami dengar. Selamat datang, Nona Cia dan terima kasih. Semakin besarlah hati kami karena dengan hadirnya seorang wanita perkasa seperti Nona, usaha kami membasmi gerombolan pemberontak pasti akan berhasil baik."
Mereka lalu mengadakan perundingan. Menteri Cang menerangkan bahwa menurut hasil penyelidikan mata-mata yang disebar, belum nampak gerak-gerik dari para pemberontak, kecuali bahwa para tokoh sesat telah berkumpul di sarang mereka.
"Kami khawatir kalau mereka menyembunyikan pasukan di suatu tempat. Kalau kita lebih dahulu bergerak, berarti kedudukan kita akan mereka ketahui, dan sebaliknya kita belum mengetahui kedudukan mereka. Karena itu sebaiknya kalau kita menanti sampai mereka mengeluarkan pasukan mereka dan bergerak lebih dulu. Dengan demikian, selain dapat mengetahui kekuatan pasukan mereka, juga kita dapat mengatur siasat untuk menyergap mereka."
Selagi mereka berunding, tiba-tiba ada komandan jaga datang menghadap, melaporkan bahwa ada seorang pemuda dan seorang gadis minta agar dihadapkan kepada Menteri Cang Ku Ceng.
"Pemuda itu adalah Can-taihiap, tapi Nona itu baru datang menghadap Taijin," komandan jaga itu menutup laporannya. Mendengar disebutnya nama Can-taihiap, wajah Cang Ku Ceng menteri yang bijaksana itu tersenyum.
"Ahh, persilakan mereka masuk!"
Maka muncullah Can Sun Hok dan Cia Ling. Begitu masuk, Kui Hong yang mengenalnya, segera berseru girang.
"Ling Ling...!"
Cia Ling, gadis yang masih merasakan remuk rendam hatinya karena peristiwa perkosaan yang menimpa dirinya, terkejut dan mengangkat muka. Ketika dia mengenal Kui Hong, dia pun berseru. "Bibi Kui Hong...!"
Dan dia pun lari menghampiri, lalu kedua gadis itu berangkulan. Kui Hong terkejut bukan main ketika melihat Ling Ling merangkulnya sambil menangis sesenggukan!
"Heiii Ling Ling, ada apakah? Apakah yang telah terjadi?" tanyanya penuh keheranan dan kekhawatiran.
Barulah Ling Ling sadar bahwa dia sudah terseret oleh perasaan dukanya, padahal di situ terdapat banyak orang asing! Dia segera mengerahkan tenaga batinnya untuk menekan perasaannya, mengusap air mata dan memandang kepada Kui Hong sambil tersenyum.
"Maafkan aku, Bibi Hong, aku... begitu girang bertemu denganmu di sini sehingga lupa diri terharu dan menangis. Maafkan aku...!"
Walau pun lain orang di situ tidak merasa curiga akan adegan kecil ini, namun diam-diam Kui Hong merasa heran. Seperti yang diketahuinya setelah untuk pertama kalinya mereka bertemu di Cin-ling-pai, keponakannya adalah seorang gadis yang tenang dan halus, juga amat gagah dan tabah. Mengapa gadis ini tiba-tiba berubah menjadi seorang gadis yang cengeng dan lemah?
Menteri Cang segera memperkenalkan pemuda yang baru tiba itu kepada mereka yang hadir. Tentu saja Kui Hong telah mengenalnya dan pemuda ini pun agak terkejut sehingga wajahnya agak merah ketika dia mengenal Kui Hong.
Dia lantas teringat akan pertemuannya dengan Kui Hong dan ibunya, Ceng Sui Cin yang kemudian berakhir dengan tewasnya Nenek Wa Wa Lobo, pelayannya yang setia setelah Wa Wa Lobo tidak berhasil mengalahkan pendekar wanita Ceng Sui Cin untuk membalas kematian ibu kandungnya, yaitu Gui Siang Hwa.
Pada saat itu mereka memang berpisah dengan baik-baik, dan dia sudah menyadari akan kelirunya perbuatan Wa Wa Lobo yang hendak membalas dendam, tapi betapa pun juga dia merasa kikuk bertemu dengan Kui Hong, hal yang sama sekali tidak disangkanya.
"Cu-wi Enghiong, dia ini adalah Can-taihiap, namanya Can Sun Hok. Ketahuilah bahwa dia masih berdarah bangsawan, putera dari mendiang Pangeran Can Koan Ti. Akan tetapi kini dia telah menjadi seorang pendekar yang berkepandaian tinggi dan sekarang datang untuk membantu pemerintah dalam penumpasan terhadap gerombolan pemberontak. Dan Nona ini, siapakah dia, Can-taihiap?"
Sun Hok memandang kepada Ling Ling. "Nona itu adalah Nona Cia Ling. Dia membawa berita yang teramat penting, oleh karena itu, tanpa membuang waktu lagi saya mengajak dia untuk datang menghadap Taijin."
"Berita apakah yang teramat penting itu?" tanya Menteri Cang sambil memandang tajam penuh selidik.
Sun Hok memandang sekeliling, seolah merasa ragu untuk berbicara karena di situ hadir demikian banyak orang. Melihat ini, Menteri Cang berkata lagi, "Katakanlah saja, Taihiap. Yang hadir ini adalah rekan-rekan dan para sahabat sendiri."
"Taijin, ketika saya datang melakukan penyelidikan dan mendekati sarang para pimpinan pemberontak, saya melihat Nona Cia Ling ini sedang berkelahi melawan Saudara Tang Hay yang dulu pernah kita bicarakan, bahkan Taijin menyatakan bahwa dia adalah orang kepercayaan Yang-taijin dan Jaksa Kwan. Saya lantas melerai, namun begitu perkelahian terhenti, Saudara Tang segera melarikan diri. Dan saya mendengar hal yang sangat luar biasa dari Nona Cia ini, yaitu bahwa Saudara Tang Hay adalah seorang jai-hwa-cat!"
"Ihhhh...!" Seruan ini keluar dari mulut Kui Hong yang merasa terkejut bukan main ketika mendengar itu. Juga Menteri Cang merasa terkejut dan heran, sementara itu Sun Hok telah melanjutkan.
"Apa bila berita ini benar, sungguh berbahaya sekali, Taijin. Kalau benar bahwa Saudara Tang Hay itu seorang penjahat cabul, berarti dia adalah seorang di antara tokoh sesat itu dan siapa tahu, dia memang sengaja menyelundup untuk mengambil hati Yang-taijin dan Jaksa Kwan supaya dipercaya, akan tetapi sesungguhnya dia adalah mata-mata dari para pemberontak. Itulah sebabnya maka saya segera mengajak Nona Cia Ling datang ke sini untuk menghadap Paduka."
"Nona Cia Ling, benarkah apa yang dikatakan oleh Can-taihiap tadi? Harap Nona suka menceritakan dengan jelas," kata Menteri Cang setelah mempersilakan keduanya duduk.
Cia Ling duduk di dekat Kui Hong dan dia pun mengangguk memberi hormat kepada Hui Lian yang duduk di dekat situ karena dia pun pernah bertemu dengan wanita sakti itu di Cin-ling-pai, bahkan pernah membantu Kui Hong menandingi Hui Lian.
Tentu saja Hui Lian merasa terkejut sekali dan matanya terbelalak, kedua pipinya menjadi merah karena penasaran dan marah mendengar tuduhan bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat, hal yang sama sekali tidak dipercayanya. Dia telah mengenal Hay Hay, luar dalam! Akan tetapi berada di tempat itu, tentu saja dia tidak berani bersikap sembarangan dan hanya menanti untuk mendengar perkembangan selanjutnya.
Tentu saja Ling Ling merasa sangat yakin bahwa Hay Hay adalah seorang jai-hwa-cat tulen. Bukankah kekejian pemuda itu telah dia rasakan sendiri? Bukankah Hay Hay sudah memperkosanya, dan hal itu membuktikan kebenaran tuduhan orang-orang Bu-tong-pai? Namun tentu saja dia tidak mau menceritakan mala petaka yang menimpa dirinya akibat kejahatan Hay Hay.
"Seperti yang telah saya ceritakan kepada Saudara Can Sun Hok ini, saya melihat Tang Hay diserang oleh orang-orang Bu-tong-pai dan dituduh bahwa dia adalah Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat yang sudah memperkosa dan membunuh seorang murid perempuan Bu-tong-pai. Melihat betapa dia tidak mempunyai alasan yang cukup untuk membantah, maka saya percaya bahwa dia seorang jai-hwa-cat."
"Ah, kalau begitu sungguh celaka! Di mana dia sekarang, Nona Cia?" tanya Menteri Cang.
"Dia menerima tawaran seorang tokoh pemberontak untuk bekerja sama, tetapi kepadaku dia berkata bahwa hal itu hanya merupakan siasat untuk dapat menyelidiki keadaan para pemberontak dari dalam," jawab Cia Ling yang menjadi semakin bingung.
"Bagaimana kalau semua itu benar dan dia memang kaki tangan pemberontak, Taijin?" tanya Can Sun Hok.
"Tidak benar!" Tiba-tiba Hui Lian berseru keras. "Saya mengenal pemuda bernama Tang Hay itu, Taijin, dan saya berani bersumpah bahwa dia bukanlah seorang penjahat, bukan jai-hwa-cat apa lagi anggota pemberontak!"
"Semua keterangan itu benar!" Tiba-tiba terdengar suara lain. "Dia memang Ang-hong-cu, seorang jai-hwa-cat dan kami berani sumpah pula untuk menyatakan bahwa hal ini adalah benar!" Semua orang menengok dan yang bicara itu ternyata adalah Tiong Gi Tojin, tokoh Bu-tong-pai yang dahulu bersama anak buahnya pernah menyerang Hay Hay, disaksikan oleh Ling Ling.
"Kamilah orang-orang Bu-tong-pai yang diceritakan oleh Nona itu. Ang-hong-cu itu pernah menculik seorang murid perempuan kami, lalu kami menemukan dia telah menjadi mayat sedangkan penjahat itu meninggalkan tanda perhiasan tawon merah, persis sama seperti perhiasan yang berada di tangan Tang Hay itu. Dia adalah Ang-hong-cu, penjahat cabul yang suka memperkosa dan membunuh wanita!"
Hui Lian masih hendak membantah, akan tetapi tangan suaminya menyentuh lengannya, dan suaminya berbisik, "Tak perlu ribut, lihat saja perkembangannya."
Karena cegahan suaminya, Hui Lian kini diam saja. Hatinya mendongkol bukan main. Dia tahu bahwa Hay Hay adalah seorang pemuda yang umumnya dikatakan mata keranjang, senang dengan wanita cantik. Akan tetapi menjadi jai-hwa-cat? Tak mungkin dia sanggup membayangkan hal itu!
Hay Hay bukan penjahat, dia adalah seorang laki-laki sejati yang gagah perkasa, yang tak mungkin dapat melakukan hal-hal jahat, apa lagi memperkosa wanita. Dia adalah pemuda yang memuja kecantikan wanita, untuk dikagumi, untuk dipuji-puji, bukan untuk dirusak.
"Aihh, kalau begitu sungguh berbahaya keadaan kita. Tentu dia sudah membuka semua rahasia kita dan kaum pemberontak sudah mengetahui kedudukan kita sehingga mereka dapat bersiap-siap, bahkan akan membuat gerakan yang sangat merugikan kita," Menteri Cang Ku Ceng berkata.
Pada saat itu pula terdengar suara ribut-ribut di luar ruangan itu, agaknya para penjaga sedang mengejar-ngejar orang. Kemudian daun pintu ruangan itu terbuka dan muncullah seorang laki-laki setengah tua, dikejar oleh belasan orang prajurit penjaga.
"Sejak tadi telah kukatakan bahwa aku hanya ingin menghadap Cang-taijin! Kenapa kalian ribut-ribut dan hendak menangkap aku seolah-olah aku seorang pencuri saja?" laki-laki itu berseru ke arah para pengejarnya.
Semua orang segera memandang pria itu. Akan tetapi hanya Cia Ling yang mengenalnya karena gadis ini pernah melihatnya sebagai penggembala kambing suku bangsa Hui itu, namun sekarang dia tidak memakai pakaian orang Hui, melainkan pakaian biasa dengan capingnya yang lebar .
Melihat sikap dan mendengar suara orang itu, seorang komandan lalu bangkit berdiri dan memerintahkan para prajurit agar menghentikan pengejaran mereka, lalu dia menghadapi pendatang itu sambil bertanya dengan suara kereng,
"Siapakah engkau yang berani membikin ribut di sini? Tak seorang pun boleh masuk ke sini tanpa ijin, tetapi agaknya engkau sudah berani masuk dengan paksa! Hayo mengaku terus terang sebelum kami terpaksa menggunakan kekerasan untuk menangkapmu dan menganggapmu sebagai mata-mata pemberontak!"
Laki-laki itu mengeluarkan suara ketawa kecil lantas dia menurunkan topinya yang lebar. Kini nampaklah mukanya yang masih gagah dan tampan walau pun usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Kebetulan sekali dia memandang ke sekeliling, dia melihat Cia Ling dan dia pun mengenal gadis itu.
"Aihh, kiranya Nona yang gagah dan cantik telah berada di sini pula? Selamat berjumpa!" Dia menjura dalam ke arah Cia ling yang tidak menjawab langsung, hanya memandang penuh selidik, kemudian baru dia dapat bertanya.
"Bukankah engkau penggembala kambing dari suku bangsa Hui itu?" tanyanya
Orang itu pun tertawa lagi. "Mata Nona memang tajam sekalii. Benar, akulah yang dulu menyamar sebagai penggembala kambing suku Hui. Akan tetapi, yang manakah di antara Cu-wi yang disebut Menteri Cang Ku Ceng yang mulia? Aku datang dengan membawa berita rahasia yang teramat penting untuk beliau."
"Akulah Cang Ku Ceng!" kata menteri itu dengan suara halus. "Sobat, siapakah engkau dan berita rahasia apa yang kau bawa? Silakan duduk dan bicara."
Laki-laki itu menghadapi Menteri Cang dan sejenak kedua orang yang sebaya itu bertemu pandang. Orang bercaping yang kini telah menurunkan capingnya itu kemudian menunduk dan memberi hormat dengan tubuh membungkuk, nampaknya dia kalah wibawa.
"Harap Paduka suka mengampuni kelancangan saya yang datang dengan cara seperti ini, Taijin. Nama saya, seperti biasa orang menyebut saya, adalah Han Lojin. Saya seorang perantau dan biar pun saya tidak berani mengaku sebagai seorang pendekar atau orang baik-baik, akan tetapi saya masih mempunyai kesetiaan terhadap tanah air dan bangsa. Mendengar akan pemberontakan yang digerakkan oleh Lam-hai Giam-lo bersama kawan-kawannya, saya lantas melakukan penyelidikan dan berhasil masuk, bahkan berhasil pula mengetahui rencana mereka. Kini saya datang menghadap Paduka untuk menyampaikan berita rahasia yang amat penting."
"Bagus sekali, Han Lojin. Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih kepadamu. Nah, sekarang katakan, berita apa yang kau bawa. Jangan khawatir, mereka semua yang hadir di sini adalah rekan-rekan kita yang bertekad untuk membasmi gerombolan pemberontak. Nah, bicaralah!"
"Dari mulut Lam-hai Giam-lo sendiri saya mendengar bahwa rencana pemberontakan ini akan diatur oleh seorang tokoh bernama Kulana, dan akan dimulai pada malam terang bulan kurang lebih seminggu lagi yang akan datang. Dan kini gerombolan-gerombolan itu sudah mulai dikumpulkan dan sebelum malam terang butan, semua pasukan sudah akan dilatih dan diberi penjelasan tentang siasat yang akan mereka lakukan. Menurut rencana mereka, pasukan yang jumlahnya kurang lebih seribu orang itu dibagi menjadi beberapa kelompok, kemudian mereka akan berpencar menyerang dusun-dusun dan kota-kota dari selatan. Dengan siasat seperti itu, maka pasukan pemerintah akan menjadi bingung dan sibuk sekali, bahkan mungkin akan terpecah-pecah pula untuk menghadapi gerakan yang dilakukan serempak di banyak tempat itu. Oleh karena itu, Taijin, satu-satunya cara untuk membasmi mereka hanyalah dengan mendahului gerakan mereka. Sebelum terang bulan, satu atau dua hari sebelumnya, kalau Taijin mengerahkan pasukan kemudian mengepung perkampungan mereka dan mengadakan penyerbuan tiba-tiba di pagi hari selagi mereka lengah, saya yakin bahwa gerombolan itu akan dapat dibasmi semua. Di sini saya sudah membuat gambar tentang keadaan dan kekuatan perkampungan itu, dan bagaimana cara sebaiknya untuk mengepung dan menyerbu mereka dari delapan penjuru."
Han Lojin mengeluarkan segulungan kertas yang sudah digambari dan ditulisi, merupakan sebuah gambaran peta dari perkampungan pemberontak, amat jelas dengan keterangan tentang bukit, jurang dan hutan-hutannya. Gambar itu dia bentangkan di atas meja dan Menteri Cang Ku Ceng bersama para hadirin langsung mengamatinya.
Setelah mempelajari peta itu, Menteri Cang mengangguk-angguk dan memandang dengan gembira. "Sungguh bagus sekali, Han Lojin. Apa bila semua laporanmu itu benar, berarti engkau telah menyelamatkan kami dan telah memberikan jalan yang amat baik sehingga akan dapat membasmi gerombolan pemberontak itu."
"Harap Taijin suka berhati-hati terhadap orang itu!" tiba-tiba saja Tiong Gi Cinjin berseru nyaring sehingga semua orang menengok kepadanya. Juga Menteri Cang memandang kepada orang tua itu, lalu bertanya kepada tosu Bu-tong-pai yang kelihatan bersungguh-sungguh itu.
"Apakah maksud Totiang?"
"Seperti tadi telah diceritakan, pinto bersama beberapa orang murid berusaha menangkap Ang-hong-cu, namun orang ini tiba-tiba saja muncul dan mengacaukan keadaan. Dengan menyamar sebagai seorang penggembala dia telah menggagalkan pengepungan kami dan ternyata dia mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Pinto khawatir kalau-kalau dia ini seorang kawan dari Ang-hong-cu, dan dia datang ini hanya untuk menjebak kita. Bagaimana kalau semua ini hanya suatu jebakan dan kalau kita menuruti keterangannya, kita semua akan masuk perangkap para gerombolan pemberontak?"
Seorang perwira tinggi memberi hormat kepada Menteri Cang. "Apa yang dimaksudkan Tiong Gi Cinjin memang benar, Taijin. Bagaimana pun juga, kita harus berhati-hati karena kita belum mengenal benar siapa adanya orang yang mengaku bernama Han Lojin ini."
Menteri Cang memandang pada Han Lojin, "Engkau sudah mendengar sendiri kecurigaan yang dijatuhkan terhadapmu, Han Lojin dan harus kami akui bahwa pendapat mereka itu memang benar sekali. Bagaimana pertanggungan jawabmu seandainya kemudian terbukti bahwa semua laporanmu ini hanya suatu jebakan belaka?"
Han Lojin tertawa. "Ha-ha-ha-ha, Taijin Yang Mulia. Betapa pun bodohnya, saya belumlah gila untuk mempermainkan begini banyaknya orang-orang pandai yang berkumpul di sini. Kalau memang saya memasang umpan perangkap, apa yang dapat saya andalkan untuk menyelamatkan diri? Tentu saya akan mati sebelum mampu berlari sepuluh langkah, dan saya berani menebus kebenaran laporan saya dengan nyawa saya."
"Bagus kalau begitu. Nah, mulai sekarang, engkau menjadi orang tahanan kami. Engkau akan ditahan di puncak bukit dan dijaga secara ketat. Kalau kemudian laporanmu ternyata benar, engkau telah berjasa besar sekali dan akan menerima hadiah besar dari kerajaan. Tapi sebaliknya, kalau semua laporan ini hanya perangkap, maka engkau akan menerima hukuman berat!"
"Baik, Yang Mulia! Saya memang tidak suka perang, dan saya akan menanti dengan hati lapang karena saya percaya bahwa Paduka yang memiliki nama besar sebagai seorang menteri yang bijaksana, tentu akan memenuhi janji."
Menteri Cang lalu memerintahkan dua orang perwira untuk membawa Han Lojin pergi dari situ, untuk ditahan di puncak bukit di mana memang sudah disediakan sebuah bangunan khusus untuk menahan para pimpinan musuh bila tertawan dan dijaga dengan ketat.....