Asmara Berdarah Jilid 63

Kini gadis itu dapat melihat mereka semua dan wajahnya berseri gembira. Tidak dikiranya bahwa tiga orang pemuda itulah yang datang hendak menolongnya, tiga orang pemuda yang begitu dekat dengan hatinya! Baru kini seperti terbuka matanya bahwa mereka itu, Cia Sun, Cia Hui Song, dan Siangkoan Ci Kang, semua mencintanya, jatuh hati padanya!

Ketika melihat mereka bertiga itu berdiri berjajar di hadapannya, hati Sui Cin yakin bahwa sesungguhnya perasaan hatinya lebih condong kepada Hui Song. Apa pun kekurangan pemuda ini kalau dibandingkan dengan dua orang pemuda yang lain, tetap saja perasaan Sui Cin lebih dekat dengannya dan dia tahu bahwa Hui Song memiliki watak dan cita rasa yang mirip dengannya. Hanya dengan Hui Song dia dapat bergembira, dapat bertengkar, berbaik kembali, berbantahan dan saling mengalah.

Cia Sun terlalu serius, terlalu halus perasaannya sehingga tentu mudah tersinggung. Ada pun Siangkoan Ci Kang mungkin yang paling gagah di antara mereka, penuh daya tarik kejantanan, akan tetapi juga pendiam dan bahkan agak dingin. Sekarang, dalam keadaan terancam bahaya seperti itu, memang lucu sekali, gadis ini mengambil keputusan bahwa yang dicintanya hanyalah Hui Song.

"Cin-moi, aku harus menolongmu. Aku dapat meloncat ke atas batu dan membebaskan dirimu, tanpa menginjak tanah di tepi batu pat-kwa ini!" kata Hui Song.

"Jangan...! Hati-hatilah, Song-ko, engkau akan celaka nanti. Batu pat-kwa ini mengandung alat-alat rahasia yang sangat mengerikan. Aku melihat sendiri betapa Raja dan Ratu Iblis melakukan langkah-langkah aneh ketika menginjak batu pat-kwa ini, dan aku yakin bahwa jika sekali saja salah langkah dan menginjak bagian yang ada alat rahasianya, maka akan terjadi hal-hal yang mengerikan."

"Aku tidak takut, kalau perlu aku boleh saja mati untuk menolongmu!"

"Nanti dulu, paman Hui Song! Kalau alat rahasia itu mengakibatkan kematianmu masih baik, akan tetapi bagaimana kalau alat rahasia itu bekerja membunuh Sui Cin?" kata Cia Sun dan wajah Hui Song berubah menjadi pucat karena dia teringat akan kemungkinan ini dan membayangkan kematian mengerikan bagi Sui Cin sebagai akibat perbuatannya yang gegabah!

"Begini saja!" mendadak Ci Kang berkata. "Aku yang akan mencoba menghampiri nona Ceng dengan berjalan di atas batu pat-kwa. Kalau terjadi apa-apa dengan diriku, biarlah, aku rela mati. Dan jika terjadi sesuatu dengan nona Ceng, kalian berdua berjaga-jaga dan melindunginya."

"Biar aku saja yang mencobanya, Ci Kang," kata Cia Sun. "Engkau dan paman Hui Song yang berjaga-jaga melindungi Cin-moi."

"Jangan...!" Kini Hui Song yang berteriak. "Apakah kalian berdua hendak mempermainkan keselamatan Cin-moi? Tidak, tidak boleh gegabah! Kita harus menyelidiki dahulu keadaan batu pat-kwa ini dan sekelilingnya!"

"Lalu apa yang akan kau lakukan, paman Hui Song?"

"Kita selidiki dulu tanah di sekeliling pat-kwa ini." Hui Song mengambil batu-batu sebesar kepala orang. Dia melemparkan batu itu di dekat batu pat-kwa di depan Sui Cin dan benar saja, begitu tersentuh batu, mendadak pasir di depan batu pat-kwa itu bergerak memutar dan batu itu lantas disedot dengan cepat sekali ke bawah! Hui Song mencoba lagi untuk melihat di mana batas pasir berputar itu dan ternyata sampai sejauh tiga meter di bagian itu masih berbahaya.

Tanpa diminta lagi, kini Cia Sun dan Ci Kang membantu pemuda Cin-ling-pai itu. Mereka menggunakan batu untuk menyelidiki tanah di sekeliling batu untuk menyelidiki tanah di sekeliling batu pat-kwa. Ada bagian yang kalau diinjak atau kejatuhan batu mengeluarkan paku-paku beracun, bahkan ada pula yang mengeluarkan asap beracun sehingga tidaklah mungkin menghampiri batu pat-kwa dengan menginjak tanah di sekelilingnya, kecuali satu bagian saja yang ketika dijatuhi batu tidak mengakibatkan apa-apa. Bagian ini berada di sebelah kiri Sui Cin. Ketika beberapa kali mereka melempukan batu di segi itu dan tidak terjadi reaksi apa-apa seperti yang terjadi pada tujuh segi yang lain, mereka pun menjadi girang.

"Bagian ini tidak mengandung perangkap!" kata Hui Song.

"Biar aku sekarang mencoba naik ke batu pat-kwa," kata Ci Kang sambil melangkah maju.

"Tidak! Engkau tidak boleh mendekatinya. Akulah yang berhak menolong Cin-moi, bukan engkau!" Hui Song yang masih sangat membenci Ci Kang karena perbuatannya yang lalu terhadap Sui Cin, membentak marah.

"Hemm, mengapa harus engkau saja?" Ci Kang merasa mendongkol dan membantah.

"Karena dia... dia... adalah orang yang kucinta!" dengan jujur Hui Song mengaku begitu saja sehingga wajah Sui Cin menjadi merah dan hatinya juga mendongkol mengapa Hui Song begitu lancang untuk bicara soal cinta di hadapan orang-orang lain dalam keadaan seperti itu.

"Hemm, engkau sungguh terlalu tinggi hati," kata Ci Kang tak puas.

"Paman Hui Song, siapa pun orangnya boleh saja jatuh cinta kepada Cin-moi tetapi hanya dialah yang akan menentukan siapa yang berhak memiliki hatinya. Akan tetapi jika untuk menolongnya kukira tidak ada perbedaan, semua pun berhak."

"Tidak! Biarlah aku yang mencobanya terlebih dahulu, dan kuharap engkau suka menjaga kalau-kalau ada sesuatu yang mengancam dirinya, Cia Sun." Kemudian, tanpa memberi kesempatan kepada dua orang pemuda yang lain, Hui Song lalu melangkah ke atas tanah yang tadi telah dicoba berkali-kali dengan lemparan batu dan tidak terjadi sesuatu. Sui Cin yang tadi merasa bingung melihat betapa terjadi pertengkaran di antara mereka bertiga, kini memandang dengan hati khawatir.

Tiba-tiba terdengar ledakan dan Hui Song cepat meloncat ke belakang sambil berjungkir balik. Untung dia dapat bergerak cepat dan bersikap waspada. Ternyata, tanah yang tadi sudah diselidiki dan dicoba dengan lemparan batu dan tidak berbahaya itu, begitu terkena injakan kakinya langsung melemparkan batu dan pasir ke atas disertai suara ledakan dari bawah!

"Sungguh aneh! Kenapa tadi ketika dicoba dengan batu tidak apa-apa?" tanya Hui Song.

Cia Sun juga merasa heran dan dia sudah melemparkan lagi sebuah batu ke tempat itu. Kembali terdengar ledakan dan pasir bersama batu menyambar ke atas disertai ledakan dari bawah!

"Ahh, aku tahu sekarang!" kata Ci Kang yang segera menusuk-nusukkan sebatang kayu yang didapatnya ke atas tanah di sebelah kanan bagian yang meledak tadi. Dan di bagian itu, ketika ditusuk-tusuk, tidak terjadi apa-apa. Padahal tadi bagian itu pada saat disentuh mengeluarkan paku-paku beracun!

"Aku mengerti sekarang. Lihat, bayangan tiang itu tadi tiba di segi yang meledakkan pasir dan ketika dicoba tidak apa-apa. Kini bayangan tiang telah bergeser ke kanan, jatuh pada bagian ini dan bagian ini yang tadi menyemburkan paku kini tidak berbahaya. Sebaliknya, bagian yang tadi terkena bayangan dan tidak berbahaya, kini malah menjadi berbahaya! Agaknya bayangan tiang itu membuat alat rahasia pada bagian atau segi yang tertutup bayangan menjadi lumpuh dan alat rahasia itu tidak bekerja!"

Dua orang pemuda yang lainnya turut mencoba-coba dan memang betul. Kini bagian yang terkena bayangan, yang nampak melintang hitam di satu segi dari batu pat-kwa, ketika dilempar batu tanah di depannya, tidak terjadi apa-apa.

"Aku akan naik, harap kalian menjaga nona Sui Cin!" kata Ci Kang dan dengan berani dia sudah melangkah ke depan.

Tanah itu diinjaknya dan tidak terjadi apa-apa. Dia melangkah menghampiri batu pat-kwa, dipandang dengan jantung berdebar oleh Sui Cin. Dua orang pemuda yang lain, karena keduluan Ci Kang maka terpaksa hanya berdiri dengan sikap penuh kewaspadaan mereka menjaga kalau-kalau Sui Cin akan terancam bahaya bekerjanya alat rahasia.

Ci Kang sudah tiba di dekat batu pat-kwa. Dia tidak mau gegabah naik ke atas batu-batu pat-kwa itu, akan tetapi lebih dulu menggunakan tongkat kayu tadi memukul permukaan batu pada kotak pertama. Setelah tidak terjadi sesuatu, dia kemudian naik dan menginjak bagian itu. Dengan tongkatnya, dia lalu memukul kembali bagian depan, juga tidak terjadi apa-apa.

Kotak ketiga di depan dibagi menjadi dua oleh sebuah garis. Ci Kang meragu. Yang mana yang harus dipukul untuk mencari landasan yang aman. Dengan hati-hati dia memukulkan tongkatnya ke atas kotak yang kiri dan tiba-tiba saja bagian itu terbuka kemudian nampak berkelebat dua sinar hitam, satu ke arah Ci Kang dan yang lain ke arah Sui Cin!

Ci Kang cepat melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik melompat ke bawah batu pat-kwa sehingga anak panah hitam itu meluncur lewat dan tak mengenai tubuhnya. Dan pada saat itu pula Hui Song sedang melemparkan sebuah batu besar untuk menyambit anak panah yang meluncur dan menyambar ke arah Sui Cin.

"Takkk...!"

Anak panah itu terpukul batu lalu mencelat jauh keluar dari batu pat-kwa. Wajah Sui Cin menjadi agak pucat dan wajah tiga orang pemuda itu pun diliputi ketegangan.

"Benar-benar berbahaya!" kata Cia Sun. "Biarlah sekarang aku yang mencobanya, harap kalian suka menjaga baik-baik." Tanpa menunggu jawaban, dia pun menghampiri bagian segi yang tadi dilalui Ci Kang.

Seperti juga Ci Kang, dia berhasil naik sampai ke dalam kotak kedua dan di sini, dengan hati-hati dia mempergunakan ujung kakinya menekan kotak yang kanan dari kotak yang terbagi dua itu. Ternyata di sini aman, tidak seperti di bagian kiri yang tadi menyemburkan anak panah. Dua orang pemuda lain memandang penuh ketegangan.

Di depan kotak ketiga yang terbagi dua itu pun terdapat kotak yang terbagi dua. Satu segi dari batu pat-kwa itu terbagi menjadi lima kotak dengan garis melintang dan pada bagian yang dilalui Cia Sun itu kotak ketiga dan keempat terbagi menjadi dua. Di sini Cia Sun menjadi ragu lagi. Kotak mana yang harus dilaluinya.

Dia sudah cukup dekat dengan Sui Cin, namun belum dapat menjangkau ke depan untuk melepaskan belenggu pada kedua pergelangan lengan gadis itu. Dia masih harus melalui dua bagian lagi ke depan. Dengan sangat hati-hati dan secara untung-untungan, kakinya menginjak bagian kanan dari kotak yang terbagi dua itu.

"Blarrrrr...!"

Bagian itu terbuka dan dengan desis yang mengerikan, keluarlah dua ekor ular sendok yang agaknya sudah kelaparan karena dua ekor ular itu tiba-tiba menyerang ke arah Cia Sun dan Sui Cin. Dalam keadaan berdiri dengan sebelah kaki seperti itu, tentu saja Cia Sun tidak dapat melawan serangan ular dan menghindarkan diri, dia lalu melempar tubuh ke belakang seperti yang dilakukan oleh Ci Kang tadi.

Akan tetapi Ci Kang dan Hui Song yang sudah siap siaga, menggerakkan tangan dan dua buah batu menghantam dua ekor ular itu sehingga dua binatang berbisa itu terlempar jauh dengan kepala hancur oleh dua buah batu yang disambitkan dengan kekuatan besar itu. Kini mereka bertiga saling pandang dengan muka pucat.

"Berbahaya sekali!" kata Cia Sun. "Sungguh tidak mungkin menghampiri Sui Cin melalui atas batu pat-kwa, terlalu berbahaya baginya, harus dicari jalan lain."

"Aku tahu," kata Hui Song "Aku akan melompat ke atas tiang itu. Dengan demikian aku akan melewati batu pat-kwa dan dari atas tiang, aku dapat membebaskan belenggu yang mengikat kedua pergelangan tangan Sui Cin."

"Jangan, Song-ko, terlampau berbahaya. Bagaimana kalau sampai engkau terjebak dan celaka?" seru Sui Cin penuh kekhawatiran.

Bukan main gembiranya rasa hati Hui Song mendengar dan melibat kekhawatiran gadis itu. Mungkinkah Sui Cin demikian mengkhawatirkan keselamatan dirinya karena gadis itu mencintanya?

"Ahhh, apa artinya mala petaka bagiku, Cin-moi? Yang penting asal engkau selamat dan segera bebas dari tempat ini!"

Sesudah berkata demikian, dengan penuh semangat karena terdorong rasa gembiranya, Hui Song kemudian meloncat ke atas. Bagaikan seekor burung garuda yang besar, dia melayang ke arah tiang di tengah batu pat-kwa dan hinggap di puncak tiang itu. Akan tetapi, begitu kedua kakinya menginjak tiang, tiba-tiba terdengar suara keras dan tiang itu pun lalu berputar dengan cepat sekali, membawa tubuh Sui Cin dan Hui Song berputaran dengan cepat.

Karena Sui Cin tidak mampu bergerak, kedua pergelangan tangannya terikat di belakang tiang, ia merasa ngeri dan hanya memejamkan kedua matanya, menanti datangnya maut yang mungkin tidak dapat dihindarkannya lagi.

Tubuh Hui Song yang berdiri dengan sebelah kaki di atas tiang, berpusing dengan sangat cepatnya pula. Pemuda ini pun menjadi sangat bingung karena dia tidak mungkin dapat menghentikan gerakan tiang yang berputar dengan sangat cepatnya itu, yang membawa tubuhnya berpusing seperti kitiran. Bagaimana pun pandainya, mana mungkin dia dapat menggunakan tenaga untuk melawan perputaran tiang.

Yang sangat membingungkan hatinya adalah karena dia sedang memikirkan keselamatan gadis yang dicintanya, yang kini juga ikut berpusing di sebelah bawahnya. Dia tidak begitu memperhatikan dirinya sendiri, akan tetapi lebih mengkhawatirkan keselamatan Sui Cin.

Semua orang yang berada di luar batu pat-kwa juga terbelalak bingung. Apa bila tiang itu tidak cepat dapat dihentikan, kalau kedua orang itu terus berpusing seperti itu cepatnya, maka akan berbahayalah keadaan mereka. Orang dapat saja tewas hanya karena diputar secepat itu, atau setidaknya akan gila karena ketakutan.

"Hui Song, cepat meloncat turun!" tiba-tiba Ci Kang membentak dengan nyaring. Dia tidak ingat lagi dengan segala ketidak senangan hatinya dan menyebut nama Hui Song begitu saja di luar kesadarannya, saking gelisahnya melihat Sui Cin dan Hui Song yang masih terus berpusing seperti itu.

Barulah Cia Sun teringat dan dia pun cepat meneriaki Hui Song supaya segera meloncat turun. Tadinya Hui Song sendiri tidak sadar dan sudah mengambil keputusan untuk mati bersama Sui Cin. Akan tetapi, setelah mendengar teriakan-teriakan kedua orang pemuda di bawah itu, teringatlah dia bahwa berpusingnya tiang karena terinjak olehnya dan besar sekali kemungkinan tiang itu akan berhenti kalau tidak diinjak.

Akan tetapi, meloncat turun sampai di luar batu pat-kwa dalam keadaan berputar secepat itu bukanlah hal yang mudah dan tidak berbahaya. Betapa pun juga, ketika teringat akan keselamatan Sui Cin, dia tak peduli lagi akan bahaya apa pun yang akan mengancamnya dan setelah mengumpulkan tenaga, tiba-tiba saja tubuhnya meloncat meninggalkan tiang.

Tentu saja dia tidak dapat mempergunakan perhitungan karena pandang matanya sudah kabur dan dia tidak dapat melihat ke arah mana dia melompat. Bayangan kedua orang pemuda di luar batu pat-kwa itu pun sudah tidak kelihatan lagi olehnya saking cepatnya tubuhnya berpusing.

Begitu tubuhnya meloncat dan terlepas dari tiang, tubuh itu terbawa oleh tenaga dorongan ketika berpusing itu sehingga loncatannya menjadi jauh sekali! Tubuhnya seperti sebuah batu yang dilemparkan dengan tenaga raksasa. Jika bukan Hui Song yang berkepandaian tinggi, tentu akan celakalah orang yang dilontarkan seperti itu.

Akan tetapi Hui Song tak kehilangan ketenangannya sehingga dalam keadaan yang amat berbahaya itu dia bisa mengambil tindakan yang tepat. Dia cepat mengerahkan tenaganya lantas dengan gerakan kaki tangannya dia mampu meloncat jungkir balik sedemikian rupa sehingga tubuhnya melayang ke atas dan dorongan tenaga berpusing tadi pun dapat dia hindarkan. Tubuhnya masih berjungkir balik beberapa kali, kemudian meluncur turun dan dia dapat hinggap ke atas tanah dengan selamat, sungguh pun mukanya menjadi pucat sekali dan tubuhnya basah oleh peluh.

Ketika memandang, kepalanya terasa pening sehingga dia memejamkan mata sebentar, mengumpulkan hawa murni dan akhirnya dia mampu menguasai keadaannya. Dibukanya matanya dan ternyata dia telah terlempar sampai puluhan meter jauhnya! Kini dia melihat betapa tiang itu masih berputar, akan tetapi tidak cepat lagi dan perlahan-lahan berhenti. Tubuh Sui Cin masih terikat dan gadis itu nampak lemas, kepalanya terkulai dan matanya terpejam. Gads itu telah jatuh pingsan!

"Cin-moi...!" Hui Song berseru dengan hati penuh kegelisahan kemudian dia berlompatan menuju ke batu pat-kwa itu.

"Dia tidak apa-apa, hanya pingsan. Pernapasannya berjalan seperti biasa," kata Cia Sun.

"Untung dia pingsan, itu lebih baik bagi syarafnya," sambung Ci Kang.

Hui Song memandang penuh perhatian dan hatinya pun merasa lega. Memang gadis itu hanya pingsan, dan kini tiang itu telah berhenti sama sekali seperti semula. Kiranya kalau tiang itu diinjak atau disentuh dari atas, ada alat yang akan menggerakkannya sehingga berputar sampai dia dan Sui Cin tidak kuat lagi. Sungguh berbahaya!

"Aihh, bagaimana kita dapat membebaskannya?" Dia mengeluh khawatir.

"Kita harus berhati-hati. Agaknya Raja Iblis sengaja menggunakan Sui Cin sebagai umpan agar para penolong celaka," kata Cia Sun.

"Atau dia sengaja memancing para pendekar supaya berkumpul di sini dengan maksud-maksud tertentu. Dia tentu tidak jauh dari sini. Kalau kita bisa menemukan Hui Cu, tentu gadis itu dapat memberi tahu kepada kita rahasia batu pat-kwa ini," kata Ci Kang.

"Aku tidak peduli Iblis itu menggunakan siasat apa pun, aku tidak peduli siapa celaka asal dapat membebaskan Cin-moi!" kata Hui Song penuh nafsu.

Cia Sun mengerutkan alisnya. "Membebaskan Sui Cin memang amat penting, akan tetapi keselamatan orang lain juga penting," katanya seperti kepada diri sendiri. Ci Kang hanya diam saja dan Hui Song sadar betapa dia terlalu mementingkan keselamatan Sui Cin saja sehingga meremehkan keselamatan orang lain.

"Maksudku, aku tak peduli aku celaka atau mati sekali pun asalkan dia bisa diselamatkan dan dibebaskan dari situ," katanya lagi.

Pada saat itu terdengar suara keluhan dan mereka bertiga cepat-cepat mengangkat muka memandang kepada Sui Cin yang baru saja siuman. Gadis itu membuka matanya tetapi segera menutupkannya kembali. Seperti juga Hui Song tadi, dia merasa betapa tempat di sekelilingnya masih berpusing.

"Kumpulkan hawa murni, Cin-moi, sebentar juga pening itu akan hilang," kata Hui Song.

Mendengar suara Hui Song ini, legalah hati Sui Cin. Tadi dia telah merasa khawatir sekali akan nasib Hui Song. Ia yang terbelenggu pada tiang saja merasa berpusing sedemikian cepatnya, maka dia mengkhawatirkan Hui Song yang juga ikut terputar di atasnya. Ia lalu menarik napas panjang berkali-kali, mengumpulkan hawa murni hingga akhirnya dia dapat menguasai dirinya dan membuka matanya.

"Kalian berhati-hatilah, jangan bertindak gegabah," katanya. "Jangan sampai menolongku gagal, kalian malah tertimpa bahaya." Ia mengangkat mukanya memandang ke depan dan tiba-tiba gadis itu berkata. "Ahh, siapa yang datang itu...?"

Tiga orang muda itu memandang dan mereka mengerutkan alis. Dari jauh, di atas sebuah bukit, nampak dua sosok bayangan besar dan kecil bergerak cepat sekali menuruni bukit itu menuju ke arah mereka.

"Hemm, kalau ternyata itu adalah Raja dan Ratu Iblis yang datang, aku akan mengadu nyawa dengan mereka!" kata Hui Song mengepal tinju.

"Raja Iblis tidak segendut itu!" kata Ci Kang.

"Dan yang seorang lagi itu terlalu pendek untuk menjadi Ratu Iblis," kata Cia Sun.

"Heii, itu suhu... tak salah lagi, itu suhu Wu-yi Lo-jin!" kata Sui Cin dengan suara gembira.

"Dan yang gendut itu adalah suhu Siang-kiang Lo-jin!" Hui Song juga berseru girang saat mengenal kakek gendut botak itu.

Dan memang benarlah. Setelah tiba dekat, ternyata mereka adalah dua orang kakek aneh sakti yang pernah menggembleng Sui Cin dan Hui Song selama tiga tahun. Begitu tiba di situ, Wu-yi Lo-jin yang berjuluk Dewa Arak itu terkekeh sambil menudingkan telunjuknya kepada Sui Cin.

"Heh-heh, bocah nakal, kau sedang mengapa di situ?"

"Suhu, aku tertawan oleh Raja Iblis dan diikat di sini. Suhu, jangan dekat-dekat, mereka bertiga tadi hampir celaka ketika mencoba menolongku! Batu pat-kwa ini mengandung alat rahasia yang amat berbahaya!"

Setelah mendengar seruan muridnya ini, kakek yang berkepala gundul dengan alis, kumis dan jenggot putih panjang sampai ke perut itu menggaruk-garuk kepalanya yang gundul. "Wah, wah kalau begitu, bagaimana harus menolongmu?"

"Locianpwe, tadi kami bertiga telah mencoba-coba akan tetapi selalu gagal, bahkan bukan saja membahayakan penolongnya, juga membahayakan pula nona Sui Cin."

Mendengar ucapan Ci Kang ini, Hui Song yang sudah mendekati gurunya berkata, "Suhu, tolonglah suhu memberi petunjuk, bagaimana teecu bisa membebaskan Cin-moi dari tiang itu tanpa membahayakan keselamatannya?"

Siang-kiang Lo-jin Si Dewa Kipas nampak tertegun memandang batu pat-kwa itu, alisnya berkerut dan sebentar saja penggunaan pikiran yang diperas itu membuat tubuh gendut itu mandi keringat. Terpaksa dia pun menggerakkan kipasnya yang lebar untuk mengipasi tubuhnya yang bagian depannya nampak karena bajunya tidak dapat dikancingkan itu.

"Ha-ha-ha-ha, Si Dewa Kipas yang terlampau banyak makan, mana mampu memecahkan masalah rumit seperti ini? Aku berani bertaruh bahwa dia tidak akan mampu, ha-ha-ha!" Wu-yi Lo-jin yang suka berkelakar dan menggoda orang itu tertawa-tawa mengejek.

Kerut di antara alis mata Si Dewa Kipas makin mendalam dan agaknya otaknya diperas lebih keras lagi untuk mencari akal. "Ahhh, apa sih sukarnya? Walau pun batu pat-kwa ini mengandung banyak alat rahasia, kalau kugempur tentu hancur!"

"Jangan, suhu!" Hui Song berseru. "Baru diinjak saja sudah mengeluarkan senjata-senjata rahasia yang berbahaya, apa lagi kalau digempur!"

"Gendut, enak saja kau bicara! Kalau digempur kemudian alat-alat rahasia menggerakkan senjata-senjata maut menyerang muridku, berarti engkau membunuhnya dan kalau terjadi demikian, mau tidak mau terpaksa aku akan menggempur perut gendutmu itu!" kata Wu-yi Lo-jin dengan mata terbelalak dan mulut cemberut. Dia marah sungguh-sungguh, namun tetap saja mukanya nampak lucu sehingga sama sekali tidak menyeramkan.

"Huhh!" Siang-kiang Lo-jin mencela. "Lalu apa gunanya engkau si kerdil ini hadir di sini? Aku menggempur batu pat-kwa sementara engkau berjaga-jaga, kalau muridmu terancam bahaya, engkau harus menghalau serangan-serangan itu. Apa sukarnya? Kalau kau tidak mampu, berarti kau tidak berguna di sini dan lebih baik kau pergi agar tidak memuakkan saja!"

"Wah, wah! Kau menghina, ya? Aku ini memuakkan? Engkaulah yang memuakkan. Lihat perutmu, orang seperti engkau inilah yang menyebabkan banyak orang kelaparan. Makan sepuluh orang kau habiskan sendiri!"

"Dan engkau ini si kerdil yang mabok-mabokan. Engkau ini namanya orang yang tak tahu terima kasih kepada alam, meski alam melimpahkan segala untukmu, engkau tetap kurus kering, seperti cecak mati. Aku ini yang namanya mengenal budi dan selalu bersyukur sehingga tubuhku subur."

"Subur apanya? Perut gendut itu sarang cacing dan penyakit!"

Kini dua orang kakek itu berhadapan dan agaknya seperti dua orang anak kecil yang siap untuk berhantam. Melihat ini, Sui Cin segera berseru, "Suhu, aku tidak berdaya dan perlu pertolongan, akan tetapi suhu ribut-ribut sendiri saja bercekcok! Ini namanya suhu tidak sayang kepadaku!"

Ditegur demikian oleh Sui Cin, Wu-yi Lo-jin mundur menjauhi Siang-kiang Lo-jin dan kini dia memandang ke arah batu pat-kwa dengan alis bergerak-gerak. Sampai cukup lama dia termenung. Melihat ini, Siang-kiang Lo-jin tertawa bergelak, memegangi perut gendutnya yang kembang kempis bergelombang.

"Hua-ha-ha, otakmu terlalu kecil untuk dapat memecahkan persoalan ini!"

Akan tetapi Wu-yi Lo-jin tidak mau melayani, malah dia bertanya kepada Hui Song "Kalian tadi telah mencoba dan menyelidiki keadaan batu pat-kwa ini? Coba ceritakan kepadaku, apa rahasianya!"

"Begini, locianpwe. Delapan segi dari batu ini semua mengandung alat rahasia yang kalau diinjak atau disentuh lalu otomatis mengeluarkan serangan senjata-senjata rahasia yang berbahaya. Bahkan setiap kotak satu segi itu mempunyai senjata rahasia sendiri-sendiri. Bahkan tanah di sekeliling batu pat-kwa ini juga mengandung jebakan yang berbahaya sekali sehingga mendekati batu pat-kwa itu saja sudah berbahaya. Hanya bagian tanah di luar segi pat-kwa yang tertutup bayangan tiang itu saja yang agaknya menjadi lumpuh dan alat rahasianya tak berdaya lagi. Akan tetapi yang lumpuh itu hanya tanah di luarnya saja, sedangkan batu pat-kwa itu sendiri masih bekerja. Kami bertiga telah mencoba dari berbagai jurusan, namun selalu gagal dan membahayakan keselamatan Cin-moi. Bahkan saya sendiri sudah mencoba dengan meloncat melewati batu lantas hinggap di tiang itu akan tetapi begitu terinjak, tiang itu pun berpusing dengan amat cepatnya sehingga amat membahayakan dan tidak memungkinkan saya menolong dan membebaskan Cin-moi." Hui Song yang merasa gelisah sekali melihat keadaan Sui Cin lalu menyambung dengan suara memobon, "Locianpwe, tolonglah... tolonglah Cin-moi...!"

Melihat muridnya memohon kepada kakek kerdil itu, Siang-kiang Lo-jin segera mengejek, "Hemm, sudah kukatakan, otaknya terlalu kecil untuk dapat berpikir besar!"

Akan tetapi tiba-tiba kakek katai itu meloncat dan wajahnya nampak berseri, "Nah, sudah tahu aku bagaimana harus membebaskan muridku!"

Hui Song memandang girang. "Bagaimana, locianpwe?"

"Membebaskan dia melalui batu pat-kwa itu tidak mungkin, meloncat ke tiang itu pun tidak mungkin. Maka satu-satunya cara untuk menolongnya hanyalah dengan membuka ikatan tangannya tanpa menyentuh batu pat-kwa atau tiang. Bukankah sederhana saja cara itu?"

Mendadak kakek gendut itu tertawa bergelak. Kakek kerdil mengerutkan alis memandang kepadanya dengan marah. "Ndut, mengapa kau tertawa? Engkau mentertawakan akalku yang amat bagus itu?"

"Akal bagus tahi kucing! Akalmu itu hanya mampu dilakukan oleh Sun Go Kong (Si Raja Monyet dalam dongeng See-yu)! Hanya Sun Go Kong yang bisa mengulurkan lengannya sampai satu li panjangnya atau pian-hwa (berganti rupa) menjadi seekor lalat yang dapat terbang ke tangan muridmu itu tanpa menyentuh tiang, terapung di udara! Omong kosong akalmu itu!"

Biar pun ucapan kakek gendut itu bernada mengejek, berkelakar atau menggoda, namun tiga orang pemuda dan Sui Cin yang mendengarkan, mau tidak mau harus membenarkan dan mereka menganggap akal Wu-yi Lo-jin itu meski pun benar akan tetapi tidak mungkin dapat dilaksanakan.

Akan tetapi kakek kerdil itu bertolak pinggang lantas memandang kakek gendut dengan mata melotot. "Nah, ini buktinya bahwa biar kecil, aku seperti sebuah ciu-ouw (guci arak) yang penuh dengan arak wangi, sebaliknya engkau biar besar, seperti sebuah gentong air yang kosong melompong! Kalau aku tahu akalnya, tentu aku sudah tahu pula caranya untuk melaksanakan akal itu."

"Bagaimana caranya, suhu?" Sui Cin yang sudah tidak sabar mendengarkan perdebatan itu bertanya.

"Tenanglah, muridku. Selama ada gurumu di sini, tentu engkau akan selamat." Dan dia segera menghadapi Siang-kiang Lo-jin. "Kita adalah laki-laki berisi, bukan boneka-boneka lemah. Kita bentuk jembatan manusia. Engkau San-sian (Dewa Kipas), karena engkaulah yang paling gendut dan paling berat, juga sebagai hukumanmu tadi telah berani mengejek akalku, engkau menjadi tiang penyangga yang terbawah. Kemudian pemuda tinggi besar yang bertubuh kokoh kuat itu..." dia menunjuk kepada Ci Kang, "menjadi tiang penahan. Dia ini…" kini dia menunjuk Cia Sun, "dan muridmu menjadi dua tiang penghubung yang melengkung ke arah muridku itu. Aku sendiri menjadi bagian paling atas untuk mencapai muridku dan membebaskannya dari belenggu. Nah, mengertikah engkau?"

Siang-kiang Lo-jin adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi dalam hal kecerdikan, dia memang kalah oleh kakek kerdil itu. Agaknya orang yang bertubuh kecil biasanya memang lebih gesit dan cerdik dari pada orang yang memiliki tubuh besar. Dia lalu menggelengkan kepala. "Aku tidak mengerti..."

"Suhu, aku sudah mengerti dan memang akal Wu-yi locianpwe itu hebat sekali! Mari kita laksanakan!" kata Hui Song.

Akan tetapi Siang-kiang Lo-jin masih belum mengerti dan melihat ini, Wu-yi Lo-jin berkata tidak sabar, "Kalau tidak mengerti, turuti saja perintahku! Tidak perlu membuang banyak waktu lagi. Nah, gendut, engkau rebahlah di dekat batu pat-kwa pada bagian yang ditimpa bayangan tiang. Engkau rebah terlentang di atas tanah dan persiapkan semua tenagamu. Apakah engkau masih kuat menyangga empat orang?"

Biar pun belum mengerti benar, akan tetapi pertanyaan ini dianggap tantangan oleh Dewa Kipas. "Jangan kata hanya empat orang, biar pun sepuluh orang masih dapat kuangkat!" jawabnya.

"Bagus, jika begitu cepat kau rebahkan dirimu terlentang, mukamu menghadap ke tiang!"

Siang-kiang Lo-jin menurut dan merebahkan dirinya terlentang di luar batu pat-kwa, pada bagian segi yang tertutup bayangan tiang.

"Sekarang engkau orang muda!" kata Wu-yi Lo-jin kepada Ci Kang. "Sebaiknya lepas dulu bajumu agar pegangan menjadi kuat, tidak berpegang kepada baju yang dapat robek."

Ci Kang membuka bajunya, diturut pula oleh Cia Sun dan Hui Song. Kemudian Ci Kang berdiri di depan tubuh Dewa Kipas, di antara kedua kakinya. Kini Dewa Kipas sudah mulai mengerti, maka ketika pemuda tinggi besar itu mengulurkan lengan kanannya yang kokoh kuat, Dewa Kipas memegang tangan Ci Kang dengan tangan kanannya, ada pun tangan kirinya memegang pangkal lengan pemuda itu.

Ci Kang menekuk kedua kakinya dan Cia Sun lantas meloncat ke atas kedua paha yang melintang itu, membiarkan kedua lengannya ke belakang untuk ditangkap oleh tangan kiri Ci Kang. Atas isyarat Wu-yi Lo-jin, kini Hui Song lalu memanjat ke atas dan dengan ilmu meringankan tubuhnya, dia berhasil duduk di atas kedua pundak Cia Sun, menjepit leher Cia Sun dengan kedua pahanya, kedua kakinya ditekuk ke belakang melalui kedua ketiak Cia Sun dan mengait punggung.

Setelah itu Wu-yi Lo-jin sendiri dengan sekali lompatan saja, bagai seekor burung, sudah melayang ke atas pundak Hui Song dan seperti juga Hui Song, dua kakinya menghimpit leher dan mengait ke punggung pemuda itu. Kini jadilah lima orang itu sebuah tiang yang cukup tinggi.

"Sekarang, perlahan-lahan melengkung ke depan, kita membentuk jembatan!" kata Wu-yi Lo-jin. "Heiii, gendut. Hati-hati kau, pegang yang kuat dan kerahkan tenagamu. Kalau kau gagal kami semua akan mampus!"

Tiang lima manusia ini mulai condong ke arah Sui Cin yang berdiri dengan hati tegang. Gadis ini menoleh ke belakang karena pada waktu itu matahari berada di depannya, ada pun bayangan tiang itu berada di belakangnya sehingga lima orang itu beraksi di sebelah belakangnya.

"Ha-ha-ha, engkau ringan seperti ampas kering, tidak perlu mengerahkan tenaga pun aku masih sanggup menahanmu!" Siang-kiang Lo-jin yang menahan berat tubuh empat orang itu masih sempat tertawa dan berbicara. Akan tetapi diam-diam dia mengerahkan tenaga karena maklum bahwa biar pun dia berada paling bawah dan seperti diremehkan, namun sesungguhnya kepercayaan kakek kerdil itu dipusatkan kepadanya dan dialah yang kini memegang keselamatan mereka semua!

"Melengkung lagi, sedikit lagi!" kata Wu-yi Lo-jin.

Tubuh Ci Kang yang menjadi tiang penahan itu nampak kokoh, urat-urat melingkar-lingkar pada kedua lengan dan dadanya yang telanjang. Akhirnya tiang manusia itu melengkung dan kedua tangan Wu-yi Lo-jin dapat mencapai ikatan tangan Sui Cin.....!
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar