Siluman Goa Tengkorak Jilid 11 (Tamat)

Sampai hampir sebulan lamanya Thian Sin serta Kim Hong melakukan penyelidikan dan mencari jejak kaburnya Siluman Goa Tengkorak, ketua dari Jit-sian-kauw. Perkumpulan itu sendiri, yang merupakan gerombolan penjahat kejam, telah dapat dibasmi. Akan tetapi kalau kepalanya itu masih berkeliaran, maka dunia masih terancam bahaya besar.

Di balik topeng tengkorak itu tersembunyi seorang manusia yang benar-benar berhati iblis, yang loba akan harta benda dan kedudukan, yang haus dengan kesenangan cabul, dan terutama sekali amat berbahaya karena selain ilmu silatnya tinggi, juga pandai ilmu sihir. Karena itu sudah bulat tekad dalam hati Thian Sin dan Kim Hong untuk mencari sampai ketemu dan membasmi Siluman Goa Tengkorak itu.

Namun siluman itu seperti telah menghilang ditelan bumi, sama sekali tidak meninggalkan jejak! Dan setelah menanti sebulan sambil menyelidiki dengan teliti, siluman itu tetap saja tidak pernah terdengar beraksi.

Akan tetapi Pendekar Sadis dan kekasihnya itu adalah dua orang pendekar yang biar pun masih muda tapi telah memiliki pengalaman yang luas di dunia kang-ouw, terkenal pandai dan cerdik bukan main sehingga tentu saja mereka tak tinggal diam dan telah melakukan penyelidikan yang sangat teliti, mengambil kesimpulan-kesimpulan disertai pertimbangan-pertimbangan yang matang…..

********************

Sementara itu, Im Yang Tosu telah menyuruh seorang muridnya untuk mengantarkan Cia Liong dan Cia Ling ke Kun-lun-pai. Bersama mereka dibawakan pula bagian harta mereka untuk bekal kelak kalau mereka sudah dewasa.

Dan pada suatu hari, kurang lebih sebulan semenjak gerombolan Siluman Goa Tengkorak ditumpas, Hong-kiam-pang mengadakan pesta. Karena Pendekar Sadis serta kekasihnya masih tinggal di sebuah hotel di Tai-goan, mereka berdua pun menerima undangan.

Selain untuk merayakan hari ulang tahun ketua Im Yang Tosu yang sudah genap berusia tujuh puluh tahun, pesta yang diadakan oleh Hong-kiam-pang itu juga untuk mengadakan sedikit perubahan dalam susunan pengurus perkumpulan itu. Im Yang Tosu merasa telah terlalu tua untuk menjadi ketua Hong-kiam-pang dan kedudukannya sebagai ketua akan diserahkan kepada Bu Beng Tojin.

Hal ini sebenarnya adalah wajar saja karena bukankah selama ini Bu Beng Tojin sudah menjadi pembantu utama dari ketua itu? Akan tetapi, menurut desas-desus orang luaran, tentu akan terjadi perdebatan seru karena Hong-kiam-pang dianggap sebagai cabang dari Kun-lun-pai, sedangkan Bu Beng Tojin sama sekali bukanlah murid Kun-lun-pai, biar pun hal ini bukan berarti bahwa dia asing akan ilmu silat dari Kun-lun-pai. Tokoh ini memang seorang ahli dalam berbagai macam ilmu silat, termasuk pula ilmu silat Kun-lun-pai, dan karena inilah maka Im Yang Tosu percaya dan kagum kepadanya.

Karena Hong-kiam-pang adalah sebuah perkumpulan silat yang cukup ternama di daerah Tai-goan, maka di dalam kesempatan itu banyak juga tokoh-tokoh kang-ouw dan jago-jago silat yang datang berkunjung untuk menghaturkan selamat kepada Im Yang Tosu yang berulang tahun dan kepada Bu Beng Tojin yang diangkat menjadi ketua Hong-kiam-pang baru.

Sejak pagi para tamu telah berbondong-bondong mendatangi kuil Hong-kiam-pang itu dan mereka dipersilakan duduk di halaman samping yang luas dari rumah perkumpulan yang ada kuilnya itu. Sebuah panggung yang tingginya hampir dua meter dan cukup luas telah dibangun, dan dua orang pimpinan Hong-kiam-pang sudah nampak duduk di atas kursi di panggung itu. Para anak buah Hong-kiam-pang yang gagah-gagah dan berpakaian serba baru menyambut para tamu, ada pula yang bertugas mengeluarkan arak serta melayani para tamu dengan sikap ramah, gagah dan cekatan.

Thian Sin terlihat datang sendirian dan dia disambut oleh murid kepala lalu dibawa naik ke atas panggung melewati anak tangga, menghadap dua orang pimpinan Hong-kiam-pang. Pendekar ini memberi hormat lalu memberi selamat kepada Im Yang Tosu dan berkata,

"Semoga Im Yang totiang diberkahi usia panjang oleh Thian dan selalu sehat lahir batin."

Im Yang Tosu mengucapkan terima kasih dan Bu Beng Tojin mengerutkan alisnya karena pendekar itu sama sekali tidak memberi selamat kepadanya. Walau pun secara resmi dia belum diangkat dan pengangkatan itu akan dilakukan nanti, akan tetapi seperti para tamu lain, tentu pendekar ini sudah mendengar akan pengangkatannya dan banyak yang sudah memberi selamat. Maka dia pun diam saja dan hanya memandang kepada pendekar ini dengan alis berkerut.

Thian Sin maklum pula akan sikap ini dan dia hanya tersenyum melihat tosu yang keras hati ini dan yang agaknya tak pernah dapat melenyapkan kebenciannya terhadap dirinya. Dia lalu dipersilakan duduk pada bagian kursi kehormatan, yaitu belasan buah kursi yang berderet di tepi panggung.

Di kursi kehormatan ini terdapat pula Thian To Sinjin, tokoh Kun-lun-pai yang mewakili perkumpulan itu menghadiri pesta yang diadakan oleh Hong-kiam-pang. Thian To Sinjin ini adalah seorang tosu Kun-lun-pai tingkat tiga dan usianya sudah lebih dari enam puluh tahun, sikapnya tenang dan ramah. Dia pun sudah mengenal baik Thian Sin, maka begitu pemuda ini duduk di dekatnya, dia sudah menegur ketika pendekar itu memberi hormat.

"Selamat bertemu, Ceng-taihiap. Kenapa taihiap hanya datang sendirian saja, dan mana Toan-lihiap?"

Hanya orang yang sudah kenal baik dan akrab saja yang berani menanyakan isteri atau kekasih seperti yang baru diucapkan oleh tokoh Kun-lun-pai kepada Thian Sin itu. Thian Sin tersenyum dan menjawab lirih,

"Dia nanti tentu datang, locianpwe. Mungkin ada sedikit urusan yang membuatnya datang terlambat."

Thian Sin memang seorang pendekar yang berwatak halus dan sangat pandai membawa diri sebagai orang yang terpelajar. Terhadap para tokoh tua, dia tidak segan-segan untuk menyebutnya dengan sebutan locianpwe untuk mengangkat serta menghormati tokoh itu dan merendahkan diri sendiri, walau pun tingkat kepandaiannya tidak kalah oleh tokoh ini.

Setelah waktu yang ditentukan tiba dan para tamu sudah memenuhi tempat itu, Im Yang Tosu lalu bangkit berdiri. Tosu tua ini masih memiliki suara yang nyaring pada waktu dia menghaturkan selamat datang dan terima kasih kepada para tamu yang telah memenuhi undangan Hong-kiam-pang, juga mengucapkan selamat kepadanya yang sudah berusia tujuh puluh tahun.

Kemudian dia melanjutkan dengan pengumuman yang sudah dinanti-nanti oleh beberapa orang dengan hati berdebar. "Cu-wi yang terhormat, pinto telah berusia tujuh puluh tahun maka telah tiba saatnya bagi pinto untuk mengundurkan diri dan hanya tekun bersemedhi. Akan tetapi, Hong-kiam-pang yang dapat dibilang masih muda harus hidup terus. Namun sebuah perkumpulan tak mungkin hidup tanpa pimpinan dan setelah pinto mengundurkan diri, maka pinto akan menyerahkan pimpinan Hong-kiam-pang kepada sute pinto, yaitu Bu Beng Tojin."

Tiba-tiba nampak kegelisahan di antara para murid Hong-kiam-pang.

"Suhu...!"

Im Yang Tosu menoleh dengan alis berkerut. Seorang laki-laki berusia empat puluh tahun yang bersikap gagah telah naik ke atas panggung, lalu memberi hormat kepada Im Yang Tosu.

"Suhu, bukan sekali-kali teecu bermaksud kurang sopan dan membantah keputusan suhu. Akan tetapi teecu mewakili para murid suhu yang juga menjadi murid Kun-lun-pai untuk menyatakan suara hati kami."

Im Yang Tosu kelihatan tidak senang, sebab itu dia membentak, "Sui Lok, apa maksudmu mengganggu pernyataanku?"

"Suhu, perkumpulan kita adalah cabang dari Kun-lun-pai dan suhu sendiri adalah seorang tokoh Kun-lun-pai sebagai pendiri Hong-kiam-pang. Kami maklum bahwa susiok Bu Beng Tojin memiliki ilmu kepandaian yang tinggi dan menjadi pembantu dan kepercayaan suhu. Akan tetapi, mengingat bahwa susiok Bu Beng Tojin bukanlah murid Kun-lun-pai, maka kami merasa berat untuk menerima beliau sebagai ketua..."

"Sui Lok, apakah engkau menganggap bahwa kedudukan ketua itu sebaiknya dioperkan kepadamu saja?" Tiba-tiba saja Bu Beng Tojin sudah bangkit dan mendekati suheng-nya sambil memandang kepada murid keponakan itu dengan sinar mata marah. "Walau pun suheng merupakan tokoh Kun-lun-pai, tapi Hong-kiam-pang adalah sebuah perkumpulan yang bebas dan juga terlepas dari induk perkumpulan mana pun. Katakanlah bahwa Ilmu Hong-kiam-sut memiliki sumber dari Kun-lun-pai, akan tetapi ilmu itu terus dikembangkan dan sama sekali bukan cabang dari Kun-lun-pai. Suheng telah memilihku, dan aku sendiri selama bertahun-tahun telah mengurus Hong-kiam-pang. Seorang ketua haruslah anggota perkumpulan dan hendak kulihat, siapakah di antara para anggota Hong-kiam-pang yang lebih mahir Ilmu Pedang Hong-kiam-sut dari pada aku. Yang merasa lebih pandai, silakan maju!"

"Tapi susiok..." Sui Lok yang mewakili saudara-saudara seperguruannya itu masih hendak membantah, akan tetapi Im Yang Tosu segera menengahi.

"Sui Lok dan semua murid-muridku, hendaknya tak ada yang membantah apa yang telah menjadi keputusanku. Ketahuilah bahwa di dalam hal mengembangkan ilmu pedang kita, sute Bu Beng Tojin sudah banyak membantu dan memberi saran. Pinto sendiri, sebagai pencipta dan pendiri Hong-kiam-pang, belum tentu mampu menandinginya dalam hal ilmu pedang perkumpulan kita. Nah, siapa lagi yang lebih pantas memimpin Hong-kiam-pang kecuali dia? Tentang Kun-lun-pai, agaknya... pendapat sute memang benar. Tadinya kita menganggap perkumpulan kita sebagai cabang dari Kun-lun-pai hanya karena mengingat bahwa pinto adalah seorang murid Kun-lun-pai. Namun mengingat bahwa para anggota dan murid Hong-kiam-pang terdiri dari bermacam-macam aliran, maka tidaklah tepat jika dikatakan bahwa Hong-kiam-pang adalah cabang Kun-lun-pai."

Mendengar betapa pendiri Hong-kiam-pang sendiri agaknya berkeras membela Bu Beng Tojin, para murid Hong-kiam-pang menjadi gelisah dan bingung, ada pun Sui Lok sendiri segera menoleh ke arah Thian Sin yang duduk di dekat Thian To Sinjin dan dia melihat pendekar itu masih tersenyum-senyum tenang saja.

"Suhu, karena di sini juga terdapat supek Thian To Sinjin sebagai wakil Kun-lun-pai, maka biarlah teecu mohon petunjuk kepada beliau saja!" akhirnya Sui Lok berkata dengan suara nyaring.

Para tamu yang mendengar perbantahan itu tak ada yang berani turut mencampuri, akan tetapi diam-diam mereka merasa tegang dan gembira karena dapat menduga bahwa di dalam pengangkatan ketua baru ini agaknya terdapat suatu kericuhan atau mungkin juga perebutan kekuasaan. Karena Sui Lok tadi menyebut namanya, sekarang seluruh mata ditujukan kepada tokoh Kun-lun-pai itu.

"Siancai...! Kami sebagai tamu sebenarnya tidak seharusnya mencampuri urusan dalam. Akan tetapi karena nama kami telah disebut, biarlah kami mengemukakan pendapat kami sebagai wakil Kun-lun-pai." Kakek itu berkata lantang dengan sikap yang gagah.

"Sebuah perkumpulan tentu saja ditentukan oleh pendirinya, dan karena Hong-kiam-pang didirikan oleh sute Im Yang Tosu, maka terserah kepadanya apa bila hendak memisahkan perkumpulan ini dari Kun-lun-pai. Hanya kami peringatkan bahwa kalau tidak mau disebut sebagai cabang Kun-lun-pai, selanjutnya sama sekali tidak boleh menyebut-nyebut nama Kun-lun-pai dan segala sepak terjang seluruh murid Hong-kiam-pang bukan lagi menjadi tanggung jawab Kun-lun-pai. Hanya itulah yang perlu pinto jelaskan." Kakek itu lalu duduk kembali.

Dengan muka merah Bu Beng Tojin lalu berkata, suaranya lantang, "Baik sekali! Memang sejak dahulu tidak ada hubungan apa-apa antara Hong-kiam-pang dan Kun-lun-pai. Kami memiliki anggaran dasar dan peraturan sendiri. Kami menerima murid-murid dari berbagai aliran, bukan hanya dari aliran Kun-lun-pai. Nah, sebagai seorang ketua baru, sejak detik ini juga pinto menyatakan bahwa Hong-kiam-pang bukan cabang Kun-lun-pai dan segala sepak terjang Hong-kiam-pang tidak ada sangkut pautnya dengan Kun-lun-pai!"

"Bu Beng Tojin, perlahan dulu!" Tiba-tiba terdengar suara yang lebih nyaring lagi sehingga membuat semua orang memandang, dan ternyata Thian Sin sudah berdiri di hadapan Bu Beng Tojin dan Im Yang Tosu, di atas panggung.

Melihat majunya pendekar ini, Sui Lok lalu cepat-cepat mengundurkan diri dan bercampur dengan saudara-saudaranya. Semua orang menjadi makin tegang dan gembira. Sekarang urusan menjadi makin berbelit dan banyak pihak yang tersangkut, apa lagi mereka yang mengenal pemuda gagah itu sebagai Pendekar Sadis, menjadi bertanya-tanya di dalam hati, apa hubungan Pendekar Sadis dengan pengangkatan ketua Hong-kiam-pang itu.

"Pendekar Sadis! Engkau yang banyak dibenci karena kekejaman dan sepak terjangmu, ada urusan apakah maka engkau sebagai orang luar hendak mencampuri urusan dalam Hong-kiam-pang kami?" Bu Beng Tojin membentak dengan mata melotot marah.

"Memang amat banyak yang membenciku, Bu Beng Tojin, akan tetapi yang membenciku adalah para penjahat karena aku selalu menentang kejahatan. Dan mengenai urusanku, kau dengarkan saja." Thian Sin kemudian menghadapi Im Yang Tosu, sepasang matanya mencorong dan suaranya mengandung getaran kuat sekali. "Im Yang totiang, sadarlah dan ingat baik-baik, sudah sepenuh hatimukah maka totiang mengangkat Bu Beng Tojin sebagai penggantimu, menjadi ketua baru Hong-kiampang? Ingat baik-baik dan sadarlah!"

Semua orang terkejut melihat kekasaran Thian Sin, kemudian melihat betapa kakek tua itu terbelalak dan mukanya berubah pucat.

"Apa...? Pengangkatan ketua baru? Ahh, tentu saja... hal itu tergantung kepada pemilihan para anggota..."

"Suheng! Bukankah suheng telah mengangkatku sebagai ketua baru? Aku Bu Beng Tojin, yang sudah suheng tetapkan untuk menjadi ketua baru menggantikan suheng!"

Di dalam suara Bu Beng Tojin ini juga terkandung kekuatan yang hebat. Wajah Im Yang Tosu nampak semakin pucat dan napasnya terengah-engah.

"Ah, ya... itu benar, sute Bu Beng Tojin yang akan menjadi ketua... tapi... tapi tergantung kepada para anggota..." Kakek itu menjadi bimbang ragu.

"Suheng...!" bentak Bu Beng Tojin.

"Im Yang totiang!" Thian Sin juga berseru.

Im Yang Tosu kelihatan semakin bingung dan pucat, bahkan tubuhnya terguncang dan tergetar, seperti orang yang terserang demam. Pada saat itu nampak Thian To Sinjin dari Kun-lun-pai bangkit dari kursinya, menghampiri ketua Hong-kiam-pang itu dan menuntun tangannya.

"Sute, engkau lelah, sebaiknya mengaso dulu."

Dan dia pun menarik sute-nya itu kembali ke tempat duduknya. Anehnya, Im Yang Tosu kelihatan menurut saja seperti seorang anak kecil! Tidak ada yang tahu bahwa tadi ketua Hong-kiam-pang ini tertarik ke sana-sini di antara dua orang yang menggunakan kekuatan sihir, yang seorang hendak mempengaruhinya dan yang seorang hendak membebaskan tosu itu. Hanya Thian To Sinjin saja yang agaknya dapat menduga akan hal itu, maka dia cepat menariknya kembali untuk duduk dan beristirahat.

"Ha-ha-ha, sebaiknya begitu. Beristirahatlah dengan tenang, Im Yang totiang dan biarkan aku membereskan persoalan ini!" kata Thian Sin.

"Pendekar Sadis! Engkau sebagai orang luar, sungguh tidak patut sekali jika mencampuri urusan dalam dari Hong-kiam-pang! Engkau telah melanggar aturan sopan santun di dunia persilatan!" Bu Beng Tojin berteriak marah.

"Bu Beng Tojin, memang aku bukanlah anggota Hong-kiam-pang, akan tetapi aku adalah sahabat baik Hong-kiam-pang yang tidak rela melihat Hong-kiam-pang diselewengkan."

"Mulut busuk! Apa maksudmu?" bentak Bu Beng Tojin.

Akan tetapi Thian Sin tidak menjawab bentakan ini melainkan menghadapi para tamu dan juga pihak tuan rumah. "Cu-wi yang mulia, para anggota Hong-kiam-pang yang tercinta! Kita semua tahu bahwa Hong-kiam-pang adalah perkumpulan orang-orang gagah, para pendekar yang menentang kejahatan. Oleh karena itu, tidak sepatutnya bila perkumpulan orang gagah ini diketuai oleh seorang penjahat besar seperti Bu Beng Tojin ini!"

Kata-kata ini sungguh hebat bukan kepalang. Bukan hanya semua tamu yang terbelalak, bahkan semua anggota Hong-kiam-pang menjadi pucat wajahnya dan juga Im Yang Tosu sendiri yang pada saat itu telah tenang kembali, cepat bangkit dari tempat duduknya.

"Ceng-taihiap, apa maksudmu dengan ucapan itu?" tanyanya nyaring, agaknya penasaran mendengar pembantunya disebut penjahat besar!

Melihat sikap suheng-nya dan para murid Hong-kiam-pang serta para tamu yang agaknya berpihak kepadanya, walau pun dia sendiri menjadi pucat, Bu Beng Tojin segera tertawa, "Ha-ha-ha, sekarang sudah nampak belangnya Pendekar Sadis, menuduh dan memfitnah secara membuta tuli. Siapa bilang bahwa aku Bu Beng Tojin yang selama ini dengan jujur memimpin Hong-kiam-pang menjadi penjahat besar?"

Akan tetapi Thian Sin tidak terpengaruh oleh ucapan itu. Dia masih memandang kepada semua yang hadir. "Cu-wi yang mulia, juga Im Yang totiang yang terhormat, biarlah aku memperkenalkan."

Dia lantas menudingkan telunjuknya ke arah muka Bu Beng Tojin. "Inilah dia orang yang menyebut dirinya sebagai Sian-su! Ini dia Siluman Goa Tengkorak yang sudah memimpin gerombolan penjahat kejam yang telah kita basmi!"

Ucapan ini bahkan lebih mengejutkan lagi.

"Ceng-taihiap, harap engkau jangan menuduh sembarangan saja!" Im Yang Tosu bahkan berteriak marah.

Wajah Bu Beng Tojin sendiri tadi menjadi pucat sekali, akan tetapi dia segera mengambil sikap tenang, bahkan tersenyum lebar.

"Ahhh, sungguh sebuah tuduhan yang sangat menggelikan! Pinto sendiri yang membantu membasmi gerombolan itu, bagaimana engkau dapat menuduh demikian, apakah engkau sudah menjadi gila?"

"Ceng-taihiap, buktikan kebenaran tuduhanmu itu!" Im Yang Tosu yang sudah bangkit berdiri itu pun turut menuntut.

Tuduhan itu sangat hebat baginya. Kalau tuduhan itu tidak benar, berarti Pendekar Sadis sudah menghina Hong-kiam-pang. Dan apa bila benar, hal itu tentu merupakan tamparan yang memalukan sekali bagi Hong-kiam-pang!

"Baik, akan kucoba untuk membuktikan sungguh pun hal itu tidak mudah karena Siluman Goa Tengkorak memang seorang penjahat yang amat keji, licik, curang, lihai ilmu silatnya dan juga lihai ilmu sihirnya. Cu-wi yang mulia, ketika pertama kali aku berkenalan dengan kejahatan siluman ini, aku melihat mendiang saudara Kwee Siu sekarat oleh luka-lukanya sesudah bertanding melawan siluman ini. Dan ucapan terakhir yang keluar dari mulutnya adalah sebutan ‘susiok’. Tadinya aku tidak mengerti apa dan siapa yang dia maksudkan sampai akhirnya aku mendapat kenyataan bahwa dia hanya mempunyai seorang susiok saja di dunia ini dan susiok-nya adalah Bu Beng Tojin. Tentu dia sudah mengenali orang bertopeng tengkorak yang telah membunuhnya, mengenai dari gerakan silatnya maka dia meninggalkan sebutan susiok itu yang sayang pada waktu itu belum kuketahui artinya."

"Huh, tuduhan kosong! Bisa jadi Kwee Siu menyebut namaku karena hendak minta tolong dan ingat kepadaku!" Bu Beng Tojin mencela dan semua orang juga menganggap bahwa alasan itu terlalu lemah untuk menjadi bukti kebenaran tuduhannya bahwa Bu Beng Tojin adalah Siluman Goa Tengkorak.

"Masih ada bukti lain," kata pula Thian Sin. "Pada waktu aku tertawan oleh Siluman Goa Tengkorak dalam keadaan pingsan terbius, tahu-tahu aku telah tertawan oleh orang-orang Hong-kiam-pang dan menurut keterangan, yang menangkap aku dalam pakaian siluman itu adalah Bu Beng Tojin. Dan hal ini jelas menunjukkan bahwa dia adalah Siluman Goa Tengkorak itu sendiri karena kalau aku berada dalam keadaan pingsan, bagaimana dari tangan siluman itu aku dapat berpindah ke tangan Bu Beng Tojin? Sebaliknya, kalau aku sadar seperti yang dikatakannya kepada murid-murid Hong-kiam-pang, agaknya tak akan begitu mudah baginya untuk dapat menawanku! Hal itu dapat dibuktikan sendiri!"

"Huh, alasan dan bukti apa itu? Pendekar Sadis, semua anggota Hong-kiam-pang sudah turut menyaksikan bahwa engkau memakai jubah dan topeng tengkorak. Tentu engkaulah Siluman Goa Tengkorak itu, dan sesudah rahasiamu ketahuan, engkau lalu berpura-pura dan membalik untuk membersihkan diri. Cih, sungguh tak tahu malu!" Bu Beng Tojin telah mencabut pedangnya dan hendak menyerang Thian Sin, akan tetapi pada saat itu pula Im Yang Tosu melangkah maju dan mencegahnya.

"Sabar dulu, sute." Lalu kakek ini berbalik menghadapi Thian Sin. "Ceng-taihiap, sungguh pinto tak mengerti dan merasa bingung permainan apa yang sedang taihiap mainkan saat ini. Akan tetapi harus pinto akui bahwa semua alasan yang taihiap ajukan tadi tidak cukup kuat untuk membuktikan kebenaran tuduhan taihiap yang sangat berat itu. Tidak mungkin kami dapat menerima begitu saja keterangan sepihak tanpa bukti yang mutlak atau tanpa adanya saksi yang membenarkan keterangan taihiap tadi."

"Saksi-saksi? Ah, totiang benar juga. Memang ada saksi yang kuat!" Thian Sin berkata.

"Inilah saksi-saksinya!"

Tiba-tiba saja terdengar suara merdu melengking dan semua orang menengok. Kiranya di sudut panggung itu sudah berdiri seorang gadis yang cantik jelita dan gagah. Kim Hong tersenyum manis kepada Bu Beng Tojin.

Tosu ini mendengus. "Huh, saksi macam apa ini? Perempuan ini adalah Toan Kim Hong, kekasih dari Pendekar Sadis, tentu saja ucapannya akan senada dengan pacarnya. Siapa bisa percaya saksi macam ini?" Suaranya penuh tantangan dan sikapnya mencemooh.

"Siluman Goa Tengkorak, jangan takabur dahulu. Lihat, siapakah mereka ini?" Kim Hong menggapai ke belakangnya, lantas dari anak tangga di belakang panggung muncullah tiga orang gadis yang cantik dan yang memandang ke arah Bu Beng Tojin dengan mata penuh kebencian.

Melihat Thio Siang Ci, bekas kekasihnya, pengantin yang dia culik kemudian dipaksanya menjadi kekasihnya itu, bersama dua orang gadis lain yang juga termasuk dayang-dayang yang disukainya, wajah Bu Beng Tojin langsung berubah menjadi pucat. Akan tetapi dia masih sempat mengejek dan mencemooh.

"Siapa perempuan-perempuan itu? Pinto tidak mengenal segala macam pelacur!"

"Siang Ci, Siok Lan dan Kim Tui, coba katakan, siapa pendeta itu?" Kim Hong bertanya kepada tiga orang gadis itu dengan suara halus.

Thio Siang Ci yang lebih dulu menjawab, telunjuk tangan kirinya yang gemetar menuding ke arah Bu Beng Tojin dan terdengar suaranya agak gemetar akan tetapi mantap. "Dialah Sian-su yang menculikku itu!"

"Benar, dia itu Sian-su ketua Jit-sian-kauw!" kata Siok Lan, gadis ke dua.

"Aku berani sumpah, dialah Sian-su!" kata Kim Tui pula.

"Bohong! Fitnah gila! Apa buktinya?" Bu Beng Tojin berteriak marah.

"Apakah kalian bertiga dapat mengatakan buktinya dan tandanya bahwa dia itu Sian-su?" Kim Hong bertanya pula.

"Pada dadanya terdapat daging tumbuh sebesar telur ayam yang berambut panjang!" kata Siang Ci lantas menundukkan muka dan air matanya mengalir karena dia merasa sangat malu.

"Ada lukisan ular melingkari pinggangnya," kata pula Siok Lan yang juga menunduk malu.

"Di kedua pahanya ada gambar tengkorak," Kim Tui menyambung.

"Fitnah keji! Bohong! Kalian pelacur-pelacur yang harus mampus!" Tiba-tiba Bu Beng Tojin menggerakkan kedua tangannya dan ada empat sinar terang menyambar ke arah Kim Hong dan tiga orang gadis itu.

Akan tetapi, dengan gerakan lincah dan tenang Kim Hong dapat menyambut empat buah hui-to (pisau terbang) itu dengan kedua tangannya, lalu memandang ke arah pisau-pisau itu sambil tersenyum dan akhirnya melemparkan sebatang kepada Im Yang Tosu.

"Totiang, bukankah pisau terbang yang pernah melukai totiang itu seperti ini dan begitu pula cara melemparnya?" tanya Kim Hong manis.

"Jika semua itu fitnah keji, kenapa harus mencak-mencak? Tunjukkan saja bahwa semua keterangan itu bohong dengan memperlihatkan bagian tubuhmu yang disebut-sebut tadi, Sian-su!" kata Thian Sin mengejek.

Im Yang Tosu menerima pisau yang dilemparkan oleh Kim Hong, menatapnya sejenak, kemudian dengan alis berkerut dan muka pucat dia membanting pisau itu ke atas lantai sampai pisau itu amblas lenyap menembus papan lantai panggung. Lalu dia menghampiri Bu Beng Tojin, memandang dengan muka pucat.

"Sute, pinto tahu bahwa engkau pandai mempergunakan segala senjata, juga pisau itu. Pinto sendiri masih belum percaya akan semua tuduhan itu. Karena itu, sute, buktikanlah bahwa tuduhan itu semuanya palsu dan bohong. Buka bajumu lalu perlihatkan dada dan pinggangmu!"

"Gila! Suheng, apakah suheng membiarkan orang menghinaku sampai seperti ini?"

"Sute, namanya baru penghinaan jika tuduhan itu tidak terbukti dan percayalah, pinto tak akan tinggal diam melihat engkau dihina orang. Karena itu, bukalah bajumu."

"Tidak, suheng. Aku tidak sudi dihina! Orang-orang harus percaya kepadaku!"

"Sute, kalau engkau tidak mau, terpaksa aku sendiri yang akan membukakan bajumu."

Dengan halus ketua Hong-kiam-pang itu lantas melangkah maju dan meraba kancing baju sute-nya untuk dibukanya. Dia memang masih belum percaya akan semua tuduhan tadi, bahkan berharap sute-nya bersih agar nama Hong-kiam-pang juga ikut bersih. Bayangkan saja kalau tuduhan itu benar, berarti selama bertahun-tahun ini dia mempercayai seorang penjahat, dan namanya, juga nama Hong-kiam-pang, akan berlumur lumpur kehinaan.

"Awas, totiang...!" Thian Sin memperingatkan, akan tetapi sudah terlambat.

Pada saat Im Yang Tosu menggunakan kedua tangannya untuk membuka kancing baju sute-nya, tiba-tiba saja Bu Beng Tojin menggerakkan tangannya dan menghantam ke arah leher suheng-nya itu. Im Yang Tosu hanya dapat miringkan tubuhnya.

"Desss...!"

Pukulan itu tepat mengenai pundak kiri lantas tubuh kakek itu terjengkang, dari mulutnya tersembur darah segar dan tubuhnya terkulai.

"Hemmm, siluman jahat!" bentak Thian To Sinjin tokoh Kun-lun-pai yang cepat meloncat ke depan menyerang Bu Beng Tojin.

Maka terjadilah perkelahian yang seru antara Thian To Sinjin dan Bu Beng Tojin. Pukulan mereka mengandung angin yang amat kuat sehingga terdengar suara bercuitan dan angin menyambar-nyambar, ada pun panggung di mana mereka bertanding itu berderak-derak dan terguncang.

Semua tamu menjadi panik, akan tetapi karena mereka itu sebagian besar adalah ahli-ahli silat, mereka masih tetap di tempat sambil menonton perkelahian hebat di atas panggung itu. Sementara itu, murid-murid Hong-kiam-pang segera mengangkat tubuh suhu mereka yang pingsan ke belakang panggung.

Bu Beng Tojin ternyata memang hebat bukan main. Tokoh tingkat tiga dari Kun-lun-pai itu adalah seorang yang berilmu tinggi, akan tetapi menghadapi Bu Beng Tojin, dia pun mulai terdesak. Setiap kali lengan mereka bertemu, Bu Beng Tojin membentak dan bentakan ini menambah tenaga pada lengannya.

Thian To Sinjin merasa lengannya tergetar dan juga jantungnya terguncang oleh bentakan lawan. Hanya dengan ilmu silat sakti dari Kun-lun-pai dia bisa bertahan hingga tiga puluh jurus. Akan tetapi, karena dia terus terdesak, tiba-tiba kakek ini menyambar tongkatnya yang tadi dia tancapkan di atas lantai. Dengan tongkat itu Thian To Sinjin menghadapi Bu Beng Tojin!

Akan tetapi Bu Beng Tojin mencabut pedangnya sehingga perkelahian dilanjutkan dengan lebih seru lagi karena keduanya menggunakan senjata dan setiap serangan merupakan serangan maut yang dahsyat. Akan tetapi, kembali Thian To Sinjin terdesak dan kini para murid Hong-kiam-pang yang menjadi marah melihat suhu mereka terpukul, sudah naik ke atas panggung dan melakukan pengeroyokan.

Mereka belum yakin benar bahwa susiok mereka itu adalah Siluman Goa Tengkorak, akan tetapi melihat susiok mereka memukul suhu mereka secara keji, mereka menjadi marah dan segera mengeroyok. Akan tetapi, Bu Beng Tojin mengamuk dan tendangan kakinya merobohkan empat orang murid keponakan. Melihat ini, tiba-tiba saja Thian Sin meloncat ke depan.

"Saudara-saudara sekalian dan locianpwe Thian To Sinjin, silakan mundur. Dia ini adalah makananku!"

Thian To Sinjin maklum bahwa dia tidak akan mudah menang melawan tosu siluman itu, dan dia tahu akan kelihaian Pendekar Sadis, maka dia pun meloncat mundur diikuti oleh semua murid Hong-kiam-pang. Kini Thian Sin berdiri berhadapan dengan Bu Beng Tojin yang memegang pedang. Tosu itu memandang dengan mata beringas sedangkan Thian Sin tersenyum-senyum saja.

"Nah, Sian-su, sekarang Pendekar Sadis berhadapan satu melawan satu dengan Siluman Goa Tengkorak! Bagaimana pun juga, aku hendak membalas budimu kemarin dulu, yaitu aku tak akan membunuhmu, hanya akan melucuti kedokmu lalu menyerahkanmu kepada Hong-kiam-pang!"

"Keparat jahanam engkau!" bentak tosu itu dan pedangnya sudah membabat dahsyat.

Namun dengan cekatan sekali Thian Sin mengelak sambil balas memukul dengan tangan kiri yang juga dapat dielakkan oleh lawannya yang tangguh. Terjadilah perkelahian yang amat hebat, pedang melawan tangan kosong dan gerakan mereka sedemikian cepatnya sehingga dua bayangan tubuh itu seperti saling libat menjadi satu, sukar diikuti pandang mata.

Para penonton memandang kagum, namun sekaligus pandang mata mereka juga menjadi kabur. Gulungan sinar pedang di tangan Bu Beng Tojin telah menggulung tubuh keduanya dan hanya kadang-kadang nampak pedang, kepalan tangan atau ujung sepatu mencuat dengan dahsyatnya. Semua orang, kecuali Kim Hong, menonton dengan jantung berdebar tegang. Kim Hong berdiri sambil bertolak pinggang dengan sikap tenang, bahkan bibirnya tersenyum karena dia tahu pula bahwa kekasihnya itu tidak akan kalah.

Terdengar lagi bentakan-bentakan aneh dari Bu Beng Tojin yang menggetarkan jantung mereka yang mendengarnya, akan tetapi Thian Sin tidak terpengaruh sama sekali, malah terdengar dia mengejek, "Ha-ha-ha, keluarkan semua ilmu silumanmu, Sian-su!"

Ada lebih lima puluh jurus mereka berdua lenyap terbungkus cahaya pedang dan tiba-tiba saja terdengar Thian Sin mengeluarkan suara bentakan yang melengking nyaring hingga membuat semua orang memandang pucat karena bentakan Pendekar Sadis itu sungguh kuat sekali seperti membetot jantung. Teriakan ini disusul dengan teriakan Bu Beng Tojin, teriakan kaget, kemudian pedangnya terlempar ke atas lantai menjadi dua potong! Kiranya pedang itu sudah dihantam oleh tangan miring Thian Sin yang penuh mengandung tenaga Thian-te Sin-ciang!

Akan tetapi Bu Beng Tojin masih terus mengamuk dengan tangan kosong, dan memang kakek ini memiliki kepandaian yang tangguh. Bagaimana pun juga, setelah dia bertangan kosong, nampak bahwa dia bukan lawan yang terlampau berat bagi Pendekar Sadis. Dia seperti dipermainkan saja, kadang kala pendekar itu mendorongnya dari samping sampai dia terhuyung-huyung, lalu menjegal kakinya sehingga dia hampir terjatuh dibarengi suara ketawa-ketawa Thian Sin yang mengejeknya.

"Brettttt...!" Mendadak jubah Bu Beng Tojin terkoyak lebar dan robekannya berada dalam cengkeraman tangan Thian Sin.

"Sian-su, perlihatkan kutil di dadamu!" Thian Sin mengejek.

Semua orang memandang dengan mata terbelalak, ingin sekali melihat apakah benar ada tanda-tanda seperti yang disebutkan oleh ketiga orang gadis tadi pada tubuh yang masih tertutup baju dalam itu. Tentu saja Bu Beng Tojin menjadi marah. Matanya menjadi merah dan melotot dan gerakannya semakin liar.

"Brettttt...!"

Kini baju dalamnya terobek, lantas terdengar semua orang mengeluarkan seruan tertahan melihat bahwa di dada kakek itu, di antara kedua buah dadanya, terdapat tonjolan daging sebesar telur ayam dan pada tempat itu ditumbuhi belasan helai rambut! Dan di seputar pinggangnya yang agak gendut itu terdapat lukisan seekor ular yang melilit pinggangnya, dengan kepala di perut.

Dengan wajah beringas tosu siluman itu melihat ke arah dada dan perutnya dan wajahnya berubah pucat. Terdengar suara ketawa di sana-sini dan semua murid Hong-kiam-pang memandang dengan mata melotot.

"Celaka... celaka...!" Im Yang Tosu yang sudah siuman dan juga sudah melihat kenyataan ini menjadi pucat pula dan terkulai, pingsan!

"Ha-ha-ha, kiranya memang benar bahwa engkau adalah Siluman Goa Tengkorak! Nah, sekarang aku berani bertaruh potong leher bahwa pada kedua pahamu tentu ada gambar tengkoraknya!" kata Thian Sin.

Bu Beng Tojin atau Siluman Goa Tengkorak itu tidak melihat jalan lain. Bagaikan seekor harimau yang tersudut, dia pun menubruk lagi sambil menggeram, persis seekor harimau marah.

"Desss...!" Tubuhnya disambut tamparan Thian Sin yang mengenai lehernya.

Kakek itu terpelanting hingga kepalanya terasa pening, akan tetapi dia tidak tewas karena memang Pendekar Sadis tidak ingin membunuhnya, akan tetapi hendak menyerahkannya kepada Hong-kiam-pang. Tosu siluman itu bangkit dan menerjang lagi.

"Bresss...!"

Kini sepatu kaki Thian Sin yang menyambutnya dan kembali dia terjengkang. Ketika dia bangkit, mulutnya berdarah dan bibirnya pecah.

"Thian Sin, jangan habiskan sendiri, beri aku sedikit!" Tiba-tiba Kim Hong berseru lantas tubuhnya berkelebat, tahu-tahu gadis manis itu telah berada di samping Thian Sin.

Thian Sin tersenyum dan menggelengkan kepala, namun Kim Hong mendorong dadanya sehingga pemuda itu terpaksa melompat ke belakang, hampir jatuh dari panggung. Hal ini memang disengaja dan para tamu tertawa gembira menyaksikan kelakar dua orang itu.

Melihat majunya Kim Hong, Bu Beng Tojinn menjadi nekat. Ada sedikit harapan di dalam benaknya. Tadi dia tak berdaya menghadapi Pendekar Sadis. Akan tetapi dia mempunyai harapan untuk mengalahkan gadis ini, kalau tidak dengan ilmu silat, dengan ilmu sihirnya. Kalau dia dapat menundukkan, maka dia akan selamat, pikirnya. Dia akan menggunakan gadis ini sebagai tawanan, sebagai sandera supaya dia dapat melarikan diri! Maka begitu pening kepalanya hilang, dia sudah menubruk ke depan, menggunakan kedua lengannya yang panjang untuk merangkul.

Semua orang terkejut melihat ini, apa lagi karena Kim Hong bersikap tenang saja. Namun sebelum tangan itu menyentuhnya, tanpa menggerakkan tubuh gadis itu menggerakkan kepalanya. Seberkas sinar hitam segera menyambar ke depan ketika gelungnya terlepas dan rambutnya yang panjang menyambar bagaikan cambuk baja.

"Plakkk!" Rambut panjang harum itu bagaikan cambuk baja melecut muka Bu Beng Tojin.

"Aduhhhhh...!" Tosu itu mengeluh dan matanya terpejam, pipinya berdarah seperti digaris dengan ujung pedang saja.

Akan tetapi Kim Hong tidak mau memberi kesempatan lagi kepadanya. Gadis ini sudah melangkah maju dan kembali rambutnya menyambar-nyambar, melecut-lecut muka, leher dan tubuh atas yang telanjang itu sampai kulit itu semuanya kelihatan pecah-pecah dan merah-merah mengeluarkan darah. Sungguh hebat dan mengerikan sekali rambut yang dipergunakan sebagai senjata ini, seperti pedang saja.

Bu Beng Tojin menutupi mukanya dari ancaman rambut, namun tubuhnya menjadi bulan-bulanan sepasang kaki Kim Hong. Akhirnya kakek itu terhuyung-huyung dan tidak kuat berdiri lagi.

"Kim Hong, jangan bunuh dia! Serahkan kepada Hong-kiam-pang!" teriak Thian Sin.

Kim Hong tersenyum, lalu untuk terakhir kalinya kaki kirinya menendang dan tubuh tosu siluman itu terlempar lalu jatuh berdebuk di atas lantai di depan kedua kaki Im Yang Tosu yang duduk di atas kursinya dengan muka pucat.

Melihat orang yang pernah menjadi sute-nya sekaligus pembantunya ini rebah terlentang di hadapannya dengan tubuh berdarah-darah dan napas empas-empis, Im Yang Tosu lalu membungkuk, tangan kanan kakek itu mencengkeram ke arah celana sute-nya.

"Breettttt...!" Celana itu terobek dan nampaklah gambar dua tengkorak pada kedua paha itu.

"Keparat, engkau Siluman Goa Tengkorak...!" teriak Im Yang Tosu dengan suara parau, lantas tangannya menyambar pedang dan sekali pedang bergerak, dia telah menusukkan pedang itu dengan pengerahan tenaganya ke dalam dada Bu Beng Tojin.

Tubuh itu berkelojot, akan tetapi Im Yang Tosu juga roboh terguling dan ternyata kakek ini juga sudah menghembuskan napas terakhir. Dia tadi menderita luka pukulan yang hebat dan pengerahan tenaganya ketika menusuk tadi membuat dia tak kuat bertahan sehingga nyawanya pun melayang, hal yang sebenarnya malah meringankan penderitaan batinnya karena kakek ini tentu akan merasa malu dan menyesal sekali kalau dia dalam keadaan hidup melihat kenyataan pahit bahwa pembantunya adalah seorang penjahat keji.

Para murid Hong-kiam-pang yang sudah sangat marah itu demikian berduka melihat suhu mereka tewas. Maka puluhan batang pedang mencacah hancur tubuh Bu Beng Tojin!

Sementara itu Thian Sin mendekati Kim Hong. Mereka berdua saling pandang dan saling tersenyum puas. Usaha mereka menentang Siluman Goa Tengkorak sudah berhasil baik, walau pun dalam usaha itu berkali-kali mereka nyaris celaka, bahkan nyaris tewas pula. Mereka lalu menghadap ke arah semua orang di situ dan membungkuk. Thian Sin berkata lantang,

"Cu-wi yang terhormat, kami mohon diri karena kami telah menyelesaikan tugas kami!"

Mereka bergandeng tangan dengan mesra, lalu bersama-sama meninggalkan tempat itu, diikuti pandang mata kagum oleh semua orang….

T A M A T
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar