Petualang Asmara Jilid 40

"Harap Locianpwe suka memperlihatkan diri kalau ada keperluan dengan kami berdua murid Subo Go-bi Sin-kouw!" Kim In berkata dengan sikap hormat akan tetapi dengan suara berwibawa mengandalkan nama besar subo-nya.

Tiba-tiba saja kembali terdengar suara tertawa bergelak di belakang mereka. Pada waktu mereka memutar tubuh, mereka berdua menjadi bengong keheranan karena yang disebut locianpwe (orang tua gagah) oleh Kim In itu ternyata adalah seorang lelaki muda, berusia paling banyak dua puluh lima tahun, berwajah tampan, bertubuh tegap, dan pakaiannya mewah!

"Ha-ha-ha-ha, kukira tadi dua orang bidadari penunggu hutan yang berada di sini, kiranya dua orang wanita yang cantiknya bahkan melebihi bidadari. Hemmm, meski yang seorang menjadi nikouw, namun cantik juga."

Melihat pemuda itu, segera muka Hong Ing berubah dan dengan desis marah dia berkata, "Engkau... Ouwyang Bouw!"

Pemuda itu memang Ouwyang Bouw. Terkejut juga dia mendengar namanya disebut oleh nikouw muda itu, akan tetapi dia tersenyum kemudian berkata, "Engkau telah mengenal namaku, Nikouw muda? Bagus sekali. Aku memang Ouwyang Bouw."

Kim In langsung mencabut pedangnya, bahkan dia melemparkan pedang ke dua kepada sumoi-nya. Mendengar bahwa pemuda inilah yang pernah melukai sumoi-nya, apa lagi bahwa pemuda ini adalah putera datuk sesat Ban-tok Coa-ong, dia sudah menjadi marah sekali walau pun diam-diam dia kagum bukan main menyaksikan kepandaian pemuda ini yang dapat muncul tanpa mereka ketahui.

"Kiranya anak datuk kaum sesat yang pernah melukaimu, Sumoi. Mari kita hajar dia!"

Sambil berkata demikian, tubuh Kim In sudah berkelebat ke depan. Dia sudah menyerang dengan pedangnya, mengirim tusukan kilat ke arah tenggorokan Ouwyang Bouw. Namun sambil terkekeh, dengan mudahnya Ouwyang Bouw mengelak dan memang pemuda ini memiliki ginkang yang amat tinggi.

Pada saat Hong Ing juga menerjang maju, pemuda itu masih enak-enak melayani kakak beradik seperguruan itu dengan mengandalkan kegesitannya, mengelak dan berloncatan ke sana-sini sambil tertawa-tawa.

"Ehh, tahan dulu! Aku mau bicara!" Tiba-tiba saja dia meloncat ke belakang sedemikian cepatnya sehingga dua orang dara itu mendadak kehilangan lawan, dan baru tahu setelah Ouwyang Bouw berdiri belasan meter jauhnya di depan mereka.

"Hemm, bicara apa lagi?" bentak Kim In, dan dia melintangkan pedangnya di depan dada, sikapnya gagah sekali.

"Aku baru datang, tidak merasa mengganggu kalian, mengapa kalian memusuhiku?"

"Tidak mengganggu, ya?" Hong Ing menudingkan telunjuknya ke arah muka pemuda itu. "Lupakah kau ketika bersama ayahmu kau datang ke Kuil Kwan-im-bio, membunuh Biauw Kui Nikouw ketua kuil, kemudian secara menggelap menyerangku dengan jarum merah beracun?"

Berkerut alis Ouwyang Bouw dan sepasang matanya yang liar itu sejenak menghentikan gerakannya, seolah-olah sedang mengingat-ingat. Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya dan berkata,

"Aihh, kiranya engkaukah itu? Aku tidak tahu, kalau aku tahu bahwa dia itu engkau yang cantik jelita ini, tentu aku tak akan menyerangmu dengan jarum! Wah, kau lihai juga dapat menyelamatkan diri dari jarumku. Dengar, jangan menyerang dulu. Kalian tak akan dapat menang. Dengar lebih dulu kata-kataku. Aku sekarang hidup sebatang kara. Teringat aku betapa Ayah dahulu sering kali membujukku untuk memilih seorang gadis yang baik dan menikah. Tadi aku melihatmu, Nona, dan mendengar engkau menaruh dendam kepada Thian-ong Lo-mo." Dia memandang Kim In dengan sinar mata kagum. "Ha-ha, tua bangka itu sudah hampir mampus di Telaga Kwi-ouw, akan tetapi kakek licin itu masih berhasil menyelamatkan diri dari kepungan pasukan pemerintah dan kini bersembunyi. Hanya aku yang tahu tempatnya. Nona, begitu melihatmu, aku tertarik sekali kepadamu. Kau gagah dan cantik, terbayang kekerasan hati di balik kelembutan dan kehalusan kulitmu. Hebat! Aku sudah jatuh cinta padamu, Nona, dan aku tahu, hanya engkaulah yang pantas untuk menjadi isteriku!"

"Tutup mulutmu, keparat!" Kim In sudah menerjang dengan dahsyat, dan sumoi-nya juga cepat membantu suci-nya mengeroyok pemuda yang lancang mulut dan kurang ajar itu.

"Trang-cringgg...!"

Dua orang dara itu meloncat mundur ke belakang dengan terkejut ketika merasa betapa telapak tangan mereka terasa panas sesudah pedang mereka tertangkis oleh sebatang pedang yang bentuknya seperti ular.

"Ha-ha-ha, percuma saja kalian melawan. Biar subo kalian tak akan menang bertanding melawanku!" Ouwyang Bouw mengejek.

Kim In yang sudah marah sekali, kembali menerjang dibantu oleh Hong Ing. Terjadilah pertandingan yang hebat, namun Ouwyang Bouw hanya menggunakan pedangnya untuk melindungi tubuh, sama sekali tidak mau membalas. Bahkan dia masih dapat berbicara seenaknya.

"Nona, sampai mati kau tak akan mampu melawan Thian-ong Lo-mo. Jadilah isteriku dan aku akan menyeret tua bangka itu ke depan kakimu!"

"Keparat!" Kim In berteriak lagi dengan marah.

Kini dia menggunakan jurusnya yang paling ampuh untuk menyerang lawan yang tangguh ini. Juga Hong Ing menjadi marah dan membantu suci-nya, menyerang sekuat tenaga.

"Cring! Cringgg... aughhh...!"

Dua orang dara itu roboh tak dapat bergerak lagi karena telah terkena totokan jari tangan kiri Ouwyang Bouw yang lihai bukan main itu.

Kedua orang dara itu memandang dengan mata melotot, setengah ngeri ketika Ouwyang Bouw berlutut di dekat mereka sambil tertawa-tawa. Dengan tangan kiri Ouwyang Bouw mengelus dagu Kim In, memandang penuh kagum dan dia berkata,

"Bagaimana, Nona? Apakah aku masih kurang lihai dan kurang berharga untuk menjadi suamimu? Maukah kau menjadi isteriku, isteri tercinta dan aku bersumpah untuk menjadi seorang suami yang setia, yang baik, yang akan menuruti segala kehendakmu, manis?"

"Tidak sudi!" bentak Kim In yang memang sudah merasa sakit hati terhadap pria setelah tunangannya itu menyeleweng. Dia dapat bicara akan tetapi tidak mampu menggerakkan kaki tangannya lagi.

"Hemm, begitukah? Aku jatuh cinta padamu, tidak seperti kepada wanita lain. Aku tidak suka memaksamu, juga tidak tega memperkosamu. Akan tetapi jika kau tidak menerima lamaranku secara baik-baik, apa boleh buat! Apa bila kau tetap berkeras tidak mau, akan kubunuh sumoi-mu ini, sebab aku ngeri untuk memperkosa seorang nikouw, takut kelak di neraka mengalami hukuman yang terlampau berat! Sesudah membunuh sumoi-mu, aku akan memperkosamu, biar pun dengan hati terluka, dan hendak kulihat apakah kau akan terus berkeras hati menolakku." Setelah berkata demikian, Ouwyang Bouw menghampiri Hong Ing.

Dara ini sama sekali tidak takut menghadapi kematian, tapi mati secara konyol demikian sungguh mengerikan dan membuat dia penasaran. Kalau dia mati dalam pertandingan, hal itu bukan apa-apa. Namun benar-benar mengerikan juga untuk mati dalam keadaan tertotok seperti itu, maka dia memandang pemuda yang menghampirinya itu dengan mata terbelalak dan muka pucat.

"Ha-ha-ha, dahulu engkau dapat menyelamatkan diri dari jarum-jarumku, bukan? Mungkin hanya mengenai bagian yang tidak berbahaya. Sekarang hendak kulihat, apakah goresan jarum-jarumku di dadamu akan dapat kau pertahankan. Ha-ha-ha!"

Sambil tertawa-tawa, Ouwyang Bouw mengeluarkan dua batang jarum kecil merah. Jari tangan kirinya bergerak cepat dan... jubah pendeta yang menutupi dada Hong Ing sudah terbuka, memperlihatkan pakaian dalamnya berikut belahan dadanya yang membusung keluar. Ketika pemuda itu sudah mengangkat jarum ke atas hendak diguratkan pada kulit dada yang membusung dan halus itu, tiba-tiba Kim In menjerit.

"Tahan dulu!"

"Ha-ha-ha, kau kasihan kepada sumoi-mu, Manis? Baik benar hatimu, dan aku menjadi makin cinta kepadamu."

Kim In mengerutkan alisnya sambil memutar otaknya yang sejak tadi sudah menimbang-nimbang. Jelas bahwa pemuda ini amat lihai, mungkin tidak kalah oleh subo-nya dan tidak kalah oleh Thian-ong Lo-mo! Keadaan dia dan sumoi-nya sudah tak berdaya sama sekali. Sumoi-nya tentu akan tewas dalam keadaan tersiksa dan mengerikan, dan bagaimana dia akan dapat menghindarkan dirinya dari perkosaan dan penghinaan? Kini hanya ada satu jalan, yaitu menerima lamaran pemuda itu yang betapa pun juga merupakan seorang pemuda yang tampan, tegap dan gagah.

"Aku mau menerima pinanganmu, akan tetapi dengan tiga syarat!" katanya.

Sekali meloncat, Ouwyang Bouw sudah menghampiri Kim In, tangannya bergerak dan dara itu telah terbebas dari totokan. Kim In bangkit berdiri, dibantu oleh Ouwyang Bouw dengan gerakan lemah lembut dan mesra, kelihatannya gembira bukan main mendengar kesanggupan Kim In.

"Apakah syaratnya, Manis!"

"Pertama, kau harus membebaskan sumoi."

"Suci! Jangan korbankan diri untukku!" Hong Ing berseru ngeri.

"Tidak, Sumoi. Hanya inilah jalan terbaik, untukmu dan juga untukku. Kau bebas dan asal kau menjadi nikouw dan bersembunyi di dalam bio yang terasing, kiranya Subo tidak akan dapat menemukanmu," kata Kim In sambil menarik napas panjang.

"Dan... kau...?" Hong Ing berbisik dengan mata terbelalak.

"Aku...? Tak perlu kau memikirkan aku. Aku akan menjadi isterinya kemudian aku akan membalas dendam kepada musuh-musuhku."

"Apakah syaratnya yang ke dua dan ke tiga? Syarat pertama tentu saja kulaksanakan sekarang juga!" Ouwyang Bouw yang kegirangan itu sudah meloncat ke dekat Hong Ing dan berkata, "Adikku yang baik, sumoi-ku. Maafkanlah cihu-mu (kakak iparmu), ya?" Dia membebaskan totokan Hong Ing dan dengan sopan menutupkan kembali jubah Hong Ing yang terbuka!

Hong Ing bangkit berdiri, cepat menalikan lagi ikat pinggangnya dan memandang suci-nya dengan muka pucat. Sungguhkah suci-nya hendak mengorbankan diri seperti itu, menjadi isteri pemuda gila putera datuk sesat itu?

"Syarat ke dua, mulai saat ini engkau harus tunduk kepada semua keinginanku."

"Baik, baik, tentu aku akan tunduk kepada keinginan isteriku yang tercinta."

"Dan syarat ke tiga, engkau harus menurunkan seluruh kepandaianmu kepadaku."

"Ha-ha-ha, isteriku yang manis. Tentu saja! Aku menerima semua syarat itu!"

"Bersumpahlah!"

Ouwyang Bouw lalu berlutut dan bersumpah. "Disaksikan Langit dan Bumi, aku Ouwyang Bouw bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama... ehh, siapa namamu?"

Mau tak mau Kim In merasa geli hatinya sedangkan Hong Ing memandang ngeri.

"Namaku Lauw Kim In."

"Wah, namanya seindah orangnya!"

"Teruskan sumpahmu."

"O ya... aku bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama Lauw Kim In dan mengajarkan semua ilmuku kepadanya. Kalau aku melanggar sumpah, biar aku tidak akan lama menjadi suaminya!"

Dia meloncat bangun dan langsung merangkul dan mencium pipi Kim In! Muka gadis ini menjadi merah sekali, segera berpaling kepada sumoi-nya dan berkata, "Nah, Sumoi. Kau pergilah, dan semoga kau berbahagia dengan... Kun Liong..." Dia mengusap air matanya dan berkata kepada Owyang Bouw. "Mari kita pergi!"

"Isteriku yang tercinta!" Owyang Bouw bersorak dan langsung memondong tubuh Kim In, berjingkrak seperti anak kecil. "Isteri yang manis, Kim In... Moi-moi..., mari kita berbulan madu di puncak gunung... di tepi telaga... ha-ha-ha-ha...!" Cepat seperti terbang pemuda yang memondong tubuh Kim In itu berlari dan lenyap dari depan Hong Ing yang masih bengong dengan air mata mengalir turun membasahi kedua pipinya.

Peristiwa itu seperti mimpi saja bagi Hong Ing. Sungguh merupakan hal yang sama sekali tak terduga-duga. Begitu saja pemuda itu datang, dan begitu saja terjadi perubahan hebat dalam hidup Kim In dan dia sendiri! Dalam beberapa menit saja keadaan hidup mereka telah berubah sama sekali, dan sedikit pun hal itu tidak pernah mereka sangka. Betapa anehnya hidup! Begitu saja kini suci-nya menjadi isteri Ouwyang Bouw, ada pun dia yang sudah putus asa kini bebas sama sekali!

Dengan jantung berdebar-debar Hong Ing menjatuhkan diri dan duduk di atas rumput. Dia memikirkan keadaan suci-nya. Kenapa suci-nya demikian mudahnya menerima pinangan Ouwyang Bouw, pemuda yang meski pun tampan dan lihai sekali namun seperti berotak miring itu? Dia mengenangkan lagi apa yang baru saja terjadi, dan dia merasa terharu setelah dia mengerti akan keputusan yang diambil suci-nya.

Suci-nya ialah seorang yang telah patah dan hancur hatinya, patah oleh penyelewengan tunangan yang dicintanya, kemudian hancur oleh kematiannya. Hatinya penuh dirundung dendam terhadap Thian-ong Lo-mo yang sukar untuk dibalas dan dia selalu menantikan kesempatan untuk membalasnya. Lalu terjadilah peristiwa pertemuan dengan Ouwyang Bouw itu.

Agaknya dalam waktu singkat, suci-nya sudah dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bulat. Kalau dia menolak, tentu Ouwyang Bouw akan membunuh Hong Ing dan kemudian akan memperkosanya, mungkin kemudian membunuhnya pula. Dan di samping bahaya ini, juga suci-nya menghadapi keadaan yang sangat tidak enak dengan memaksa Hong Ing kembali menghadapi subo mereka.

Kalau dia menerima, tidak saja Hong Ing akan terbebas, juga dia mendapat kesempatan baik untuk membalas dendam kepada Thian-ong Lo-mo dan memperoleh ilmu-ilmu yang hebat! Keuntungannya jauh lebih besar kalau dia menerima dan kerugiannya amat hebat kalau dia menolak. Itulah sebabnya!

Hong Ing menarik napas panjang. "Terima kasih atas pengorbananmu ini, Suci... semoga engkau berbahagia..."

Sambil menghapus air matanya, nikouw muda ini meninggalkan hutan, meninggalkan kaki Pegunungan Go-bi-san, menjauhkan diri dari tempat tinggal subo-nya di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Go-bi-san.

Akan tetapi karena pikirannya masih terpengaruh oleh peristiwa tadi dan dia merasa amat berduka mengenangkan nasib suci-nya, Hong Ing salah jalan. Benar dia menjauhi puncak tempat tinggal subo-nya, akan tetapi dia malah memasuki daerah lain dari Pegunungan Go-bi-san yang belum dikenalnya, daerah selatan yang penuh dengan hutan-hutan besar dan kabarnya merupakan daerah yang sukar dan sangat berbahaya sehingga subo-nya sendiri sering kali mengatakan agar kedua orang muridnya itu jangan memasuki daerah ini.

Hong Ing sadar bahwa dia salah jalan setelah malam tiba dan dia terseret dalam sebuah hutan yang amat lebat. Karena tidak mungkin mencari jalan keluar dalam cuaca gelap itu, terpaksa Hong Ing bermalam di hutan itu setelah mendapatkan sebuah goa yang cukup besar. Ia lalu membuat api unggun dan dapat pulas sejenak, cukup untuk menghilangkan lelahnya.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong Ing sudah keluar dari goa dengan niat mencari buah yang dapat dimakan. Perutnya terasa lapar sekali. Setelah makan, baru dia akan mencari jalan keluar dari hutan itu.

Akan tetapi tiba-tiba saja terdengar suara berkeredepan disusul berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu di situ telah berdiri tiga belas orang wanita muda yang cantik-cantik mengurungnya! Melihat sikap mereka yang galak dan seperti arca hidup itu, Hong Ing terheran dan teringat bahwa dia adalah seorang nikouw, maka cepat dia merangkap kedua telapak tangannya dan berkata.

"Omitohud, mau apa Cuwi (Anda Sekalian) mengurung pinni (aku) yang sedang mencari buah untuk menghilangkan rasa lapar?"

Seorang di antara mereka melangkah maju. Mereka itu adalah gadis-gadis berusia antara lima belas sampai dua puluh lima tahun, ada yang membawa pedang, golok atau tombak, sikap mereka membuktikan bahwa mereka itu rata-rata pandai limu silat akan tetapi ada sesuatu yang aneh pada pandangan mata mereka yang seperti pandang mata sebuah boneka!

"Nikouw (Nona pendeta) siapakah? Dan tidak tahukah bahwa engkau sudah melanggar wilayah kami tanpa ijin?" tanya wanita yang melangkah maju. Seperti semua temannya, pakaiannya amat indah akan tetapi berwarna kuning semua, dan rambutnya digelung dua di kanan kiri dan dibungkus sutera merah merupakan sepasang bunga mawar.

"Pinni adalah Pek Nikouw dan maafkan kalau pinni telah melanggar wilayah Cuwi karena sesungguhnya pinni tidah sengaja."

Wanita yang memimpin pasukan aneh ini bermain mata dengan teman-temannya, lalu berkata, "Kalau engkau bukan seorang nikouw, tentu sudah kami tangkap dan kami seret ke depan Siocia. Akan tetapi, karena engkau seorang nikouw, maka kami harap Sukouw suka ikut bersama kami menghadap Siocia (Nona) supaya nanti Siocia sendiri yang memutuskan."

Hong Ing adalah seorang dara perkasa, yang tentu saja memiliki keberanian besar dan mempunyai watak tidak mau dihina atau ditundukkan orang begitu saja. Sungguh pun dia berpakaian nikouw dan kepalanya gundul, akan tetapi dia menjadi nikouw akibat terpaksa, maka wataknya sebagai seorang dara perkasa masih tetap ada. Dia mengerutkan alisnya dan berdiri dengan tegak, memandang mereka dan berkata,

"Aturan apakah ini? Andai kata benar ini wilayah kalian, mana tanda-tandanya? Dan aku masuk ke sini bukan sengaja, kenapa hendak ditangkap? Kalau aku tidak mau ditangkap, kalian mau apa?"

Mendengar ini, tiga belas orang gadis itu berseru marah dan pemimpin mereka segera membentak, "Tangkap dia!"

Dua orang segera menubruk, akan tetapi dengan mudahnya Hong Ing mengelak sambil menggerakkan kaki tangannya menendang dan memukul. Akan tetapi alangkah kagetnya pada waktu melihat bahwa dua orang itu dapat pula mengelak dan menangkis serangan balasannya dan mulailah dia dikeroyok!

Dengan marah Hong Ing mencabut pedang pemberian suci-nya dan membentak. "Mundur semua, kalau tidak ingin mati di ujung pedangku!"

"Phuihh, perempuan sombong!" mereka membentak dan tiga belas orang wanita itu lantas menggunakan senjata masing-masing untuk mengeroyok Hong Ing.

Hong Ing cepat memutar pedangnya dan diam-diam dia terkejut karena ternyata olehnya bahwa biar pun kepandaiannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan mereka ini, tetapi sebagai anak buah, tingkat mereka sudah cukup hebat dan jumlah mereka yang banyak membuat dia repot juga. Apa lagi karena senjata yang mereka gunakan ada tiga macam, ada yang menggunakan pedang, ada yang mainkan golok dan ada pula yang bersenjata tombak gagang panjang dan mereka semua merupakan ahli-ahli dalam mainkan senjata mereka.

Dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan memainkan jurus-jurus yang terpilih dari ilmu pedangnya supaya dapat melindungi diri dengan baik dan balas menyerang. Akan tetapi, setelah lewat seratus jurus lebih, dia hanya dapat melukai pundak dua orang pengeroyok dan ini bukan berarti dia menjadi ringan karena dua orang itu walau pun sudah terluka, masih terus ikut mengeroyoknya!

Mulailah Hong Ing merasa khawatir dan menyesal mengapa dia tidak menyerah saja tadi. Kalau sekarang, dia pantang menyerah sebelum kalah karena sudah terlanjur bertanding. Siapa tahu, meski pun aneh mereka itu bukanlah golongan jahat dan orang yang mereka sebut siocia itu ternyata adalah seorang wanita sakti yang baik-baik! Dengan demikian, dialah yang kelihatan buruk, sebagai seorang melanggar ‘wilayah’ yang melawan dengan kekerasan ketika ditegur dan hendak dihadapkan kepada yang berkuasa di daerah itu!

"Hi-hi-hi, bodoh kalian, sekian lama mengeroyok seekor anjing gundul saja tidak mampu mengalahkannya. Mundurlah!"

Seruan ini disusul berkelebatnya bayangan merah dan tahu-tahu di sana sudah berdiri seorang gadis berpakaian serba merah yang lebih cantik dari pada tiga belas orang tadi, seorang gadis berusia dua puluh tahun yang memegang sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya. Tiga belas orang yang mengeroyok Hong Ing tadi sudah mundur semua dan membentuk lingkaran lebar, berdiri sambil menonton.

Hong Ing memandang dara baju merah itu penuh perhatian, kemudian merangkapkan kedua tangannya sambil berkata, "Omitohud... agaknya Nona yang disebut Siocia oleh mereka tadi."

Gadis itu tertawa terkekeh dan kagetlah hati Hong Ing melihat betapa gigi yang bentuknya bagus berderet rapi itu semua berwarna hitam, hitam mengkilap! Betapa sayang, pikirnya, gadis secantik itu giginya hitam semua. Dia tidak tahu bahwa warna giginya itulah yang menjadi kebanggaan gadis itu.

"Hi-hi-hik, bukan, Sukouw. Aku adalah Amoi, hanya pelayan ke dua dari Siocia. Pelayan pertama adalah Cici Acui. Mengapa engkau berkelahi dengan pasukan peronda kami?"

Hanya pasukan peronda! Dan hanya tiga belas orang dan dia tidak mampu menangkan mereka! Benar-benar hal ini membuat Hong Ing penasaran sekali. Dia sudah kepalang melawan, kalau sekarang berhadapan hanya dengan seorang pelayan saja dia bersikap mengalah, sungguh-sungguh amat memalukan. Lain lagi kalau umpamanya yang datang adalah Si Siocia yang menjadi kuasa daerah itu, kiranya lebih baik dia mengalah karena tentu Siocia itu lihai bukan main melihat betapa pasukan perondanya saja sudah begitu lihai.

"Aku hendak ditangkap, tentu saja aku tak mau karena tidak merasa bersalah." jawabnya.

"Hi-hi-hik, ada nikouw bersikap kasar dan suka memainkan pedang. Sungguh lucu! Siocia tentu akan suka sekali melihatmu. Sukouw, siapa pun yang lewat di sini tanpa ijin harus ditangkap, maka tidak ada kecualinya, biar pun engkau seorang nikouw muda berkepala gundul, tetap saja harus menghadap Siocia."

"Aku tidak mau, kecuali kalau Siocia kalian itu datang sendiri ke sini, jika hendak bicara dengan pinni," kata Hong Ing dengan sikap angkuh.

"Bagus, ingin kulihat sampai di mana sih kepandaianmu! Sambut golokku ini!" Wanita baju merah itu telah menerjang dengan goloknya. Gerakannya cepat dan mantap, maka Hong Ing tidak berani memandang rendah, langsung dia melangkah mundur sambil menangkis dengan pedangnya.

"Cringgg…!"

Bunga api berpijar dan keduanya terpental mundur, membuat Hong Ing semakin terkejut karena ternyata tenaga sinkang yang dikerahkannya tadi hanya seimbang saja dengan lawannya.

"Hi-hi-hik, bagus sekali! Tenagamu lumayan! Mari kita main-main sebentar!"

Gadis berbaju merah itu menyerang kembali setelah tertawa-tawa dan Hong Ing kini cepat mainkan ilmu pedangnya, memutar pedangnya secepat kitiran, menjaga diri sambil balas menyerang dengan dahsyat. Karena dia maklum bahwa biar pun hanya seorang pelayan, tetapi kepandaian Amoi ini benar-benar hebat dan amatlah memalukan kalau dia sampai kalah oleh seorang pelayan saja!

Hong Ing memainkan Ilmu Pedang Pek-eng Kiam-hoat (Ilmu Pedang Garuda Putih) yang merupakan ilmu pedang kebanggaan subo-nya. Dan benar saja, begitu dia mainkan ilmu pedang yang bersumber pada ilmu pedang Go-bi-pai ini, wanita baju merah menjadi kaget dan mengeluarkan seruan nyaring, kemudian goloknya dimainkan sedemikian rupa yang membuat Hong Ing terheran-heran dan kagum.

Ilmu golok itu sangatlah aneh dan lucunya, kelihatannya kacau-balau akan tetapi justru kekacau balauan gerakan ini yang membuat lawan menjadi bingung! Di balik kekacauan ini terdapat gerakan inti yang sangat kuat, membuat gadis itu mampu menangkis semua serangan pedang Hong Ing, bahkan membalas dengan tiba-tiba, tak terduga-duga dan tak kalah dahsyatnya! Semua ini dilakukan oleh gadis baju merah itu sambil terkekeh-kekeh genit!

Dengan penasaran sekali Hong Ing lalu mengeluarkan suara melengking nyaring, lantas menerjang maju sambil memainkan jurus yang paling berbahaya dari Pek-eng Kiam-hoat. Pedang itu mula-mula menangkis golok lawan yang menyambar, lalu dari tenaga lawan yang dipinjamnya, pedangnya meluncur ke atas, berputaran dan berubah menjadi sinar bergulung-gulung, kemudian sinar ini kembali meluncur ke bawah dengan gerakan masih membentuk lingkaran akan tetapi dari lingkaran itu menyambar cahaya kilat ke arah dua tempat secara bertubi dan susul-menyusul, demikian cepatnya hingga hampir berbareng, yaitu ke arah ubun-ubun kepala lawan dengan tusukan yang disambung dengan babatan ke arah leher. Inilah jurus yang dinamakan Pek-eng To-coa (Garuda Putih Mematuk Ular), sebuah jurus pilihan yang amat sukar dihindarkan lawan saking cepatnya dua serangan susul-menyusul itu.

"Hi-hi-hik... haiii...!”

“Cringgg... trangg...!"

Gadis baju merah yang tadinya terkekeh itu menjerit kaget, cepat menggunakan goloknya menangkis dua kali, namun karena agak terlambat, goloknya terlepas dari pegangannya dan pada saat itu juga, sambil terkekeh lagi gadis itu sudah menubruk maju dan hendak memeluk pinggang Hong Ing!

Hong Ing masih merasa betapa lengan kanannya tergetar pada saat pedangnya ditangkis tadi, maka dia terkejut melihat lawan meraih pinggangnya. Dia meloncat ke belakang dan menjerit karena ternyata bahwa gerakan gadis baju merah itu hanya merupakan tipuan belaka dan sebenarnya, pada saat itu gadis baju merah yang lihai ini sudah melakukan tendangan tersembunyi dari bawah yang tepat mengenai pergelangan tangan kanan Hong Ing yang memegang pedang. Karena lengannya masih tergetar maka tendangan itu tepat sekali, membuat pedangnya juga terlepas dan terlempar!

"Hi-hi-hi-hik, sekarang kita sama-sama tidak bersenjata!" kata gadis berbaju merah yang mengaku bernama Amoi itu.

Hong ing menjadi marah serta penasaran sekali. Masakah dia harus kalah menghadapi seorang pelayan saja? Dia memiliki ilmu silat tangan kosong yang lihai, maka tentu saja dia tidak gentar untuk bertanding dengan tangan kosong. Sambil berseru marah dia lalu menerjang maju.

"Bagus! Marilah kita berlatih sebentar!" Amoi berseru dan cepat mengelak ke belakang, menghindarkan diri dari tendangan Hong Ing, kemudian tendangan berantai itu hendak dia gagalkan dengan sambaran tangannya yang hampir saja berhasil menangkap sepatu kiri Hong Ing.

Dara ini terkejut, cepat menarik kembali kakinya dan pada saat itu Amoi sudah membalas menyerang dengan cengkeraman ke arah leher kanannya yang juga dapat dihindarkan dengan baik oleh Hong Ing. Terjadilah pertandingan yang amat seru.

Keduanya sama gesit dan sama lincah sehingga setiap gerakan lawan kalau tidak dapat dielakkan tentu berhasil ditangkis dengan baik. Berkali-kali terdengarlah suara beradunya kedua lengan yang berkulit putih dan kelihatan halus lemah akan tetapi yang sebenarnya mengandung tenaga sinkang yang amat kuat itu, menyelingi suara gerakan mereka yang menimbulkan angin.

Tadinya dua orang gadis itu mengandalkan kelincahan mereka untuk saling mengalahkan lawan. Akan tetapi, sesudah lewat lima puluh jurus, bukan main kagetnya hati Hong Ing, kaget dan terheran-heran melihat perubahan aneh dalam permainan silat gadis berbaju merah itu.

Sekarang lawannya mulai terkekeh-kekeh lagi dan ilmu silatnya amat luar biasa, kadang-kadang lawannya itu bergerak dengan halus dan lemah gemulai seperti bukan sedang bertanding melainkan sedang menari-nari bersamanya, akan tetapi tiba-tiba saja tarian indah itu berubah menjadi gerakan kaku dan buruk sekali seperti gerakan seekor monyet pincang! Bahkan lebih aneh lagi, kadang-kadang Amoi menjatuhkan diri ke atas tanah, bergulingan sambil menangis, menjambak-jambak rambutnya sampai awut-awutan, akan tetapi dalam keadaan seperti itu, selagi Hong Ing terbelalak kaget, dia mencelat ke atas dan menyerang dengan hebat!

"Aihhhh...!" Hong Ing menjerit kaget dan untung masih dapat melempar tubuh ke belakang terhindar dari hantaman yang amat dahsyat ke arah dadanya.

Mulailah Hong Ing bersikap hati-hati. Kini dia tahu bahwa ilmu silat aneh seperti gila itu bukanlah semata-mata ilmu yang dimainkan oleh seorang gila, melainkan ilmu silat yang terselubung sikap gila-gilaan yang bukan tidak ada gunanya, karena sikap gila-gilaan itu justru untuk memancing lawan dan mengacaukan perhatian lawan!

Sekarang dia bersikap hati-hati sekali bila Amoi menjambak-jambak rambutnya atau jatuh terduduk dan menangis seperti seorang anak kecil yang merengek minta makanan, tidak peduli lagi kalau Amoi membanting-banting kaki atau bahkan merangkak-rangkak seperti anak kecil belajar merangkak! Dan memang dia benar, karena di tengah-tengah gerakan aneh ini tiba-tiba sekali Amoi mencelat ke atas dan menyerangnya dengan amat dahsyat. Karena dia tidak mempedulikan gerakan-gerakan aneh dari lawan, maka kini dia dapat menghadapi serangan mendadak itu dengan baik sehingga semua serangan Amoi dapat digagalkannya.

"Robohlah!" Tiba-tiba Hong Ing membentak dan dia menerjang maju dengan tendangan berantai, tendangan yang hanya dilakukan untuk mengacaukan posisi lawan, dan selagi Amoi sibuk mengelak serta menangkis, Hong Ing yang melihat lowongan baik langsung ‘memasukinya’, tangan kirinya dengan jari terbuka menampar ke arah leher kanan lawan.

"Hayaaaa...!"

Amoi menjerit dan berusaha mengelak, akan tetapi tetap saja pundaknya kena ditampar sehingga dia terpelanting dan jatuh miring. Akan tetapi, sambil menangis tersedu-sedu dia sudah meloncat lagi ke atas dan kedua tangannya membentuk cakar.

Melihat ini, Hong Ing bersiap-siap karena maklum bahwa lawan hendak mempergunakan ilmu silat sejenis Eng-jiauw-kang atau Houw-jiauw-kang (Ilmu Silat Cakar Harimau) yang berbahaya. Dia melihat Amoi menerjang maju, menggerakkan sepasang tangannya untuk mencakar mukanya.

"Heiiii!" Hong Ing berteriak kaget dan maju untuk mencegahnya.

Dia merasa kasihan kepada Amoi yang dikalahkannya dan menangis itu, sikap seperti seorang anak kecil saja dan kini Amoi yang agaknya merasa kesal dan jengkel, hendak mencakar muka sendiri. Perbuatan ini tentu saja berbahaya, bisa merobek hidung atau mencokel mata sendiri!

"Hi-hik-hik...! Dukkk!"

"Kau curang...!" Hong Ing berteriak, akan tetapi karena sambungan lututnya kena disentuh ujung sepatu Amoi, tentu saja dia jatuh berlutut dan pada saat itu pula terdengar suara bersiutan dan tahu-tahu tali-tali hitam telah menyambar dan membelenggu tubuhnya.

Kiranya belasan orang gadis lain telah menggunakan tali hitam yang berbentuk lasso dan melempar lasso itu dengan baik sekali sehingga semua lemparan tepat mengenai dirinya. Lingkaran-lingkaran lasso itu semua tepat menelikung tubuhnya. Dia terkejut sekali, akan tetapi diam-diam tersenyum mengejek pada waktu merasakan dengan lengannya betapa tali-tali itu tidaklah kuat. Dia akan menanti sampai rasa kesemutan di lututnya lenyap, baru akan memutuskan semua tali yang mengikatnya.

Dengan pura-pura tak berdaya Hong Ing masih berlutut, ditertawakan oleh semua gadis itu. Kemudian, setelah lututnya tidak kesemutan, dia segera bangkit berdiri dengan tubuh terbelenggu seperti seekor domba hendak disembelih dan memandang kepada Amoi dan ketiga belas orang gadis yang tertawa dengan mulut terbuka lebar, bebas lepas ketawa mereka, seperti segerombolan laki-laki kasar saja.

Hemmm, tunggu saja kalian, pikir Hong Ing dengan gemas. Diam-diam dia mengerahkan sinkang-nya kemudian tiba-tiba dia menggerakkan kaki tangannya sambil menjerit dengan suara melengking nyaring

"Haaaiiittt!"

"Hi-hi-hik!"

"Heh-heh-hi-hik!"

Belasan orang gadis itu cekikikan tertawa dan merahlah muka Hong Ing. Beberapa kali dia mengerahkan seluruh tenaga sinkang-nya dan mencoba lagi, namun sia-sia saja dan akhirnya dia pun maklum bahwa tak akan mungkin baginya untuk membebaskan diri dari ikatan tali-tali yang ujungnya masih dipegangi oleh para gadis yang mengurungnya itu.

Betapa mungkin memutuskan tali yang sifatnya seperti karet, dapat mulur pada waktu dia mengerahkan sinkang namun segera mengkeret dengan ketat lagi sesudah itu? Tenaga hanya bisa menghancurkan atau mematahkan benda-benda keras, betapa mungkin dapat melawan benda lunak yang sifatnya mulur akan tetapi yang memiliki keuletan luar biasa?

Seperti menerima komando tak bersuara, tiba-tiba tiga belas orang gadis itu menyendal ujung tali dan tubuh Hong Ing melayang ke atas! Ketika tubuhnya yang sudah tak dapat bergerak itu kembali meluncur turun, beberapa buah lengan menyambutnya dan sambil tertawa-tawa para gadis itu menggotong tubuh Hong Ing yang sudah ditelikung bagaikan ayam itu.

Hong Ing bergidik melihat wajah muda-muda dan cantik-cantik yang tertawa-tawa seperti siluman-siluman ini. Dia tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya di tangan orang-orang seperti ini. Dengan dirinya di tangan mereka, segala hal dapat saja terjadi. Apakah dia akan dipanggang bagai seekor anak babi (babi guling) hingga kulitnya menjadi kering kemerah-merahan untuk kemudian mereka makan bersama dengan arak wangi dan dagingnya dikerat-kerat dan dicocolkan kecap?

Hong Ing membelalakkan matanya penuh kengerian, apa lagi ketika Amoi Si Gadis Baju Merah yang lihai itu di tengah perjalanan mengelus kepalanya yang gundul sambil tertawa dan berkata, "Hi-hik, kepalanya gundul pelontos. Haluuuusss... hi-hi-hik!"

Hong Ing bergidik. Celaka. Mereka ini adalah orang-orang yang gila atau setidak-tidaknya adalah orang-orang yang sudah lama terasing dari dunia ramai sehingga menjadi seperti orang-orang biadab. Tiba-tiba dia teringat. Gila?

Subo-nya, Go-bi Sin-kouw, pernah menceritakan bahwa dahulu, dua tiga puluh tahun lalu, di Go-bi-san terdapat seorang nenek yang saktinya seperti siluman. Kalau dia tidak salah ingat, julukan nenek yang disebut-sebut oleh gurunya itu adalah Go-bi Thai-houw (Ratu Pegunungan Go-bi-san).

Ketika Go-bi Thai-houw masih berada di daerah Pegunungan Go-bi, tidak ada tokoh lain yang berani tinggal di situ, bahkan gurunya sendiri dulu tidak berani mendekati Go-bi-san. Akan tetapi menurut gurunya pula, Go-bi Thai-houw dikabarkan sudah tewas di tangan Pendekar Sakti Cia Keng Hong yang kini juga sangat terkenal sebagai ketua Cin-ling-pai. Jangan-jangan nenek sakti yang menurut gurunya adalah seorang gila itu belum mati dan yang menangkapnya ini anak buahnya! Dia bergidik lagi.

Akan tetapi matanya terbelalak kaget ketika rombongan itu tiba di sebuah puncak yang dikelilingi hutan gelap, oleh karena dari tempat dia digotong tergantung dengan kepala di bawah itu dia melihat sebuah bangunan besar dan megah di tempat sunyi itu! Pantas kalau dinamakan sebuah istana dan dugaannya makin tebal bahwa nenek siluman Go-bi Thai-houw agaknya benar-benar belum mati seperti yang diceritakan gurunya.

Dia digotong masuk, melalui lorong yang amat panjang dan dengan dinding yang terhias lukisan-lukisan indah serta kain sutera yang bergantungan di mana-mana. Akhirnya, Amoi mengempit tubuh Hong Ing dan meninggalkan tiga belas orang anak buah yang agaknya tidak diperbolehkan memasuki sebuah ruangan besar di tengah rumah itu.

Amoi masih terus mengempitnya dengan ringan dan masuklah gadis berbaju merah itu ke dalam sebuah ruangan yang amat mewahnya. Begitu masuk, hidung Hong Ing mencium bau dupa wangi yang dibakar orang di dalam ruangan itu.

"Brukkk!"

Tubuhnya dilempar ke atas lantai yang terbuat dari pada batu marmer putih, begitu bersih sampai mengkilap. Mata Hong Ing memandang ke sekelilingnya dengan menggerakkan lehernya. Dia melihat Amoi berlari-larian menghampiri seorang wanita gemuk yang duduk setengah rebah setengah terlentang di atas kursi yang lebih patut disebut pembaringan saking lebarnya, kemudian Amoi berlutut dan mencium kaki yang tertutup sepatu kain sutera itu.

"Siocia..."

"Hemm, Amoi. Kau baru datang? Agaknya engkau membawa seorang tawanan," berkata wanita gemuk itu.

Hampir saja Hong Ing tertawa. Itukah yang menjadi nona majikan istana ini dan yang disebut Siocia? Ataukah Si Gendut ini puteri dari Go-bi Thai-houw? Dia memperhatikan wanita itu.

Usianya kurang lebih tiga puluh tahun. Tubuhnya amat subur, gemuk dan sehat sehingga wajahnya menjadi seperti buah masak, kemerahan. Perutnya yang gendut itu tidak dapat disembunyikan di balik jubah yang indah dan mewah, demikian pula buah dadanya yang amat besar. Wajahnya biasa saja, cantik tidak akan tetapi juga tidak terlalu buruk, bahkan kulit mukanya putih bersih dan halus.

Ketika tertawa, mulutnya yang lebar terbuka memperlihatkan gigi besar-besar akan tetapi putih bersih dan ketika tertawa kepalanya agak diangkat sehingga tampak jelas gerakan lehernya dan dagunya yang bersusun empat! Telinganya dihias anting-anting besar yang memang pantas dan sesuai dengan dirinya. Wajahnya kelihatan ramah, selalu tersenyum akan tetapi dari matanya yang lebar itu keluar wibawa yang kuat.

Seorang gadis lain yang juga berpakaian merah seperti Amoi, yang bahkan lebih cantik dari Amoi dan lebih tinggi tubuhnya, segera menyusul pertanyaan Siocia itu. "Moi-moi, siapakah tawanan itu? Kelihatannya seperti seorang nikouw?"

Amoi tersenyum kemudian duduk di dekat majikannya itu, bersanding dengan gadis yang menegurnya. Hong Ing dapat menduga bahwa tentu gadis itulah yang disebut oleh Amoi sebagai Acui.

"Siocia, dia adalah seorang nikouw yang bernama Pek Nikouw. Dia melanggar wilayah kita dan ketika hendak ditangkap, dia malah melawan. Ilmu kepandaiannya boleh juga, Siocia. Hampir saja saya kalah olehnya," kata Amoi.

"Ahh, begitukah? Sungguh kebetulan sekali kalau begitu! Nikouw muda, kau bangunlah!"

Wanita gendut itu berkata dan suaranya ramah sekali, tangannya dengan telapak terbuka bergerak ke depan. Angin pukulan yang dahsyat menyambar, mendorong sebuah tusuk sanggul emas yang menyambar seperti kilat, menembus putus tali pengikat tubuh Hong Ing dan seperti hidup, tusuk sanggul emas itu melayang kembali ke tangan wanita gendut itu yang mengenakannya kembali ke atas sanggulnya sambil tersenyum.

Menyaksikan kepandaian yang seperti sulapan itu, Hong Ing menelan ludah. Bukan main! Maklumlah dia bahwa dia tidak akan mampu menandingi wanita gendut itu, maka begitu dia meloloskan tali yang telah putus itu dari tubuhnya, dia lalu berdiri dan menjura dengan sikap penghormatan seorang pendeta, kedua tangannya dirangkap di depan dada.

"Harap maafkan pinni karena pinni telah tanpa sengaja melanggar wilayah Siocia," kata Hong Ing.

"Tidak apa, Pek Nikouw. Engkau datang dari kuil manakah, Pek Nikouw?" tanya wanita gendut itu dengan suara ramah.

"Pinni datang dari kuil Kwan-im-bio."

"Aihhh... sungguh kebetulan sekali. Agaknya Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan In) sendiri yang mengutusmu untuk menolongku! Di sini aku telah memiliki segala sesuatu dengan lengkap, kecuali satu, seorang yang berhati suci, seorang nikouw seperti engkau inilah. Apa lagi kalau memiliki kepandaian yang baik, tidak akan memalukan istanaku. Hi-hi-hik! Lihat, setiap saat aku berdoa, setiap saat aku membakar dupa untuk menyenangkan para dewa, akan tetapi agaknya para dewa tidak berhasil menyampaikan doaku kepada Thian! Maka aku membutuhkan seorang nikouw untuk berdoa dan kebetulan engkau datang, dan engkau adalah murid Kwan Im Pouwsat, Dewi Welas Asih yang agaknya menaruh iba kepadaku. Pek Nikouw, demi Dewi Kwan Im yang welas asih, engkau tentu mau berdoa untukku, tentu mau menolongku agar Thian mengabulkan permintaanku, bukan?"

Secara diam-diam Hong Ing bergidik. Wanita ini dengan begitu saja menyebut-nyebut nama segala dewa. Kwan Im Pouwsat, bahkan Thian, seakan-akan semua itu diadakan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan wanita gendut ini! Meski kata-katanya terdangar ramah dan lembut, namun di balik itu terdapat sesuatu yang tidak normal dan membuat Hong Ing menduga bahwa otak Siocia ini juga tidak bisa dibilang waras!

"Siocia, sebagai seorang nikouw memang pinni bertugas untuk berdoa bagi kesejahteraan manusia dan sedapat mungkin menolong manusia agar terhindar dari kesengsaraan. Doa apakah yang harus pinni lakukan untuk Siocia?"

"Ada dua hal yang bertahun-tahun mengganggu hatiku, Pek Nikouw, dan setiap hari aku berdoa kepada Thian supaya mengabulkan permohonanku ini, pertama-tama adalah agar aku bisa menemukan jodohku..." Suara wanita gendut itu menjadi gemetar oleh keharuan sehingga diam-diam Hong Ing harus menahan geli hatinya mendengar ini.

Wanita gendut itu berhenti bicara dan mempergunakan lengan bajunya yang lebar untuk mengusap air matanya! Kemudian dia pun melanjutkan, "Ada pun hal yang ke dua adalah agar supaya aku dapat segera membalas dendam kepada musuh besarku."

"Maaf, Siocia. Untuk berdoa, pinni harus mengetahui siapakah musuh besar Siocia, dan mengapa orang itu menjadi musuh besarmu," kata Hong Ing memancing karena dia ingin sekali mendengar riwayat wanita aneh ini.

"Siapa lagi kalau bukan Cia Keng Hong, Ketua Cin-ling-pai! Dahulu dia telah membunuh majikanku. Kematian Go-bi Thai-houw dulu harus dibalas dan siapa lagi kalau bukan aku sebagai ahli warisnya yang dapat membalaskan kematiannya?"

Diam-diam Hong Ing terkejut sekali. Tak salah dugaamya, atau setidaknya tidak meleset terlalu jauh. Wanita ini, tempat ini, dan pasukan wanita gila itu, ada hubungannya dengan Go-bi Thai-hou seperti yang sudah diceritakan subo-nya. Pantas saja mereka begitu lihai. Kiranya wanita ini adalah keturunan nenek iblis itu.

"Namaku Kim Seng Siocia (Nona Bintang Emas)," wanita gendut itu menerangkan. "Dulu ketika Thai-houw masih hidup, aku adalah seorang pelayannya yang paling kecil. Saat itu aku baru berusia delapan tahun. Akan tetapi sebelum beliau pergi, beliau meninggalkan semua pusaka dan kitab-kitabnya kepadaku, maka akulah yang berhak mewarisi semua peninggalannya, termasuk ilmu kepandaiannya dan juga istananya ini yang sudah kuubah menurut seleraku. Nah, kau sudah mendengar, Pek Nikouw, sekarang kau harus tinggal di istana ini untuk berdoa sampai kedua permintaanku itu terkabul. Aku harus menemukan jodohku, seorang laki-laki yang memiliki ilmu kepandaian tinggi agar dapat membantuku membunuh Cia Keng Hong. Kalau kau menolak, kau akan kubunuh, namun kalau kau menerima, kau akan menjadi tamu kehormatan kami, dan hidup terhormat serta mulia di istana ini."

Hong Ing tidak dapat menjawab, mukanya agak berubah. Bagaimana mungkin dia berani menolak? Sekali menolak dan wanita itu turun tangan, tentu dia akan tewas. Akan tetapi bagaimana pula dia dapat menerima diharuskan tinggal di tempat ini bercampur dengan orang-orang yang miring otaknya?

"Baiklah, Siocia. Pinni akan berdoa untukmu dan tinggal sementara di sini. Semoga saja segera terkabul pormohonanmu itu."

Wanita itu tertawa dan mukanya berseri gembira. "Yahuuuu...! Sediakan hidangan yang paling lezat untuk Pek Nikouw!"

Hong Ing memang bukan seorang nikouw tulen, maka tentu saja dia tidak keberatan makan daging dan minum arak yang disuguhkan. Sambil makan minum, Kim Seng Siocia lalu memerintahkan anak buahnya menabuh musik dan menari-nari.

Hong Ing semakin mengenal keadaan di sana dan tahulah dia bahwa Kim Seng Siocia memang merupakan seorang ‘ratu’ di tempat ini, dengan anak buahnya yang berjumlah lima puluh orang lebih, rata-rata pandai ilmu silat seperti pasukan yang menawannya. Ada pun dua orang pembantunya yang paling dipercaya dan yang paling lihai pula adalah Acui dan Amoi itulah, yang bukan hanya merupakan pelayan-pelayan pribadinya, akan tetapi juga wakil-wakilnya dan murid-muridnya!

Benar saja seperti yang dijanjikan Kim Seng Siocia, Hong Ing diperlakukan dengan penuh hormat oleh semua orang, mendapatkan sebuah kamar yang bersih dan indah di dalam istana, diberi pakaian pendeta yang serba indah dan makanan yang lezat.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar