Pendekar Dari Hoa-San Chapter 08 Riwayat Dara Jelita Berbaju Hitam

la tidak pernah mengira bahwa semua cerita gadis itu adalah cerita yang sengaja diputar balikkan dari kenyataan. Memang Sian Kim memiliki permusuhan besar dengan Hopak Sam-eng, akan tetapi sebab-sebab permusuhan bukan seperti yang diceritakan olehnya pada malam hari itu. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, mari kita menengok riwayat Sian Kim, gadis cantik yang menjadi ketua dari Hek-lian-pang itu.

Ayah Sian Kim, yakni Gu Ma Ong, sejak masih muda sudah menjadi seorang perampok yang ganas dan lihai. Berkat ilmu silatnya yang cukup tinggi, dia malang-melintang dan melakukan banyak kejahatan sehingga namanya sangat terkenal di kalangan liok-lim atau rimba raya, yakni dunia orang-orang yang melakukan pekerjaan sebagai perampok dan begal.

Dalam kejahatannya, Gu Ma Ong berhasil menculik seorang gadis cantik puteri seorang pembesar dan memaksanya menjadi isterinya. Wanita ini diajak hidup di dalam hutan di mana Gu Ma Ong mempunyai banyak kawan-kawan atau anak buahnya dan meski pun tinggal di dalam hutan, namun dia hidup dengan mewah sekali.

Tapi tentu saja isteri paksaan ini tidak dapat menikmati hidup bahagia dengan suaminya yang jahat itu, dan setahun kemudian, nyonya muda yang bernasib malang ini meninggal dunia pada saat ia melahirkan seorang anak perempuan.

Anaknya ini kemudian dipelihara oleh Gu Ma Ong yang mengambil isteri lain lagi, dan anak inilah yang diberi nama Gu Sian Kim. Karena memang sifatnya jahat dan kejam, Gu Ma Ong tidak mempedulikan puterinya ini sehingga hidup Sian Kim semenjak kecil amat sengsara, di bawah asuhan seorang ibu tiri yang kejam dan galak.

Pada suatu hari Sian Kim terlihat oleh seorang pengemis tua yang bertubuh kurus kering. Ternyata bahwa pengemis ini adalah seorang luar biasa yang mempunyai ilmu silat tinggi sekali. Melihat Sian Kim, pengemis sakti ini timbul rasa suka karena ia memang belum mempunyai murid, maka dimintanya anak itu dari Gu Ma Ong.

Akan tetapi sudah tentu saja Gu Ma Ong yang menjadi kepala rampok kaya raya itu tidak suka anaknya diambil murid oleh seorang pengemis. Ia merasa terhina dan diserangnya pengemis itu. Akan tetapi, biar pun semua anak buahnya maju mengeroyok, mereka tidak kuat menghadapi pengemis itu. Akhirnya Gu Ma Ong yang memang tidak begitu peduli lagi kepada puterinya, mengalah dan memberikan puterinya dibawa pergi oleh pengemis sakti yang berjuluk Pat-chiu Sian-kai atau Pengemis Dewa Tangan Delapan itu!

Sian Kim dibawa merantau oleh Pat-chiu Sian-kai sambil diberi latihan silat tinggi. Pada waktu itu, Sian Kim baru berusia enam tahun dan selama sepuluh tahun ia menjadi murid Pat-chiu Sian-kai yang berilmu tinggi. Sesudah ia menjadi dewasa, ternyata bahwa Sian Kim mewarisi kecantikan ibunya, bahkan lebih jelita dari pada ibunya! Akan tetapi sayang sekali bahwa ia memiliki watak seperti ayahnya, yakni jahat dan kejam!

Pat-chiu Sian-kai merasa kecewa dan berduka sekali melihat watak muridnya ini. Tetapi ia terlalu sayang dan cinta kepada muridnya yang cantik jelita, maka ia tidak tega untuk mencelakainya, sungguh pun dia merasa khawatir melihat tanda-tanda tentang kejahatan gadis itu. Karena sedihnya, maka pengemis tua ini jatuh sakit dan serangan sakit jantung mengantarkannya ke alam baka.

Pada waktu itu, Sian Kim telah berusia enam belas tahun, bagaikan bunga mulai mekar, harum semerbak dan cantik jelita menggairahkan. Ia sudah mendapat tahu dari suhu-nya bahwa dia adalah anak tunggal dari Gu Ma Ong, seorang kepala berandal yang ditakuti orang.

Hati Sian Kim tidak tertarik mendengar keadaan ayahnya ini. Maka, sesudah suhu-nya meninggal dunia, dia menjadi seekor kuda tanpa kendali! Ia mulai melakukan perantauan sendiri dan ia menjadi binal benar-benar seperti seekor kuda liar!

Dengan kepandaiannya yang tinggi, ia lalu merobohkan banyak orang gagah, dan seperti juga ayahnya, ia menganggap harta benda orang bagaikan milik sendiri saja. Setiap saat apa bila ia membutuhkan uang untuk biaya perjalanan, ia merampas dari siapa saja yang dijumpainya! Ia merampok tanpa pilih bulu!

Beberapa tahun ia merantau dan sementara itu, ia menjadi makin dewasa. Dan agaknya, sifat ‘mata keranjang’ dari ayahnya menular pula kepada gadis yang makin cantik jelita ini, sehingga setiap kali melihat seorang pemuda yang tampan dan cakap, hati Sian Kim merasa tertarik sekali!

Ketika berusia tujuh belas tahun, ia tiba di kota Kiang-sun-ok. Karena ia kekurangan uang untuk biaya akibat uangnya hasil curian beberapa hari yang lalu telah habis diobral untuk membeli pakaian-pakaian indah dan mahal serta untuk hidup secara royal, maka ia lalu mencari korban!

Dia mendengar nama Hopak Sam-eng yang selain terkenal hartawan juga sebagai tiga orang jago ternama, maka hati mudanya yang tidak mau kalah terhadap siapa pun juga itu menjadi panas. Pada malam hari, didatangilah gedung Hopak Sam-eng ini untuk dicuri hartanya!

Akan tetapi sekali ini dia membentur batu karang! Hopak Sam-eng ternyata benar-benar gagah dan sungguh pun kalau melawan seorang demi seorang Sian Kim tak akan kalah, akan tetapi setelah dikeroyok tiga, bahkan dikeroyok empat dengan tambahan seorang pemuda putera salah seorang di antara ketiga jago itu, ia menyerah dan tertangkap!

Akan tetapi, ia tertolong oleh pemuda itu, yakni yang bernama Liok Seng, karena pemuda ini merasa tertarik sekali melihat kecantikan maling wanita ini! Juga Sian Kim yang mata keranjang itu jatuh hati kepadanya, sehingga akibat dari pada pertempuran ini bahkan membuat mereka menjadi sahabat baik!

Selama berbulan-bulan Sian Kim tinggal di rumah gedung Hopak Sam-eng dan menjadi kekasih Liok Seng. Hidupnya serba mewah dan senang, bercinta-cintaan dengan pemuda yang terkenal sebagai seorang pemuda hidung belang itu!

Selain kaya raya dan berpengaruh, Hopak Sam-eng juga amat disegani dan ditakuti oleh penduduk Kiang-sun-ok, oleh karena mereka ini memang terkenal berwatak keras dan tinggi. Juga mereka yang memiliki banyak tanah dan terkenal sebagai tuan-tuan tanah itu berlaku amat keras dan memeras para petani yang menjadi buruh tani mereka!

Seperti juga watak ayahnya, setelah beberapa bulan hidup dengan penuh kasih sayang dengan Liok Seng, Sian Kim mulai menjadi bosan dan mulai sering meninggalkan rumah untuk mulai dengan perantauannya, bahkan berani bermain gila dengan pemuda-pemuda lain yang cukup ganteng.

Hal ini tentu saja amat menyakitkan hati Liok Seng. Meski pun pemuda ini bukan menjadi suami yang sah, akan tetapi Liok Seng sangat mencinta Sian Kim dan tidak suka melihat kekasihnya bermain gila dengan pemuda lain.

Liok Seng menegurnya, akan tetapi Sian Kim tak ambil peduli hingga akhirnya keduanya bertempur! Akan tetapi Liok Seng bukanlah lawan Sian Kim. Dalam beberapa jurus saja Liok Seng telah dilukai pundaknya oleh pedang Sian Kim yang meninggalkan pemuda itu sambil menghinanya dengan kata-kata pedas.

Liok Seng adalah putera Liok Bu Tat, atau saudara termuda dari Hopak Sam-eng, maka ketika mendengar hal ini, tentu saja Liok Bu Tat menjadi marah sekali. Demikian pula dua jago Hopak lainnya yang bernama Liok Sui dan Liok Ban, mereka ini merasa amat marah mendengar betapa keponakan mereka sudah dilukai dan bahkan dihina oleh Sian Kim yang dianggap tak kenal budi.

Ketiga Hopak Sam-eng lalu mengejar Sian Kim dan menyerangnya dengan hebat. Sian Kim membela diri dan mengadakan perlawanan mati-matian, akan tetapi akhirnya ia tidak dapat menghadapi ketiga jago tua itu dan segera melarikan diri.

Ketika ketiga orang jago itu berhasil menyusulnya sehingga pertempuran terjadi lagi, Sian Kim sedang bersama dengan seorang pemuda lain yang tampan sekali. Kini melihat Sian Kim dapat melarikan diri, Hopak Sam-eng segera menumpahkan kemarahannya kepada pemuda itu yang lalu dibunuhnya.

Pada waktu Sian Kim mendengar berita bahwa kekasih barunya itu dibunuh oleh Hopak Sam-eng, ia menjadi sakit hati sekali dan menganggap ketiga orang jago tua itu sebagai musuh besar yang harus dibalas sewaktu-waktu.

Demikianlah sebetulnya peristiwa yang terjadi sehingga menimbulkan permusuhan antara Sian Kim dan Hopak Sam-eng. Akan tetapi cerita ini lalu diputar-balikkan ketika gadis ini menceritakannya kepada Ciauw In dan dua orang adik seperguruannya.

Setelah menderita kekalahan dari Hopak Sam-eng, Sian Kim lalu mencari ayahnya. Gadis jelita yang amat kejam dan juga amat cerdik serta jahat ini, ketika melihat betapa ayahnya menjadi ketua dari Hek-lian-pang dan betapa ibu tirinya yang dulu amat bengis padanya, lalu menyerbu dan membunuh ibu tirinya!

Ayahnya menjadi marah sekali dan menyerangnya. Akan tetapi Gu Ma Ong tidak dapat mengalahkan puterinya sendiri, bahkan kena dirobohkan! Sian Kim lalu mengangkat diri sendiri sebagai kepala Hek-lian-pang yang baru dan menurunkan kedudukan ayahnya menjadi wakilnya!

Semua anak buah Hek-lian-pang tidak ada yang berani membantah oleh karena memang mereka telah menyaksikan sendiri bahwa gadis jelita ini benar-benar lihai! Mereka bahkan merasa girang mendapatkan seorang ketua yang demikian cantik jelitanya dan semenjak Sian Kim berada di sana, banyak di antara anak buahnya yang tampan menjadi ‘teman baik’-nya.

Gu Ma Ong yang melihat betapa puterinya bertukar-tukar kekasih dan hidup secara hina sekali bagi seorang wanita, hanya dapat menarik napas panjang dan merasa menyesal sekali. Ayah manakah yang tak akan merasa berduka melihat anak perempuannya hidup seperti seorang pelacur yang memalukan sekali?

Gu Ma Ong tidak teringat akan perbuatannya sendiri dan tidak sadar bahwa anaknya itu ternyata mempunyai watak yang diwariskan olehnya. Memang demikianlah sifat seorang manusia. Betapa pun jahatnya dia, akan tetapi ia tidak rela dan tak suka melihat anaknya menjadi jahat pula. Namun Gu Ma Ong tidak berdaya, karena ilmu kepandaiannya kalah jauh dan ia tidak berkuasa terhadap puterinya itu.

Sejak menjadi ketua Hek-lian-pang, Sian Kim lalu bertukar pakaian dan selalu pakaiannya berwarna hitam. Nama perkumpulan ini yang berarti Teratai Hitam, terasa cocok sekali olehnya dan ia merasa seakan-akan ia merupakan setangkai bunga teratai hitam, maka ia selalu berpakaian serba hitam.

Apa lagi ketika para kekasihnya memuji-mujinya dan menyatakan bahwa gadis jelita ini pantas sekali mengenakan pakaian hitam sehingga kulitnya yang putih bersih itu nampak makin menyolok, ia lalu tak pernah mengganti pakaiannya dengan warna lain! Ia pun lalu mengeluarkan para anggota yang sudah tua, kemudian mengganti anak buahnya dengan pemuda-pemuda yang tampan dan bahkan ia melatih silat kepada mereka!

Namun, tetap saja ia merasa bosan dengan segala kemewahan dan kesenangan ini. Ia tidak tahu bahwa memang demikianlah sifat kesenangan duniawi, yakni membosankan! Tidak tahu bahwa kebahagiaan abadi tidak terletak dalam kesenangan duniawi. Ia mulai merantau lagi dan hanya memimpin perkumpulannya selama setahun.

Kemudian, setelah dia kembali ke tempat itu dan mendengar bahwa ayahnya terbunuh mati oleh tiga murid Hoa-san, bahkan betapa banyak anggota perkumpulannya terbasmi pula, dia segera mengejar ketiga murid Hoa-san itu dan selanjutnya menggunakan siasat untuk menjebak hati Ciauw In yang amat lihai untuk dapat diperalatnya!

Demikianlah riwayat singkat dari Sian Kim, gadis jelita berbaju hitam yang telah berhasil menjatuhkan hati Ciauw In. Tentu orang akan bergidik apa bila telah mengetahui riwayat gadis yang penuh kekotoran itu. Akan tetapi siapa saja yang bertemu dengannya, lalu memandang wajah yang ayu serta potongan tubuh yang menggiurkan, pasti tak akan ada yang mengira bahwa dara jelita ini adalah seorang wanita yang jahat, kotor, dan kejam.

Hanya Bwee Hiang saja yang mempunyai perasaan halus sehingga bisa meragukannya. Akan tetapi Ciauw In tak dapat disalahkan. Setiap orang laki-laki, baik ia masih muda mau pun sudah tua, pasti akan tergiur melihat dara ini…..

********************

Ciauw In adalah seorang pemuda yang baru saja keluar dari tempat perguruan dan baru saja turun gunung menceburkan diri ke dalam dunia ramai, maka ia dapat diumpamakan sebagai seekor anak burung yang baru saja turun dari sarang dan baru belajar terbang. Ia amat bodoh dan tidak berpengalaman sama sekali, sehingga lebih mudahlah bagi Sian Kim untuk menjalankan tipu muslihatnya, walau pun terdapat pula kesulitan bagi gadis ini dalam siasatnya menghadapi Ciauw In.

Kesukaran ini justeru timbul oleh kebodohan Ciauw In. Bila saja pemuda ini tidak sehijau itu, tentu ia akan dapat mengerti segala pernyataan cinta kasih Sian Kim dan tentu akan menyambutnya dengan hati girang. Akan tetapi, Ciauw In terlalu bodoh dan malu-malu, demikianlah Sian Kim sering mengomel seorang diri, sehingga biar pun pemuda itu sering memandangnya dengan mata kagum dan penuh perasaan cinta yang besar, akan tetapi belum pernah terlompat dari bibir pemuda ini mengnai perasaannya yang jelas nampak dari pandangan matanya itu.

Sian Kim cukup cerdik untuk tidak menggunakan sikap yang terlalu menyolok dan kasar dan ia tetap bersikap malu-malu pula bagaikan seorang gadis, baik-baik. Dari gerak-gerik dan pandangan matanya, jelas-jelas ia membayangkan akan perasaan hatinya terhadap Ciauw In, meski pun ia tidak berani pula berterus terang seperti layaknya dilakukan oleh seorang gadis sopan.

Ia memang pandai bermain sandiwara hingga Ciauw In betul-betul terpikat, menganggap bahwa Sian Kim adalah seorang gadis yatim piatu yang malang dan yang mencintainya seperti ia mencinta gadis itu hingga diam-diam Ciauw In merasa luar biasa gembira dan bahagianya. Ia mengambil keputusan di dalam hati untuk segera mengajukan hal ini pada suhu-nya dan meminta orang tua itu untuk mengajukan pinangan! Ia sendiri tidak kuasa membuka mulut menyatakan perasaan hatinya maka dia pun diam saja dan hanya gerak bibir dan pandang matanya saja yang bicara dalam seribu bahasa dan yang dimengerti baik oleh Sian Kim.

Selama dalam perjalanan menuju ke Kiang-sun-ok tempat tinggal Hopak Sam-eng, Sian Kim menjaga dengan hati-hati sehingga tidak pernah memperlihatkan sikap yang kurang sopan. Mereka selalu bermalam di sebuah hotel terbesar dengan kamar berhadapan.

Pada malam hari itu mereka bermalam di hotel ‘Lok-pin’ di kota Siang-yu, sebelah timur Kiang-sun-ok. Setelah makan malam mereka bercakap-cakap di ruangan depan sampai jauh malam, lalu masuk ke kamar masing-masing untuk tidur.

Kira-kira menjelang tengah malam, Ciauw In yang masih belum tidur karena diam-diam memikirkan keadaan Sian Kim dengan hati amat beruntung, tiba-tiba mendengar suara kaki menginjak genteng hotel itu, tidak jauh di atas kamarnya. Cepat-cepat ia mengambil pedangnya dan melompat keluar kamar dari jendelanya dan langsung melompat ke atas genteng. Dilihatnya bayangan hitam berkelebat cepat, maka ia pun segera mengejar dan mengintai dari belakang.

Alangkah herannya ketika dia melihat bahwa bayangan itu adalah Sian Kim sendiri! Dia hendak memanggil, akan tetapi timbul keinginannya untuk mengetahui dengan diam-diam apakah yang hendak dilakukan oleh kawan baru ini, maka dia lalu mengikutinya dengan diam-diam tanpa diketahui oleh Sian Kim.

Ciauw In terlalu memandang rendah kepada Sian Kim kalau ia menyangka bahwa gadis itu tidak tahu bahwa ia sedang mengikutinya, karena sesungguhnya Sian Kim sudah tahu bahwa Ciauw In berada tidak jauh di belakangnya. Gadis ini diam-diam tersenyum manis seorang diri dan berlaku seakan-akan ia tidak melihat pemuda itu. Gadis ini terus menuju ke sebuah gedung besar, tempat seorang hartawan di kota itu.

Sesungguhnya, gadis ini sudah kehabisan uang bekal dan seperti biasa hendak mencari uang dari gedung itu. Ia maklum bahwa hal ini dapat ia lakukan dengan hati tenang, oleh karena ‘meminjam uang’ seorang hartawan memang sudah biasa dilakukan orang-orang kang-ouw yang kehabisan bekal di dalam perjalanan, sehingga ia pun tidak perlu merasa malu-malu kepada pemuda itu. Bahkan ia ingin melihat bagaimana sikap Ciauw In dalam hal ini.

Akan tetapi, ia tidak tahu bahwa pada malam itu kebetulan sekali ia akan bertemu dengan seorang penjahat lain! Ketika dia berhenti di atas genteng rumah hartawan itu, tiba-tiba matanya yang tajam dapat melihat bayangan hitam berkelebat turun dari genteng dan menuju ke ruang dalam gedung itu. Ia segera mengejarnya dan mengintai, tahu bahwa di lain tempat tak jauh dari situ, Ciauw In juga sedang mengintai pula!

Bayangan hitam ini adalah bayangan dari seorang laki-laki tinggi besar yang mengenakan pakaian serba hitam. Dengan hati-hati sekali orang itu menghampiri jendela salah satu kamar, lalu dengan goloknya membuka daun jendela dengan gerakan cepat dan cermat, tanda bahwa ia memang ahli dalam hal membongkar jendela kamar orang!

Setelah jendela terbuka, orang itu kemudian mengeluarkan satu bungkusan kuning yang panjang dari punggungnya. Ternyata bahwa di dalam bungkusan itu terdapat beberapa batang hio (dupa) dan sesudah dibakarnya, ia lalu menaruh hio itu di dalam jendela dan meniupkan asap hio ke dalam kamar!

Ciauw In yang masih hijau itu tidak tahu apa maksud penjahat ini dengan perbuatannya itu, maka diam-diam ia pun lalu mengintai ke dalam kamar. Kamar itu indah dan mewah sekali, dan di dalamnya ada sebuah tempat tidur yang kelambunya tertutup, akan tetapi sepasang sepatu kain yang tersulam indah berwarna merah membuat ia dapat menduga bahwa di dalam kelambu itu tentulah berbaring seorang gadis, puteri tuan rumah yang sedang tidur!

Selain pembaringan ini, terdapat pula banyak barang-barang indah dan mahal serta yang menandakan bahwa penghuni kamar ini memang seorang wanita. Pemuda ini berpikir heran, mengapa penjahat ini membakar hio yang asapnya ditiupkan ke dalam kamar. Kalau ia hendak mencuri, setelah membuka jendela, mengapa tidak langsung masuk saja dan mengambil barang-barang berharga?

Akan tetapi, Sian Kim tahu dengan baik apa artinya perbuatan itu, karena dengan marah sekali ia segera membentak halus, "Penjahat cabul, jangan kau berani main gila di depan nonamu!”

Sambil berkata demikian, gadis ini melompat keluar dari tempatnya mengintai. Pada saat mendapat kenyataan bahwa perbuatannya ketahuan orang, penjahat itu menjadi terkejut dan segera melompat ke atas genteng. Akan tetapi Sian Kim mengejar dengan lompatan yang jauh lebih cepat dari pada penjahat itu hingga ia mendahuluinya mencegat di atas genteng. Sementara itu, Ciauw In juga menyusul dan mengintai dengan diam-diam.

Sementara itu, bukan main kagetnya penjahat tinggi besar itu saat melihat betapa wanita yang menegurnya tadi kini tahu-tahu telah berada di hadapannya, dan kekagetannya ini berubah menjadi ketakutan setelah ia memandang kepada Sian Kim.

"Kau...?! Kau... di... sini...?" tanyanya gagap.

“Penjahat cabul tukang petik bunga! Setelah bertemu denganku jangan harap mendapat ampun!” teriak Sian Kim memotong ucapannya dan langsung pedangnya menyerang.

Penjahat itu dengan tubuh gemetar terpaksa menangkis dengan goloknya dan suaranya menggigil ketika ia berkata pula, "Ampunkan aku... ampunkan... Hek..."

Akan tetapi ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya, oleh karena pedang Sian Kim telah menyambar dan tepat sekali menabas batang lehernya hingga batang leher penjahat itu hampir putus! Ia tak sempat mengeluarkan teriakan dan tubuhnya roboh berdarah di atas genteng!

Ciauw In merasa ngeri dan terkejut sekali, maka ia tak dapat pula menahan hatinya dan segera melompat keluar.

"Nona, mengapa kau tidak mau ampunkan dia?”

Sian Kim pura-pura baru melihat Ciauw In, maka dengan membuka mata lebar-lebar ia berkata, "Ehh, ehhh... taihiap, mengapa pula tahu-tahu kau telah berada di sini?"

Ditanya demikian Ciauw In menjadi malu sendiri dan menjawab sejujurnya, "Tadi aku tak dapat tidur dan melihat kau keluar, aku pun lalu menyusul karena ingin tahu apakah yang hendak kau lakukan pada waktu seperti ini. Mengapa kau bunuh penjahat ini sedangkan ia belum melakukan kejahatan apa-apa? Dan apa yang dia lakukan dengan pembakaran hio itu?"

Diam-diam Sian Kim merasa geli hatinya melihat kebodohan Ciauw In dan tiba-tiba timbul keinginannya untuk mencoba keteguhan hati pemuda ini.

“Ia adalah seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga),” katanya.

Sungguh Ciauw In benar-benar belum pernah mendengar akan hal ini, maka ia bertanya, "Jai-hwa-cat? Apakah maksudnya sebutan ini? Kenapa pula seorang penjahat memetik bunga? Bunga apakah?”

Merahlah muka Sian Kim mendengar pertanyaan ini. Ia lalu menundukkan kepala dengan bibir tersenyum malu-malu dan mengerling dengan matanya yang tajam, membuat aksi seakan-akan seorang gadis mendengar kata-kata yang membuatnya merasa malu sekali!

“Taihiap, benar-benarkah kau belum pernah mendengar tentang hal ini?”

Ciauw In menggeleng kepala.

"Kau jelaskanlah, nona. Jika tidak, selamanya aku akan merasa menyesal mengapa kau begitu kejam membunuh seorang yang belum diketahui kedosaannya.”

“Taihiap, ketahuilah, hio yang dibakarnya tadi mempunyai pengaruh memabokkan orang yang sedang tidur. Kalau hio itu asapnya memenuhi kamar, orang yang tidur di dalamnya tidak akan dapat mendengar sesuatu atau pun merasa sesuatu karena ia telah tidur pulas sekali bagaikan pingsan!"

Ciauw In mengangguk-angguk. “Tentu saja seorang maling suka menggunakan itu agar mudah baginya mengambil barang-barang penghuni kamar."

"Kau keliru, taihiap. Penjahat hina ini tak bermaksud mengambil barang-barang berharga, akan tetapi bermaksud memetik bunga.”

“Apa maksudmu?”

"Aduh, sukar sekali bagiku untuk memberi tahukan hal ini, taihiap. Bagaimanakah aku harus menceritakannya?”

Kemudian gadis yang cantik ini menggigit-gigit bibir dan tiba-tiba dia mendapat sebuah pikiran bagus.

"Kau hendak tahu maksudnya? Baiklah, mari kau ikut aku, taihiap!”

Setelah berkata demikian, Sian Kim lalu melompat turun dari genteng, diikuti oleh Ciauw In yang terheran-heran. Gadis itu lalu melompat ke depan jendela kamar yang dibongkar penjahat tadi, dan sesudah melihat Ciauw In melompat turun pula, ia lalu memberi tanda agar pemuda itu mengikutinya masuk ke dalam kamar melalui jendela.

Ciauw In mencium bau harum sekali di dalam kamar itu hingga hatinya berdebar karena maklum bahwa ia telah memasuki kamar gadis. Ia merasa malu sekali, akan tetapi oleh karena ingin melihat apakah yang akan dilakukan oleh Sian Kim, ia mendekati gadis itu. Sian Kim lalu menghampiri kelambu yang tertutup sambil memberi tanda kepada Ciauw ln yang mendekatinya pula.

Sian Kim lalu mengunakan kedua tangannya membuka kelambu itu dengan serentak dan nampaklah tubuh seorang gadis rebah telentang di atas pembaringan dan dalam keadaan tidur nyenyak. Gadis yang sedang berbaring telentang itu cantik manis sekali dan dalam tidurnya tersenyum sehingga menimbulkan pemandangan yang sangat menggairahkan. Apa lagi karena dalam ketidak sadarannya, pakaian gadis itu amat kusut dan tidak karuan letaknya.

Ciauw In memandang kepada Sian Kim dengan rasa terkejut dan heran, karena ia tidak mengerti apa maksud gadis itu membuka kelambu orang. Ketika Sian Kim memandang dirinya dan melihat sinar kebodohan di wajah Ciauw In serta matanya yang mengandung penuh pertanyaan, dara jelita berbaju hitam itu lalu tertawa kecil dan berkata,

“Taihiap, inilah kembang yang kumaksudkan tadi."

Ciauw In menjadi bengong karena masih belum mengerti juga. Maka, sambil menahan geli hatinya, Sian Kim berkata lagi,

“Kembang yang begini indah mengharum, siapa yang tidak ingin memetik? Apakah kau juga tak ingin memetiknya, taihiap?”

Barulah sekarang Ciauw In mengerti akan maksud sebutan penjahat pemetik bunga tadi, maka wajahnya tiba-tiba menjadi pucat dan tanpa berkata sesuatu ia cepat melesat dari kamar itu! Sian Kim juga keluar dari kamar setelah tangannya menyambar kantung uang emas yang berada di atas meja dekat pembaringan. Ia mengejar Ciauw In yang nampak marah.

“Taihiap, tunggu dulu," katanya dan terpaksa Ciauw In menahan larinya yang cepat.

“Mengapa kau cemberut, apakah kau marah kepadaku?”

Ciauw In memandang dan di dalam hati ia mengaku bahwa ia tak dapat marah terhadap gadis ini, maka ia menggeleng kepala dan berkata,

"Aku merasa sebal mendengar kata-katamu tadi dan kalau kau tidak membunuh bajingan itu, tentu aku sendiri yang akan membunuhnya! Sekarang aku sudah mengerti mengapa kau membunuh dia."

“Jadi kau tidak menganggap aku kejam lagi?”

“Tidak, tidak! Hukuman itu sudah pantas bagi seorang jahat seperti dia. Akan tetapi aku tak mengerti, kenapa penjahat itu agaknya kenal padamu dan apakah artinya sebutannya kepadamu tadi?"

"Sebutan bagaimana?" tanya Sian Kim dengan hati berdebar gelisah.

“Aku tadi mendengar seakan-akan ia hendak menyebutmu dengan sebuah kata-kata Hek (hitam). Apakah artinya itu?"

"Taihiap, kau betul-betul bermata tajam dan bertelinga tajam pula. Memang, sebenarnya sejak kemarin harusnya aku mengaku kepadamu. Ketahuilah bahwa dalam perantauanku yang sudah-sudahm sudah banyak aku membinasakan para penjahat sehingga namaku agak terkenal di antara mereka dan karena aku memang paling suka berpakaian serba hitam, maka mereka menyebutku Hek-lian Niocu (Nona Teratai Hitam )."

Ciauw In mengangguk-angguk dan tanpa disengaja mulutnya berkata perlahan, "Memang kau... cantik sekali memakai pakaian hitam.”

Sebetulnya Sian Kim sudah cukup mendengar ucapan ini, akan tetapi ia pura-pura tidak dengar dan bertanya mendesak. "Apa katamu taihiap?”

Merahlah wajah Ciauw In mendengar pertanyaan ini. “Sesungguhnya kau... amat pantas mengenakan pakaian serba hitam," ia lalu berkata lagi.

"Benarkah...?" Sambil tersenyum manis Sian Kim melirik.

"Nona, ada satu hal lagi yang masih belum kuketahui, yakni mengapakah malam-malam kau meninggalkan kamar dan pergi ke gedung itu?”

"Untuk mengambil ini!” kata Sian Kim dengan lagak centil dan tersenyum-senyum sambil mengangkat kantung yang tadi diambilnya dari kamar gadis itu.

"Apakah itu?"

Sian Kim tidak menjawab, hanya membuka kantung itu dan memperlihatkan isinya, yakni sejumlah uang perak dal emas.

"Ehh, ehhh kau... kau mencuri uang itu?"

“Hush, jangan kau bilang mencuri, taihiap. Lebih baik kau menggunakan istilah kang-ouw, yakni meminjam untuk biaya perjalanan." Ketika melihat Ciauw In agaknya kurang setuju, ia segera menyambung, "Hal ini bukan hal yang amat penting dan tidak perlu disusahkan, taihiap. Lagi pula, bukankah aku telah menolong gadis itu dari satu bahaya yang melebihi hebatnya dari pada maut? Sudah sepantasnya kalau ia memberi hadiah uang tak berapa banyaknya ini kepadaku!”

Ia lalu tertawa dan suara ketawanya demikian halus dan gembira sehingga mau tidak mau Ciauw In juga ikut tertawa.....
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar