Harpa Iblis Jari SaktiChapter 19

Tiba-tiba Lu Leng teringat apa yang dialaminya ketika berada di luar kota Lam Cong, dia pernah melihat sebuah harpa kuno di dalam kereta mewah. Tanpa sengaja dia memetik salah satu tali senar harpa itu, kemudian timbullah suara yang amat memekakkan telinga sehingga mengejutkan kuda penarik kereta mewah tersebut. Teringat akan kejadian itu, Lu Leng pun percaya akan apa yang dikatakan gurunya. Seketika dia diam, namun sepasang matanya berapi-api.

Menyaksikan itu Tam Goat Hua tahu, Lu Leng yang beradat keras itu pasti merasa penasaran dalam hati. Gadis itu khawatir Lu Leng akan membuat Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tersinggung, maka segera berkata, "Adik Leng, kau harus dengar kata-kata... Tuan Tong Hong!"

Lu Leng tidak menyahut, hanya mengeluarkan suara dengusan. “Hmm....”

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berkata sungguh-sungguh, "Kita tahu tempat tinggalnya, tapi tidak boleh ke sana, bahkan harus menghindar lebih jauh."

Tam Goat Hua segera bertanya, "Tuan Tong Hong, kalau begitu, apakah kita harus membiarkannya terus malang-melintang saja?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengerutkan kening dan tersenyum hambar, sehingga membuatnya kelihatan bertambah tampan. Tam Goat Hua sedang berbicara dengannya, tentunya harus memandangnya. Ketika menyaksikan Tong Hong Pek begitu tampan menawan hati, seketika hatinya berdebar-debar kacau. Untung Tong Hong Pek cepat menyahut, kalau tidak pasti gadis itu terus terkesima.

Setelah tersenyum, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menyahut, "Tentu tidak, sebab aku telah menyadarkan Sui Cing Siansu. Lagi-pula ayahmu pun ke puncak Sian Jin Hong, pasti bertemu Siansu itu dan mereka berdua tentu akan mengundang para jago tangguh dalam rimba persilatan guna merencanakan sesuatu."

Tam Goat Hua menarik nafas panjang. "Aaah! Kenapa Pat Liong Thian Im itu tidak jatuh ke tangan pendekar berhati bajik?"

Begitu mendengar ucapan itu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek langsung tertawa gelak. "Hahaha!"

Tam Goat Hua tertegun. Dia menatap Tong Hong Pek dengan mata terbelalak sambil bertanya, "Tuan Tong Hong, kenapa tertawa gelak? Apakah tidak benar perkataanku tadi?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa lagi, lalu menyahut, "Tentu tidak. Cobalah pikir, apakah dalam rimba persilatan terdapat pendekar yang berhati bajik?"

Tam Goat Hua diam saja, namun keningnya tampak berkerut, pertanda dia tidak setuju akan perkataan laki-laki itu. Sebelum gadis itu membuka mulut, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek sudah berkata.

"Seandainya ada pendekar berhati bajik dalam rimba persilatan, tapi begitu memperoleh Pat Liong Thian Im hatinya pasti berubah."

Tam Goat Hua tercengang, "Kenapa bisa begitu?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menjawab sambil tersenyum. "Karena pasti timbul suatu niat, yaitu ingin menjagoi rimba persilatan, otomatis membuatnya berubah menjadi jahat. Pat Liong Thian Im memang merupakan ilmu yang teramat tinggi, namun juga membawa petaka dalam rimba persilatan."

Karena masuk akal apa yang dikatakan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, gadis itu manggut-manggut dan tidak banyak bicara lagi. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa, setelah itu memakai lagi kedok ‘Buddha Tertawa’ itu.

"Mari kita pergi!"

Lu Leng yang masih begitu muda, tentunya tidak begitu mengerti akan perkataan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tadi. Maka begitu mendengar orang itu mau pergi, dia langsung bertanya, "Mau ke mana, Guru?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menyahut dengan dingin, "Meninggalkan tempat ini, makin jauh makin baik."

Bibir Lu Leng bergerak-gerak. Kelihatannya dia ingin mengatakan sesuatu namun dibatalkannya. Giok Bin Sin Kun-tong Hong Pek sudah mengayunkan kakinya, Tam Goat Hua dan Lu Leng segera mengikutinya. Bagaimana ekspresi wajah Lu Leng, tidak terlepas dari mata Tam Goat Hua. Maka gadis itu tahu bahwa saat ini Lu Leng amat tidak puas terhadap Tong Hong Pek. Tam Goat Hua ingin membuka mulut menasihatinya, namun tidak tahu harus bagaimana menasihatinya. Lagi-pula dirinya berada di tengah-tengah Lu Leng dan Tong Hong Pek, maka timbul suatu hubungan yang agak ganjil, dan itu membuat pikirannya kacau.

Berselang beberapa saat kemudian mereka bertiga memasuki sebuah kota kecil. Ketika itu hari pun sudah gelap, maka mereka bertiga bermalam di sebuah penginapan. Walau sudah larut malam, Tam Goat Hua masih tidak bisa pulas. Hati dan pikirannya diliputi rasa gelisah. Dia bersama Lu Leng menempuh bahaya dan bersama pula menghadapi berbagai macam kesulitan, sehingga meninggalkan suatu kesan di dalam hatinya. Akan tetapi, setelah bertemu Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, gadis itu pun merasa bahwa Tong Hong Pek jauh lebih menarik dari Lu Leng. Bersama laki-laki itu dia merasa aman dan tidak perlu merasa takut terhadap apa pun. Berpikir sampai di situ, wajahnya langsung memerah. Tam Goat Hua terus berpikir, akhirnya hampir pulas.

Mendadak dia mendengar langkah seseorang di dekat jendela, kemudian terdengar pula suara ketukan di jendela itu. Gadis itu segera meloncat bangun dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Di saat itu terdengar suara seruan rendah.

"Kakak Goat! Kakak Goat! Kau sudah tidur?"

Begitu mendengar suara Lu Leng, seketika Tam Goat Hua menarik nafas lega dan segera membuka daun jendela. Dilihatnya Lu Leng berdiri di luar jendela dengan wajah serius. Begitu melihat Lu Leng, Tam Goat Hua pun dapat menduga sedikit maksud tujuannya.

Gadis itu langsung berkata dengan suara rendah, "Adik Leng, apakah kau sudah tidak mau mendengar perkataan gurumu?"

Wajah Lu Leng memerah, karena Tam Goat Hua telah membaca pikirannya. Kemudian dia menyahut dengan suara rendah. "Kakak Goat, aku sudah tahu siapa pembunuh ayahku, tapi kenapa kita malah harus menghindar?"

Tam Goat Hua menjulurkan tangannya. Ditariknya Lu Leng ke dalam kamar, lalu berkata. "Adik Leng, apakah kau mau pergi mengantar nyawa?"

Sepasang mata Lu Leng tampak membara. "Tak peduli apa pun, aku harus pergi mencari musuhku itu! Kakak Goat, maukah kau ikut aku?"

Seandainya Tam Goat Hua belum bertemu Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, saat ini pasti mengiyakan pertanyaan Lu Leng itu. Namun setelah berkenalan dengan Tong Hong Pek, dia merasa setiap perkataan Tong Hong Pek masuk di akal. Tanpa sadar, perasaannya telah terpengaruh oleh Tong Hong Pek. Oleh karena itu, tanpa mempertimbangkan lagi dia langsung menyahut. "Adik Leng, jangan omong yang bukan-bukan, kau tidak boleh pergi!"

Di wajah Lu Leng tersirat rasa kecewa dan kemudian dia berkata, "Kakak Goat, kalau begitu kau tidak mau ikut aku?"

Tam Goat Hua tersenyum getir. "Bukan hanya itu, bahkan kau pun tidak boleh pergi ke mana-mana!"

Lu Leng menundukkan kepala dan tak bersuara sama sekali. Tam Goat Hua segera berkata, "Adik Leng, kalau kau tidak mau menurut perkataanku aku akan membanguni Tuan Tong Hong agar dia yang melarangmu."

Lu Leng cepat-cepat menggoyang-goyangkan tangannya seraya berkata cepat, "Kakak Goat, jangan membanguni Guru! Aku... aku menurut perkataanmu!"

Tam Goat Hua tersenyum. "lni baru benar! Cepatlah kau pergi tidur!"

Lu Leng membalikkan badannya mendekati jendela, lalu menolehkan kepala memandang gadis itu seraya berkata dengan wajah kemerah merahan. "Kakak Goat, aku amat suka kepadamu."

Mendengar ucapan itu, wajah Tam Goat Hua memerah dan hatinya agak berdebar-debar. "Adik Leng, aku pun sama," sahutnya.

Lu Leng memandangnya sambil tersenyum, kemudian mereka berdua berpeluk-pelukan. Berselang sesaat barulah mereka melepaskan pelukan masing-masing, namun mereka berdua masih saling menggenggam tangan sambil memandang ke luar jendela. Keadaan di luar gelap gulita, sama sekali tiada sinar rembulan mau pun bintang.

Sesaat kemudian Lu Leng berkata. "Aku pergi!"

"Ng...," gumam Tam Goat Hua tapi tak bergeming dari tempatnya, sedangkan Lu Leng meloncat ke luar melalui jendela itu.

Gadis itu berdiri di dekat jendela. Sekejap Lu Leng sudah menghilang. Saat ini, hati Tam Goat Hua bertambah kacau. Tadi apa yang diucapkan Lu Leng amat jelas sekali di telinganya. Padahal dia dan Lu Leng memang merupakan pasangan yang serasi, akan tetapi justru muncul Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek di tengah-tengah mereka. Lama sekali Tam Goat Hua berdiri di situ, kemudian menghela nafas panjang sekali. Ketika dia baru mau membalikkan badannya, mendadak pikirannya teringat sesuatu, dan itu membuatnya amat terkejut.

Dia segera membayangkan kembali gerak-gerik Lu Leng, dan seketika dia merasa bahwa gerak-gerik anak muda itu agak ganjil. Cinta yang bersemi di antara mereka berdua bukan di mulai dari hari ini, tapi boleh dikatakan sudah cukup lama, dan masing-masing menyimpannya dalam hati, tak pernah mencurahkannya. Lagi-pula Lu Leng sangat menghormatinya, maka seharusnya tidak begitu berani mengucapkan kata-kata itu.

Hanya ada satu kemungkinan. Lu Leng telah berpikir bahwa dirinya sendiri akan menemui suatu bahaya, bahkan mungkin juga nyawanya akan melayang malam ini, maka dia memberanikan diri mencetuskan kata-kata dalam hatinya. Itu berarti ketika pergi ke kamar Tam Goat Hua, Lu Leng telah mengambil keputusan untuk pergi mencari pembunuh ayahnya. Di saat meninggalkan kamar Tam Goat Hua, keputusannya itu tidak berubah sama sekali, tapi gadis itu malah mengira Lu Leng telah
mendengar nasihatnya.

Tam Goat Hua teringat akan kelihayan dan kedahsyatan Pat Liong Thian Im, dan teringat pula akan ayahnya yang berkepandaian tinggi juga masih terluka parah. Dia pun tahu bahwa Lu Leng beradat begitu keras, jika melihat iblis itu pasti memunculkan diri. Berpikir sampai di situ, tanpa ayal lagi Tam Goat Hua segera melesat ke luar melalui jendela dan langsung menuju ke kamar Lu Leng. Didorongnya daun jendela kamar itu seraya berseru-seru.

"Adik Leng! Adik Leng!"

Begitu memanggil dua kali tiada sahutan, dia langsung melongok ke dalam, tapi tidak melihat Lu Leng. Seketika itu juga dia panik, karena dugaannya tidak meleset. Ketika dia baru mau membalikkan badannya untuk pergi memberitahukan kepada Tong Hong Pek, mendadak mendengar suara langkah yang amat ringan di belakangnya. Tam Goat Hua segera membalikkan badannya. Yang dilihatnya bukan kedok yang aneh, melainkan seraut wajah yang amat tampan menawan hati.

Gadis itu segera memberitahukan, "Tuan Tong Hong, adik Leng sudah pergi."

Wajah Tong Hong Pek langsung berubah serius.

Tam Goat Hua bertanya dengan suara rendah, "Bagaimana kalau kita pergi mengejarnya?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek balik bertanya. "Kau tahu dia ke mana?"

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Tahu. Dia pergi mencari si Iblis Harpa untuk menuntut balas."

Air muka Tong Hong Pek berubah, kemudian dia membanting kaki seraya berkata sengit. "Anak itu! Mari cepat kita kejar!"

Tong Hong Pek menjulurkan tangannya, ternyata dia mengapit Tam Goat Hua di bawah ketiaknya. Seketika wajah gadis itu memerah sampai ke telinga, bahkan hatinya deg-degan tidak karuan.

Tong Hong Pek berbisik, "Mari kita berangkat, kau sebagai penunjuk jalan!"

Tam Goat Hua tahu bahwa Tong Hong Pek tidak bermaksud apa-apa, hanya khawatir karena ginkang-nya rendah tak dapat mengikutinya, maka mengapitnya agar bisa lebih cepat. Namun meski pun begitu, hatinya tidak terluput dari deg-degan. Belum pernah dia begitu dekat dengan kaum lelaki, lagi-pula lelaki itu amat menarik hatinya, maka tidak mengherankan kalau hatinya berdebar-debar tidak karuan. Kemudian dia mengangguk sekaligus mengeluarkan suara.

"Ng...," sebagai jawabannya.

Di saat bersamaan Tong Hong Pek melesat pergi, Tam Goat Hua merasakan adanya angin menderu-deru melewati telinganya. Dapat dibayangkan betapa tingginya ginkang Tong Hong Pek. Sedangkan Tam Goat Hua terus menunjuk jalan. Dalam waktu satu jam mereka sudah menempuh enam puluh mil lebih, maka rumah besar yang dituju sudah tidak begitu jauh. Tak seberapa lama kemudian tibalah mereka di depan rumah besar tersebut.

Tam Goat Hua memandang ke depan, lalu mendadak mengeluarkan suara. "Iiih!”

Begitu mendengar suara itu, Tong Hong Pek segera menghentikan langkahnya. Kini mereka sudah berada di depan rumah besar itu. Akan tetapi rumah besar itu kini sudah tidak ada. Di bawah sinar bulan yang remang-remang, tampak rumah besar itu telah berubah menjadi abu, bahkan masih tampak sedikit asap.

Betapa herannya Tam Goat Hua. "Tuan Tong Hong, memang tempat ini! Tapi kenapa sudah musnah?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menatapnya seraya bertanya. "Kau tidak salah ingat?"

Tam Goat Hua menyahut, "Tentu tidak. Hari itu aku berteduh di rumah ini."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengerutkan kening. "lni justru sungguh aneh. Kelihatannya Lu Leng juga tidak berada di sini."

Tam Goat Hua segera berseru-seru. "Adik Leng! Adik Leng!"

Hanya suara seruan Tam Goat Hua yang bergema, sama sekali tiada suara sahutan. Tong Hong Pek segera bergerak berputar di sekitar tempat itu. Ketika sampai di sudut sebelah timur, dia berhenti dan mendadak membentak keras sambil melancarkan sebuah pukulan. Ternyata pukulannya diarahkan ke sebuah pilar yang telah patah. Besar pilar itu sepelukan orang, namun begitu terhantam pukulan Tong Hong Pek langsung patah dan melayang ke atas.

Semula Tam Goat Hua mengira bahwa Tong Hong Pek menemukan Lu Leng, namun tiba-tiba ada suara laki-laki membentak. "Siapa?!"

Seketika tampak dua sosok bayangan mencelat ke atas. Gerakan kedua sosok bayangan itu amat cepat, dan setelah mencelat ke atas lalu berjungkir balik menerjang ke arah Tong Hong Pek. Sepasang bahu Tong Hong Pek bergerak, ternyata dia telah menggerakkan sepasang telapak tangannya untuk menangkis.

Sebelum terjangan kedua sosok bayangan itu sampai ke arah Tong Hong Pek, sekonyong-konyong terdengar suara siulan dan seketika mereka terpental ke belakang. Namun gerakan mereka berdua sungguh cepat, bagaikan gulungan asap menerjang ke arah Tam Goat Hua. Begitu melihat kedua orang itu menerjang ke arahnya, Tam Goat Hua segera bergerak cepat untuk menghindar, namun serangkum tenaga yang amat dahsyat telah mengarah bagian dadanya.

Tadi menyaksikan gerakan kedua orang itu begitu gesit dan cepat, Tam Goat Hua sudah menduga kedua orang itu pasti berkepandaian tinggi, maka dia tidak berani menangkis melainkan berkelit lagi. Setelah berhasil berkelit, barulah Tam Goat Hua melihat jelas kedua orang itu, dan langsung berseru.

“Ternyata kalian berdua!"

Kedua orang itu tidak menyahut namun dalam sekejap mereka berdua sudah mencelat mundur belasan depa. Di saat bersamaan, terdengar Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengeluarkan siulan panjang, lalu membentak.

"Berhenti!"

Kedua orang itu langsung berhenti dan itu membuat Tam Goat Hua terheran-heran, sedangkan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa dingin sambil menghampiri mereka. Kedua orang itu membalikkan badan, ternyata Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun. Saat ini wajah kedua orang itu tampak ketakutan, padahal mereka berdua tergolong iblis yang telah lama malang melintang dalam rimba persilatan. Namun kini mereka berdua berdiri beradu punggung, sepertinya menghadapi musuh besar.

Tak seberapa lama kemudian Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek sudah berada di hadapan kedua orang itu. Tong Hong Pek berkata dengan dingin sekali. "Selamat bertemu!"

Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun saling memandang sejenak, kemudian Hek Sin Kun menyahut. "Ternyata Saudara Tong Hong, memang selamat bertemu!"

Tong Hong Pek mengerutkan kening sambil menghardik. "Dengan dasar apa kalian menyebutku Saudara?"

Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau amat terkenal dalam rimba persilatan, terutama Hek Sin Kun. Di gunung Thay San dia merupakan raja, lagi-pula dia memiliki ilmu pukulan Hek Sah Ciang yang amat beracun dan lihay. Akan tetapi, saat ini Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek justru tidak sungkan-sungkan menghardik mereka, dan kedua orang itu sama sekali tidak berani bersuara.

Tong Hong Pek bertanya dengan dingin, "Kalian berdua berbuat apa di sini?"

Hek Sin Kun menyahut, "Sesungguhnya kami mau pergi ke Istana Setan untuk menemui Setan Tua Seng Ling, kebetulan melewati tempat ini."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mendengus. "Hm! Tadi kalian melihat seorang pemuda kemari?"

Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun saling memandang sejenak, kemudian Hek Sin Kun menyahut. "Kami juga baru tiba, tapi sepertinya ada seorang lelaki dan seorang wanita melesat pergi. Entah mereka yang dicari Tuan Tong Hong atau bukan?"

Tong Hong Pek mengerutkan kening. "Seorang lelaki dan seorang wanita?"

Kim Kut Lau mengangguk. “Tidak salah."

Tong Hong Pek berpikir sejenak, dia yakin Lu Leng ke tempat ini tidak akan bersama siapa pun. Mereka yang dimaksudkan itu pasti orang lain. Lu Leng belum sampai di sini, pasti terjadi sesuatu di tengah jalan. Setelah berpikir sejenak, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek lalu mengibaskan tangannya, "Kalian berdua pergilah!"

Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun segera mencelat ke belakang beberapa depa, namun mendadak Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berseru. "Tunggu!"

Kedua orang itu langsung berhenti dan bertanya. "Tuan Tong Hong mau pesan apa?"

Giok Bin Sin Kun mendongakkan kepala memandang langit. Tam Goat Hua yang berdiri di sebelahnya melihat di wajah Tong Hong Pek tersirat suatu penderitaan, dan itu membuat gadis tersebut terheran-heran.

Berse!ang sesaat, Tong Hong Pek menghela nafas seraya bertanya. "Hek Sin Kun, adik perempuanmu baik-baik saja?"

Pertanyaan tersebut membuat Tam Goat Hua tertegun. Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau berdua pernah memberitahukannya bahwa mereka berdua adalah ipar-ipar ayahnya. Ketika itu Tam Goat Hua tidak percaya, namun setelah bertanya kepada ayahnya, barulah dia tahu bahwa hal itu benar. Kalau begitu, yang dimaksudkan ‘Adik Perempuan’ tentunya adalah ibunya sendiri. Ini sungguh di luar dugaan gadis tersebut, karena Tong Hong Pek tidak hanya kenal ayahnya, bahkan juga kenal ibunya. Maka, tidak mengherankan kalau gadis itu kemudian tertegun.

Terdengar Hek Sin Kun menyahut, "Adik perempuanku itu tidak ketahuan rimbanya, sudah hampir dua puluh tahun."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengerutkan kening, "Benarkah begitu?"

Hek Sin Kun manggut-manggut. "Tidak salah. Kami berdua pun telah berusaha mencarinya, namun tiada hasilnya. Belum lama ini kami dengar Cit Sat Sin Kun muncul kembali, kami justru sedang mencarinya. Seandainya adikku itu sudah celaka di tangannya...."

Ketika Hek Sin Kun berkata sampai di situ, mendadak Tong Hong Pek menggeram, dan seketika melancarkan pukulan ke arah sebuah pohon yang berjarak beberapa depa di belakangnya, membuat pohon yang amat besar itu hancur di tengah-tengah dan roboh seketika. Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau mundur beberapa langkah, kemudian tampak termangu-mangu.

Kim Kut Lau berkata. "Nona Tam pasti tahu kakakku berada di mana."

Tong Hong Pek berpaling memandang Tam Goat Hua. Sepasang matanya menyorot tajam sehingga membuat nyali gadis itu menjadi ciut. Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam, kemudian memberanikan diri untuk menyahut.

“Aku pun tidak tahu ibuku berada di mana”

Tong Hong Pek mengalihkan pandangannya ke arah lain, lalu berkata sepatah demi sepatah. "Nona Tam, apakah kau tidak pernah bertanya kepada ayahmu, di mana ibumu?"

Tam Goat Hua segera menjawab. "Tentu pernah."

Mendadak suara Tong Hong Pek berubah serius, "Ayahmu pernah bilang, bahwa dia yang mencelakai ibumu?"

Tam Goat Hua tertegun mendengar pertanyaan itu. "Tuan Tong Hong, apakah ayahku orang semacam itu?"

Tong Hong Pek mendengus, namun Tam Goat Hua tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya, hanya merasa urusan tersebut amat rumit, bahkan mungkin terselip suatu cerita yang berliku-liku. Gadis itu cuma tertegun sambil memandang Tong Hong Pek, sedang Tong Hong Pek berdiri mematung di tempat.

Berselang sesaat barulah Tong Hong Pek berkata. "Kalau kalian berdua tahu jejaknya, harus segera memberitahukan kepadaku!"

Hek Sin Kun dan Kim Kau Lau mengangguk, kemudian memberi hormat. Setelah itu, mereka berdua segera beranjak pergi. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek memandang bulan yang bersinar remang-remang, lama sekali barulah mengeluarkan suara helaan nafas.

Tam Goat Hua terus memandangnya. Walau dia tidak tahu kenapa Tong Hong Pek tampak begitu risau, namun dia yakin Tong Hong Pek sedang memikirkan sesuatu. Tam Goat Hua melangkah maju dan bertanya. "Tuan Tong Hong, apa yang sedang kau pikirkan?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tidak menyahut, melainkan hanya menatapnya dengan penuh cinta kasih. Tam Goat Hua terkejut, tidak tahu harus berkata apa. Mendadak Tong Hong Pek menggenggam tangannya erat-erat. Itu membuat hati Tam Goat Hua berdebar-debar dan detak jantungnya pun bertambah cepat.

Di saat itulah Tong Hong Pek justru bergumam, "Adik Giok, Adik Giok! Apakah kau... pernah melupakan aku?"

Betapa herannya dalam hati Tam Goat Hua, dan wajahnya pun menjadi ke merah merahan ketika Tong Hong Pek menyebut dirinya ‘Adik Giok’.

"Tuan Tong Hong, kenapa kau? Aku... Goat Hua."

Tong Hong Pek kelihatan seperti baru tersadar dari mimpi. Dia memandang Tam Goat Hua sejenak, lalu melepaskan tangannya. Setelah itu dia menghela nafas panjang, sekaligus mengarahkan pandangannya ke arah lain.

Menyaksikan sikap Tong Hong Pek, gadis itu yakin bahwa Tong Hong Pek terjerat benang-benang cinta di masa Ialu. ‘Adik Giok’ yang dimaksud pasti buah hatinya, yang membuatnya risau hingga saat ini. Tong Hong Pek begitu tampan dan berkepandaian amat tinggi, masih sulit melepaskan diri dari jeratan benang-benang cinta, bagaimana dirinya sendiri? Diam-diam Tam Goat Hua menghela nafas panjang.

Gadis itu terus berpikir, sehingga membuat hatinya semakin kacau. Di saat Tong Hong Pek sedang mendongakkan kepala memandang langit, dia ingin pergi dari situ. Akan tetapi dia kembali berpikir lagi. Ketika Tong Hong Pek menggenggam tangannya sambil memanggilnya ‘Adik Giok’, itu pasti ada sebab musababnya. Apakah buah hati Tong Hong Pek masa lalu itu mirip dirinya, ataukah bahkan ibunya sendiri?

Berpikir sampai di situ, maka Tam Goat Hua membatalkan niatnya untuk pergi dan malah kemudian berseru, "Tuan Tong Hong!"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menghela nafas panjang, "Nona Tam, maafkan sikapku tadi. Aku sungguh tak dapat mengendalikan diri!"

Tam Goat Hua menyahut dengan suara rendah. "Aku tidak mempersalahkanmu, Tuan Tong Hong. Tadi kau menyebut ‘Adik Giok’, apakah buah hatimu dulu mirip dengan diriku?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek membalikkan badannya lalu menatap Tam Goat Hua dengan lembut sekali seraya berkata, "Tidak salah. Dia amat mirip denganmu, sama-sama cantik jelita."

Tam Goat Hua berusaha menenangkan hatinya setelah itu barulah berkata, "Tuan Tong Hong, aku sudah tahu, dia... pasti ibuku."

Tong Hong Pek menundukkan kepala, "Tidak salah."

Seketika dalam pandangan Tam Goat Hua, Tong Hong Pek bukan merupakan seorang pendekar yang berkepandaian tinggi, melainkan seorang lelaki yang putus cinta dengan hati hancur lebur. Sedangkan Tam Goat Hua, boleh dengan kehangatan cinta kasihnya, untuk mengobati hati Tong Hong Pek yang telah hancur lebur itu.

Di antara mereka berdua terdapat perbedaan usia, tingkatan dan kepandaian. Namun segala itu telah sirna dalam hati Tam Goat Hua. Gadis itu hanya merasa, harus membuat Tong Hong Pek jangan terus-menerus merindukan ibunya. Dia akan membuat dirinya memasuki hati Tong Hong Pek seperti kekasihnya di masa lalu. Oleh karena itu Tam Goat Hua maju selangkah lalu berkata dengan suara rendah.

"Tuan Tong Hong, urusan itu telah berlalu, untuk apa dipikirkan lagi?"

Tong Hong Pek tertawa getir. "Nona Tam, usiamu masih muda, tidak tahu bagaimana rasanya orang terjerat cinta."

Tam Goat Hua menghela nafas, kemudian berkata dengan suara rendah, "Tuan Tong Hong, aku mengerti itu."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek amat cerdas, bagaimana mungkin dia tidak mengetahui isi hati gadis tersebut? Seketika dia teringat akan beberapa kejadian di masa lalu. Buah hatinya menghilang tidak ketahuan rimbanya, namun putrinya justru muncul dengan penuh cinta kasih terhadapnya. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertegun, kemudian membelai-belai rambut Tam Goat Hua. Cinta kasihnya terhadap buah hatinya di masa lalu, mulai diarahkan kepada Tam Goat Hua, sedangkan gadis itu pun mendongakkan kepala.

Begitu melihat Tam Goat Hua menatapnya dengan penuh cinta kasih, seketika hati Tong Hong Pek terasa dingin sekali, dan dia segera melangkah mundur. "Nona Tam, kini rambutku sudah hampir putih, bagaimana mungkin menginjak ke dalam medan cinta lagi?"

Tam Goat Hua hanya tersenyum, tidak bersuara sama sekali. Perlu diketahui, kini Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek sudah berusia empat puluh lebih, namun kelihatannya seperti baru berusia sekitar dua puluh tujuh tahun. Dia mengatakan rambutnya sudah hampir putih, padahal masih hitam mengkilap. Ketika melihat Tam Goat Hua tersenyum, dalam hati tahu tidak akan terhindari dari percintaan ini.

Di masa muda memang banyak anak gadis yang jatuh hati kepadanya, namun dia justru jatuh hati kepada seorang gadis saja. Akan tetapi akhirnya percintaan itu malah berubah jadi lautan kesengsaraan yang tak ada batasnya, menyiksa dirinya selama dua puluh tahun lebih. Kini Tam Goat Hua mencintainya dengan sepenuh hati, justru membuat pikirannya kacau balau, tidak tahu harus bagaimana.

Berselang beberapa saat, barulah dia berkata, "Nona Tam, ayahmu pergi ke Bu Yi San, aku harus pergi mencarinya. Kau... lebih baik jangan ikut, sebab jika kami berdua bertemu pasti timbul emosi."

Tam Goat Hua menggeleng-gelengkan kepala, "Tidak, biar bagaimana pun aku harus ikut."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengerutkan kening. "Kalau begitu, kau tidak mau pergi cari Lu Leng lagi?"

Tam Goat Hua tertegun, kemudian menjawab, "Sudah pasti harus pergi cari dia, tapi tidak tahu dia ke mana?"

Tong Hong Pek menghela nafas panjang. "Adatnya keras melebihi adatku, maka di saat ini dia memang harus mengalami berbagai macam penderitaan agar kelak tidak gampang membunuh.”

Tam Goat Hua berpikir sejenak. "Kalau begitu, mari kita berangkat sekaligus mencari jejaknya! Bagaimana?"

Sesungguhnya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek memang tidak mau berpisah dengan Tam Goat Hua. Dalam kurun waktu dua puluh tahun, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tercekam oleh rasa cinta dan benci, sehingga membuatnya tidak mau meninggalkan gunung salju. Namun kini cinta kasihnya yang terpendam itu justru dibangkitkan oleh Tam Goat Hua.

Walau dia berusaha mengendalikan diri, tapi tetap tidak dapat mengendalikan cinta kasihnya itu. Bersama Tam Goat Hua, membuatnya merasa muda kembali seperti dua puluh tahun yang lampau, namun dia yakin tidak akan putus cinta lagi seperti di masa lampau itu. Walau berpikir begitu, tapi dia justru tidak mau memperlihatkan cinta kasihnya itu, sebab urusan tersebut tidak begitu sederhana. Perasaan dalam hatinya berkecamuk, namun sikapnya justru tampak hambar.

"Kau mau ikut, aku pun tidak bisa melarang."

Tam Goat Hua tersenyum. "Aku tahu kau pasti mengabulkan."

Jawaban tersebut membuat hati Tong Hong Pek tersentak. Kemudian dengan tidak banyak bicara lagi, langsung berangkat ke Bu Yi San mencari Cit Sat Sin Kun.

Malam itu karena Tam Goat Hua tidak mau ikut Lu Leng, membuat anak itu merasa kecewa sekali, tapi tidak menggoyahkan keputusannya mau pun tekad dalam hatinya. Setelah meninggalkan kamar Tam Goat Hua, Lu Leng pun bergumam. "Kakak Goat, maafkan aku kali ini telah membohongimu. Ini pun terakhir kalinya."

Dia tahu jelas, betapa bahayanya seorang diri pergi ke rumah si Iblis Harpa. Oleh karena itu, ketika mau meninggalkan kamar Tam Goat Hua dia pun mengutarakan isi hatinya. Lu Leng sama sekali tidak berhenti, terus berlari menuju rumah yang dikatakan Tam Goat Hua. Pada waktu itu, kalau Tam Goat Hua langsung mengejarnya pasti tersusul. Tapi gadis itu malah ke kamar Lu Leng dan kemudian muncul Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, sehingga banyak waktu terbuang di situ, sedangkan Lu Leng terus berlari.

Tiga puluh mil kemudian dia beristirahat sejenak, lalu berlari lagi menuju rumah tersebut. Satu jam kemudian tibalah dia di tempat tujuan, namun rumah itu telah musnah di lalap api. Lu Leng termangu-mangu di tempat, tidak mengerti kenapa rumah itu terbakar ludes. Ketika itu mendadak terdengar suara dengusan.

"Hm", dan seketika muncul seseorang dari puing-puing yang berserakan di tempat itu.

Betapa tegangnya hati Lu Leng. Yang muncul itu pun tampak tertegun, sepertinya tidak menduga akan bertemu Lu Leng di tempat ini. Ternyata dia seorang gadis, tangannya memegang sebuah pecut yang bergemerlapan. Setelah melihat jelas gadis itu, mata Lu Leng berapi-api! Ternyata gadis itu Han Giok Shia yang pernah menyiksanya sampai setengah mati. Kalau saat itu Tujuh Dewa tidak segera menolongnya, nyawanya pasti sudah melayang di tangan gadis itu.

Kini Han Giok Shia juga sudah melihat jelas, bahwa yang berdiri itu memang Lu Leng. Mereka berdua sama-sama beradat keras. Kalau pun tiada dendam, mereka berdua pasti tidak akan saling mengalah. Apalagi ketika di menara Hou Yok nyawa Lu Leng nyaris melayang di tangannya. Begitu saling menatap, wajah mereka langsung berubah penuh kebencian, bahkan mereka mengeluarkan tawa dingin.

Han Giok Shia menatapnya dengan sinis, lalu berkata dengan dingin, "Bocah busuk, ternyata kau belum mampus!”

Lu Leng langsung meludah. "Phui! Gadis busuk, kalau aku belum melihat kau mampus, bagaimana mungkin aku akan mampus?"

Ketika berada di menara Hou Yok, Han Giok Shia mengira bahwa ayahnya dibunuh oleh Lu Sin Kong. Kemudian di puncak Sian Jin Hong, Hwe Hong Sian Kouw mengaku bahwa Han Sun mati di tangannya. Membunuh orang merupakan urusan besar, tentunya tidak boleh omong sembarangan. Akan tetapi Han Giok Shia justru masih kurang percaya. Karena dia menemukan mayat ayahnya di menara Hou Yok bersandar di dinding, bahkan terdapat tulisan berdarah di dinding, yaitu tulisan ‘Lu’. Oleh karena itu Han Giok Shia beranggapan bahwa kematian ayahnya pasti ada hubungan dengan Lu Sin Kong.

Padahal sesungguhnya, si Pecut Emas-Han Sun, justru mati di tangan Hwe Hong Sian Kouw. Namun tentang itu, tidak seharusnya Hwe Hong Sian Kouw bertanggung jawab, karena Hwe Hong Sian Kouw dan si Pecut Emas-Han Sun terpengaruh oleh Pat Liong Thian Im, sehingga membuat mereka berdua bertarung hingga mati. Seperti halnya dengan Lu Sin Kong, Ang Eng Leng Long dan lainnya di puncak Sian Jin Hong, mereka saling membunuh tanpa mengenal siapa pun.

TuIisan berdarah di dinding menara Hou Yok sesungguhnya tulisan si Iblis Harpa, tujuannya adalah membuat beberapa partai saling membunuh. Tentang itu, beberapa tahun kemudian barulah diketahui kaum rimba persilatan, dan itu akan diceritakan nanti.

Mengenai itu, Han Giok Shia sama sekali tidak tahu, maka ketika mendengar Lu Leng berkata begitu, dia segera menyahut, "Baik! Lihat siapa yang mati duluan!"

Han Giok Shia langsung mengayunkan Pecut Emasnya dengan mengeluarkan jurus Lang Hoan Lian Thian (Ombak Bergulung-gulung Menyambung Langit) menyerang Lu Leng. Ketika berada di menara Hou Yok, Lu Leng sudah pernah bertarung dengan gadis itu. Walau usianya tidak beda begitu banyak dari Lu Leng, namun kepandaiannya justru jauh di atas Lu Leng.

Oleh karena itu, begitu melihat Han Giok Shia, Lu Leng sudah bersiap-siap. Maka begitu melihat Pecut Emas itu meliuk-liuk cepat ke arahnya, dia segera berkelit ke samping sekaligus menendang pecahan apa pun ke arah Han Giok Shia, lalu meloncat mundur. Han Giok Shia segera menangkis pecahan-pecahan itu dengan Pecut Emasnya, setelah itu memandang ke depan. Namun Lu Leng sudah tidak kelihatan.

Han Giok Shia tertegun. Gadis itu menengok ke sana ke mari, tapi keadaan di sekitarnya sunyi sepi tiada seorang pun. Dia yakin Lu Leng bersembunyi, maka berkata dengan dingin, "Anak jahanam dari Go Bi Pai, sudah takut...."

Belum usai makiannya, mendadak gadis itu merasa ada serangkum tenaga yang amat dahsyat menekan di atas kepalanya! Betapa terkejutnya Han Giok Shia. Walau kepandaiannya lebih tinggi dari Lu Leng, namun pengalamannya dalam rimba persilatan masih kurang. Saat itu dia mengira Lu Leng menyerangnya dari atas. Dia amat membenci Lu Leng, rasanya ingin mencambuknya hingga mati. Oleh karena itu dia sama sekali tidak berkelit, melainkan melancarkan pukulan ke atas dengan jurus Yah Hwe Sioh Thian (Api Liar Membakar Langit).

“Plaak!” terdengar suara benturan.

Telapak tangan Han Giok Shia menghantam sesuatu yang amat keras. Dia segera berkelit, tapi terlambat. Mendadak terdengar suara tawa Lu Leng, dan di saat itulah sesuatu yang amat berat mengarah ke kepalanya. Walau Han Giok Shia sudah bergerak cepat, namun mendadak bahunya terasa sakit sekali.

“Bum!” sebuah batu besar yang beratnya kurang lebih seratus kati jatuh ke bawah.

Ternyata ketika Lu Leng berkelit ke belakang Han Giok Shia, sebetulnya dia ingin menyerangnya dari belakang. Akan tetapi dia justru melihat sebuah pilar yang sudah miring. Dia segera melesat ke atas. Kebetulan di sisi pilar itu terdapat sebuah batu, maka diangkatnya batu itu lalu dijatuhkannya ke kepala Han Giok Shia yang sedang memaki dirinya.

Seandainya Han Giok Shia langsung berkelit, tentu bahu kirinya tidak akan tertimpa batu itu. Namun karena dia mengira Lu Leng yang menyerang dari atas, maka dia pun melancarkan pukulan ke atas. Betapa terkejutnya gadis itu, sebab yang dihantamnya bukan Lu Leng melainkan sebuah batu besar. Dia berusaha berkelit namun sudah terlambat, sehingga bahu kirinya tertimpa batu besar itu. Seketika bahu kirinya terasa sakit sekali, bahkan tidak dapat digerakkan lagi, membuat kegusarannya memuncak.

Dia menyebarkan pandangannya. Dilihatnya Lu Leng nangkring di atas sebuah pilar sambil tertawa gelak. Han Giok Shia membentak marah, kemudian mencelat ke atas sambil menyerang Lu Leng dengan tiga jurus berturut-turut, yakni jurus Coan Yun Cai Goat (Membalikkan Awan Memetik Bulan), Jit Goat Cih Seng (Matahan Dan Bulan Muncul Bersama) dan jurus Pat Hong Hong Ih (Hujan Angin Delapan Penjuru). Cambuk Emasnya berkelebatan mengarah sekujur badan Lu Leng,

Lu Leng tahu dirinya tak dapat melawan, maka lalu menggunakan siasat. Ketika melihat Han Giok Shia mencelat ke atas menyerangnya, dia pun segera merosotkan dirinya ke bawah. Di saat Pecut Emas itu mengenai pilar, Lu Leng justru sudah berada di bawah. Mendadak dia mencelat ke atas menghantam punggung Han Giok Shia.

Gadis itu cepat-cepat menghimpun hawa murni. Dia ingin membalikkan badannya yang di udara untuk menangkis serangan Lu Leng, namun di saat bersamaan dia merasa bahu kirinya sakit sekali, maka membuat gerakannya menjadi lamban. Di saat itulah pukulan Lu Leng sudah sampai di punggungnya.

“Duuk!” punggung Han Giok Shia terpukul.

Akan tetapi, justru sungguh kebetulan sekali pukulan itu mengenai Liat Hwe Soh Sim Lun yang di punggung gadis itu. Oleh karena itu Lu Leng segera menyambarnya.

“Serrt!” senjata itu sudah berpindah ke tangan Lu Leng.

Betapa gembiranya Lu Leng, dan kemudian langsung mencaci. "Gadis busuk, hari ini nyawamu pasti melayang!"

Sementara Han Giok Shia sudah melayang ke bawah. Wajahnya masih meringis-ringis menahan sakit di bahunya, sedangkan Lu Leng telah mengayunkan Liat Hwe Soh Sim Lun ke arahnya. Kalau Han Giok Shia terhantam senjata itu, pasti terluka parah, sebab Lu Leng menggunakan tenaga sepenuhnya.

Namun Liat Hwe Soh Sim Lun merupakan senjata istimewa, lagi-pula harus menggunakan jurus-jurusnya. Kalau tidak, senjata tersebut tidak akan begitu hebat. Lu Leng tidak pernah belajar jurus-jurus Liat Hwe Soh Sim Lun, maka meski pun senjata itu mengarah Han Giok Shia, tapi kedua gelang yang di ujungnya justru jatuh di hadapan gadis itu. Lu Leng tertegun, tak tahu apa sebabnya dapat terjadi seperti itu. Justru di saat itulah Han Giok Shia mengayunkan Pecut Emasnya menyerang Lu Leng.

“Taaar!” Pecut Emas itu menghajar badan Lu Leng sehingga meninggalkan bekas merah.

Lu Leng merasa sakit sekali, maka langsung meloncat ke belakang. Namun Han Giok Shia pun langsung melangkah mendekatinya. Lu Leng tahu akan kelihayan gadis itu. Walau bahunya sudah terluka, namun dia tetap bukan lawannya. Kini tempat tinggal si Iblis Harpa telah musnah, tentunya si Iblis Harpa tidak ada di situ. Namun dia harus membalas dendam ayahnya, maka tidak boleh mati di tangan gadis itu.

Karena itu, dia menggunakan siasat memancing Han Giok Shia ke penginapan, setelah itu dia memanggil kakak Tam Goat Hua dan gurunya menghadapi gadis itu. Oleh karena itu, dia segera membalikkan badannya, sekaligus melesat meninggalkan tempat itu. Bagaimana mungkin Han Giok Shia membiarkannya kabur? Gadis itu langsung mengejarnya.

Siasat Lu Leng memang tidak salah. Kalau menempuh jalan yang benar dia tidak perlu sampai di penginapan, di tengah jalan pun akan bertemu Tam Goat Hua dan Tong Hong Pek. Akan tetapi Lu Leng tidak begitu paham jalan di daerah itu. Lagi-pula malam itu gelap gulita, maka membuatnya menempuh jalan yang salah, menuju arah utara. Belasan mil kemudian, suasana terasa semakin sunyi sepi. Melihat gelagat itu Lu Leng segera tahu bahwa dirinya telah salah jalan. Tapi saat ini Han Giok Shia terus mengejarnya, maka tidak mungkin dia berbalik lagi. Apa boleh buat, dia terpaksa terus berlari.

Setelah melewati dua tiga puluh mil, terdengar suara air menderu-deru. Tak seberapa lama, tampak air sungai mengalir deras. Ternyata dia sudah sampai di tepi sungai Huang Ho (Sungai Kuning), maka sudah barang tentu tiada jalan lagi, sementara Han Giok Shia masih terus mengejarnya.

Ketika mengejar, gadis itu pun mengobati bahu kirinya yang terluka, bahkan sudah membalutnya. Tapi bahu kirinya itu tetap tidak bisa bergerak, hanya tidak begitu terasa sakit lagi. Ketika Lu Leng sampai di tepi sungai Huang Ho, gadis itu pun sudah mengejarnya sampai di situ. Karena tidak ada jalan lagi, maka Lu Leng terpaksa membalikkan badannya lalu membentak.

"Gadis busuk! Kau kira aku takut padamu?!"

Kemudian dia mengayunkan Liat Hwe Soh Sim Lun ke arah Han Giok Shia. Gadis itu membentak, sekaligus menggerakkan Pecut Emasnya untuk menangkis serangan Lu Leng. Maka terjadilah pertarungan yang amat sengit. Mereka terus bertarung sehingga tak terasa pertarungan itu telah melewati lima jurus.

Lu Leng kelihatan mulai di bawah angin karena tidak bisa menggunakan senjata tersebut, sebaliknya Han Giok Shia malah semakin gagah. Pertarungan mereka sudah melewati beberapa jurus lagi. Tiba-tiba terdengar Lu Leng menjerit, ternyata bahunya tersambar Pecut Emas Han Giok Shia. Dia segera mencelat ke belakang, namun justru lupa bahwa dirinya berada di pinggir sungai Hoang Ho, Maka begitu ke belakang, arahnya jelas ke sungai itu. Tampak arus sungai mengalir deras, membuat Lu Leng menjadi panik, Akan tetapi kebetulan di situ ada sebuah perahu. Lu Leng cepat-cepat menghimpun hawa murni, kemudian berjungkir balik ke perahu itu dan hinggap dengan selamat.

Kalau Lu Leng jatuh ke dalam sungai mungkin kegusaran Han Giok Shia akan reda, lagi-pula tidak mungkin gadis itu akan mencebur ke sungai mengejarnya. Ketika melihat Lu Leng jatuh ke perahu itu, sedangkan Liat Hwe Soh Sim Lun masih di tangannya, maka tanpa berpikir panjang gadis itu langsung bersiul panjang sambil melesat ke perahu. Betapa terkejutnya Lu Leng ketika melihat itu. Dia mau mengayunkan Liat Hwe Soh Sim Lun, namun Han Giok Shia sudah sampai di perahu tersebut.

Gadis itu langsung membentak sengit, "Bocah busuk, kau masih bisa lari ke mana?!"

“Serrr!”

Han Giok Shia langsung menggerakkan Pecut Emasnya ke arah kepala Lu Leng, tapi tidak bisa kena sebab arus di sungai Huang Ho amat deras sehingga membuat perahu itu bergoyang-goyang. Lagi pula perahu itu sudah terombang-ambing ke tengah sungai, menyebabkan Lu Leng terjatuh, maka Pecut Emas itu menyerang tempat kosong. Di saat bersamaan, Han Giok Shia terjatuh dan langsung memegang pinggiran perahu. Kemudian mereka berdua saling menatap dengan penuh kebencian.

Perahu yang sudah berada di tengah sungai itu terus meluncur mengikuti arus. Tak seberapa lama kemudian, hari pun mulai terang.

Mendadak Lu Leng tertawa aneh dan berkata. "Gadis busuk, kelihatannya kau sama sekali tidak bisa berenang! Ya, kan?"

Mendengar ucapan itu Han Giok Shia terkejut bukan main dan kemudian membatin, “Bagaimana dia tahu aku tidak bisa berenang? Mungkinkah dia akan melobangi perahu agar tenggelam?”

Ketika berpikir, Han Giok Shia memperhatikan Lu Leng. Ternyata dia pun memegang erat-erat pinggiran perahu. Kalau dia bisa berenang, tentunya tidak akan begitu, karena itu Han Giok Shia pun tertawa dingin, "Baik! Mari kita tenggelamkan perahu ini!"

Tidak salah, Lu Leng pun tidak bisa berenang. Kalau dia tidak memikul dendam kedua orang-tuanya, dia pasti akan menenggelamkan perahu itu untuk mati bersama Han Giok Shia. Saat ini dia hanya mendengus, tidak bicara apa-apa. Mereka berdua tetap saling menatap dengan penuh kebencian.

Tak seberapa lama kemudian hari pun sudah terang, dan mulai banyak perahu berhilir mudik di sungai tersebut. Perahu kecil yang membawa Lu Leng dan Han Giok Shia, sewaktu-waktu pasti akan terbalik. Akan tetapi mereka berdua justru tidak mau memperlihatkan kelemahan masing-masing. Siapa pun tidak mau membuka mulut minta tolong kepada perahu lain.

Keadaan mereka telah terlihat oleh pemilik perahu lain, namun para pemilik perahu itu amat percaya tahyul. Maka ketika melihat mereka berdua memegang senjata aneh dan tidak mau minta tolong di saat yang amat bahaya, para pemilik perahu lain itu pun diam saja.

Perahu kecil itu terus meluncur mengikuti arus, dalam waktu satu hari sudah meluncur ratusan mil. Walau mereka berdua tidak berani bangkit berdiri namun mulut mereka tetap tidak saling mengalah. Ketika hari mulai malam, perahu lain sudah mulai menepi, namun perahu kecil itu masih terus meluncur mengikuti arus. Satu hari lamanya mereka berdua tidak mengisi perut, maka tidak mengherankan kalau mereka merasa lapar sekali. Namun perahu kecil itu sama sekali tidak menepi, tentunya mereka berdua pun tidak bisa mendarat. Han Giok Shia merasa gugup dalam hati.

Dia sampai di rumah besar yang telah musnah dilalap api itu sebetulnya tidak sengaja. Hari itu Tam Ek Hui menariknya pergi, maka mereka terhindar dari petaka itu. Turun dari puncak Sian Jin Hong, Tam Ek Hui segera pergi mencari ayahnya. Sepanjang jalan terdengar bahwa pihak Hwa San Pai dan kaum rimba persilatan lain sedang menuju ke Holam Pak Bong San. Tam Ek Hui berpikir kemungkinan besar ayahnya juga berangkat ke sana, karena itu dia bersama Han Giok Shia pun berangkat ke sana pula.

Sebelum mereka berdua berkenalan, sudah terkesan baik dalam hati. Setelah bertemu dan berkenalan, mereka berdua pun saling jatuh cinta. Akan tetapi sifat Han Giok Shia memang terlampau keras. Malam itu Tam Ek Hui mengatakan sesuatu, tapi justru menimbulkan ribut mulut di antara mereka berdua, dan seketika juga Han Giok Shia pergi. Tam Ek Hui tahu sifatnya, maka dia tidak gugup dan mengira sebentar lagi gadis itu akan menunggunya di depan. Akan tetapi sungguh di luar dugaan, ketika Han Giok Shia tiba di rumah yang dilalap api itu justru bertemu Lu Leng.

Saat ini perahu kecil yang terus meluncur mengikuti arus itu sudah meluncur hampir dua ratus mil, bagaimana mungkin Tam Ek Hui dapat menemukannya? Hati Han Giok Shia merasa gugup. Juga dikarenakan itu, dia pun mulai menyesal. Ketika Lu Leng jatuh ke perahu kecil ini, tidak seharusnya gadis itu ikut melesat ke perahu tersebut. Kini entah bagaimana gugup dan paniknya Tam Ek Hui. Begitu berpikir kekasihnya akan begitu, hatinya terasa seperti tersayat. Semua itu gara-gara Lu Leng, karena itu dia semakin membenci anak itu. Maka tanpa memikirkan bahaya lagi, mendadak dia maju beberapa langkah lalu menggerakkan Pecut Emas yang di tangannya,

“Taaar!” Pecut Emas itu mengarah Lu Leng.

Seketika Lu Leng berteriak lantang, "Bagus!"

Tanpa berpikir panjang lagi dia pun langsung mengayunkan Liat Hwe Soh Sim Lun untuk menangkis Pecut Emas itu. Di saat Lu Leng mengayunkan senjatanya, Han Giok Shia justru menarik kembali Pecut Emas tersebut. Maka Liat Hwe Soh Sim Lun menghantam dasar perahu itu.

"Plaak!" terdengar suara keras, dasar perahu itu telah berlobang dan seketika air sungai menerjang masuk.

Menyaksikan itu, gusarlah Han Giok Shia, "Bocah busuk, kau berbuat apa?"

Begitu melihat perahu kecil itu bocor, hati Lu Leng tersentak. Namun dia tidak mau memperlihatkan rasa takutnya di hadapan Han Giok Shia, sebaliknya malah mencaci. "Gadis busuk! Kau pasti ketakutan setengah mati, masih tidak mau berlutut minta ampun?!"

Han Giok Shia marah sekali. Ketika dia baru mau membuka mulut balas mencaci, perahu kecil itu mulai tenggelam. Mereka berdua cepat-cepat memegang pinggiran perahu. Tak lama kemudian perahu itu sudah tenggelam, sedangkan mereka berdua hanya tampak bagian atas saja. Mereka terapung di permukaan air sambil memegang pinggiran perahu.

Di saat yang amat gawat ini, mereka berdua malah bertarung. Han Giok Shia menggerakkan Pecut Emasnya, sedangkan Lu Leng mengayunkan Liat Hwe Soh Sim Lun untuk menangkis. Berselang beberapa saat, mereka sama-sama mendongakkan kepala. Tampak sebuah perahu besar yang lampunya bersinar terang benderang, menerjang ke arah mereka dengan cepatnya. Tanpa sadar Lu Leng dan Han Giok Shia sama-sama mengeluarkan seruan kaget. Lu Leng segera menekan pinggiran perahu kecil, maka badannya langsung melambung ke atas. Di saat bersamaan terdengar suara benturan keras.

"Blaam!" perahu besar itu sudah menabrak perahu kecil.

Badan Lu Leng yang melambung itu mulai merosot ke bawah. Lu Leng segera menghimpun hawa murni sekaligus menjulurkan tangannya untuk meraih pinggiran perahu besar itu. Dia berhasil meraihnya dan langsung meloncat ke dalam perahu besar itu. Lu Leng menuju ke buritan, dan kemudian berdiri di situ sambil memandang ke arah sungai. Namun yang dilihatnya hanya arus sungai mengalir deras, sama sekali tiada bayangan perahu kecil maupun Han Giok Shia. Dia yakin bahwa Han Giok Shia sudah tenggelam ke dasar sungat, maka merasa puas sekali.

"Hahaha!"

Akan tetapi di saat bersamaan terdengar suara tawa nyaring di belakangnya. Lu Leng menolehkan kepalanya ke belakang, ternyata yang tertawa Han Giok Shia. Dia tidak menyangka Han Giok Shia juga berhasil menyelamatkan diri, bahkan sudah berada di atas perahu besar itu pula. Lu Leng segera berhenti tertawa. Begitu suara tawanya berhenti, suara tawa Han Giok Shia pun ikut berhenti. Suasana di tempat itu berubah menjadi hening. Itu justru membuat Lu Leng merasa heran, sebab perahu itu begitu besar, kenapa tidak ada suara apa pun.

Diperhatikannya perahu itu dan seketika juga dia merasa merinding. Perahu besar itu diterangi sinar lampu, namun tiada seorang pun di sini, tiada awak perahu dan penumpang. Perahu besar itu bisa menabrak mereka di permukaan sungai, ternyata disebabkan tiada awak perahu sama sekali. Sejak meninggalkan rumah, Lu Leng memang sering mengalami hal-hal yang aneh, tapi baru kali ini menemui hal yang sedemikian ganjil. Setelah berhenti tertawa Han Giok Shia tidak bersuara, mungkin dia juga punya perasaan seperti Lu Leng.

Berselang beberapa saat, Lu Leng memberanikan diri berjalan ke depan beberapa depa, dan kini dia sudah berada di sisi sebuah ruangan. Dia berpikir sejenak, lalu melongok ke dalam. Ruangan itu sangat indah namun sunyi sepi. Di dalamnya terdapat sebuah meja dan beberapa buah kursi, namun tiada seorang pun berada di sana.

Tampak sebuah golok menggeletak di atas meja. Golok itu berbentuk aneh dan lebih pendek dari golok biasa. Begitu melihat golok tersebut, giranglah Lu Leng. Dia segera menyelipkan Liat Hwe Soh Sim Lun di pinggangnya, lalu melesat ke dalam dan disambarnya golok itu. Namun baru saja dia berhasil meraih golok tersebut, mendadak tampak sosok bayangan berkelebat memasuki ruangan itu juga. Lu Leng cepat-cepat mundur setelah dilihatnya dengan jelas bayangan itu, ternyata Han Giok Shia.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar