Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 30

Kali ini raja burung elang itu terbang ke atas, justru tidak menuju sarangnya lagi, melainkan terus terbang ke atas. Betapa terkejutnya Lu Leng. Mungkin dikarenakan tidak berhasil kembali ke sarangnya, maka raja burung elang itu akan terbang ke tempat lain, mungkin akan terbang sejauh ribuan mil. Apabila saat ini Lu Leng melepaskan diri dari cakar raja burung elang itu, dia pasti mati sebab akan jatuh ke bawah.

Raja burung elang itu terus terbang ke atas, dan tak lama sudah berada di atas tebing itu. Lu Leng memandang ke bawah, seketika wajahnya berseri dan hatinya girang bukan main. Ternyata di atas tebing itu terdapat sebuah telaga alami. Airnya tampak kehijau-hijauan, pertanda telaga itu amat dalam. Sementara raja burung elang itu terus terbang ke atas.

Tanpa banyak pikir lagi Lu Leng langsung melepaskan tangannya yang memegang kaki raja burung elang itu, maka badannya merosot ke bawah dan jatuh ke dalam telaga tersebut. Berselang sesaat barulah Lu Leng timbul di permukaan telaga. Dia menarik nafas dalam-dalam, hatinya girang sekali. Dia segera berenang ke tepi, lalu naik ke atas. Setelah itu dia memejamkan matanya untuk beristirahat sejenak.

Dia yakin orang berpakaian hitam itu tidak tahu bahwa di atas tebing terdapat sebuah telaga, yang membuat dirinya selamat dan dapat melepaskan diri dari raja burung elang itu. Kini Lu Leng justru berada di atas orang berpakaian hitam itu. Selama dua tiga hari itu dirinya selalu berada di tempat terang, sedangkan orang berpakaian hitam berada di tempat gelap. Tapi kali ini malah terbalik!

Setelah beristirahat sejenak semangat Lu Leng sudah pulih, lalu berjalan ke tepi tebing dan melongok ke bawah. Dia melihat sarang burung elang yang jaraknya kira-kira tiga empat puluh depa. Tampak orang berpakaian hitam masih berada di dalam sarang burung elang. Dia sedang membongkar-bongkar semua ranting yang masih berada di dalam sarang itu, kelihatannya sedang mencari sesuatu. Kadang-kadang terdengar suara tawanya.

Setelah melongok sejenak, Lu Leng mulai turun ke bawah. Tak seberapa lama kemudian, dia sudah semakin dekat dengan orang berpakaian hitam itu. Dengan hati-hati dia melesat ke sebatang pohon besar, setelah itu dia masuk ke dalam sebuah sarang. Namun sampai sejauh itu orang berpakaian hitam tidak mengetahui keberadaannya. Lu Leng beristirahat sejenak di dalam sarang burung elang itu.

Mendadak tercium bau yang amat busuk. Lu Leng cepat-cepat menahan nafas lalu menengok ke sana ke mari. Dia terbelalak. Ternyata Lu Leng melihat mayat wanita buruk rupa dan lelaki berkaki satu, yang keduanya sudah mulai membusuk. Lu Leng yakin bahwa tidak lama lagi orang berpakaian hitam itu pasti ke sarang tersebut.

“Sebelum membasminya, percuma mencari Panah Bulu Api,” Lu Leng membatin.

Orang berpakaian hitam itu berkepandaian amat tinggi, sedangkan bahunya sudah terluka, entah dapat melawannya atau tidak? Kalau begitu harus melancarkan serangan gelap terhadapnya. Bukankah orang berpakaian hitam itu juga telah membokongnya dengan senjata rahasia dan lain sebagainya? Apa salahnya kini balas menyerangnya dengan cara yang sama?

Setelah mendapat pikiran demikian, Lu Leng segera mengangkat mayat wanita buruk rupa itu, kemudian disandarkannya pada dinding sarang, lalu dia bersembunyi di belakang mayat itu. Kalau orang berpakaian hitam muncul di sarang tersebut Lu Leng akan segera mendorong mayat itu ke arahnya. Begitu melihat mayat wanita buruk rupa menyerangnya, sudah pasti orang berpakaian hitam akan ketakutan setengah mati. Berpikir sampai di situ, hati Lu Leng menjadi amat gembira sekali. Dia terus menunggu di belakang mayat itu. Walau mayat itu amat bau, namun Lu Leng telah menutup pernafasannya.

Berselang beberapa saat terdengar suara langkah di luar. Dugaan Lu Leng tidak meleset, orang berpakaian hitam sudah mendatangi sarang tersebut. Terdengar pula suara orang berpakaian hitam itu bergumam. "Kalau di tempat ini aku tidak berhasil menemukan Panah Bulu Api, berarti selamanya panah Bulu Api tidak akan muncul dalam rimba persilatan."

Lu Leng tertawa dalam hati. Masih ingin mencari Panah Bulu Api? Sebentar lagi kau akan tahu rasa!

Tak lama kemudian, terdengar orang berpakaian hitam tertawa lalu berkata. "Ternyata kalian berdua juga berada di sini! Kalian berdua binasa karena terkena senjata rahasiaku yang beracun. Namun bisa sampai di tempat ini, maka kalian berdua harus berterima kasih kepadaku!" Usai berkata begitu, dia meloncat ke dalam sarang tersebut.

Saat ini, pandangan Lu Leng justru tertutup oleh mayat itu, maka dia tetap tidak melihat wajah orang berpakaian hitam itu. Akan tetapi Lu Leng merasa kenal akan suaranya, namun lupa di mana pernah mendengar suara orang itu. Seusai orang itu berkata, Lu Leng mengangkat kedua belah tangan mayat itu ke atas, setelah itu dia menirukan suara bentakan wanita buruk rupa.

"Bangsat kau!"

Orang berpakaian hitam itu pun membentak. "Siapa?!"

Orang berpakaian hitam membalikkan badannya. Di saat bersamaan Lu Leng justru mendorong mayat itu ke depan mengarah orang berpakaian hitam. Bersamaan itu Lu Leng pun berteriak aneh mengeluarkan suara seram.

"Aku!" sekaligus menyerang dengan Kim Kong Ci, mengeluarkan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

Kejadian yang mendadak itu membuat orang berpakaian hitam tertegun. Namun dia masih sempat mundur sambil mengibaskan tangannya. Ternyata dia menyerang dengan senjata rahasia. Ketika menyaksikan senjata rahasia itu, hati Lu Leng tergerak, namun saat ini dia harus memusatkan perhatiannya untuk melawan orang berpakaian hitam itu. Lagi pula dia pun tidak ingat asal-usul senjata rahasia tersebut.

“Sert! Sert! Sert!” ketiga batang senjata rahasia itu menembus mayat wanita buruk rupa itu, kemudian mayat itu roboh.

Di saat bersamaan, angin jari telunjuk Lu Leng sampai di dada orang berpakaian hitam itu. Orang berpakaian hitam itu tahu adanya ketidak-beresan, namun sudah terlambat berkelit. Dia hanya bisa memiringkan badannya sedikit, maka bahunya terkena serangan itu. Badannya bergoyang-goyang nyaris tak kuat berdiri, namun cepat-cepat dia mencelat ke belakang.

Lu Leng bersiul panjang. "Bangsat, tak terduga, kan?" katanya.

Dia segera menyerang lagi. Kali ini dia menggunakan jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi Bulan). Orang berpakaian hitam itu sungguh gesit. Mendadak badannya melambung ke atas, kemudian berjungkir balik keluar dari sarang burung elang itu.

“Buum!” sarang burung elang itu langsung berlobang.

Walau sudah diserang dua kali, namun orang berpakaian hitam masih dapat meloloskan diri. Bahkan siapa dia, Lu Leng masih belum melihat jelas wajahnya. Seketika Lu Leng bersiul panjang lagi sambil melesat ke luar. Sampai di luar sarang itu, dia tampak tertegun. Ternyata dia melihat orang berpakaian hitam itu melesat pergi bagaikan terbang di atas batang-batang pohon. Kalau kurang berhati-hati dia pasti jatuh dan nyawanya tidak akan selamat.

Lu Leng amat membencinya. Walau tahu itu berbahaya, masih tetap ditempuhnya, sebab tidak mau melepaskan orang berpakaian hitam itu. Dia segera menghimpun hawa murni, lalu melesat ke depan, mengejarnya melalui batang-batang pohon. Kira-kira beberapa depa, mendadak orang berpakaian hitam itu berhenti. Lu Leng pun ikut berhenti, jarak mereka satu depa lebih. Ketika Lu Leng baru mau melancarkan serangan, tiba-tiba orang berpakaian hitam itu membalikkan badannya.

Baru kali ini Lu Leng berkesempatan berhadapan dengannya. Maka dia batal menyerang, karena ingin melihat jelas wajahnya. Setelah melihat jelas wajah orang itu, Lu Leng terbelalak. Ternyata orang berpakaian hitam itu adalah Hek Sin Kun. Kini Lu Leng sudah tahu siapa orang berpakaian hitam itu, maka lebih tidak berani melancarkan serangan. Ternyata Lu Leng sudah mendengar dari orang, bahwa Hek Sin Kim dan Kim Kut Lau adalah ipar Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, saudara kandung Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua. Mereka semua adalah anak Mo Liong Seh Sih.

Walau Lu Leng bernyali besar dan berkepandaian tinggi, namun lweekang-nya masih belum begitu tinggi, maka kini berhadapan dengan Hek Sin Kun yang amat terkenal itu, dia menjadi termangu-mangu. Setelah termangu-mangu sejenak, barulah Lu Leng melihat bahwa mereka berdua berdiri di atas sebatang pohon, depan belakang diganjel oleh batang pohon lain sehingga di tengah-tengah justru kosong.

Mereka berdua saling menatap, kemudian Hek Sin Kun tertawa dingin dan berkata, "Bocah, ternyata kau tidak mampus!"

Mendengar ucapan itu gusarlah Lu Leng dan maju selangkah. Karena gusar, maka tanpa sadar dia menggunakan tenaga ketika melangkah, sehingga membuat batang pohon itu bergerak-gerak. Otomatis badan Lu Leng dan Hek Sin Kun juga bergoyang-goyang, nyaris sama-sama terjatuh.

Lu Leng tertawa dingin. Dia menatap Hek Sin Kun dengan mata tak berkedip. "Membokong orang, apakah itu berguna sekali?" katanya.

Hek Sin Kun tertawa aneh. "Bocah! Kini kita sudah berhadapan. Silakan melancarkan serangan!" tantangnya. Usai berkata dia lalu mengangkat sebelah tangannya.

Lu Leng memperhatikan telapak tangan Hek Sin Kun, hitam mengkilap. Lu Leng sudah tahu bahwa Hek Sin Kun memiliki ilmu pukulan Hek Sah Ciang yang amat lihay dan dahsyat. Oleh karena itu Lu Leng berpikir dalam hati, dia harus melancarkan serangan duluan. Justru mendadak Hek Sin Kun tertawa dingin.

"Kau serang duluan, maka akan cepat sampai di alam baka menemui keponakan perempuanku itu!" katanya.

Suara Hek Sin Kun tidak keras. Namun ketika mendengarnya, Lu Leng justru seperti mendengar geledek di siang hari bolong. Karena keponakan perempuan Hek Sin Kun, tentunya Tam Goat Hua, bahkan telah mati pula.

Ketika rambut Tam Goat Hua awut-awutan, terus berteriak dengan hati hancur dan menyerahkan Soat Hun Cu untuk dikembalikan kepada Tong Hong Pek, lalu melesat pergi, sejak itu Lu Leng tidak pernah bertemu dia lagi. Mengenai kejadian Lu Leng dengan Tam Goat Hua, walau bukan kesalahan Lu Leng tapi karena terpengaruh oleh Pat Liong Thian Im, namun dalam hati Lu Leng selalu merasa bersalah.

Ketika di gunung Go Bi San, Lu Leng melihat tulisan Tong Hong Pek di atas batu, bahwa hatinya telah beku, sedangkan hati Tam Goat Hua hancur lebur, mungkin akan bunuh diri atau hidup menyendiri di suatu tempat. Namun biar bagaimana pun dalam hati Lu Leng masih terdapat sedikit harapan, berharap Tam Goat Hua adalah gadis yang berhati tabah dan berpikiran panjang, punya keberanian untuk melanjutkan hidupnya.

Selama Lu Leng mencari Panah Bulu Api, dia tetap merindukan Tam Goat Hua setiap saat. Akan tetapi kini dari mulut Hek Sin Kun justru memperoleh kabar berita yang amat menakutkan. Sekujur badan Lu Leng gemetar, kemudian bertanya terputus-putus. "Kau bilang... Kakak Goat...."

Sebelum Lu Leng usai bertanya, mendadak Hek Sin Kun tertawa panjang, lalu berkata. "Kau boleh ke alam baka mencarinya!"

Di saat bersamaan Hek Sin Kun melancarkan serangan terhadap Lu Leng. Tadi Hek Sin Kun menyuruh Lu Leng melancarkan serangan duluan, namun kini justru dia yang menyerang duluan, bahkan di saat Lu Leng mengalami pukulan batin. Lagi-pula pukulan itu menggunakan delapan bagian tenaga, maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya pukulan tersebut.

Perlu diketahui, ilmu Hek Sah Ciang yang dilatih Hek Sin Kun telah mencapai tingkat ke delapan. Kini dia menyerang Lu Leng dengan delapan bagian tenaganya, sudah pasti amat dahsyat sekali. Lu Leng merasa serangkum angin yang amat dingin menyerang ke arahnya. Itu membuatnya tersentak sadar, bahwa Hek Sin Kun berdusta. Hek Sin Kun mengatakan begitu tidak lain hanya ingin memecahkan perhatian Lu Leng, lalu menyerangnya secara mendadak. Walau Lu Leng telah sadar akan hal itu, tapi sudah terlambat. Meski pun demikian, hawa murni yang di dalam tubuhnya otomatis melakukan perlawanan.

“Buum!” terdengar suara keras.

Seandainya Lu Leng memiliki lweekang tinggi, sudah pasti pukulan Hek Sah Ciang itu tak berarti baginya. Akan tetapi lweekang Lu Leng masih belum mencapai ke tingkat itu, maka badannya masih tidak kuat menahan pukulan tersebut. Kalau di tanah datar, Lu Leng masih bisa mundur, tapi kini dia justru berdiri di atas batang pohon, sehingga badannya menjadi sempoyongan dan akhirnya jatuh ke bawah.

Di saat itu Lu Leng masih sempat meraih batang pohon itu, tapi bagaimana mungkin Hek Sin Kun bisa membiarkannya? Dia langsung mengayunkan tangannya, sebatang jarum hitam meluncur seketika laksana kilat ke arah tangan Lu Leng yang memegang pinggiran batang pohon tersebut. Kalau Lu Leng tidak melepaskan tangannya itu, pasti terserang oleh senjata rahasia tersebut. Tapi seandainya melepaskan tangannya itu, sudah pasti Lu Leng akan jatuh ke bawah, dan akan mati dengan tulang hancur.

Di saat bersamaan Lu Leng mendengar suara tawa Hek Sin Kun, justru bersamaan itu Lu Leng telah mengambil suatu keputusan. Lu Leng membiarkan tangannya tetap memegang pinggiran batang pohon tersebut.

"Plaak!" senjata rahasia itu menembus permukaan telapak tangannya.

Betapa sakitnya, bahkan darah segar pun mengucur seketika. Lu Leng tahu, kemungkinan besar senjata rahasia itu telah melukai urat di permukaan telapak tangannya sehingga akan menyebabkan kecacatan di tangannya. Namun dengan tangan kiri itu menyelamatkan nyawanya berikut kesempatan membalas dendam, itu amat berharga sekali. Karena tangannya itu tertancap oleh senjata rahasia, maka badannya tidak akan terjatuh ke bawah.

Di saat itu sudah tiada waktu bagi Lu Leng untuk melihat luka di tangannya tersebut, sebab dia sudah melancarkan serangan. Dia mengeluarkan jurus Bwe Hua Ngo Cut (Bunga Bwe Memekar Lima Kali), jurus kelima dari ilmu Kim Kong Sin Ci, bahkan menggunakan tenaga sepenuhnya.

Sementara Hek Sin Kun amat girang karena senjata rahasianya berhasil melukai tangan Lu Leng. Dia justru tidak menyangka Lu Leng akan balas menyerangnya secara mendadak. Ilmu Kim Kong Sin Ci merupakan ilmu yang amat keras. Tempo hari di Cing Yun Ling gunung Go Bi San, si Nabi Setan-Seng Ling masih terluka oleh ilmu tersebut.

Saat ini Lu Leng menyerangnya dengan sepenuh tenaga. Terasa serangkum tenaga yang amat dahsyat mengarah dadanya. Ketika Hek Sin Kun baru mau menangkis, dadanya sudah terkena serangan itu. Hek Sin Kun menjerit dan terhuyung-huyung ke belakang dua tiga langkah. Mulutnya mengeluarkan darah, pertanda dia telah terluka dalam. Namun Hek Sin Kun sudah berpengalaman, di saat terhuyung-huyung dia tidak gugup, maka masih tetap berdiri di atas batang pohon itu.

Lu Leng melihat jurus serangannya berhasil melukai lawan, tapi tidak berhasil menjatuhkannya. Ketika dia masih mau melancarkan serangan, Hek Sin Kun sudah meloncat ke batang pohon lain. Lu Leng menahan sakit pada telapak tangannya. Mendadak dia mengangkat tangan kirinya, dapat dibayangkan betapa sakitnya sehingga membuatnya nyaris pingsan. Namun dia masih dapat bertahan, kemudian naik ke atas.

Di saat bersamaan terdengar Hek Sin Kun yang tertawa terkekeh-kekeh. "Hehehe! Bangsat kecil, kau masih berani bertingkah?!"

Tiba-tiba dia menendang batang pohon yang mengganjel batang pohon lain, tempat Lu Leng berdiri di atasnya, maka batang pohon itu miring ke bawah. Lu Leng segera memegang batang pohon itu dengan tangan kanannya, tapi dia tetap jatuh ke bawah bersama batang pohon tersebut. Terdengar suara angin menderu-deru lewat telinganya, kemudian terdengar pula suara tawa Hek Sin Kun yang terkekeh-kekeh. Sekejap badannya sudah merosot tiga empat puluh depa. Akan tetapi, memang nyawa Lu Leng masih panjang.

“Buum!” mendadak terdengar suara, ternyata batang pohon itu menyangkut di sebuah batu yang menonjol di dinding tebing.

Lu Leng cepat-cepat meloncat ke batu itu, dan berhasil. Begitu kakinya menginjak batu, legalah hatinya, sedangkan batang pohon itu berguling, lalu meluncur ke bawah lagi. Di saat bersamaan Lu Leng mengeluarkan ilmu pemberat tubuh agar tidak terjatuh. Lu Leng berdiri di situ seperti kehilangan sukma, sayup-sayup terdengar suara tawa Hek Sin Kun. Lu Leng mendongakkan kepala, dilihatnya Hek Sin Kun berdiri di atas batang pohon lain sedang mendongakkan kepala sambil tertawa gelak. Namun sepertinya dia tidak tahu akan kejadian di bawah.

Lu Leng memandang ke bawah, di sana gelap tak terlihat apa pun. Batang pohon yang jatuh tadi juga tidak tampak sama sekali. Berada di batu itu, Lu Leng tahu bahwa dirinya naik tidak bisa turun pun sangat sulit. Namun dia tidak bisa terus berdiam diri di situ. Lu Leng menyobek ujung bajunya, kemudian dibalutkan pada tangannya yang terluka itu, lalu dia duduk beristirahat.

Tak seberapa lama, suara tawa Hek Sin Kun sudah tidak terdengar lagi. Ternyata dia naik ke atas tebing dan tak lama sudah tidak kelihatan. Lu Leng tahu bahwa sementara ini dirinya memang tiada bahaya maka dia menghela nafas panjang. Di saat dia ingin bangkit berdiri mendadak terdengar suara Hek Sin Kun di atas tebing. Dari jarak sejauh itu Lu Leng bisa mendengar suara Hek Sin Kun, bukankah aneh sekali?

Sesungguhnya tidak aneh sebab suara Hek Sin Kun terbawa oleh angin, sedangkan pendengaran Lu Leng amat tajam, maka dapat mendengarnya. Suara Hek Sin Kun membuat Lu Leng tertegun, karena Hek Sin Kun seperti sedang berbicara dengan seseorang. Dia mengatakan bahwa Panah Bulu Api tidak berada di tempat ini, sebab tidak menemukan. Setelah itu dia menasihati orang itu agar pulang menemui ibunya. Mendengar sampai di situ, Lu Leng bertambah bingung, kemudian mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Kakakmu... Kitab Iblis itu seharusnya diberikan kepada kami. Ayah dan ibumu melihatmu... pasti mau menyerahkan...."

Orang lain yang mendengar pembicaraan itu sudah pasti akan tercengang dan bingung, begitu pula Lu Leng. Namun hatinya tergetar keras, maka segera bertanya pada diri sendiri, sebelumnya Hek Sin Kun sedang berbicara dengan siapa? Tak seberapa lama, dalam hatinya sudah terdapat sebuah jawaban, namun jawaban itu membuat dirinya sendiri tidak berani percaya. Walau itu merupakan hal yang tidak mungkin, tapi setelah Lu Leng berpikir secara teliti, justru merasa tidak akan keliru dugaannya.

Saat ini suara Hek Sin Kun sudah tidak terdengar lagi, juga tidak terdengar suara orang kedua itu, kini hanya terdengar suara angin gunung. Lu Leng berpikir lagi, tetap menemukan jawaban yang sama seperti tadi, yaitu Hek Sin Kun berbicara dengan Tam Goat Hua atau Tam Ek Hui, kemungkinan besar dengan Tam Goat Hua. Sebab Hek Sin Kun menyinggung tentang ‘Kitab Iblis’ dan ‘Kakek’, sedangkan kepandaian Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua berasal dari Kitab Iblis peninggalan Mo Liong Seh Sih, lagi-pula Seh Cing Hua memang putrinya.

Lu Leng yakin Hek Sin Kun berbicara dengan Goat Hua, bukan dengan Tam Ek Hui. Itu berdasarkan nada pembicaraan Hek Sin Kun. Hek Sin Kun bilang kalau Seh Cing Hua melihat, pasti akan menyerahkan Kitab Iblis itu. Tentunya setelah melihat, Seh Cing Hua pasti girang bukan main baru mau menyerahkan Kitab Iblis tersebut. Hanya Tam Goat Hua yang akan membuat Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua girang bukan main, tidak mungkin Tam Ek Hui.

Setelah berpikir bolak-balik, hati Lu Leng berdebar-debar tidak karuan. Tanpa menghiraukan Hek Sin Kun mendengar atau tidak, dia langsung berteriak-teriak sekeras-kerasnya. "Kakak Goat! Kakak Goat!"

Akan tetapi tiada sahutan dari atas. Lu Leng tidak putus asa. Dia terus berteriak, namun tetap tiada sahutan. Dia masih terus-menerus berteriak hingga hari mulai gelap, barulah dia berhenti berteriak dan merasa putus asa, kemudian menghela nafas panjang. Namun dia telah mengambil keputusan untuk naik ke atas, guna melihat keadaan di atas. Akan tetapi tebing itu amat licin, bagaimana mungkin dia naik ke atas? Itu merupakan hal yang tak mungkin sama sekali. Lagi-pula kini sudah gelap, kalau kurang berhati hati pasti akan jatuh ke bawah dengan tulang hancur.

Berselang beberapa saat barulah tampak bulan bergantung di langit, menerangi tempat itu. Sedangkan Lu Leng sudah bertekad untuk menempuh bahaya naik ke atas, akan tetapi telapak tangan kirinya terasa sakit sekali ketika baru mengeluarkan tenaga memegang ujung batu. Kalau ingin mengandal pada tangan kanannya itu tidak mungkin sama sekali. Lu Leng tertegun, akhirnya duduk untuk beristirahat tapi justru malah tertidur karena saking lelahnya.

Ketika dia terjaga dari tidurnya, hari sudah terang. Dia mulai memperhatikan tempat di sekitarnya. Meski pun naik ke atas tidak mungkin, namun turun ke bawah, asal berhati-hati dengan sebelah tangan pun masih bisa. Kalau menempuh bahaya naik ke atas, belum tentu Hek Sin Kun masih berada di sana, maka akhirnya dia mengambil keputusan untuk turun ke bawah. Lu Leng mulai merayap ke bawah dengan hati-hati sekali. Hingga tengah hari, dia sudah merosot ke bawah seratus depa lebih.

Di saat itulah dia mendengar suara seperti air mendidih. Dia tercengang dan segera memandang ke bawah, namun tidak tampak apa pun. Dia mulai merosot ke bawah lagi. Berselang beberapa saat, suara itu terdengar makin jelas. Kebetulan Lu Leng berada di atas sebuah batu yang menonjol ke luar dari tebing. Dia memandang ke bawah dan seketika juga terbelalak dan amat terkejut sekali. Ternyata di bawah sana terdapat sebuah telaga.

Di dalam telaga itu bukan air, melainkan semacam lumpur yang amat panas, mengepulkan asap dan menimbulkan gelembung-gelembung seperti air mendidih. Jarak Lu Leng dengan telaga itu hanya belasan depa, maka suara gelembung itu terdengar jelas dan amat menggetarkan jantung. Menyaksikan itu, Lu Leng jadi tertegun. Dia sudah menempuh bahaya turun ke bawah, tapi kini justru terhalang oleh telaga itu. Kalau telaga air, dia masih bisa meloncat ke dalamnya. Namun itu merupakan telaga lumpur yang mendidih seandainya terjatuh ke dalam, apakah masih bisa hidup? Sungguh membuat Lu Leng pun jadi gugup dan panik.

Di saat dia termangu-mangu, justru muncul lagi kejadian aneh. Ternyata dia mendengar suara tawa seorang gadis di tempat jauh, tapi makin lama makin dekat. Lu Leng tertegun. Dia sama sekali tidak menduga bahwa di tempat itu masih ada suara orang. Lu Leng segera memandang ke arah suara tawa itu. Di sekeliling telaga itu terdapat tebing yang amat tinggi, namun di dinding tebing terdapat beberapa buah goa yang cukup besar. Suara tawa anak gadis tadi berasal dari sebuah goa di sebelah timur. Lu Leng terheran-heran. Dia tak berani bergerak namun terus mengintip. Tak seberapa lama kemudian, kembali terdengar suara.

"Phak! Phak!" kemudian terlihat sebuah sampan aneh muncul dari goa itu.

Bentuk sampan itu empat persegi panjang, kira-kira hampir dua depa panjangnya, meluncur perlahan di permukaan telaga lumpur itu. Lu Leng membelalakkan matanya agar dapat melihat lebih jelas. Tampak dua anak gadis berdiri di dalam sampan, masing-masing memegang sebuah pengayuh yang amat panjang. Lu Leng tidak dapat melihat wajah mereka, namun pakaian mereka amat aneh, warna warni entah dibikin dari bahan apa.

Tak lama sampan aneh itu sudah berada di tengah-tengah telaga lumpur. Kedua gadis itu berhenti mengayuh, kemudian mengeluarkan sebuah pancingan yang amat panjang. Tali pancingan itu sebesar ibu jari dan kailnya pun amat besar sekali. Semakin lama, Lu Leng semakin merasa heran, sehingga mulutnya ternganga lebar. Tampak kedua gadis itu mengambil umpan. Temyata umpan itu sepotong daging sapi yang amat besar, lalu dikaitkan pada kail pancingan itu, sekaligus dilempar ke telaga lumpur dan langsung tenggelam.

Kedua gadis itu duduk, kemudian yang lebih muda berkata. "Kakak, beberapa hari ini ada orang terus-menerus ke mari. Bukankah aneh sekali?"

"Biar saja mereka ke mari. Tapi di antara mereka tiada seorang pun yang dapat memecahkan formasi peninggalan majikan kita. Apakah masih kurang banyak tengkorak-tengkorak yang ada di dalam formasi itu?"

Gadis yang lebih muda menggeleng-gelengkan kepala. "Kakak, menurutku itu tidak mungkin. Kemarin orang berpakaian hitam dan gadis itu memasuki formasi. Kelihatannya mereka mengerti tentang formasi itu lho!" katanya.

Mendengar sampai di situ, hati Lu Leng berdebar-debar keras.

Kemudian terdengar gadis yang lebih tua menyahut, "Itu tidak mungkin. Kalau mereka mengerti tentang formasi itu, sudah pasti mereka berdua menerobos ke luar. Bagaimana mungkin masih terkurung di dalam formasi itu?"

Dia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, "Kelihatannya orang berpakaian hitam mengerti sedikit, tapi gadis itu tidak mengerti sama sekali."

"Kakak, yang paling kasihan adalah gadis itu. Tiga hari lalu dia memasuki formasi itu."

Lu Leng tercengang, sebab pembicaraan mereka menyangkut dua anak gadis, pertama kali dia mendengar ‘orang berpakaian hitam dan gadis itu’, sekarang malah muncul gadis lain dalam pembicaraan kedua gadis itu. Siapa gadis tersebut? Karena tidak kenal kedua gadis itu, maka Lu Leng tidak berani sembarangan bergerak.

Gadis yang lebih tua menghela nafas panjang, lalu berkata lagi. "Aku kasihan padanya dan merasa cocok dengannya. Sudah lama hanya kita berdua, alangkah baiknya dia menemani kita!"

"Kakak, bagaimana kalau kita memasuki formasi itu menolongnya ke luar?"

"Apa katamu? Kau berani tidak mendengar pesan dari majikan?"

Gadis yang lebih muda tampak terkejut. seketika dia diam tak berani bersuara lagi. Berselang sesaat barulah dia membuka mulut. "Kakak, gadis itu datang bersama seseorang yang rupanya mirip setan. Ketika baru datang, gadis itu kelihatan dikuasai oleh orang itu. Namun hari pertama setelah memasuki formasi itu, orang itu justru mati di tangan gadis tersebut. Kakak, menurutmu mereka berdua punya hubungan apa?"

"Entahlah!.... Cepat! Cepat! Tali pancingan sudah bergerak-gerak!"

Kedua gadis itu segera mengangkat pancingan tersebut. Di kail pancingan itu telah bertambah suatu benda yang penuh lumpur, lalu jatuh ke dalam sampan. Namun tidak terlihat jelas oleh Lu Leng benda apa itu. Salah satu gadis itu segera mengayunkan tangannya.

“Plaak!” kemudian terdengar suara, ternyata sebuah paku besar yang panjangnya hampir setengah depa memaku benda itu pada dasar sampan. Barulah kedua gadis itu menarik nafas lega, kemudian saling memandang dan lalu tertawa.

"Kakak, apakah kau melihat gadis yang datang bersama orang berpakaian hitam itu? Kelihatannya agak aneh!"

"Jangan omong kosong lagi!"

"Aku tidak omong kosong. Sepasang mata gadis itu agak mirip nyonya majikan. Sedangkan orang berpakaian hitam itu, begitu memasuki formasi langsung berjalan ke kanan tujuh langkah, ke kiri tujuh langkah. Kalau dia tidak mengerti formasi peninggalan majikan, aku tidak percaya sama sekali."

Saat ini walau Lu Leng tidak tahu asal-usul kedua gadis itu, namun berdasarkan pembicaraan mereka dapat diketahui bahwa mereka berdua adalah pelayan seorang tokoh tua rimba persilatan, sedangkan tokoh tua tersebut sudah tiada di dunia. Tempat tinggal tokoh tua itu dilengkapi dengan semacam formasi, agar orang lain tidak bisa memasuki tempat tinggalnya. Itu hanya merupakan dugaan Lu Leng, setelah itu dia mengintip lagi.

Tampak yang lebih tua tertegun, lama sekali baru berkata. "Benar juga katamu. Dulu majikan pernah bilang, yang dapat memecahkan formasinya, sudah pasti seorang wanita. Tapi bagaimana orang berpakaian hitam itu mengerti formasi peninggalan majikan kita?"

Gadis yang lebih muda tertawa. "Kau tanya aku, aku pun tidak tahu. Gadis itu terkurung di dalam formasi sudah beberapa hari, aku khawatir dia akan mati kelaparan, maka bagaimana jika kita....”

Gadis yang lebih tua langsung membentak. "Majikan telah berpesan ketika masih hidup, kita tidak boleh melanggar pesan itu. Sudahlah! Kau jangan omong kosong lagi!" dia berhenti sejenak kemudian menghela nafas panjang dan melanjutkan, "Gadis itu sungguh kasihan. Lagi-pula kadang-kadang bergumam sendiri, memanggil ‘Lu-siauhiap’, kedengarannya Lu-siauhiap itu adalah jantung hatinya. Kalau dia mati, Lu-siauhiap itu pasti berduka sekali."

Lu Leng yang sedang mendengar itu semula tidak begitu memperhatikan gadis yang terkurung di dalam formasi itu, hanya mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai orang berpakaian hitam dan gadis yang bersamanya itu. Akan tetapi kini mendengar gadis yang terkurung di dalam formasi bergumam memanggil Lu-siauhiap, itu membuat Lu Leng menjadi tertegun. Apakah gadis tersebut adalah Tam Goat Hua?

Oleh karena itu tanpa sadar Lu Leng berseru sekeras-kerasnya. "Hei! Siapa kalian berdua?"

Suara seruan Lu Leng amat mengejutkan kedua gadis itu, maka mereka berdua segera mendongakkan kepala. Di saat bersamaan Lu Leng meloncat turun ke arah sampan itu. Kedua gadis itu bertambah terkejut, dan langsung mengayunkan pancingan ke arah Lu Leng. Badan Lu Leng masih berada di udara, lagi-pula tangan kirinya telah terluka. Sesungguhnya tidak sulit baginya mengelak. Tapi sasarannya adalah sampan itu, kalau dia mengelak, otomatis badannya akan jatuh ke dalam telaga lumpur. Karena itu, tanpa banyak pikir lagi dia langsung menjulurkan tangan kanannya untuk menepuk kail pancingan yang mengarahnya.

“Plaak!” kail pancingan itu terpental, justru melingkar pada galah pancingan tersebut, sedangkan badan Lu Leng terus merosot ke bawah ke arah sampan itu.

Akan tetapi mendadak kedua gadis itu membentak sambil menyentakkan galah pancingan, sehingga talinya melilit badan Lu Leng. Bukan main terkejutnya Lu Leng. Dia cepat-cepat menjulurkan tangannya untuk memutuskan tali pancingan, namun tali pancingan itu amat kuat, tidak dapat diputuskan. Maka badan Lu Leng merosot lagi ke bawah, justru ke arah telaga lumpur itu!

Di saat dirinya hampir jatuh ke telaga lumpur, mendadak Lu Leng memegang tali pancingan itu, lalu menyentakkannya sekuat-kuatnya. Maka badannya melayang ke arah sampan dan jatuh di dalamnya. Dia menarik nafas lega, namun kedua gadis itu langsung melilitnya dengan tali pancingan, sehingga badan Lu Leng tak dapat bergerak sama sekali. Kedua gadis itu tertawa cekikikan, sedangkan Lu Leng amat gusar. Tapi dia tahu bahwa kedua gadis itu tidak pernah bertemu orang luar, maka bersikap demikian terhadapnya.

Setelah berpikir demikian, kegusaran Lu Leng menjadi reda. "Aku tidak berniat jahat," katanya.

Ketika berkata Lu Leng mengerahkan lweekang, maksudnya untuk memutuskan tali pancingan. Tapi tali pancingan itu tidak putus, sebaliknya malah tangannya terasa sakit sekali karena tali pancingan masuk ke dalam dagingnya. Kini Lu Leng baru tahu bahwa itu bukan tali sembarangan, maka dia mendongakkan kepala seraya berkata, "Aku sama sekali tidak berniat jahat, tolong lepaskan diriku!"

Kedua gadis itu saling memandang. "Di tempat ini tidak pernah ada orang lain, kau siapa? Kami tidak mengenalmu, bagaimana bisa tahu kau orang baik atau jahat? Sekarang kau sudah tertangkap, akan kami bawa pulang dulu," kata gadis yang lebih tua.

Melihat mereka berdua amat tak tahu aturan, gusarlah Lu Leng. "Sesungguhnya aku tidak takut pada kalian berdua, hanya ingin tahu tentang seseorang dari kalian! Kalau kalian tidak mau melepaskan diriku, aku pun tidak akan bertindak sungkan lagi!" bentaknya.

Usai membentak, Lu Leng menggerak-gerakkan kedua belah tangannya yang terlilit tali pancingan sehingga dia tidak bisa melancarkan serangan. Akan tetapi galah pancingan yang ikut melekat pada badannya, mendadak bergerak cepat menyerang kedua gadis itu. Kedua gadis itu tampak tertegun. Justru di saat bersamaan, galah pancingan itu telah menghantam mereka.

"Aduuh!" jerit kedua gadis itu.

Mereka segera menangkap galah pancingan itu, kemudian yang satu meloncat ke depan, yang lain meloncat ke belakang, sedangkan Lu Leng jadi di tengah-tengah. Lu Leng tahu bahwa gerakan mereka amat cepat, tapi ilmu silat mereka masih di bawahnya. Namun karena badannya terlilit oleh tali pancingan, maka tidak bisa berbuat apa-apa. Saat ini dia tidak tahu bahwa kedua gadis itu mau berbuat apa, namun dia tetap membentak.

"Kalian masih tidak mau melepaskan diriku? Kalau aku berniat jahat, tadi kalian berdua pasti sudah terpental ke telaga lumpur!"

Kedua gadis itu meludah. "Phui! Jangan sok! Lihatlah kelihayan kami!"

Gadis yang lebih muda berkata lagi, "Kakak, biar dia lihat dulu permainan kita, agar hatinya terkejut!"

Gadis yang tua manggut-manggut. "Betul!"

Lu Leng sudah tahu akan adanya ketidak beresan, jelas kedua gadis itu akan menenggelamkannya ke dalam telaga lumpur. Oleh karena itu dia segera mengerahkan lweekang, namun membuat sekujur badannya terasa sakit sekali Guguplah Lu Leng dan merasa menyesal sekali. Seharusnya tadi ketika dia di atas batu bicara jelas dulu dengan mereka, jangan langsung meloncat ke sampan itu.

Mendadak kedua gadis itu memandangnya, kemudian tertawa cekikikan. Mereka berwajah agak buruk, namun kelihatan tidak jahat. Mereka berdua tertawa cekikikan hanya dikarenakan ingin mengadakan suatu permainan yang menggelikan hati, karena itu hati Lu Leng agak lega.

Kedua gadis itu menggeserkan badan sedikit, kemudian mengambil sebuah tong air. Setelah itu mereka menyiram ke depan, namun bukan ke arah Lu Leng melainkan ke arah makhluk yang terpantek di dasar sampan yang penuh lumpur itu. Begitu tersiram air, makhluk itu menjadi bersih. Lu Leng memandang ke sana, tampak makhluk itu bercahaya dan seketika juga sekujur badan Lu Leng menjadi dingin.

Ternyata yang terpantek di dasar sampan itu merupakan makhluk aneh. Sisik-sisik di punggungnya memancarkan cahaya, kelihatan indah sekali. Menyaksikan makhluk aneh itu, Lu Leng segera bertanya.

"Itu makhluk apa?"

Gadis yang agak muda tertawa, kemudian menyahut. "Makhluk itu hanya terdapat di telaga lumpur ini Kami pun tidak tahu makhluk apa itu, tapi tahu dagingnya amat enak dan harum, kalau dimakan bisa menambah tenaga. Kami makan dia, dan dia pun sering makan orang. Banyak sekali makhluk itu di dalam telaga lumpur ini."

Nada suara gadis itu kedengarannya akan menjadikan dirinya sebagai umpan, maka betapa terkejutnya Lu Leng. "Kalian mau apa?" tanyanya.

Gadis yang muda menyahut, "Bukankah tadi kau bilang mau menjatuhkan kami ke dalam telaga lumpur? Nah! Kini kami yang akan menenggelamkan kau ke telaga lumpur!"

Lu Leng mengerutkan kening. "Aku tidak kenal kalian, kenapa kalian tega berbuat demikian?"

Kedua gadis itu tertawa, kemudian mendadak mengangkat galah pancingan. Tapi Lu Leng memang sudah siap sebelumnya. Dia langsung mengerahkan ilmu pemberat badan sehingga kedua gadis itu tidak kuat mengangkat galah pancingan itu.

“Ihh! gadis yang lebih tua mengeluarkan suara, lalu berkata, "Tak disangka kau memiliki kepandaian juga!"

Kedua gadis itu mundur selangkah, justru membuat lilitan itu bertambah kencang sehingga membuat Lu Leng kesakitan, maka dia tak dapat mengerahkan ilmu pemberat badan lagi, Mendadak Lu Leng merasa badannya terangkat ke atas, setelah itu perlahan-lahan tergeser ke pinggir sampan mengarah telaga lumpur itu, lalu turun perlahan-lahan.

Betapa terkejutnya Lu Leng, dia amat gugup dan gusar sehingga berteriak-teriak. "Kalian berbuat kejahatan, apakah tidak takut disambar petir?"

Kedua gadis itu menyahut serentak sambil tertawa. "Tidak takut!"

Mereka berdua menurunkan lagi galah pancingan hingga badan Lu Leng hampir menyentuh lumpur telaga. Tiba-tiba dari lumpur itu muncul seekor makhluk aneh, sepasang japitnya menyambar Lu Leng.

Saat ini Lu Leng sudah tidak bisa mengadakan perlawanan, dia hanya pasrah sambil memejamkan mata dan membatin, “Tidak mati di tangan Hek Sin Kun, kini malah akan mati di tangan kedua gadis ini.”

Akan tetapi mendadak badannya terangkat ke atas. Lu Leng segera membuka mata, tampak kedua gadis itu tertawa geli. Ternyata mereka hanya ingin menakutinya, maka hati Lu Leng menjadi lega. Dia memandang kedua gadis itu, kebetulan kedua gadis itu pun sedang memandangnya, salah satu gadis itu berkata.

"Bagaimana? Apakah kau masih berani omong sok di depan kami?" kata gadis yang tua.

Lu Leng diam saja. Justru amat mengherankan, ternyata usia kedua gadis itu sudah empat puluhan tapi suara mau pun gerak-gerik mereka persis seperti anak gadis, itu membuat Lu Leng merasa gusar tapi juga merasa geli. Majikan mereka pasti berpesan kepada mereka, tidak boleh mencelakai orang lain, maka mereka berdua hanya menakuti saja. Oleh karena itu timbul suatu akal dalam hati Lu Leng.

Seketika juga Lu Leng berkata sungguh-sungguh, bahkan dengan suara dalam pula. "Kalian berdua jangan bergurau lagi, cepat tarik aku ke atas! Apakah kalian berdua tidak takut melanggar pesan majikan kalian itu?"

Begitu mendengar ucapan Lu Leng, kedua wanita itu tampak terkejut, kemudian saling memandang dengan mulut membungkam. Lu Leng bergirang hati karena ucapannya amat jitu terhadap kedua wanita itu.

"Terus terang kepandaianku jauh lebih tinggi dari kalian berdua, hanya saja aku kurang hati-hati, maka terjerat oleh tali pancingan. Kalau sebentar lagi aku terlepas dari tali pancingan, aku betul-betul akan melempar kalian ke dalam telaga lumpur ini, biar dimangsa oleh makhluk aneh itu."

Lu Leng sudah tahu bahwa kedua wanita itu agak tolol, maka harus menggunakan kata-kata yang bernada mengancam. Tidak salah. Wajah kedua wanita itu langsung berubah ketakutan.

"Kalau kami melepaskanmu, kau tidak akan menyalahkan kami, kan?" tanya wanita yang lebih muda.

"Tentu tidak," sahut Lu Leng.

Kedua wanita itu menarik nafas lega, lalu menarik Lu Leng ke atas, sekaligus ditaruh ke dalam sampan. Ketika Lu Leng baru berdiri, tampak dua sosok bayangan berkelebat dan tak lama tali pancingan itu sudah terlepas. Lu Leng segera merentangkan kedua tangannya agar rasa kakunya hilang, justru di saat itulah dia melihat kedua wanita itu sedang berbicara.

"Dia tidak memasuki formasi itu, harus kita apakan dia?" tanya wanita yang lebih muda.

"Majikan tidak berpesan, kita harus bagaimana?" wanita yang lebih tua balik bertanya.

Mendengar percakapan itu, Lu Leng tertawa dalam hati. Majikan mereka pasti tahu kedua wanita itu agak tolol, sehingga apa-apa harus berpesan. Walau mereka berdua agak tolol tapi berhati baik, tidak mau sembarangan mencelakai orang lain.

Lu Leng tidak ingin mempermainkan mereka, melainkan bertanya sungguh-sungguh, "Bolehkah aku tahu nama besar majikan kalian?"

Kedua wanita itu menggelengkan kepala, kemudian wanita yang lebih tua berkata, "Majikan kami berpesan, tidak boleh memberitahukan kepada siapa pun."

"Di mana majikan kalian sekarang?"

"Dia meninggalkan tempat ini sudah sembilan belas tahun," sahut wanita yang lebih muda.

"Bukan sembilan belas tahun, tapi delapan belas tahun," sambung wanita yang lebih tua.

"Aku bilang sembilan belas tahun!" bentak wanita yang lebih muda.

Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, "Sudahlah! Jangan ribut! Kalian bawa aku ke tempat tinggal kalian, aku ingin melihat siapa yang terkurung di dalam formasi itu, apakah dia yang kucari itu!"

Kedua wanita itu tertegun. "Ini...."

"Kalian berdua boleh berlega hati, Majikan kalian tidak berpesan, harus diapakan kalau ada orang datang dari dinding tebing. Ya, kan?" kata Lu Leng.

"Betul!" sahut mereka serentak.

"Nah! Itu tidak salah! Cepatlah bawa aku ke sana, jangan membuang waktu di sini!" kata Lu Leng.

Ucapan Lu Leng barusan memang agak membingungkan sehingga membuat kedua wanita itu menjadi tertegun, akhirnya mereka berdua manggut-manggut. "Betul, untung kau menyadarkan kami."

Lu Leng tertawa dalam hati, sedangkan kedua wanita itu sudah mulai mengayuh sampan menuju goa. Tak seberapa lama, sampan itu sudah memasuki goa tersebut dan jalannya mulai laju. Lu Leng menundukkan kepala untuk melihat. Ternyata di bawah adalah air yang amat jernih. Itu sungguh mengherankan Lu Leng, memang merupakan keajaiban alam. Kemudian dia mendongakkan kepala, tampak batu-batu di langit-langit goa bergemerlapan, bahkan amat aneh pula bentuknya. Dari batu-batu itu air menetes turun bagaikan hujan rintik-rintik. Sungguh merupakan tempat yang amat mengesankan!

Berselang beberapa saat, sampan itu sudah meluncur ke luar dari goa. Ketika memandang ke depan, terbelalaklah Lu Leng. Ternyata di depan matanya terbentang sebuah telaga yang amat luas, dikelilingi tebing yang amat tinggi. Permukaan telaga itu bagaikan cermin, sungguh indah pemandangan di tempat itu. Setelah sampan berada di telaga tersebut, kedua gadis itu bertambah cepat mengayuhnya. Berselang beberapa saat, sampan itu sudah menepi. Lu Leng memperhatikan tempat itu, dan seketika tertegun.

Ternyata dia melihat sebuah bangunan yang amat indah. Bangunan itu mirip sebuah istana, semuanya terdiri dari batu warna merah muda, maka tampak tegar dan megah sekali. Lu Leng tahu, majikan istana itu pasti seorang tokoh aneh yang sudah tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi, sayang sekali tidak tahu namanya.

Setelah sampan itu menepi, kedua wanita tersebut meloncat ke darat. Lu Leng mengikuti mereka dari belakang. Tak seberapa lama mereka sudah sampai di undakan tangga batu, kedua wanita itu berjalan ke atas. Lu Leng tetap mengikuti dari belakang sambil memperhatikan tempat tersebut, namun tidak melihat formasi yang dikatakan kedua wanita itu. Dia ingin tahu, gadis yang disebut itu apakah Tam Goat Hua?

Berselang sesaat mereka sudah sampai di depan istana. Kedua wanita itu berhenti, kemudian yang lebih muda membalikkan badan seraya berkata, "Sudah sampai!"

Lu Leng tertegun. "Sudah sampai? Di mana formasi itu? Cepat bawa aku ke sana!"

Kedua gadis itu menyahut, "Tidak bisa! Majikan pernah berpesan begitu."

Sebetulnya Lu Leng mau turun tangan membekuk mereka, namun setelah berpikir sejenak dibatalkannya niat itu. Dia menyadari bahwa sebelah tangannya telah terluka, maka kecil kemungkinannya untuk bisa membekuk mereka. Oleh karena itu Lu Leng tetap bersabar, kemudian mengalihkan pembicaraan. "Wah! Sungguh indah istana ini! Bolehkah kalian membawaku ke dalam melihat-lihat?"

Kedua wanita itu mengangguk. "Baik, tapi kau tidak boleh keluyuran sembarangan!"

Lu Leng segera manggut-manggut. Kedua wanita itu segera mendorong daun pintu istana, lalu berjalan ke dalam dan diikuti Lu Leng dari belakang. Di situ terdapat sebuah ruang yang amat besar. Dekorasi ruangan itu amat indah menakjubkan, di mana-mana bergemerlapan batu permata sehingga menyilaukan mata. Barang-barang yang ada di dalamnya sangat berharga.

Ayah Lu Leng, semasa hidupnya juga amat suka mengumpulkan barang-barang berharga. Semua barang-barang berharga miliknya disimpan di dalam gudang batu. Pada waktu itu Lu Leng masih kecil, namun pernah menyaksikannya. Namun kalau dibandingkan dengan barang-barang yang ada di ruang besar itu belum seberapanya. Maka tidak mengherankan kalau Lu Leng tertegun ketika melihat barang-barang itu.

Tiba-tiba wanita yang lebih tua berkata. "Heran! Barang-barang itu cuma memancarkan cahaya, tapi kenapa siapa pun menyaksikannya pasti merasa suka, sih?"

"Memang mengherankan! Hari itu kita mengambil beberapa buah barang yang di sini. Kita berikan kepada seseorang, orang itu justru menyembah-nyembah kita dan mengucapkan terima-kasih!" sambung wanita yang lebih muda.

"Kau masih berani omong? Kalau majikan pulang dan tahu, kita pasti dihukum!"

Mendengar percakapan kedua wanita itu hati Lu Leng tertarik. "Kalian memberikan apa kepada orang itu?" tanyanya.

Kedua wanita itu berpikir sejenak, lalu menjawab. "Sebuah batu hijau dan sebuah batu merah berbentuk seperti singa, serta seekor naga kuning dan... sebuah barang berbentuk bulat yang memancarkan cahaya." Ke empat macam barang itu amat berharga, tapi di mulut mereka berdua justru merupakan barang yang tak berharga sama sekali.

Ketika mendengar itu, di rongga dada Lu Leng langsung menyala api kegusarannya, dan wajahnya tampak berubah. Lu Leng masih ingat, tiga tahun lalu seseorang mengaku bernama Ki Hok menitip sebuah kotak kayu kepada ayahnya, sebagai imbalannya adalah keempat barang berharga itu. Karena menerima keempat barang berharga itu, akhirnya keluarga Thian Hou Lu Sin Kong menjadi hancur berantakan, bahkan kemudian muncul pula Liok Ci Khim Mo menimbulkan petaka dalam rimba persilatan.

Teringat akan semua itu, Lu Leng langsung membentak. "Bagaimana rupa orang itu?!"

Suara bentakan Lu Leng membuat kedua wanita itu tertegun dan kemudian juga balas membentak. "Jangan sok! Siapa takut bentakanmu?!"

Lu Leng segera maju selangkah, tangan kanannya diangkat siap melancarkan serangan.

Kedua wanita itu berteriak-teriak aneh. "Bocah ini bukan orang baik!"

Mereka berdua lalu mencelat mundur

Lu Leng menatap mereka. Mendadak dia teringat bahwa kedua wanita itu tiada sangkut pautnya dengan urusan itu. Kemungkinan besar setelah Liok Ci Khim Mo memperoleh Pat Liong Thian Im, kebetulan lewat di tempat ini dan bertemu dengan kedua wanita tersebut, maka kedua wanita itu memberinya keempat macam barang berharga itu.

“Kedua wanita itu sering bermain di luar, jangan-jangan ke tujuh batang Panah Bulu Api telah diambil mereka,” pikir Lu Leng.

Kemudian Lu Leng mau membuka mulut ingin bertanya, namun wanita yang lebih muda sudah berseru. "Kurung dia di ruang besar ini! Tapi kita jangan membunuhnya, jadi tidak melanggar pesan majikan!"

Yang lebih tua segera menyahut. "Betul!"

Lu Leng tertegun. Di saat bersamaan kedua wanita itu telah menyerangnya dengan tali pancingan. Tadi Lu Leng pernah merasakan kelihayan tali pancingan itu. Tentunya dia tahu bahwa kedua wanita itu bertenaga amat besar, tapi ilmu silat mereka tidak begitu tinggi. Akan tetapi tali pancingan itu amat lihay dan sulit ditangkis.

Sepasang kail sudah menyambar ke arah Lu Leng. Lu Leng cepat-cepat mencelat ke belakang sehingga serangan itu mengenai tempat kosong. Kedua wanita itu berteriak aneh dan menyerang lagi. Di saat bersamaan mendadak Lu Leng membentak.

"Berhenti!"

"Kami tidak akan membunuhmu, hanya akan mengurungmu biar kau mati sendiri!" sahut kedua wanita itu.

Lu Leng menggeleng-gelengkan kepala. "Kalian berdua bukan tandinganku, jangan bermimpi!"

Kedua wanita itu mendengus dingin, lalu mulai menyerang Lu Leng lagi. Apa boleh buat, Lu Leng terpaksa berkelit ke sana ke mari. Tak terasa pertarungan mereka telah melewati enam belas jurus, namun kedua wanita itu masih terus-menerus menyerangnya dengan sengit. Melihat mereka berdua tidak mau berhenti, Lu Leng menjadi gusar dan seketika membentak bagaikan suara geledek.

"Hanya karena memandang muka majikan kalian, maka aku tidak mau turun tangan! Tapi kalau kalian masih tidak mau berhenti, jangan menyalahkan diriku!"

Tangan kanan Lu Leng langsung bergerak, ternyata dia telah mengeluarkan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan) ke arah kedua wanita itu, dan seketika terdengar suara menderu-deru. Kedua wanita itu kelihatan seperti tidak tahu akan kelihayan serangan Lu Leng. Ketika melihat Lu Leng menggerakkan kedua jari tangannya, mereka berdua tertawa geli dan berhenti. Itu adalah ilmu Kim Kong Sin Ci yang amat lihay dan cepat. Di saat mereka berdua tertawa geli, angin serangan itu sudah sampai di bahu mereka. Lu Leng masih berbelas kasihan pada mereka, maka ketika menyerang dia hanya menggunakan empat bagian tenaganya, dan serangannya hanya di arahkan ke bahu mereka.

"Hah?!" kedua wanita itu menjerit kaget, kemudian terpental dan jatuh terlentang.

Lu Leng segera melesat ke sana dan langsung mengikat mereka dengan tali pancingan.
Wajah kedua wanita itu tampak tercengang, seakan merasa heran kenapa mereka berdua bisa jatuh mendadak!

Lu Leng tertawa seraya bertanya, "Kalian berdua tunduk padaku?"

Kedua wanita itu terperangah. "Kau bisa ilmu siluman?"

Lu Leng langsung membentak, "Jangan omong yang bukan-bukan!"

"Kalau kau tidak bisa ilmu siluman, bagaimana mungkin kedua jari tanganmu dapat merobohkan kami?"

"ltu adalah ilmu tingkat tinggi, tentunya kalian berdua tidak tahu dan tidak mengerti!" kata Lu Leng sambil mengerutkan kening. Usai berkata begitu, Lu Leng langsung menunjuk sebuah teko yang berada di situ.

"Buum!" teko itu hancur berantakan.

"Kalian berdua sudah lihat. Kalau aku tadi berniat jahat terhadap kalian, nyawa kalian pasti sudah melayang!"

Kedua wanita itu terkejut sehingga tidak bisa mengucapkan apa-apa.

"Kalian sudah tahu akan kelihayanku, tapi masih tidak mau membawaku pergi melihat gadis yang terkurung di dalam formasi itu?"

Kedua wanita itu saling memandangi lalu mendadak menangis gerung-gerungan. Lu Leng terbelalak menyaksikannya.

"Kenapa kalian menangis?" tanyanya.

Kedua wanita itu menyahut dengan air mata bercucuran. "Kami tidak kuat melawanmu tapi juga tidak berani melanggar pesan majikan."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar