Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 33

Toan Bok Ang memandangnya sejenak dengan penuh cinta kasih, kemudian menyingkap lengan bajunya. Ternyata di situ terdapat sebuah tanda merah, maka dia segera menggosok-gosokkan Soat Hun Cu di tanda merah itu. Sekujur badan Toan Bok Ang tak bertenaga karena terkena racun dari Seng Bou. Setelah menggosok beberapa kali, Toan Bok Ang mengangkat Soat Hun Cu. Tanda merah itu sudah hilang, sedangkan di dalam Soat Hun Cu tampak urat-urat merah, tapi sekejap sudah hilang lenyap. Toan Bok Ang segera duduk bersila sambil memejamkan mata dan menghimpun hawa murni. Beberapa saat kemudian dia bangkit berdiri dan wajahnya tampak cerah berseri-seri.
Lu Leng membuka matanya dan memandang Toan Bok Ang seraya bertanya dengan suara rendah. "Nona Toan, bagaimana rasanya sekarang? Apakah nona masih tetap tidak bertenaga?"

Toan Bok Ang tersenyum. "Kini aku sudah pulih. Lu-siauhiap, kau sungguh mempercayaiku, menyerahkan Soat Hun Cu ini padaku," ujarnya dengan suara rendah.

Lu Leng melihat sikap gadis itu amat lembut terhadapnya, bahkan tatapan matanya penuh diliputi cinta kasih. Dengan adanya kesalah-pahaman tadi, Toan Bok Ang menganggap Lu Leng telah menjadi miliknya. Itu membuat pikiran Lu Leng menjadi kacau. Dia ingin menjelaskan tapi tidak tepat pada waktunya, lagi-pula dia khawatir akan menyinggung perasaan gadis itu. Maka dia hanya tersenyum getir, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Lu Leng pikir, lebih baik menyembuhkan luka dalamnya dulu, setelah itu baru dibicarakan. Oleh karena itu dia memejamkan matanya lagi sambil mengerahkan hawa murninya, sedangkan Toan Bok Ang terus memandangnya dengan wajah berseri-seri.

Tapi tak seberapa lama kemudian suara langkah itu terdengar lagi. Saat ini Toan Bok Ang masih tidak tahu dirinya berada di mana. Maka ketika mendengar suara langkah itu dia tercengang. Dia tidak dapat mengendalikan diri, lalu berjalan perlahan-lahan ke arah pintu dan pasang kuping di situ. Suara langkah yang amat berat di luar itu terdengar selangkah demi selangkah semakin mendekat, dan tak lama sudah berada di sekitar pintu kamar. Gadis itu tak tahan lagi, lalu perlahan-lahan menjulurkan tangannya ingin membuka pintu sedikit untuk mengintip ke luar.

Di saat bersamaan kebetulan Lu Leng membuka matanya. Ketika melihat Toan Bok Ang menjulurkan tangannya ingin membuka pintu itu, bukan main terkejutnya Lu Leng. Kini dia pun mendengar suara langkah itu di sekitar pintu kamar. Kalau dia berseru, pasti terdengar oleh orang yang di luar. Lu Leng menjadi gugup dan langsung bangkit berdiri. Setelah dia duduk bersila mengerahkan hawa murninya, luka dalam yang dideritanya mulai sembuh Begitu berdiri, dia cepat-cepat menubruk ke arah Toan Bok Ang.

Akan tetapi luka dalam yang diderita Lu Leng memang parah sekali. Ketika menubruk ke arah gadis itu, dia justru merasa kepalanya berat sekali sedangkan gadis itu memang sudah siap membuka pintu, ingin mengintip siapa yang berada di luar. Tiba-tiba dia merasa ada angin di belakangnya, maka segera menoleh ke belakang dan kebetulan Lu Leng sedang sempoyongan ke arahnya. Toan Bok Ang tertegun Kemudian tanpa sadar dia merentangkan sepasang lengannya untuk merangkul Lu Leng yang hampir jatuh itu.

Lu Leng merasa jengah sekali. Wajahnya langsung memerah dan dia meronta sambil mundur setengah langkah. Gadis itu berdiri termangu-mangu di tempat dan ekspresi wajahnya sulit dilukiskan. Begitu pula rasa manis dalam hatinya, sulit diuraikan dengan kata-kata. Sejak melihat Lu Leng di Cing Yun Ling Go Bi San, Toan Bok Ang sudah terkesan baik terhadapnya.

Ketika Lu Leng menotok jalan darahnya lalu menaruhnya di dalam goa, kemudian muncul si Nabi Setan-Seng Ling dan putranya sehingga gadis itu nyaris celaka di tangan mereka. Namun Toan Bok Ang tahu bahwa Lu Leng melakukan itu demi keselamatan dirinya, maka dia tidak menyalahkan Lu Leng, sebaliknya cintanya terhadap Lu Leng malah mulai bersemi.

Hingga ketika dia pingsan di dalam formasi kemudian ditolong oleh Toa Sah dan Ji Sah, di saat siuman dia justru berbaring di sisi Lu Leng dalam satu ranjang. Ketika itu hati Toan Bok Ang memang gugup dan merasa malu, karena menganggap dirinya telah dihina oleh Lu Leng. Akan tetapi setelah dia memperhatikan wajah Lu Leng, ternyata pucat pias dalam keadaan pingsan dan terluka parah.

Toan Bok Ang berusaha tenang. Jarak mereka berdua begitu dekat, maka membuat hati gadis itu berbunga-bunga dan terasa manis pula. Sepasang matanya yang indah itu terus memandang Lu Leng, boleh dikatakan tak berkedip sama sekali. Semakin lama memandangi, cintanya pun semakin bersemi. Akhirnya dia merasa malu sendiri dan berupaya bangun berdiri di pinggir ranjang membelakangi Lu Leng.

Tak lama Lu Leng pun siuman. Ketika melihat punggung Toan Bok Ang, dia justru mengira gadis itu Tam Goat Hua sehingga mencetuskan perkataan yang menimbulkan kesalah-pahaman itu. Ketika mendengar perkataan tersebut, Toan Bok Ang mengira Lu Leng mencintainya, maka rasa girangnya pun meluap-luap. Di saat dia ingin membuka pintu kamar untuk mengintip ke luar, mendadak Lu Leng menubruk ke arahnya, itu membuat hatinya menjadi kacau. Dia tidak sempat berpikir bahwa Lu Leng bermaksud mencegahnya membuka pintu, hanya menganggap Lu Leng ingin bermesra-mesraan dengannya.

Oleh karena itu, setelah Lu Leng mundur setengah langkah, wajah Toan Bok Ang langsung memerah sambil menundukkan kepala, "Lu-siauhiap, lukamu belum pulih. Jangan memikirkan... yang bukan-bukan!" katanya dengan lembut sekali.

Begitu mendengar ucapan itu Lu Leng tertegun. Setelah berpikir lama sekali barulah dia sadar akan maksud gadis itu. Lu Leng tertawa getir dan membatin. “Siapa berpikir yang bukan-bukan? Kau sendiri yang memikirkan yang bukan-bukan.”

Sementara suara langkah itu sudah dekat dengan pintu kamar tersebut, maka tidak ada kesempatan bagi Lu Leng untuk memberikan penjelasan kepada Toan Bok Ang. Dia segera memberi isyarat kepada gadis itu agar tidak membuka pintu.

Toan Bok Ang tersenyum sekaligus maju mendekatinya, lalu berbisik dengan lirih. "Lu-siauhiap, aku ingin melihat sebetulnya tempat apa ini. Boleh, kan?"

Jarak mereka berdua begitu dekat, maka Lu Leng mencium hawa harum gadis itu sehingga nyaris tak dapat mengendalikan diri. Namun Lu Leng cepat-cepat berusaha menenangkan hatinya, dan setelah hatinya tenang dia berkata, "Nona Toan, tunggu lukaku sembuh dulu!"

"Kini aku sudah pulih, apakah masih harus takut menghadapi musuh?" sahut Toan Bok Ang dengan manja.

Melihat sikapnya begitu angkuh, ingin rasanya Lu Leng memberi sedikit nasihat, tapi khawatir akan menyinggung perasaan gadis itu. Setelah berpikir sejenak, dia segera berbisik, "Keadaan di sini amat aneh, lebih baik jangan membuat ulah!"

Toan Bok Ang tersenyum. "Baik, aku tidak akan pergi melihat-lihat," sahutnya.

Melihat senyumannya, Lu Leng dapat menduga bahwa gadis itu seakan mengatakan ‘Apa katamu, aku pasti menurut’. Itu membuat Lu Leng menghela nafas panjang dalam hati. Ketika Lu Leng baru mau duduk bersila, mendadak terdengar suara seperti pintu yang dihantam oleh pukulan. Begitu mendadak suara itu sehingga amat mengejutkan Lu Leng dan Toan Bok Ang.

“Blam! Blam! Blam! Blam!” suara yang amat keras itu terdengar lagi beberapa kali, makin lama makin dekat sehingga yang terakhir sepertinya terjadi di kamar sebelah.

Air muka Lu Leng dan Toan Bok Ang berubah seketika, kemudian mereka berdua cepat-cepat bersembunyi di belakang ranjang. Baru saja mereka bersembunyi terdengar lagi suara di pintu kamar itu.

"Blam!" dan seketika pintu kamar itu roboh.

Lu Leng dan Toan Bok Ang yang bersembunyi di belakang ranjang dapat melihat jelas ke arah pintu. Ketika pintu itu roboh, tampak sesosok bayangan tinggi besar berkelebat pergi. Gerakan orang itu amat cepat sehingga Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak dapat melihat wajah orang itu, hanya terlihat sosok bayangan tinggi besar saja. Saat ini mereka berdua meringkuk berdampingan di belakang ranjang, Toan Bok Ang justru memanfaatkan kesempatan itu untuk menggenggam tangan Lu Leng erat-erat.

Lu Leng ingin pergi, namun khawatir ketahuan oleh orang yang di luar. Maka dia terpaksa menahan rasa jengah, tetap diam di situ tak berani bergerak sedikit pun. Tak seberapa lama kemudian mendadak ada serangkum angin berhembus ke dalam kamar, membuat kelambu kamar itu tersingkap. Di saat itulah tampak sosok bayangan berkelebat ke dalam kamar itu, yang ternyata orang tadi juga.

Ketika mengetahui orang itu memasuki kamar, teganglah Lu Leng dan Toan Bok Ang. Semula Lu Leng ingin mengibaskan tangannya yang digenggam Toan Bok Ang, tapi kini saking tegangnya dia malah balas menggenggam tangan gadis itu tanpa sadar. Walau tidak melihat jelas wajah orang itu, namun Lu Leng merasa kenal akan bentuk badannya. Orang itu berhenti di tengah-tengah kamar, kemudian berputar ke sana ke mari. Mulut Lu Leng berkomat-kamit, kelihatannya seperti sedang berdoa agar orang itu tidak menemukan mereka berdua di belakang ranjang.

Lu Leng dan Toan Bok Ang bisa melihat orang itu, tentunya orang itu pun dapat melihat mereka, walau dihalangi kelambu tipis. Orang itu tampak tertegun, mukanya menghadap ke arah mereka berdua. Seketika jantung Lu Leng terasa mau meloncat ke luar saking tegangnya. Akan tetapi, justru sungguh di luar dugaannya ternyata mendadak orang itu berkelebat ke luar, lalu berdiri di luar pintu.

Di sisi kaki orang itu terdapat pecahan piring mangkok, tampak pula Toa Sah dan Ji Sah tergeletak di situ. Mungkin Toa Sah dan Ji Sah akan mengantar makanan ke kamar itu, namun di depan pintu dicelakai oleh orang itu. Tapi... kenapa begitu melihat Lu Leng dan Toan Bok Ang di belakang ranjang, orang itu malah lari ke luar? Di saat Lu Leng tidak habis berpikir, orang itu mengeluarkan suara dengusan dan tertawa dingin. Hati Lu Leng tersentak, dan di saat itu dia merasakan badan Toan Bok Ang bergetar. Mereka berdua saling memandangi seakan bertanya, bagaimana kalau orang itu mendatangi tempat ini?

Seusai tertawa dingin, orang itu pun berkata dingin pula. "Seh tua! Aku tahu kau agak licik! Di dalam Istana Iblis ini, tentunya tidak mungkin tiada seorang pun! Yang bersembunyi di belakang ranjang, adalah kau atau orang lain, kenapa masih tidak mau keluar?"

Ketika mendengar suara tawa dingin orang itu, Lu Leng dan Toan Bok Ang sudah tahu, ternyata orang itu adalah Liat Hwe Cousu, ketua Hwa San Pai. Namun mereka berdua justru tidak mengerti, kenapa Liat Hwe Cousu mendatangi tempat ini? Setelah mendengar perkataan Liat Hwe Cousu, mereka berdua tambah heran dan bingung.

Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak tahu kalau tempat ini adalah Istana Iblis milik Mo Liong Seh Sih. Liat Hwe Cousu menyebut ‘Seh tua’, tentunya mereka berdua tidak jelas akan itu. Namun mereka berdua amat cerdas. Ketika menyebut ‘Seh tua’, Liat Hwe Cousu tampak segan. Dia berkelebat ke luar, sudah pasti juga dikarenakan ‘Seh tua’ tersebut. Oleh karena itu Lu Leng terus berpikir. Kini Liat Hwe Cousu sudah tahu tempat persembunyian mereka berdua, tapi masih tidak tahu siapa yang bersembunyi itu.

Hui Yan Bun dan Hwa San Pai tidak punya hubungan apa-apa, tapi dirinya sendiri dengan Liat Hwe Cousu justru punya sedikit dendam kebencian. Kalau Liat Hwe Cousu tahu Lu Leng yang bersembunyi di situ, kemungkinan besar akan mencelakainya. Maka, karena di dalam kamar itu tidak terdapat orang luar, Lu Leng lalu mengambil keputusan untuk mengelabuinya.

"Hahaha!" Lu Leng tertawa dengan suara parau. "Liat Hwe, ternyata kau masih ingat dalam rimba persilatan terdapat diriku, Seh tua! Kau telah mencelakai kedua pelayanku, bagaimana tanggung-jawabmu?" katanya.

Tentunya Lu Leng tidak tahu siapa itu ‘Seh tua’, namun dia tahu bahwa orang itu adalah orang aneh yang amat terkenal. Maka ketika mengatakan begitu, memang cocok dan sesuai dengan diri Mo Liong Seh Sih (Naga iblis Seh Sih). Badan Liat Hwe Cousu tergetar sedikit, kelihatannya dia amat terkejut. Justru di saat bersamaan, terdengar suara tawa di belakang Lu Leng. Lu Leng menganggap yang tertawa itu adalah Toan Bok Ang. Sungguh keterlaluan gadis itu, di hadapan musuh tangguh masih tertawa, pikirnya.

Karena itu Lu Leng menoleh ke belakang, sedangkan Toan Bok Ang juga memandangnya dengan wajah tercengang. Itu membuat Lu Leng tahu, bahwa yang tertawa tadi bukan gadis itu. Belakang mereka adalah dinding, tidak mungkin ada orang ketiga berada di situ. Kalau begitu, dari mana munculnya suara tadi? Kalau salah dengar, bagaimana mungkin kedua-duanya salah dengar? Lu Leng merasa bahwa urusan semakin ganjil. Bukan hanya di depan pintu terdapat musuh yang amat lihay, namun masih terdapat orang tangguh yang tak kelihatan dan itu amat membahayakan diri mereka berdua.

Setelah tertegun sejenak, mendadak Liat Hwe Cousu tertawa gelak. "Hahaha! Seh tua, kalau kau masih hidup, kawan lama menerjang ke mari tanpa sengaja! Kenapa kau harus bersembunyi di belakang kelambu?"

“Apa boleh buat!" pikir Lu Leng, sudah kepalang tanggung menyamar sebagai ‘Seh tua‘, harus dilanjutkan. "Liat Hwe, kini kau sudah berada di depan kamar, kenapa tidak masuk beristirahat sebentar?"

Seusai Lu Leng berkata begitu, mendadak terdengar suara tawa lagi di belakangnya, seperti suara tawa geli. Betapa terkejutnya Lu Leng. Dia langsung menoleh ke belakang, tapi tetap hanya melihat dinding.

Di saat bersamaan terdengar Liat Hwe Cousu berkata, "Seh tua, sudah sekian lama kau tidak memunculkan diri dalam rimba persilatan, seharusnya ilmu silatmu bertambah tinggi. Tapi kenapa suaramu justru seperti suara orang terluka parah?"

Lu Leng terkejut bukan main. Dia tidak menyangka bahwa Liat Hwe Cousu begitu lihay. Dapat dikelabui satu kali, tidak dapat dikelabui dua kali. Kalau Lu Leng masih berkata lagi, Liat Hwe Cousu pasti tahu bahwa ada orang lain menyamar sebagai ‘Seh tua’. Dia tidak berani memasuki kamar itu, sebab masih merasa segan terhadap ‘Seh tua’. Oleh karena itu Lu Leng mengambil keputusan untuk menciptakan kemisteriusan.

"Hahaha!" Lu Leng cuma tertawa parau, tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah itu Lu Leng memberi isyarat kepada Toan Bok Ang agar gadis itu jangan mengeluarkan suara, sedangkan dia sendiri mulai menghimpun hawa murni untuk menyembuhkan luka dalamnya. Kalau bisa cepat sembuh, mungkin masih dapat menghadapi musuh itu.

Terdengar suara langkah berat di luar pintu kamar dan tak lama Liat Hwe Cousu berkata. "Seh tua, aku ke mari tidak berniat jahat. Kalau kedua pelayanmu itu tidak mendadak menyerangku, lagi-pula kepandaian mereka berdua amat rendah, tentunya nyawa mereka tidak akan melayang." Berkata sampai di situ dia maju selangkah ke kamar, kemudian melanjutkan, "Sudah lama kau hidup menyepi di sini, sudah pasti tidak berniat keluar. Dengar-dengar di dalam gudangmu terdapat beberapa macam barang pusaka, sungguh sayang sekali hanya disimpan di dalam gudang. Bagaimana kalau aku pinjam?"

Mendengar ucapan itu hati Lu Leng tersentak, sebab tujuannya ke gunung Tang Ku Sat justru mencari Panah Bulu Api demi menghadapi Liok Ci Khim Mo. Majikan Istana Iblis sudah lama tinggal di tempat ini. Jangan-jangan dia yang menemukan ketujuh batang Panah Bulu Api, lalu disimpan di dalam gudang. Saat ini Lu Leng merasa ingin sekali membuka mulut, bertanya kepada Liat Hwe Cousu berada di mana gudang tersebut.

Teringat akan ketujuh batang Panah Bulu Api, semangat Lu Leng terbangun. Otomatis hawa murninya berputar lebih cepat di dalam tubuhnya. Tak seberapa lama wajahnya sudah mulai tampak bercahaya dan rasa sakit di dadanya mulai hilang. Lu Leng tahu bahwa saat ini luka dalamnya telah hampir pulih. Dia segera memandang ke depan, tampak tangan Liat Hwe Cousu membawa begitu banyak batangan besi, kemudian ditancap-tancapkan di depan pintu kamar, sepertinya sedang membentuk semacam formasi.

Lu Leng dan Toan Bok Ang tidak tahu, Liat Hwe Cousu sedang berbuat apa di situ. Berselang beberapa saat, puluhan batang besi sudah tertancap semua di depan pintu kamar. Sedangkan Lu Leng masih terus menghimpun hawa murninya, dan tak seberapa lama luka dalamnya sudah pulih. Lu Leng segera menoleh ke arah Toan Bok Ang. Tampak sepasang mata Toan Bok Ang yang indah itu terus menerus memandang Lu Leng dengan berbinar-binar.

"Kita..." kata Lu Leng sambil tersenyum.

Belum juga Lu Leng usai berkata, sudah terdengar suara Liat Hwe Cousu. "Seh tua, kecuali di dalam kamarmu terdapat jalan rahasia, kalau tidak, jangan harap kau bisa keluar sebab aku sudah membentuk Te Thian Liat Hwe Tin (Formasi Api Langit) di luar pintu! Apakah kau ingin mencoba menerjang formasi yang kubentuk itu?"

Lu Leng melihat Liat Hwe Cousu berdiri di sisi formasi, tampak puas sekali. Kini luka dalam Lu Leng telah pulih, tentunya dia ingin mencoba. Tetapi Liat Hwe Cousu merupakan tokoh tua yang amat terkenal. Selama puluhan tahun belum pernah bertemu lawan yang setanding, sedangkan dirinya....

"Hah?!" mendadak terdengar suara di sisinya, ternyata badan Toan Bok Ang meluncur ke depan.

Begitu cepat gerakan Toan Bok Ang sehingga tak terkendali, maka dia menubruk sebuah meja. Namun badan gadis itu tetap tidak berhenti, terus meluncur ke depan. Betapa terkejutnya Lu Leng menyaksikan itu. Dia pun langsung melesat ke depan. Akhirnya mereka berdua berhenti di dekat mulut pintu kamar. Wajah gadis itu tampak kebingungan.

Saat ini mereka berdua berdiri di hadapan Liat Hwe Cousu. Lu Leng tahu bahwa keadaan saat itu amat genting dan tiada waktu lagi baginya untuk bertanya kepada Toan Bok Ang, apa sebabnya mendadak dia meluncur ke depan.

Ketika melihat mereka berdua, Liat Hwe Cousu terbelalak. "Hah?! Kalian berdua juga berada di sini?" katanya.

Jarak Lu Leng dengan Liat Hwe Cousu hanya beberapa depa. Walau merasa tegang sekali, namun wajah mau pun sikapnya kelihatan acuh tak acuh.

"Kenapa merasa heran?" tanyanya.

"Di mana Seh tua? Kenapa dia tidak berani memunculkan diri?" Liat Hwe Cousu balik bertanya.

"Orang tua itu malas bertemu denganmu," sahut Lu Leng sambil tertawa.

Wajah Liat Hwe Cousu tampak gusar.

"Orang tua itu tidak mau diganggu, lebih baik kau pergi saja!" kata Lu Leng.

Mendadak Liat Hwe Cousu seperti teringat sesuatu, kemudian tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Sungguh licik kau! Ternyata kau yang tadi menyamar sebagai Seh tua!"

Padahal Lu Leng berkata begitu tadi, maksudnya agar Liat Hwe Cousu meninggalkan tempat itu. Namun ketika mendengar Liat Hwe Cousu berkata begitu, dalam hatinya terasa dingin dan dia segera memandang Toan Bok Ang.

"Nona Toan, kau mundurlah!" katanya.

"Lu-siauhiap, tadi...," sahut gadis itu.

Sebelum Toan Bok Ang usai berkata, Liat Hwe Cousu sudah tertawa lagi memutuskan ucapan gadis itu. "Hahaha! Bagus! Hari itu Giok Bin Sin Kun yang sialan itu berhasil menyelamatkanmu! Kini aku ingin tahu bagaimana cara kau meloloskan diri!"

Liat Hwe Cousu bergerak menerjang ke arah Lu Leng. Begitu melihat badan Liat Hwe Cousu bergerak, Lu Leng segera siap dan langsung menggerakkan tangannya mengeluarkan jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi BuIan). Saat ini luka dalam Lu Leng memang sudah pulih, maka betapa dahsyatnya jurus tersebut.

"Bum! Bum! Bum!" kemudian terdengar suara tiga kali.

Liat Hwe Cousu tertegun dan langsung melancarkan sebuah pukulan. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya angin pukulan Liat Hwe Cousu. Lu Leng terkejut dan mengakui bahwa Liat Hwe Cousu tidak bernama kosong. Kalau keras lawan keras, sudah jelas Lu Leng bukan lawannya. Maka dia cepat-cepat berkelit ke samping menghindari serangan itu. Namun kemudian tangan kanannya bergerak, jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit) dikeluarkan untuk balas menyerang.

Di saat Lu Leng mengeluarkan jurus tersebut, terdengar suara seruan kaget Toan Bok Ang dan badannya mencelat ke belakang. Saat ini Lu Leng sedang berhadapan dengan tokoh tua yang amat lihay, maka perhatian Lu Leng tidak boleh pecah. Maka ketika mendengar suara jeritan Toan Bok Ang, dia hanya melirik sekilas saja. Ternyata gadis itu tersambar oleh angin pukulan Liat Hwe Cousu, sehingga membuat badannya mencelat ke belakang.

Lu Leng balas menyerang dengan jurus It Ci Keng Thian. Di saat bersamaan Liat Hwe Cousu pun sudah melancarkan pukulan kedua, yang lebih hebat dari pukulan yang pertama. Angin jari telunjuk Lu Leng dan angin pukulannya beradu, dan seketika terdengar suara benturan yang amat dahsyat.

“Bum!” badan mereka tampak bergoyang.

Lu Leng berusaha berdiri tegak namun tidak berhasil, maka terdengar suara desir.

"Ser!" ternyata dia mundur selangkah.

Walau Liat Hwe Cousu tidak tergempur mundur oleh angin jari telunjuk Lu Leng, tapi badannya bergoyang-goyang tiga kali. Itu boleh dikatakan merupakan suatu kejadian yang tidak pernah terjadi selama dua puluh tahun ini. Maka tidak mengherankan kalau wajahnya tampak tercengang. Bahwa Lu Leng memiliki ilmu Kim Kong Sin Ci, Liat Hwe Cousu sudah mengetahuinya sejak di Cing Yun Ling Go Bi San. Ketika itu Lu Leng melukai si Nabi Setan-Seng Ling dengan satu jari telunjuknya.

Akan tetapi Liat Hwe Cousu juga tahu, walau ilmu Kim Kong Sin Ci amat lihay namun lweekang Lu Leng masih dangkal, maka Lu Leng sudah pasti tidak dapat melukainya. Oleh karena itu dia menggunakan pukulannya untuk menggempur balik tenaga jari telunjuk Lu Leng agar Lu Leng terluka oleh tenaganya sendiri. Akan tetapi, ketika dia melancarkan pukulan kedua ternyata tidak mampu menggempur balik tenaga Kim Kong Sin Ci, bahkan sebaliknya tenaga pukulannya nyaris tergempur balik. Betapa terkejutnya Liat Hwe Cousu. Dia segera mengerahkan lweekang-nya hingga delapan bagian barulah dapat menggempur Lu Leng mundur selangkah, tapi badannya pun bergoyang-goyang sampai tiga kali.

Kalau dinilai dari lweekang, tentunya Lu Leng tidak bisa dibandingkan dengan Liat Hwe Cousu. Namun setelah Lu Leng makan Ling Che tujuh warna, lweekang-nya telah bertambah maju. Lagi-pula Kim Kong Sin Ci yang dilatih Lu Leng merupakan ilmu yang teramat tinggi tingkatnya, maka mampu membuat badan Liat Hwe Cousu bergoyang-goyang tiga kali. Ketika menyaksikan lweekang Lu Leng begitu hebat, Liat Hwe Cousu justru tidak mengerti, sehingga membuatnya tidak berani melancarkan serangan lagi.

Lu Leng menarik nafas lega, lalu menoleh ke arah Toan Bok Ang. Seketika dia terbelalak karena di dalam kamar itu tidak tampak bayangan gadis tersebut. Tadi Toan Bok Ang masih di dalam kamar, itu memang nyata sekali, sedangkan Lu Leng berada dekat mulut pintu kamar. Kalau Toan Bok Ang pergi tentunya harus melalui pintu kamar itu. Lagi-pula tidak mungkin Lu Leng tidak melihatnya. Seandainya gadis itu terluka oleh angin pukulan Liat Hwe Cousu, juga harus berada di dalam kamar. Akan tetapi kini justru tiada bayangannya sama sekali.

Lu Leng tertegun. Dia mendongakkan kepala untuk memandang Liat Hwe Cousu, sedangkan Liat Hwe Cousu berada di hadapannya. Kalau tadi Toan Bok Ang pergi lewat di sisinya, sudah pasti Liat Hwe Cousu melihatnya. Ketika Lu Leng memandangnya, wajah Liat Hwe Cousu tampak penuh keheranan. Ekspresi wajahnya itu, pertanda dia pun tidak tahu Toan Bok Ang pergi ke mana, sedangkan di dalam kamar itu tidak terdapat jalan lain.

Lu Leng segera teringat ketika tadi dirinya menyamar sebagai ‘Seh tua’. Ketika dia berkata kepada Liat Hwe Cousu, telinganya mendengar suara tawa orang dua kali. Lagi-pula ketika Toan Bok Ang menerjang ke depan, sikapnya sungguh aneh sekali dan kelihatannya gadis itu ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Kini Lu Leng merasa tempat itu semakin ganjil, dia mundur selangkah.

Sementara Liat Hwe Cousu terheran-heran ketika melihat Toan Bok Ang kehilangan jejak. Lama sekali Liat Hwe Cousu tertegun. Setelah melihat tiada gejala apa pun, dia teringat akan kejadian tempo hari. Kemunculan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menyelamatkan Lu Leng dan Tam Goat Hua, bahkan sekaligus mempermainkannya pula. Teringat akan kejadian itu, kegusarannya jadi memuncak. Wajahnya langsung berubah, kemudian dia tertawa dingin.

"Bocah, kepandaianmu sungguh maju pesat sekali!"

Sembari berkata, sepasang matanya menyorot tajam ke arah Lu Leng. Sedangkan Lu Leng memang berdiri berhadapan dengannya, sudah barang tentu mereka beradu pandang. Ketika menyaksikan sorotan mata yang begitu tajam, Lu Leng tertegun. Setelah itu dia merasa hatinya mulai kacau dan merasa ada sesuatu kekuatan yang amat dahsyat menerjang ke arahnya. Lu Leng terkejut bukan main dan seketika dia teringat akan ilmu Hian Sin Tay Hoat yang dimiliki Liat Hwe Cousu. Bagaimana boleh dia beradu pandang dengannya?

Untung saat ini lweekang-nya sudah tinggi. Begitu merasa tidak beres, dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Di saat bersamaan Liat Hwe Cousu justru telah maju dua langkah. Kelima jari tangannya bagaikan cakar, menyerang bagaikan kilat dan tidak menimbulkan suara ke arah dada Lu Leng. Saat ini Lu Leng sedang berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak terpengaruh ilmu Hian Sin Tay Hoat, maka sama sekali tidak memperhatikan serangan tersebut.

Di saat serangan itu hampir mengenai dadanya, mendadak terdengar suara tawa nyaring di luar pintu, kemudian terdengar pula suara teguran.

"Liat Hwe Cousu, kenapa kau begitu tak tahu malu menyerang orang secara diam-diam?"

Suara teguran itu amat nyaring dan merdu, bagaikan kicauan burung di pagi hari, membuat Liat Hwe Cousu menjadi tertegun. Padahal dia amat angkuh. Terhadap orang yang dianggapnya tidak sederajat dengan dirinya, dia pasti tidak akan turun tangan. Namun semua itu hanya di hadapan orang. Sedangkan kini di dalam kamar itu tiada orang lain, maka dia menggunakan ilmu Hian Sin Tay Hoat untuk mempengaruhi Lu Leng, kemudian menyerangnya secara diam-diam. Itu termasuk serangan secara tidak terang-terangan. Kalau tersiar ke luar, namanya pasti rusak dan akan dijadikan bahan pembicaraan kaum Bulim.

Oleh karena itu, ketika mendengar suara teguran di belakangnya dia menjadi tertegun, sedangkan Lu Leng sudah berkelit ke samping. Lu Leng dan Liat Hwe Cousu sama-sama menoleh ke arah suara itu, ternyata Toan Bok Ang. Bagaimana cara dia keluar dari kamar itu, memang sungguh membingungkan! Kini wajahnya tampak berseri-seri, bahkan berdiri di atas sebatang besi yang ditancapkan Liat Hwe Cousu tadi. Matanya terus memandang ketua Hwa San Pai itu.

Wajah Liat Hwe Cousu merah padam. "Omong kosong!" bentaknya.

Toan Bok Ang tertawa. "Hihihi! Liat Hwe Cousu, kau tidak usah menyangkal lagi, tadi aku melihat dengan jelas sekali! Kau menggunakan ilmu Hian Sin Tay Hoat, lalu melancarkan serangan secara diam-diam! Tentang itu, kalau terdengar oleh kaum rimba persilatan mereka tentu akan mentertawakanmu!"

Wajah Liat Hwe Cousu berubah ungu. "Kau pun tidak bisa keluar dari sini!" ujarnya dengan dingin.

Toan Bok Ang tertawa lagi dan memandang Liat Hwe Cousu, "Tahukah Liat Hwe Cousu, tempat apakah ini?"

Liat Hwe Cousu mendengus. "Hm! Kalau tidak tahu, bagaimana aku berani masuk?"

"Tidak salah! Maka Liat Hwe Cousu harus tahu diri, jangan macam-macam di sini!" kata Toan Bok Ang.

Mendengar ucapan itu, Lu Leng menjadi terperangah. Karena kedengarannya, setelah dia menghilang secara misterius tadi dan kini muncul mendadak, kelihatannya telah mengalami sesuatu, maka tahu tempat apa ini.

Liat Hwe Cousu tertawa dingin. "Gadis liar! Ajalmu telah tiba, apakah masih punya dekingan?"

Toan Bok Ang tertawa, lalu melayang turun dari batang besi yang diinjaknya tadi. Gadis itu sama sekali tidak menghiraukan apa yang diucapkan Liat Hwe Cousu, sebaliknya malah bergumam. "Apa ini Te Thian Liat Hwe Tin? Sama juga tahi anjing yang amat bau!"

Apa yang dikatakan Toan Bok Ang barusan merupakan suatu sindiran yang amat menggelikan, sebab Te Thian Liat Hwe Tin yang amat lihay itu disamakan dengan tahi anjing, itu sungguh merupakan suatu penghinaan bagi Liat Hwe Cousu. Sejak Liat Hwe Cousu mulai terkenal dalam rimba persilatan tidak pernah mengalami penghinaan seperti itu.

Akan tetapi Liat Hwe Cousu memang licik. Ketika melihat sikap Toan Bok Ang yang tidak takut akan formasi itu, dia menduga pasti ada apa-apanya. Liat Hwe Cousu tidak takut terhadap siapa pun, hanya merasa segan terhadap Mo Liong Seh Sih. Namun sudah sekian lama Mo Liong Seh Sih tidak pernah memunculkan diri dalam rimba persilatan, mati atau masih hidup tiada seorang pun mengetahuinya.

Sedangkan Liat Hwe Cousu memang tidak sengaja memasuki Istana Iblis tersebut. Dia berhasil menerobos ke luar dari formasi yang di mulut lembah, itu dikarenakan Toa Sah dan Ji Sah telah menolong Hek Sin Kun, kemudian menolong Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang, maka beberapa bagian yang amat penting telah dirusak mereka sehingga Liat Hwe Cousu dapat menerobos ke luar. Setelah menerobos ke luar, dia sudah tahu bahwa formasi itu dibuat oleh Mo Liong Seh Sih. Ketika melihat Lu Leng dan Toan Bok Ang berada di situ dia terheran-heran dan tidak habis pikir.

Oleh karena itu dia menekan hawa kegusarannya, lalu berkata dengan dingin. “Tidak salah, itu memang formasi Te Thian Liat Hwe Tin. Kau yakin dapat menerobosnya?"

Liat Hwe Cousu membentuk formasi itu di depan pintu kamar, khususnya untuk menghadapi Mo Liong Seh Sih. Karena tadi Lu Leng dengan suara parau menyamar sebagai Mo Liong Seh Sih, Liat Hwe Cousu tidak tahu yang berkata itu asli Mo Liong Seh Sih atau bukan. Maka dia langsung membentuk formasi tersebut yang merupakan formasi rahasia Hwa San Pai, aslinya adalah Cap Ji Te Thian Liat Hwe Tin. Siapa yang memasuki formasi tersebut pasti sulit keluar lagi.

Liat Hwe Cousu ingin mengurung Mo Liong Seh Sih di dalam formasi itu, maka dapat dibayangkan betapa lihaynya formasi tersebut. Oleh karena itu Liat Hwe Cousu yakin bahwa Toan Bok Ang tidak akan berani memasuki formasi itu. Akan tetapi justru sungguh di luar dugaannya, Toan Bok Ang malah tertawa cekikikan.

"Hihihi! Formasi tahi anjing Liat Hwe Tin ini, dapat mengurung diriku?"

Usai berkata begitu, Toan Bok Ang memasuki formasi itu. Seketika juga air muka Liat Hwe Cousu berubah dan terperangah, sebab Cap Ji Te Thian Liat Hwe Tin berjumlah dua belas pintu, hanya ada satu pintu hidup, sebelas pintu lain merupakan pintu mati. Apabila salah melangkah, jangan harap bisa hidup lagi. Namun kini Toan Bok Ang justru memasuki pintu hidup, tentunya membuat Liat Hwe Cousu terheran-heran.

Setelah memasuki formasi itu, Toan Bok Ang tampak berlari ke sana ke mari, bahkan kadang-kadang maju dan mundur, kelihatannya seperti terkurung di dalam formasi tersebut. Tapi kalau dilihat secara cermat, justru langkah Toan Bok Ang amat teratur. Sementara Lu Leng terus memperhatikan wajah Liat Hwe Cousu yang kian lama kian bertambah tak sedap dipandang. Tak sampai seperminuman teh, Toan Bok Ang tertawa lalu badannya berkelebat ke luar dari formasi itu, dan tahu-tahu dia sudah berdiri di mulut pintu kamar tersebut.

Toan Bok Ang tertawa merdu dan memandang Liat Hwe Cousu. "Bagaimana?" tanyanya.

Ketika Toan Bok Ang muncul di situ, Lu Leng melihat wajah Liat Hwe Cousu berubah hebat. Dia terkejut menyaksikan perubahan wajah Liat Hwe Cousu, sebab perubahan wajah itu menandakan niat tidak baik.

"Hati-hati!" serunya.

Dia maju selangkah sambil mengeluarkan jurus Cap Bin Li Cing (Menggali Sepuluh Arah), mengerahkan tujuh bagian tenaga dan langsung menyerang Liat Hwe Cousu. Akan tetapi di saat itu mendadak Liat Hwe Cousu bersiul aneh dan sepasang telapak tangannya diarahkan pada Toan Bok Ang. Betapa dahsyatnya lweekang Liat Hwe Cousu. Ternyata dia telah menyerang Toan Bok Ang dengan sepenuh tenaga, sehingga sekujur badan gadis itu terkurung oleh tenaga yang amat dahsyat itu.

Menyaksikan kejadian itu hati Lu Leng terasa dingin sekali. Karena dia tahu, walau jurusnya itu dapat melukai Liat Hwe Cousu, namun Toan Bok Ang pasti mati terserang pukulan Liat Hwe Cousu. Walau Lu Leng tidak akan menerima cinta gadis itu, tapi di mata Lu Leng, Toan Bok Ang merupakan gadis yang baik dan lemah lembut. Bagaimana mungkin Lu Leng membiarkannya mati?

Lu Leng pun tahu, mau menyelamatkan Toan Bok Ang di bawah pukulan Liat Hwe Cousu, itu merupakan hal yang tak mungkin. Namun melihat keadaan Toan Bok Ang dalam bahaya, dia sama sekali tidak memikirkan hal lain lagi. Mendadak dia membentak sambil melesat ke depan dengan jurus tak berubah, menerjang ke arah Liat Hwe Cousu. Tujuan Lu Leng dengan jurus tersebut hanya ingin membuyarkan tenaga pukulan Liat Hwe Cousu, agar Toan Bok Ang dapat menyelamatkan diri. Tapi bagaimana dirinya? Apakah akan terluka oleh pukulan Liat Hwe Cousu? Dia sama sekali tidak memikirkan itu!

Akan tetapi, di saat dia menerjang tiba-tiba terdengar suara seruan Toan Bok Ang yang amat merdu. "Lu-siauhiap, jangan menempuh bahaya!"

Lu Leng tertegun, namun masih sempat memandang Toan Bok Ang. Tampak wajah gadis itu berseri, seakan tiada urusan apa-apa. Seketika juga Lu Leng batal menyerang Liat Hwe Cousu, karena dia melihat Toan Bok Ang menggerakkan sepasang lengannya.

“Cring! Cring!” terdengar suara yang amat nyaring dua kali, kemudian tampak cahaya yang menyilaukan mata mengarah pukulan Liat Hwe Cousu.

Kejadian itu sungguh cepat, namun Lu Leng dapat menduga. Tadi Toan Bok Ang hilang mendadak, pasti bertemu orang berilmu tinggi dan memperoleh petunjuknya. Lu Leng menarik nafas lega. Namun jaraknya dengan Liat Hwe Cousu hanya satu depa lebih. Walau Lu Leng batal menyerang Liat Hwe Cousu, tapi angin jari telunjuknya tetap mengarah punggung Liat Hwe Cousu, maka Liat Hwe Cousu diserang dari depan dan belakang. Itu merupakan perubahan yang mendadak sehingga Liat Hwe Cousu tidak dapat berkelit.

Akan tetapi, Liat Hwe Cousu yang sudah terkenal puluhan tahun tentunya memiliki kepandaian yang luar biasa, terutama di saat itu. Dia sudah mengenali benda apa yang menyerangnya. Kalau pun tiada angin serangan Lu Leng dari belakang, Liat Hwe Cousu juga tidak berani menyambut benda yang berkilau-kilauan itu. Sepasang telapak tangan yang diarahkan pada Toan Bok Ang mendadak diturunkan mengarah ke lantai.

“Bum! Bum!” terdengar suara berdebum dua kali, dan seketika lantai yang terbuat dari batu pualam hancur berkeping-keping.

Dengan tenaga itu maka badan Liat Hwe Cousu mencelat ke atas secara mendadak. Sudah barang tentu dia berhasil berkelit menghindari angin serangan Lu Leng dan kedua benda bercahaya itu. Lu Leng dan Toan Bok Ang terperangah karena kejadian itu sungguh di luar dugaan mereka, sehingga mengakibatkan perubahan yang amat mengejutkan. Jurus Cap Bin Li Cing (Menggali Sepuluh Arah) yang dilancarkan Lu Leng langsung mengarah pada Toan Bok Ang, sedangkan kedua benda bercahaya meluncur ke arah Lu Leng. Seketika mereka berdua terkejut bukan main, entah harus bagaimana baiknya sebab serangan mereka sudah tidak bisa ditarik kembali.

Di saat mereka berdua akan saling melukai, mendadak terdengar suara berdesir tiga kali. Seketika Lu Leng merasa jalan darahnya yang di bagian pinggang berkesemutan. Tenaganya menjadi hilang lenyap, maka jurus Cap Bin Li Cing yang dilancarkannya tadi sudah tidak mengandung tenaga Kim Kong Sin Ci.

Betapa girangnya Lu Leng, namun tetap terbelalak menyaksikan kedua benda bercahaya mengarah kepadanya. Mendadak terdengar dua kali suara denting. Kedua benda itu sudah berada di depan matanya. Benda-benda itu menyilaukan sehingga nyaris membuat matanya tak dapat dibuka. Namun mendadak kedua benda bercahaya itu berputar dan meluncur ke atas.

"Plak! Plak!" terdengar bunyi dua kali, kemudian disusul suara geraman Liat Hwe Cousu.

Lu Leng dan Toan Bok Ang mendongakkan kepala. Mereka berdua tampak terkejut tapi juga tertawa geli. Ternyata Liat Hwe Cousu mencelat ke atas, tadi maksudnya ingin menjebol langit-langit dan atap untuk keluar, setelah itu barulah bertindak lagi. Akan tetapi di saat itu pula kedua benda bercahaya itu meluncur laksana kilat ke arahnya, sehingga dia harus berjungkir balik untuk menghindar. Namun dia terlambat hingga salah satu benda itu menembus jubahnya dan terus menancap di langit-langit, maka Liat Hwe Cousu bergantung di situ.

Kini tentunya Lu Leng tahu bahwa ada seseorang yang berilmu amat tinggi telah menyelamatkan mereka berdua. Sebab kalau tidak, mereka berdua pasti sudah terluka parah. Ketika melihat Liat Hwe Cousu bergantung di langit-langit, Lu Leng dan Toan Bok Ang tertawa geli, kemudian Toan Bok Ang membentak.

“Ser! Ser!” terdengar dua suara desiran, dan kedua benda bercahaya sudah kembali ke tangan gadis itu.

Liat Hwe Cousu melayang turun, wajahnya menghijau. Sambil tertawa dingin lalu menggeram, “Seh tua, kau masih tidak mau keluar?"

Toan Bok Ang tertawa. "Liat Hwe Cousu, melawan kami berdua saja kau tidak sanggup, kenapa masih berteriak-teriak memanggil orang lain?"

Jubah Liat Hwe Cousu bergerak-gerak, pertanda dia sudah marah besar.

Toan Bok Ang tertawa lagi. "Hihihi! Liat Hwe Cousu, tadi keadaanmu sungguh sedap dipandang, persis seperti kura-kura bergantung di langit-langit, mau naik susah, mau turun tidak bisa!"

Kali ini Liat Hwe Cousu sungguh marah besar, bahkan Lu Leng pun merasa Toan Bok Ang agak keterlaluan. Liat Hwe Cousu menggeram keras dan langsung menjulurkan kelima jari tangannya ke arah dada Toan Bok Ang. Gadis itu memang sudah siap, karena tahu Liat Hwe Cousu pasti marah besar disindir seperti itu. Maka dia segera mengerahkan ginkang untuk berkelit ke samping. Ginkang Hui Yan Bun memang amat terkenal dalam rimba persilatan, maka begitu bergerak, Toan Bok Ang langsung menghilang dari hadapan Liat Hwe Cousu, sehingga cengkeraman Liat Hwe Cousu membentur tempat kosong.

Namun Liat Hwe Cousu segera membalikkan tangannya ke arah gadis yang telah berkelit itu. Kali ini Liat Hwe Cousu menggunakan tenaga yang amat dahsyat. Badan Toan Bok Ang termundur-mundur tersambar angin pukulan itu dan nyaris roboh seketika. Betapa terkejutnya Toan Bok Ang. Dia langsung menggerakkan tangannya dan seketika tampak dua benda bercahaya meluncur ke arah Liat Hwe Cousu. Akan tetapi saat ini Liat Hwe Cousu telah siap. Dia menggeram lagi sambil mencengkeram kedua benda bercahaya itu, sekaligus menyentak sehingga Toan Bok Ang tersentak ke arahnya. Liat Hwe Cousu pun mengangkat sebelah tangannya, kelihatannya dia sudah siap menghantam ubun-ubun gadis itu.

Betapa terkejutnya Lu Leng menyaksikan itu. Dia ingin melancarkan Kim Kong Sin Ci untuk menyelamatkan Toan Bok Ang, tapi sudah terlambat. Di saat itulah mendadak terdengar suara tawa terbahak.

"Hahaha!" kemudian entah dari mana munculnya, tahu-tahu di dalam kamar itu sudah bertambah seorang.

Orang itu berbadan tinggi besar. Liat Hwe Cousu yang tergolong tinggi besar, masih lebih pendek sedikit dari orang itu. Kemunculan orang itu begitu mendadak, maka membuat Liat Hwe Cousu tertegun. Tangannya yang telah diangkat siap menghantam ubun-ubun Toan Bok Ang berhenti seketika. Di saat tangan Liat Hwe Cousu berhenti, orang tersebut sudah berada di hadapannya.

Lu Leng hanya melihat punggung orang itu. Tampak orang itu menjulurkan tangannya ke arah tangan Liat Hwe Cousu yang terangkat itu. Kelihatannya dia seperti ingin menangkis tangan Liat Hwe Cousu agar tidak menghantam ubun-ubun Toan Bok Ang. Gerakan orang itu seperti gerakan anak kecil bermain silat-silatan, padahal yang dihadapinya adalah Liat Hwe Cousu yang amat terkenal. Maka, Lu Leng terperangah menyaksikannya.

Mendadak kedua jari tangan Liat Hwe Cousu bergerak ke arah muka orang tersebut. Itu adalah jurus Siang Liong Cioh Cu (Sepasang Naga Merebut Mutiara), ternyata Liat Hwe Cousu ingin menyerang sepasang mata orang itu. Sementara Toan Bok Ang terpaksa harus melepaskan senjata anehnya, kemudian dengan wajah kehijau-hijauan dia mendekati Lu Leng dan berdiri di sampingnya. Sedangkan perhatian Lu Leng sedang terpusat pada orang tua yang baru muncul ini.

"Hahaha!" orang itu tertawa.

Badannya dibungkukkan sedikit, lalu dengan kepalanya dia menyundul dada Liat Hwe Cousu. Gerakannya sama sekali bukan merupakan jurus apa pun, melainkan seperti perkelahian anak kecil. Akan tetapi jurus yang tidak karuan itu justru amat tepat digunakan di saat itu, sebab tangan Liat Hwe Cousu berada di atas, sedangkan badan orang tua itu berada di bawah karena membungkuk. Maka jurus Siang Liong Cioh Cu (Sepasang Naga Merebut Mutiara) yang dilancarkan Liat Hwe Cousu jatuh di tempat kosong. Malah dia pun tidak menyangka akan datangnya jurus yang tidak karuan itu, maka dia tidak berjaga-jaga.

Liat Hwe Cousu tertegun, namun dia masih sempat berkelit ke samping, sekaligus mengeluarkan jurus Pou Ti Seng Sin (Kapak Membelah Kayu). Tangannya menghantam dari atas ke bawah.

Orang tua itu tertawa lagi, kemudian mendadak mencelat ke belakang dan memandang Liat Hwe Cousu. "Liat Hwe Cousu, kenapa adatmu masih sebakul? Kenapa harus begitu?"

Kini Lu Leng baru melihat jelas orang tua itu.

"Hm! Seh tua, jangan banyak omong!" kata Liat Hwe Cousu.

Sementara Lu Leng memperhatikan orang yang baru muncul itu. Orang itu mengenakan jubah dari bahan kain kasar, yang panjangnya cuma sampai di lutut. Kakinya tanpa alas, sepuluh jarinya berkuku amat panjang. Rambutnya putih keperak-perakan, muka merah dan sepasang matanya menyorot tajam sekali.

Liat Hwe Cousu memelototi orang tua itu, kemudian mengibaskan tangannya seraya berkata. "Seh tua! Senjatamu Sian Tian Sin So (Bola Sakti Kilat) yang menggemparkan rimba persilatan di masa lalu sudah berada di tanganku! Kau masih berani sok di hadapanku?"

Orang tua itu tertawa. "Hahaha! Liat Hwe tua, jangan menempelkan emas pada wajah sendiri! Senjata Sian Tian Sin So telah kuhadiahkan kepada gadis itu. Kau merebutnya dari tangan gadis itu, sudah membuatmu kehilangan muka. Kau masih berani membusungkan dada?"

Wajah Liat Hwe Cousu memerah, lalu dia mengalihkan pembicaraan lain. "Tadi aku memanggilmu, kenapa kau tidak memunculkan diri?"

Padahal Lu Leng tidak tahu siapa orang tua itu. Tapi karena mendengar Liat Hwe Cousu mengatakan begitu, maka dia menjadi tahu siapa yang disebut ‘Seh tua’ tersebut. Dia nyaris tertawa karena teringat tadi dirinya menyamar sebagai orang itu untuk menakut-nakuti Liat Hwe Cousu.

"Sudah lama aku meninggalkan tempat ini, baru pulang tadi, maka tidak mendengar kau memanggilku," sahut orang tua itu.

"Selama itu kau berada di mana?" tanya Liat Hwe Cousu.

"Kolong langit begitu luas, empat penjuru lautan adalah rumah. Liat Hwe Tua, kau telah melukai kedua pelayanku! Sesungguhnya aku tidak bisa melepaskanmu, tapi dua puluh tahun ini aku sudah tidak mau bergebrak dengan siapa pun! Lagi-pula aku pernah berhutang kepadamu. Maka kau pergilah, tapi tinggalkan senjata Sian Tian Sin So itu!" sahut orang tua itu sambil tertawa.

Liat Hwe Cousu tertawa dingin. "Seh tua, apakah kau takut padaku?"

Ketika mendengar sampai di situ, Lu Leng segera berbisik kepada Tan Bok Ang. "Nona Toan, kau tahu siapa orang tua itu?"

Toan Bok Ang menggeleng-gelengkan kepala. "Aku pun tidak tahu. Tadi ketika aku tersambar oleh angin pukulan Liat Hwe Cousu, badanku terpental menubruk dinding, sehingga dinding itu bergerak dan aku masuk ke dalam. Di situ aku bertemu orang tua itu. Dia memberiku senjata Sian Tian Sin So, dan mengajarku cara mempergunakannya, serta cara memecahkan formasi Liat Hwe Tin. Setelah itu barulah aku muncul."

Lu Leng sudah menduga Toan Bok Ang bisa hilang mendadak dan orang tua itu pun bisa muncul dengan tiba-tiba, tentunya di situ ada pintu rahasia. Tadi dia mendengar suara tawa. Dan yang menyelamatkan mereka berdua sudah jelas orang tua itu pula. Dilihat dari nada suaranya, sepertinya orang tua tersebut majikan tempat ini. Kalau begitu, Cit Sek Ling Che yang dimakan Lu Leng adalah milik orang tua tersebut. Apakah dia akan mempersalahkannya?

Di saat Lu Leng sedang berpikir, tiba-tiba terdengarlah suara orangtua tersebut. "Liat Hwe tua, kau bilang tadi apakah aku takut kepadamu?"

Liat Hwe Cousu tertegun. "Sulit dikatakan," sahutnya beberapa saat kemudian.

Orang tua itu tersenyum. "Liat Hwe tua, dulu kita pernah bertemu beberapa kali. Pada waktu itu, melihat kedudukanmu sebagai ketua Hwa San Pai dan begitu banyak para muridmu, aku masih tidak takut kepadamu. Apa lagi kini. Hwa San Pai sudah tidak berani tinggal di gunung Hwa San, bahkan kau pun sudah tidak berani memakai jubah Liat Hwe. Apakah aku akan takut kepadamu? Kenapa kau berkata sok begitu?"

Wajah Liat Hwe Cousu merah padam saking menahan rasa malunya dan mulutnya pun membungkam.

Orang tua itu tertawa gelak. "Hahaha! Terus terang, kepandaianmu memang amat tinggi! Kalau kita punya ganjelan hati, harus disingkirkan dulu! Lebih baik kita merundingkan bagaimana cara menghadapi Liok Ci Khim Mo, itu baru benar!"

Liat Hwe Cousu tampak terkejut. "Kau juga tahu tentang Liok Ci Khim Mo itu?" tanyanya.

Orang tua itu menghela nafas panjang. "Sesungguhnya aku pun tidak tahu. Hanya tanpa sengaja aku bertemu orang-orang Cing Sia Pai, mereka mengatakan bahwa putriku Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, dulu ribut hingga berpisah dengan suaminya dan kini sudah akur kembali. Aku paling menyayangi putriku itu, maka pergi menengok mereka. Di tengah jalan barulah aku mendengar tentang sepak terjang Liok Ci Khim Mo. Hahaha! Tak kusangka sekian lama aku meninggalkan Tionggoan, justru di rimba persilatan telah mengalami perubahan, bahkan hingga Go Bi Pai yang amat terkenal itu juga membubarkan para muridnya. Sui Cing Sian pun harus menjadi padri kelana! Kalau Beng Tu Lojin yang sudah di alam baka tahu tentang itu, pasti meneteskan air mata!"

Usai orang tua itu bicara, Lu Leng dan Toan Bok Ang saling memandang. Mereka berdua masih ingat akan Tok Ciu Lo Sat yang mengacau ruang pernikahan. Kini orang tua itu bilang Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua adalah putrinya, tentunya orang tua itu pasti Mo Liong Seh Sih. Toan Bok Ang dan Lu Leng saling memandang. Terhadap orang tua itu mereka merasa hormat, tapi juga merasa takut. Karena semua kaum rimba persilatan tahu bahwa Mo Liong Seh Sih berdiri di antara lurus dan sesat, lagi-pula segala tindak perbuatannya hanya berdasarkan kemauan hatinya saja. Kalau dia merasa cocok dengan seseorang, pasti membela orang itu secara mati-matian. Namun kalau merasa tidak cocok, walau orang itu amat terkenal, dia tidak akan peduli.

Terdengar Liat Hwe Cousu berkata dengan dingin. "Seh tua, kalau Thian Ho Si Lo masih ada, ditambah kita berdua See Thian Siang Khie (Sepasang Orang Aneh Langit Barat), juga bukan lawan Pat Liong Thian Im."

Kedudukan Liat Hwe Cousu dalam rimba persilatan amat tinggi, setingkat dengan Mo Liong Seh Sih. Liat Hwe Cousu sebagai ketua Hwa San Pai, sedangkan Mo Liong Seh Sih berada di See Hek (Bagian Barat Di Luar Tionggoan). Mereka berdua dijuluki See Thian Siang Khie (Sepasang Orang Aneh Langit Barat).

Setelah Liat Hwe Cousu mengatakan begitu, kening Mo Liong Seh Sih tampak berkerut. "Kalau begitu, kau selamanya tidak mau memakai jubah api lagi?"

Hwa San Pai merupakan partai yang cukup besar. Akan tetapi demi menghindari Liok Ci Khim Mo, justru tidak berbeda dengan partai lain, harus meninggalkan tempat pusat, ganti nama dan ganti jubah meninggalkan tempat asal. Teringat akan hal itu, Liat Hwe Cousu menghela nafas panjang, nadanya sudah tidak seberang tadi lagi.

"Seh tua, apakah kau punya cara untuk menundukkan Liok Ci Khim Mo?"

Mo Liong Seh Sih berjalan mondar-mandir beberapa langkah, kemudian menyahut. "Pat Liong Thian Im merupakan ilmu yang paling tinggi dalam rimba persilatan. Tiada cara menundukkannya. Namun aku pikir, dari Thian Ho Si Lo, kecuali Beng Tu Lojin yang sudah meninggal yang lain juga tiada jejaknya. Kini yang ada tinggal generasi berikutnya, misalnya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, putriku dan menantuku. Bagaimana kalau mereka bersatu menemui Liok Ci Khim Mo lagi?"

Liat Hwe Cousu tertawa dingin. "Liok Ci Khim Mo justru menghendaki begitu, bisa menghabiskan kita semua sekaligus."

Mo Liong Seh Sih tertawa. "Liat Hwe tua, bukankah selama ini kau amat angkuh? Kenapa kini malah menjadi begini?"

Liat Hwe Cousu hanya menghela nafas panjang, diam saja.

Ketika Lu Leng mendengar sampai di situ, walau tahu kalau menyela memang kurang sopan, namun karena itu merupakan urusan yang teramat penting, maka dia terpaksa menyela. "Seh-locianpwee, aku tahu ada satu cara untuk memecahkan Pat Liong Thian Im."

Lu Leng baru berkata begitu, Liat Hwe Cousu sudah mendengus dingin. Mo Liong Seh Sih malah tertawa sambil memandang Lu Leng.

"Bocah, kau jangan menganggap gampang urusan itu!"

"Seh-locianpwee, aku mendengar dengan telinga sendiri dari Liok Ci Khim Mo," sahut Lu Leng.

Mo Liong Seh Sih menatapnya tajam. "Oh? Betulkah begitu? Coba kau tuturkan tentang itu!"

Ketika Lu Leng baru mau menutur, mendadak Liat Hwe Cousu berkata dengan wajah tidak senang. "Seh tua, kalau kau sudi mendengarkan omongan binatang kecil itu, untuk apa kau masih berunding denganku?"

Mo Liong Seh Sih tersenyum. "Liat Hwe tua, gelombang belakang mendorong gelombang depan. Aku tahu kau masih marah kepada mereka, bagaimana kalau kusuruh mereka minta maaf kepadamu?" katanya lalu menggapaikan tangannya ke arah Lu Leng dan Toan Bok Ang. "Kalian ke marilah!"

Setelah mendengar apa yang dikatakan Mo Liong Seh Sih, Lu Leng berpikir. Memang dirinya tidak bersalah terhadap Liat Hwe Cousu, tapi Liat Hwe Cousu adalah Bulim Cianpwee, maka minta maaf kepadanya juga merupakan hal yang wajar. Lagi-pula kini Liat Hwe Cousu bermaksud melawan Liok Ci Khim Mo, bahkan merupakan kekuatan inti. Kalau Lu Leng berkeras menentangnya sehingga membuatnya berbalik membantu Liok Ci Khim Mo, bukankah itu amat bahaya sekali?

Karena berpikir begitu, maka Lu Leng segera menghampiri Liat Hwe Cousu lalu memberi hormat seraya berkata dengan setulus hati. "Liat Hwe-cianpwee, dulu aku banyak berlaku kurang ajar, harap cianpwee sudi memaafkan kesalahanku!"

Walau kegusaran Liat Hwe Cousu belum reda, tapi Lu Leng justru mau mengaku salah dan minta maaf kepadanya, tentunya Liat Hwe Cousu tidak banyak bicara lagi. Jelas sikap Mo Liong Seh Sih berada di pihak mereka berdua, maka apabila mereka masih terus ribut, akhirnya yang rugi adalah dirinya sendiri.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar