Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 15

Usai Hek Sin Kun berseru, mereka beranjak dari tempat itu dan terus melanjutkan perjalanan. Setelah menemui kejadian itu Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun selalu bersiaga. Tak seberapa lama kemudian, mendadak Kim Kut Lau bersiul panjang sambil menggerakkan tangannya menyambar ke belakang. Hek Sin Kun cepat-cepat menoleh. Dilihatnya segulung bayangan hitam berkelebat pergi laksana kilat, dan dalam sekejap sudah hilang dari pandangannya, sedangkan di punggung Kim Kut Lau sudah menempel selembar kertas bergambar seekor kura-kura.

Ketika melihat bayangan itu, Hek Sin Kun segera mengejar. Kim Kut Lau merobek-robek kertas itu, kemudian mendengus dingin dengan wajah merah padam saking gusarnya. Tadi Tam Goat Hua juga melihat bayangan itu. Dia mengenalinya, yang tidak lain si Budak Setan!

Si Budak Setan mempermainkan Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun, tentunya Tam Goat Hua merasa gembira sekali. Akan tetapi, gadis itu pun mencemaskannya. Karena agar Tam Goat Hua bisa memasuki Istana Setan, kini Budak Setan sudah jadi musuh besar si Nabi Setan-Seng Ling. Kini demi dirinya, dia pun menanam permusuhan dengan Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun. Ginkang-nya memang tinggi sekali, namun ilmu silatnya terbatas. Suatu hari nanti, dia pasti akan jatuh ke tangan mereka.

Di saat Tam Goat Hua sedang berpikir, terdengarlah suara berdebam-debum di dalam rimba. Ternyata Hek Sin Kun mengamuk di sana. Karena dia tidak menemukan siapa pun, pohon-pohon yang menjadi sasaran amukannya! Di saat bersamaan terdengar pula suara berdesir, dua batang panah meluncur secepat kilat ke arah bahu Kim Kut Lau.

Karena sebelah tangan Kim Kut Lau menggenggam rantai besi, maka sulit baginya menangkis kedua batang panah itu dengan sebelah tangan. Karena itu dia terpaksa melepaskan rantai besi itu untuk menyambut kedua batang panah tersebut. Tam Goat Hua tahu bahwa si Budak Setan menempuh bahaya itu bertujuan ingin menolongnya, maka ketika Kim Kut Lau melepaskan rantai itu, Tam Goat Hua segera melesat pergi.

Karena tidak tahu siapa musuh itu, maka Kim Kut Lau hanya menganggap orang yang memanah itu berkepandaian amat tinggi. Dia memutar badannya sekaligus melancarkan empat buah pukulan dahsyat sehingga tidak memperhatikan Tam Goat Hua. Di saat bersamaan, dia pun berseru.

"Kakak Hek, cepat ke mari!"

Hek Sin Kun cepat-cepat melesat ke arahnya, sedangkan Tam Goat Hua telah melesat ke rumput alang-alang yang lebat dan tinggi. Ketika dia baru berhenti terdengar suara desir angin perlahan di sampingnya. Tam Goat Hua menoleh, tampak si Budak Setan berdiri di dekatnya sambil tersenyum-senyum.

Gadis itu segera menegurnya dengan suara rendah. "Budak Setan, kau sungguh berani!"

Si Budak Setan menyahut dengan suara rendah. "Nona Tam, tak kusangka kau dapat keluar dari Istana Setan! Siang malam aku bermohon kepada ‘Thian’ (Tuhan) agar melindungimu, akhirnya terkabul juga permohonanku!"

Walau ucapan si Budak Setan agak ke bodoh-bodohan, namun nadanya amat memperhatikan Tam Goat Hua. Gadis itu segera memberi isyarat, agar si Budak Setan diam, setelah itu barulah dia mengintip ke arah Kim Kut Lau. Tampak Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun berdiri dengan punggung menghadap punggung, sikap mereka seakan sedang menghadapi kemunculan musuh tangguh. Mata mereka menyorot tajam menengok ke sana ke mari.

Bukan main tegangnya Tam Goat Hua. Dia berharap dirinya bisa segera meloloskan diri. Akan tetapi, mendadak terdengar Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun mengeluarkan suara siulan aneh. Suara siulan itu membuat hati Tam Goat Hua tergetar keras. Gadis itu memandang si Budak Setan, dilihatnya wajah si Budak Setan sudah berubah pucat pias. Tam Goat Hua terkejut, namun ketika dia baru mau membuka mulut untuk bertanya, mendadak suara siulan itu berhenti.

Di saat bersamaan, tampak Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun melesat ke arah rumput alang-alang, tempat Tam Goat Hua dan si Budak Setan bersembunyi. Mereka berdua melesat ke sana, namun gerakan mereka berbeda. Badan Hek Sin Kun bergerak ke atas, sedangkan badan Kim Kut Lau bergerak ke bawah. Mereka pun melancarkan beberapa pukulan ke arah rumput alang-alang itu, sehingga rumput alang-alang itu roboh semua, dan terlihat Tam Goat Hua serta si Budak Setan berdiri di situ.

Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua, dan segera berseru. "Aku tidak apa-apa, cepatlah kau kabur!"

Badan si Budak Setan segera bergerak, akan tetapi Hek Sin Kun yang berada di udara, langsung menggerakkan sepasang telapak tangannya ke arah si Budak Setan. Walau si Budak Setan memiliki ginkang yang amat tinggi, namun tak mampu bergerak karena merasa ada tenaga yang amat dahsyat menekan dari atas. Di saat bersamaan, badan Hek Sin Kun mulai merosot ke bawah. Si Budak Setan merasa tekanan tenaga itu semakin kuat dan dahsyat sedangkan Kim Kut Lau sudah berada di belakangnya, dan itu membuat si Budak Setan sama sekali tidak mampu mengerahkan ginkang-nya.

Tam Goat Hua amat gugup dan panik. Tanpa berpikir panjang lagi dia langsung menerjang ke depan. Tapi badan Kim Kut Lau bergerak, tahu-tahu dia sudah menghadang di depan gadis itu. Tam Goat Hua mendongakkan kepala. Dilihatnya Hek Sin Kun sudah berdiri di belakang si Budak Setan. Sebelah telapak tangannya mengarah kepala, dan yang sebelah lagi mengarah jalan darah Leng Tay Hiat di punggung si Budak Setan!

Wajah si Budak Setan sudah pucat pias. Menyaksikan itu, Tam Goat Hua tahu bahwa Hek Sin Kun belum mengerahkan lweekang-nya, namun kedua tangannya telah mengarah ke jalan darah Pek Hwe Hiat dan Leng Tay Hiat si Budak Setan. Jangankan si Budak Setan, kalau pun si Nabi Setan-Seng Ling, juga akan binasa apabila Hek Sin Kun mengerahkan lweekang-nya. Karena itu, Tam Goat Hua segera berseru.

"Budak Setan, kau jangan bergerak, biar aku bicara dengan mereka!"

Kim Kut Lau terbelalak dan tertegun. "Oh?! Ternyata dia si Budak Setan! Kakak Hek, harap berhenti!"

Hek Sin Kun tertawa. "Dari tadi aku sudah punya maksud demikian." Kemudian dia menatap si Budak Setan seraya membentak. "Bocah sialan! Kalau kau bersedia menjadi budakku, aku pasti mengampuni nyawamu!"

Si Budak Setan memejamkan mata, sama sekali tidak menyahut. Tam Goat Hua segera berkata, "Budak Setan! Kau kabulkan saja! Takut apa sih?"

Maksud gadis itu, apabila Hek Sin Kun melepaskan tangannya, si Budak Setan boleh segera kabur! Akan tetapi, si Budak Setan tetap diam dengan mata terpejam. Perlu diketahui, si Budak Setan berhati lurus dan jujur. Sejak kecil dia sering mengalami hal-hal yang amat menyakiti hatinya, lagi-pula dia berwajah buruk, sehingga tidak dianggap sebagai manusia, bahkan dia pun memandang rendah dirinya sendiri.

Setelah bertemu Tam Goat Hua, gadis itu justru memperlakukannya sebagai orang biasa, itu sungguh mengharukan hati si Budak Setan. Barulah dia sadar bahwa dirinya juga manusia, tidak perlu dihina orang lain. Oleh karena itu, saat Hek Sin Kun menghendakinya untuk menjadi budaknya, dia tidak mau mengabulkannya. Walau Tam Goat Hua berseru berulang kali, namun dia tetap diam dengan mata terpejam.

Hal itu membuat Hek Sin Kun gusar sekali dan langsung membentak. "Bocah sialan! Kalau kau tidak mengabulkan permintaanku, aku pasti membunuhmu!"

Mendengar ancaman itu, si Budak Setan segera membuka matanya, kemudian memandang Tam Goat Hua seraya berkata. "Nona Tam, kita tidak bisa berjumpa lagi!"

Usai berkata, dia kembali memejamkan matanya. Kelihatannya dia sudah mengambil keputusan untuk bersedia mati.

Saking gugupnya Tam Goat Hua membanting-banting kaki. "Hek Sin Kun, lepaskan dia! Aku akan menasihatinya perlahan-lahan!"

Sebelum Hek Sin Kun menyahut si Budak Setan sudah membuka mulut. "Nona Tam, aku tahu kau tidak akan menasihatiku agar mau menjadi budak orang lain."

Mendengar ucapan itu, Tam Goat Hua menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Sedangkan Kim Kut Lau berkata. "Kakak Hek, dia tidak mau mengabulkan, habiskan saja! Lumayan kita memperoleh busur itu!"

Hek Sin Kun menyahut dengan suara dalam. "Betul!"

Ketika Hek Sin Kun baru mau mengerahkan lweekang-nya, mendadak terdengar suara seruan dari dalam rimba. "Busur itu milikku!"

Tadi Hek Sin Kun di dalam rimba itu mengamuk menghantam pohon-pohon, namun tidak menemukan seorang pun. Setelah Kim Kut Lau memanggilnya, barulah dia melesat ke luar. Sesungguhnya Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau tidak tahu tempat persembunyian Tam Goat Hua. Namun karena gadis itu berbisik-bisik dengan si Budak Setan, maka terdengar oleh mereka.

Ternyata tadi mereka berdua memasang kuping mendengarkan semua gerak-gerik di sekitar tempat itu. Di sekitar sana hanya terdengar suara bisikan Tam Goat Hua, tidak mendengar suara Iain. Akan tetapi, kini malah terdengar suara seruan dari dalam rimba itu, membuat Hek Sin Kun tidak jadi mengerahkan lweekang-nya, lalu mengarahkan pandangannya ke rimba itu.

Tampak sosok bayangan berlari ke luar dari rimba itu. Gerakannya amat aneh, sempoyongan ke sana ke mari seperti orang sedang mabuk. Begitu melihat gerakan itu, Hek Sin Kun tahu bahwa itu gerakan Kan Kun Tay Nah Ih (Langkah Aneh Alam Semesta), yaitu ilmu ginkang tingkat tinggi.

"Hahaha!" terdengar suara tawa.

Ternyata yang muncul orang berkedok Buddha Tertawa, yang juga dikenal sebagai orang aneh berkedok yang muncul di puncak Sian Jin Hong. Begitu melihat kemunculan orang aneh berkedok itu, Tam Goat Hua langsung menarik nafas lega.

Hek Sin Kun segera membentak. "Siapa kau?!"

Orang aneh berkedok tertawa gelak. "Hahaha! Aku adalah aku! Tapi aku tahu kau adalah Hek Sin Kun, yang mahir menggunakan ilmu pukulan Hek Sah Ciang! Itu merupakan ilmu pukulan yang amat ganas, yang terdiri dari sepuluh tingkat. Biasanya orang yang belajar ilmu pukulan tersebut, hanya mencapai tingkat ketiga saja, sebab mulai dari tingkat keempat, tiada seorang pun tahu cara berlatihnya. Tapi kemudian, justru ada seseorang yang tahu cara berlatih ilmu pukulan itu! Kekuatan tingkat sembilan, masih tidak dapat menyamai kekuatan tingkat delapan! Kalau sudah sampai ke tingkat sembilan, justru tidak boleh mundur ke tingkat delapan lagi, sebab amat membahayakan orang yang belajar ilmu pukulan Hek Sah Ciang itu!"

Bukan main terkejutnya Hek Sin Kun, sebab orang aneh berkedok dapat mengurai tentang ilmu pukulan Hek Sah Ciang, bahkan juga tahu kelemahan ilmu tersebut.

Setelah tertegun sejenak, Hek Sin Kun bertanya. "Menurut Anda, harus bagaimana orang bisa mencapai ke tingkat sepuluh?"

Orang aneh berkedok menggeleng-gelengkan kepala. "Aku ingin bertanya kepadamu, bagaimana dengan busur itu?"

Hek Sin Kun tidak begitu mementingkan busur pusaka itu, sebaliknya amat berharap Hek Sah Ciang yang dilatihnya dapat mencapai tingkat ke sepuluh. Maka dia langsung menjawab, "Akan kuberikan kepadamu, tapi..."

Orang aneh berkedok manggut-manggut. "Bagus! Kalau begitu, kau pun harus melepaskan mereka, biar mereka pergi!"

Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau saling memandang, kemudian Hek Sin Kun berkata, "Kelihatannya anda tahu jelas mengenai ilmu pukulan Hek Sah Ciang!"

Orang aneh berkedok menyahut. “Tidak juga! Sebab aku tidak pernah belajar ilmu pukulan itu! Hanya saja aku punya seorang generasi muda, dia justru belajar ilmu pukulan itu! Entah kau pernah mendengar namanya atau tidak?"

Hek Sin Kun segera bertanya. "Siapa orang itu?"

Orang aneh berkedok memberitahukan. "Orang itu bernama Ku Ling Cu!"

Begitu mendengar nama tersebut, wajah Hek Sin Kun langsung berubah hijau dan putih, Ternyata orang yang disebut itu guru Hek Sin Kun. Orang aneh berkedok mengatakan bahwa Ku Ling Cu merupakan generasi mudanya. Kalau begitu, orang aneh berkedok itu lebih tinggi dua tingkat dari Hek Sin Kun. Padahal sesungguhnya, itu sama sekali tidak masuk akal.

Sebab ketika Ku Ling Cu meninggal, usianya sudah sembilan puluh lebih. Lalu berapa usia orang aneh berkedok itu? Sudah jelas dia sedang mempermainkan Hek Sin Kun. Akan tetapi, Hek Sin Kun justru tidak berani melampiaskan kegusarannya, sebab dia tidak tahu harus dengan cara bagaimana berlatih ilmu pukulan Hek Sah Ciang, agar bisa mencapai ke tingkat sepuluh. Kelihatannya orang aneh berkedok itu tahu, maka dia tidak berani bertindak ceroboh.

Setelah berpikir sejenak, barulah dia menyahut. "Beliau almarhum guruku! Apa yang anda katakan tadi, kami berdua pasti menuruti. Tapi mengenai tingkat sembilan ke tingkat sepuluh...."

Semakin dia menghendaki orang aneh berkedok mengatakannya, orang aneh berkedok itu justru tidak mau mengatakannya. "Kalau begitu, lepaskanlah tanganmu!"

Hek Sin Kun segera melepaskan tangannya, Si Budak Setan bergerak cepat ke sisi Tam Goat Hua.

Orang aneh berkedok berkata perlahan-lahan. "Asal aku tidak keburu mati, dalam beberapa tahun aku pasti tidak akan mengecewakanmu. Pergilah!"

Bukan main gembiranya Hek Sin Kun, dan langsung memberi hormat seraya berkata. "Terima-kasih!" Kemudian menunjuk Tam Goat Hua. "Dia keponakan kami, maka harus ikut kami karena masih ada urusan lain yang harus kami bicarakan."

Orang aneh berkedok langsung meludah. "Phui! Kau jangan kentut lagi! Dia memang keponakan kalian, tapi dia tidak mau ikut kalian! Lagi-pula aku pun punya urusan dengannya, kalian pergilah!"

Wajah Kim Kut Lau sudah berubah tak sedap dipandang, namun Hek Sin Kun terus memberi isyarat kepadanya agar tidak bergerak sembarangan. Mendadak Kim Kut Lau tertawa gelak, lalu berkata, "Anda menghendaki kami pergi, itu jangan cuma di mulut saja!"

Orang aneh berkedok tertawa terbahak-bahak, "Hahaha! Baik, aku akan mengantarmu!"

Dia langsung mengipaskan kipas rombengnya ke arah Kim Kut Lau. Di saat bersamaan, terdengar pula suara seruan Hek Sin Kun.

"Adik Kim, jangan gegabah!"

Kim Kut Lau membungkukkan badannya sedikit, lalu melancarkan sebuah pukulan untuk menyambut kipas rombeng itu. Ketika melancarkan pukulan itu, Kim Kut Lau menggunakan delapan bagian tenaganya. Akan tetapi sebelum pukulannya menyentuh kipas rombeng tersebut terasa serangkum tenaga yang amat dahysat menerjang ke arahnya, dan itu membuat Kim Kut Lau terhuyung-huyung tujuh delapan langkah ke belakang. Hek Sin Kun segera maju, dia menarik Kim Kut Lau untuk diajak meninggalkan tempat itu.

Menyaksikan itu, Tam Goat Hua langsung tertawa gembira, kemudian berkata dengan penuh kekaguman. "Cianpwee, lweekang-mu sudah tinggi, kira-kira sudah nomor wahid di kolong langit?"

Orang aneh berkedok menghela nafas panjang, "Tidak terhitung itu, karena kini masih ada satu orang, aku masih tidak berani berhadapan dengannya."

Hati Tam Goat Hua tersentak, gadis itu menatapnya seraya bertanya, "Cianpwee bergurau?"

Orang aneh berkedok menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak bergurau. Kalau saat ini orang itu muncul, aku pasti kabur terbirit-birit."

Dari puncak Sin Jin Hong hingga di sini, yang diperlihatkan orang aneh berkedok adalah ilmu silat tingkat tinggi, boleh dikatakan nomor wahid di kolong langit. Akan tetapi masih ada seseorang yang akan membuatnya kabur terbirit-birit, itu sungguh tak dapat dipercaya.

Tam Goat Hua segera bertanya. "Siapa orang itu?"

Orang aneh berkedok menyahut. "Justru repotnya di sini. Siapa dia, aku pun tidak tahu."

Mulut Tam Goat Hua ternganga lebar, dan matanya terbeliak, "Kalau begitu, bagaimana cianpwee takut kepadanya?"

Orang aneh berkedok memberitahukan. "Aku tidak takut kepada orangnya, hanya takut kepada Pat Liong Thian Im (Suara Langit Delapan Naga), ilmunya itu."

Mendengar itu, hati Tam Goat Hua tergerak dan kemudian dia berkata, "Pat Liong Thian Im? Oh! Aku sudah tahu, maksud cianpwee suara harpa itu!"

Kelihatannya orang aneh berkedok sudah tidak mau membicarakan itu, sebab dia langsung mengalihkan pembicaraan. "Kau sudah ke Istana Setan?"

Tam Goat Hua mengangguk. "Sudah."

Orang aneh berkedok manggut-manggut. "Bagus, nyalimu cukup besar. Bertemu Lu Leng?"

Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Sudah bertemu."

Orang aneh berkedok bertanya. "Kau sudah menolongnya ke luar?"

Tam Goat Hua menyahut. "Sudah."

Orang aneh berkedok bertepuk tangan. "Bagus! Di mana orangnya?"

Tam Goat Hua tahu bahwa orang aneh berkedok pasti akan bertanya sampai ke situ, maka dia menghela nafas lagi. "Orangnya hilang lagi."

Orang aneh berkedok tertawa. "Gadis liar, jangan bergurau denganku!"

Tam Goat Hua tersenyum getir. "Bagaimana aku berani bergurau dengan cianpwee? Lu Leng betul-betul hilang lagi."

Mendadak orang aneh berkedok itu menggeram, kemudian sebelah tangannya memukul ke bawah.

“Buum!” tanah yang terkena pukulannya langsung berlobang.

Padahal tadi orang aneh berkedok masih tertawa-tawa. Namun begitu dia marah, sungguh mengejutkan! Tam Goat Hua sama sekali tidak berani bersuara saking ketakutan.

Orang aneh berkedok mencaci. "Sungguh tak berguna! Si Tam kecil kok bisa punya anak perempuan yang begini macam? Sungguh mempermalukan kakek moyang keluarga Tam! Mataku sudah buta, menganggapmu sebagai manusia!"

Tam Goat Hua dicaci maki hingga tak berani bersuara sama sekali, wajahnya memerah dan matanya sudah bersimbah air, kelihatannya nyaris menangis.

Sedangkan orang aneh berkedok justru terus mencaci maki. "Kalau tahu kau begitu tak berguna, lebih baik aku menyuruh orang lain! Tidak akan menelantarkan urusan, Hm! Orang bermarga Tam mana ada yang baik? Phui! semuanya tak berguna!"

Tam Goat Hua diam saja, akan tetapi si Budak Setan yang merasa tidak tahan langsung menegur orang aneh berkedok itu. "Sudahlah! Kau jangan terus mencaci maki lagi! Nona Tam yang memasuki Istana Setan, nyaris kehilangan nyawanya. Kau masih mempersalahkannya, sungguh keterlaluan!”

Begitu mendengar teguran si Budak Setan, kegusaran orang aneh berkedok semakin memuncak. "Kau Budak Setan, mengerti apa? Kalau dia kehilangan nyawanya, justru menyempurnakannya! Kau tidak usah campur mulut, enyah!"

Orang aneh berkedok menggerakkan kipas rombengnya. Terdengar suara menderu ke arah si Budak Setan, itu membuatnya termundur-mundur beberapa depa, lalu jatuh gedebuk di tanah. Walau si Budak Setan jatuh duduk di tanah, tapi sama sekali tidak mengalami luka, baik luar mau pun dalam.

Tam Goat Hua yang terus diam itu, akhirnya membuka mulut. "Aku tahu harus bertanggung-jawab, lagipuia aku sedang mencarinya. Kalau aku tidak menemukannya, barulah cianpwee mencaci makiku!"

Orang aneh berkedok tertawa dingin. "Kau mau bertanggung-jawab tentang itu? Baik, aku beri kau waktu tiga hari! Apabila dalam waktu tiga hari kau tidak dapat menemukan Lu Leng, aku tidak akan peduli Tam Sen, Tam Ek Hui atau anak cucu Tam lagi, satu pun tidak akan kulepaskan!"

Di puncak Sian Jin Hong, Tam Goat Hua sudah menyaksikan tingkah laku orang aneh berkedok uring-uringan. Sebentar dia lurus dan sebentar sesat, sehingga membuat orang tidak tahu jelas karakternya. Tadi ketika orang aneh berkedok menolong si Budak Setan, menghadapi Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun, kelihatan persis seperti tokoh tua golongan lurus. Akan tetapi, begitu mendengar Lu Leng hilang, orang aneh berkedok langsung berubah penuh hawa sesat.

Sesungguhnya Tam Goat Hua ingin menutur tentang hilangnya Lu Leng, setelah itu dia pun ingin minta bantuan untuk mencarinya. Tapi kini mendengar nadanya, sepertinya orang aneh berkedok tak mau peduli apa pun, hanya mengharuskan Tam Goat Hua menyerahkan Lu Leng kepadanya. Dalam hati Tam Goat Hua amat kesal dan gusar, namun karena memang kecerobohannya, sehingga Lu Leng hilang lagi. Orang aneh berkedok memberikannya waktu tiga hari, bagaimana mungkin dalam waktu sesingkat itu akan berhasil menemukan Lu Leng?

Karena itu, Tam Goat Hua tertawa dingin seraya bertanya. "Bagaimana kalau dalam tiga hari, aku berhasil mencari Lu Leng?"

Orang aneh berkedok langsung menyahut lantang. "Anggaplah omonganku tadi sebagai kentut saja! Aku sudah berjanji akan memberikanmu kebaikan, itu pasti kuberikan."

Tam Goat Hua mendengus. "Hm!" Kemudian mengangguk. "Baik!"

Orang aneh berkedok memberitahukan. "Tiga hari kemudian, aku berada di rimba ini menunggumu."

Usai berkata begitu, mendadak badan orang aneh berkedok tampak sempoyongan seakan mau jatuh, namun di saat bersamaan badannya justru melesat pergi dengan gerakan aneh, dan sekejap saja dia sudah tidak kelihatan. Setelah orang aneh berkedok itu tidak kelihatan, barulah Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam, kemudian duduk di bawah pohon sambil berpikir.

Mencari Lu Leng, urusan tersebut jauh lebih sulit dari pada ke Istana Setan menolong Lu Leng. Sebab ke Istana Setan menolong Lu Leng, itu masih ada tempat tujuan. Namun kini Lu Leng hilang begitu saja. Dia diculik siapa dan berada di mana, Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu. Gadis itu menghela nafas panjang, lalu memandang ke arah rimba sambil termenung. Tiga hari! Itu merupakan waktu yang amat singkat!

Tam Goat Hua tahu kini gelisah pun tiada gunanya. Yang terpenting dalam waktu tiga hari harus berhasil mencari Lu Leng. Walau tidak tahu asal-usul orang aneh berkedok, namun ketika dia marah, sungguh tidak boleh dibuat main-main. Tam Goat Hua mulai termenung lagi, kemudian dia ingat ketika itu ada sebuah tangan menekan bahunya. Dia segera membalikkan badan, tapi begitu cepat tangan itu ditarik kembali, maka gadis itu tidak melihat jelas tangan tersebut. Kalau ingin melukainya, tentu gampang sekali.

Tam Goat Hua terus berpikir, tapi tidak dapat mengungkap apa pun. Kemudian dia mendongakkan kepala, tampak si Budak Setan berdiri di hadapannya. Setelah gadis itu mendongakkan kepala, barulah si Budak Setan berani membuka mulut.

"Nona Tam, ada kesulitan?"

Tergerak hati Tam Goat Hua dan membatin, ginkang si Budak Setan amat tinggi, pergi pulang bagaikan terbang. Dia pasti dapat membantuku, kenapa tidak menutur kejadian itu kepadanya?

Karena berpikir begitu, maka Tam Goat Hua segera berkata, "Kau duduklah! Aku memang membutuhkan bantuanmu."

Si Budak Setan tertegun. Dia duduk di sisi Tam Goat Hua. Gadis itu menutur tentang kejadian itu.

Usai mendengar penuturan itu, si Budak Setan segera berkata. "Nona Tam, apa yang dikatakan orang aneh berkedok itu, pasti akan dilaksanakannya? Kalau kau tidak berhasil mencari Lu Leng, dia akan turun tangan jahat terhadapmu?"

Tam Goat Hua menghela nafas panjang, "Sekarang tidak perlu memikirkan itu. Apabila dalam waktu tiga hari aku tidak berhasil menemukan Lu Leng, selanjutnya aku bagaimana menemui orang?"

Si Budak Setan diam saja. Tam Goat Hua berpikir lagi, lama sekali barulah berkata. "Oh ya, setelah meninggalkan si Nabi Setan-Seng Ling, kau ke mana saja?"

Wajah si Budak Setan langsung berubah muram. "Kata tuan penolong, dia pasti akan membunuhku. Aku tidak ke mana-mana, hanya berputar-putar di luar Istana Setan karena mencemaskanmu."

Tam Goat Hua segera bertanya, "Pernahkah kau melihat orang yang mencurigakan di sekitar sana?"

Si Budak Setan berpikir, kemudian mendadak meloncat bangun seraya menyahut. "Ada! Pagi ini ketika aku melewati tumpukan batu, terlihat seorang aneh, amat aneh!"

Tam Goat Hua bertanya cepat. "Bagaimana rupa orang aneh itu?"

Si Budak Setan menyahut, "Orang itu... sepertinya terluka parah. Dia duduk di balik batu merawat lukanya...."

Tam Goat Hua menghela nafas panjang, "Maksudku bertanya padamu, apakah melihat orang yang mencurigakan, kemungkinan menculik Lu Leng. Kenapa kau malah memberitahukan tentang orang terluka itu?"

Wajah si Budak Setan memerah, kemudian dia menundukkan kepala.

Tam Goat Hua merasa tidak tega, lalu tertawa seraya berkata, "Coba kau beri tahukan, bagaimana anehnya orang terluka itu! Siapa tahu ada gunanya!"

Si Budak Setan memberitahukan. "Orang terluka itu berusia sekitar enam puluhan. wajahnya tampak berwibawa. Dia memakai baju hitam dan jari tengah kanannya memakai sebuah cincin giok...."

Mendengar sampai di situ, Tam Goat Hua tampak tertegun. "Budak Setan, kau bilang jari tengah orang itu memakai apa?"

Si Budak Setan menyahut. "Memakai sebuah cincin giok yang amat indah."

Seketika air muka Tam Goat Hua berubah tegang, dan dia bertanya dengan cemas sekali. "Bagaimana lukanya? Parahkah?"

Si Budak Setan menjawab. "Lukanya amat parah, wajah pucat pias. Namun ketika melihat diriku, dia masih bisa tertawa dan berpesan kepadaku tidak boleh beritahukan siapa pun tempat persembunyiannya. Kemudian dia pun menyuruhku pergi membeli obat. Aku segera ke kota, kalau tidak, tentunya tidak akan bertemu denganmu."

"Kau sudah beli obat yang dibutuhkan itu?"

"Sudah," si Budak Setan mengangguk. "Masih berada di dalam bajuku."

Tam Goat Hua bangkit berdiri. "Budak Setan! Cepat bawa aku ke sana menemuinya!"

Si Budak Setan menggelengkan kepala, "Nona Tam, aku... sudah berjanji kepadanya, tidak akan beritahukan kepada siapa pun tempat persembunyiannya...."

Tam Goat Hua langsung membentak. "Goblok! Dia ayahku!"

Si Budak Setan terperanjat. "Hah?! Dia ayahmu? Mari kita cepat ke sana!"

Mereka langsung berangkat menuju arah barat daya. Berselang beberapa saat, mereka sudah menempuh belasan mil hingga di depan tampak sebuah bukit kecil yang penuh tumpukan batu. Si Budak Setan langsung menuju ke tumpukan batu, sedangkan Tam Goat Hua mengikutinya dari belakang. Tak lama mereka sudah sampai di tengah-tengah tumpukan batu itu.

Tampak seorang tua duduk di situ. Tidak salah, orang tua itu Tam Sen, ayah Tam Goat Hua. Begitu melihat Tam Sen, rasa duka dalam hati Tam Goat Hua timbul seketika.

Gadis itu berseru sambil menangis terisak-isak, "Ayah! Ayah...!"

Tam Sen membuka matanya. Keningnya ber-kerut-kerut, namun suaranya amat tenang,
"Anak bodoh, kenapa kau menangis? Kau anggap dirimu masih kecil? Bagaimana kau sampai di sini?"

Tam Goat Hua menjadi malu hati. Dia segera menghapus air matanya seraya menyahut, "Teman ini yang memberitahu. Oh ya, ayah menyuruh kami menunggu di Hou Yok, tapi kenapa ayah tidak ke sana? Kami sampai di puncak Sian Jin Hong, ayah pun tidak ada. Bagaimana ayah berada di sini dan terluka parah? Aku... aku...."

Berkata sampai di situ, air mata Tam Goat Hua meleleh lagi. Tam Sen tersenyum, Si Budak Setan menyerahkan obat yang dibelinya. Setelah menerima obat itu, Tam Sen membelai-belai rambut putrinya dengan penuh kasih sayang.

"Anak bodoh, kau jangan sedih! Sebulan dua bulan luka ayah pasti sembuh, kau tidak perlu cemas! Kau sudah ke puncak Sian Jin Hong, bagaimana keadaan di sana? Cepat beritahukan!"

Tam Goat Hua memperhatikan ayahnya. Walau wajahnya pucat pias namun tampak tenang sekali, maka gadis itu yakin sebulan dua bulan ayahnya pasti sembuh, maka rasa cemasnya berkurang.

"Ayah, jangan membicarakan urusan di puncak Sian Jin Hong, sebab banyak hal yang perlu kutanyakan kepada ayah."

"Tanyalah! Tapi ayah ingin sekali mendengar tentang kejadian di puncak Sian Jin Hong."

Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam, kemudian mulai bertanya, "Apakah ayah dipanggil Hwe Ciau Tocu dan Cit Sat Sin Kun?"

Tam Sen kelihatan terkejut. Dia tak menyangka putrinya akan mengajukan pertanyaan tersebut. Namun hatinya cepat kembali tenang, dan setelah itu dia menyahut, "Tidak salah, itu adalah julukan ayah di masa lalu, dalam kurun waktu dua puluh tahun. Namun karena ayah merasa tidak puas akan tindak perbuatan di masa lalu, maka ayah tidak memberitahukan kepada kalian kakak beradik tentang julukan tersebut.”

"Oh!" Tam Goat Hua manggut-manggut. "Kalau begitu, apa yang dikatakan si Nabi Setan-Seng Ling juga benar?"

"Apa yang dikatakannya?"

"Dia mengatakan bahwa dulu bersama ayah, kaum rimba persilatan menjuluki ayah dan dia sebagai Thian Te Siang Sat. Benarkah itu?"

"Wuah!" Tam Sen tersenyum. "Sungguh luar biasa! Tidak sampai dua bulan kau berkeliaran di luar, sudah tahu semua itu!"

Tam Goat Hua menatap ayahnya, lalu menambahkan. "Masih ada. Siapa kedua pamanku, ayah tahu kan?"

Tam Sen mengerutkan kening. "Tentu tahu. Yang satu Thaysan Hek Sin Kun, dan yang satu lagi Kim Kut Lau."

Tam Goat Hua menghela nafas panjang, "Bagaimana aku punya kedua paman itu? Ayah, kalau begitu siapa ibuku?"

Tam Sen tersenyum terpaksa. "Tentu nya adik Hek Sin Kun, kakak Kim Kut Lau."

Begitu Tam Goat Hua menyinggung tentang ibunya, ayahnya justru seperti dulu, tidak mau menjelaskan. Ketika gadis itu baru mau bertanya, Tam Sen sudah mendahuluinya.

"Sudah! sekarang kau beritahu kan, bagaimana keadaan di puncak Sian Jin Hong itu?"

Tam Goat Hua segera menutur tentang semua kejadian di puncak Sian Jin Hong. Tam Sen mendengarkan dengan kening berkerut-kerut. Ketika gadis itu menutur tentang orang aneh berkedok, wajah Tam Sen yang pucat pias itu berubah memerah, pertanda amat emosi dalam hatinya. Itu tidak terlepas dari mata Tam Goat Hua.

"Ayah, siapa orang aneh berkedok itu?"

Tam Sen memejamkan mata sambil menghimpun hawa murninya. Berselang sesaat barulah dia membuka mata seraya menyahut. "Kalau ayah bisa bertemu dia, pasti tahu asal-usulnya. Tidak akan lebih dari tiga orang. LagipuIa dia memakai kedok itu."

Dugaan Tam Goat Hua memang tidak salah, orang aneh berkedok itu bukan orang biasa. Teringat akan orang aneh berkedok memberi waktu tiga hari kepadanya untuk mencari Lu Leng, seketika timbullah kegelisahan dalam hatinya, maka gadis itu segera berkata. "Ayah, sebetulnya siapa orang aneh berkedok itu?"

Tam Sen menyahut perlahan. "Kini ayah masih belum bersemangat untuk menjelaskan itu, hanya saja kau tidak boleh mendekatinya. Kepandaian orang aneh berkedok amat lihay, tapi tindakannya semaunya sendiri. Kadang-kadang agak uring-uringan, dan kalau marah apa pun dicetuskannya dan pasti dilaksanakannya."

Begitu mendengar apa yang dikatakan ayahnya, seketika hati Tam Goat Hua berdebar-debar tidak karuan. Si Budak Setan yang berdiri di situ, wajahnya sudah berubah pucat pias. Namun Tam Sen tidak melihat perubahan wajah mereka, karena kebetulan dia memejamkan mata.

"Selanjutnya bagaimana? Teruskanlah!"

Sesungguhnya Tam Goat Hua ingin menutur selanjutnya, tapi mendadak dia teringat akan pesan ayahnya ladi, tidak boleh mendekati orang aneh berkedok itu. Kalau dia menutur secara jujur, berarti dia memberitahukan bahwa dirinya punya hubungan dengan orang aneh berkedok itu. Lagi-pula ketika mendengar orang aneh berkedok, ayahnya sudah tampak emosi. Apalagi tahu kalau putrinya punya hubungan dengan orang itu, apakah tidak akan membuat luka ayahnya bertambah parah?

Setelah berpikir sejenak, Tam Goat Hua memberi isyarat kepada si Budak Setan, kemudian baru melanjutkan penuturannya. "Malam harinya, aku mendengar dari teman ini bahwa Lu Leng berada di dalam Istana Setan. Karena itu, aku tertarik dan segera berangkat ke sana untuk menolongnya."

Tam Sen berkata dengan kagum. "Bagus! Kau cukup bernyali, tapi kau tidak berhasil, kan?"

Tam Goat Hua tertawa. "Ayah terlampau memandang rendah diriku. Aku telah berhasil menolong Lu Leng ke luar dari Istana Setan, namun... dia justru hilang lagi."

Tam Sen menatapnya dalam-dalam. "Ceritakanlah tentang semua itu sejelas-jelasnya!"

Begitu teringat akan semua kejadian di Istana Setan, Tam Goat Hua merasa puas dan bangga, lalu menceritakan semua kejadian di sana berikut tentang hilangnya Lu Leng.

"Ayah, menurut ayah Lu Leng ke mana? Ayah bisa menerkanya?"

Tam Sen tertawa. "Tiada dasar dan jejak, bagaimana ayah bisa menerkanya? Goat Hua, kau jangan menganggap urusan di Istana Setan telah usai, Iho!"

Tam Goat Hua heran. "Maksud ayah urusan itu belum usai?"

Tam Sen mengangguk. "Tentu belum usai, Seng Bou menyuruhmu pergi menemuinya tiga bulan kemudian, kau anggap dia cuma omong saja? Cepat perlihatkan sepasang telapak tanganmu!"

Tam Goat Hua segera memperlihatkan sepasang telapak tangannya, Tam Sen menunjuk jalan darah Lau Kiong Hiat di telapak tangan putrinya seraya berkata.

"Lihatlah sendiri!"

Tam Goat Hua menundukkan kepala. Ternyata di jalan darahnya itu terdapat sebuah titik merah. Dia mendongakkan kepala, namun sebelum dia bertanya, si Budak Setan sudah berteriak kaget.

"Hiat Coa Ku (Racun Darah Ular)!"

Tam Sen tampak terperanjat dan tercengang. "Eh? Sobat ini kok tahu tentang keadaan di Istana Setan?"

Tam Goat Hua segera menyahut. "Dia orang dalam Istana Setan, ayah. Bagaimana mengenai Hiat Coa Ku itu?"

Tam Sen memberitahukan. "Tentunya merupakan semacam racun. Mereka memberimu minum racun tersebut. Tiga bulan kemudian racun itu bereaksi, dan di kedua telapak tanganmu muncul bayangan berbentuk ular merah."

Tam Goat Hua terkejut dan bertanya. "Ada obat penawarnya?"

Tam Sen tertawa. "Tentu ada. Kini setan tua itu tinggal mempunyai seorang putra, maka pasti tidak akan menyiarkannya mati. Legakanlah hatimu, ayah punya akal agar dia mau menyerahkan obat penawar racun itu."

Setelah mendengar ucapan itu, Tam Goat Hua langsung menarik nafas lega. "Tak disangka, setan tua itu begitu kejam!"

Tam Sen tertawa. "Orang yang lebih kejam dan jahat dari dia masih banyak. Kau baru berkecimpung dalam rimba persilatan, apakah menganggap sedang pesiar?"

Begitu mendengar perkataan ayahnya, Tam Goat Hua teringat akan ucapan orang aneh berkedok sehingga membuatnya menghela nafas panjang.

Tam Sen menatapnya seraya bertanya. "Kini kau mau ke mana?"

Tam Goat Hua menyahut. "Aku mau pergi mencari Lu Leng. Biar bagaimana pun aku harus berhasil menemukannya."

Tam Sen manggut-manggut. "Tidak salah, kau memang harus segera menolongnya. Anak itu, kalau jatuh ke tangan orang pasti menimbulkan banyak urusan dalam rimba persilatan. Aaakh! Alangkah baiknya aku dapat membawanya muncul di puncak Sian Jin Hong. Namun ayah telah terluka oleh Pat Liong Thian Im, maka tidak bisa ke puncak itu."

Mendengar itu, bukan main terkejutnya Tam Goat Hua. "Ternyata ayah terluka oleh Pat Liong Thian Im?"

Tam Sen tertawa. "Kau tahu juga tentang Pat Liong Thian Im?"

Tam Goat Hua mengangguk. "Tentu tahu, itu suara harpa. Aku dan kawan ini pernah terluka oleh suara harpa itu."

Tam Sen menghela nafas panjang. "Aaah! Kekacauan dalam rimba persilatan justru dikarenakan itu. Ketika ayah masih kecil, pernah mendengar tokoh tua berkata ‘Pat Liong Thian Im Suk, Thian Hia Bu Lim Ning, Pat Liong Thian Im Cut, Thian Hia Bu Lim Ciat" (Suara Langit Delapan Naga Diam, Rimba persilatan Di Kolong Langit Hening, Suara Langit Delapan Naga Muncul, Rimba persilatan Di Kolong Langit Musnah)! Kini kelihatannya Pat Liong Thian Im telah muncul hampir tiga bulan, rimba persilatan di kolong langit masih belum musnah, namun justru sedang menuju kemusnahan."

Tam Goat Hua segera bertanya. "Ayah, sebetulnya apa itu Pat Liong Thian Im, kok begitu lihay?"

Tam Sen memberitahukan. "ltu merupakan semacam ilmu yang amat lihay. Ilmu itu sudah lama hilang dari rimba persilatan. Konon tali senar harpa itu dibuat dari urat delapan ekor naga, dan badannya dibuat dari semacam pohon ribuan tahun di dasar laut, maka disebut Pat Liong Khim (Harpa Delapan Naga)! Siapa pun yang memiliki lweekang tinggi, pasti akan terpengaruh oleh suara harpa itu."

Tam Goat Hua berpikir sejenak, lalu bertanya. "Kalau begitu, apakah tiada cara untuk mengendalikannya?"

Tam Sen cuma menghela nafas panjang. Dia tidak menyahut sama sekali, lama sekali barulah membuka mulut. "Kau ada urusan boleh pergi. Ayah akan tetap di sini merawat luka. Tempat ini amat sepi dan rahasia, maka tidak akan ada orang tahu ayah di sini."

Mendadak Tam Goat Hua teringat sesuatu, tapi dia justru tidak mengatakannya, sebaliknya malah bangkit berdiri. "Kalau begitu, kami mohon pamit!"

Tam Sen manggut-manggut, lalu memejamkan mata. Tam Goat Hua segera menarik si Budak Setan untuk diajak pergi. Beberapa mil kemudian, barulah dia bertanya.

"Apakah masih ada ‘Sari Air Batu’ di dalam goamu itu?"

Si Budak Setan menyahut dengan wajah muram, "Kalau mau mengambil masih ada sedikit, namun kini kita tidak bisa ke sana."

Tam Goat Hua tercengang. "Mengapa?"

Si Budak Setan menjawab, "Karena tuan penolong ingin menangkapku, maka dia menyuruh Hakim Kanan untuk menjaga di dalam goa itu."

Tam Goat Hua tertawa. "Takut apa? Oh ya, hanya Hakim Kanan sendiri?"

Si Budak Setan mengangguk. "Ya."

Tam Goat Hua menepuk bahunya seraya berkata, "Aku juga ke sana, paling bertarung dengannya."

Si Budak Setan tertawa. "Bagus! Nona Tam, tadi Tam Tayhiap bilang orang aneh berkedok itu... kita tidak jadi mencari Lu Leng?"

Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Tentu harus mencarinya. Namun percuma terburu buru. Yang penting harus berupaya agar luka ayahku lekas sembuh, barulah cari jalan bersama."

Si Budak Setan mengangguk. Mereka berdua lalu berangkat ke goa tersebut. Tam Goat Hua dan Lu Leng meninggalkan Istana Setan, hanya menempuh perjalanan satu malam sudah sampai di kota itu. Oleh karena itu mereka masih dalam radius seratus mil dari Istana Setan. Sedangkan goa tempat tinggal si Budak Setan juga tidak begitu jauh, maka ketika hari mulai sore mereka sudah tiba di depan goa tersebut. Begitu tiba di depan goa itu, Tam Goat Hua langsung mengayunkan rantai besi yang melekat di pergelangan tangannya untuk menghantam pintu goa.

“Braaak!”

Seketika juga terdengar suara sahutan dari dalam. "Siapa di luar?!" Itu suara si Hakim Kanan.

Tam Goat Hua segera memandang si Budak Setan. Si Budak Setan cepat-cepat menyahut.

"Hakim Kanan, aku pulang!"

Terdengar suara tawa si Hakim Kanan di dalam goa, kemudian pintu goa itu terbuka. Sebelum pintu goa itu terbuka, Tam Goat Hua sudah siap. Maka begitu pintu goa terbuka, dia langsung melancarkan sebuah pukulan. Rantai yang melekat di pergelangan tangannya menyambar kepala si Hakim Kanan, sedangkan si Hakim Kanan sama sekali tidak menyangka kalau si Budak Setan akan membawa seseorang ke sana. Dia hanya mengira si Budak Setan menyerahkan diri saking takutnya.

Pukulan dan sambaran rantai besi itu membuat si Hakim Kanan terkejut bukan kepalang. Dia langsung mundur sambil berkelit. Akan tetapi Tam Goat Hua sudah maju selangkah sekaligus melancarkan dua buah pukulan, yaitu jurus Cai Tiap Siang Hui (Sepasang Kupu Kupu Beterbangan). Gerakan jurus tersebut amat cepat ditambah sepasang rantai besi menyambar-nyambar mengurung si Hakim Kanan.

Saat ini, si Hakim Kanan masih belum melihat jelas siapa yang menyerangnya. Namun dia mengenali sepasang rantai besi itu milik Tam Goat Hua, dan itu membuatnya tercengang serta terperanjat. Mendadak dia membentak keras lalu melancarkan dua pukulan, tapi sepasang rantai besi itu telah menyambar tangannya. Dia berusaha menarik kembali tangannya tapi terlambat, maka seketika terdengar jeritan kesakitan.

"Aaakh!"

Walau tangannya telah terhantam rantai besi, namun dia masih dapat menyerang dengan sengit, mengarah bagian dada Tam Goat Hua. Gadis itu terpaksa meloncat ke belakang. Dia terkejut pula dalam hati, sebab dia telah melancarkan dua jurus serangan mendadak, tapi masih belum berhasil merobohkan si Hakim Kanan, berarti kepandaian si Hakim Kanan cukup tinggi.

Oleh karena itu Tam Goat Hua segera menyerang dengan jurus Thian Peng Te Liak (Langit Runtuh Bumi Retak). Jurus itu adalah salah satu jurus dari Cit Sat Sin Ciang, yang mengandung unsur lurus dan sesat, maka dapat dibayangkan betapa lihaynya jurus tersebut. Si Hakim Kanan ingin mengeluarkan senjatanya, tetapi angin pukulan itu telah menyambamya. Dia berusaha berkelit, tapi bahunya tetap terpukul.

“Kraak!” tulang bahunya patah.

Pada waktu bersamaan, rantai besi Tam Goat Hua juga menghajar punggungnya.

"Aaakh!" dia menjerit lalu roboh.

"Hm!" dengus Tam Goat Hua. "Masih mau bertarung lagi?"

Si Hakim Kanan tidak menyahut. Akan tetapi mendadak dia mengayunkan tangannya, tampak tiga titik cahaya meluncur cepat ke arah wajah Tam Goat Hua. Saat ini mereka hanya berjarak satu depa lebih, sedangkan tiga titik cahaya itu meluncur bagaikan kilat. Tam Goat Hua berseru kaget, tapi dia masih sempat berkelit ke kiri.

“Ser! Ser! Ser!” ketiga titik cahaya itu melewati mukanya.

Belum juga rasa kagetnya hilang, sudah tampak lagi tiga titik cahaya meluncur ke arah perutnya. Dalam keadaan terjepit, mendadak Tam Goat Hua menghantamkan rantai besinya ke bawah.

“Plaak!”

Tam Goat Hua meminjam tenaga tersebut untuk mencelat ke belakang. Di saat itulah si Hakim Kanan sudah bangkit berdiri sambil mengeluarkan sebuah golok tipis. Dia menatap Tam Goat Hua dengan bengis, kemudian mendadak menerjang ke arah gadis itu, maka terjadilah pertarungan yang amat sengit. Walau bahu kiri si Hakim Kanan telah terluka, tapi serangan-serangannya tetap gencar dan membahayakan. Tak terasa pertarungan mereka telah melewati delapan jurus.

Hati Tam Goat Hua semakin gelisah. Tiba-tiba gadis itu membentak keras, kemudian menyerang si Hakim Kanan bertubi-tubi, sehingga membuat si Hakim Kanan tergetar mundur dua langkah. Di saat bersamaan mendadak terdengar suara busur. Kemudian si Hakim Kanan pun membentak.

"Budak Setan, kau...!"

Belum usai ucapan si Hakim Kanan, Tam Goat Hua sudah melancarkan sebuah pukulan ke arahnya. Si Hakim Kanan berusaha berkelit, namun panah kecil yang dilepaskan si Budak Setan telah menembus tenggorokannya. Si Hakim Kanan terkulai tanpa mengeluarkan suara, di saat itu pukulan yang dilancarkan Tam Goat Hua pun mendarat di dadanya.

“Duuk!” si Hakim Kanan terpental beberapa depa, kemudian roboh dan tak bergerak lagi.

Tam Goat Hua menoleh. Dilihatnya tangan si Budak Setan memegang busur dan wajahnya tampak murung sekali. Tam Goat Hua tahu dia tidak biasa melukai orang, apalagi terhadap orang dari Istana Setan. Diam-diam gadis itu menghela nafas, kemudian berkata, "Jangan bodoh! Si Hakim Kanan sering membunuh orang dalam rimba persilatan lagi-pula dia amat jahat! Dia mati memang merupakan ganjarannya, kau tidak perlu berduka karenanya! Cepat ambil ‘Sari Air Batu’!"

Si Budak Setan menarik nafas dalam-dalam. "Dia memang pernah menghinaku, tapi... juga pernah berlaku baik terhadapku!"

Usai berkata begitu si Budak Setan mendekati batu ajaib, lalu memandang Tam Goat Hua seraya berkata, "Nona Tam, bisakah kau memecahkan batu ini?"

Tam Goat Hua tertegun. "Kalau batu ini di pecahkan, bukankah selanjutnya kita tidak akan dapat memperoleh ‘Sari Air Batu’ lagi?"

Si Budak Setan menyahut, "Apa boleh buat, sebab tiada jalan lain lagi."

Tam Goat Hua diam sejenak, setelah itu dia menatap si Budak Setan dan berkata. "Kalau kau tidak berniat, aku pun tidak akan memaksamu."

Si Budak Setan tertawa. "Nona Tam, kau omong apa? Bagaimana mungkin aku tidak berniat? Bukankah kini aku sudah tidak boleh ke mari lagi? Untuk apa batu ini dibiarkan di sini untuk mereka?"

Tam Goat Hua manggut-manggut, kemudian mengerahkan lweekang-nya dan mengayunkan rantai besi di lengannya.

“Braaak!” batu itu belah menjadi empat, tampak suatu benda lunak di dalamnya yang berwarna kekuning-kuningan.

Si Budak Setan segera menjulurkan tangannya untuk mengambil benda itu, lalu berkata,
"Tam Goat Hua, ini pasti ‘Sari Batu’."

"Kita harus cepat pergi, sebab kalau tertambat kita pasti celaka," sembari berkata, Tam Goat Hua mengambil benda itu dari tangan si Budak Setan.

Kemudian mereka berdua segera meninggalkan goa itu. Ketika mereka keluar dari goa, hari sudah mulai gelap, maka tanpa membuang waktu lagi mereka langsung berangkat ke tempat persembunyian Tam Sen. Setelah tengah malam, sampailah mereka di bukit kecil itu. Di bawah sinar rembulan yang remang-remang, tampak Tam Sen berbaring di tengah-tengah tumpukan batu. Dia memandang Tam Goat Hua dengan mata terbelalak.

Tam Goat Hua menjulurkan tangannya seraya berkata, "Ayah, lihatlah benda apa ini?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menerima benda lunak itu, lalu diperhatikannya. Mendadak dia tampak tersentak. "Eh? Ini... ini ‘Sari Batu’ laksaan tahun. ‘Sari Batu’ ini tumbuh di dalam batu laksaan tahun dan mengeluarkan ‘Sari Air Batu’. Kau dapat dari mana barang ini?"

Tam Goat Hua menyahut dengan bangga. "Ayah tidak usah mempedulikan itu. Tempo hari aku terluka oleh Pat Liong Thian Im. Tapi setelah aku minum ‘Sari Air Batu’, dalam waktu semalam lukaku sudah sembuh. Cepatlah ayah makan ‘Sari Batu’ itu!"

Tam Sen menghela nafas panjang, "Goat Hua, kalau begitu dapat kau langsung makan. Lweekang-mu akan bertambah sama dengan sepuluh tahun kau berlatih."

Tam Goat Hua terperanjat. "Ayah, apakah kini sudah tiada manfaatnya lagi?"

Tam Sen memberitahukan, "Benda ini sudah berubah menjadi batu karena terhembus angin, tentu khasiatnya tidak seperti semula. Sungguh sayang sekali! Terus terang, ribuan tahun pun sulit bertemu ‘Sari Batu’ ini."

Tam Goat Hua tidak merasa menyesal meski pun tidak makan ‘Sari Batu’ tersebut ketika baru diperolehnya dari dalam goa. Dia ingin mengambil benda itu hanya demi mengobati luka ayahnya, tidak bermaksud menambah lweekang-nya.

Sementara Tam Sen terus memandang ‘Sari Batu’ yang masih dipegangnya. Kemudian dia mengerahkan lweekang-nya untuk menghancurkan ‘Sari Batu’ yang telah beku itu dan langsung dimasukkan ke dalam mulutnya. Berselang beberapa saat, barulah dia berkata, "Dengan adanya ‘Sari Batu’, dalam waktu tiga hari lukaku pasti sembuh."

Seketika juga Tam Goat Hua menarik nafas dingin, lalu segera bertanya. "Masih membutuhkan waktu tiga hari?" Berarti urusan mencari Lu Leng, tetap harus mengandal pada dirinya sendiri.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen mengangguk. "Tentu, tapi esok pagi ayah sudah boleh berjalan, tidak usah meringkuk di tempat ini lagi. Namun ayah harus terus melakukan perjalanan ke Bu Yi San untuk mencegah pertumpahan darah antara Go Bi, Tiam Cong dengan Tujuh Dewa."

Padahal Tam Goat Hua ingin minta bantuan ayahnya untuk mencari Lu Leng, namun dia justru tidak membuka mulut. Karena dia teringat akan hilangnya Lu Leng yang agak misterius, tambah satu orang mencarinya juga belum tentu ada artinya.

Malam harinya, Tam Sen menghimpun hawa murni untuk mengobati lukanya, sedangkan Tam Goat Hua dan si Budak Setan duduk beristirahat di atas sebuah batu semalaman.

Keesokan harinya, luka yang diderita Tam Sen sudah sembuh lima bagian. Dia berjalan ke luar dari tengah-tengah tumpukan batu menghampiri si Budak Setan, "Terima-kasih atas bantuanmu, sobat kecil! Bolehkah aku tahu namamu?"

Wajah si Budak Setan langsung kemerah-merahan, dan Tam Goat Hua segera menyahut. "Sejak kecil dia tidak punya orang-tua, jadi dia tidak tahu marganya!"

Tam Sen mengerutkan kening. "Sungguh keterlaluan! Bagaimana mungkin si Nabi Setan-Seng Ling tidak tahu nama pemilik Busur Api?"

Mendengar itu, sepasang mata si Budak Setan langsung berbinar-binar, kemudian dia berkata. "Tam Tayhiap, aku percaya setelah aku mengerti urusan, sosok tengkorak yang di dalam goa itu pasti familiku."

Tam Sen manggut-manggut. "Tentu. Pemilik Busur Api adalah kepala Coan Pian Liok Couw (Enam Jelek Dari Daerah Coan Pian), julukannya Couw Ling Koan bernama Oey Tung. Sudah lama misteri kematiannya tidak terungkap, kemungkinan besar kau anaknya."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar