Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 28

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa. "Hahaha! Gadis itu mengira setelah menelan mutiara tersebut pasti segera menambah lweekang-nya. Ternyata dia tidak tahu, mutiara itu mengandung hawa dingin! Walau aku memiliki Im Si Ciang, pasti akan menggigil kedinginan satu jam sebelum merasakan manfaatnya. Dengan menelan mutiara itu berarti dia mencari mati!"

"Kalau dia mati kita sudah tidak bisa memperoleh mutiara itu lagi!"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa. "Hahaha! Ketika dia hampir mati, aku akan menghisap darahnya. Sama saja manfaatnya bagi diriku!"

Pembicaraan mereka berdua tidak lerlepas dari telinga Toan Bok Ang, Kini gadis itu menyesal sekali. Dia terlanjur menelan mutiara itu, untuk memuntahnya sudah tidak bisa lagi. Sementara si Setan-Seng Ling dan putranya sudah duduk di sisinya, menunggu untuk menghisap darahnya.

Toan Bok Ang berseru dalam hati, "Lu-siauhiap! Oh, Lu-siauhiap! Kalau kau tahu aku akan mengalami ini, sudah pasti kau tidak akan melarangku ikut kau ke bawah gunung! Lebih baik mati oleh suara Pat Liong Thian Im dari-pada mati di sini dengan cara mengenaskan!”

Meski begitu, Toan Bok Ang tidak bisa menyalahkan Lu Leng yang telah meninggalkan dirinya di dalam goa itu. Kini dia merasa sepasang tangan dan kakinya semakin dingin seakan membeku, begitu pula sekujur badannya.

Sou Mia Su yang sudah duduk di sisinya menatap tajam penuh kegeraman kepada Toan Bok Ang, sepertinya hendak menelan tubuh gadis itu. "Ayah! Bukankah dia adalah Toan Bok Ang murid Hui Yan Bun?" tersentak Sou Mia Su begitu mengenali siapa gadis yang tergeletak di sampingnya itu.

"Peduli dia siapa!" dengus si Nabi Setan-Seng Ling begitu sengit.

Sou Mia Su bangkit berdiri. "Ayah...."

"Tulup mulutmu!"

Air muka Sou Mia Su berubah, dia mundur selangkah dengan wajah gusar. "Ayah, usiaku sudah tidak muda lagi. Ayah sering bilang akan menikahkanku! Namun... hingga kini aku belum punya istri!"

Si Setan-Seng Ling sudah melihat bagaimana reaksi putranya setelah melihat Toan Bok Ang. Ucapan putranya barusan tentu saja membuat wajahnya menghijau. "Omong ko...," namun belum juga usai ucapannya, si Nabi Setan-Seng Ling merasa darahnya bergolak, maka terbatuk-batuk beberapa kali.

"Ayah, Toan Bok Ang juga baik, aku... aku ingin memperistrinya. Bagaimana menurut Ayah?"

Walau sekujur badannya telah membeku, namun telinga gadis itu masih bisa mendengar. Dan mengetahui bahwa Sou Mia Su ingin memperistrinya, Toan Bok Ang langsung merasa muak. Ingin ia mencacinya tapi tak mampu membuka mulutnya.

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa terbahak, "Hahaha! Dia sudah mau jadi mayat, bagaimana mungkin kau memperisterinya?"

"Ayah, aku pernah dengar dari Ayah tentang mutiara Kura-Kura Mayat. Orang yang menelan mutiara itu memang akan menderita kedinginan, namun jika kemudian menelan sesuatu yang mengandung hawa panas maka dapat melawan hawa dingin itu, bahkan amat bermanfaat bagi dirinya!"

Si Nabi Setan-Seng Ling gusar bukan main, sehingga sekujur badannya bergemetaran. "Kau... kau binatang! Kau... tidak mempedulikan keadaan luka ayahmu!"

Mendadak Sou Mia Su-Seng Bou tertawa. "Ayah, jika lukamu sembuh aku justru akan kehilangan nyawa. Karena urusan kami kakak beradik, apakah ayah begitu gampang melepaskanku?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tampak tersentak mendengar ucapan putranya. Dia benar-benar tak pernah menduga. Sekian lama menjagoi rimba persilatan, tadi di ruang besar itu menderita luka parah namun tidak mati, kini malah akan mati di tangan putranya sendiri!

Sou Mia Su tentu tidak berani menjatuhkan tangan kejam membunuh ayahnya. Tetapi kalau Seng Bou membawa pergi Toan Bok Ang, sehingga dia tidak bisa menghisap darah gadis itu untuk menyembuhkan lukanya, sedangkan dia akan ditinggal di dalam goa, bukankah sama juga membiarkannya mati perlahan-lahan? Betapa gusarnya Nabi Setan-Seng Ling, tahu putranya yang satu ini justru lebih licik dari dirinya. Maka dia tidak berani melampiaskan kegusarannya, sebaliknya malah berkata dengan lembut sekali

"Anak Bou, mengenai urusan kalian kakak beradik, aku tidak akan mengungkitkannya lagi. Kelak jika sembuh, aku pasti akan menurunkan beberapa macam ilmu silat padamu. Bagaimana?" rajuk Seng Ling kepada putranya.

Sou Mia Su Seng Bon tertawa licik. "Ayah, sudahlah! Kenapa tidak dari dulu Ayah menurunkan ilmu silat itu padaku? Walau aku putramu, tapi kau sama sekali tidak mempercayaiku!" berkata sampai di situ, Seng Bou tertawa lagi, "Hehehe! Aku tahu, beberapa macam ilmu silat itu semuanya dituliskan di dalam beberapa buah kitab. Terus terang, aku sudah menghafalnya, kalau tidak percaya kau bisa kembali ke Istana Setan, boleh menyaksikan ilmu silatku, apakah sudah mengalami kemajuan atau belum?"

Usai berkata begitu, Sou Mia Su langsung membopong Toan Bok Ang meninggalkan goa itu. Betapa terkejutnya si Nabi Setan-Seng Ling melihat hal itu.

"Anak Bou! Anak Bou!"

Akan tetapi Sou Mia Su tidak menghiraukannya. Tanpa menoleh dia terus melangkah pergi sambil membopong Toan Bok Ang. Si Nabi Setan gusar sekali dan menyesal. Menyesal karena dirinya hanya menyayangi kedua putranya, terhadap orang lain justru teramat sadis. Kini putranya terhadap dirinya justru telah meniru perbuatannya! Si Nabi Setan-Seng Ling menghela nafas panjang, kemudian pingsan.

Sementara itu Lu Leng terus melesat ke bawah gunung. Dia tahu, satu jam kemudian Toan Bok Ang dapat membuka jalan darahnya yang tertotok. Dalam waktu satu jam itu, kemungkinan besar dirinya dan lainnya sudah jadi mayat di bawah gunung itu. Lu Leng tahu dalam hati Toan Bok Ang telah jatuh cinta padanya, tapi dia justru tersiksa oleh percintaan. Oleh karena itu, bagaimana mungkin masih berani membicarakan soal percintaan?

Setelah meninggalkan goa, dia terus melesat ke bawah gunung. Sebelum sampai di tempat tujuan, dia sudah mendengar suara Pat Liong Thian Im, yang bagaikan terjangan ribuan kuda membuat hatinya tergetar hebat. Lu Leng berusaha tenang sambil terus melangkah. Semakin dekat hatinya semakin tergetar keras, sehingga langkahnya jadi tidak teratur.

Dia menatap ke depan. Dilihatnya para tokoh tua sedang duduk bersila. Yang memiliki lweekang tinggi agak dekat dengan Liok Ci Khim Mo, sedang yang memiliki lweekang masih rendah berada lebih jauh. Tampak mereka mengeluarkan darah dan wajah mereka pucat bagai mayat. Beberapa orang sudah terkapar, di antaranya masih belingsatan menggeliat sambil mencakari tanah dengan kuku jari tangan mereka yang mengucurkan darah. Sepertinya mereka tidak sadar akan keadaan dirinya masing-masing.

Telah terpengaruh dahsyatnya Pat Liong Thian Im, Lu Leng sudah tidak sempat menyaksikan terus karena mendadak dia merasa kakinya lemas dan seketika tubuhnya merosot jatuh terduduk di tanah. Dia merasa suara harpa itu bagaikan geledek, terus-menerus menyambar di atas kepalanya sehingga darahnya bergolak, dan tak lama kemudian mulutnya sudah mengeluarkan darah. Mungkin dia sudah terluka dalam!

Akan tetapi, Lu Leng masih sempat melihat Liok Ci Khim Mo duduk di atas batu. Jari tangan orang itu terus memetik tali senar Pat Liong Khim. Musuh besarnya sudah begitu dekat, namun dia tidak mampu berbuat apa-apa! Hatinya seperti disayat, namun juga harus berusaha menenangkan hati melawan suara harpa itu. Rasa dendamnya mampu membuatnya dapat bergerak sedikit demi sedikit ke arah Liok Ci Khim Mo. Dia ingin turun tangan membunuh musuh besarnya itu!

Tak seberapa lama, beberapa orang yang berguling-guling itu mendadak meloncat ke atas, kemudian terbanting ke tanah dan tak bergerak lagi. Sedangkan suara Pat Liong Thian ini mengalun semakin cepat dengan nada semakin meninggi. Semua orang yang duduk bersila mulai terguncang hebat. Nafas mereka memburu.

Lweekang Lu Leng lebih rendah dari mereka, namun dia masih dapat bertahan. Hal itu disebabkan dia datang belakangan. Mendadak terdengar suara bentakan Sui Cing Siansu dan Liat Hwe Cousu. Keduanya bangkit berdiri dengan badan sempoyongan menuju ke arah Liok Ci Khim Mo. Namun langkah mereka tampak begitu berat, sepertinya sedang mendaki ke tempat yang amat tinggi. Ketika melangkah dua tiga depa, mendadak terdengar suara dentaman keras dan menggetarkan sebanyak tiga kali.

Lu Leng tahu, itu suara tali harpa yang ke delapan. Dulu ketika berada di luar kota Lam Cong, dia melihat sebuah kereta mewah. Di dalam kereta mewah itu terdapat sebuah harpa kuno. Tanpa sengaja dia memetik tali senar harpa yang ke delapan sehingga mengeluarkan suara berdentam keras. Walau hati Lu Leng tergoncang keras oleh suara itu, dia masih berusaha memandang ke depan.

Tampak Sui Cing Siansu dan Liat Hwe Cousu terdorong sempoyongan beberapa langkah ke belakang. Setelah terdorong mundur tiga langkah, badan mereka bergoyang-goyang, kemudian jatuh duduk. Menyaksikan itu Lu Leng tahu, tidak lama lagi semua orang yang berada di situ pasti binasa, rimba persilatan bakal dikuasai Liok Ci Khim Mo. Tokoh ini akan menjadi Bu Lim Ci Cun (Penguasa Rimba Persilatan).

Perlahan-lahan Lu Leng merasa tidak kuat bertahan. Wajahnya sudah pucat pias, sementara suara harpa itu semakin tidak kedengaran. Ini merupakan pertanda kalau dirinya mulai terpengaruh. Dan saat itulah terdengar tiga kali suara.

"Pheng! Pheng! Pheng!"

Anehnya, meski pun saat itu suara Pat Liong Thian Im sangat dahsyat, tiga kali suara yang datang belakangan terdengar keras dan jelas. Suara itu ternyata berasal dari busur. Semua yang mendengar suara busur itu seketika tersentak sadar dari pengaruh suara Pat Liong Thian Im itu. Semua orang membuka mata, Liok Ci Khim Mo pun tertegun hingga tiba-tiba berhenti memetik tali senar harpanya. Begitu suara Pat Liong Thian Im berhenti, legalah hati semua orang meski tetap belum bisa bergerak.

Liok Ci Khim Mo mendongakkan kepala, lalu berseru dengan suara lantang. "Siapa yang membunyikan tiga kali suara busur? Apakah pemilik Busur Api pusaka rimba persilatan?"

Mendadak tampak sosok bayangan berkelebat cepat sekali, dan tahu-tahu sudah berada di hadapan Liok Ci Khim Mo.

"Tidak salah, memang aku!"

Lu Leng yang sampai paling belakang mengalami luka paling ringan dibandingkan dengan yang lain. Maka melihat orang yang baru muncul itu, dia pun langsung mengenalinya. Ternyata orang itu si Budak Setan Oey Sim Tit. Kemunculannya dengan bunyi busur yang menyebabkan Liok Ci Khim Mo berhenti memetik tali senar harpa, membuat Lu Leng terheran-heran. Dia amat terkejut karena saat itu hari sudah mulai terang.

Lu Leng sudah melihat jelas wajah Liok Ci Khim Mo dan wajah si Budak Setan-Oey Sim Tit. Ternyata mereka berdua memiliki wajah yang amat buruk. Liok Ci Khim Mo di atas batu, sedangkan si Budak Setan-Oey Sim Tit berdiri di hadapannya, jarak mereka hanya satu depa. Mata mereka berdua terbelalak saling memandang. Lu Leng juga terbelalak menyaksikan wajah kedua tokoh sakti itu ternyata sama mirip satu sama lain.

"Kau...!"

Si Budak Setan-Oey Sim Tit tidak dapat melanjutkan. Selama ini dia menganggap wajahnya paling buruk di dunia. Namun kini bertemu Liok Ci Khim Mo yang menggemparkan rimba persilatan itu, ternyata juga memiliki wajah yang amat buruk, bahkan buruknya serupa dengan wajahnya. Liok Ci Khim Mo kelihatan juga sependapat dengan si Budak Setan-Oey Sim Tit.

"Kau si Budak Setan?!" bentak Liok Ci Khim Mo.

Oey Sim Tit manggut-manggut.

"Kau tahu asal usulmu?"

Oey Sim Tit menggeleng kepala. "Tidak tahu. Ketika aku mulai mengerti urusan, di sisiku terdapat sosok tengkorak dan Busur Api ini!"

Sekujur badan Liok Ci Khim Mo tampak tergetar, sehingga tanpa sadar tangannya memetik tali senar harpa itu. Namun kali ini suaranya berubah, tidak melengking dan menyakitkan telinga, bahkan terdengar merdu dan sedap di telinga.

"Kini kau sudah berjumpa aku, masih tidak mengerti?"

Oey Sim Tit tertegun, matanya terbelalak dengan mulut ternganga lebar. "Kau... kau... adalah...."

Sebelum Oey Sim Tit usai berkata, Liok Ci Khim Mo sudah tertawa gelak dan berkata, "Anak bodoh! Kita amat mirip satu sama lain, kau masih ragu apa?"

Selama ini si Budak Setan-Oey Sim Tit menganggap dirinya tidak punya orang-tua. Tidak disangka saat ini muncul orang yang amat dirindukannya.

"Ayah!" seru Oey Sim Tit seakan tidak percaya sama sekali.

Liok Ci Khim Mo bangkit berdiri, sebelah tangannya memegang harpa, sebelah lagi direntangkan lebar-lebar. Badan si Budak Setan-Oey Sim Tit berkelebat, dia langsung memeluk tubuh Liok Ci Khim Mo.

"Tahukah kau siapa ayahmu ini?"

Si Budak Setan-Oey Sim Tit menyahut, "Kaum rimba persilatan menjuluki ayah Liok Ci Khim Mo!"

Liok Ci Khim Mo tertawa gelak. "Hahaha! Itu setelah ayah memperoleh Pat Liong Thian Im. Kau tidak mau tahu dulu ayah dipanggil apa?"

Si Budak Setan-Oey Sim Tit menoleh ke belakang, semua orang yang tadi bergelimpangan sedang memandangnya, termasuk Cit Sat Sin Kun-Tam Sen. Setelah memandang Cit Sat Sin Kun-Tam Sen sejenak, si Budak Setan-Oey Sim Tit berkata, “Tam Tayhiap pernah memberitahukan padaku, sosok tengkorak yang berada di sisiku kemungkinan besar adalah Oey Tung, salah seorang Soan Tiong Liok Chou. Maka selama ini aku anggap dia adalah ayahku!"

Ketika si Budak Setan-Oey Sim Tit menyebut nama tersebut, wajah Liok Ci Kim Mo tampak terperanjat. "Ternyata masih ada orang kenal namaku, ayah memang bernama Oey Tung!"

Percakapan kedua tokoh berwajah buruk yang ternyata bapak dan anak itu tentu saja sampai di telinga semua orang di sana, padahal sebenarnya siapa dan asal-usul Liok Ci Kim Mo selama ini masih merupakan teka-teki besar bagi kalangan tokoh rimba persilatan. Kini Liok Ci Khim Mo sudah memberitahukan, ternyata dia merupakan salah seorang Coan Tiong Liok Chou bernama Oey Tung, julukannya Chou Ling Koan.

Semua orang tidak merasa heran, sebab Coan Tiong Liok Chou berasal dari golongan hitam, amat sadis dan sering membunuh orang. Sudah lama kaum rimba persilatan golongan lurus ingin membasmi mereka, namun mereka selalu berhasil meloloskan diri. Semua orang tahu, kehebatan Liok Ci Khim Mo hanya terletak pada Pat Liong Thian Im.
ilmu silatnya cuma tergolong tingkat dua. Kini dugaan mereka terbukti, karena Liok Ci Khim Mo adalah Chou Ling Koan-Oey Tung.

Setelah tertegun cukup lama, Budak Setan-Oey Sim Tit membuka mulut, "Kalau begitu, tengkorak siapa yang berada di sisiku?" tanyanya membuat wajah Liok Ci Khim Mo berubah bengis.

"Binatang itu memang harus mampus!" geramnya seakan marah bukan main.

Si Budak Setan-Oey Sim Tit terlalu polos dan jujur. Maka setelah mengerti urusan, sejak itu dia menganggap tengkorak itu familinya. Seringkali dirinya berbicara dengan tengkorak itu sebelum bertemu Tam Goat Hua. Ada permasalahan apa saja selalu ditumpahkan pada tengkorak tersebut. Karena itu dia amat menghormati benda tak bernyawa itu.

Kini dia tahu ayahnya masih hidup, bahkan berada di hadapannya, Mereka berdua memang mirip. Tentunya Liok Ci Khim Mo tidak hanya mengaku seenaknya saja, dia memang benar ayah dari tokoh bernama Budak Setan-Oey Sim Tit. Tapi ketika Liok Ci Khim Mo mencaci tengkorak, Oey Sim Tit jadi tertegun.

"Nak, dulu ayah mengangkat saudara dengan beberapa orang, dan tanpa sengaja menemukan Busur Api dan Pat Liong Khim. Pada waktu itu kau belum lama lahir. Salah seorang berhati serakah ingin menelan kedua pusaka itu. Secara diam-diam dia mengambil Busur Api. Ayah menyerangnya dengan senjata rahasia beracun, namun dia berhasil merebutmu. Karena itu ayah tidak berani menyerangnya lagi, khawatir akan melukaimu. Akhirnya dia membawamu kabur. Beberapa tahun ini aku terus mencarimu. Untung kau tidak apa-apa, sedangkan orang itu pasti mampus karena terkena senjata rahasia beracun. Dan sekarang kita berjumpa, ayah pun telah berhasil mempelajari Pat Liong Thian Im. Ayah jadi Bu Lim Ci Cun!"

Si Budak Setan-Oey Sim Tit manggut-manggut, kini dia sudah jelas mengenai asal-usulnya. "Oooh! Ternyata begitu!" gumamnya sambil memandangi ayahnya yang masih asing.

Liok Ci Khim Mo tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Nak, ilmu ginkang-mu amat tinggi!"

"Hanya mahir ginkang, tidak pernah belajar ilmu silat lain!" sahut Oey Sim Tit merendah. Dia malu, wajahnya tampak kemerahan mendengar pujian sang ayah.

"Jangan takut, ayahmu adalah Bu Lim Ci Cun. Siapa berani tidak menghormatimu? Nak, kau menyingkir dulu! Biar ayah menghabiskan mereka dengan Pat Liong Thian Im, lalu kita bercakap-cakap lagi."

Si Budak Setan-Oey Sim Tit terkejut mendengar itu. "Ayah bilang apa?"

"Mereka semua berani tidak tunduk pada ayah sebagai Bu Lim Ci Cun. Aku menghendaki kaum rimba persilatan di kolong langit tahu akibat jika tak mau tunduk kepadaku. Maka orang yang berada di sini, semua harus mampus!"

Dalam hati Oey Sim Tit yang jujur polos itu menganggap perkataan Liok Ci Khim Mo tak pakai aturan. Tampaknya dia kurang setuju dengan ayahnya. "Ayah memiliki Pat Liong Thian Im yang dahsyat, tentu mereka akan tunduk. Untuk apa ayah harus membunuh begitu banyak orang?"

Liok Ci Khim Mo tertawa dingin. "Nak, kau tak pernah tahu. Dulu sebelum ayah menguasai ilmu Pat Liong Thian Im, banyak kaum rimba persilatan meremehkan ayah!" Berkata sampai di sini, Liok Ci Khim Mo tertawa lagi, "Hahaha! Dulu si Pecut Emas-Han Sun menganggap dirinya berkepandaian tinggi, maka dia mengejar kami suami isteri. Pada waktu itu ibumu sedang hamil. Karena berusaha kabur, akhirnya keguguran. Kalau tidak, kau tentu memiliki seorang kakak. Hahaha! Setelah berhasil menguasai ilmu Pat Liong Thian Im, ayah membunuh anaknya!"

Mengenai kematian anak si Pecut Emas-Han Sun, mayatnya berada di dalam gudang batu Lu Sin Kong. Kemudian Lu Sin Kong suami isteri mengantar kotak kayu ke rumah si Pecut Emas-Han Sun. Dan kejadian di puncak Sian Jin Hong Bu Yi San, ditimbulkan oleh peristiwa sadis ini. Akan tetapi, pada waktu itu tiada seorang pun tahu peristiwa menggiriskan itu perbuatan siapa. Kini barulah terbuka rahasia itu di depan para tokoh tingkat tinggi persilatan. Semua orang di tempat itu mendengar jelas pengakuan Liok Ci Khim Mo.

Han Giok Shia segera bangkit berdiri meski sempoyongan. Dia mencaci sambil menuding Liok Ci Khim Mo. "Kau penjahat busuk!"

Karena emosi, setelah mencaci Han Giok Shia muntah darah segar, dan segera roboh lagi. Tam Ek Hui segera memapahnya, namun gadis itu berkertak gigi seraya berkata sengit. "Jangan menghalangiku! Aku... aku mau balas dendam!"

Tam Ek Hui menghela nafas panjang. "Giok Shia, kini kita semua terluka parah! Aaaah...."

"Hahaha! Nak, dengar lagi penuturan ayah! Setelah membunuh anak si Pecut Emas-Han Sun, ayah teringat akan dendam terhadap Lu Sin Kong suami isteri. Mereka berdua pernah menghina ayah, maka ayah mengatur semua rencana agar mereka mengantar sebuah kotak kayu ke rumah si Pecut Emas-Han Sun. Selain itu, ayah juga menyiarkan suatu berita, bahwa kotak kayu tersebut berisi rahasia rimba persilatan. Karena itu banyak kaum rimba persilatan saling berebut kotak kayu tersebut sehingga terjadi pertarungan di sepanjang jalan. Di saat Lu Sin Kong suami istri hampir tiba di Sucou, ayah menaruh kepala anak si Pecut Emas-Han Sun ke dalam kotak kayu itu, agar mereka suami isteri bertarung mati-matian dengan si Pecut Emas-Han Sun!"

Sampai di situ, Liok Ci Khim Mo tertawa gelak lagi. "Hahaha! Gudang batu Lu Sin Kong, justru teman ayah yang membukanya. Ayah menaruh mayat anak si Pecut Emas-Han Sun di sana...."

Liok Ci Khim Mo terus menceritakan tentang semua itu dengan rasa bangga dan sombong. Dia merasa puas dan gembira sekali, sebaliknya wajah si Budak Setan-Oey Sim Tit berubah pucat.

Kini Lu Leng baru tahu jelas tentang kematian kedua orang-tuanya, ternyata perbuatan Liok Ci Khim Mo. Seketika itu juga dendam kesumat yang telah lama terpendam di dadanya seakan meledak, darahnya bergejolak hebat terbakar kemarahan. Mendadak saja pemuda tampan itu mengeluarkan suara siulan panjang, bersamaan dengan itu tubuhnya melesat cepat menuju ke arah Liok Ci Khim Mo.

Sejak semula dia menyadari bahwa dirinya hanya mengalami luka dalam yang tidak seberapa parah. Maka dengan mengerahkan ginkang-nya, secepat kilat tubuhnya telah berada di dekat Liok Ci Khim Mo. Dia langsung menggerakkan jari telunjuknya.

Liok Ci Khim Mo menganggap semua orang tidak bisa bergerak, sebab Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek yang berkepandaian begitu tinggi saja sudah tergeletak. Dia tidak menduga, salah seorang di antara mereka yang masih begitu muda, ternyata punya kekuatan menyerang ke arahnya. Kepandaian Liok Ci Khim Mo memang tidak begitu tinggi. Hanya dengan mengandalkan pada Pat Liong Thian Im, sudah menyebut dirinya Bu Lim Ci Cun!

Saat Lu Leng bergerak begitu cepat, Liok Ci Khim Mo tidak punya kesempatan untuk membunyikan harpa! Betapa terkejutnya Liok Ci Khim Mo menyaksikan serangan pemuda itu sudah hampir mengenai dirinya. Namun mendadak pula, sebatang panah kecil meluncur laksana kilat ke arah dada Lu Leng.

Walau hanya mengalami luka ringan, Lu Leng tetap telah terluka. Ketika menyerang ke arah Liok Ci Khim Mo, dia menggunakan tenaga sepenuhnya. Panah kecil itu meluncur mendadak ke arah dadanya, sedangkan Lu Leng berada di udara.

"Cess!" dada bagian kiri Lu Leng terkena panah itu.

Lu Leng tak bisa menghimpun hawa murninya lagi, langsung jatuh terbanting di tanah. Tampak sosok bayangan berkelebat laksana kilat, yang ternyata Oey Sim Tit. Dia sudah berada di hadapan Lu Leng, wajahnya tampak ketakutan.

"Lu-siauhiap terluka? Aku... karena melihat kau ingin melukai ayahku, maka aku terpaksa memanahmu. Kau tahu, kan?"

Ketika Oey Sim Tit berkata sampai di situ, Lu Leng sudah membentak sambil menyerang dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langil). Untung panah itu tidak mengena jantungnya. Kalau mengena jantungnya, pasti nyawanya melayang ke alam baka. Maka serangan itu dilancarkannya secara paksa, sebab saat mengerahkan tenaga dadanya dirasakan sakit sekali. Hal itu diikuti dengan tangannya yang tak mampu di gerakkan. Lemas lunglai tak bertenaga.

Badan Oey Sim Tit bergerak mundur selangkah, dia nyaris menangis menyaksikan keadaan Lu Leng. "Lu-siauhiap! Aku... aku sungguh tidak bermaksud melukaimu!"

Liok Ci Khim Mo mengerutkan kening mendengar keluhan putranya itu. "Nak, sengaja melukainya juga tidak apa-apa! Buat apa harus memberi penjelasan."

Oey Sim Tit mendongakkan kepala.

"Nak, kau menyingkir dulu! Setelah ayah menghabiskan mereka semua, barulah kita bercakap-cakap dengan penuh kegembiraan!"

Oey Sim Tit terus memandang ayahnya dengan perasaan kacau tidak karuan. "Ayah, begitu banyak orang di sini, belum tentu semuanya punya dendam dengan ayah. Mengapa harus membunuh mereka semua?"

Liok Ci Khim Mo langsung meludah. "Phui! Kalau mereka tidak mampus, bagaimana ada orang mengakui diri ayah sebagai Bu Lim Ci Cun? Aku mencarimu karena menghendaki Pat Liong Thian Im ada pewarisnya. Kini ayah mementingkan dirimu! Cepatlah kau menyingkir!"

Wajah Oey Sim Tit tampak kecewa sekali. Mimpi pun tidak pernah bahwa ayahnya masih hidup di dunia. Kini ayah dan anak sudah berjumpa, sehingga membuat hatinya gembira sekali. Karena itu, tadi ketika melihat Lu Leng menyerang ke arah Liok Ci Khim Mo, tanpa pikir lagi dia langsung memanahnya. Itu membuktikan bahwa Oey Sim Tit amat mencintai ayahnya. Akan tetapi dia tidak setuju apa yang dikatakan ayahnya, sebab ayahnya ingin membunuh semua orang yang ada di situ.

Oey Sim Tit tertegun, kemudian memandang semua orang. Dia menghela nafas seraya berkata pada Liok Ci Khim Mo, " Ayah, di antara mereka terdapat beberapa orang yang pernah membantuku, harap ayah melepaskan mereka!"

"Tidak bisa!"

Oey Sim Tit semakin kecewa dan sedih. Dia segera berlutut di hadapan Liok Ci Khim Mo. "Aku memohon pada ayah!"

Semua orang merasa tegang memandang Liok Ci Khim Mo berkumpul kembali dengan putranya. Pat Liong Thian Im memang sangat dahsyat, namun Liok Ci Khim Mo pasti tidak akan mewariskan Pat Liong Thian Im kepada siapa pun. Ini dugaan semua tokoh rimba persilatan yang memusuhi Liok Ci Khim Mo. Namun kini Liok Ci Khim Mo sudah berkumpul kembali dengan Oey Sim Tit putranya, berarti Pat Liong Thian Im sudah ada pewarisnya. Ini juga pertanda rimba persilatan tidak akan pernah tenang selamanya.

Semua semakin tercengang ketegangan, lebih-lebih mereka semakin yakin ketika melihat Oey Sim Tit melukai Lu Leng. Sementara itu Liok Ci Khim Mo sudah duduk kembali, sedangkan Oey Sim Tit masih berlutut memohon padanya agar tidak membunuh mereka. Kejadian tersebut sungguh mengherankan semua orang. Di antara mereka hanya satu orang yang tidak merasa aneh dan heran, sebab dapat memahami benar bagaimana perasaan Oey Sim Tit.

Wajah Liok Ci Khim Mo berubah, tapi kemudian berubah kembali seperti biasa. "Nak, sudah lama sekali kita berpisah. Hari ini kita berjumpa, kenapa kau mesti menyusahkan ayah?"

Oey Sim Tit berlutut sambil menangis. "Ayah, aku memang tidak berbakti. Tapi mana mungkin aku berani menyusahkan ayah?"

"Nah, itu baru benar! Cepatlah kau pergi menyingkir, ayah akan bertindak terhadap mereka semua!"

Oey Sim Tit diam saja, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dalam hati memang ingin menuruti perkataan ayahnya, namun nuraninya tidak mengizinkannya.

Tiba-tiba saja terdengar Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berseru, "Sim Tit, masih ingatkah kau akan asal namamu itu?"

Oey Sim Tit tertegun, teringat akan apa yang dikatakan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen padanya dulu. Selama itu dia amat berduka karena wajahnya buruk. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen yang memberitahukan kepadanya, bahwa seseorang yang berwajah buruk tidak jadi masalah, yang penting hatinya. Maka Cit Sat Sin Kun-Tam Sen memberi nama Sim Tit (Hati Lurus) padanya.

Ketika Tam Sen mengungkit tentang itu, Oey Sim Tit jadi tercengang, kemudian berkata pada Liok Ci Khim Mo. "Ayah, jangan kau menggunakan Pat Liong Thian Im lagi!"

Wajah Liok Ci Khim Mo langsung berubah gusar. "Bagus! Bagus! Kau dengar perkataan orang lain, tapi mengabaikan perkataan ayahmu?"

Oey Sim Tit menyahut dengan air mata berlinang-linang. "Ayah, isi hatiku sulit dijelaskan!"

Liok Ci Khim Mo tertawa panjang. "Kalau kau tidak mau menyingkir, ayah tetap akan memetik tali senar harpa! Ayah telah mempelajari Pat Liong Thian Im secara sempurna. Namun kalau kau tidak menyingkir, Pat Liong Thian Im tidak akan melukaimu!"

Usai berkata begitu, Liok Ci Khim Mo menyapu tali senar harpa, sehingga mengeluarkan rentetan suara denting.

Mendadak wajah Oey Sim Tit menyilaukan kebulatan hatinya. "Ayah! Apakah ayah bersedia mengajar aku Pat Liong Thian Im?"

“Tentu! Kau memiliki ginkang yang amat tinggi. Setelah kau berhasil menguasai Pat Liong Thian Im, kau pasti dapat malang melintang dalam rimba persilatan tanpa tanding, kecuali...."

"Kecuali apa?" sahut Oey Sim Tit cepat.

Liok Ci Khim Mo tertawa. "Setelah mereka mati semua, barulah ayah memberi-tahukanmu!"

"Ayah, bolehkah aku melihat sebentar Pat Liong Khim itu?"

Liok Ci Khim Mo manggut-manggut. "Tentu boleh!"

Liok Ci Khim Mo menyodorkan Pat Liong Khim ke hadapan Oey Sim Tit. Sementara itu Cit Sat Kun-Tam Sen sudah tahu maksud tujuan dalam hati Oey Sim Tit. Semula dia masih mengira Liok Ci Khim Mo tidak akan menyodorkan harpa kuno itu kepada Oey Sim Tit. Namun siapa nyana Liok Ci Khim Mo amat gembira setelah berkumpul kembali dengan putranya itu.

Ketika Oey Sim Tit mencegahnya membunuh semua orang yang berada di situ, Liok Ci Khim Mo amat gusar. Namun dia rupanya tidak mencurigai permintaan putranya. Dengan tangan agak bergemetar Oey Sim Tit menerima Pat Liong Khim. Setelah berada di tangannya, mendadak badannya bergerak bagaikan segulung asap, mencelat ke belakang beberapa depa.

Liok Ci Khim Mo terheran-heran. "Nak, kau mau berbuat apa?"

Oey Sim Tit tidak menyahut, melainkan melesat pergi. Terkejut bukan main hati Liok Ci Khim Mo. Meski dia menguasai ilmu Pat Liong Thian Im, tapi tanpa Pat Liong Khim itu, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Harpa kuno itu boleh dikatakan merupakan nyawanya, kini dibawa pergi oleh Oey Sim Tit.

Liok Ci Khim Mo langsung membentak. "Berhenti!"

Oey Sim Tit berhenti sejenak, tapi setelah itu melesat pergi lagi laksana kilat. Tanpa membuang-buang waktu lagi Liok Ci Khim Mo segera melesat mengejarnya, dan tak lama kemudian dua sosok bayangan telah saling berkejaran semakin jauh. Kini hari sudah terang. Semua orang bagaikan baru terbangun dari mimpi buruk.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menghela nafas lega. "Saudara-saudara! Kini Liok Ci Khim Mo telah pergi, dalam satu dua hari ini pasti tidak akan kembali!"

"Bagaimana bisa begitu?" tanya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek yang tak jauh darinya.

"Bagaimana isi hati Oey Sim Tit, aku tahu secara jelas. Lagi-puIa dia memiliki ginkang yang amat tinggi. Kita semua tidak dapat mengejarnya, apalagi Liok Ci Khim Mo. Dia akan mengejar Oey Sim Tit hingga ribuan mil, maka tidak mungkin dia akan kembali dalam waktu singkat."

Mendengar itu, semua orang menarik nafas lega. Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berkata, "Kita harus menghimpun hawa murni mengobati luka!"

Semua orang menyetujui dan melaksanakan saran itu. Maka tak lama suasana jadi hening, masing-masing menghimpun hawa murni mengobati Iuka. Hingga keesokan harinya, beberapa pesilat ulung misalnya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, Liat Hwe Cousu, Sui Cing Siansu dan si Walet Hijau-Yok Kun Sih sudah sembuh beberapa bagian dari lukanya. Mereka mulai bangkit berdiri. Tong Hong Pek dan Tam Sen mendekati Lu Leng. Mereka mencabut panah kecil, kemudian membubuhi obat pada bekas luka itu. Malam harinya, beberapa orang yang terluka amat parah, akhirnya meninggal. Kalau dihltung, yang hidup hanya sebagian, lainnya binasa semua.

"Liok Ci Khim Mo pergi mengejar Oey Sim Tit, namun anak itu berhati jujur dan lugu. Kurasa dia pasti akan mengembalikan Pat Liong Khim itu kepada Liok Ci Khim Mo. Seperti apa kehebatannya Pat Liong Thian Im, kita semua telah merasakannya. Luka kita belum sembuh benar, paling tidak kita membutuhan waktu beberapa bulan lamanya. Selain menghindar, tak ada jalan lain bagi kita."

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen memandangi semua orang di tempat itu. Semua diam, sementara Sui Cing Siansu terus berdoa untuk yang mati. Setelah itu mereka ber-gotong-royong mengubur kawan-kawan yang mati. Setelah selesai mendadak Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek melesat pergi.

"Saudara Tong Hong, kau mau ke mana?!" teriak Tam Sen.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menyahut dengan nada sedih. "Melanglang buana, Saudara Tam. Anggaplah aku telah mati oleh Pat Liong Thian Im!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berduka sekali dalam hati. Dia menghela nafas panjang, kemudian berkata dengan suara rendah pada Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua. "Lihatlah! Semua itu gara-gara ulahmu!"

Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua memakai kedok, sehingga tak jelas bagaimana ekspresi wajahnya, namun dia menyahut dengan dingin. "Masih menyalahkanku? Kau rela menikahkan Goat Hua pada tua bangka! Aku tidak rela!"

“Putri kita rela. Sebagai orang-tua, aku hanya menurut saja!" ujar Tam Sen.

Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua mendengus. "Hm!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menoleh pada Tam Ek Hui, setelah itu berkata, "Kalian berdua kalau mau ikut kami ke pulau Hwe Ciau To, itu memang baik sekali! Kalau tidak mau, kalian harus berhati-hati dalam rimba persilatan!"

Ketika meninggalkan pulau tersebut, Tam Ek Hui masih kecil, maka tidak begitu terkesan pada tempat itu. "Ayah, aku masih ingin bergerak dalam rimba persilatan beberapa tahun!" sahut Tam Ek Hui setelah berpikir beberapa saat.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menganggukkan kepala dan tersenyum mendengar keinginan anaknya. "Baiklah! Tapi... jangan menimbulkan urusan dalam rimba persilatan. Kalau bertemu Liok Ci Khim Mo, lebih baik cepat-cepat menghindar!" Cit Sat Sin Kun berhenti sejenak, menghela nafas panjang sambil melanjutkan, "Aku tahu percuma berpesan padamu, sebab kalau kau mau menuruti perkataanku tidak mungkin kau akan turun ke sini tadi. Namun kau harus ingat, kami hanya punya dua anak. Sedangkan adikmu... kini entah berada di mana, tidak kita ketahui hidup atau sudah mati. Maka dari itu kau harus berhati-hati!"

Berkata sampai di situ, air mata Cit Sat Sin Kun-Tam Sen meleleh. Tiba-tiba saja dia ingat pada Tam Goat Hua, putrinya yang kabur entah ke mana sekarang.

Tam Ek Hui tampak tertegun memandangi ayahnya. "Ayah tidak ingin pergi mencari Goat Hua?" tanya Tam Ek Hui kemudian.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menggeleng-gelengkan kepala. "Tentunya kau tahu bagaimana sifat adikmu itu. Kalau pun berhasil menemukannya, juga percuma!"

Tam Ek Hui menghela nafas panjang. "Ayah, Ibu! Setelah kembali ke pulau Hwe Ciau To, ayah dan ibu tidak ingin terjun ke dalam rimba persilatan?"

“Sesungguhnya kami kembali ke pulau Hwe Ciau To hanya untuk merawat luka, kemudian bersama mempelajari Kitab Iblis peninggalan kakekmu. Mudah-mudahan dapat menemukan suatu ilmu silat yang mampu melawan Pat Liong Thian Im! Petaka memang telah melanda, perkara kelak kita bisa mengatasinya atau tidak, itu urusan nanti. Kini yang terpenting harus berusaha."

Saat mereka berdua berbicara, yang lain sudah mulai bubar meninggalkan tempat itu. Yang pergi duluan adalah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, kemudian Liat Hwe Cousu, Sui Cing Siansu, dan si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Akan tetapi mendadak Lu Leng mengejarnya, lalu memberitahukan tentang Toan Bok Ang yang ditaruhnya di dalam goa. Si Walet Hijau-Yok Kun Sih kaget mendengar pemberitahuan itu, maka tanpa membuang-buang waktu langsung melesat menuju ke goa.

Lu Leng kembali ke tempat tadi, kebetulan mendengar Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dan Tam Ek Hui sedang membicarakan Tam Goat Hua. Pemuda itu merasa sedih, air matanya meleleh teringat akan nasib Tam Goat Hua yang malang. Namun segera dipalingkan wajahnya, khawatir diketahui oleh mereka.

Setelah berpesan dan memberi nasehat ini dan itu, akhirnya Cit Sat Sin Kun dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua meninggalkan tempat itu. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia membalikkan badan. Metihat Lu Leng terisak-isak membelakangi mereka, kedua orang itu tahu hati Lu Leng sedang berduka.

Mereka berpandangan, setelah itu Tam Ek Hui berbisik. "Giok Shia, coba kau menasehatinya!"

Han Giok Shia maju mendekat. Kebetulan dia melihat golok Su Yang To tertancap di atas sebuah kuburan baru. Lu Leng memang sudah mengembalikan golok pendek itu kepada pemiliknya, namun pemiliknya telah binasa oleh Pat Liong Thian Im. Han Giok Shia mengambil golok pusaka itu, lalu melesat ke hadapan Lu Leng.

"Adik Leng!"

"Nona Han, kau tidak usah ke mari menasehatiku. Luka dalam hatiku tidak akan sembuh dengan nasehatmu!"

Wajah Han Giok Shia kemerah-merahan mendengar perkataan Lu Leng. "Adik Leng, siapa ingin menasehatimu?" bentaknya dengan sengit.

Tam Ek Hui terperangah. Adat Han Giok Shia memang buruk, mungkin akan ribut dengan Lu Leng. Mengetahui hal itu dia cepat-cepat memberi isyarat kepada Han Giok Shia, namun Han Giok Shia sepertinya tidak melihat isyarat itu.

"Adik Leng, aku cuma ingin menyadarkanmu! Ilmu Kim Kong Ci yang kau miliki itu merupakan ilmu yang tiada duanya di kolong langit. Lelaki harus gagah dan berhati tabah. Kalau hanya karena urusan percintaan, lantas tiada gairah hidup, apakah masih terhitung manusia?"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Aaah! Nona Han, bicara memang gampang!"

Mendadak Han Giok Shia mengayunkan tangannya, ternyata dia melempar golok itu ke hadapan Lu Leng. Golok tertancap di depan kaki Lu Leng.

"Su Yang To berada di hadapanmu. Musuh besar belum mati, sedangkan hati nona Tam telah hancur lebur, dia menunggumu memperbaikinya! Kau pikir baik-baik! Ek Hui, mari kita pergi!"

Karena masih mencemaskan Lu Leng, Tam Ek Hui belum bergerak dari tempat. "Tapi dia...?"

Han Giok Shia langsung memutuskan ucapannya. "Aku sudah berkata begitu terhadapnya. Mau dengar atau tidak itu terserah dia saja!"

Tam Ek Hui diam dan tercenung. “Memang masuk akal apa yang dikatakan Han Giok Shia,” pikirnya. Keduanya lalu meninggalkan tempat itu.

Sesungguhnya apa yang diucapkan Han Giok Shia tadi telah menyentuh hati Lu Leng. Pemuda itu terpaku dengan kening terkernyit, seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Musuh besar belum mati, sedangkan hati Nona Tam telah hancur lebur, dia menunggumu memperbaikinya!" gumamnya mengulangi perkataan Han Giok Shia.

Lu Leng bergumam berulang kali, kemudian diambilnya golok pusaka itu dan langsung menyabetkannya ke sebuah batu.

“Traang!” batu itu hancur berkeping-keping.

Ketika menyabet golok pusaka itu, wajah Lu Leng tersirat kebulatan hatinya. Akan tetapi setelah itu dia kembali tertegun dan bergumam. "Oh, Lu Leng! Dendam belum dibalas, apakah kau dapat membalas? Hati Nona Tam hancur lebur menunggumu memperbaikinya, apakah kau dapat memperbaikinya?"

Bergumam sampai di situ, tangannya yang menggenggam golok pusaka itu jadi renggang, GoIok pusaka itu terlepas dari tangannya, jatuh di atas tanah. Lu Leng berdiri termangu-mangu di tempat.

Mendadak ada yang mengejutkannya, terdengar ada suara bernada dingin, "Dasar tak punya guna. Kalau kau bunuh diri, di dunia ini juga telah berkurang seorang anak yang tak berguna!"

Padahal semua orang telah meninggalkan tempat itu, hanya tinggal Lu Leng seorang diri, tentu saja Lu Leng terkejut bukan main. Maka dia segera mendongakkan kepala. Dilihatnya si Walet Hijau-Yok Kun Sih tengah memandangnya dengan sinis dan tajam.

Begitu melihat si Walct Hijau-Yok Kun Sih, Lu Leng segera bertanya. "Yok locianpwee, nona Toan berada di sana?"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih mendengus. "Hm! Di dalam goa hanya ada si Nabi Setan-Seng Ling, sekarang telah kubinasakan dengan sebuah pukulan! Toan Bok Ang adalah gadis yang tak tahu diri, dia telah melanggar peraturan Hui Yan Bun. Secara diam-diam jatuh cinta pada seorang pemuda, anak itu harus dibunuh! Lebih-lebih dia jatuh cinta padamu yang merupakan pemuda tak berguna, maka dosanya bertambah berat!"

Usai berkata begitu, si Walet Hijau-Yok Kun Sih meludah penuh kebencian dan cepat melesat pergi. Wajah Lu Leng berubah kelabu ketika dicaci. Setelah si Walet Hijau-Yok Kun Sih pergi jauh, barulah dia berseru sekeras-kerasnya.

"Bagaimana aku tak berguna?!"

Akan tetapi si Walet Hijau-Yok Kun Sih tidak mendengar suara seruannya, karena telah pergi jauh sekali. Suara seruan Lu Leng bergema-gema! Lu Leng membungkukkan badannya memungut golok pusaka itu. Kini wajahnya tampak tegar, tersirat jelas sekali dalam hatinya. Sesaat kemudian dia melesat ke arah Cing Yun Ling.

Baru sampai di Cing Yun Ling, tampak api membubung tinggi di Tong Thian Hong. Terlihat pula para padri Go Bi Pai, masing-masing membawa sebuah buntalan meninggalkan Tong Thian Hong itu. Lu Leng tidak tahu apa yang terjadi di sana. Dia berdiri tertegun memandang ke arah tempat itu. Dua ratus lebih padri Go Bi Pai meninggalkan Tong Thian Hong. Tiba-tiba Lu Leng melihat Sui Cing Siansu ada paling belakang di antara para padri.

Pemuda itu segera berlari menghampirinya, "Supek mau ke mana?"

Dengan nafas terengah-engah Sui Cing Siansu menjawab, "Setelah Liok Ci Khim Mo memperoleh kembali Pat Liong Khim, pasti ke mari lagi! Aku suruh para padri meninggalkan Tong Thian Hong, lalu kuil itu pun dibakar, maka semua padri akan terhindar dari petaka. Kau pun harus begitu!"

Wajah Lu Leng tampak tercengang kaget mendengarnya. "Supek, apakah harus membiarkan Liok Ci Khim Mo terus bertindak sewenang-wenang?"

"Aku akan berangkat ke Thian Tiok (lndia) untuk berunding dengan padri yang berkepandaian tinggi di sana, bagaimana cara mengatasi Pat Liong Thian Im. Atau aku harus mempelajari semacam ilmu aliran Buddha. Kalau tidak berhasil, terpaksa pasrah saja!" Ucapan Sui Cing Siansu persis seperti Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, bahwa Pat Liong Thian Im memang merupakan ilmu yang amat hebat, dan sulit dicarikan tandingannya di rimba persilatan.

Lu Leng tertegun dengan pandangan mata nanar.

Sambil menepuk bahu Lu Leng, Sui Cing Siansu berkata sungguh-sungguh, "Setelah kau membakar kamarmu, kau pun harus pergi menghindar untuk sementara waktu!"

Lu Leng manggut-manggut, sedangkan Sui Cing Siansu melesat pergi meninggalkan dirinya. Lu Leng masih berdiri terpaku di tempat. Berselang sesaat barulah dia melesat ke arah See Thian Hong. Setelah memeriksa dengan cermat tiada seorang pun berada di situ, dia menyalakan api membakar bangunan itu. Tak lama api mulai berkobar-kobar, sekejap api sudah membubung tinggi. Setelah yakin tempat itu akan terbakar, Lu Leng segera melesat pergi meninggalkannya.

Sampai di bawah gunung, Lu Leng berdiri di depan kuburan baru sambil berpikir. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen mengatakan, bahwa Oey Sim Tit pasti akan mengembalikan Pat Liong Khim kepada Liok Ci Khim Mo, maka Liok Ci Khim Mo akan kembali ke situ. Mungkin dugaan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tidak meleset. Kalau begitu, alangkah baiknya bersembunyi di sekitar tempat ini. Kalau Liok Ci Khim Mo muncul, dia akan menyerangnya dengan golok pusaka. Serangan yang mendadak pasti akan membuat Liok Ci Khim Mo tiada kesempatan membunyikan harpa kuno itu! Berhasil atau tidak, cara tersebut memang harus dicoba! Demikian pikir Lu Leng.

Setelah berpikir begitu, dia langsung memeriksa di sekitar tempat itu, mungkin akan menemukan persembunyian yang cocok. Akhirnya tak lama dia menemukan sebuah pohon besar. Di belakang pohon terdapat sebuah lobang. “Ini merupakan tempat persembunyian yang amat cocok dan aman,” pikirnya. Kalau Liok Ci Khim Mo muncul, gampang baginya untuk membokong, Lu Leng yakin berhasil!

Dengan perasaan gembira Lu Leng membacok beberapa dahan untuk menutupi dirinya, setelah itu bersembunyi ke dalam lobang. Lu Leng mengeluarkan makanan kering yang dibawanya, maksudnya makan dulu baru bersembunyi. Seusai makan dia langsung memasuki lobang, lalu menutupi dirinya dengan dahan-dahan pohon. Memang tidak enak berdiri dengan dahan-dahan pohon menutupi dirinya, namun demi membalas dendam, dia harus bertahan sambil mengintip ke luar.

Dia berdiri diam. Sebelah tangannya menggenggam golok pusaka, siap menyerang apabila Liok Ci Khim Mo muncul. Hampir satu malam Lu Leng menunggu di dalam lobang pohon itu, Liok Ci Khim Mo yang ditunggu belum juga muncul. Lu Leng menganggap Liok Ci Khim Mo sudah tidak akan datang lagi, namun ketika dia baru mau keluar, mendadak terdengar suara pembicaraan orang.

"Ayah, aku sudah duga dari tadi, mereka sudah bubar semua!"

Lu Leng terkejut bukan main ketika mengetahui suara itu milik Oey Sim Tit. Yang sungguh membuatnya tegang, suara itu berasal dari balik pohon. Tentu saja Lu Leng tidak melihat mereka. Hal itu benar-benar membuatnya risau. Untuk melancarkan serangan jelas akan terlambat karena dirinya berada di dalam lobang di balik pohon besar. Akhirnya Lu Leng dengan sabar terus menunggu,

Terdengar lagi suara Oey Sim Tit bernada gugup, "Ayah, aku... aku hanya berpikir, kenapa harus melukai begitu banyak orang?"

Liok Ci Khim Mo membentak sengit. "Kau tahu apa?! Kalau ayah tidak melukai mereka, sebaliknya mereka pasti akan mencelakai ayah!"

"Ayah memiliki ilmu Pat Liong Thian Im. Siapa yang berani cari gara-gara dengan ayah?"

Terdengar suara orang meludah, "Phui", kemudian Liok Ci Khim Mo berkata. "Nak! Kau hanya tahu satu, tak tahu lain! Ayah memang memiliki ilmu Pat Liong Thian Im, namun ilmu silat ayah tidak tinggi. Ketika berada di puncak Sian Jin Hong, ayah terkena pukulan Tong Hong Pek yang membuat ayah terluka parah. Kalau saja waktu itu dia tidak pingsan, nyawa ayah pasti sudah melayang. Sampai di rumah, ayah menyembunyikan Pat Liong Khim. Di tepi sungai Huang Ho bertemu saudara angkat ayah, sehingga terpaksa memetik tali senar harpa ini lagi, sedangkan ayah dalam keadaan luka parah. Akhirnya ayah bersembunyi di suatu tempat yang sepi dan rahasia, merawat luka hingga dua tahun lebih, setelah itu baru keluar lagi. Coba pikir, kalau dulu Tong Hong Pek tidak terluka, bukankah nyawa ayah sudah melayang?"

Mendengar itu, Lu Leng tahu sebabnya kenapa dua tahun lebih Liok Ci Khim Mo tidak muncul dalam rimba persilatan. Ternyata selama itu dia menyembuhkan luka dalamnya yang sangat parah. Dari kenyataan ini Lu Leng dapat menyimpulkan bahwa ada cara untuk mengalahkan Liok Ci Khim Mo yang selamanya tak terkalahkan ini. Berpikir sampai di situ, nyali Lu Leng pun bertambah besar. Kalau Liok Ci Khim Mo sudah berada di depan, dia akan melancarkan serangan.

"Kalau ayah tidak membunuh orang dengan Pat Liong Thian Im, aku pikir orang lain pun tidak akan mencelakai ayah! Hari itu di rumah besar, ketika sedang hujan deras ayah membunyikan Pat Liong Khim. Itu nyaris membuat nyawaku melayang. Untung Nona Tam menyelamatkanku!"

Liok Ci Khim Mo tertawa. "Siapa suruh kau tidak melihat jelas wajahku? Tapi sejak itu aku pun tahu Busur Api yang amat penting itu ternyata telah muncul!"

Tertegun Lu Leng mendengar itu, sebab Liok Ci Khim Mo mengatakan Busur Api yang amat penting. “Apa pentingnya?” pikir Lu Leng semakin penasaran.

"Busur Api berada di tanganku, kenapa ayah bilang amat penting?"

Liok Ci Khim Mo tertawa gelak. "Hahahal Semua orang tahu, Pat Liong Thian Im tiada lawannya. Kau tidak tahu, nak. Lawannya yaitu Busur Api yang sekarang jadi milikmu ini...."

Mendengar itu giranglah Lu Leng. Dia sama sekali tidak menyangka, Busur Api itu dapat melawan Pat Liong Thian Im, namun dia tak tahu bagaimana caranya. Lu Leng menahan nafasnya. Dirinya belum berani turun tangan, sebab kalau gagal melancarkan serangan gelap itu, dia akan tetap tak tahu bagaimana cara menggunakan Busur Api melawan Pat Liong Thian Im.

"Ayah, bagaimana Busur Api dapat melawan Pat Liong Thian lm?"

Liok Ci Khim Mo menyahut dingin, "Binatang kecil, setelah kau tahu caranya, apakah berniat mencelakai ayahmu?"

Oey Sim Tit menyahut gugup, "Ayah, tidak gampang aku tahu asal-usulku! Kau adalah ayahku, bagaimana mungkin aku mencelakai ayah? Kemarin aku mengambil Pat Liong Khim, hanya karena...."

Sebelum usai Oey Sim Tit berkata, Liok Ci Khim Mo sudah membentak. "Tidak usah dikatakan lagi, perkataanmu itu tidak dapat masuk ke dalam telinga ayah. Memberitahu padamu tidak apa-apa, sebab tiada Panah Bulu Api, Busur Apimu itu tiada gunanya!"

"Apa itu Panah Bulu Api?" tanya Oey Sim Tit terkejut.

"Di sini tidak ada orang lain, biar aku jelaskan padamu. Tiga ratus tahun lalu, Pat Liong Thian Im juga pernah muncul. Orang yang memegangnya saat itu adalah orang yang mempunyai dendam berdarah, musuh besarnya berkepandaian amat tinggi! Setelah memperoleh Pat Liong Thian Im, orang itu mulai membalas dendam, sehingga menimbulkan petaka dalam rimba persilatan. Hingga ketika Busur Api muncul, saat itu masih terdapat tujuh batang Panah Bulu Api. Kalau memanah dengan Panah Bulu Api, maka dapat memanah sejauh empat lima mil, tenaganya tidak akan berkurang sama sekali!"

Oey Sim Tit terperanjat. "Oh? Ternyata begitu, aku sama sekali tidak tahu!"

"Kebetulan Busur Api dan Panah Bulu Api jatuh ke tangan musuh besar itu. Maka saat pemiliknya memetik tali senar Pat Liong Khim di sebuah puncak, musuh besar itu ternyata berada di puncak seberang. Dia melepaskan tujuh kali Panah Bulu Api. Orang itu terluka parah, namun tidak mati. Musuh besarnya langsung ke puncak seberang dan terjadi pertarungan mati-matian. Akhirnya mereka berdua mati bersama, maka Pat Liong Khim, Pat Liong Thian Im, dan Busur Api berada di puncak gunung itu!"

"Kalau begitu, tujuh batang Panah Bulu Api juga harus berada di sana!"

Liok Ci Khim Mo menyahut, "Kedua orang itu setelah terluka parah jadi menyesal sekali. Mereka meninggalkan tulisan di tanah tentang kejadian mereka berdua, tapi tidak menjelaskan berada di mana ketujuh batang Panah Bulu Api itu. Kami pernah mencari, namun tidak ketemu!"

Oey Sim Tit terbelalak kaget mendengar penjelasan ayahnya. "Ayah, kalau ketujuh batang Panah Bulu Api itu muncuI, bukankah amat membahayakan?"

Ucapan tersebut dicetuskannya dengan setulus hati. Oey Sim Tit tidak setuju akan perbuatan ayahnya, namun dia berhati jujur dan lurus. Sesuai dengan dugaan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, akhirnya dia mengembalikan Pat Liong Khim itu kepada ayahnya. Seandainya Panah Bulu Api itu muncul, tentunya amat membahayakan diri ayahnya, itu yang dicernakan Oey Sim Tit.

Liok Ci Khim Mo tertawa gelak. "Hahaha! Anak bodoh, Busur Api berada padamu, ginkang-mu amat tinggi, siapa dapat merebutnya dari tanganmu? Kalau kau tidak mengkhianati ayah, Panah Bulu Api muncul pun tidak masalah! Ya, kan?"

Oey Sim Tit manggut-manggut. "Tidak salah, ayah!"

Apa yang dibicarakan mereka berdua, tiada sepatah kata pun terlewat dari telinga Lu Leng. Dapat dibayangkan betapa girangnya hati Lu Leng saat itu. Liok Ci Khim Mo menganggap di tempat itu tiada orang ketiga, maka membeberkan rahasia secara gamblang kepada putranya, sedangkan ketujuh batang Panah Bulu Api masih belum ditemukan. Kemungkinan besar masih berada di gunung Tang Ku Sat itu. Asal menemukan ketujuh batang Panah Bulu Api, berarti urusan telah berhasil sebagian. Sisa sebagian lagi adalah merebut Busur Api dari tangan Oey Sim Tit, walau bukan pekerjaan yang mudah sama sekali. Oey Sim Tit memiliki ginkang yang amat tinggi, boleh dikatakan tiada seorang pun dapat menandinginya. Lagi pula setelah Liok Ci Khim Mo mengatakan begitu, dia pasti lebih berhati-hati.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar