Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 38

Begitu mendengar perkataan Oey Sim Tit, Liok Ci Khim Mo segera berpesan beberapa patah kata kepada si Kaki Tunggal. Si Kaki Tunggal langsung menghentakkan kakinya. Seketika di depannya muncul sebuah lobang berbentuk bulat, lalu dia segera meloncat ke dalamnya. Tak lama dia sudah muncul dari sebuah pintu rahasia di dinding aula besar itu, berjalan ke hadapan Tong Hong Pek bertiga, kemudian mengangkat mereka ke kursi batu.

Walau si Kaki Tunggal berkepandaian tinggi, namun masih tidak dapat dibandingkan dengan Tong Hong Pek, Tam Sen mau pun Seh Cing Hua. Kalau mereka bertiga tidak terpengaruh oleh Pat Liong Thian Im hingga tak sadarkan diri, cukup salah seorang di antara mereka menjulurkan tangan, maka si Kaki Tunggal itu pasti binasa.

Setelah menaruh ketiga orang itu di kursi batu, si Kaki Tunggal lalu mengeluarkan sebilah belati. Gerakannya cepat sekali, sehingga tahu-tahu tulang Pipe (Tulang Di Bagian Punggung) mereka bertiga telah berlubang. Setelah itu dia mengambil seutas tali urat sapi untuk mengikat mereka dengan cara memasukkan tali itu di lobang tulang Pipe mereka. Si Kaki Tunggal kemudian membawa mereka ke sebuah pilar yang paling besar lalu diikat di situ, serta wajah mereka yang dirias tidak karuan itu dibersihkannya sampai bersih.

Seketika tampak wajah asli mereka. Sebagian besar orang-orang yang berada di aula besar itu mengenali mereka bertiga, sehingga membuat orang-orang itu menjadi tertegun. Sama sekali tidak terduga, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua yang amat terkenal itu masih roboh di bawah Pat Liong Thian Im. Semua orang terkejut dan merasa girang sekali. Mendadak mereka semua bersorak-sorai, kemudian berlutut lagi menghadap panggung. Liok Ci Khim Mo sendiri pun tidak menyangka, kalau mereka bertiga justru mengantar diri ke dalam istananya, padahal dalam setahun ini dia terus mencari mereka bertiga namun tidak berhasil.

Empat tahun yang lalu di gunung Bu Yi San, Liok Ci Khim Mo pernah dilukai Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, sehingga menyebabkannya harus mengobati lukanya sampai tiga tahun lamanya. Oleh karena itu dia amat mendendam terhadap Tong Hong Pek. Maka kini ketika melihat Tong Hong Pek berada di situ, bukan main girangnya. Mendadak Liok Ci Khim Mo bangkit berdiri, lalu mengangkat kedua belah tangannya.

"Diam semua!"

Seketika semua orang diam sehingga suasana di aula besar itu berubah menjadi hening sekali. Setelah bangkit berdiri Liok Ci Khim Mo tidak memetik tali senar harpa Pat Liong Khim lagi. Oleh karena itu ketiga orang itu mulai tersadar. Begitu menyaksikan keadaan di sekitarnya mereka bertiga sudah tahu apa yang telah terjadi. Mereka bertiga gusar sekali dan langsung menggeram sambil mengerahkan tenaga. Mereka bertiga memiliki lweekang yang amat tinggi, maka geraman mereka bertiga dahsyat sekali sehingga menggetar aula besar, dan orang-orang yang berdiri di dekat mereka langsung sempoyongan dengan mulut mengeluarkan darah. Begitu pula si Kaki Tunggal, dia pun tidak tahan akan suara geraman mereka bertiga.

"Uaaakh!" darah segar tersembur dari mulutnya, lalu dia roboh telentang di lantai.

Ketika melihat si Kaki Tunggal roboh, Giok Bin Sin Kun segera meludah ke arahnya.

"Phui!" ludah itu menghantam jalan darah Pek Hwe Hiat di kening si Kaki Tunggal sehingga tanpa bersuara lagi nyawanya langsung melayang.

Kalau si Kaki Tunggal mengikat mereka pada pilar biasa, ketika mereka bertiga mengerahkan tenaga pasti pilar tersebut tercabut. Akan tetapi si Kaki Tunggal justru mengikat mereka pada pilar yang amat besar, maka walau mereka bertiga mengerahkan tenaga, pilar besar itu tak bergeming sama sekali.

Walau mereka bertiga telah diikat pada pilar besar dan tampak tak berdaya sama sekali, tapi justru masih mampu membinasakan si Kaki Tunggal. Tentunya hal itu amat mengejutkan semua orang. Seketika semua orang menjadi kacau balau, berebut mundur menghindari mereka bertiga. Liok Ci Khim Mo membentak agar mereka diam, namun sia-sia.

Mendadak Giok Bin Sin Kun bersiul panjang, kemudian mengerahkan tenaga lagi hingga terdengar suara.

"Krek! Krek!" tali urat sapi terus berbunyi.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen juga bersiul aneh sekaligus mengerahkan tenaga, begitu pula Seh Cing Hua tertawa aneh sambil mengerahkan tenaga, sehingga ramai terdengar suara saling menyusul.

"Krek! Krek! Krek!"

Liok Ci Khim Mo yang menyaksikan itu terkejut bukan main. Kalau mereka bertiga terlepas, entah berapa banyak anak buahnya akan menjadi korban. Oleh karena itu dia segera memetik tali senar harpa Pat Liong Khim. Begitu mendengar suara harpa itu, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua saling memandangi kemudian menghela nafas panjang. Mereka bertiga memandang ke atas panggung dengan mata berapi-api, namun setelah itu wajah mereka bertiga mulai tersenyum-senyum, pertanda mereka bertiga mulai terpengaruh Pat Liong Thian Im.

Sementara itu Lu Leng yang berhasil meloloskan diri terus melesat pergi laksana kilat. Ketika sampai di mulut lembah, sebelum para penjaga di situ membuka mulut, Lu Leng sudah menyerang mereka dengan ilmu Kim Kong Sin Ci. Para penjaga itu menjerit dan roboh seketika. Lu Leng terus melesat pergi melalui jalan besar, tak lama sudah sampai di pintu gapura. Empat penjaga di situ tertegun ketika melihat ada orang berkelebat ke pintu gapura, justru di saat bersamaan terdengar pula suara seruan di belakang Lu Leng.

"Jangan melepaskannya!"

Lu Leng tidak menoleh untuk melihat siapa yang mengejarnya, tapi terus melesat ke depan.

"Berhenti!" bentak salah seorang penjaga di pintu gapura itu.

Akan tetapi Lu Leng telah menyerangnya dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit). Penglihatan penjaga itu menjadi kabur, begitu pula seorang penjaga lainnya yang berdiri di situ. Mereka merasa ada serangkum tenaga yang amat dahsyat menerjang ke arah mereka, namun mau berkelit sudah terlambat. Terdengar suara jeritan yang menyayat hati, ternyata kedua penjaga itu terpental dan nyawa mereka melayang seketika.

Di saat bersamaan, kedua penjaga lainnya menyerang Lu Leng dari belakang. Lu Leng segera membalikkan badannya sekaligus mengeluarkan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan).

"Sret! Sret!" kedua penjaga itu menjerit sambil terhuyung-huyung, kemudian roboh. Ternyata mereka berdua telah terluka parah.

Ketika Lu Leng baru mau melesat pergi, mendadak merasa ada angin berdesir di sisinya, lalu tampak sosok bayangan melesat cepat sekali ke hadapannya. Lu Leng tertegun. Semula dia mengira orang itu adalah Tong Hong Pek bertiga. Namun setelah berada di hadapannya, orang itu langsung melancarkan sebuah pukulan menyerangnya dengan pukulan yang amat aneh.

Lu Leng terkejut, lalu segera menangkis dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu jari Mengejutkan Langit). Orang itu mencelat ke belakang. Di saat bersamaan Lu Leng merasa ada serangkum angin pukulan yang amat dahsyat di belakangnya. Badan Lu Leng berkelebat menghindar.

"Masih tidak mau berlutut menyerahkan diri?!" bentak orang itu.

Setelah Lu Leng berdiri tegak barulah melihat jelas, bahwa di hadapannya berdiri dua orang berbadan sedang namun sepasang matanya menyorot tajam, pertanda memiliki lweekang yang amat tinggi.

"Siapa kalian?" bentaknya.

Kedua orang itu bersiul panjang, kemudian menyahut, “See Kun Lun (Kun Lun Barat) Oe Ti Siang Khie (Sepasang Orang Aneh bermarga Oe). Kau tidak pernah mendengarnya?"

Lu Leng tertawa gelak. "Hahaha! Memang pernah dengar! Kabarnya kalian berdua amat bersih, namun sungguh di luar dugaan kini kalian berdua menjadi kotor dan tak tahu malu! Sebentar lagi guruku akan tiba di sini, maka lebih baik kalian berdua cepat-cepat meninggalkan tempat ini! Kalau tidak, kalian berdua pasti binasa!"

Oe Ti Siang Khie tertawa terbahak-bahak. "Hahaha! Kau jangan bermimpi! Mereka bertiga sudah terpengaruh Pat Liong Thian Im hingga tak sadarkan diri, bahkan kemungkinan besar sudah pesiar ke alam baka!"

Betapa terkejutnya Lu Leng mendengar ucapan itu. Dia segera menoleh ke belakang, jalan besar itu sunyi sepi tanpa bayangan seorang pun. Seandainya Tong Hong Pek bertiga berhasil meloloskan diri, tentunya sudah menyusul ke mari. Saat ini tidak tampak bayangan mereka bertiga, sudah pasti kedua orang itu tidak berdusta. Berpikir sampai di situ, kebencian Lu Leng memuncak dan dia langsung mengeluarkan golok pusakanya, Su Yang To.

"Masih tidak mau tunduk?!" bentak Oe Lo Toa.

Begitu mendengar suara bentakan itu, tanpa ayal lagi Lu Leng segera menyerang. Di saat bersamaan, Oe Lo Toa juga mengeluarkan sebatang tongkat pendek untuk menyerang dengan jurus Sian Jin Ci Lu (Dewa Menunjuk Jalan), mengarah ke bagian dada Lu Leng. Sedangkan di saat itu Lu Leng pun telah menggerakkan golok pusakanya, dengan jurus Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba) ke arah lengan Oe Lo Toa. Betapa terkejutnya Oe Lo Toa. Dia cepat-cepat menarik serangannya. Ternyata Lu Leng menggunakan Thian Hou Sam Sek (Tiga Jurus Harimau Langit), ilmu warisan ayahnya.

Akan tetapi Oe Lo Toa juga berkepandaian tinggi, dia berhasil mengelak serangan itu. Namun Lu Leng bergerak cepat, maju selangkah sambil menyerang dengan jurus Nuh Hou Eng Cit (Harimau Marah Meloncat) dan jurus Wah Hou Seh Seng (Harimau Mendekam). Kini lweekang Lu Leng sudah tinggi, maka kedahsyatan kedua jurus itu tidak di bawah Lu Sin Kong, almarhum ayah Lu Leng. Lagi pula Lu Leng menggunakan golok pusaka, maka kedua serangannya itu bertambah dahsyat.

Oe Lo Toa juga tahu akan kedahsyatan serangan-serangan itu. Dia cepat-cepat mengangkat senjatanya sekaligus mencelat ke belakang, namun terlambat. Terdengar suara dentingan nyaring, ternyata senjatanya telah kutung, sedangkan golok pusaka Su Yang To terus menyerang bahu Oe Lo Toa. Tiba-tiba terdengar suara jeritan, ternyata bahu Oe Lo Toa telah putus tersabet golok pusaka Su Yang To itu. Dalam tiga jurus Oe Lo Toa sudah terluka, maka dia segera mundur beberapa langkah.

Di saat Lu Leng ingin mengejarnya, mendadak terdengar angin serangan di belakangnya. Ternyata sebatang tongkat trisula meluncur ke arah punggungnya. Lu Leng cepat-cepat maju selangkah, kemudian mendadak membalikkan badannya sambil menangkis dengan jurus Hou Cong Liat Hong (Harimau Menerjang Bagaikan Angin Kencang).

Ketika melihat Oe Lo Toa terluka, Oe Lo Ji langsung menyerang punggung Lu Leng menggunakan senjatanya. Itu merupakan senjata aneh yang dibikin dari semacam kulit ular. Senjata itu kebal terhadap berbagai macam senjata tajam, lagi-pula terdiri dari tiga ruas. Lu Leng tidak tahu akan keanehan senjata itu, maka langsung menangkis dengan jurus tersebut, maksudnya ingin mengutungkan senjata tersebut. Akan tetapi kulit ular itu tahan bacokan, malah sebaliknya Lu Leng merasa golok pusakanya terpental sedikit, dan ujungnya membelok menghantam lengannya.

“Plaak!” lengannya terasa sakit sekali sehingga golok itu terlepas dari tangannya.

Perlu diketahui, kepandaian Oe Lo Ji lebih tinggi dari Oe Lo Toa, begitu pula lweekang-nya. Karena Lu Leng tidak tahu akan keanehan senjata itu, maka dia tidak menduga ujung goloknya dapat bergerak ke sana ke mari, kemudian membelok menghantam lengannya. Betapa terkejutnya Lu Leng, sebab di saat bersamaan ujung senjata Oe Lo Ji sudah meluncur ke arah dadanya. Apa boleh buat! Lu Leng terpaksa mencengkeram ujung senjata itu, kemudian mendadak disentakkannya sekuat tenaga. Akan tetapi Oe Lo Ji justru tak bergeming sama sekali, ternyata dia telah mengerahkan ilmu memberatkan badan.

Lu Leng mendongakkan kepala, tangan kirinya langsung menyerang, itulah jurus It Ci Keng Thian (Satu jari Mengejutkan Langit). Oe Lo Ji ingin melepaskan senjatanya untuk berkelit, namun sudah terlambat karena angin serangan itu telah menghantam dadanya. Oe Lo Ji menjerit, kemudian roboh setelah terhuyung-huyung beberapa langkah. Lu Leng tidak memberi ampun kepadanya. Ketika Oe Lo Ji roboh, dia langsung menendangnya.

"Aaakh...!" Oe Lo Ji menjerit lagi, kemudian dari mulutnya menyembur darah segar.

Lu Leng membalikkan badannya. Ketika dia melihat Oe Lo Toa kabur, kegusarannya semakin bertambah. "Mau kabur ke mana?!" bentaknya sambil menerjang ke arahnya.

Oe Lo Toa terkejut bukan main. Kemudian terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Ternyata Oe Lo Toa terserang Kim Kong Sin Ci sehingga binasa seketika! Setelah membinasakan kedua orang itu Lu Leng tertegun lama sekali, baru kemudian memungut golok pusaka Su Yang To-nya, kemudian mendadak berteriak sekeras-kerasnya dan langsung melesat kembali ke istana Ci Cun Kiong. Dalam hati Lu Leng gusar sekali, maka gerakannya bertambah cepat laksana kilat.

Akan tetapi, di saat bersamaan terdengar suara seruan di belakangnya yang amat nyaring. "Adik Leng, tidak boleh!"

Kemudian tampak sosok bayangan melesat amat cepat melewati sisinya, lalu menghadang di hadapannya. Saat ini Lu Leng hanya memikirkan gurunya dan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen suami istri, maka hatinya menjadi kacau balau sehingga membuatnya tidak mendengar jelas suara seruan nyaring itu. Ketika melihat ada orang menghadang di depannya dia pun langsung mengayunkan golok pusakanya menyerang dengan jurus Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba).

Dia menyerang dengan sepenuh tenaga, maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya serangan itu. Lagi-pula dia tidak berhenti, jadi menyerang sambil melesat pergi. Seketika dia hanya melihat darah muncrat. Orang yang menghadangnya telah terluka oleh golok pusakanya, sedangkan dia sama sekali tidak memperhatikan siapa orang itu, karena dia sendiri terus melesat ke depan. Pada saat bersamaan terdengar suara bentakan yang penuh kegusaran.

"Jahanam! Jangan kabur!"

Tampak sosok bayangan menghadang di hadapan Lu Leng. Dia sama sekali tidak melihat orang itu, namun begitu ada orang muncuI, Lu Leng langsung menyerang dengan jurus Wa Hou Seh Seng (Harimau Mendekam). Orang yang baru muncul itu meloncat ke belakang dua depa. Lu Leng tertegun ketika menyaksikan ilmu ginkang itu begitu tinggi. Barulah dia melihat jelas siapa yang berdiri di hadapannya, ternyata si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Wajah Ketua Hui Yan Bun itu penuh kegusaran, bahkan sepasang matanya berapi-api.

Lu Leng sangat terkejut menyaksikannya dan diam-diam menarik nafas dingin. Sesungguhnya dia tidak takut terhadap Yok Kun Sih, melainkan teringat akan orang yang dilukainya tadi. Yang bersama Yok Kun Sih, apakah masih ada orang lain? Berpikir sampai ke situ, Lu Leng segera menoleh ke belakang.

"Jahanam! Turun tangan begitu jahat!" bentak Yok Kun Sih sengit.

Kemudian dia mengeluarkan sebuah cambuk panjang yang hitam mengkilap, langsung menyerang Lu Leng mengarah jalan darah Hwa Kai Hiat-nya. Ketika menyaksikan serangan yang amat sengit dan dahsyat itu, Lu Leng tahu dia telah menimbulkan petaka tadi. Kalau tidak, bagaimana mungkin Yok Kun Sih menyerangnya begitu sengit dan dahsyat? Lu Leng sama sekali tidak berniat melawannya, maka dia hanya menangkis dengan golok pusaka Su Yang To memecahkan serangan Yok Kun Sih.

Yok Kun Sih memang sudah marah besar, terbukti dia telah mengeluarkan Cambuk Naga yang tak pernah dipergunakannya selama dua puluh tahun ini. Mendadak Yok Kun Sih mengeluarkan bentakan keras, seiring dengan itu cambuknya bergerak membentuk lingkaran bundar dan langsung melilit golok pusaka Su Yang To milik Lu Leng. Bukan main terkejutnya Lu Leng menyadari bertarung dengan cara begitu merupakan pertarungan mati-matian. Kenapa Yok Kun Sih begitu gusar?

Ketika Lu Leng mau mencelat mundur, mendadak terdengar suara rintihan yang amat memelas beberapa kali. Tentu saja Lu Leng jadi tertegun, karena rupanya mengenali suara itu yang ternyata Toan Bok Ang. Lu Leng tadi sudah menduga, yang bersama Yok Kun Sih tak ada orang lain selain Toan Bok Ang. Ini berarti serangan tadi yang menggunakan jurus Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba) pasti telah melukai gadis itu, sebab tadi dia juga sempat melihat adanya darah muncrat. Padahal gadis itu berkepandaian tinggi, lagi-pula memiliki senjata Sian Tian Sin So, tidak seharusnya dia terluka parah.

Namun kini setelah mendengar suara rintihannya, Lu Leng segera menyadari kalau gadis itu terluka parah. Walau dalam hatinya tidak pernah mencintai Toan Bok Ang, tapi Lu Leng tidak membencinya. Ketika mendengar suara rintihan itu jelas dia terkejut bukan main, sedangkan Yok Kun Sih terus menyerang begitu cepat. Di saat Lu Leng tertegun, Cambuk Naga telah melilit golok pusaka Su Yang To. Meski pun golok pusaka Su Yang To amat tajam, tapi Cambuk Naga juga bukan senjata sembarangan. Itulah sebabnya golok pusaka Su Yang To tidak dapat memutuskannya.

Setelah Cambuk Naga berhasil melilit golok pusaka Su Yang To, Yok Kun Sih menyentakkan dengan sepenuh tenaga ke atas. Lweekang Lu Leng sebenarnya mampu mengatasi tenaga yang menghentak dari cambuk lawan, namun karena hati dan pikirannya sedang kacau memikirkan Toan Bok Ang, membuat konsentrasinya terpecah. Maka seketika golok pusaka Su Yang To tersentak lepas dari tangannya. Begitu golok pusaka Su Yang To tersentak ke atas, Lu Leng jadi terkejut. Cepat-cepat mencelat mundur seraya memandang ke tempat tadi dia melancarkan serangan.

Seketika Lu Leng tertegun dan membelalak kaget. Dia sama sekali tidak percaya apa yang disaksikannya itu. Suatu kejadian tragis di depan matanya, tampak Toan Bok Ang tergeletak di tanah bermandi darah. Rambutnya awut-awutan dengan wajah pucat pias, napasnya terdengar memburu seperti hampir putus. Namun yang tak kalah mengejutkannya, mata Lu Leng sempat melihat lengan yang telah putus tergeletak di sisi gadis itu. Luka di bahunya masih mengucurkan darah segar, dan gadis itu terus mengeluarkan rintihan. Lu Leng sama sekali tidak menduga bahwa serangannya tadi telah mengutungkan lengan Toan Bok Ang.

Dia berdiri terpaku di tempat. Matanya merasa berkunang-kunang, tidak tahu harus berbuat apa. Saat itulah sebuah serangan dahsyat yang dikerahkan dengan tenaga dalam tinggi meluncur ke arahnya. Tubuh Lu Leng pun terpental dengan punggung dirasakan sakit bukan main. Dan belum sempat dia bertindak, mendadak matanya membelalak ngeri ketika dilihatnya sesosok bayangan hitam tengah meliuk-liuk ke arahnya. Ternyata Yok Kun Sih tengah menyerangnya lagi dengan Cambuk Naga.

Sesungguhnya Lu Leng masih bisa berkelit. Namun setelah melihat Toan Bok Ang telah kutung lengannya karena serangan yang tak sengaja itu, hatinya merasa amat menyesal sekali. Kalau tangannya masih menggenggam golok pusaka Su Yang To, dia akan membacok lengannya sendiri. Karena itu ketika Yok Kun Sih menyerangnya lagi, dia sama sekali tidak berkelit.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih dan Toan Bok Ang, setelah meninggalkan telaga Tong Ting terus melakukan perjalanan siang malam. Tujuan mereka ingin berangkat ke seberang lautan demi menghindari pengejaran Liok Ci Khim Mo. Akan tetapi sebelum tiba di pantai, mereka mendengar kabar bahwa Liok Ci Khim Mo telah membangun sebuah istana Bu Lim Ci Cun Ceh Kiong di gunung Tiong Tiau San. Liok Ci Khim Mo akan menyelenggarakan pertemuan besar-besaran pada hari Cit Gwee Cap Go, untuk menyiarkan bahwa dirinya adalah Bu Lim Ci Cun.

Setelah memperoleh kabar berita itu, Yok Kun Sih yakin pasti ada golongan lurus berangkat ke sana. Tentunya akan terjadi suatu pertarungan. Karena itu dia membatalkan keberangkatan ke seberang lautan, sebaliknya berputar mengambil jalan yang menuju ke gunung Tiong Tiau San. Kedua guru dan murid ini justru terlambat selangkah ketika hampir tiba di tempat tujuan. Kebetulan di dalam istana Ci Cun Kiong telah terjadi peristiwa itu, Lu Leng seorang diri dapat lolos dan kemudian berjumpa musuh tangguh pula.

Ketika melihat Lu Leng bertarung dengan kedua lawannya, gadis itu segera mengeluarkan senjata Sian Tian Sin So. Namun Yok Kun Sih yang berdiri di sisinya segera menariknya, kemudian membentak dengan suara rendah.

"Kau mau berbuat apa?!"

Toan Bok Ang menyahut cemas, "Guru, melihat keadaannya pasti telah terjadi sesuatu, kita harus turun tangan membantunya!"

"Tidak boleh!"

Hati Toan Bok Ang cemas sekali, namun tidak berani membangkang terhadap gurunya. Tak seberapa lama kemudian, Lu Leng berhasil membinasakan kedua orang itu. Karena sudah tahu Tong Hong Pek dan Tam Sen suami istri dalam bahaya di aula istana tersebut, maka tanpa banyak berpikir lagi Lu Leng langsung melesat ke arah istana Ci Cun Kiong dengan pikiran kacau. Sedangkan Toan Bok Ang juga telah mengetahui bahwa Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Cit San Sin Kun-Tam Sen dan Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua telah mengalami sesuatu di dalam istana Ci Cun Kiong.

Ketika melihat arah yang dituju Lu Leng justru kembali ke istana itu, dia amat mencemaskannya. Bukankah itu berarti Lu Leng hanya akan mengantarkan nyawa kalau lari ke istana itu? Maka tanpa menghiraukan larangan gurunya dia cepat-cepat meronta melepaskan diri, dan secepat kilat melesat ke depan sambil berseru, "Adik Leng, jangan masuk!"

Seandainya si Walet Hijau-Yok Kun Sih berkeras hati, tidak membiarkan Toan Bok Ang melesat pergi, tentunya tidak akan terjadi peritiwa yang tragis itu. Namun di saat bersamaan Yok Kun Sih juga teringat akan kebaikan Lu Leng yang memberi kabar di telaga Tong Ting, maka dia tidak tega melihat Lu Leng pergi mengantar mati ke istana itu. Karena itu, ketika Toan Bok Ang meronta, dia melepaskan tangannya agar gadis tersebut dapat melesat pergi.

Toan Bok Ang melesat secepat kilat melewati Lu Leng. Namun pemuda itu tidak mendengar suara seruannya. Karena pikirannya sedang kacau, dia tidak membedakan musuh atau kawan, langsung menyerang dengan golok pusaka Su Yang To. Kalau Toan Bok Ang tidak keburu berkelit, niscaya badannya akan terpotong jadi dua dan binasa seketika. Namun malang, meski pun mampu mengelak, ujung golok pusaka Su Yang To berhasil membacok bahunya. Maka lengannya buntung seketika.

Toan Bok Ang terluka parah, dia langsung terkulai tak bangun lagi. Sedangkan Lu Leng sama sekali tidak tahu yang dilukainya itu ternyata Toan Bok Ang, maka dia terus melesat. Sementara itu Yok Kun Sih sudah mengira, begitu muridnya menampakkan diri, Lu Leng pasti berhenti. Ketika melihat golok pusaka Su Yang To berkelebat barulah dia menyadari ada yang tak beres. Segera dia melesat ke luar, namun sudah terlambat karena Toan Bok Ang sudah terkulai berlumuran darah.

Yok Kun Sih tahu muridnya bermaksud baik mencegah Lu Leng pergi ke istana itu, tapi Lu Leng malah salah paham menurunkan tangan keji kepada muridnya. Dia pun tak sempat berpikir kalau sebenarnya hati Lu Leng sedang kacau dan mengira yang muncul anak buah Liok Ci Khim Mo. Maka terjadilah kesalah-pahaman antara mereka. Yok Kun Sih pun melesat dengan serangan mematikan, dan terjadilah pertarungan sengit tadi. Kini pertarungan terjadi tanpa bisa dielakkan lagi. Toan Bok Ang telah menderita luka parah dengan lengan buntung. Lu Leng sendiri mengalami hal yang tak jauh berbeda. Kalau Lu Leng tidak makan Cit Sek Ling Che, mungkin saat ini tulang punggungnya sudah hancur, bahkan bisa jadi nyawanya telah melayang ke alam baka.

Setelah terhantam Cambuk Naga, Lu Leng membalikkan badannya. Cambuk Naga itu mengarah dadanya, sedangkan Lu Leng tidak berniat berkelit. Dia berdiri tak bergerak sama sekali. Ujung Cambuk Naga mendarat telak di dada Lu Leng. Pemuda itu terpental beberapa depa, kemudian terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang, dan akhirnya roboh di dekat Toan Bok Ang.

Walet Hijau-Yok Kun Sih segera maju, tangannya bergerak hendak menyerang lagi. Setelah punggung dan dadanya terhantam oleh Cambuk Naga, Lu Leng telah menderita luka parah. Kini ujung Cambuk Naga itu mengarah ubun-ubunnya. Kalau terhantam, nyawa Lu Leng pasti melayang. Namun mendadak Toan Bok Ang berguling ke arah Lu Leng, lalu memeluknya erat-erat. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, kemudian berkata setengah meratap.

"Guru, aku... aku mohon, guru jangan... jangan turun tangan lagi!"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih terkejut mendengar hal itu, wajahnya berubah menghijau lalu membentak. "Anak Ang, kau begitu mencintainya, tapi dia telah sedemikian kejam terhadapmu! Apakah kau masih tidak menyadari?!"

"Guru, aku... aku mohon...!"

Berkata sampai di situ Toan Bok Ang mengeluh, lalu terkulai pingsan di badan Lu Leng. Menyaksikan itu hati Lu Leng merasa tersayat. Tampak Yok Kun Sih mendekat, tangannya bergerak lalu mengangkat badan Toan Bok Ang. Dengan cepat dia menotok jalan darah Hu Keng Hiat, Yun Bun Hiat, dan Tiong Hu Hiat di bahu gadis itu. Maka sesaat kemudian darah yang mengucur di bahu Toan Bok Ang pun terhenti. Akan tetapi Yok Kun Sih sudah amat membenci Lu Leng. Dia menatap Lu Leng dengan mata berapi-api.

"Binatang, kau masih mau bilang apa?!" bentaknya penuh kegeraman.

Lu Leng amat berduka dalam hati mengalami kejadian yang di luar dugaannya ini. "Tidak ada yang harus kubilang, Yok-cianpwee. Silakan turun tangan!"

Karena begitu gusarnya, badan Yok Kun Sih bergemetar. Ketika mengangkat Cambuk Naga, tangannya pun bergemetar. Sesungguhnya kini Lu Leng sudah terluka berat, bahkan tak ada niat untuk melawan. Seharusnya Yok Kun Sih tidak boleh sedemikian gusar lagi. Ternyata Yok Kun Sih bukan hanya gusar terhadap Lu Leng, melainkan juga membenci Toan Bok Ang.

Semua kaum rimba persilatan tahu, para murid Hui Yan Bun terdiri dari wanita, dimana ketika memasuki perguruan tersebut harus bersumpah bahwa seumur hidup tidak boleh menikah. Siapa yang berani melanggar sumpah tersebut, maka akan menerima hukuman berat. Pendiri Hui Yan Bun, adalah seorang pendekar wanita yang gagal dalam hal percintaan, menganggap semua lelaki di kolong langit tiada seorang pun yang setia. Maka setelah mendirikan Hui Yan Bun, pendekar wanita itu membuat sebuah peraturan, yakni semua murid Hui Yang Bun tidak boleh menikah seumur hidup. Sedangkan Toan Bok Ang justru melanggar peraturan tersebut. Maka berdasarkan peraturan yang berlaku dalam Hui Yan Bun, Toan Bok Ang seharusnya sudah mati.

Akan tetapi antara Yok Kun Sih dan Toan Bok Ang terdapat hubungan yang amat erat. Lagi-pula semua murid Hui Yan Bun telah binasa, hanya tersisa kedua guru dan murid ini. Karena itu Yok Kun Sih merasa tak sampai hati turun tangan membunuh Toan Bok Ang. Siapa sangka, Toan Bok Ang malah kehilangan sebelah lengannya oleh golok pusaka Su Yang To. Tentu saja Yok Kun Sih jadi gusar bukan main. Tadi dia memang ingin membinasakan Lu Leng, namun Toan Bok Ang berusaha menyelamatkannya.

Kini harus diceritakan kembali bagaimana mereka, guru dan murid ini berjumpa, dan mengapa Toan Bok Ang menghilang mendadak di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Setelah kejadian di Cing Yun Ling Go Bi San, Yok Kun Sih berpencar dengan Toan Bok Ang. Apa yang dialami Toan Bok Ang telah dituturkan di atas. sedangkan si Walet Hijau-Yok Kun Sih membawa yang lain bersembunyi di suatu tempat. Akan tetapi akhirnya Liok Ci Khim Mo berhasil mencari tempat persembunyian mereka. Puluhan murid Hui Yan Bun binasa semua oleh Pat Liong Thian Im. Beruntung si Walet Hijau-Yok Kun Sih tidak muncul duluan, maka dia berhasil meloloskan diri.

Betapa sedihnya hati Yok Kun Sih, karena Hui Yan Bun hanya tertinggal dirinya seorang. Ingin menuntut balas tapi tak berdaya, akhirnya dia mengambil keputusan untuk menghindar. Yok Kun Sih pergi tanpa tempat tujuan, yang penting dirinya dapat menghindari Liok Ci Khim Mo. Hari berikutnya dia mendengar pembicaraan dua orang kaum rimba persilatan golongan hitam, bahwa Sou Mia Su-Seng Bou putra si Nabi Setan-Seng Ling membawa seorang gadis menuju ke arah barat. Gadis itu adalah Toan Bok Ang.

Bukan main girangnya hati si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Dia segera memunculkan diri dan menangkap kedua orang itu. Setelah bertanya dan mendapat jawaban tentang arah yang dituju Seng Bou, dia membunuh kedua orang tersebut, lalu langsung berangkat menuju ke arah barat. Walau Sou Mia Su-Seng Bou melakukan perjalanan dengan rahasia sekali, namun bocor juga. Sedangkan si Walet Hijau-Yok Kun Sih terus mengejar ke arah barat, akhirnya sampai di gunung Tang Ku Sat. Namun setelah tiba di gunung itu, dia justru berjumpa Liat Hwe Cousu.

Begitu melihat si Walet Hijau-Yok Kun Sih, Liat Hwe Cousu bertanya dengan dingin, "Yok Kun Sih, mau apa kau di sini?"

Di antara si Walet Hijau-Yok Kun Sih dengan Liat Hwe Cousu memang tidak ada hubungan baik. Maka ketika Liat Hwe Cousu bertanya dengan sikap dingin dan angkuh, perasaan si Walet Hijau-Yok Kun Sih tersinggung dan gusar. Namun setelah terpikir olehnya bahwa keberadaan Liat Hwe Cousu di gunung Tang Ku Sat pasti punya suatu sebab tertentu, siapa tahu dia pun tahu akan jejak Toan Bok Ang, maka Yok Kun Sih terpaksa bersabar.

"Kau melihat muridku bernama Toan Bok Ang?"

Mendengar pertanyaan tersebut Liat Hwe Cousu tampak tertegun. Liat Hwe Cousu adalah ketua partai Hwa San yang amat terkenal, namun dia telah mengalami beberapa kali kerugian menghadapi Lu Leng dan Toan Bok Ang. Maka dia amat membenci mereka berdua. Lagi-pula, di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih, berdasarkan potongan ujung lengan baju, dia sudah dapat menduga siapa pencuri Panah Bulu Api itu. Dia pikir ingin pergi seorang diri merebut Panah Bulu Api tersebut agar dapat menghadapi Liok Ci Khim Mo.

Liat Hwe Cousu walau bermusuhan dengan Liok Ci Khim Mo, namun hatinya terlampau egois! Keadaan rimba persilatan sedang kacau. Maka siapa yang dapat membasmi Liok Ci Khim Mo, pasti disanjung dan dihormati segenap kaum rimba persilatan. Sebab itulah Liat Hwe Cousu bermaksud memburu sendiri pencuri Panah Bulu Api. Maka dia sengaja mengurung Lu Leng dan Toan Bok Ang di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Kalau mereka berdua mati, tentang pengorbanan Mo Liong Seh Sih pun tiada yang tahu. Karena itu semua jasa pasti berada pada Liat Hwe Cousu seorang.

Namun si Walet Hijau-Yok Kun Sih tidak menanyakan yang lain, malah bertanya tentang jejak Toan Bok Ang. Tidak heran dia tertegun seketika. Tapi setelah berpikir sejenak, barulah dia sadar bahwa si Walet Hijau-Yok Kun Sih sama sekali tidak tahu akan kejadian itu. Maka dia segera menyahut dengan nada dingin pula.

“Tidak tahu!"

Namun si Walet Hijau-Yok Kun Sih agaknya sudah melihat wajah Liat Hwe Cousu berubah. Tadi dia melihat bahwa Liat Hwe Cousu baru menyahut setelah berpikir sejenak, hal ini menimbulkan kecurigaannya.

"Sungguh tidak tahu atau berpura-pura tidak tahu?"

Liat Hwe Cousu terkejut dalam hati, kemudian menyahut dengan gusar. "Tentunya sungguh tidak tahu!"

Yok Kun Sih tertawa dingin. "Liat Hwe tua! Kini rimba persilatan boleh dikatakan telah dikuasai Liok Ci Khim Mo, partaimu sudah sulit dipertahankan lagi! Kalau tahu jejak muridku kau lebih baik memberitahukan saja!"

Ucapan Yok Kun Sih membuat wajah Liat Hwe Cousu berubah. "Yok Kun Sih! Kenapa kau begitu cerewet?"

Usai berkata, jubah Liat Hwe Cousu melembung. Ternyata Liat Hwe Cousu sudah menyerang Yok Kun Sih. Betapa geramnya Yok Kun Sih ketika melihat Liat Hwe Cousu menyerangnya.

"Bagus!" bentaknya sambil melesat cepat untuk mengelak dari serangan itu.

Hal itu membuat serangan Liat Hwe Cousu hanya mengenai tempat kosong. Tentu saja Liat Hwe Cousu menjadi bertambah gusar dan berang bukan main. Namun ketika kedua orang tua itu siap bertarung sengit, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan ke arah mereka. Yok Kun Sih dan Liat Hwe Cousu segera menoleh. Ternyata yang muncul itu adalah seorang gadis, berwajah cantik tapi tampak murung. Siapa gadis itu?

Gadis itu mendarat dan langsung menjura memberi hormat kepada si Walet Hijau-Yok Kun Sih. "Yok-cianpwee, aku ingin bicara sebentar!"

Yok Kun Sih menatap gadis itu dengan rasa penasaran. "Kau mau bicara apa, bicaralah! Jangan takut terhadap Liat Hwe Cousu!"

Mendengar itu Liat Hwe Cousu langsung mendengus dan tertawa dingin. Sikapnya sungguh angkuh sekali.

"Yok-cianpwee, apa yang akan kukatakan amat bermanfaat bagi cianpwee!"

Hati si Walet Hijau-Yok Kun Sih tergerak. Apakah gadis ini tahu akan jejak Toan Bok Ang? Lalu ia menatap Liat Hwe Cousu.

"Liat Hwe tua, lebih baik kau tunggu aku di sini!"

Liat Hwe Cousu membatin, si Walet Hijau-Yok Kun Sih berkepandaian tinggi, kalau sampai terjadi pertarungan tentu membutuhkan waktu untuk mengalahkannya. Setelah berpikir begitu dia langsung melesat pergi.

"Kalau kau tidak mau bertarung sekarang, kita berjumpa lain kali!" ujarnya sambil melesat.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih memang tidak berniat bertarung dengan Liat Hwe Cousu, maka dia tidak mengejarnya. Dia bertanya kepada Tam Goat Hua.

"Nona Tam, kau mau bicara apa denganku?" tanya Yok Kun Sih kepada gadis itu yang ternyata Tam Goat Hua.

"Apakah Yok-cianpwee sedang mencari Toan Bok Ang?" Tam Goat Hua malah balik bertanya.

Mendengar pertanyaan Tam Goat Hua itu Yok Kun Sih kaget bercampur gembira. Dia langsung saja mengangguk. "Ya! Kau tahu dia berada di mana?"

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Aku melihat dia bersama Lu Leng, Liat Hwe Cousu dan kakek dari ibuku, mereka menuju ke...."

Ketika Tam Goat Hua berkata sampai di situ, air muka Yok Kun Sih kelihatan berubah. "Kau bilang apa? Kakek dari ibumu?"

Tam Goat Hua mengangguk.

"Nona Tam, benarkah Mo Liong Seh Sih masih hidup?"

Tam Goat Hua kembali hanya mengangguk.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih jadi terbelalak seakan tak percaya sama sekali bahwa Mo Liong Seh Sih masih hidup di dunia ini. "Mereka berempat menuju ke mana?"

Tam Goat Hua terdiam untuk beberapa saat lamanya. “Tak jauh dari sini. Hanya melewati dua tikungan sudah sampai di sana," ujar gadis itu kemudian memberitahukan kepada si Walet Hijau-Yok Kun Sih.

“Terima-kasih atas petunjukmu," ujar wanita tua itu dengan hati diliputi rasa gembira.

Badan Yok Kun Sih bergerak, melesat ke tempat yang ditunjuk Tam Goat Hua. Ternyata setelah berjumpa Lu Leng, Tam Goat Hua pun langsung pergi. Namun gadis itu tidak meninggalkan gunung Tang Ku Sat, melainkan bersembunyi di sekitar istana iblis. Maka dia jelas melihat Liat Hwe Cousu, Mo Liong Seh Sih, Lu Leng, dan Toan Bok Ang menuju ke makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Sesungguhnya Tam Goat Hua ingin sekali memanggil kakeknya itu, tapi kalau memunculkan diri tentunya akan bertemu Lu Leng, padahal dia tidak ingin bertemu. Karena itu terpaksa dirinya terus bersembunyi.

Setelah si Walet Hijau-Yok Kun Sih melesat pergi, Tam Goat Hua duduk berdiam diri. Dia mendongakkan kepala menatap ke langit. Awan putih di langit bergerak perlahan. Dalam hatinya muncul pula berbagai macam kerisauan. Tanpa sadar air matanya mulai meleleh. Sejak kejadian itu, hampir setiap hari dirinya mengucurkan air mata, menangis sedih.

Kepergiannya ke gunung Tang Ku Sat sebenarnya untuk menghindari semua orang. Tanpa disangka berjumpa Lu Leng di luar kehendaknya, karena dia benar-benar tak menginginkannya. Meski pun kalau mengingat peristiwa itu, Lu Leng seharusnya jadi suami baginya. Namun hatinya justru mencintai Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Tam Goat Hua termangu-mangu di situ dengan air mata bercucuran. Hatinya kembali diliputi kegalauan.

"Adik Leng! Adik Leng! Kau jangan mempersalahkanku, yang bila berjumpa segera menghindar. Seandainya kau mencintaiku, haruslah kau paham akan isi hatiku!"

Sambil menggumam begitu gadis itu memejamkan matanya. Hatinya merasa tertusuk-tusuk oleh sembilu. Berselang beberapa saat dia bangkit berdiri, namun pada saat itu mendadak terdengar suara bentakan.

"Omong kosong, kau mau cari mati?!"

Terdengar pula suara Toan Bok Ang yang terisak-isak. "Guru cuma melepaskan diriku, aku pasti tidak mau hidup. Guru, aku... aku amat mencintainya."

Mendengar percakapan itu, Tam Goat Hua segera bersembunyi di belakang sebuah pohon. Terdengar pula suara pukulan, ternyata si Walet Hijau-Yok Kun Sih menampar muridnya itu. Toan Bok Ang menangis.

"Guru! Walau akan kau bunuh sekali pun aku tetap mencintainya dan ingin menikah jadi istrinya!"

Begitu mendengar ucapan itu, wajah si Walet Hijau-Yok Kun Sih langsung berubah hijau. Hatinya semakin gusar dan marah. Tentunya Tam Goat Hua juga tahu akan peraturan Hui Yan Bun. Ketika ingin memunculkan diri untuk menasihati ketua Hui Yan Bun itu, Toan Bok Ang sudah berkata.

"Guru, aku sungguh mencintai Lu Leng!"

Ketika Toan Bok Ang menyebut nama Lu Leng, Tam Goat Hua langsung mengurungkan niat untuk keluar.

"Kau cuma cinta sepihak saja!" ujar Yok Kun Sih sengit.

"Tidak! Tidak! Lu Leng sudah mengatakan bahwa dia amat mencintaiku. Di dalam makam itu kami telah berjanji akan jadi suami istri."

Mendengar itu Tam Goat Hua jadi tertegun. Dia tahu jelas, Toan Bok Ang tidak akan membohongi si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Itu berarti Lu Leng pernah menyatakan cinta padanya, dan bersedia memperistrinya pula. Padahal sesungguhnya Lu Leng menyatakan begitu karena sudah tiada harapan meloloskan diri dari makam itu. Maka menyatakan hal itu agar tidak mengecewakan Toan Bok Ang.

Gadis itu bisa meloloskan diri dari makam karena ditolong oleh gurunya dengan mengangkat lempengan besi penutupnya. Pada waktu itu Lu Leng sedang memusatkan perhatiannya untuk menghimpun hawa murni. Maka apa yang terjadi sama sekali tidak diketahuinya. Sedangkan Toan Bok Ang berdiri di bawah lobang yang ditutupi lempengan besi. Dia kaget melihat cahaya menyorot ke dalam, Segera dia mendongakkan kepala dan melihat gurunya mengangkat lempengan besi itu. Dan tanpa membuang-buang waktu lagi dia melompat ke atas, tak lupa gadis itu pun membawa lukisan yang telah dibikin jadi seutas tali.

Ketika mengangkat lempengan besi tersebut, Yok Kun Sih sempat melihat Toan Bok Ang bersama Lu Leng di dalam makam itu. Hal itu membuatnya gusar bukan main. Maka setelah Toan Bok Ang keluar, dia pun menutup kembali lempengan besi itu. Meski pun hati Toan Bok Ang merasa gembira karena telah berhasil keluar, namun tanpa diberi kesempatan tangannya langsung dicengkeram oleh gurunya.

"Bagaimana kau dan dia bersama berada di dalam makam itu?"

Ketika Toan Bok Ang mulai jatuh cinta kepada Lu Leng, dia sama sekali tidak menyangka peraturan tersebut begitu ketat. Setelah jatuh cinta, gadis itu pun tidak peduli akan peraturan tersebut. Lagi-pula dia tahu Yok Kun Sih amat menyayanginya, maka kalau dijelaskan gurunya pasti akan maklum. Akan tetapi ketika menyaksikan wajah gurunya yang begitu bengis, Toan Bok Ang terkejut sekali.

"Aku... aku...."

Belum juga Toan Bok Ang menjelaskan, Yok Kun Sih sudah membentak dengan sengit. "Apa pantangan perguruan kita?! Ketika memasuki Hui Yan Buh, kau telah bersumpah berat, apakah kau telah melupakan itu?!"

"Aku.., aku tidak lupa, guru. Cepatlah guru mengeluarkan Lu Leng dari makam itu!"

Yok Kun Sih mendengus dingin, "Hm! Kau dengan dia sudah bermesra-mesraan?"

Seandainya Toan Bok Ang menjelaskan bahwa mereka berdua belum saling mencinta, melainkan hanya karena dikurung oleh Liat Hwe Cousu di dalam makam, Yok Kun Sih pasti akan mengangkat lempengan besi lagi untuk menyelamatkan Lu Leng. Namun pertanyaan yang bernada tuduhan tadi telah membuat Toan Bok Ang tidak enak.

"Guru, kami berdua... walau saling mencinta, namun masih tetap menjaga jarak. Sama sekali tidak...."

"Omong kosong!" bentak Yok Kun Sih sengit sekali. Mata tuanya menatap tajam ke arah Toan Bok Ang.

"Guru, aku memang mencintainya," ujar Toan Bok Ang coba menjelaskan.

Air muka Yok Kun Sih berubah hebat, kemudian mendadak menotok jalan darah Toan Bok Ang. Ditariknya pergi gadis itu dengan cepat. Toan Bok Ang tak mampu bersuara. Setelah meninggalkan tempat itu barulah Yok Kun Sih membuka jalan darahnya kembali. Kini Toan Bok Ang baru tahu, gurunya sama sekali tidak berniat menyelamatkan Lu Leng. Gadis itu amat mencintai Lu Leng, bagaimana mungkin dia bisa pergi tanpa bersama Lu Leng? Karena itu Toan Bok Ang pun ribut mulut dengan Yok Kun Sih.

Ketika Tam Goat Hua mendengar bahwa Lu Leng bersedia memperistri Toan Bok Ang, diam-diam gadis itu menghela nafas panjang, kemudian mulai berpikir lagi.

Di saat Tam Goat Hua sedang berpikir, terdengar Yok Kun Sih berkata, "Kau memang gadis rendah! Sampai di telaga Tong Ting, aku akan membuat perhitungan denganmu!"

Toan Bok Ang tercengang. "Mau apa ke telaga Tong Ting?"

Yok Kun Sih menengok ke sana ke mari, kelihatannya seperti takut orang lain mendengarnya. Kemudian dengan suara rendah dia berkata kepada muridnya, "Kini dalam Hui Yan Bun hanya tersisa kita berdua, maka kau harus baik-baik menjaga diri. Pulau Huang Yap To adalah tempat tinggalku, kita kembali ke sana!"

Toan Bok Ang mulai menangis. "Kalau guru tidak menyelamatkan Lu Leng, aku tidak mau ikut guru ke sana. Mati pun aku tidak mau ikut!"

Dengan wajah membesi Yok Kun Sih membentak keras, "Gadis rendah! Kalau tidak mau, aku harus memaksamu!"

Mendadak Yok Kun Sih mencengkeram lengannya, lalu cepat ditariknya meninggalkan tempat itu. Toan Bok Ang menangis meraung-raung ketika ditarik pergi oleh gurunya. Menyaksikan itu, Tam Goat Hua berduka sekali. Dia termenung di belakang pohon. Dia pun teringat akan perkataan Toan Bok Ang, sepertinya mengatakan Lu Leng terkurung di suatu tempat, sulit meloloskan diri. Teringat akan itu, Tam Goat Hua segera melesat ke tempat yang pernah dituju Liat Hwe Cousu dan lainnya.

Akan tetapi, ketika tiba di tempat tersebut Lu Leng telah berhasil meloloskan diri dari ruang batu makam dan pingsan di tempat itu. Tam Goat Hua tertegun saat melihat Lu Leng terluka parah, namun tidak membahayakan. Karena itu dia tetap tidak memperlihatkan diri. Dia hanya meninggalkan pesan agar Lu Leng berangkat ke telaga Tong Ting, juga menyediakan buah-buahan untuk Lu Leng, sebelum akhirnya melesat pergi meninggalkan tempat itu.

Ketika siuman Lu Leng kaget melihat pesan tersebut. Dia justru menduga Tam Goat Hua yang mengalami kesulitan di telaga Tong Ting, sebab orang yang paling dicintainya adalah Tam Goat Hua! Lu Leng meninggalkan gunung Tang Ku Sat. Tanpa sepengetahuannya, Tam Goat Hua membuntutinya karena khawatir akan terjadi sesuatu atas diri Lu Leng.

Ketika sampai di sungai Tiang Kang, Tam Goat Hua menolong Han Giok Shia dan kakaknya sehingga membuatnya berpisah dengan Lu Leng. Akan tetapi Tam Goat Hua teringat akan telaga Tong Ting yang begitu luas, sudah pasti Lu Leng sulit mencari si Walet Hijau-Yok Kun Sih dan Toan Bok Ang. Maka dia menitipkan sepucuk surat pada seorang nelayan untuk disampaikan kepada Lu Leng.

Setelah sampai di pulau Huang Yap To, Toan Bok Ang terus menerus menangis sehingga karena begitu gusar, Yok Kun Sih langsung membelenggunya dengan rantai besi. Kalau tidak karena Liok Ci Khim Mo akan ke pulau itu, mungkin Yok Kun Sih tidak akan melepaskannya. Semua kejadian itu telah dituturkan di atas.

Sementara itu, saking gusarnya Yok Kun Sih mengayunkan Cambuk Naga lagi ke arah Lu Leng. Bersamaan itu mendadak Yok Kun Sih mendengar suara senjata di belakangnya, kemudian terdengar pula suara bentakan.

"Nenek peot, ternyata kau berada di sini!"

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih tertegun. Dia sudah tahu ada orang membokongnya, maka cepat-cepat menyentak Cambuk Naga yang hampir merenggut nyawa Lu Leng. Cambuk itu disentakkan dengan keras ke belakang, maka seketika itu pula terdengar jeritan menyayat orang kesakitan.

"Aaaakh...!"

Yok Kun Sih membalikkan badannya. Tampak seseorang berusaha kabur, sementara yang satu lagi telah roboh dengan mulut mengeluarkan darah.

"Mau kabur ke mana?!" bentak Yok Kun Sih sambil badannya melesat memburu orang itu.

Kedua orang istana Ci Cun Kiong itu sebenarnya hendak menangkap Lu Leng, namun tak menyangka malah bertemu si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Salah seorang langsung membokongnya, tapi Yok Kun Sih ternyata lebih cepat menyerang dengan cambuknya. Satu orang yang berusaha kabur langsung tercengang ketika melihat Yok Kun Sih tahu-tahu sudah berada di depannya, bahkan wanita tua itu langsung melecutkan cambuknya. Dan....

“Praats!” cambuk itu menghantam kepala lawan. Tanpa jeritan orang itu langsung tewas seketika.

Setelah membunuh kedua orang itu, si Walet Hijau-Yok Kun Sih membalikkan badannya.

"Bocah busuk, mau apa lagi?" bentak perempuan tua itu dengan tatapan mata tajam ke arah Lu Leng.

Ternyata Lu Leng telah duduk, sedangkan Toan Bok Ang memeluknya erat-erat seakan tidak mau berpisah dengannya. Walau Yok Kun Sih membentak begitu keras, namun Lu Leng dan Toan Bok Ang seperti tidak menghiraukannya. Yok Kun Sih segera mendekati mereka. Dia melihat air muka keduanya begitu tenang, tanpa penyesalan sama sekali. Tentu saja hal itu membuatnya heran. Kemudian didengarnya suara ucapan Lu Leng.

"Kakak Ang, aku... aku sungguh tidak sengaja!”

Toan Bok Ang tersenyum, wajahnya pucat pias tapi sepasang matanya berbinar-binar. "Adik Leng, aku sudah menjadi bagian darimu, Kalau pun kau sengaja, aku... aku tidak akan menyalahkanmu!"

Mendengar ucapan tulus dari mulut Toan Bok Ang, hati Lu Leng semakin merasa terharu. Kalau saja saat ini gadis itu memukul dirinya, Lu Leng tidak akan marah, bahkan mungkin justru merasa senang. Namun nyatanya Toan Bok Ang justru berkata seperti itu. Dipeluknya erat-erat tubuh Toan Bok Ang tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Toan Bok Ang menghela nafas panjang, kemudian berkata dengan lembut, "Adik Leng, jangan terlampau berduka. Asal kau ingat akan ucapanmu di dalam makam itu, kehilangan sebelah lengan pun aku tidak merasa sayang!"

"Kakak Ang, aku pasti ingat. Pasti ingat selama-lamanya!"

Padahal apa yang diucapkan Lu Leng di dalam makam, semata-mata hanya agar tidak mengecewakan gadis itu. Setelah itu, entah berapa kali dia ingin menjelaskan namun tiada kesempatan. Saat ini, bagaimana mungkin dia menjelaskannya? Menyaksikan keadaan Toan Bok Ang, dia mengambil keputusan dalam hati, biar bagaimana pun juga harus menggembirakan gadis itu.

Toan Bok Ang tersenyum manis, lalu memejamkan mata seraya berkata, "Adik Leng, itu sudah cukup. Asal begitu sudah cukup!"

Mereka berdua saling memeluk, sementara si Walet Hijau-Yok Kun Sih mengerutkan kening seraya membentak, "Anak Ang, kau tidak mendendam padanya?"

Toan Bok Ang menyahut sambil memeluk Lu Leng erat-erat. "Guru, dia orang yang paling kucintai. Bagaimana mungkin aku mendendam padanya?"

Lu Leng segera menyambung, "Yok-cianpwee, tadi aku sedang memikirkan guru dan lainnya sehingga pikiranku jadi kacau, tidak melihat jelas siapa yang menghadang di depanku. Dan tanpa pikir panjang aku langsung menyerang hingga mencelakai kakak Ang. Walau kakak Ang telah memaafkan, namun aku tetap merasa berdosa dalam hati. Asal dapat menggembirakan hati kakak Ang, apa pun aku bersedia melakukannya."

Yok Kun Sih tertawa dingin. "Anak Ang menghendakimu memperistrinya, kau bersedia?"

Lu Leng menyahut tanpa pikir lagi, "Tentu bersedia!"

Yok Kun Sih tertawa aneh, lalu berkata, "Kau memang pemuda yang pandai merayu! Kalau kau memperistrinya, lalu bagaimana Tam Goat Hua putri Cit Sat Sin Kun-Tam Sen itu?"

Lu Leng tercengang mendengar ucapan Yok Kun Sih tentang Tam Goat Hua. Cintanya terhadap Tam Goat Hua memang tak pernah padam. Walau dia bersedia memperistri Toan Bok Ang, itu hanya karena merasa berdosa. Sedangkan Lu Leng dengan Tam Goat Hua sudah boleh dikatakan sebagai suami istri, karena mereka berdua telah melakukan hubungan intim. Kalau dia memperistri Toan Bok Ang, lalu bagaimana Tam Goat Hua?

Yok Kun Sih tertawa dingin lagi, "Anak Ang, sudah saatnya kau sadar!"

Ketika Yok Kun Sih menyinggung Tam Goat Hua, Toan Bok Ang tertegun. Maka Yok Kun Sih berkata begitu ingin menyadarkan muridnya. Toan Bok Ang pun langsung terdiam bungkam tak mampu menjawab. Seketika suasana jadi hening, ketiga orang itu sama-sama terdiam.

Berselang beberapa saat, barulah Toan Bok Ang membuka mulut. "Adik Leng, kau tidak usah berduka!"

Lu Leng cuma manggut-manggut.

Toan Bok Ang melanjutkan, "Adik Leng, aku begitu mencintaimu, bagaimana mungkin akan membuatmu berduka?" berkata sampai di situ, air mata Toan Bok Ang jatuh berderai-derai. "Aku... aku pergi!"

Lu Leng terkejut mendengar keputusan Toan Bok Ang. "Kakak Ang, kau mau ke mana?"

"Aku akan melanglang buana, aku... aku tidak mau berjumpa kau lagi!" sahut Toan Bok Ang dengan nada sedih, setelah itu isak tangisnya pun meledak lagi. "Adik Leng! Dengar, sesungguhnya aku benar-benar tidak ingin meninggalkanmu!"

Lu Leng menatap ke arah Toan Bok Ang yang masih duduk di tanah. "Kakak Ang, kalau kau tidak ingin meninggalkanku, kenapa harus pergi?"

Sebelum Toan Bok Ang menyahut, Yok Kun Sih sudah menyelak dengan sengit. "Anak Ang, bocah busuk itu tidak mau jadi suamimu! Apakah kau belum juga mau sadar? Kaum lelaki di kolong langit semuanya tidak setia. Kalau kau tak mau menyadari, dirimu pasti akan celaka!"

Toan Bok Ang menghela nafas panjang, lalu bangkit berdiri. Dengan sempoyongan dia berjalan menghampiri gurunya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar