Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 04

"Nyawa kalian berdua dalam bahaya, tapi kenapa masih berkeras melindungi kotak kayu itu?" kata Seng Ling.

Lu Sin Kong tampak gusar. "Bagaimana nyawa kami dalam bahaya?"

Seng Ling tertawa aneh, kedengarannya amat menyeramkan. "Aku meninggalkan Istana Setan gunung Pak Bong San, apakah akan pulang dengan tangan kosong?"

Dari tadi Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sudah mengerahkan lweekang-nya bersiap-siap. Begitu mendengar suara tawa, Lu Sin Kong langsung menggerakkan goloknya. "Setan tua!" bentaknya. "Aku justru akan menyuruhmu pulang dengan tangan kosong!"

Mendadak golok di tangannya mengarah ke Kui Sen-Seng Ling. Kui Sen-Seng Ling tertawa dingin. Di saat ujung golok itu hampir mengenai dirinya, mendadak badannya mencelat ke belakang beberapa depa. Jurus ‘Ombak Menyapu Darat’ merupakan gerakan yang amat Iihay dan cepat. Namun dengan santai si Setan Seng Ling mencelat ke belakang. Lu Sin Kong bukan orang biasa. Ilmu kepandaiannya sudah mencapai taraf yang amat tinggi, begitu pula lweekang-nya. Begitu goloknya menyerang tempat kosong, dia memekik gusar sambil menyerang. Jurus ‘Ombak Menyapu Darat’ berubah menjadi jurus ‘Petir Menyambar di Tengah Langit’.

Seng Ling yang baru mencelat kebelakang, belum juga berdiri tegak, golok itu sudah mengarah kakinya. Tanpa gugup sama sekali Kui Sen berkelit ke kiri sekaligus menyambar sebuah kursi, lalu bergerak cepat menangkis golok itu.

“Plaaak!” Kursi itu terpotong menjadi dua.

"Hahaha!" Kui Sen-Seng Ling tertawa gelak. Suara tawanya amat menggetarkan. Dapat diketahui, Seng Ling memiliki beberapa macam ilmu sesat yang dapat mengacaukan pikiran, bahkan juga dapat membetot sukma.

"Lu Cong Piau Tau, sungguh lihay ilmu golokmu! Aku kagum sekali! Tapi kalau kau tidak tahu gelagat, justru akan mencelakai diri sendiri!"

Terhadap Datuk Sesat itu, memang sulit bagi Lu Sin Kong melawannya. Dia segera meloncat ke belakang, ke samping istrinya. Mendadak mereka berdua membentak keras. Sebun It Nio menggerakkan pedangnya, sedangkan Lu Sin Kong mengayunkan goloknya. Mereka tidak menyerang si Setan Seng Ling, melainkan menerjang ke arah pintu. Beberapa orang ingin menghadang, tapi seketika juga mereka terluka pedang dan golok itu.

Akan tetapi, Kui Sen-Seng Ling tertawa dingin, kemudian melesat ke arah pintu untuk mengejar mereka berdua. Para anak buahnya pun segera melesat ke luar mengikutinya. Setelah melesat ke luar, Kui Sen-Seng Ling melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke arah Lu Sin Kong dan Sebun It Nio. Mereka berdua berkelit, Kui Sen-Seng Ling tertawa aneh, dan itu membuat jantung mereka berdua tergetar keras.

Sebun lt Nio segera berbisik pada suaminya, "Aku akan menghadapinya agar dia tidak tertawa aneh. Kau harus menghancurkan tembok itu!"

Lu Sin Kong mengangguk kemudian mengerahkan lweekang-nya. Namun dia mencemaskan istrinya, maka berpaling untuk melihat istrinya. Dilihat istrinya sudah bertarung dengan Kui Sen-Seng Ling. Walau Sebun It Nio menyerang dengan sengit sekali, tapi pedangnya sama sekali tidak dapat menyentuh jubah Kui Sen-Seng Ling.

Lu Sin Kong berpikir, seandainya berhasil membobol tembok itu, belum tentu mereka berdua dapat melarikan diri. Bukankah lebih baik dia bersama Sebun It Nio menyerang Kui Sen-Seng Ling? Siapa tahu mereka berdua dapat mengalahkan si Setan Tua itu. Berpikir sampai di situ, dia lalu memekik keras sambil menyerang Kui Sen-Seng Ling.

Mereka merupakan suami istri yang sudah puluhan tahun lamanya, tentunya tahu jelas mengenai ilmu silat masing-masing. Oleh karena itu, mereka dapat bekerja sama dengan baik. Sudah barang tentu serangan-serangan mereka pun bertambah lihai. Akan tetapi, di saat bersamaan mereka merasa ada serangkum angin dingin mengarah mereka. Angin dingin itu tidak begitu kuat, namun menyiarkan bau mayat busuk yang amat menusuk hidung.

Betapa terkejutnya Lu Sin Kong dan Sebun It Nio. Mereka berdua segera menutup pernafasan. Namun mereka sudah merasa pusing, sehingga membuat gerakan mereka menjadi lamban. Di saat itulah tampak Kui Sen-Seng Ling mencelat ke luar dari kurungan bayangan pedang dan golok, sekaligus tertawa aneh.

"Kalian berdua sudah tersambar oleh angin pukulan Im Si Ciang, apakah masih ingin bertarung denganku?"

Mendengar ucapan itu mereka berdua tertegun, lalu mencoba menghimpun hawa murni. Mereka tidak merasa apa pun, hanya perut mereka merasa mual.

Sebun It Nio tertawa dingin. "Kau pikir kami tak dapat meninggalkan tempat ini...??!"

Kui Sen-Seng Ling tertawa terbahak-bahak. "Kalian berdua memang dapat meninggalkan tempat ini, hanya saja harus digotong!"

Sementara rasa mual di dalam perut mereka semakin menjadi, sehingga belum sempat berkata sepatah pun mereka berdua sudah muntah beberapa kali. Wajah Kui Sen-Seng Ling yang dingin kehijauan itu, menyiratkan rasa puas. Sedangkan dalam hati Sebun It Nio sudah cemas sekali lalu pikirannya membatin. "Kui Sen-Seng Ling memang tidak bernama kosong. Karena kurang berhati-hati, justru menjadi celaka. Kelihatannya kali ini sungguh sulit untuk meloloskan diri."

Usia mereka suami istri sudah melewati setengah abad, maka mati pun tidak akan merasa penasaran. Hanya saja, putra mereka yang masih muda sudah mati terbunuh. Kalau mereka mati, siapa pula yang akan membalas dendam itu? Berpikir sampai di situ, kegusaran Sebun It Nio jadi memuncak. Maka, melihat Seng Cai dan Seng Bou sedang memandang mereka sambil tertawa aneh, mendadak timbul suatu ide dalam hatinya. Kemudian dengan perlahan-lahan disentuhnya Lu Sin Kong.

Sudah puluhan tahun mereka menjadi suami istri, tentunya tahu akan isyarat tersebut. Setelah menyentuh Lu Sin Kong, Sebun It Nio menerjang ke arah Seng Cai. Seng Cai bergerak cepat untuk berkelit, tapi gerakan Sebun It Nio jauh lebih cepat. Maka, tahu-tahu dia sudah berada di belakang Seng Cai, sekaligus menotok jalan darah Khie Hu Hiat di punggung Seng Cai dengan gagang pedangnya. Walau kepandaian Seng Cai cukup tinggi, namun masih berada di bawah Sebun It Nio. Oleh karena itu, Seng Cai tak berkutik sama sekali.

Sebun It Nio menjulurkan tangannya mencengkeram bahu Seng Cai. Begitu jari tangannya bergerak, seketika Kou Hun Su-Seng Cai langsung terkulai. Barulah Sebun It Nio berpaling. Dilihatnya golok Lu Sin Kong berkelebatan, sedangkan sepasang telapak tangan si Setan-Seng Ling bergerak, cepat sekali, sehingga membuat Lu Sin Kong terkurung di dalam bayangan telapak tangannya.

Sebun It Nio segera menudingkan ujung pedangnya ke tenggorokan Seng Cai, kemudian berteriak. "Setan Tua! Kalau kau tidak berhenti, nyawa setan kecil ini pasti melayang!"

Di saat Sebun It Nio berteriak, di saat itu pula Lu Sin Kong melesat ke arah Seng Bou. Karena si Setan-Seng Ling agak lengah, maka kesempatan tersebut dimanfaatkan Lu Sin Kong. Betapa terkejutnya Seng Bou. Dia ingin berkelit tapi terlambat, sebab golok Lu Sin Kong sudah menempel di punggungnya. Di saat bersamaan, si Setan-Seng Ling pun bergerak cepat sambil menjulurkan tangannya, dan menempel di punggung Lu Sin Kong.

"Hahaha!" Lu Sin Kong tertawa gelak. "Bagus.. bagus dua tukar satu! Setan Tua, kau yang rugi!"

Seng Ling mendengus. Wajahnya semakin menghijau tak berperasaan. "Lu Cong Piau Tau, jangan salah hitung! Dua tukar dua!" sahutnya dingin.

Mendengar itu Lu Sin Kong dan Sebun It Nio mendadak mulai merasa mual lagi, akibat tersambar oleh ilmu ‘Pukulan Mayat’ yang dilancarkan si Setan-Seng Ling tadi. Karena itu, mereka berdua tahu kenapa Datuk Sesat mengatakan ‘dua tukar dua’ Itu memang beralasan.

Sebun It Nio tertawa dingin. "Setan Tua! Walau dua tukar dua, namun kau akan putus turunan!"

Si Setan-Seng Ling juga tertawa dingin. "Sama-sama!"

Sahutan si Setan itu justru sungguh menggetarkan hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio. ‘Sama-sama’ berarti kalau si Setan-Seng Ling putus turunan, mereka berdua pun putus turunan. Itu pertanda si Setan-Seng Ling tahu tentang kejadian itu, hal tersebut tentu saja amat mengejutkan Lu Sin Kong dan Sebun It Nio.

Boleh dikatakan, selain mereka berdua, tiada orang lain yang tahu akan kejadian itu, termasuk para piausu bawahan Lu Sin Kong. Tentunya, tidak hanya mereka berdua yang tahu. Si pembunuhnya pun pasti tahu. Bagaimana si Setan tua itu mengetahui akan kejadian tersebut.

Setelah hilang rasa terkejutnya, Sebun It Nio segera bertanya. "Bagaimana kau bisa tahu?"

Si Setan tua tertawa terkekeh-kekeh. "Walau aku tinggal di Istana Setan, tapi apa yang terjadi di kolong langit ini, aku tahu semua!"

Begitu teringat akan kematian anak kesayangan yang mengenaskan, darahnya bergolak sehingga berteriak tanpa terkendali. "Setan Tua, kau juga ikut mengambil bagian?"

Si Setan-Seng Ling tertawa dingin. Namun ketika dia baru mau berkata, mendadak terdengar suara kereta dari arah luar. Sepertinya kereta itu menerobos ke dalam halaman, kalau tidak, bagaimana mungkin suaranya terdengar begitu jelas.

Kemudian terdengar pula suara bentakan. "Siapa berani mengacau di sini?"

Menyusul terdengar suara jeritan, lalu terdengar pula suara gedebak-gedebuk seperti suara orang jatuh. Itu sungguh membingungkan semua orang yang berada di dalam ruangan. Mendadak terlihat beberapa orang berjalan ke dalam. Begitu melihat, tercenganglah Lu Sin Kong, karena orang yang berjalan duluan, yang berpakaian mewah dan berdandan sebagai pengurus rumah itu ternyata Ki Hok, yang setengah bulan lalu menitip kotak kayu untuk diantar ke kota Su Cou. Empat orang yang berjalan di belakangnya, berdandan sebagai pembantu yang juga pernah bertemu di Lam Cong. Setelah mereka berlima masuk ke dalam, tampak pula beberapa anak buah si Setan-Seng Ling, termasuk si Hakim Kiri. Akan tetapi, orang-orang itu hanya mengambil sikap mengurung, sama sekali tidak berani bertindak apa-apa.

Sementara Ki Hok memberi hormat kepada si Setan-Seng Ling, kemudian berkata, "Majikanku berada di dalam kereta. Apakah Tuan Seng ingin bertemu?"

Berdasarkan dugaan Lu Sin Kong dan Sebun It Nio, saat itu si Setan tua dalam keadaan marah besar. Sedangkan kepandaian Ki Hok tidak begitu tinggi. Maka, asal si Setan itu mengayunkan tangan, nyawa Ki Hok pasti melayang seketika. Tapi urusan justru di luar dugaan. Seng Ling sama sekali tidak turun tangan terhadap Ki Hok, hanya
menyahut dengan dingin.

"Kami sudah bertemu di Lam Cong, untuk apa bertemu lagi?"

Ki Hok membungkukkan badannya sedikit sambil memberi hormat. "Tuan Seng boleh tidak bertemu, namun majikanku berharap tuan Seng menepati janji yang dicetuskan di Lam Cong, yaitu tidak akan merebut barang kawalan Lu Cong Piau Tau."

Wajah si Setan-Seng Ling yang menyerupai mayat, saat ini justru berubah menjadi menyeramkan. Lama sekali, barulah dia tertawa mendadak, kemudian dengan tiba-tiba menerjang ke arah Ki Hok. Ki Hok tetap berdiri tak bergeming sedikit pun. Mendadak badan Seng Ling berputar, dan menerjang ke arah Sebun It Nio. Ketika Sebun It Nio menyadari apa yang telah terjadi, di saat bersamaan terdengar pula suara yang amat nyaring.

“Tranggg!”

Ternyata Seng Ling telah berhasil menyentil pedang Sebun It Nio, bahkan bersamaan itu pula ia menotok jalan darah Sam Kian Hiat di tangan Sebun It Nio. Di saat itu pula Seng Ling menggerakkan kakinya untuk menendang Seng Cai, sekaligus membuka jalan darahnya yang tertotok itu. Beberapa gerakan itu dilakukan Seng Ling laksana kilat. Ia menerjang, menyentil pedang, menotok jalan darah, menendang Seng Cai dan membuka jalan darahnya yang tertotok. Semua itu dilakukan Seng Ling dalam waktu sekejap.

Betapa gusarnya Sebun It Nio, namun juga merasa kagum akan kepandaian si Setan-Seng Ling. Setelah berhasil menyelamatkan Seng Cai, si Setan-Seng Ling segera melayang ke arah Seng Bou. Dan tangannya telah memegang bahu Seng Bou.

"Lu Cong Piau Tau!" katanya dingin. "Apakah engkau ingin mengadu lweekang denganku?"

Ketika tangan si Setan-Seng Ling menyentuh bahu Seng Bou, tangan Lu Sin Kong yang mencengkeram bahu kiri Seng Bou merasa ada serangkum tenaga lunak menggetar tangannya. Lu Sin Kong tahu bahwa si Setan-Seng Ling telah berhasil menguasai ilmu Pik San Tah Gu (Memukul Kerbau Di Seberang Gunung). Lu Sin Kong tertawa panjang. Setelah itu, dia melepas cengkeramannya sekaligus meloncat ke belakang beberapa depa. Di saat bersamaan, si Setan-Seng Ling bersiul panjang lalu mundur ke pintu lain. Seng Cai, Seng Bou dan lainnya juga melesat ke arah pintu itu. Datang dan pergi laksana setan saja

Datang tak dijemput pulang tak diantar. Maka, walau di siang hari, namun tetap membuat orang merinding karenanya. Lu Sin Kong dan Sebun It Nio, justru tidak habis pikir mengenai si Setan-Seng Ling dan lainnya, yang sudah meninggalkan Istana Setan Pak Bong San, namun malah mundur lantaran ucapan Ki Hok. Ketika Lu Sin Kong berpaling ingin bertanya sesuatu kepada orang tersebut, tapi di ruangan itu sudah tidak tampak seorang pun. Ki Hok dan keempat pembantu sudah tidak kelihatan. Pada saat bersamaan, di luar terdengar suara kereta. Mereka berdua segera melesat ke luar. Tampak sebuah kereta kuda mewah bergerak ke depan.

Sebun It Nio cepat-cepat berseru. "Kereta yang di depan harap berhenti!"

Kemudian ia melesat ke arah kereta itu, diikuti Lu Sin Kong dari belakang. Kereta itu berlari cepat sekali, tapi Sebun It Nio dan Lu Sin Kong mengerahkan ginkang, maka dapat menyusul kereta tersebut. Mendadak terdengar suara harpa yang amat nyaring membuat hati tergetar. Lu Sin Kong dan Sebun It Nio tidak tahu dari mana datangnya suara itu. Mereka tertegun, bahkan pikiran mereka agak kacau.

Seketika mereka tidak berani bergerak. Keduanya memejamkan mata sambil menghimpun hawa murni untuk melawan suara harpa itu. Berselang beberapa saat, suara harpa itu mulai merendah. Barulah mereka membuka mata. Namun apa yang mereka saksikan? Ternyata jalan itu sepi-sepi saja, tidak tampak bayangan kereta. Mereka berdua segera mencari ke sana ke mari, tapi sama sekali tidak menemukan jejak kereta itu.

Akhirnya mereka berdua berhenti, Lu Sin Kong menghela nafas panjang, kemudian bertanya, "Hujin, apakah Liok Ci Siansing yang memetik harpa tadi?"

Air muka Sebun It Nio berubah tak menentu, lama sekali barulah menyahut. "Bagaimana mungkin Liok Ci Siansing memiliki lweekang setinggi itu?"

Sebun It Nio menyahut demikian, karena tadi mereka berdua telah terpengaruh oleh suara harpa itu. Begitu terpengaruh, mereka berdua merasa pusing dan seakan kehilangan sukma. Suara harpa itu jauh lebih lihai dari Kui Khau Sin Hau (Ilmu Ratapan Setan) milik Kui Sen-Seng Ling. Kedudukan Bu Yi San Liok Ci Siansing dalam rimba persilatan memang tinggi sekali. Namun dengan hanya suara harpa dapat mempengaruhi Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sampai begitu terpengaruh akibatnya sungguh sulit dipercaya!

Lu Sin Kong bertanya lagi. "Sebetulnya siapa dia?"

Sebun It Nio menggeleng-gelengkan kepala. "Entahlah!"

Mereka berdua saling memandang, lalu tertawa getir, Lu Sin Kong merogoh ke dalam bajunya, kotak kayu masih tersimpan di sana. Demi sebuah kotak kayu itu, mereka sepanjang jalan entah sudah mengikat berapa banyak musuh tangguh. Sampai di tempat, justru bertemu si Setan-Seng Ling, bahkan juga tersambar oleh angin pukulan Im Si Ciang. Bagaimana akibatnya, mereka berdua sama sekali tidak mengetahuinya, mereka hanya bisa tersenyum getir saja.

Mereka berdua segera menghimpun hawa murni, untuk menekan rasa mualnya. Setelah itu, barulah mereka berdua meninggalkan jalan kecil tersebut. Tak lama kemudian mereka tiba di jalan besar, Lu Sin Kong bertanya kepada orang tentang alamat rumah Han Sun. Mereka tak bertanya pada satu orang saja, tapi bertanya kepada hampir puluhan orang yang berbeda, untuk menghindari penipuan yang baru saja mereka alami. Setelah melewati beberapa jalan, mereka akhirnya berhasil mencari rumah tersebut.

Suasana di depan rumah itu tampak sepi. Lu Sin Kong mengetuk pintu. Tak lama kemudian muncul seorang pembantu tua. Begitu mendengar mereka ingin menemui Han Sun, pembantu tua itu segera menggoyang-goyangkan sepasang tangannya.

"Majikan kami belum lama ini tidak mau bertemu tamu yang mana pun. Kalian berdua sia-sia ke mari!" Usai berkata begitu, pembantu tua itu bersiap untuk menutup pintu.

Namun Sebun It Nio segera mencegahnya. "Tolong beritahukan kepada Han Tayhiap, bahwa kami berdua datang dari Lam Cong, marga suamiku Lu! Seorang bermarga Ki menitip suatu barang untuknya, dia pasti bersedia menemui kami!"

Pembantu tua itu masih kurang percaya. Ia tampak berpikir, sejenak kemudian barulah berkata. "Harap kalian berdua menunggu di sini, aku akan ke dalam melapor!" Pembantu tua itu menutup pintu, lalu berjalan ke dalam.

Lu Sin Kong mendengus, “Hm...,” kemudian berkata, "Kim Pian Han Sun agak keterlaluan!"

Sebun It Nio malah tertawa dingin. "Sin Kong, sepanjang jalan kita telah mengalami berbagai kejadian aneh. Mungkin urusan yang lebih aneh, justru belum terjadi."

"Maksudmu?" tanya Lu Sin Kong.

"Lihatlah keadaan ini!" sahut Sebun It Nio. "Si Pecut Emas-Han Sun jelas tidak tahu siapa akan mengantar barang kepadanya, bukankah itu sungguh aneh sekali?"

Di saat Lu Sin Kong ingin membuka mulut, pintu itu terbuka mendadak, yang muncul adalah pembantu tua tadi. "Majikan kami bilang, kalian berdua datang dari Lam Cong dan bermarga Lu, tentunya adalah pemimpin Thian Houw Piau Kiok Lu Cong Piau Tau dan istrinya."

"Tidak salah," sahut Sebun It Nio cepat.

"Kata majikan kami, beliau amat kagum pada kalian berdua. Beliau memang ingin bertemu, namun baru-baru ini banyak urusan, maka terpaksa menolak tamu. Harap kalian berdua maklum," kata pembantu tua.

Usai berkata begitu, pembantu tua itu memandang mereka berdua, seakan menyuruh mereka berdua cepat pergi. Lu Sin Kong dan Sebun It Nio menarik nafas dingin. Mereka berdua bersusah payah barulah sampai di tempat ini, bahkan tersambar angin pukulan Im Si Ciang pula. Bagaimana akibatnya mereka masih belum tahu. Kini sudah tiba di tempat tujuan, malah memperoleh perlakuan begitu macam. Dapat dibayangkan betapa gusarnya mereka berdua.

"Sungguh keterlaluan!" caci Lu Sin Kong.

Sebun It Nio segera berkata. "Pak tua, kau tidak memberitahukan kepada Han Tayhiap, bahwa kami membawa barang titipan dari orang bermarga Ki untuk disampaikan kepadanya?"

Pembantu tua itu tersentak, "Hah!", lalu menepuk keningnya sendiri sambil tertawa. "Kalau usia sudah tua, maka jadi pikun! Harap kalian berdua tunggu sebentar!" Pembantu tua itu menutup pintu lagi, kemudian berjalan ke dalam.

Sebun It Nio memandang Lu Sin Kong lalu berkata. "Bagaimana menurutmu?"

"Sungguh mengherankan. Sepanjang jalan sudah begitu banyak orang tahu, tapi dia sendiri justru tidak tahu sama sekali, itu amat membingungkan," sahut Lu Sin Kong.

Kening Sebun It Nio berkerut-kerut. "Sebuah kotak kayu kosong, tapi golongan lurus dan sesat ingin merebutnya. Bahkan Hui Yan Bun pun mengutus seorang murid perempuan untuk merebutnya pula. Namun si pemilik barang malah tidak tahu tentang itu. Lagi-pula kelihatannya, orang bermarga Ki itu telah tiba di kota Su Cou duluan, tapi kenapa harus kita yang ke mari?"

"Begitu kau menyinggung orang itu, aku pun merasa curiga," kata Lu Sin Kong dan lalu melanjutkan. "Coba pikir, si Setan itu orang macam apa? Tapi si Ki Hok hanya mengucapkan beberapa perkataan, Datuk Sesat itu pun langsung berlalu. Coba katakan, orang bermarga Ki itu orang macam apa?"

"Entahlah! Mungkinkah dia yang memetik harpa mencegah kita mengejar kereta kuda itu?" sahut Sebun It Nio.

Ketika Lu Sin Kong baru mau membuka mulut, pintu itu terbuka lagi, dan yang muncul tetap pembantu tua tadi. "Majikan kami bilang, beliau tidak punya kawan bermarga Ki, juga tidak akan ada suatu barang diantar ke mari. Kalian berdua pasti sudah keliru."

Begitu mendengar itu, kemarahan Lu Sin Kong memuncak sehingga langsung membentak. "Sungguh keterlaluan, bagaimana mungkin kami keliru?"

“Blaaak!” Lu Sin Kong menghantam pintu itu, membuat pembantu tua itu terpental beberapa langkah. Pintu itu pun terbuka lebar. Lu Sin Kong segera berjalan ke dalam.

"Han Tayhiap!" serunya. "Kami ke mari dari Lam Cong, bahkan bersusah payah pula demi kau! Kenapa kau malah tidak mau bertemu kami? Kami masih ada urusan lain, tidak bisa menunggu terlalu lama!"

Suara Lu Sin Kong bergema ke dalam rumah. Kemudian terdengar suara batuk-batuk dari dalam rumah itu, disusul suara sahutan. "Lu Cong Piau Tau datang dari tempat jauh, berdasarkan aturan tentunya aku harus menyambut. Tapi belum lama ini, aku mengalami sesuatu yang amat menyedihkan, maka tidak mau bertemu tamu dari mana pun. Kalau benar ada suatu barang untukku, harap serahkan saja kepada pembantu tua itu!"

"Hm!" dengus Lu Sin Kong. "Han Tayhiap, apa yang kami alami, mungkin lebih dari menyedihkan lagi! Sepanjang jalan muncul Hui Yan Bun, Tai Ci Bun dan juga orang aneh dalam rimba persilatan Kim Kut Lau, kemudian muncul pula si Setan Seng Ling dari gunung Pak Bong San. Semuanya ingin merebut barang itu, bagaimana mungkin dapat kuserahkan kepada pembantu tuamu itu?"

"Oh?" Han Sun terkejut. "Sebetulnya barang apa itu?"

Sebun It Nio menyela dengan suara nyaring. "Kami justru ingin bertanya padamu apa sebetulnya barang itu!"

"Harap kalian berdua tunggu sebentar, aku akan ke luar menemui kalian!" terdengar suara sahutan.

Lu Sin Kong dan Sebun It Nio melangkah ke ruang besar. Tak lama setelah mereka duduk, tampak seorang bertubuh tinggi dan seorang pendek berjalan ke luar. Yang tinggi itu berwajah agak kuning, sepasang alisnya bagaikan golok, berjenggot dan sepasang matanya agak sipit. Sedangkan yang pendek adalah seorang gadis kecil yang bermata besar. Begitu ke luar sepasang bola matanya berputar ke sana ke mari, Lalu berhenti ke arah Lu Sin Kong dan Sebun It Nio.

Lelaki berusia pertengahan itu tersenyum getir. "Sudah lama aku mendengar nama besar kalian berdua, harap memaafkan aku yang berlaku kurang hormat!"

Lu Sin Kong dan Sebun It Nio memandangnya. Walau orang yang berbicara itu tampak tidak begitu bersemangat, namun tetap tidak kehilangan sikap sebagai orang rimba persilatan. Oleh karena itu, mereka berdua pun membungkukkan badan sebagai penghormatan. Perlahan-lahan si Pecut Emas membelalakkan matanya, kelihatannya seperti merasa terkejut.

"Tadi kalian berdua menyinggung si Setan Seng Ling, apakah kalian bertarung dengannya?"

"Ketika kami tiba di Su Cou, kami bertemu para anak buah Seng Ling yang menyamar sebagai dirimu. Tujuan mereka ingin merebut barang itu. Kemudian barulah muncul si Setan-Seng Ling."

Si Pecut Emas berpaling memandang anak gadis kecil itu seraya berkata, "Ah Shia, pergilah kau ke kamarku, ambilkan botol kristal!"

"Ayah," tanya anak gadis kecil itu. "Apakah botol kristal yang berisi obat Kiu Coan Siau Hoan Tan itu?"

Han Sun mengangguk. "Tidak salah." jawabnya.

Lu Sin Kong dan Sebun It Nio saling memandang. Dalam hati masing-masing berpikir, sungguh tak bernama kosong si Pecut Emas-Han Sun! Obat Kiu Coan Siau Hoan Tan, merupakan obat peninggalan orang aneh jaman dulu di dalam sebuah goa di gunung Lo Fou San. Benda itu adalah suatu benda pusaka dalam rimba persilatan. Kala itu gara-gara obat tersebut, telah menimbulkan bencana dalam rimba persilatan pula.

Setelah anak gadis kecil itu masuk ke dalam, barulah si Pecut Emas-Han Sun berkata, "Kalian berdua terkena racun aneh, itu tentu perbuatan si Setan-Seng Ling...."

Suaranya amat perlahan. Di saat bersamaan anak gadis kecil itu sudah datang lagi dengan membawa sebuah botol kristal. Tampak di dalamnya ada dua butir obat berwarna hijau, sebesar-besar biji kelereng.

Han Sun mengambil botol kristal itu seraya berkata. "Untung aku masih punya dua butir obat Kiu Coan Siau Hoan Tan ini. Kalian makanlah obat ini! Racun aneh yang mengidap di dalam tubuh kalian pasti dapat dipunahkan." Usai berkata begitu, Han Sun menyodorkan botol kristal itu ke hadapan Lu Sin Kong.

Lu Sin Kong segera berkata. "Kita baru bertemu muka, tapi anda telah berbuat baik pada kami, cara bagaimana kami membalasnya?"

Si Pecut Emas-Han Sun tersenyum getir. "Kalian berdua amat terkenal. Sungguh menyesal kita agak terlambat bertemu! Kalau soal membalas budi, itu tidak perlu sama sekali."

Lu Sin Kong menerima botol kristal itu, lalu disimpan ke dalam bajunya. "Kami suami istri amat berterima-kasih atas kebaikan anda."

Lu Sin Kong mengeluarkan sebuah kotak kayu, kemudian diserahkan kepada si Pecut Emas-Han Sun. Ketika dia mengeluarkan kotak kayu itu, dalam hatinya merasa heran sekali, karena bentuk, ukuran dan besar kotak itu tetap, namun beratnya bertambah. Sudah dua kali Lu Sin Kong dan Sebun It Nio membuka kotak itu, di dalamnya tidak terdapat apa pun. Namun saat ini, kotak itu bertambah berat. Maka ia amat heran, sehingga nyaris menarik kembali tangannya. Akan tetapi, kotak kayu itu telah disodorkannya ke hadapan Han Sun, lagi-pula ia merasa tidak enak membuka kotak kayu itu di hadapan Han Sun.

"Hujin, tadi apa yang kau katakan di luar memang tidak salah." katanya sambil memandang istrinya.

Maksud Lu Sin Kong, tadi istrinya mengatakan bahwa urusan yang lebih aneh masih belum terjadi. Sebun It Nio tahu akan maksud perkataan itu, hanya dia tidak tahu Lu Sin Kong menunjukkan tentang apa. Saat ini Sebun It Nio merasa tidak enak untuk bertanya, maka diam saja. Sedangkan Lu Sin Kong masih memegang kotak kayu tersebut. Itu menyadarkan Sebun It Nio, yang aneh pasti kotak kayu itu, namun tetap tak terpikirkan apa keanehannya.

Ketika mereka berdua dicekam rasa heran, si Pecut Emas-Han Sun justru berkata. "Apakah kotak kayu ini untukku?"

"Tidak salah," sahut Lu Sin Kong cepat.

Han Sun memperlihatkan wajah tidak mengerti. "Walau pergaulanku cukup luas, namun aku tidak punya kawan bermarga Ki. Kotak kayu ini telah menyebabkan begitu banyak jago tangguh bermaksud merebutnya. Tentunya benda yang di dalamnya pasti luar biasa sekali." Sembari berkata dia menjulurkan tangannya untuk menerima kotak kayu tersebut.

Sesungguhnya saat ini dalam hati Lu Sin Kong timbul rasa keberatan menyerahkan kotak kayu itu, karena merasa kotak kayu itu agak berat, maka ingin tahu barang apa yang ada di dalam kotak kayu tersebut. Seingatnya, dia hanya pernah mengeluarkan satu kali kotak kayu itu di hadapan para anak buah si Setan-Seng Ling, kemudian disimpannya ke dalam bajunya dengan hati-hati sekali, tentunya tidak mungkin ditukar orang di tengah jalan.

Pecut Emas-Han Sun telah menjulurkan tangannya untuk menerima kotak kayu itu, sudah barang tentu dia harus menyerahkannya. Setelah menerima kotak kayu itu, si Pecut Emas-Han Sun segera merobek kertas segelnya, sekaligus membukanya. Saat ini, Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sudah duduk di hadapan si Pecut Emas-Han Sun. Ketika dia membuka kotak kayu itu, pandangan mereka berdua terhalangi oleh tutup kotak.

Sesungguhnya mereka berdua ingin sekali melihat isi kotak kayu itu, namun malah tidak dapat melihatnya. Mereka hanya dapat melihat wajah si Pecut Emas-Han Sun berubah hijau setelah melihat isi kotak kayu itu, sedangkan anak gadis kecil itu mengeluarkan jeritan tak tertahan sambil rnenyurut mundur beberapa langkah. Tersentaklah hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio. Namun mereka tidak tahu barang apa yang dilihat si Pecut Emas-Han Sun dan gadis itu.

Sementara wajah si Pecut Emas-Han Sun masih tampak hijau. Dia menutup kotak kayu itu, lalu menaruhnya di atas meja. Kemudian dia berpaling seraya berkata, "Ah Shia, ambilkan Pecut Emas-ku di kamarku!"

Anak gadis kecil itu mengangguk, lalu segera ke dalam, tapi masih sempat melototi Lu Sin Kong dan Sebun It Nio. Sungguh mengherankan, sepasang mata anak gadis kecil itu penuh diliputi rasa dendam. Mereka berdua terheran-heran. Sedangkan jari tangan Han Sun terus mengelus-elus kotak kayu itu, dan tak beberapa lama kemudian, air matanya meleleh deras.

Terkejutlah Lu Sin Kong. "Han Tayhiap, kau...."

Si Pecut Emas-Han Sun mengibaskan tangannya, agar Lu Sin Kong tidak melanjutkan ucapannya. Tentunya amat mengherankan Lu Sin Kong. Dia segera memandang Sebun It Nio yang langsung menggelengkan kepala, pertanda dia pun tidak tahu apa-apa. Seketika suasana di ruang itu berubah menjadi hening mencekam, bahkan juga terasa akan terjadi sesuatu.

Tak beberapa lama kemudian anak gadis kecil itu sudah kembali ke ruang tersebut dengan membawa sebuah Pecut Emas, yang kemudian ditaruhkannya di atas meja. Pecut Emas itu bergemerlapan. Dapat diduga bahwa itu merupakan Pecut Emas pusaka yang amat lembut pula. Han Sun menjulurkan tangannya untuk menyambar Pecut Emas itu. Kemudian dengan perlahan-lahan ia bangkit berdiri dan sekaligus menanggalkan jubah panjangnya yang kemudian ditaruh pada sandaran kursi. Setelah itu, dia menuding Lu Sin Kong dan Sebun It Nio.

"Sudah lama kudengar ilmu golok Lu Cong Piau Tau amat lihay, dan Lu Hujin memiliki ilmu pedang yang amat dahsyat, maka aku ingin mohon petunjuk."

Ketika melihat Han Sun menyambar Pecut Emas-nya, hati Lu Sin Kong dan Sebun It Nio merasa heran. Kini Han Sun mencetuskan tantangan, itu membuat mereka berdua semakin tercengang. Tadi Han Sunmenghadiahkan dua butir obat Kiu Coan Siau Hoan Tan, namun saat ini malah menantang mereka bertarung. Bukankah itu merupakan hal yang amat aneh?

Karena itu, Lu Sin Kong segera berkata. "Han Tayhiap, kita baru bertemu, kenapa harus bertarung?"

Si Pecut Emas-Han Sun mendongakkan kepalanya, kemudian tertawa gila yang penuh mengandung rasa dendam dan kesedihan. "Kalian berdua masih tidak mau memberi petunjuk padaku?"

Sebun It Nio segera menyahut. "Kami dengan kau, sama sekali tidak punya permusuhan apa-apa, kenapa harus bertarung?"

Si Pecut Emas-Han Sun tertawa dingin. Mendadak anak gadis kecil itu berkata. "Ayah, untuk apa masih omong kosong dengan mereka? Cepatlah membalas dendam adik!"

Si Pecut Emas-Han Sun memekik gusar. "Ah Shia, betul katamu!" Usai berkata begitu, si Pecut Emas-Han Sun segera menggerakkan Pecut Emas-nya ke arah Lu Sin Kong.

“Serrrt...! Serrrt...!”

Terdengar suara aneh. Pecut Emas itu meliuk-liuk indah mengarah Lu Sin Kong. Gerakannya tampak lemah gemulai, namun amat cepat seperti kilat. Ketika mendengar ucapan anak gadis kecil itu menyuruh ayahnya membalas dendam adiknya, Lu Sin Kong semakin terheran-heran. Di saat bersamaan pecut itu telah mengarah dirinya. Tiada kesempatan baginya untuk menjelaskan, cepat-cepatlah ia berkelit. Pecut Emas itu menyambar kursi yang didudukinya tadi. Sungguh mengherankan, sama sekali tidak ada suara, namun kursi itu telah hancur berkeping-keping.

Setelah berkelit, Lu Sin Kong berseru cepat. "Han Tayhiap, harap dengar perkataanku!"

Si Pecut Emas-Han Sun tertawa dingin. "Masih mau omong apa?"

“Serrt!” Pecut Emas itu meliuk-liuk lagi ke arah Lu Sin Kong.

Saat ini, Sebun It Nio sudah tidak dapat bersabar lagi. Tiba-tiba terdengar suara.

"Trang!"

Ternyata wanita itu telah menghunus pedangnya, dan langsung menyerang si Pecut Emas dengan jurus Liu Sing Kan Goat (Meteor Mengejar Bulan). Serangan itu amat cepat dan mendadak, menyabet Pecut Emas. Namun Pecut Emas itu tidak putus, seakan menyabet benda yang amat lunak. Di saat bersamaan, ujung Pecut Emas itu berputar menyerang Sebun It Nio, sehingga wanita itu terpaksa meloncat ke belakang.

"Han Tayhiap, ada apa silakan bicara! Kenapa harus bertarung?" bentaknya sengit.

Wajah si Pecut Emas tampak berduka sekali. "Hm!" dengusnya dingin.

Namun ketika dia baru mau membuka mulut, anak gadis kecil itu telah mendahuluinya. "Ayah bisa bersabar, tapi aku tidak!"

Mendadak anak gadis kecil itu melesat ke hadapan Sebun It Nio, lalu mengayunkan tangannya dan tampak tiga titik cahaya meluncur ke luar dari tangannya. Di saat bersamaan, gadis itu bergerak lagi, tahu-tahu sudah muncul sebuah senjata aneh di tangannya. Sebelum Sebun It Nio melihat dengan jelas senjata itu, gadis tersebut telah melancarkan serangan kilat ke arah dadanya.

Bukan main terkejutnya Sebun It Nio. Tanpa ayal lagi ia bergerak cepat menghindari tiga buah senjata rahasia itu. Akan tetapi, senjata yang di tangan anak gadis kecil itu justru telah mengarah dadanya. Sulit bagi Sebun It Nio untuk berkelit lagi, maka terpaksa harus menangkis senjata itu dengan pedangnya.

“Trang!” Terdengar suara benturan senjata.

Anak gadis kecil itu termundur-mundur beberapa langkah, namun Sebun lt Nio juga merasa genggamannya menjadi ringan, ternyata pedangnya telah kutung. Sebun It Nio tersentak hatinya dan segera memandang anak gadis kecil itu. Yang disebut senjata aneh itu merupakan sebuah rantai yang bergemerlapan, tapi pada ujungnya terdapat sebuah gelang merah seperti darah. Walau anak gadis kecil itu berdiri diam ditempat, namun gelang itu masih terus berputar.

Bagi kaum rimba persilatan yang berpengetahuan, tentunya tahu senjata itu milik seorang pendekar wanita, yang berjuluk Hwe Hong Sian Kouw. Senjata aneh yang amat terkenal itu adalah Liat Hwe Soh Sim Lun (Gelang Api). Senjata aneh itu dibikin dari semacam baja murni, maka tidak mengherankan kalau pedang Sebun It Nio kutung ketika menangkis senjata aneh itu.

Anak gadis kecil itu memegang senjata Liat Hwe Soh Sim Lun, tentunya punya hubungan erat dengan Hwe Hong Sian Kouw. Itu membuat Sebun It Nio merasa gusar dan terkejut. Sebun It Nio tergolong pendekar wanita yang amat tersohor, namun Hwe Hong Sian Kouw justru merupakan wanita yang amat luar biasa. Sesungguhnya jejak Hwe Hong Sian Kouw muncul di Tiang Kang dan daerah utara, sedangkan Sebun It Nio bertempat tinggal di Hun Lam, maka kedua pendekar wanita itu tidak pernah bertemu.

Namun beberapa tahun lalu, Sebun It Nio menerima undangan dari seseorang untuk mengurusi suatu masalah. Kebetulan pihak lain pun mengundang beberapa jago tangguh, termasuk Hwe Hong Sian Kouw. Sifatnya juga seperti api yang menyala, sedangkan Sebun It Nio juga tergolong wanita yang tak sabaran. Begitu bertemu, kedua pendekar wanita itu langsung bertarung. Akan tetapi, tiga buah pedang Sebun It Nio justru kutung oleh senjata aneh Liat Hwe Soh Sim Lun.

Hwe Hong Sian Kouw menyindirnya, sehingga membuat Sebun It Nio gusar sekali, dan langsung pergi tanpa pamit. Sebelum mereka berdua berpisah, masing-masing telah mencetuskan suatu janji untuk bertarung lagi. Hal tersebut diketahui oleh kaum rimba persilatan, maka kaum rimba persilatan menasihati mereka agar tidak bertarung lagi. Oleh karena itu, ketika mereka bertemu, tidak pernah bertarung lagi, bahkan terpaksa berdamai pula. Walau hal itu sudah berlalu cukup lama, namun hati Sebun It Nio tetap terganjel, dan ganjelan itu tak pernah hilang. Kini melihat senjata Liat Hwe Soh Sim Lun itu, ganjelan dalam hatinya Sebun It Nio bergolak.

"Gadis kecil, senjatamu itu memang tajam! Tapi lweekang-mu masih belum cukup tinggi untuk menggunakan senjata itu!" katanya sambil tertawa dingin.

"Phui!" Anak gadis kecil itu meludah. "Begitu kau menangkis, pedangmu sudah kutung, masih mau omong apa lagi?"

Betapa gusarnya Sebun It Nio, namun ketika dia ingin mengejar anak gadis kecil itu, cepat-cepat Lu Sin Kong mencegahnya.

"Hujin harap tunggu!" serunya kemudian berpaling ke arah si Pecut Emas, "Han Tayhiap, kenapa kalian ayah dan anak bersikap demikian terhadap kami, harap dijelaskan!"

Si Pecut Emas-Han Sun mendengus. "Hm!"

Anak gadis kecil itu segera menyahut. "Ayah, jangan percaya pada mereka! Mereka amat licik!"

Si Pecut Emas-Han Sun menatap putrinya sejenak, kemudian memandang Lu Sin Kong seraya berkata. "Dia tetap seorang anak kecil, kenapa kalian berdua tega mencelakainya?"

Lu Sin Kong tercengang. "Kok Han Tayhiap berkata begitu? Kapan kami pernah bertemu anakmu?"

"Kalian berdua tidak perlu menyangkal, lebih baik kita bertarung saja!" sahut si Pecut Emas-Han Sun.

“Plak!” Lu Sin Kong menaruh goloknya di atas meja lalu berkata, "Han Tayhiap, perkataanmu agak kelewat batas. Kita dulu walau tidak pernah bertemu, namun sudah mendengar nama masing-masing. Tadi ketika kita bertemu, kau langsung menghadiahkanku Kiu Coan Siau Hoan Tan, aku amat berterima-kasih. Lalu bagaimana mungkin kami mencelakai putramu? Itu pasti salah paham, maka aku tidak akan bertarung denganmu."

Si Pecut Emas-Han Sun terus memandang Lu Sin Kong. Sedangkan Lu Sin Kong berdiri dengan tangan kosong di tempat. Goloknya tergeletak di atas meja, pertanda dia memang tidak mau bertarung.

Beberapa saat kemudian si Pecut Emas-Han Sun menghela nafas panjang, dan anak gadis kecil itu segera berkata. "Apakah hati ayah tersentuh oleh ucapannya?"

Si Pecut Emas-Han Sun melotot. "Ah Shia, jangan banyak bicara!"

Kening anak gadis kecil itu berkerut, di wajahnya tersirat kegusaran. "Kalau ayah tidak mau membalas dendam adik, biar aku yang membalaskan dendamnya!"

Si Pecut Emas-Han Sun menatap putrinya dengan kening berkerut-kerut. "Bagaimana kau tahu ayah tidak mau membalaskan dendam adikmu?"

Anak gadis kecil itu menggerakkan senjatanya, sehingga gelang yang di ujung senjata itu langsung berputar-putar.

"Kalau begitu, tidak seharusnya ayah mendengar perkataan mereka!"

Sungguh keras hati anak gadis kecil itu! Ia terus menuduh Lu Sin Kong adalah pembunuh adiknya, dan itu membuat Lu Sin Kong gusar dalam hati. Namun berdasarkan kedudukannya, tentunya dia tidak mau bertengkar dengan anak gadis kecil itu, maka dia menekan hawa kegusarannya seraya berkata, "Nona kecil, kenapa kau begitu tidak sabaran? Tunggu kami dengan ayahmu menjernihkan urusan ini!"

Anak gadis kecil itu membanting kaki. "Ayah, kalau guru berada di sini, dendam adikku pasti terbalas!"

Sebun It Nio tertawa dingin. "Kalau begitu, cepatlah kau undang gurumu kemari!"

Wajah gadis remaja itu memerah. "Baik, kalian jangan pergi!" ujarnya lalu melesat ke luar.

"Ah Shia! Ah Shia!" seru si Pecut Emas-Han Sun.

Namun gadis remaja itu sudah tidak kelihatan, maka si Pecut Emas-Han Sun mengibaskan tangannya. "Kalian berdua pergilah! Tadi saking sedihnya aku menganggap kalian berdua adalah musuh! Setelah kupikir secara seksama, justru tiada alasan menuduh kalian. Ah Shia merupakan gadis yang tidak sabaran. Gurunya adalah Hwe Hong Sian Kouw, yang sifatnya lebih tidak karuan. Kalau gurunya ke mari, urusan pasti bertambah rumit."

Hati Sebun It Nio tergerak. "Apakah Hwe Hong Sian Kouw berada di sini?"

"Demi mengajar Ah Shia ilmu silat, maka dia tinggal di puncak menara Hou Yok."

"Kalau pun dia ke mari, apakah dia juga akan menuduh kami sebagai pembunuh putramu?" tanya Sebun It Nio.

Tiba-tiba Lu Sin Kong menyela. "Sebelum urusan ini dijernihkan, kami tidak akan pergi. Boleh bertanya kapan putramu binasa, dan kenapa kami pula yang menjadi tertuduh?"

Si Pecut Emas-Han Sun menghela nafas, lalu duduk kembali sekaligus mendorong kotak kayu seraya menyahut. "Kalian lihat sendiri saja!"

Lu Sin Kong dan Sebun It Nio saling memandang, kecurigaan mereka timbul seketika. Perlahan-lahan Sebun It Nio membuka kotak kayu itu. Mereka terkejut setelah melihat ke dalam kotak kayu itu. Ternyata kotak kayu itu berisi... sebuah kepala manusia yang masih tampak seperti hidup, bahkan agak mirip Han Sun, yang berusia kira-kira sebelas tahun. Yang paling mengejutkan adalah sebuah bendera kecil menancap di kepala itu, dan bendera kecil itu merupakan tanda pengenal Thian Hou Piau Ki (Bendera Harimau Langit). Sebun It Nio segera menutup kotak kayu itu. Mereka berdua membungkam seperti orang bisu.

Tiba-tiba terdengar Han Sun berkata, "Tentunya kalian berdua sudah mengerti, kenapa tadi aku mau bertarung dengan kalian berdua."

"Memang anda tidak dapat dipersalahkan," sahut Sebun It Nio. "Tapi kami justru tidak pernah bertemu putra anda itu."

Saat ini, pikiran Sebun It Nio menjadi kacau balau. Di dalam kotak kayu itu, mendadak berisi sebuah kepala manusia, bahkan kepala putra si Pecut Emas-Han Sun. Dapat diketahui bahwa Ki Hok menitipkan kotak kayu itu telah disertai dengan suatu rencana. Akan tetapi, bagaimana mungkin kepala manusia itu menimbulkan begitu banyak jago tangguh untuk merebutnya? Hati Sebun It Nio semakin dikacaukan oleh teka-teki itu, sehingga membuatnya tidak dapat berpikir sama sekali.

Begitu pula hati Lu Sin Kong. Setelah berpikir sejenak barulah dia berkata dengan perlahan-lahan. "Pasti ada orang tertentu menghendaki kita bermusuhan. Karena itu dengan rencana ini menjebak diri kami. Entah kapan putramu dicelakai orang?"

Si Pecut Emas-Han Sun menghela nafas panjang dan menyahut. "Kira-kira setengah bulan yang lalu, putra bungsuku mendadak hilang. Aku telah mencarinya ke sana ke mari, namun sama sekali tiada kabar beritanya. Tiga hari kemudian, tiba-tiba muncul seseorang mengantar surat ke mari, yang isinya menyatakan bahwa putraku telah dicelakai. Agak ganjil datangnya surat itu, maka dalam hati aku sudah tahu adanya gelagat ketidak-beresan. Namun justru sama sekali aku tidak tahu siapa musuh tersebut. Oleh karena itu aku tidak mau menemui tamu dari mana pun. Ketika kalian berdua datang, aku pun tidak mau bertemu. Siapa sangka putraku betul-betul telah dicelakai orang. Aaaah! Sebelum menghembuskan nafas penghabisannya, istriku telah berpesan agar aku baik-baik menjaga kedua anak itu. Namun tidak disangka anak Hou justru telah binasa!"

Berkata sampai di situ, mendadak si Pecut Emas-Han Sun memukul meja, sehingga menimbulkan suara keras.

"Brakkk!" dan meja itu pun berlobang.

Ketika mendengar penuturan itu, Sebun It Nio teringat akan putra kesayangannya yang juga dicelakai orang. Maka, air matanya pun tak terbendung lagi langsung meleleh. "Han Tayhiap, kami berdua pun mengalami musibah yang sama seperti...." Ucapannya terputus, karena mendadak Sebun It Nio teringat sesuatu dan bertanya cepat, "Han Tayhiap, apakah mayat putramu telah ditemukan?"

Lu Sin Kong memandang istrinya. Kelihatannya dia agak menyesali istrinya yang mengajukan pertanyaan tersebut dalam keadaan begini, namun Sebun It Nio sama sekali tidak menghiraukannya.

Si Pecut Emas-Han Sun menghela nafas. "Hingga saat ini, barulah kuketahui dia sudah binasa. Tentunya belum menemukan mayatnya." sahutnya.

Kini Lu Sin Kong sudah mengerti, kenapa istrinya mengajukan pertanyaan tersebut. "Hujin, maksudmu mayat yang di gudang batu di bawah tanah itu putra Han Sun?"

Sebelum Sebun It Nio menyahut, si Pecut Emas-Han Sun sudah bercuriga. "Lu Cong Piau Tau, apa katamu?"

Lu Sin Kong segera menjawab. "Ketika kami menerima titipan kotak kayu ini, justru terjadi berbagai macam urusan aneh."

Lu Sin Kong menutur tentang kejadian di dalam gudang batu di bawah tanah, juga mengenai mayat anak tanpa kepala. Makin mendengar penuturan itu, wajah si Pecut Emas-Han Sun makin tak sedap dipandang.

Usai Lu Sin Kong menutur, si Pecut Emas-Han Sun membentak bertanya dengan sengit. "Lu Cong Piau Tau, maksudmu hanya kalian berdua yang dapat membuka pintu gudang batu itu?"

Lu Sin Kong menutur sejujurnya, sebab dia merasa tak bersalah sama sekali dalam hal tersebut. Namun tak dinyana malah menimbulkan kecurigaan si Pecut Emas-Han Sun.

"Benar." Lu Sin Kong mengangguk. "Memang hanya kami berdua yang dapat membuka gudang batu itu."

Si Pecut Emas-Han Sun tertawa gila, kemudian berkata."Tadi aku mengira salah tuduh, tak tahunya memang kalian berdua yang mencelakai putraku!"

"Kenapa Han Tayhiap berkata demikian?" Lu Sin Kong mengerutkan kening.

Si Pecut Emas-Han Sun menyahut dengan sengit. "Kalau bukan kalian berdua yang mencelakai putraku, bagaimana mungkin mayat putraku berada di dalam gudang batu itu?"

"Han Tayhiap, itu adalah mayat putraku, Lu Leng."

Si Pecut Emas-Han Sun tertawa aneh. "Kau tidak perlu mengemukakan alasan itu! Putra kalian itu pasti bersembunyi di suatu tempat! Setelah itu, kalian ke mari untuk menipuku dengan cerita bohong!"

Hingga saat ini dan setelah berpikir lebih teliti, barulah Lu Sin Kong dan Sebun It Nio menyadari, bahwa orang yang menjebak mereka itu sungguh licik dan lihay. Sesudah menutur tentang kejadian di dalam gudang batu, mereka berdua malah menjadi tertuduh berat. Itu membuat Lu Sin Kong tertegun, lama sekali barulah dapat berkata.

"Han Tayhiap, kami berdua tiada permusuhan apa pun denganmu. Lalu bagaimana mungkin kami mencelakai putramu? Terus terang, hingga saat ini kami masih mencurigai Bu Yi Liok Ci Siansing sebagai pembunuh putra kami. Setelah urusan di sini beres, kami pun telah mengambil keputusan untuk berangkat ke Go Bi dan Tiam Cong, guna mengundang beberapa jago tangguh ke puncak Sian Jin Hong di gunung Bu Yi San untuk membalas dendam!"

Baru usai berkata, mendadak terdengar suara keras.

"Blammm!"

Kemudian tampak seseorang menerjang ke dalam bagaikan angin puyuh. Begitu sampai di dalam, orang itu langsung membentak, "Han Sun, kau tidak mau membalas dendam kematian putramu?"

Ketiga orang itu segera memandang, ternyata yang menerjang ke dalam itu adalah seorang wanita tua berpakaian serba merah, wajahnya penuh diliputi kegusaran. Mereka bertiga mengenali wanita tua itu yang tidak lain adalah Hwe Hong Sian Kouw. Tak lama gadis remaja itu pun sudah sampai di situ.

Si Pecut Emas-Han Sun segera bangkit berdiri. "Hwe Hong Sian Kouw, harap bersabar dulu! Dendam kematian putraku memang harus dibalas. Namun kini mereka berdua tetap menyangkal."

Hwe Hong Sian Kouw tertawa dingin. "Tentunya mereka berdua tidak mau mengaku."

Sebun It Nio juga tertawa dingin. "Kalau benar itu adalah perbuatan kami, kenapa kami tidak mengaku? Apakah kami takut padamu?"

Hwe Hong Sian Kouw bersiul panjang, kemudian mendadak badannya bergerak. Ternyata dia telah melancarkan sebuah pukulan ke arah Sebun It Nio. Sebun It Nio juga bergerak cepat menangkis pukulan itu, maka terdengar suara benturan keras.

"Blammm!"

Mereka berdua termundur tiga langkah, dan lantai yang mereka injak pun sudah hancur. Begitu melihat mereka berdua sudah mulai bertarung, Lu Sin Kong memandang ke sana ke mari. Di dalam ruang itu terdapat empat orang, yang rata-rata berkepandaian tinggi. Lagi-pula Hwe Hong Sian Kow adalah mantan anggota Hui Yan Bun. Walau sudah secara resmi mengundurkan diri dari Hui Yan Bun. Namun hubungannya masih tetap baik dengan para jago tangguh di Hui Yan Bun. Sedangkan si Pecut Emas-Han Sun amat luas pula pergaulannya. Apabila keempat orang itu bermusuhan, entah berapa banyak jago tangguh dalam rimba persilatan akan terseret ke dalamnya.

Sedangkan Lu Sin Kong dan Sebun It Nio masih harus berangkat ke gunung Bu Yi San mencari Liok Ci Siansing untuk membuat perhitungan. Selain itu masih ada si Setan-Seng Ling, Kim Kut Lau dan lainnya, tentunya mereka tidak akan menyudahi urusan itu begitu saja. Itu boleh dikatakan, seandainya urusan terus berlanjut, pasti akan menimbulkan bencana dalam rimba persilatan, bahkan akan terjadi banjir darah.

Dalam hati Lu Sin Kong, justru muncul suatu bayangan. Oleh karena itu, segeralah dia membentak. "Berhenti!"

Hwe Hong Sian Kouw tertawa dingin. "Kenapa harus berhenti?"

Lu Sin Kong tertegun lama sekali, kemudian barulah menyahut. "Kami berdua memang tidak mencelakai putra Han Sun, apakah kalian tidak percaya?"

Gadis remaja itu dan Hwe Hong Sian Kouw menjawab hampir serentak. "Tentunya tidak percaya!"

"Kalau benar kami yang mencelakai putra Han Sun, untuk apa kami masih mengantar kepala itu ke mari? Bukankah bodoh sekali?" kata Lu Sin Kong.

Apa yang dikatakan Lu Sin Kong memang masuk akal, dan membuktikan bahwa diri mereka tidak bersalah sama sekali. Namun Hwe Hong Sian Kouw justru salah tanggap.

"Bagus! Bagus! Kalian berdua mencelakai orang, apakah tiada seorang pun mengetahuinya? Huh! Tidak gampang kalian berdua membohongi kami!"

"Tidak salah!" sambung gadis remaja itu. "Kemungkinan besar mereka berdua ke mari, berniat membunuhku dan ayah!"

"Itu memang mungkin!" sahut Hwe Hong Sian Kouw. "Tapi mereka berdua tahu aku berada di sini, maka tidak berani turun tangan, hanya mencari alasan untuk mengundurkan diri saja!"

Mereka berdua guru dan murid saling menyahut, namun Lu Sin Kong tetap bersabar. Apabila dia tidak dapat menekan hawa amarahnya, niscaya keadaan akan bertambah kacau dan sulit teratasi lagi. Sebaliknya Sebun It Nio sudah tidak dapat bersabar, sehingga langsung mencaci.

"Kentut! Siapa takut padamu?"

"Oh, ya?" Hwe Hong Sian Kouw tertawa sinis. "Tentu! Tiga tahun yang lalu tiga buah pedangmu kutung, apakah kau sudah lupa?"

Selama ini, urusan tersebut masih terganjel dalam hati Sebun It Nio, karena merupakan penghinaan bagi dirinya. Kini Hwe Hong Sian Kouw mengungkitnya lagi, tentunya membangkitkan amarahnya sampai meluap-luap.

Di saat itulah mendadak gadis remaja itu menambahkan, "Guru, ditambah hari ini berarti empat buah pedang sudah kutung!"

Tambahan itu bagaikan api tersiram minyak, maka seketika meledaklah amarah Sebun It Nio. Dia bersiul panjang sekaligus menggerakkan pedangnya yang sudah kutung itu. Pedang itu berkelebatan membentuk beberapa kuntum bunga menyerang Hwe Hong Sian Kouw. Hwe Hong Sian Kouw tertawa, lalu berkelit. Namun jurus Thian Lo Te Bong (Jebakan Langit Dan Bumi) yang digunakan Sebun It Nio itu merupakan jurus andalan yang amat lihay dan dahsyat. Begitu dikeluarkan, jurus itu menutup empat penjuru.

Walau kini hanya menggunakan pedang buntung, tapi kedahsyatan dan kelihayan jurus tersebut tidak berkurang sedikit pun. Hwe Hong Sian Kouw bertangan kosong, maka walau gesit gerakannya dan lihay ilmu pukulannya, tapi kewalahan juga menghadapi jurus itu.

"Breet!", lengan baju Hwe Hong Sian Kouw telah tersabet hingga kutung. Seketika juga Hwe Hong Sian Kouw meloncat ke belakang sambil berseru.

"Ah Shia, cepat berikan Liat Hwe Soh Sim Lun padaku!"

Ah Shia cepat-cepat menyerahkan senjata itu kepada Hwe Hong Sian Kouw.

Sebun It Nio justru tertawa dingin. "Biarpun kau menggunakan senjata itu, aku tidak akan takut!"

Ucapan Sebun It Nio membuat air muka Hwe Hong Sian Kouw berubah. "Beranikah kau mengadu lweekang denganku?" tantangnya.

Sebun It Nio mengibaskan tangannya. Pedang kutung itu melayang ke atas lalu menancap pada langit-langit ruang tersebut.

"Kenapa tidak berani?"

Hwe Hong Sian Kouw mengembalikan Liat Hwe Soh Sim Lun kepada gadis remaja itu. Mereka berdua maju dua langkah, kemudian terdengar suara telapak beradu.

"Plak!", ternyata telapak tangan mereka telah menempel menjadi satu.

Beberapa tahun yang lalu, mereka berdua memang pernah bertarung dengan senjata. Hwe Hong Sian Kouw memperoleh kemenangan karena menggunakan Liat Hwe Soh Sim Lun. Mengenai lweekang mereka sudah pasti sama. Urusan itu telah lewat beberapa tahun, namun keadaan mereka berdua tetap seperti dulu. Yang satu bersifat seperti api menyala, dan yang satu lagi bersifat berangasan. Sebun It Nio memang sengaja mencetuskan kata-kata tajam dan pedas, agar Hwe Hong Sian Kouw tidak menggunakan senjata aneh itu, kemudian mereka akan mengadu ilmu pukulan atau lweekang.

Kini mereka berdua sudah mulai mengadu lweekang. Itu sungguh membahayakan diri mereka, sebab akhirnya mereka berdua pasti akan sama-sama terluka. Menyaksikan itu, Lu Sin Kong berpaling untuk memandang si Pecut Emas-Han Sun seraya berkata. "Han Tayhiap, pernahkah kau berpikir bahwa urusan di antara kita berdua justru ada orang lain yang merencanakannya?"

Si Pecut Emas-Han Sun adalah orang yang berpikiran luas dan jauh, maka hatinya tergerak ketika mendengar ucapan Lu Sin Kong. Setelah berpikir sejenak, barulah ia berkata. "Lu Cong Piau Tau, apa yang kau katakan memang tidak salah."

Legalah hati Lu Sin Kong mendengar ucapan itu. "Han Tayhiap, aku kagum sekali atas pikiranmu yang amat luas. Pada dasarnya di antara kita sama sekali tidak terdapat permusuhan apa pun. Hanya saja diperalat orang, sehingga membuat kita salah paham. Kini mereka berdua mati-matian mengadu lweekang. Bagaimana kalau kita berdua melancarkan sebuah pukulan untuk memisahkan mereka?"

"Baik, tapi...," Sebetulnya si Pecut Emas-Han Sun ingin mengatakan tentang sifat Hwe Hong Sian Kouw, lagi-pula wanita tua itu telah menganggap Lu Sin Kong dan Sebun It Nio sebagai pembunuh, maka sulit sekali menjernihkannya.

Di saat bersamaan, terdengarlah suara jeritan. Lu Sin Kong tersentak dan segera menoleh. Tampak Sebun It Nio terpental ke belakang tujuh delapan langkah. Wajahnya pucat pias dan mulutnya mengeluarkan darah, pertanda dia terluka dalam yang cukup parah. Hwe Hong Sian Kouw tertawa sambil melangkah maju. Rupanya dia ingin menghantam Sebun It Nio dengan pukulan dahsyat. Menyaksikan itu, cemaslah hati Lu Sin Kong. Maka dia membentak keras sekaligus menyambar goloknya yang ada di atas meja, kemudian mengeluarkan jurus Lo Cia Noh Hai (Lo Cia Mengacau Laut), goloknya berkelebatan mengarah Hwe Hong Sian Kouw. Hwe Hong Sian Kouw cepat-cepat berkelit, tapi tetap terlambat sedikit, sehingga bahunya tersabet oleh golok itu, dan darah segarnya mengucur seketika.

Hwe Hong Sian Kouw membentak gusar. "Ingin mengeroyok aku?"

Sebetulnya Lu Sin Kong sama sekali tidak mengerti, bagaimana Sebun It Nio begitu gampang roboh. Dia segera mendekatinya. Terdengar Sebun It Nio mengeluarkan suara lemah. "Sin Kong, kita... kita puluhan tahun menjadi suami istri, akan berakhir sampai di sini."

Hati Lu Sin Kong seperti tersayat mendengar ucapan itu. "Hujin, kenapa kau berkata begitu?" tanyanya.

Sebun It Nio tersenyum getir. "Aku terkena pukulan Im Si Ciang dari si Setan-Seng Ling. Di saat mengadu Lweekang, racun itu pun menjalar sehingga membuat hawa murniku menjadi buyar, maka... aku terluka parah."

"Hujin, kita punya Kiu Coan Siau Hoan Tan, maka separah apa pun lukamu, tidak jadi masalah," kata Lu Sin Kong.

Wajah Sebun It Nio berubah gusar. "Sin Kong, itu adalah obat kepunyaan musuh, bagaimana mungkin kita memakannya?!" bentaknya. Usai berkata begitu, mulut Sebun It Nio mengeluarkan darah lagi, dan nafasnya bertambah lemah. "Sin Kong, kau harus ingat! Kalau.... Leng-ji (Anak Leng) belum mati, suruhlah membalaskan dendamku. Musuh kita adalah si Setan-Seng Ling... dan beberapa orang ini...."

"Hujin...," Lu Sin Kong baru memanggilnya, namun Sebun It Nio langsung memutuskan.

"Apabila Leng Ji telah binasa, mengenai... dendam ini bergantung padamu." Suara Sebun It Nio bertambah lemah. "Kau... kau harus minta bantuan kepada pihak.... Go Bi Pai untuk membalas dendam terhadap.... Bu Yi Liok Ci Siansing, si Pecut Emas-Han Sun, Hwe Hong Sian Kouw, gadis remaja itu dan si Setan-Seng Ling... tidak boleh tersisa satu pun."

Suara Sebun It Nio yang makin lemah itu membuat si Pecut Emas-Han Sun menjadi cemas sekali. "Cepat cekoki dia dua butir Kiu Coan Siau Hoan Tan itu!"

Namun Lu Sin Kong sama sekali tidak mendengar suara seruan si Pecut Emas-Han Sun, dia hanya berdiri termangu-mangu di tempat bagaikan patung. Tiba-tiba terdengar suara. "Trang!", ternyata golok itu terlepas dari tangannya, tapi dia tetap berdiri mematung di tempat.

Si Pecut Emas-Han Sun tertegun, kemudian memandang Sebun It Nio. Sepasang mata wanita itu mendelik dan sepasang bola matanya redup tak bercahaya. Itu membuktikan bahwa Sebun It Nio telah mati. Begitu melihat Sebun It Nio telah mati, hati si Pecut Emas-Han Sun tercekat. Urusan itu masih belum jelas, kini Sebun It Nio malah telah mati. Tentunya urusan tersebut tidak akan dapat diselesaikan secara damai, pasti harus diselesaikan dengan genangan darah.

Saat ini, Hwe Hong Sian Kouw dan gadis remaja itu berdiam diri. Di ruang itu hanya terdengar suara desah nafas berat dari Lu Sin Kong. Walau Lu Sin Kong berdiri mematung, tapi di telinganya terus mendengung ucapan Sebun It Nio. "Sin Kong, kau harus ingat! Kalau Leng Ji belum mati, suruhlah membalaskan dendamku. Musuh kita adalah si Setan-Seng Ling dan beberapa orang ini. Apabila Leng Ji telah binasa, rnengenai dendam ini bergantung padamu. Kau harus minta bantuan kepada pihak Go Bi Pai untuk membalas dendam terhadap Bu Yi Liok Ci Siansing, si Pecut Emas-Han Sun, Hwe Hong Sian Kouw, gadis remaja itu dan si Setan-Seng Ling, tidak boleh tersisa satu pun."

Suara itu terus berdengung di dalam telinga Lu Sin Kong, sehingga membuat kepalanya terasa mau pecah. Kini suara yang mendengung itu berubah menjadi satu ucapan. "Balas dendam! Balas dendam! Tidak boleh tersisa satu pun! Tidak boleh tersisa satu pun!"

Mendadak Lu Sin Kong membalikkan badannya. Sepasang matanya tampak membara, dan itu mengejutkan Han Sun yang bermaksud menghiburnya sampai menyurut mundur dua langkah. Saat ini dalam hati Lu Sin Kong, menyerupai selembar kertas putih yang terdapat tulisan darah ‘Balas Dendam!’

Badannya bergoyang seperti dalam keadaan mabuk. Mendadak dia maju selangkah, matanya menatap tajam pada si Pecut Emas-Han Sun. Sedangkan si Pecut Emas-Han Sun tahu bagaimana perasaan Lu Sin Kong saat ini. Percuma menghiburnya, tapi dia juga tidak bisa tinggal diam. Si Pecut Emas-Han Sun tersenyum getir.

"Lu Cong Piau Tau, aku pun percaya yang mencelakai putraku bukan kau, kita pasti terjebak ke dalam rencana orang."

Lu Sin Kong tertegun mendengar ucapan itu. Setelah si Pecut Emas-Han Sun usai berkata, mendadak dia tertawa gila. Suara tawa itu amat mengejutkan, membuat wajah orang lain langsung berubah. Tak larna, suara tawa itu berubah seperti suara tangisan, sehingga membuat Hwe Hong Sian Kouw dan gadis remaja yang menuduhnya sebagai pembunuh, saat ini ikut tertegun. Ketika Lu Sin Kong mulai tertawa gila, badannya tetap berdiri mematung di tempat. Di saat dia mulai mengeluarkan suara tangisan, sepasang tangannya ikut bergerak, kemudian membentak keras sambil menerjang ke arah si Pecut Emas-Han Sun.

Sikap Lu Sin Kong tadi telah menimbulkan kecurigaan dalam hati si Pecut Emas-Han Sun, maka dari tadi dia sudah bersiap-siap. Di saat Lu Sin Kong menerjang ke arahnya, dia cepat-cepat meloncat ke samping. Lu Sin Kong memang sudah seperti gila. Terjangannya membuat kakinya tidak bisa berhenti, maka ia menubruk sebuah kursi yang ada di hadapannya.

“Casss!” Sepuluh jarinya menusuk ke dalam kursi itu, kemudian dia pun memeluk kursi itu erat-erat. Padahal sesungguhnya Lu Sin Kong berkepandaian amat tinggi, namun saat ini dia sangat berduka, sehingga menyebabkan hilang kesadarannya. Lagi-pula dia pun telah lupa, bahwa dirinya terkena hawa racun pukulan lm Si Ciang. Karena kelewat batas mengerahkan lweekang-nya, maka racun tersebut mulai menjalar mempengaruhi kesadarannya, sehingga membuatnya seperti orang gila.

“Braaak!” Kursi itu hancur berkeping-keping. Lu Sin Kong tertawa gelak, kemudian mendadak menubruk sebuah pilar.

“Buuuk!” Lalu memeluk pilar itu erat-erat sambil berteriak-teriak gusar, sepertinya pilar itu adalah musuh besarnya.

Si Pecut Emas-Han Sun dan Hwe Hong Sian Kouw saling memandang, kemudian si Pecut Emas-Han Sun berkata. "Sian Kouw, kalau terus begitu nyawa Lu Cong Piau Tau pasti melayang. Biar bagaimana pun kita harus menyelamatkannya."

Walau Hwe Hong Sian Kouw bersifat galak dan pemarah, namun tidak berhati jahat. Lagi-pula dia tergolong pendekar wanita tingkatan tua yang amat terkenal. Sedangkan reputasi Lu Sin Kong dalam rimba persilatan amat baik dan harum, bahkan juga murid Go Bi Pai yang tidak menyucikan diri. Setelah Sebun It Nio binasa, urusan yang telah membesar itu tidak boleh dibiarkan bertambah besar lagi. Oleh karena itu, Hwe Hong Sian Kouw manggut-manggut.

"Tidak salah." katanya.

Mereka berdua maju serentak, kemudian Hwe Hong Sian Kouw menjulurkan tangannya ingin menotok jalan darah Hu Keng Hiat Lu Sin Kong. Tapi mendadak berkelebat sosok bayangan ke hadapan Hwe Hong Sian Kouw, ternyata adalah gadis remaja itu.

"Guru!" panggilnya.

Hwe Hong Sian Kouw segera menarik kembali tangannya dan tanyanya. "Ah Shia, kau mau mengatakan apa?"

Wajah gadis remaja itu tampak serius. "Guru, ayah! Kalau kalian menyelamatkannya, sebaliknya dia justru tidak akan melepaskan kalian. Untuk apa harus meninggalkan penyakit itu?"

Begitu mendengar perkataan itu, hati si Pecut Emas-Han Sun dan Hwe Hong Sian Kouw tersentak. Mereka berdua menyadari, bahwa apa yang dikatakan Han Giok Shia memang benar. Saat ini kalau Lu Sin Kong binasa, walau merasa tidak enak dalam hati karena tidak berusaha menyelamatkannya, namun justru melenyapkan seorang musuh tangguh. Apabila menyelamatkan Lu Sin Kong, mengenai kematian Sebun It Nio, tentunya dia tidak akan menyudahi begitu saja. Lagi-pula kalau urusan bertambah membengkak, sudah pasti akan menyeret Go Bi Pai, Tiam Cong Pai serta kawan baik Lu Sin Kong dan Sebun It Nio ke dalam kancah dendam kesumat itu. Sesaat itu, mereka berdua berdiri mematung dengan pikiran kacau balau, sama sekali tidak tahu harus berbuat apa.

Sementara Lu Sin Kong masih terus memeluk pilar itu sambil memekik, bahkan mulai mengguncang-guncangkan pilar itu pula. Akan tetapi, berselang sesaat suara pekikannya kedengaran melemah, tenaganya tampak berkurang, dan wajah mulai berubah pucat kian tak sedap dipandang. Han Giok Shia tahu bahwa ajal Lu Sin Kong sudah berada di ambang pintu. Di saat itulah terdengar suara si Pecut Emas-Han Sun.

"Sian Kouw, apakah kita adalah orang semacam itu?"

Hwe Hong Sian Kouw segera menyahut. "Tentu bukan."

Usai menyahut, dia bergerak cepat menotok jalan darah Hu Keng Hiat di tubuh Lu Sin Kong. Saat ini, Lu Sin Kong telah kehilangan kesadarannya sama sekali. Dia memeluk pilar itu tapi dalam hati mengira, semua musuhnya telah berada dalam genggaman tangannya. Di depan matanya pun muncul bayangan musuhnya satu persatu. Liok Ci Siansing, Tiat Cit Songjin, Han Sun, Hwe Hong Sian Kouw dan lainnya berada dalam telapak tangannya, maka dia berusaha membunuh mereka satu persatu pula.

Setelah Hwe Hong Sian Kouw menotok jalan darahnya, Lu Sin Kong diam tak bergerak lagi. Si Pecut Emas-Han Sun segera melepaskan tangannya yang memeluk pilar tersebut, lalu membaringkannya ke lantai. Han Sun, Hwe Hong Sian Kouw dan Han Giok Shia memandang pilar itu. Seketika juga mulut gadis itu ternganga lebar, Han Sun dan Hwe Hong Sian Kouw yang berkepandaian tinggi, juga terbelalak menyaksikan itu. Ternyata di pilar itu terdapat bekas pelukan Lu Sin Kong yang cukup dalam. Itulah yang mengejutkan mereka bertiga.

Ketika melihat ayah dan gurunya menolong Lu Sin Kong, dalam hati Han Giok Shia merasa tidak senang, namun tidak berani bersuara. Sejak kecil dia telah kehilangan ibu, maka si Pecut Emas amat memanjakannya, sehingga membuat sifat gadis remaja itu menjadi agak kasar dan mau menang sendiri. Dia tidak tahu bahwa perbuatan Han Sun dan Hwe Hong Sian Kouw justru adalah perbuatan orang gagah.

Setelah membaringkan Lu Sin Kong ke lantai, si Pecut Emas-Han Sun segera mengambil botol kristal dari dalam bajunya. Cepat-cepat dituangnya kedua butir obat Kiu Coan Siau Hoan Tan lalu dimasukkan ke dalam mulut Lu Sin Kong. Si Pecut Emas-Han Sun dan Hwe Hong Sian Kouw tahu, setelah makan obat itu, nyawa Lu Sin Kong pasti dapat diselamatkan, karena racun yang mengidap di dalam tubuhnya akan segera punah.

Perlahan-lahan si Pecut Emas bangkit berdiri sambil menghela nafas panjang, setelah itu berkata. "Ah Shia, Sian Kouw! Aku yakin Lu Cong Piau Tau tidak mungkin akan mencelakai orang tanpa sebab."

Hwe Hong Sian Kouw tidak menyahut. Hatinya yang keras sulit membuatnya membuka mulut untuk mengaku salah. Karena tidak membuka mulut, itu juga pertanda dia menyetujui perkataan Han Sun. 

Namun Han Giok Shia justru berkata lain. "Ayah, kalau bukan dia yang mencelakai adik, bagaimana kepala adik bisa berada di dalam kotak kayu yang dibawanya itu?"

Si Pecut Emas-Han Sun menggeleng-gelengkan kepala. "Itu sulit dikatakan." Kemudian dia memandang Hwe Hong Sian Kouw seraya berkata dengan wajah serius. "Sian Kouw kurasa rimba persilatan yang sudah tenang sekian lama, akan timbul petaka banjir darah. Kalau pun urusan kita dengan Lu Cong Piau Tau telah jernih, tapi Go Bi, Tiam Cong, Liok Ci Siansing, Tiat Cit Songjin dan lainnya-pasti akan bertarung mati-matian."

Hwe Hong Sian Kouw tetap diam saja. Si Pecut Emas-Han Sun segera menutur tentang kejadian aneh di Lam Cong, berdasarkan apa yang di dengarnya dari Lu Sin Kong. Mendengar penuturan itu, Hwe Hong Sian Kouw menghela nafas panjang, lalu berjalan mondar-mandir sejenak dan memandang Lu Sin Kong yang tergeletak di lantai. Wajah Lu Sin Kong tampak mulai memerah. Ketika dia baru mau membuka totokannya, mendadak terdengar suara di luar.

"Blammm!"

Menyusul terdengar pula suara bentakan seorang anak gadis. "Siang hari bolong, pintu ditutup sampai begitu rapat, bahkan bilang tuan rumah tidak mau menemui tamu. Itu sungguh keterlaluan!"

Suara itu sirna, kemudian di tengah ruang itu muncul seorang gadis. Kemarahan Hwe Hong Sian Kouw bangkit kembali. Ketika melihat lebih jelas, ternyata gadis itu berparas cantik, namun tampak sepasang rantai pendek melekat di lengannya.

Hwe Hong Sian Kouw tertegun. "Kau ke mari juga ingin mencampuri urusan orang lain?"

Gadis itu tertawa. "Sungguh di luar dugaan, Hwe Hong Sian Kouw juga berada di sini...."

Baru berkata sampai di situ, dia pun melihat Sebun It Nio dan Lu Sin Kong tergeletak di lantai. Air mukanya berubah, badannya bergerak ke arah Sebun It Nio, sekaligus memeriksa nadinya. Begitu mengetahui Sebun lt Nio sudah mati, gadis itu mendongakkan kepala. Wajahnya tampak kehijau-hijauan. Ia meloncat ke arah Lu Sin Kong, lalu bergerak cepat menepuk bahunya.

Lu Sin Kong berteriak keras, kemudian meloncat bangun. Walau Lu Sin Kong telah makan obat Kiu Coan Siau Hoan Tan, namun tenaganya telah terkuras habis, maka ia jatuh lagi di lantai. Gadis itu segera memapahnya bangun, lalu mendudukannya di kursi.
Lu Sin Kong tertawa getir.

"Nona Tam, mau apa kau ke mari?"

Gadis itu ternyata Tam Goat Hua, yang pernah ditolong oleh Lu Sin Kong dan Sebun It Nio di rumah Kim Kut Lau. Kening gadis itu berkerut-kerut, kemudian menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata, "Aku datang terlambat selangkah, Lu Hujin telah mati."

Ucapannya itu membuat semua orang tertegun, juga membuat air mata Lu Sin Kong meleleh. "Nona Tam, bagaimana kau tahu aku berada di sini?"

Tam Goat Hua menyahut. "Panjang sekali kalau dituturkan. Lebih baik kau ikut aku pergi dulu!"

Lu Sin Kong mencoba menghimpun hawa murninya. Kini dia telah merasa enakan lalu bangkit berdiri. Sepasang bola matanya penuh bergaris merah. "Nona Tam, kau jangan bermain di air keruh ini, lagi-pula sementara ini aku tidak bisa ikut kau pergi."

Wajah Tam Goat Hua tampak murung. "Lu Cong Piau Tau, aku tahu maksudmu. Dendam Lu Hujin memang harus dibalas, namun kini kondisi badanmu sedemikian lemah. Di sini terdapat tiga orang, jangan takut mereka bertiga akan kabur! Terlambat beberapa hari tidak jadi masalah."

Si Pecut Emas-Han Sun tertegun, bahkan hatinya tersentak. Gadis ini berdandan begitu aneh. Di saat bersamaan, Hwe Hong Sian Kouw dan Han Giok Shia justru tertawa dingin. Sedangkan Lu Sin Kong terus menatap ketiga orang itu, lama sekali barulah menghela nafas panjang.

"Baiklah. Biar mereka hidup beberapa hari."

Lu Sin Kong berdiri di sisi Tam Goat Hua. Ketika mereka mendekati mayat Sebun It Nio, mendadak Han Giok Shia menghadang sambil menggoyang-goyangkan Liat Hwe Soh Sim Lun.

"Lu Cong Piau Tau, kau boleh pergi namun harus mengerti satu hal dalam hatimu!"

Walau kematian Sebun It Nio disebabkan pukulan Im Si Ciang, tapi lantaran mengadu lweekang dengan Hwe Hong Sian Kouw, maka menimbulkan kejadian tragis itu. Akan tetapi, yang membawa Hwe Hong Sian Kouw ke mari, justru Han Giok Shia, maka dapat dibayangkan betapa bencinya terhadap gadis itu.

"Minggir!" bentaknya.

Kening Han Giok Shia berkerut. "Lu Cong Piau Tau, tahukah kau, kalau bukan ayah dan guru berusaha menolongmu, saat ini kau pasti sudah melancong ke alam baka!"

Ketika si Pecut Emas-Han Sun dan Hwe Hong Sian Kouw berusaha menyelamatkan nyawa Lu Sin Kong, dia justru dalam keadaan pingsan, maka tidak tahu akan hal itu. Walau Han Giok Shia berkata sesungguhnya, namun bagaimana mungkin Lu Sin Kong mempercayainya? Lu Sin Kong tertawa gelak.

"Hahaha! Kalau begitu, aku harus berterima-kasih kepada kalian berdua?"

Apa yang diucapkan Lu Sin Kong merupakan kebaikan, dan siapa pun dapat mendengar itu hanya sindiran yang mengejek. Wajah Han Giok Shia merah padam.

"Binatang masih tahu membalas budi, tak disangka kau yang begitu terkenal, malah tidak dapat dibandingkan dengan binatang!"

Tingkatan Lu Sin Kong dalam rimba persilatan tinggi sekali. Kebanyakan kaum rimba persilatan, pasti memberi hormat bila bertemu dengannya. Kini dia dicaci oleh Han Giok Shia, sehingga membuatnya tak dapat mengucapkan apa pun saking gusarnya.

Tam Goat Hua yang diam dari tadi segera membuka mulut dengan suara dalam. "Nona Han! Kalau kau masih banyak mulut, aku tidak akan berlaku sungkan lagi terhadapmu!"

Han Giok Shia tertawa dingin. "Lucu sekali! Siapa suruh kau berlaku sungkan terhadapku?"

Kedua gadis itu sama-sama berparas cantik, juga keras hati. Kini mereka berdua berdiri berhadap-hadapan, kelihatannya sudah bersiap untuk bertarung. Air muka Tam Goat Hua berubah. Dia menatap Han Giok Shia dengan tajam sekali seraya membentak.

"Kau mau minggir tidak?"

Han Giok Shia tidak segera menyahut, melainkan menuding Lu Sin Kong dengan Liat Hwe Soh Sim Lun. "Tidak sulit menghendakiku minggir, tapi dia harus mengucapkan terima-kasih kepada ayah dan guru atas pertolongan mereka, barulah kulepaskan kalian!"

Si Pecut Emas-Han Sun segera menghardik. "Ah Shia! Tidak boleh...."

Sebetulnya Han Sun ingin mengatakan ‘Tidak boleh banyak urusan’, namun sebelum dilanjutkan, mendadak Hwe Hong Sian Kouw menarik ujung lengan bajunya seraya berbisik. "Han Tayhiap, sementara jangan mencegahnya!"

Si Pecut Emas-Han Sun segera menoleh. Dilihatnya sepasang mata Hwe Hong Sian Kouw menyorot tajam mengarah Tam Goat Hua. Hwe Hong Sian Kouw berkata begitu, sudah pasti ada sebabnya, maka dia pun tidak banyak bicara lagi.

Tam Goat Hua tertawa dingin. "Sebun It Nio telah binasa di sini. Kalau Lu Cong Piau Tau tidak mengalami luka parah, aku pasti menyuruh kalian bertiga menggantikan nyawa Sebun It Nio! Kini masih ada waktu beberapa hari, itu merupakan kesempatan kalian untuk minta bantuan!"

Tam Goat Hua dan Han Giok Shia terus ribut mulut. Dalam pandangan siapa pun, itu merupakan hal yang wajar. Sebab mereka berdua sebaya, ilmu silat mereka pun mungkin berselisih tidak jauh. Tapi begitu Tam Goat Hua membuka mulut, nadanya sungguh besar. Itu membuat air muka Hwe Hong Sian Kouw berubah hebat. Lebih-lebih Han Giok Shia. Saking gusarnya gadis itu malah tertawa.

"Ha ha! Tidak salah, kami memang tidak tahu mampus! Tapi kenapa kau tidak segera turun tangan membalas kematian Lu Hujin?"

Tam Goat Hua maju selangkah dan menghardik. "Sambutlah!"

Badannya bergerak. Ia tidak menyerang Han Giok Shia, melainkan berkelebat ke belakang gadis itu. Gerakannya sungguh ringan sekali. Melihat sikapnya, ia tidak seperti mau bertarung dengan Han Giok Shia, malah tampak seakan mengajaknya bermain kucing-kucingan.

Han Giok Shia segera memutar badannya, sekaligus membentak. "Mau lari ke mana?"

“Cring!” Suara Liat Hwe Soh Sim Lun.

Ternyata Han Giok Shia telah menyerangnya dengan jurus Hwe Ouw Siang Hui (Sepasang Burung Gagak Api Berterbangan). Di saat bersamaan, badan Tam Goat Hua pun berputar, sekaligus menepuk dengan telapak tangannya. Pukulan itu, boleh dikatakan sama sekali tidak akan mengenai badan Han Giok Shia, sebab mengarah ke sisi gadis itu. Akan tetapi, rantai yang melekat di lengannya, justru melayang mengeluarkan suara menderu mengarah Liat Hwe Soh Sim Lun.

Han Giok Shia adalah murid didikan Hwe Hong Sian Kouw. Bahkan ia memiliki ilmu warisan dari ayahnya. Maka, kepandaiannya boleh dikatakan sudah tinggi sekali, namun ia belum pernah menghadapi jurus seaneh itu.

“Cring!” Terdengar suara benturan senjata.

Gelang bergerigi di ujung rantai Han Giok Shia menjepit ujung rantai Tam Goat Hua, namun mendadak Tam Goat Hua menyentak rantainya, sehingga ujung rantai itu meliuk bagaikan ular, terlepas dari jepitan gelang bergerigi itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar