Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 17

Oleh karena itu, dia merasa cocok dengan Tam Goat Hua. Ketika mendengar Tam Goat Hua mengaku kalah, dia segera paham bahwa itu demi dirinya. Berbagai perasaan berkecamuk dalam hati Lu Leng, malu, emosi dan terharu campur menjadi satu.

Tam Goat Hua amat cerdas, maka segera dapat membaca pikiran Lu Leng. Kemudian dia tersenyum seraya berkata. "Saudara Lu, kau sudah cukup besar! Apakah masih mau menangis?"

Ucapan itu membuat Lu Leng merasa tidak enak dalam hati, tapi dia tahu bahwa Tam Goat Hua sama sekali tidak menyalahkannya, maka dia pun berlega hati. "Kakak Tam, aku tidak akan menangis."

Tam Goat Hua segera menepuk bahu Lu Leng sambil tersenyum. "lni baru benar! Tidak kuat melawan janganlah melawan, tidak apa-apa kok!"

Tiba-tiba Liat Hwe Cousu tertawa dingin. Dia menatap mereka berdua seraya berkata. "Kini kalian berdua mau bagaimana?"

Tam Goat Hua mendongakkan kepala, "Tadi Cousu bilang, kalau kami tidak dapat menerjang ke luar dengan kepandaian, maka akan dikurung di penjara air selama tiga bulan, atau dicambuk tiga puluh kali. Ya, kan?"

Kening Liat Hwe Cousu berkerut, entah apa yang sedang dipikirkannya. Berselang sesaat, dia manggut-manggut dan berkata. "Tidak salah, tadi aku memang mengatakan begitu."

Tam Goat Hua tersenyum. "Kalau begitu, kami boleh memilih satu di antaranya, kan?"

Liat Hwe Cousu mengangguk perlahan. "Tidak salah! Kalian memang boleh memilih salah satu, namun sebelumnya perlu kuberitahukan. Penjara air itu amat menyeramkan, namun meski pun tiga bulan kalian dikurung di situ nyawa kalian tidak akan melayang. Mengenai cambuk itu adalah cambuk ekor macan, amat keras dan sekali cambuk mengandung tenaga seratus kati lebih." Liat Hwe Cousu memandang kedua orang yang memegang cambuk ekor macan itu. "Coba kalian perlihatkan kekuatan cambuk ekor macan itu!"

"Ya!" sahut mereka hampir serentak.

Mereka menghampiri sebuah pilar, kemudian mengayunkan cambuk ekor macan itu ke arah pilar.

“Tar! Tar!”

Setelah mencambuk, kedua orang itu segera kembali ke tempat masing-masing. Tam Goat Hua dan Lu Leng segera memandang ke arah pilar itu, dan seketika mereka terbelalak saking terkejutnya. Ternyata tampak bekas cambukan di pilar itu amat dalam. Perlu diketahui, pilar itu terbuat dari kayu yang amat keras, tapi cambuk ekor macan justru meninggalkan bekas yang amat dalam. Maka dapat dibayangkan betapa dahsyatnya cambuk ekor macan itu, jangan kata tiga puluh kali dicambuk, satu kali pun orang tidak akan dapat bertahan.

Liat Hwe Cousu berkata lagi, "Kalian berdua, apakah bersedia dikurung di penjara air?"

Tam Goat Hua dan Lu Leng saling memandang, kemudian menyahut serentak, "Tidak!"

Air muka Liat Hwe Cousu langsung berubah. Dia menatap Tam Goat Hua dan Lu Leng dengan tajam seraya berkata, "Kalau begitu, kalian berdua rela dicambuk tiga puluh kali?"

Lu Leng menyahut dengan suara keras, "Walau cambuk ekor macan itu amat dahsyat, namun belum tentu dapat menghancurkan tulang kami!"

Liat Hwe Cousu sama sekali tidak menyangka, setelah menyaksikan kehebatan cambuk ekor macan itu mereka berdua masih bersedia dicambuk tiga puluh kali. Dia adalah ketua Hwa San Pai, bahkan kedudukannya dalam rimba persilatan amat tinggi. Dia mengutus orang pergi untuk menangkap Lu Leng, itu sudah merendahkan dirinya. Namun dia ingin menggunakan Lu Leng untuk menekan Lu Sin Kong, maka terpaksa berbuat begitu. Kini Liat Hwe Cousu berharap mereka bersedia dikurung di penjara air selama tiga buIan. Dalam waktu tiga bulan, urusannya pasti gampang diselesaikan. Akan tetapi, Lu Leng dan Tam Goat Hua justru malah rela dicambuk tiga puluh kali dari pada dikurung di penjara air.

Perlu diketahui, siapa yang dicambuk dengan cambuk ekor macan itu, pasti akan menderita luka dalam yang amat parah, kecuali orang yang memiliki lweekang yang amat tinggi, yang bisa bertahan di cambuk sampai tiga puluh kali. Apabila Tam Goat Hua dan Lu Leng dicambuk sampai tiga puluh kali, niscaya mereka berdua akan mati. Seandainya Tam Goat Hua dan Lu Leng mati dicambuk, bagaimana mungkin Cit Sat Sin Kun dan Go Bi Pai melepaskan Liat Hwe Cousu? Mungkin selanjutnya Hwa San Pai tidak akan dapat hidup tenang.

Akan tetapi, tadi Liat Hwe Cousu sudah mengatakan begitu. Berdasarkan kedudukannya, tentunya tidak bisa ditelan kembali. Itu membuat Liat Hwe Cousu amat gusar dalam hati, kemudian dia tertawa terkekeh seraya berlanya, "Kalian berdua sudah berpikir masak-masak?"

Tam Goat Hua dan Lu Leng tertawa panjang, kemudian Lu Leng menyahut, "Lebih baik sakit sekarang dari pada harus menderita tiga bulan! Cepatlah turun tangan! Tidak usah banyak bicara lagi!"

Liat Hwe Cousu mendengus dingin, "Hm! Baiklah! Cepat gantung mereka!"

Begitu perintah itu diturunkan, seketika tampak delapan orang maju ke hadapan Tam Goat Hua dan Lu Leng. Di saat empat orang mendekatinya, Lu Leng membentak keras.

"Minggir!"

Keempat orang itu terperanjat dan langsung minggir karena suara Lu Leng amat berwibawa.

Lu Leng mengerutkan kening sambil berkata, "Kenapa kami harus digantung? Cukup berdiri saja! Kalau kami merintih saat dicambuk, kami bukanlah orang gagah!"

Bukan main kagumnya Tam Goat Hua ketika mendengar ucapan Lu Leng itu, dan langsung bertepuk tangan. "Tepat sekali ucapanmu, Saudara Lu!"

Sungguh mengherankan mereka berdua tampak begitu bersemangat untuk menerima tiga puluh kali cambukan, bahkan tampak amat gagah pula!

Menyaksikan itu, Liat Hwe Cousu menjadi tambah gusar, dan seketika juga dia membentak. "Laksanakan hukuman!"

Kedua orang yang membawa cambuk ekor macan langsung maju ke hadapan Tam Goat Hua dan Lu Leng, sedangkan delapan orang yang maju tadi segera mundur ke tempat masing-masing. Di saat kedua orang itu maju, Tam Goat Hua dan Lu Leng justru bergandengan tangan. Kedua orang itu sudah mengayunkan cambuk ekor macan ke arah bahu mereka, akan tetapi Tam Goat Hua dan Lu Leng tidak merasa gentar sedikit pun, malah saling memandang sambil tersenyum-senyum.

Mereka berdua pun tidak mengerahkan lweekang. Mereka tadi sudah menyaksikan kehebatan cambuk ekor macan itu, maka merasa percuma mengerahkan lweekang. Mereka juga tahu, paling kuat hanya dapat bertahan lima enam kali cambukan saja, Namun mereka berdua sama sekali tidak merasa takut. Kenapa bisa begitu? Kekuatan apa yang membuat mereka berdua tidak merasa takut? Tidak lain adalah rasa cinta yang membuat mereka rela mati bersama. Walau cambuk ekor macan itu sudah hampir mengenai bahu mereka, mereka tetap tersenyum-senyum. Di saat itulah mendadak terdengar suara di atas rumah.

“Buum!” menyusul tampak hancuran atap berjatuhan di kepala kedua orang yang sedang mengayunkan cambuk ekor macan itu.

Betapa terkejutnya kedua orang itu dan mereka langsung meloncat mundur, sedangkan atap rumah sudah berlobang. Kemudian tampak seseorang jatuh melalui lobang tersebut. Di saat itulah dua belas tongcu langsung mengayunkan Poan Koan Pit masing-masing ke atas ke arah orang itu. Dilihat dari keadaannya, orang itu tidak mungkin dapat berkelit dan akan mati tertancap oleh senjata-senjata tersebut. Akan tetapi, mendadak terjadi suatu perubahan aneh. Ternyata orang itu meluncur ke bawah laksana kilat, dan dalam sekejap sudah jatuh di atas lantai, kelihatannya seperti orang tidak mengerti ilmu silat. Kedua belas tongcu melongo. Senjata mereka masih diarahkan ke atas, namun orang yang jatuh itu sudah duduk di lantai.

Perlahan-lahan dia bangkit berdiri, lalu mengurut pinggangnya seraya bergumam, "Aduh! Sakitnya! Sungguh tinggi ruang besar ini!"

Ketika orang itu jatuh terduduk di lantai, Tam Goat Hua sudah melihat jelas orang tersebut memakai kedok ‘Buddha Tertawa’ dan sebelah tangannya memegang sebuah kipas rombeng. Orang itu tidak lain orang aneh berkedok yang memberi waktu tiga hari kepada Tam Goat Hua untuk mencari Lu Leng. Begitu melihat orang aneh berkedok itu, Tam Goat Hua menjadi girang tapi juga cemas. Girang karena orang aneh berkedok itu telah muncul, tentunya dia tidak akan membiarkan mereka berdua dicambuk. Cemas lantaran sudah mendengar dari ayahnya, bahwa orang aneh berkedok itu kadang-kadang amat sadis dan tak berperasaan. Kalau bertemu dia harus segera menghindar, namun kini gadis itu malah punya hubungan dengan orang aneh berkedok itu. Entah bagaimana kelanjutannya, celaka atau selamat?

Di saat orang berkedok itu bangkit berdiri, tiga tongcu cepat-cepat mendekatinya sekaligus mengayunkan senjata masing-masing untuk menyerangnya. Orang aneh berkedok tidak berkelit, melainkan merentangkan sepasang tangannya seakan baru bangun dari tidur, kemudian membuat sebuah lingkaran. Setelah sepasang tangannya diturunkan, wajah ketiga tongcu itu tampak kehijau-hijauan. Ternyata ketiga batang Poan Koan Pit sudah berpindah ke tangannya.

Betapa girangnya Lu Leng menyaksikan itu. Dia tertawa sambil bertepuk tangan dan kemudian berseru kagum. "Kungfu yang luar biasa!"

Tam Goat Hua ingin mencegah, tapi sudah terlambat.

Orang aneh berkedok memandangnya sambil tertawa, kemudian bertanya, "Bocah, kau berminat belajar kungfu ini?"

Lu Leng menyahut cepat dengan wajah berseri. "Tentu berminat."

Orang aneh berkedok tertawa gelak. "Hahaha! Perlahan-lahan tidak akan terlambat." ujarnya, kemudian menimbang-nimbang ketiga batang Poan Koan Pit itu dengan telapak tangannya, setelah itu bergumam, "Eh? Apa gunanya benda ini?"

Kedua belas tongcu Hwa San Pai sebetulnya berasal dari golongan hitam, namun kemudian berguru kepada Liat Hwe Cousu. Mereka memiliki senjata yang berbeda, namun ketika melatih formasi Te Ki Tin Hoat, mereka semua menggunakan Poan Koan Pit yang dibikin dari besi murni.

Akan tetapi orang aneh berkedok justru berpura-pura tidak mengenali senjata itu. Dia menggeleng-gelengkan kepala dan bergumam lagi, "Kelihatannya tidak begitu berguna."

Diputarnya ketiga batang Poan Koan Pit itu, lalu dilemparkannya ke lantai. Sungguh menakjubkan, tahu-tahu ketiga batang Poan Koan Pit itu sudah berubah bentuk menjadi seperti gelang. Kemudian dia memandang Liat Hwe Cousu sambil berkata.

"Selamat bertemu! Selamat bertemu!" ucapnya.

Begitu orang aneh berkedok muncul, Liat Hwe Cousu sudah mengenalinya, karena dia pernah muncul di puncak Sian Jin Hong dan melancarkan sebuah pukulan mengundurkan Ang Eng Leng Long ketua Go Bi Pai. Ketika itu, Liat Hwe Cousu sudah tahu bahwa kepandaian orang aneh berkedok tidak berada di bawah kepandaiannya. Akan tetapi, berdasarkan pengalamannya yang sudah puluhan tahun dalam rimba persilatan, dia justru tidak ingat siapa orang aneh berkedok itu. Oleh karena itu, Liat Hwe Cousu segera mengibaskan tangannya.

Setelah kedua belas tongcu mundur ke tempat masing-masing, barulah dia menyahut dengan dingin, "Memang selamat bertemu!"

Orang aneh berkedok berkata. "Tadi aku berada di atap rumah, menyaksikan Cousu memperlakukan kedua anak itu, sungguh mengesankan! Pantas Hwa San Pai begitu terkenal dalam rimba persiiatan, aku kagum sekali!"

Ucapan itu merupakan sindiran yang amat tajam dan pedas, membuat wajah Liat Hwe Cousu langsung berubah. Dia tak mampu menimpali ucapan itu, hanya mengeluarkan suara dengusan saja.

Orang aneh berkedok tertawa terbahak-bahak, "Hahaha!" Dia pun menggapaikan tangannya ke arah Tam Goat Hua dan Lu Leng. "Anak-anak, kalian sudah merasakan kehebatan Hwa San Pai! Selanjutnya kalau berjumpa kaum rimba persilatan, harus disebar-luaskan! Kenapa kalian belum mau pergi?"

Lu Leng merasa suka kepada orang aneh berkedok itu, bahkan juga amat kagum akan kepandaiannya. Maka dia segera berkata. "BetuI! Perkataan cianpwee tidak salah, kami pasti akan mengorbitkan nama Hwa San Pai!"

Setelah berkata begitu, Lu Leng menarik Tam Goat Hua untuk diajak ke luar. Baru dua langkah mereka berjalan, terdengar Liat Hwe Cousu bertanya dengan suara dalam.

"Sobat, kau ingin membawa mereka berdua pergi?"

Orang aneh berkedok bertepuk tangan seraya menyahut. "Dugaanmu tidak meleset, aku memang bermaksud demikian!" Nadanya kedengaran bisa pergi semaunya di hadapan Liat Hwe Cousu, bahkan juga bisa membawa pergi Tam Goat Hua dan Lu Leng.

Mendengar ucapan itu, Liat Hwe Cousu langsung tertawa gelak. Dia tetap duduk diam di kursi, namun jubah merah di badannya justru terus bergoyang, kelihatannya memang seperti api yang menyala-nyala. Usai tertawa, dia pun berkata.

"Harap Anda tinggalkan nama, agar aku dapat bersahabat dengan Anda!"

"Oh?" Orang aneh berkedok kelihatan seperti tertegun. "Asal aku menyebut namaku, maka aku boleh membawa mereka pergi?"

Liat Hwe Cousu manggut-manggut. "Tidak salah."

Liat Hwe Cousu mengatakan begitu, karena dia sudah melihat orang aneh berkedok itu berkepandaian amat tinggi, tentunya bukan tokoh tak ternama dalam rimba persilatan. Namun dia memakai kedok ‘Buddha Tertawa’, sudah pasti punya suatu kesulitan. Asal dia menyebut namanya, Liat Hwe Cousu pasti punya cara lain untuk menghadapinya.

Orang aneh berkedok tertawa, "Baik, akan kuberitahukan! Margaku Siauw bernama Cien Sun."

Dari tadi Liat Hwe Cousu sudah pasang kuping mendengarkan. Begitu mendengar dia bermarga Siauw, tertegunlah dalam hatinya karena tiada seorang tokoh ternama bermarga Siauw.

“Siauw Cien Sun...,” gumam Liat Hwe Cousu dalam hati.

Setelah bergumam berulang kali dalam hati, barulah dia tersadar bahwa orang aneh berkedok menggunakan nama palsu. Dapat dibayangkan betapa gusarnya Liat Hwe Cousu. Dia tertawa dingin lalu berkata, "Anda harus meninggalkan kedua anak itu!"

Orang aneh berkedok tampak tercengang, "Eh? Kau duduk di kursi yang begitu tinggi, kelihatannya memang mirip manusia, tapi kenapa omonganmu seperti kentut? Setelah omong malah tidak dilaksanakan?”

Liat Hwe Cousu menyahut. "Aku menghendakimu meninggalkan nama!"

Orang aneh berkedok berkata dengan penuh rasa heran. "Aneh! Apakah kau tuli? Aku sudah memberitahukan namaku Siauw Cien Sun, kau kok tidak dengar?"

Liat Hwe Cousu tertegun, sebab orang aneh berkedok tetap mengaku bernama itu, sedangkan dia sendiri tidak dapat membuktikannya palsu atau aslinya nama Siauw Cien Sun, kecuali bisa menyebut nama aslinya. Liat Hwe Cousu merasa dirinya dipermainkan. Dalam kurun waktu dua puluh tahun ini, sama sekali tidak pernah terjadi urusan tersebut, otomatis membuat kegusarannya makin memuncak.

Dia tertawa dingin seraya berkata, "Aku tidak pernah menelan perkataan sendiri, namun terhadap orang yang tidak berani menyebut nama aslinya, aku pun terpaksa menelan perkataanku tadi."

Ketika orang aneh berkedok baru mau menyahut, justru Lu Leng telah mendahuluinya. "Jangan tidak tahu malu, omongan sendiri bagaikan kentut! Mau bilang apa lagi? Orang sudah memberitahukan bernama Siauw Cien Sun, kok tidak percaya sih?"

Sepasang mata Liat Hwe Cousu menyorot tajam ke arah Lu Leng. Bahkan di wajahnya tersirat hawa membunuh. Kemudian dia mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Orang aneh berkedok tertawa. "Bocah, kau tidak boleh kurang ajar. Dia ketua suatu partai. Tadi dia berkata begitu karena saking gusarnya, maka harus dimaafkan!"

Mereka berdua saling bersahut-sahutan, itu sungguh membuat Liat Hwe Cousu tak dapat bersabar Iagi. Tatapannya yang diarahkan ke tempat lain, kembali mengarah Lu Leng dengan tajam dan dingin. Tadi Lu Leng tidak begitu takut kepada Liat Hwe Cousu, apalagi sekarang punya dekingan orang aneh berkedok itu.

Maka dia membatin. “Tadi kau pelototi aku tentunya aku pun boleh memelototimu juga!”

Oleh karena itu, Lu Leng langsung bertolak pinggang, kemudian memandang ke arah Liat Hwe Cousu. Ketika beradu pandang, Lu Leng menjadi tertegun karena seketika dia merasa kepalanya pusing sekali. Pengalaman Lu Leng dalam rimba persilatan masih dangkal, tidak tahu bahwa Hwa San Pai memiliki semacam ilmu yang amat lihay, yaitu ilmu Hian Sin Hoat yang dapat mengendalikan orang lain dengan tatapan mata. Lu Leng sama sekali tidak tahu apa yang telah terjadi atas dirinya, hanya merasa pusing kepala saja.

Tam Goat Hua menoleh untuk memandangnya. Dilihatnya wajah Lu Leng memerah, keringatnya pun terus mengucur dari keningnya. Betapa terkejutnya gadis itu, maka dia langsung berseru, "Cianpwee, lihatlah!"

Orang aneh berkedok menyahut, "ltu permainan anak kecil, tak pantas diperlihatkan di sini!"

Usai menyahut, dia menjulurkan tangannya untuk mengipas muka Lu Leng dengan kipasnya. Lu Leng merasa gelap di depan matanya, maka hatinya terasa tersentak. Itu membuatnya menarik nafas dalam-dalam, rasa pusing dan perasaan dirinya jatuh ke dalam jurang, hilang lenyap seketika.

Begitu melihat wajah Lu Leng mulai normal kembali, Tam Goat Hua segera menariknya dan berkata, "Adik Leng, tua bangka itu memiliki lweekang yang amat tinggi, kau tidak boleh beradu pandang dengannya!"

Usai berkata, wajah Tam Goat Hua pun berubah kemerah-merahan, karena tadi tanpa sengaja memanggil ‘Adik Leng’ pada Lu Leng, itu merupakan panggilan yang cukup mesra.

Lu Leng tidak menyadari hal itu, dan langsung menyahut. "Aku tahu, Kakak Goat!"

Kini Lu Leng pun memanggil ‘Kakak Goat’ pada Tam Goat Hua, otomatis membuat hati gadis itu berbunga-bunga.

Sedangkan orang aneh berkedok tertawa gelak dan menatap Liat Hwe Cousu seraya berkata. "Kau tidak perlu banyak omong kosong lagi! Kita berdua pun harus bertanding!”

Liat Hwe Cousu manggut-manggut, "Tidak salah! Bagaimana menurutmu cara kita bertanding?"

Orang aneh berkedok segera menyahut. "Kedudukanmu sebagai ketua, tapi aku pun tidak mau memandang rendah diriku sendiri! Kita berdua tentunya tidak akan bertanding secara tidak karuan. Ya, kan?"

Liat Hwe Cousu mengangguk. "Bagaimana menurutmu?"

Orang aneh berkedok memberitahukan. "Kita bertanding tiga ronde. Siapa yang dapat memenangkan dua ronde, dialah pemenang."

Liat Hwe Cousu bertanya dengan dingin, "Kalau menang, lantas bagaimana?"

Orang aneh berkedok menyahut, "Sebetulnya urusan amat gampang dibereskan, hanya saja kau suka menelan omongan sendiri, maka jadi repot."

Liat Hwe Cousu tertawa aneh. "Hanya mengadu mulut untuk memenangkan suatu pertandingan?"

Orang aneh berkedok menatapnya seraya berkata. "Asal kau setuju, pasti tidak akan menyesal."

Liat Hwe Cousu mengangguk. "Tentu."

Orang aneh berkedok manggut-manggut, "Bagus! Kalau aku menang, pasti akan membawa pergi kedua anak itu. Sebaliknya apabila kau menang, tidak hanya kedua anak itu harus dicambuk tiga puluh kali, bahkan aku pun bersedia dicambuk seratus kali."

Ketika Liat Hwe Cousu baru mau menyahut, Lu Leng justru mendahuluinya, "Cianpwee, kalau begitu cianpwee pasti rugi, sebab cambuk ekor macan itu amat hebat."

Orang aneh berkedok menoleh memandangnya, "Kalau kalah tentunya harus pasrah dengan hukuman."

Sementara Liat Hwe Cousu terus berpikir. Berdasarkan lweekang-nya yang sudah dilatih puluhan tahun, sudah pasti tidak akan kalah. Asal dapat memenangkan dua ronde, dia pasti akan mencambuk orang aneh berkedok itu seratus kali. Kalau pun orang aneh berkedok itu tidak mati, dia telah melampiaskan kegusarannya. Oleh karena itu Liat Hwe Cousu manggut-manggut. "Baik, cara bagaimana kita bertanding?"

Orang aneh berkedok menjawab. "Tentunya secara adil. Kita bertanding tiga ronde. Ronde pertama kau boleh menentukannya, ronde kedua aku, ronde ketiga harus disetujui kedua belah pihak."

Liat Hwe Cousu berpikir sejenak, cara demikian memang adil, sama sekali tiada kecurangan. Kemudian dia manggut-manggut. "Baik. Ronde pertama aku yang menentukannya?"

Orang aneh berkedok tertawa. "Tidak salah."

Liat Hwe Cousu tertawa, kemudian berseru, "Bawa dua buah batu hijau ke mari!"

Tampak empat orang mengiyakan, lalu masuk ke dalam. Tak seberapa lama, mereka berempat mengangkat dua buah batu hijau ke ruang besar itu. Kedua buah batu itu berbentuk segi empat, tebal tujuh centi meter, panjang dan lebar tiga meter. Setelah menaruh batu itu ke bawah, keempat orang itu kembali ke tempat masing-masing. Liat Hwe Cousu bangkit perlahan-lahan. Setelah turun dari panggung tinggi itu, dia langsung mendekati batu hijau tersebut.

Saat ini hati Lu Leng mulai tegang, maka dia segera bertanya. "Kakak Goat, mau apa Liat Hwe Cousu?"

Tam Goat Hua menggelengkan kepala. "Entahlah, aku juga tidak tahu."

Lu Leng bertanya lagi dengan suara rendah. "Kakak Goat, bagaimana menurutmu, apakah cianpwee aneh itu akan menang?"

Tam Goat Hua tertawa. "Aku tidak tahu dan tidak berani memastikannya."

Di saat mereka berdua bercakap-cakap, Liat Hwe Cousu sudah berada di hadapan batu hijau. Dia menjulurkan sebelah kakinya untuk menggaet salah sebuah batu hijau hingga berdiri, kemudian menyingkap lengan jubahnya sehingga tampak tangannya yang kurus kering. Perlahan-Iahan telapak tangannya mengarah batu hijau itu, lamban dan kelihatan amat hati hati sekali. Tak seberapa lama, barulah telapak tangannya menyentuh bagian tengah batu hijau. Ketika telapak tangannya menyentuh baju hijau, ubun-ubunnya mengepulkan uap putih. Kelihatannya dia sedang mengerahkan tenaga sakti.

Tam Goat Hua dan Lu Leng memang amat membenci Liat Hwe Cousu, namun ketika menyaksikannya mengerahkan lweekang, mereka berdua amat kagum dalam hati.

Berselang beberapa saat kemudian, Liat Hwe Cousu menarik kembali telapak tangannya. Dia tertawa gelak sambil mengibaskan lengan jubahnya perlahan-lahan ke arah batu hijau. Hingga di saat Liat Hwe Cousu tertawa gelak dan mengibaskan lengan jubahnya, Tam Goat Hua dan Lu Leng masih tidak tahu apa yang dilakukan ketua Hwa San Pai itu, akan tetapi setelah Liat Hwe Cousu mengibaskan lengan jubahnya, semua orang yang berada di ruang besar itu tampak tertegun, termasuk Tam Goat Hua dan Lu Leng, kemudian mereka semua berseru kagum.

Ternyata setelah Liat Hwe Cousu mengibaskan lengan jubahnya, tampak semacam tepung kehijau-hijauan berterbangan lalu muncul sebuah lobang di tengah-tengah batu hijau itu. Itu merupakan lweekang yang amat tinggi, maka tidak mengherankan kalau semua orang berseru kagum.

Terdengar orang aneh berkata, "Bagus! Sungguh luar biasa! Liat Hwe Cousu memang tidak bernama kosong! Kalian bocah berdua harus tahu betapa tingginya lweekang yang dimiliki Liat Hwe Cousu! Sebab batu hijau yang berdiri itu gampang roboh maka kalau sekali pukul menjadi hancur, itu tidak mengherankan! Namun dengan telapak tangan menyentuh batu hijau itu, lalu mengerahkan lweekang dan batu hijau itu tetap tidak roboh, akhirnya berlobang di tengah-tengah, itu merupakan lweekang tingkat tinggi, Iho!"

Mendengar itu, Tam Goat Hua dan Lu Leng tahu, bahwa orang aneh berkedok memanfaatkan kesempatan itu untuk menjelaskan tentang lweekang tingkat tinggi kepada mereka. Mereka berdua segera memberi hormat seraya berkata. “Terima-kasih atas penjelasan cianpwee!"

Orang aneh berkedok tertawa. "Hahaha! Liat Hwe Cousu telah memperlihatkan tenaga saktinya, maka aku pun terpaksa harus memperlihatkan kejelekanku!"

Liat Hwe Cousu menyahut dengan dingin. "Ronde pertama ini membuat sebuah lobang di batu hijau. Itu hanya terhitung setengah ronde, sebab masih ada setengah ronde yang belum diperlihatkan!"

Orang aneh berkedok sudah tahu dari tadi, bahwa orang yang berkepandaian seperti itu dalam rimba persilatan dapat dihitung dengan jari. Tapi Liat Hwe Cousu pun tahu, itu tidak akan menyulitkan orang aneh berkedok. Oleh karena itu dia harus berusaha meraih kemenangan di ronde pertama.

Orang aneh berkedok tertawa seraya bertanya. "Apa yang setengah ronde lagi? Bolehkah diperlihatkan sekarang? Kalau aku tidak dapat melakukannya, lebih baik mundur dari pada harus mempermalukan diri sendiri!"

Liat Hwe Cousu tertawa, "Lebih baik anda lobangi dulu batu hijau itu!"

Orang aneh berkedok tahu bahwa Liat Hwe Cousu agak letih setelah mengerahkan lweekang, maka tidak mau memberitahukan tentang yang setengah ronde. Sebetulnya orang aneh berkedok akan mengaku kalah di ronde pertama, itu demi menjaga hawa murninya agar dapat meraih kemenangan di ronde kedua dan di ronde ketiga. Akan tetapi dia justru tidak mau bertindak lemah di hadapan semua orang, terutama di hadapan Lu Leng, sebab akan membuatnya kecewa dan selanjutnya bagaimana bisa mengangkatnya sebagai murid?

Karena itu, dia langsung tertawa panjang. "Baik!"

Dia membungkukkan badannya sedikit, kemudian menjulurkan tangannya dan telapak tangannya ditempelkan di batu hijau. Tadi Liat Hwe Cousu melakukan itu dengan hati-hati sekali, sedangkan orang aneh berkedok malah kelihatan asal saja. Batu hijau itu bergoyang sedikit ketika telapak tangan orang aneh berkedok ditempelkan, berselang sesaat ubun-ubun orang aneh berkedok mulai mengepulkan uap putih. Setelah itu, barulah dia melepaskan tangannya, lalu mundur selangkah sekaligus membuka mulut meniup batu hijau itu. Tampak tepung kehijau-hijauan berterbangan dan batu hijau itu pun sudah berlubang. Seketika terdengar tepuk sorak yang riuh gemuruh. Orang aneh berkedok manggut-manggut kepada semua orang sambil tersenyum-senyum.

Wajah Liat Hwe Cousu tampak berubah dingin, "Lweekang anda sungguh tinggi, membuatku merasa kagum sekali!"

Orang aneh berkedok menyahut, "Sama-sama!"

Liat Hwe Cousu terus tertawa dingin.

Orang aneh berkedok justru bertanya. "Liat Hwe Cousu, bagaimana yang setengah ronde?"

Wajah Liat Hwe Cousu menyiratkan rasa bangga, kemudian menyahut. "Sisa yang setengah ronde itu, asal kau dapat menirunya berarti kau menang!"

Orang aneh berkedok tertegun. Ia berpikir, “Liat Hwe Cousu berani omong besar, tentunya sisa setengah ronde itu pasti mengejutkan.”

"Silakan!" ucapnya.

Liat Hwe Cousu mendekati batu hijau itu. Setelah berjarak kira-kira beberapa depa, mendadak dia membungkukkan badannya lalu sebelah tangannya menekan lantai. Semua orang tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Tiba-tiba badan Liat Hwe Cousu meluncur bagaikan panah yang terlepas dari busur, mengarah ke batu hijau. Semua orang tercengang. Di saat kepalanya hampir menabrak batu hijau itu, mendadak tampak bayangannya menerobos ke luar dari lobang batu hijau tersebut, yang besarnya hanya hampir setengah meter bulatan. Setelah menerobos ke luar dari lobang itu, Liat Hwe Cousu pun menggunakan gerakan Nai Yan Tou Lim (Anak Walet Terbang ke Atas), dia sudah berdiri di atas batu hijau itu, bergoyang-goyang sedikit lalu diam.

Kali ini Tam Goat Hua. Lu Leng dan lainnya nyaris tidak percaya akan apa yang mereka saksikan, sebab lobang itu hanya bisa dilewati kepala, tidak mungkin bisa dilewati bahu. Akan tetapi, jelas tadi Liat Hwe Cousu menerobos ke luar dari lobang itu. Lagi-pula apabila bahu menyentuh pinggiran lobang itu, batu hijau tersebut pasti roboh. Tapi tadi cuma bergoyang sedikit, itu sungguh menakjubkan!

Liat Hwe Cousu menatapnya dingin seraya berkata, "Kini giliran anda!"

Orang aneh berkedok berjalan mondar-mandir beberapa langkah, lalu menyahut, "Sok Kut Sin Kang (llmu Menyusut Tulang) Hwa San Pai memang tiada duanya dalam rimba persilatan, maka ronde pertama ini aku mengaku kalah."

Setelah orang aneh berkedok mengatakan itu, barulah Tam Goat Hua dan Lu Leng tahu bahwa tadi Liat Hwe Cousu menggunakan ilmu Sok Kut Sin Kang. Sesudah tahu itu, hati mereka pun menjadi cemas karena orang aneh berkedok telah kalah satu ronde. Kalau ronde berikutnya dia kalah lagi, Tam Goat Hua dan Lu Leng pasti akan dicambuk tiga puluh kali, bahkan dirinya akan dicambuk seratus kali.

Liat Hwe Cousu berkata dengan sikap angkuh, "Ronde pertama sudah tahu siapa yang menang, kemudian bagaimana cara pertandingan ronde kedua, harap dijelaskan!"

Orang aneh berkedok tertawa, "Bolehkah aku minta sedikit barang?"

Liat Hwe Cousu mengangguk. "Katakan saja!"

Orang aneh berkedok menengok ke sana ke mari, lalu berkata. "Rumah ini banyak penghuninya, dapurnya pasti tidak kecil!"

Semua orang yang berada di ruang besar itu, termasuk Liat Hwe Cousu tampak tercengang. Mereka mengira, setelah kalah di ronde pertama, orang aneh berkedok itu saking tegangnya menjadi bertanya tentang dapur. Maka semua orang memandangnya.

Liat Hwe Cousu mengeluarkan suara dengusan, "Hm! Apa maksud ucapan anda?"

Orang aneh berkedok juga ikut mengeluarkan suara dengusan. "Hm! Aku cuma sekedar bertanya, padahal aku ingin bertanya apakah di dapur terdapat telor ayam? Kalau ada, tolong ambilkan dua puluh butir. Aku pasti tidak akan mengecewakan kalian semua."

Semua orang saling memandang, Mereka sama sekali tidak mengerti untuk apa dia minta telor ayam dua puluh butir. Apakah untuk dimakan mentah agar badannya bertambah sehat?

Liat Hwe Cousu segera memerintah dua orang ke dapur mengambil telor ayam. Kedua orang itu langsung berlari ke dalam dan tak lama sudah kembali dengan membawa sebuah keranjang kecil berisi dua tiga puluh butir telor ayam. Orang aneh berkedok menghitung telor itu kemudian berkata.

"Lebih dari dua puluh butir, tapi cukup pakai dua puluh butir saja. Liat Hwe Cousu, kita masing-masing pakai sepuluh butir!"

Setelah orang aneh berkedok berkata begitu, seketika juga Lu Leng tertawa geli dan bertanya. "Cianpwee, apakah cianpwee akan berlomba cepat menelan telor ayam dengan dia?"

Orang aneh berkedok tertawa seraya menyahut. "Tentu tidak."

Mendadak dia menjulurkan tangannya ke dalam keranjang untuk mengambil telor ayam. Setelah kedua tangannya masing-masing menggenggam dua butir, dia lalu membalikkan badannya sekaligus menyambitkan keempat butir telur ayam itu. Luncuran keempat butir telor itu tidak begitu cepat, kelihatannya seperti berayun-ayun di udara, mengarah ke sebuah pilar yang terdapat bekas cambuk ekor macan. Keempat butir telor ayam itu terus meluncur, seakan menabrak pilar itu.

Setiap orang yang ada di ruang besar itu yakin bahwa keempat butir telor ayam itu pasti akan pecah menabrak pilar tersebut. Akan tetapi, meski pun terdengar suara benturan, keempat butir telor ayam itu tidak pecah, sebaliknya malah masuk ke dalam pilar. Saking kagum dan takjub, semua orang menjadi melongo sehingga lupa bertepuk sorak, Orang aneh berkedok tertawa. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam keranjang itu, lalu diambilnya empat butir telor lagi dan disambitkan ke arah pilar tadi.

“Plak! Plak! Plak! Plak!”

Keempat butir telor ayam masuk ke dalam pilar dalam posisi berderet lurus. Orang aneh berkedok tidak berhenti sampai di situ. Dia tertawa panjang sambil menjulurkan sebelah tangannya ke dalam keranjang. Tampak sebutir telor ayam yang kesembilan meluncur ke atas, dan mendadak sebutir telor ayam yang kesepuluh meluncur ke arah telor ayam itu, sekaligus membentumya lalu kedua-duanya meluncur ke arah pilar.

“Plaak!”

Telor ayam yang meluncur duluan masuk ke dalam pilar, disusul oleh telor ayam berikutnya, masuk ke dalam pilar di bawah telor yang kesembilan itu. Seketika terdengar tepuk sorak yang gemuruh, namun di antara mereka, Tam Goat Hua dan Lu Lenglah yang paling gembira.

Orang aneh berkedok manggut-manggut, kemudian berkata perlahan. "Kalian semua tidak perlu memujiku, itu hanya kebetulan saja. Kemungkinan besar dapat dilakukan Liat Hwe Cousu jauh lebih baik dariku."

Ketika menyaksikan orang aneh berkedok memperlihatkan kepandaian itu, diam-diam Liat Hwe Cousu terkejut dalam hati. Dia berpikir, lweekang-nya memang sudah mencapai ke tingkat yang amat tinggi, namun ilmu lweekang Hwa San Pai sudah tidak begitu murni, maka sulit melakukan seperti apa yang dilakukan orang aneh berkedok itu. Berdasarkan kemurnian lweekang orang aneh berkedok itu, tentunya bukan berasal dari golongan sesat. Setelah berpikir demikian, mendadak dia teringat seseorang, dan seketika juga menjadi tertegun.

Orang aneh berkedok memandangnya. "Eh? Kenapa kau? Apakah mau mengaku kalah?"

Ucapan itu membuat Liat Hwe Cousu tertawa dingin seraya menyahut, "Aku akan berusaha sekuat tenaga, apakah dapat melakukan seperti itu."

Nada bicaranya kedengaran yakin sekali dapat melakukan seperti itu. Dia mendekati keranjang yang berisi telor ayam, sekaligus menjulurkan kedua tangannya ke dalam keranjang itu untuk mengambil empat butir telor ayam, lalu disambitkannya ke arah pilar tersebut.

“Plak! Plak! Plak! Plak!” keempat telor ayam itu masuk ke dalam pilar, dan seketika dua belas Hwa San Tongcu bertepuk sorak.

Begitu mendengar tepuk sorak itu, Lu Leng langsung melotot. "Jangan bergembira dulu, masih ada enam butir telor!"

Di saat Lu Leng berkata begitu, terdengar lagi suara.

"Plak! Plak! Plak! Plak!"

Ternyata Liat Hwe Cousu sudah menyambitkan lagi empat butir telor ayam, dan keempat-empatnya masuk ke dalam pilar dalam posisi berderet lurus dengan telor-telor yang disambitkan pertama kali. Tam Goat Hua dan Lu Leng menyaksikan itu. Hati mereka mulai tegang, sehingga tanpa sadar mereka saling menggenggam tangan erat-erat dan di telapak tangan mereka telah merembes ke luar keringat dingin. Sedangkan suasana di ruang besar itu berubah menjadi hening sekali.

Liat Hwe Cousu mengambil dua butir telor. Ditimang-timangnya sejenak telor-telor itu lalu dilemparnya sebutir ke atas, itu adalah telor ayam kesembilan. Mendadak terdengar suara.

"Plak!" telor kesepuluh sudah membentur telor itu, lalu kedua-duanya meluncur ke arah pilar.

“Plak! Plak!” kedua telor ayam itu tidak masuk ke dalam pilar, tapi pecah dan tampak kuningnya meleleh ke luar.

Tam Goat Hua dan Lu Leng menarik nafas lega, kemudian Lu Leng langsung tertawa seraya berseru. "Kakak Goat, dia pasti sudah lapar, ingin makan kuning telor!"

Tam Goat Hua tertawa geli. Dia memandang Lu Leng dan berkata, "Adik Leng, jangan omong sembarangan! Liat Hwe Cousu bisa melakukan itu, pertanda lweekang-nya sudah amat tinggi sekali!"

Mereka berdua berkata dan menyahut, tentunya Liat Hwe Cousu mendengarnya. Namun walau amat gusar dalam hati, dia memang kalah. Maka dia menekan hawa kegusarannya, lalu berkata dengan suara dalam. "Bagaimana dengan ronde ketiga?"

Orang aneh berkedok menyahut, "Cara pertandingan ronde ketiga, harus disetujui kedua belah pihak. Bagaimana menurutmu?"

Liat Hwe Cousu manggut-manggut sambil berpikir. Memang masih ada beberapa macam ilmu andalan Hwa San Pai, namun kalau dia mengajukannya, belum tentu orang aneh berkedok akan menyetujuinya. Oleh karena itu dia diam saja.

Orang aneh berkedok berjalan mondar-mandir sejenak, setelah itu barulah berkata, "Aku akan mengajukan sebuah teka-teki, kau pun mengajukan sebuah teka-teki pula. Bagaimana?"

Padahal saat ini suasana di ruang besar itu amat tegang, sebab semua orang ingin menyaksikan pertandingan ronde ketiga, yang pasti jauh lebih seru. Akan tetapi orang aneh berkedok mendadak mengusulkan begitu, maka suasana yang tegang itu pun sirna seketika, sebaliknya malah terdengar suara tawa geli.

Wajah Liat Hwe Cousu tetap dingin, kemudian dia menghardik. "Omong kosong! Tentunya kita akan mengadu kepandaian!"

Orang aneh berkedok menyahut. "Kalau begitu, apa saranmu?"

Liat Hwe Cousu berpikir. Asal-usul orang aneh berkedok itu telah dapat diduganya sedikit. Kalau mengadu lweekang, sudah jelas akan kalah. Hanya ada satu jalan, yaitu bergebrak dengannya. Mengenai pertandingan ronde ketiga ini, memang merupakan persoalan yang amat sulit. Mendadak Liat Hwe Cousu teringat akan usulan orang aneh berkedok yang kedengarannya seperti bergurau, namun justru suatu jalan.

Perlu diketahui, Liat Hwe Cousu pernah belajar ilmu surat dan ilmu sastra, maka dia yakin tidak akan kalah dalam hal itu. Seandainya kalah mengadu teka-teki, tersiar keluar pun tidak akan mempermalukan diri sendiri, paling kaum rimba persilatan cuma tertawa geli. Setelah berpikir sampai di situ, barulah Liat Hwe Cousu berkata.

"Aku memang tidak terpikirkan cara terbaik untuk mengadu ilmu silat, sebaiknya aku terima usulmu tadi."

Orang aneh tertawa gelak. "Hahaha! Baiklah! Tapi ilmu sastra-ku amat dangkal, jangan mengajukan teka-teki yang sulit, lho!"

Liat Hwe Cousu menyahut dingin, "Kau yang ajukan duluan atau aku?"

Orang aneh berkedok manggut-manggut. "Kau sebagai tuan rumah, maka kau duluan saja!"

Tadi semua orang merasa tegang, tapi kini justru merasa tertarik karena mereka berdua akan mengadu teka-teki yang berarti mengasah otak.

Liat Hwe Cousu diam sejenak, setelah itu baru berkata, "Yu Cien Cin Chieh (Menyembah Ke depan Memperoleh Kemenangan), dari kitab Sie Su (Kitab Nabi Khong Hu Cu), harap disambung kalimat berikutnya!"

Orang aneh berkedok berseru kaget, bahkan juga tampak kebingungan. "Sie Su? itu betul-betul celaka! Sebab aku jarang menghapal ujar-ujaran Nabi Khong Hu Cu!"

Liat Hwe Cousu tertawa. Dia mengeluarkan dua batang hio, lalu menyalakan sebatang dan ditancapkan di atas meja. "Kau tidak bisa menjawab hingga hio ini terbakar habis, berarti kalah!"

Tam Goat Hua dan Lu Leng juga ikut berpikir. Berselang sesaat mendadak Tam Goat Hua berseru. "Adik Leng, aku sudah tahu!"

Tam Goat Hua memandang ke arah hio itu, ternyata sudah terbakar separuh, sedangkan orang aneh berkedok masih terus berpikir.

Lu Leng segera berkata, "Kakak Goat, cepat beritahukan kepadaku!”

Orang aneh berkedok langsung berteriak. “Tidak boleh, nanti orang akan mengatai kita sekongkol!"

Betapa gugupnya Tam Goat Hua, sebab hio itu semakin pendek. Kalau orang aneh berkedok tak dapat menjawab, itu sungguh sial!

Berselang sesaat, orang aneh berkedok memandang Tam Goat Hua seraya tertawa, "Gadis kecil, kau sungguh cerdik! Namun aku pun sudah menemukan jawabannya. Liat Hwe Cousu, sambungan kalimat itu adalah Khek Kou Ih Kun (Dengan Tegas Memperingati Anda)! Ya, kan?"

Usai orang aneh berkedok berkata, hio itu pun terbakar habis. Tam Goat Hua menarik nafas lega, sedangkan wajah Liat Hwe Cousu tampak muram, sebab jawaban orang aneh berkedok itu benar.

"Bagaimana teka-tekimu?"

Orang aneh berkedok tertawa, “Teka-tekiku agak semrawut, maka kau harus dengar baik-baik lho!"

Liat Hwe Cousu mengempos semangat. "Katakanlah!"

Orang aneh berkedok berkata, "Dilihat dari jauh sebutir telor yang telah dikupas kulitnya, dilihat dari dekat juga sebutir tetor yang telah dikupas kulitnya. Terus dilihat tetap sebutir telor yang telah dikupas kulitnya, tapi tidak bisa di makan."

Usai mengajukan teka-teki itu dia menyalakan hio, lalu ditancapkannya di atas meja. Ketika mendengar teka-teki itu kening Liat Hwe Cousu tampak herkerut-kerut, karena dia tidak menyangka orang aneh berkedok akan mengajukan teka-teki anak-anak.

Itu membuat tertegun, kemudian bertanya. "Harus menerka apa?"

Orang aneh berkedok segera menyahut. "Menerka suatu benda."

Liat Hwe Cousu menundukkan kepala sambil berpikir. Begitu pula Tam Goat Hua dan Lu Leng, mereka berdua pun ikut berpikir.

Berselang beberapa saat, Tam Goat Hua tertawa gembira seraya berkata, "Aku sudah dapat menerka."

Liat Hwe Cousu langsung melototinya, lalu memandang hio yang tertancap di atas meja. Dia gugup sekali karena hio itu hampir terbakar habis. Begitu dia gugup, pikirannya pun ikut kacau. Tak lama hio itu pun terbakar habis, Liat Hwe Cousu mendongakkan kepala seraya bertanya.

"Apa itu?"

Orang aneh berkedok mendekati Tam Goat Hua dan Lu Leng, lalu menjulurkan kedua tangannya untuk memegang mereka berdua.

"Gadis kecil, beritahukan kepadanya!"

Tam Goat Hua tertawa, "Tetap sebutir telor yang telah dikupas kulitnya!"

Liat Hwe Cousu tertegun, setelah itu menghardik. "Kalau begitu, kenapa tidak bisa di makan?!"

Orang aneh berkedok tertawa terbahak-bahak. "Telor yang telah dikupas kulitnya, tapi dipungut dari tai, apakah bisa dimakan?"

Liat Hwe Cousu tertegun sebab apa yang dikatakan orang aneh berkedok itu masuk akal. Telor matang yang telah dikupas kulitnya, dipungut dari tai apakah bisa dimakan? Tentu tidak!

Di saat Liat Hwe Cousu tertegun, orang aneh berkedok tertawa panjang seraya berkata, "Liat Hwe Cousu, sampai jumpa lagi di lain kesempatan!"

Usai berkata, orang aneh berkedok itu bergerak sambil menarik Tam Goat Hua dan Lu Leng untuk diajak melesat pergi melalui lobang di atap rumah itu. Di saat bersamaan barulah Liat Hwe Cousu tersadar, bahwa dirinya telah dipermainkan. Betapa gusarnya Liat Hwe Cousu. Dia langsung melancarkan sebuah pukulan ke atas dan pukulan itu menimbulkan suara menderu-deru.

Akan tetapi mereka bertiga sudah tidak kelihatan. Liat Hwe Cousu langsung melesat ke luar melalui pintu, tapi orang aneh berkedok, Tam Goat Hua dan Lu Leng sudah jauh di depan. Liat Hwe Cousu tahu, tidak mungkin bisa menyusul mereka. Lagi-pula kepandaian orang aneh berkedok tidak di bawah kepandaiannya. Kalau pun berhasil mengejar mereka, juga tiada gunanya. Akhirnya Liat Hwe Cousu menggeram, kemudian mendadak menghempaskan kakinya, sehingga tanah yang dipijaknya langsung ber!obang.

Sementara itu orang aneh berkedok, Tam Goat Hua dan Lu Leng masih terus melesat pergi. Beberapa mil kemudian barulah mereka berhenti.

Orang aneh berkedok tertawa terbahak-bahak kemudian berkata. "Liat Hwe Cousu amat angkuh. Kali ini dia pasti sesak nafas saking jengkel dan gusar!"

Lu Leng tertawa gembira sambil bertepuk-tepuk tangan. "Bagus! Tua bangka itu memang harus menerima ganjaran!"

Tam Goat Hua juga merasa gembira sekali, karena tadi orang aneh berkedok telah mempermainkan Liat Hwe Cousu. Akan tetapi dia tetap tidak tahu asal-usul orang aneh berkedok itu. Dia hanya ingat akan pesan ayahnya, apabila berjumpa dengan orang aneh berkedok, dia harus cepat-cepat menghindarinya. Ketika melihat Lu Leng begitu kagum kepadanya, hati gadis itu menjadi cemas sekali. Maka biar bagaimana pun dia harus mencari akal agar bisa membawa Lu Leng pergi.

Oleh karena itu dia berkata. "Cianpwee, apa yang cianpwee perintahkan telah kulaksanakan dengan baik. Entah apa sebabnya malam itu cianpwee menghendaki aku ke Istana Setan menolong Lu Leng? Bolehkah cianpwee menjelaskannya?"

Orang aneh berkedok menggoyang-goyangkan kipas rombengnya, kemudian menghela nafas panjang. "Kini sudah terlambat."

Lu Leng memang tidak tahu apa-apa, maka dia tampak tercengang, sedangkan Tam Goat Hua kelihatan terkejut, namun hatinya tergerak. "Apa yang terlambat?"

Orang aneh berkedok menatap Lu Leng dengan sorot mata tajam, lama sekali barulah menyahut. "Sesungguhnya, aku pikir menolongnya itu agar dirinya tidak menjadi sasaran semua orang untuk menekan Lu Sin Kong, tapi kini...."

Tam Goat Hua merasakan adanya sesuatu yang tak beres, maka segera bertanya. "Kini kenapa?"

Orang aneh berkedok tidak menyahut, melainkan memandang Lu Leng dengan serius sekali. "Lu Leng, dirimu memikul dendam besar. Bersediakah kau mengangkatku sebagai gurumu?"

Ketika Lu Leng mendengar dirinya memikul dendam besar, dia mengira yang dimaksudkan adalah kematian ibunya, tidak memikirkan yang lain. Maka begitu mendengar orang aneh berkedok mau menerimanya menjadi murid, dia girang bukan kepalang.

“Tapi... harus ada persetujuan dari ayahku, barulah aku mengangkat cianpwee menjadi guruku!"

Orang aneh berkedok tertawa gelak. "Tidak perlu ada persetujuan dari ayahmu, sebab ayahmu telah meninggal di Bu Yi San."

Sesungguhnya dari tadi Tam Goat Hua sudah curiga, kemungkinan besar telah terjadi sesuatu atas diri Lu Sin Kong. Maka ketika orang aneh berkedok mengatakan hal itu, dia tidak begitu terkejut lagi. Lain halnya dengan Lu Leng. Begitu mendengar berita itu, dia tampak melongo dengan mulut terganga lebar. Perlahan-lahan wajahnya berubah pucat pias, dan sepasang matanya mendelik memandang ke depan.

Menyaksikan keadaan Lu Leng, Tam Goat Hua terkejut bukan main, dan langsung memanggilnya. "Adik Leng! Adik Leng! Jangan berduka! Adik Leng!"

Namun Lu Leng kelihatan tidak mendengarnya. Dia tetap berdiri mematung di tempat dan wajahnya mulai berubah menjadi ungu, kemudian tampak kebiru-biruan. Tam Goat Hua gugup dan panik, matanya sudah basah. Dia langsung menubruknya. Di saat bersamaan terdengar orang aneh berkedok membentak.

"Jangan kau sentuh dia!"

Tam Goat Hua segera mencelat mundur, dan bertanya dengan air mata bercucuran. "Cianpwee, kenapa dia?"

Orang aneh berkedok malah tertawa, "Hahaha! Gara-gara aku menyuruhmu ke Istana Setan, justru akan meninggalkan sebuah cerita romantis dalam rimba persilatan!"

Saat ini Tam Goat Hua sedang mencemaskan keadaan Lu Leng, maka dia tidak merasa jengah ketika orang aneh berkedok mengatakan begitu. Gadis itu maju dua langkah lalu berkata. "Cianpwee, cepat tolonglah dia!"

Orang aneh berkedok menyahut, "Dia mendengar ayahnya telah meninggal, dalam hati amat berduka sehingga membuat darahnya bergolak. Kalau kau menyentuhnya, sudah pasti dia akan mati!"

Tam Goat Hua segera bertanya, "Kalau begitu harus bagaimana?"

Orang aneh berkedok menghela nafas panjang, "Kini dia akan hidup atau mati, itu tergantung pada dirinya sendiri. Kalau pikirannya bisa terbuka, walau ayahnya sudah meninggal namun dirinya masih memikul dendam yang harus di balas, dia pasti dapat tenang kembali. Apabila pikirannya tidak bisa terbuka, aku pun tidak bisa berbuat apa-apa."

Tam Goat Hua memandang Lu Leng dengan air mata berlinang-linang. Berselang sesaat, wajah Lu Leng mulai berubah merah.

"Uaaakh!" mulutnya menyemburkan darah segar.

Kebetulan Tam Goat Hua berdiri di hadapannya, maka semburan darah segar itu tepat mengenai mukanya. Namun gadis itu sama sekali tidak menghiraukan mukanya. Ketika melihat wajah Lu Leng berubah merah, dia tahu keadaan Lu Leng sudah tidak bahaya lagi, maka dia langsung mengangkat sebelah tangannya untuk menyeka mulut Lu Leng dengan ujung lengan bajunya.

"Adik Leng, jangan begitu lagi! Aku... aku cemas sekali!"

Air mata Lu Leng meleleh, wajah kembali pucat pias dan bibir bergerak gerak. "Kakak Goat, kau sungguh baik sekali terhadapku!"

Kemudian mereka berdua berpeluk-pelukan, maka orang aneh berkedok berjalan pergi sambil menghela nafas panjang. Ternyata sepasang remaja itu telah membuatnya teringat kembali akan beberapa kejadian....

Tak seberapa lama kemudian, Tam Goat Hua dan Lu Leng melepaskan pelukan masing-masing. Dengan langkah sempoyongan Lu Leng mendekati orang aneh berkedok itu, lalu berlutut di hadapannya, "Guru, siapa yang membunuh ayahku? Harap guru beritahukan, murid akan pergi membalas dendam!"

Orang aneh berkedok membangunkannya, lalu menyahut, "Anak Leng, ayahmu terbunuh oleh pedang Ang Eng Leng Long."

Apa yang dikatakan orang aneh berkedok, membuat Tam Goat Hua dan Lu Leng tertegun. Sebab mereka tahu bahwa Ang Eng Leng Long adalah ketua Go Bi Pai, sedangkan Lu Sin Kong adik seperguruannya. Saudara seperguruan saling membunuh, itu sungguh tidak dapat dipercaya. Namun yang memberitahukan adalah orang aneh berkedok, yang tentunya tidak akan berdusta.

Di saat Tam Goat Hua dan Lu Leng tertegun, orang aneh berkedok melanjutkan lagi. "Gadis kecil, setelah kau meninggalkan puncak Sian Jin Hong, terjadi suatu perubahan yang amat mengejutkan. Padahal pertarungan antara sesama kaum rimba persilatan, itu tidak mengherankan...," berkata sampai di situ, orang aneh berkedok pun menghela nafas panjang. "Tapi justru tak terpikirkan, perkembangan urusan di sana begitu mengejutkan. Sungguh tak sampai hati aku menyaksikannya!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar