Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 12

Tam Goat Hua baru tahu, setelah dia dan si Budak Setan pergi, rumah besar itu justru ludes dilalap api. Kalau kebakaran biasa, tidak mungkin begitu cepat, pasti sengaja dibakar. Kepandaian majikan rumah itu amat tinggi sekali. Kalau tidak secara mati-matian melawan suara harpa itu, Tam Goat Hua pasti sudah binasa. Kepandaian majikan rumah itu begitu tinggi, siapa yang sanggup melawannya? Tentunya yang membakar rumah itu adalah dirinya sendiri. Apa sebabnya dia membakar rumahnya sendiri? Itu tidak sulit diterka, Karena tempat tinggalnya telah diketahui oleh Tam Goat Hua.

Cara si Nabi Setan-Seng Ling bertanya kepada si Budak Setan, kedengarannya seperti si Budak Setan itu sudah tahu siapa dan rupa majikan rumah itu. Sedangkan Tam Goat Hua hanya tahu, majikan rumah itu punya hubungan dengan kekacauan rimba persilatan belum lama ini. Maka Tam Goat Hua mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Hamba sungguh tidak tahu," jawab si Budak Setan.

Nada suara si Nabi Setan-Seng Ling berubah lembut. "Kau tidak tahu? Kalau begitu untuk apa dia menyuruh orangnya ke mari mencarimu?"

Si Budak Setan berpikir sejenak, baru kemudian menyahut. "Mungkin dia tahu hamba memiliki ginkang tinggi, lagi-pula bisa mencari benda-benda aneh, maka pihak rumah itu ingin mencariku."

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa dingin. "Memang mungkin begitu."

Nada suara si Nabi Setan-Seng Ling begitu dingin, sudah jelas dia tidak percaya akan perkataan si Budak Setan. Namun dia pun tahu sifat si Budak Setan. Kalau dia tidak mau memberitahukan, biar didesak bagaimana pun tetap tidak akan menjawab. Karena itu si Nabi Setan-Seng Ling tidak bertanya lagi.

"Budak Setan, kalau kau di sini mendengar suara orang, harus segera melapor kepadaku! Jangan lupa!"

Si Budak Setan mengangguk. "Ya."

Si Nabi Setan-Seng Ling memandang kedua putranya seraya berkata. "Mari kita kembali ke Istana Setan!"

Tak seberapa lama terdengarlah suara berderak, lalu disusul suara si Budak Setan.

"Nona Tam, sudah boleh keluar!"

Tam Goat Hua melesat ke luar dari tempat persembunyiannya dengan wajah muram. Dia pergi ke Istana Setan untuk menolong orang, namun sebelum melaksanakannya, si Nabi Setan-Seng Ling dan kedua putranya sudah pulang dari Bu Yi San. Oleh karena itu dia menjadi kesal, sebaliknya si Budak Setan malah tertawa gembira seraya berkata.

"Nona Tam, mereka sudah pergi."

Sungguh buruk sekali. Padahal Tam Goat Hua sedang kesal. Namun ketika mendengar tawa itu, dia malah tertawa geli, kemudian menghela nafas panjang. "Budak Setan, kau sungguh baik terhadapku. Aku amat berterima-kasih padamu, dan aku pun sudah minum ‘Sari Air Batu’. Mungkin lukaku akan pulih esok, maka kita akan berpisah."

Tertegun si Budak Setan. "Nona Tam, kau... masih ingin ke Istana Setan?"

Tam Goat Hua terkejut. "Budak Setan, bagaimana kau tahu aku akan ke Istana Setan?"

Si Budak Setan tertawa. "Selain memiliki ginkang tinggi, pendengaranku pun amat tajam sekali. Malam itu aku berada di puncak Sian Jin Hong, maka mendengar pembicaraanmu dengan orang aneh berkedok itu. Karena itu aku mengikutimu meninggalkan puncak Sian Jin Hong, sekaligus memperingatimu agar tidak ke Istana Setan."

Tam Goat Hua bertanya dengan heran. "Kita tidak saling mengenal, kenapa kau begitu memperhatikanku?"

Mendadak wajah si Budak Setan memerah. Dia tak dapat menjawab, dan itu membuat Tam Goat Hua terheran-heran. Tiba-tiba si Budak Setan membalikkan badannya. Bahunya tampak bergerak seakan sedang menangis. Hati Tam Goat Hua semakin merasa heran. Dia segera mendekatinya, lalu memegang bahunya.

"Budak Setan...."

Akan tetapi, si Budak Setan malah melesat pergi seraya berkata. "Jangan sentuh aku! Aku tahu diriku tidak serupa manusia, tidak pantas bersamamu, juga tidak pantas memperingatimu!"

Tertegun Tam Goat Hua. Dia tidak menyangka si Budak Setan begitu sedih lantaran buruk rupa, dan itu membuatnya tak dapat mengucapkan apa pun. Perlu diketahui, Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu perasaan si Budak Setan yang berkecamuk itu. Setelah diam beberapa saat, barulah gadis itu berkata dengan sungguh-sungguh.

"Budak Setan, kau jangan berpikir begitu! Buruk muka atau rupawan tetap dilahirkan orang tua, itu tidak menjadi masalah."

Mendengar ucapan itu, si Budak Setan berhenti menangis. Dia mendongakkan kepalanya memandang Tam Goat Hua, sedangkan gadis itu mulai berkata lagi.

"Budak Setan, hatimu amat baik. Lebih baik kau jangan bersama si Setan, juga jangan menjadi budaknya."

Si Budak Setan menghela nafas panjang. "Nona Tam, beberapa tahun ini aku pun sudah tahu sifat dan kelakuan tuan penolong. Tapi... dia adalah tuan penolongku, maka aku harus menjadi budaknya."

Tam Goat Hua menatapnya. Dia ingin tahu jelas mengenai identitas si Budak Setan. "Budak Setan, kini kita sudah menjadi kawan. Tentunya kau boleh memberitahukan tentang riwayat hidupmu, bukan?" tanyanya.

Begitu mendengar apa yang dikatakan Tam Goat Hua, si Budak Setan girang bukan main dan langsung berloncat-loncatan.

"Nona Tam, aku... aku berderajat menjadi kawanmu?"

Tam Goat Hua tertawa. "Kita adalah kaum rimba persilatan kenapa tidak berderajat?"

Setelah berloncat-loncatan, barulah si Budak Setan duduk di sisi Tam Goat Hua. Dia memandang gadis itu sejenak, lalu berkata. "Nona Tam, kau sungguh baik!"

Tam Goat Hua tertawa lagi. "Oh ya, Budak Setan, tahun ini berapa usiamu?"

Si Budak Setan menundukkan kepala, kemudian menjawab dengan suara rendah seakan merasa malu. "Tahun ini usiaku sudah dua puluh, tapi masih tidak mengerti apa-apa."

Tam Goat Hua tersenyum. "Budak Setan, jangan berkata begitu!"

Si Budak Setan mendongakkan kepala, dia memandang Tam Goat Hua dengan mata berbinar-binar. "Sejak aku mengerti urusan, aku sudah berada di dalam goa ini. Aku tidak tahu nama dan margaku. Selain itu, di dalam goa ini terdapat sosok tengkorak."

Tam Goat Hua terkejut. "Sosok tengkorak?"

Si Budak Setan mengangguk. "Tidak salah. Kini aku baru ingat sosok tengkorak itu. Mungkin familiku yang membopongku ke mari, tapi dia mati di goa ini."

Tam Goat Hua terbelalak. "Kalau begitu kau makan apa di dalam goa ini?"

Si Budak Setan menyahut. "Aku tidak begitu ingat, hanya ingat aku minum air yang menetes ke luar dari batu besar itu, yang ternyata adalah ‘Sari Air Batu’. Ketika itu, setiap hari pasti menetes ke luar, namun tujuh delapan tahun lampau, setiap tiga tahun hanya menetes kira-kira satu cangkir saja.”

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Sungguh kebetulan, aku yang minum ‘Sari Air Batu itu’!"

Si Budak Setan tertawa. "Setelah aku berusia sepuluh tahun, barulah aku dapat membuka pintu goa itu. Aku memperoleh busur itu dari sosok tengkorak, kemudian aku pun membuat panah-panah kecil untuk berburu. Sejak kecil aku minum ‘Sari Air Batu’, maka badanku ringan sekali, dan tiada seorang pun melihatku."

Tam Goat Hua memandangnya seraya bertanya. "Bagaimana si Nabi Setan-Seng Ling bisa menjadi tuan penolongmu?"

Si Budak Setan menjawab. "Empat tahun yang lalu, aku pergi berburu. Dalam beberapa tahun itu, aku tidak berani pergi jauh, hanya di sekitar tempat ini saja. Begitu ada orang, aku langsung bersembunyi. Namun hari itu, entah apa sebabnya nyaliku menjadi besar. Aku berani ke tempat yang agak jauh, sehingga aku menemukan sebuah rumah besar...."

Tam Goat Hua tertarik akan penuturan itu. "Sebuah rumah besar? Rumah besar tempat kita berteduh kemarin?"

Si Budak Setan mengangguk. "Betul."

Tam Goat Hua segera berkata. "Apa yang kau lihat di dalam rumah besar itu? Cepat beritahukan!"

Si Budak Setan memandang Tam Goat Hua. "Nona Tam, haruskah kuberitahukan?"

Gadis itu menegaskan. "Memang harus."

Si Budak Setan tertegun. "Mengapa?"

Tam Goat Hua segera menutur tentang Lu Sin Kong yang menerima kotak kayu titipan, kemudian juga menutur mengenai puncak Sian Jin Hong dan lain sebagainya. Setelah mendengar penuturan itu, si Budak Setan berkata.

"Kalau begitu, tentunya aku harus memberitahukan. Padahal aku sudah tidak mau mengungkit urusan itu. Hari itu ketika aku sampai di rumah besar tersebut aku menengok ke sana ke mari. Karena aku merasa heran, maka aku memasuki rumah itu melalui tembok."

Si Budak Setan berhenti sejenak, setelah itu barulah melanjutkan. "Di saat aku baru meloncat, terdengar suara jeritan yang menyayat hati...." Si Budak Setan menggeleng-gelengkan kepala, dan tampak merasa seram, kemudian menambahkan. "Aku masih ingat sekarang, suara jeritan itu berasal dari ruangan besar. Aku tertegun tapi melesat ke sana juga untuk melihat. Aku melihat seseorang berlumuran darah berdiri di tengah-tengah ruangan besar itu, namun di ruang besar itu tidak hanya satu orang, masih ada beberapa orang tergeletak di lantai."

Mendengar sampai di situ, Tam Goat Hua segera bertanya. "Ada berapa orang tergeletak di lantai? Siapa mereka itu?"

Si Budak Setan menyahut. "Yang tergeletak di lantai berjumlah lima orang, namun aku tidak tahu siapa mereka. Lagi pula aku tidak melihat jelas wajah mereka, karena wajah dan sekujur badan mereka telah berlumuran darah. Aku hanya melihat satu orang. Sepasang matanya menyorotkan sinar kebengisan, namun wajahnya penuh noda darah, maka aku tidak melihat jelas wajahnya. Dia menatap dingin mayat-mayat itu, kemudian mendadak mendongakkan kepala sambil tertawa gelak. Ketika itu aku merasa takut sekali, tidak punya nyali untuk terus menyaksikannya. Tapi mendadak aku melihat suatu benda, itu membuatku terus mengintip."

Tam Goat Hua bertanya cepat. "Kau melihat apa?"

Si Budak Setan tidak menyahut. Dia memandang Tam Goat Hua, lalu melesat ke sudut goa. Tak lama dia kembali ke sisi gadis itu bagaikan gulungan asap. Tangannya membawa sebuah kotak kayu yang kemudian diserahkan kepada Tam Goat Hua.

Tam Goat Hua menerima kotak kayu itu, dirasanya kotak itu agak berat. Dia segera tahu bahwa kotak kayu itu dibikin dari kayu harum, sebab baunya harum pula. Di permukaan kotak kayu itu diukir seekor naga, namun tidak begitu mirip naga, juga tidak mirip burung phoenix, lebih mirip semacam makhluk aneh. Tam Goat Hua membukanya, ternyata di dalam tidak berisi apa pun, hanya tampak sebuah lekukan.

Kini gadis itu tahu bahwa kotak itu untuk menaruh busur. "Ketika itu, kau melihat kotak kayu ini?"

Si Budak Setan menyahut. "Bukan. Kotak kayu ini berada di sisi sosok tengkorak itu."

Tam Goat Hua bertanya heran. "Kalau begitu, kau melihat apa di sana?"

Si Budak Setan memberitahukan. "Aku melihat sebuah kotak kayu, hanya saja kotak kayu itu lebih panjang. Di permukaan kotak kayu itu juga diukir makhluk aneh seperti ini."

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Sungguh mengherankan, kau lanjutkan saja!"

Si Budak Setan segera melanjutkan. "Kotak kayu itu berada di atas meja. Setelah tertawa gelak, orang itu lalu mendekati kotak kayu itu dan membukanya. Barang yang terdapat di dalamnya, aku tidak kenal sama sekali. Kemudian baru tahu, itu adalah sebuah harpa."

Tam Goat Hua kelihatan girang sekali. "Sebuah harpa?"

Si Budak Setan mengangguk. "Tidak salah. Setelah aku bertanya kepada orang, barulah aku tahu itu memang sebuah harpa. Ketika itu aku justru tidak habis pikir, barang apa itu? Di saat aku sedang berpikir, orang itu tertawa gelak lagi sambil memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu. Dia berkata sengit ‘Kalian juga berani ikut berebut dengan aku?’ Orang itu tertawa dingin sambil menjulurkan tangannya untuk memetik tali senar harpa itu, akan tetapi harpa itu sama sekali tidak mengeluarkan suara. Orang itu tampak gusar sekali, lalu memetik dengan sekuat tenaga. Aku terus mengintip karena tertarik, sebab orang itu sebelah tangannya punya enam jari."

Tam Goat Hua mendengarkan dengan penuh perhatian, dan tampak amat tertarik sekali akan penuturan itu.

"Lama sekali aku mengintip...," lanjut si Budak Setan, "Di saat dia memetik sekuat tenaga, terdengarlah suara bagaikan halilintar membelah bumi dan menggoncangkan segala apa yang ada di sana."

Mendengar sampai di situ, air muka Tam Goat Hua berubah hebat, namun tidak bersuara sedikit pun.

"Suara harpa itu membuat hatiku menjadi kacau balau...," lanjut si Budak Setan memberitahukan. "Padahal aku mengintip dari jendela, tapi suara harpa itu membuat diriku jatuh. Sesungguhnya aku dapat mengerahkan ginkang-ku. Tapi justru hingga saat ini aku masih merasa bingung, kenapa ketika itu aku tidak mampu mengerahkan ginkang, malah jatuh gedebuk di tanah. Aku menahan sakit dan ketika aku baru mau bangkit berdiri, orang itu sudah melesat ke luar melalui jendela. Di saat bersamaan, aku segera melesat pergi. Orang itu. tidak dapat mengejarku sebab dalam sekejap aku sudah jauh sekali. Karena aku tidak melihat jelas tempat yang kulalui, akhirnya aku kesasar di sebuah lembah yang penuh ular beracun. Ketika aku mengetahui itu, justru aku telah digigit oleh seekor ular belang. Aku masih berhasil meloloskan diri dari lembah ular beracun itu, tapi pingsan di tengah jalan. Si Nabi Setan-Seng Ling yang menyelamatkan nyawaku. Sejak itu aku rela menjadi budaknya. Dia memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu ginkang, dan aku pun kenal orang-orang Istana Setan, namun aku tetap tinggal di sini."

Kini Tam Goat Hua sudah tahu riwayat hidup si Budak Setan, bahkan juga tahu orang itu memperoleh harpa tersebut beberapa tahun lalu. Setelah berpikir sejenak, Tam Goat Hua bertanya lagi.

"Selanjutnya kau masih ke rumah besar itu?"

Si Budak Setan menjawab. "Hari itu aku nyaris kehilangan nyawa, bagaimana mungkin aku masih berani ke sana? Kemarin aku terus mengikutimu, namun mendadak kehilangan jejakmu, sedangkan hujan deras masih turun tak berhenti-henti, maka aku tahu kau pasti pergi berteduh di rumah itu. Aku pun memberanikan diri ke rumah itu, tapi tak disangka malah kau yang menyelamatkan jiwaku."

Tam Goat Hua tertawa. "Kalau kau tidak memanah ketiga orang itu, mungkin aku pun tidak dapat meloloskan diri."

Setelah bercakap-cakap sejenak, Tam Goat Hua lalu duduk bersila menghimpun hawa murni. Keesokan paginya, luka gadis itu telah sembuh. Itu berkat Sari Air Batu yang diminumnya, maka dia begitu cepat sembuh dan penuh bersemangat pula. Sudah dua hari Tam Goat Hua berada di dalam goa itu. Dia berpamit kepada si Budak Setan, seketika wajah si Budak Setan berubah murung.

"Nona Tam, kau sungguh ingin ke Istana Setan?"

Tam Goat Hua mengangguk. "Ya. Karena aku sudah berjanji kepada orang aneh berkedok itu, dan aku tidak boleh ingkar janji."

Si Budak Setan menggeleng-gelengkan kepala. "Nona Tam, aku tahu Lu Leng dikurung di mana. Juga tahu itu tuan penolong menyuruh orang-orangnya untuk merebut Lu Leng di sekitar kota Lam Cong. Namun kemudian direbut orang lagi, karena itu tuan penolong marah sekali. Beberapa hari kemudian baru berhasil merebut kembali Lu Leng. Maka kini bagaimana mungkin begitu gampang menolongnya? Nona Tam, lebih baik kau jangan ke sana!"

Hati Tam Goat Hua tergerak, maka dia segera bertanya. "Budak Setan! Kalau begitu, kau pasti tahu jelas mengenai keadaan Istana Setan, bukan?"

Si Budak Setan manggut-manggut. "Tentu."

Tam Goat Hua girang bukan main. "Bagus sekali! Aku tidak pernah memasuki Istana Setan itu, namun menolong orang memang amat penting. Bagaimana kalau kau menemaniku ke sana?"

Setelah mendengar ucapan itu si Budak Setan tertegun dan mulutnya ternganga lebar, lama sekali tidak dapat bersuara. Tam Goat Hua berkata lagi.

"Kalau kau tidak mau aku tidak akan memaksamu."

Si Budak Setan segera menyahut. "Nona Tam, bukan aku tidak mau, melainkan si Nabi Setan-Seng Ling adalah tuan penolongku. Aku...."

Tam Goat Hua tahu bahwa si Budak Setan amat kenal budi. Dalam hatinya sudah muncul suatu ide, wajahnya langsung berubah dan berkata.

"Kalau begitu, baiklah! Sampai jumpa!"

Tam Goat Hua segera melesat pergi. Si Budak Setan segera memanggilnya.

"Nona Tam! Nona Tam...!"

Si Budak Setan melesat mengejar Tam Goat Hua, tapi gadis itu langsung mengayunkan rantainya seraya membentak.

"Kalau kau berani menghalangiku, aku tidak akan berlaku sungkan-sungkan terhadapmu!"

Si Budak Setan berkelit wajahnya, tampak berduka sekali. Sedangkan Tam Goat Hua berkata dalam hati, "Aku pergi ke Istana Setan, kau pasti akan mengikutiku. Setelah aku memasuki Istana Setan, kau pasti akan melindungiku pula."

Usai berkata dalam hati, Tam Goat Hua segera membuka pintu goa, lalu melesat pergi ke arah utara. Akan tetapi apa yang terjadi nanti, justru berlawanan dengan apa yang dikatakannya dalam hati, dan itu akan diceritakan kelak.

Sementara itu Tam Goat Hua terus melesat ke arah utara. Ketika hari mulai gelap, dia sudah tiba di kaki gunung Pak Bong San. Pohon-pohon di Pak Bong San amat lebat. Tam Goat Hua menengok ke sana ke mari, akhirnya dia melihat sebuah batu yang cukup besar yang berukir beberapa huruf, yaitu ‘Istana Setan’. Tertegun Tam Goat Hua ketika membaca huruf itu.

Karena dia khawatir terlihat oleh orang Istana Setan, dia segera melesat ke belakang sebuah pohon bersembunyi di sana. Setelah itu, barulah dia mengamati keadaan di sekitarnya. Selain tulisan itu, masih terdapat tulisan lain ‘Masih Tiga Mil’. Tam Goat Hua mengerutkan kening, sebab si Nabi Setan-Seng Ling amat sombong. Biasanya kaum rimba persilatan sama sekali tidak mau memberitahukan markas penting mereka, namun si Nabi Setan justru memberitahukan dengan tulisan tersebut, bahwa tiga mil lagi akan tiba di Istana Setan.

Keadaan di sekitar tempat itu sangat sepi, sama sekali tidak terdengar suara apa pun. Tam Goat Hua mulai berjalan dengan hati-hati. Namun sungguh mengherankan, walau dia sudah menempuh kira-kira dua mil, tapi tidak menemui kejadian apa pun. Gadis itu terus berjalan. Berselang beberapa saat kemudian dia mendongakkan kepala. Tampak di depan berdiri sebuah bukit kecil.

Adanya bukit kecil di gunung itu sebetulnya tidak mengherankan namun bentuk bukit itu amat aneh, tentunya akan menarik perhatian orang. Seketika Tam Goat Hua melesat ke belakang sebuah batu besar, dia bersembunyi di situ dengan perasaan tegang sekali. Ternyata tinggi bukit kecil itu hanya dua tiga puluh depa, tapi batu-batu bukit itu beraneka warna dan berbentuk aneh sekali. Ada yang berwarna hitam, merah dan warna lain. Di bukit kecil itu tidak tampak ada tumbuhan. Lagi pula batu-batu itu berjumlah ribuan, tersusun rapi membentuk sebuah tengkorak, kelihatannya amat menyeramkan.

Menyaksikan keadaan itu, Tam Goat Hua sudah tahu bahwa dia sudah sampai di depan Istana Setan, dan itu membuat hatinya menjadi deg-degan. Mengenai cerita tentang Istana Setan, dan peringatan dari si Budak Setan, seketika mendengung di dalam telinganya. Kini dia harus memasuki Istana Setan yang amat berbahaya itu demi menolong orang, itu membuatnya berpikir berulang kali. Tam Goat Hua terus bersembunyi di belakang batu itu dan berusaha menenangkan hatinya sendiri.

Di depan Istana Setan, kelihatan begitu sepi, justru membuat orang menjadi tidak tenang. Cukup lama Tam Goat Hua berada di belakang batu itu. Kemudian dia berkertak gigi sambil mencelat ke depan, beberapa depa di hadapan Istana Setan, lalu bersembunyi di belakang sebuah pohon.

Saat ini jarak antara Tam Goat Hua dengan bukit kecil itu semakin dekat, maka dia dapat melihat dengan jelas pintu depan Istana Setan. Di situ terdapat sebuah batu yang agak menonjol, mungkin di situ merupakan pintu masuk Istana Setan, sebab terukir tulisan warna merah darah ‘Istana Setan’. Siapa yang melihat tulisan itu, sekujur badannya pasti merinding.

Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam. Istana Setan itu memang tidak bernama kosong, pikirnya dengan kening berkerut-kerut. Jangankan mau menerjang ke dalam Neraka Delapan Belas Lapis untuk menolong orang, memasuki pintu gerbang Istana Setan itu pun tidak gampang. Seandainya si Nabi Setan-Seng Ling belum pulang, mungkin masih dapat memasuki pintu gerbang itu. Tapi kini si Nabi Setan-Seng Ling sudah sampai di Istana Setan, maka sulit baginya untuk memasuki Istana Setan itu.

Berpikir sampai di situ, dia menghela nafas panjang. Mendadak dia merasa di sisinya terdengar suara yang amat lirih, seperti suara daun rontok melayang ke bawah. Semula Tam Goat Hua terkejut bukan main, namun kemudian malah menjadi tenang karena menduga yang berada di sisinya pasti si Budak Setan. Selain si Budak Setan, siapa yang memiliki ginkang begitu tinggi? Tanpa menoleh Tam Goat Hua bertanya dengan suara rendah.

"Budak Setan, kau sudah menyusul ke mari?"

Terdengar suara helaan nafas yang perlahan, setelah itu baru terdengar suara sahutan, "Nona Tam, betul aku yang ke mari."

Tam Goat Hua menoleh. Tampak si Budak Setan duduk di dahan pohon, wajahnya yang buruk itu kelihatan murung dan sepasang matanya mencerminkan perasaannya yang berkecamuk. Begitu beradu dengan sorotan mata si Budak Setan, tersentaklah hati Tam Goat Hua, sebab sorotan mata itu adalah demi dirinya.

Tentunya gadis itu dapat menduga, apa sebabnya sepasang mata si Budak Setan menyorot begitu. Tidak lain dalam benak si Budak Setan amat mencintai Tam Goat Hua. Gadis itu juga tahu, si Budak Setan tidak akan mencurahkan cinta kasihnya karena dirinya merasa wajahnya buruk sekali.

Tam Goat Hua menatapnya sejenak, kemudian tertawa ringan seraya berkata. "Mau apa kau ke mari?"

Si Budak Setan menyahut dengan suara rendah. "Aku juga tidak tahu mau apa aku ke mari. Mungkin hanya ingin menasihatimu saja, nona Tam. Kau jangan masuk ke Istana Setan menolong orang! Mengenai pintu batu itu, kalau tidak dibuka dari dalam, si Setan-Seng Ling sendiri pun tidak dapat membukanya dari luar."

Tam Goat Hua tertegun. "Mengapa?"

Si Budak Setan tersenyum getir. "Pintu batu itu beratnya ribuan kati, tidak dapat digerakkan dengan tenaga manusia, hanya dapat digerakkan dengan alat. Semua alat berada di dalam goa, maka orang yang berada di luar sama sekali tidak bisa memasuki Istana Setan."

Tam Goat Hua mempercayai perkataan si Budak Setan. Dia menghela nafas panjang. "Budak Setan, kau menasihatiku agar tidak memasuki Istana Setan, itu tidak mungkin. Aku sudah mengabulkan permintaan orang, maka aku harus melaksanakannya. Kalau tidak bisa masuk secara diam-diam, aku terpaksa masuk secara terang-terangan."

Tam Goat Hua melangkah ke luar. Badannya baru bergerak, air muka si Budak Setan lantas berubah hebat. Mendadak dia menjulurkan tangannya, kelihatannya ingin menarik tangan gadis itu, namun kemudian dia segera menarik kembali tangannya.

"Nona Tam!" serunya panik.

Tam Goat Hua tahu bahwa si Budak Setan pasti akan menghalanginya, maka dia menoleh seraya tertawa, "Ada urusan apa?"

Wajah si Budak Setan memerah. "ltu tidak boleh! Tuan penolong berada di dalam istana!"

Tam Goat Hua ingin membuat si Budak Setan bertambah panik, maka dia berkata dengan dingin. "Aku sudah berjanji dengan orang. Kalau aku ingkar janji, lebih baik aku mati."

Sembari berkata Tam Goat Hua maju ke pintu Istana Setan. Seketika badan si Budak Setan berkelebat ke hadapannya, kemudian bermohon dengan terisak-isak.

"Nona Tam, kau...."

Sepasang alis Tam Goat Hua terangkat ke atas seraya berkata. "Heran! Aku mau pergi menempuh bahaya, ada hubungan apa denganmu?"

Wajah si Budak Setan memerah sampai ke telinga. "Aku... aku...."

Si Budak Setan tak dapat melanjutkan ucapannya, sedangkan Tam Goat Hua yakin akan dugaannya tadi, yakni mengenai perasaan si Budak Setan terhadapnya.

"Kau amat menaruh perhatian padaku, tidak berharap aku menempuh bahaya, kan?"

Si Budak Setan mengangguk.

Tam Goat Hua berkata dengan suara rendah. "Budak Setan, kau menaruh perhatian padaku, maka seharusnya membantuku."

Wajah si Budak Setan tampak murung sekali. "Tapi... si Nabi Setan adalah tuan penolongku, aku...."

Tam Goat Hua menatapnya tajam. "Budak Setan, aku tidak akan mencelakainya. Aku masuk Istana Setan hanya ingin menolong seseorang, kenapa kau terus-menerus membelanya? Walau pun dia tuan penolongmu, namun kau juga bersedia berbuat jahat bersamanya?"

Si Budak Setan diam saja, lama sekali barulah membuka mulut. "Nona Tam, kalau begitu apa yang harus kulakukan?”

Begitu mendengar pertanyaan tersebut, giranglah hati Tam Goat Hua karena si Budak Setan sudah bersedia membantunya. Tam Goat Hua segera menarik si Budak Setan untuk diajak bersembunyi di belakang pohon. Si Budak Setan terus-menerus mengikuti Tam Goat Hua, itu dikarenakan dia telah jatuh hati padanya. Namun karena wajahnya amat buruk, maka selama itu dia tidak berani berhadapan dengan gadis itu.

Karena Tam Goat Hua sama sekali tidak mencela keburukan wajahnya, itu membuat si Budak Setan amat kagum dan menghormatinya. Dalam hati si Budak Setan, Tam Goat Hua merupakan seorang bidadari. Dia sama sekali tidak berharap Tam Goat Hua mencintainya juga, sebaliknya malah berharap ada pemuda tampan mencintai gadis itu. Kalau benar muncul pemuda tampan, hati si Budak Setan pasti berduka sekali, namun dia rela dirinya berduka asal melihat Tam Goat Hua bahagia.

Ketika gadis itu menariknya ke belakang pohon, hati si Budak Setan menjadi tegang dan berdebar-debar tidak karuan, menyebabkannya nyaris sulit bernafas. Melihat itu, Tam Goat Hua terheran-heran.

"Budak Setan, apakah lukamu masih belum sembuh?"

Si Budak Setan menjawab dengan wajah memerah. "Sejak kecil aku minum ‘Sari Air Batu’, maka walau aku terluka parah, dalam waktu satu jam pasti sembuh."

Tam Goat Hua manggut-manggut. "Oooh! Budak Setan, kalau kau bersedia membantuku, kau cukup melakukan satu hal saja."

Si Budak Setan segera bertanya, "Hal apa?"

Tam Goat Hua menyahut dengan suara rendah. "Kau pergi memberitahukan kepada si Nabi Setan-Seng Ling, bahwa Thian Hou Lu Cong Piau Tau bersama para jago Go Bi dan Tiam Cong Pai sudah ke mari, namun masih berada dikira-kira sepuluh mil. Kau membohonginya agar meninggalkan Istana Setan, urusan selanjutnya kau tidak usah tahu."

Mendengar itu, si Budak Setan menjadi tertegun.

Tam Goat Hua segera bertanya. "Kau setuju? Jangan membuang-buang waktu!"

Si Budak Setan menghela nafas panjang. "Nona Tam, kalau pun si Nabi Setan-Seng Ling meninggalkan Istana Setan, dirimu tetap dalam bahaya."

Tam Goat Hua mendengus. "Budak Setan, kau seorang lelaki, tapi kenapa nyalimu lebih kecil dariku ? Tentunya aku punya akal. Kau tidak mau mewakiliku berseru agar pintu batu itu terbuka?"

Si Budak Setan menghela nafas panjang lagi. "Nona Tam, kalau kau merasa ada sesuatu yang mencurigakan janganlah kau masuk lagi!"

Tam Goat Hua mengangguk. "Aku tahu. Cepatlah kau berseru agar pintu batu itu dibuka!"

Si Budak Setan memandang Tam Goat Hua sejenak, lalu berkelebat ke sisi pintu batu itu. Sampai di sisi pintu batu dia memungut sebuah batu, kemudian mengetuk pintu batu itu dengan batu tersebut. Seketika terdengar suara yang amat memekakkan telinga. Si Budak Setan terus mengetuk pintu batu itu. Tam Goat Hua menghitung, ketukan itu berjumlah tujuh belas kali. Setelah itu, si Budak Setan mengetuk lagi agak perlahan, juga tujuh belas kali.

Tak lama terdengar suara hiruk-pikuk di dalam dan tampak pintu batu yang berbentuk tengkorak itu bergerak perlahan-lahan ke belakang satu depa, terdengar pula suara seruan.

"Siapa yang mengetuk pintu Istana Setan?!"

Si Budak Setan memandang Tam Goat Hua sejenak, kemudian memberanikan diri untuk menyahut. "Aku, ada urusan penting ingin menghadap tuan penolong, harap segera buka pintu!"

Di saat si Budak Setan menyahut, Tam Goat Hua melesat ke sisi pintu batu itu sambil memberi isyarat kepada si Budak Setan.

Orang yang berada di dalam tertawa. "Hahaha! Ternyata kau, apakah kau ingin mengantar suatu benda aneh untuk tuan penolongmu?"

Sebelum si Budak Setan menyahut, Tam Goat Hua cepat-cepat melesat ke dalam laksana kilat. Si Budak Setan menarik nafas lega, lalu masuk ke dalam. Setelah si Budak Setan masuk, pintu batu itu segera tertutup kembali. Saat ini betapa tegangnya Tam Goat Hua, bahkan dia terus berpikir, bagaimana kalau si Nabi Setan tidak mempercayai omongan si Budak Setan? Bagaimana seandainya si Nabi Setan-Seng Ling menghendaki Lu Sin Kong masuk ke dalam Istana Setan menemuinya? Bagaimana apabila si Nabi Setan-Seng Ling tidak mau meninggalkan Istana Setan itu?

Kalau salah satu yang dipikirkan Tam Goat Hua ternyata benar, maka gadis itu pasti mengalami kesulitan di dalam Istana Setan. Apabila dia berhasil menolong Lu Leng, lalu cara bagaimana dia membawanya meninggalkan Istana Setan tersebut? Setelah berpikir itu, kini Tam Goat Hua baru sadar betapa kecil harapannya, bahkan menyeret si Budak Setan pula.

Setelah pintu batu itu tertutup kembali, terdengar suara siulan yang amat menyeramkan, kemudian tampak bayangan-bayangan berkelebat ke sana. Delapan orang sudah berdiri di sana. Terdengar lagi suara hiruk pikuk, ternyata pintu batu itu terbuka lagi, lalu muncul Seng Cai dan Seng Bou, menyusul adalah si Nabi Setan-Seng Ling bersama si Budak Setan.

Wajah si Nabi Setan-Seng Ling berseri-seri dan dia berkata. "Budak Setan, kau di depan sebagai penunjuk jalan!"

Si Budak Setan mengangguk, lalu segera melesat ke luar, yang lain pun segera mengikutinya dari belakang.

Betapa girangnya Tam Goat Hua, karena si Budak Setan berhasil membohongi si Nabi Setan-Seng Ling. Namun gadis itu tahu, pergi pulang dua puluh mil hanya sekejap saja. Maka dia harus memanfaatkan kesempatan itu, kalau tidak, dia pasti tidak punya kesempatan lagi. Tam Goat Hua keluar dari tempat persembunyiannya. Dia menarik nafas lega karena si Nabi Setan tidak mengetahuinya.

Gadis itu mulai melangkah ke dalam dengan hati-hati sekali. Mendadak di depan tampak cahaya yang amat menyilaukan mata. Cahaya itu lebih menyilaukan dari pada cahaya matahari, membuat Tam Goat Hua tidak dapat melihat jelas apa yang ada di depannya. Di saat bersamaan, terdengar suara orang tertawa dingin dan suara senjata rahasia mengarah bagian dadanya.

Ternyata Tam Goat Hua memasuki sebuah terowongan yang gelap gulita. Di sana terdapat dua penjaga yang berasal dari golongan hitam, lalu bergabung dengan si Nabi Setan-Seng Ling. Ketika mengetahui ada orang asing memasuki Istana Setan, salah seorang dari mereka segera menggerakkan alat perangkap, maka sebuah cermin besar yang memancarkan cahaya menyilaukan mata langsung mengarah Tam Goat Hua.

Gadis itu segera memejamkan mata dan di saat bersamaan terdengar suara luncuran senjata rahasia mengarah bagian dadanya. Itu adalah Hong Bwe Cin (Senjata Rahasia Jarum Tawon). Kedua penjaga itu yang menyerang Tam Goat Hua dengan senjata rahasia tersebut. Perlu diketahui, senjata rahasia itu amat halus, lagi-pula diolesi dengan racun. Siapa yang terkena senjata rahasia tersebut pasti celaka.

Tam Goat Hua tidak dapat membuka matanya, namun telinganya sudah mendengar suara yang amat lirih itu. Dia tahu bahwa itu adalah suara senjata rahasia yang mengarah ke arahnya. Namun meski pun dalam keadaan gugup, dia masih sempat meloncat ke belakang. Loncatan itu justru telah menyelamatkan nyawanya.

Setelah meloncat ke belakang, Tam Goat Hua pun segera mengayunkan tangannya. Bagi yang memiliki lweekang tinggi, memang dapat menangkis senjata rahasia dengan pukulan. Akan tetapi lweekang Tam Goat Hua masih belum mencapai ke tingkat tinggi, tentunya dia tidak dapat memukul jatuh senjata-senjata rahasia itu. Namun ketika dia mengayunkan tangannya, rantai yang melekat di lengannya menyambar ke depan menangkis semua senjata rahasia tersebut.

“Ting! Ting! Ting! Ting!”

Semua senjata rahasia itu terpukul jatuh. Namun Tam Goat Hua tahu, apabila kedua penjaga itu berteriak, para jago Istana Setan pasti muncul, maka dia harus cepat membunuh mereka. Tam Goat Hua memandang ke arah kedua penjaga itu, namun dia terbelalak karena tiada seorang pun berada di situ. Gadis itu tidak mengerti, cara bagaimana kedua penjaga itu menghilang begitu mendadak.

Di saat bersamaan terdengar suara tawa dingin dan suara senjata di belakangnya. Tam Goat Hua tahu bahwa musuh menyerangnya dari belakang, seketika juga dia maju selangkah. Terdengar suara berdesir melewati pinggangnya.

Gadis itu berseru dalam hati, "Sungguh berbahaya!" lalu segera membalikkan badannya, sekaligus mengayunkan rantai besinya.

Setelah mengayunkan rantai besi itu ke belakang, barulah Tam Goat Hua berkesempatan untuk melihat kedua penyerangnya. Tampak dua orang kurus tinggi berdiri di situ. Mereka mengenakan kedok kulit yang sama, agak kehijau-hijauan. Senjata mereka trisula yang agak aneh bentuknya. Sambaran rantai Tam Goat Hua membuat mereka berdua mundur selangkah, tapi lalu berpencar ke kiri dan ke kanan, sekaligus menyerangnya dengan jurus Sian Jin Ceh Lou (Dewa Menunjuk Jalan), mengarah pinggang gadis itu.

Sementara Tam Goat Hua sudah melihat dengan jelas keadaan di sekitar tempat itu. Ternyata di sana terdapat sebuah goa kecil, entah menembus ke mana, sedangkan dinding goa itu memancarkan cahaya keperak-perakan. Namun di sana tidak terdapat orang lain, hanya kedua orang itu saja.

Kedua orang itu menyerang Tam Goat Hua secepat kilat. Di saat kedua orang itu menyerang, Tam Goat Hua menghimpun hawa murninya, kemudian mendadak badannya mencelat ke atas kurang lebih dua depa. Ketika badan Tam Goat Hua mencelat ke atas, kedua orang itu merubah jurus serangannya, yaitu jurus Sian Jin Ceh Lou diubah menjadi jurus Siang Hong Cah Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan).

Setelah mencelat ke atas, tentunya badan Tam Goat Hua harus merosot ke bawah, maka serangan kedua orang itu mengarah perutnya. Sebetulnya Tam Goat Hua sudah siap menyerang di saat badannya merosot ke bawah. Akan tetapi hatinya menjadi tertegun ketika melihat serangan kedua orang itu begitu cepat dan mematikan. Dalam keadaan gugup, secepat kilat Tam Goat Hua menggerakkan sepasang lengannya.

Itu adalah jurus Hong Pah Soh Liu (Angin Menggoyangkan Ranting Pohon Liu). Kedua rantai besi berpencar ke kiri dan ke kanan menyerang muka kedua orang itu. Jurus Hong Pah Soh Liu merupakan jurus andalan ayahnya, tentunya amat lihay dan dahsyat.
Akan tetapi kedua orang itu pun berkepandaian tinggi, bahkan tahu puia akan kelihayan dan kedahsyatan jurus tersebut. Mereka berdua tidak melanjutkan serangannya, melainkan menyurut mundur selangkah sekaligus mengayunkan senjatanya ke arah rantai besi itu.

“Trang! Trang!”

Terdengar suara benturan senjata bergema di dalam goa itu. Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua, sebab suara senjata itu akan mengagetkan para jago lain yang ada di dalam Istana Setan. Kalau mereka meluruk ke mari, gadis itu pasti sulit meloloskan diri. Oleh karena itu, Tam Goat Hua mengambil keputusan untuk bergerak cepat. Badannya langsung berputar-putar, kedua rantai besi yang melekat di lengannya juga ikut berputar mengarah kepala kedua orang itu.

Akan tetapi, kedua orang itu sungguh gesit. Mereka dapat menghindari rantai besi yang menyambar-nyambar itu. Di saat bersamaan, terdengar suara orang bertanya di dalam terowongan.

"Ada urusan apa?!"

Kedua orang itu segera menyahut serentak. "Tidak ada urusan apa-apa! Kami kakak beradik sedang bergebrak sendiri!"

Ketika mendengar sahutan mereka, Tam Goat Hua tertegun dan terheran-heran. Berdasarkan dandanan mereka, kedua orang itu jelas pihak Istana Setan. Lagi-pula mereka berdua menyerangnya dengan begitu sengit, maka sudah pasti musuh. Namun ketika ada orang bertanya dari terowongan, kenapa mereka berdua menyangkal tidak bertarung dengan siapa pun? Tam Goat Hua sama sekali tidak tahu apa sebabnya kedua orang itu menyahut begitu, tapi hal itu membuatnya agak berlega hati, karena sementara ini pasti tidak akan terjadi apa-apa.

Setelah berlega hati, barulah Tam Goat Hua sadar akan serangan-serangannya tadi, yang karena terlampau emosi maka tidak berarah sama sekali, bahkan amat menguras tenaganya. Tersadar akan hal itu, dia mulai menenangkan diri lalu tersenyum sambil melancarkan sebuah pukulan ke arah bahu salah seorang itu. Sudah barang tentu rantai besi itu mengarah ke atas.

Orang itu mendengus, sekaligus mengayunkan senjatanya ke arah dada Tam Goat Hua. Akan tetapi pukulan Tam Goat Hua yang begitu dahsyat itu justru merupakan pukulan tipuan. Di saat senjata orang itu mengarah dadanya, mendadak gadis itu menyentakkan rantai besinya. Maka rantai besi itu menangkis senjata lawan, sedangkan tangan Tam Goat Hua bergerak cepat mengeluarkan ilmu Hian Bu Sam Na.

Perubahan jurus serangannya tidak hanya cepat, tapi juga amat lihay sehingga membuat orang itu tertegun lalu mundur. Orang itu memang berhasil menghindari rantai besi yang menyambarnya, namun di saat bersamaan jari tangan Tam Goat Hua berhasil menotok jalan Tay Pai Hiat di tubuhnya. Tak ampun lagi, orang itu langsung jatuh gedebuk.

Tam Goat Hua tiada waktu untuk melihat bagaimana keadaan orang itu, tapi dia yakin orang itu pasti mati sebab ketika menotok dia menggunakan delapan bagian tenaganya.
Tam Goat Hua segera membalikkan badannya. Orang yang satu lagi menatap Tam Goat Hua dengan penuh kegusaran, dan langsung menyerangnya dengan sengit. Setelah berhasil merobohkan salah seorang itu, hati Tam Goat Hua jadi tenang dan mantap.

Ketika Tam Goat Hua merobohkan lawannya, orang itu melihat dengan jelas, mulut orang yang roboh itu mengeluarkan darah. Ternyata dia telah terluka parah. Mereka berdua adalah saudara sekandung. Ketika masih berkecimpung dalam rimba persilatan, kaum rimba persilatan menjuluki mereka berdua Kwan Tiong Siang Sat (Sepasang Algojo Dari Kwan Tiong). Tahun lalu mereka berdua baru bergabung dengan Istana Setan, karena si Nabi Setan-Seng Ling melihat mereka berdua ahli dalam hal senjata rahasia.

Setelah mereka berdua bergabung, si Nabi Setan-Seng Ling menugaskan mereka berdua untuk menjaga di pintu pertama Istana Setan, itu membuat mereka berdua girang sekali. Berhubung mereka berdua baru bergabung, maka yang lain tidak memandang sebelah mata pun pada mereka, sedangkan Kwan Tiong Siang Sat bersifat angkuh. Ketika bertarung dengan Tam Goat Hua, mereka berdua sama sekali tidak mau minta bantuan kepada orang lain. Mereka berdua ingin menangkap Tam Goat Hua, agar berjasa pada Istana Setan!

Ketika di terowongan terdengar orang bertanya, Kwan Tiong Siang Sat menyahut serentak bahwa mereka berdua yang bergebrak. Itu pertanda nyawa Tam Goat Hua belum waktunya melayang, karena kalau Kwan Tiong Siang Sat memberitahukan bahwa ada musuh masuk ke dalam, para jago lain pasti segera ke sana, dan sudah tentu nyawa Tam Goat Hua terancam.

Kwan Tiong Siang Sat berani mengambil keputusan itu, dikarenakan melihat Tam Goat Hua masih begitu muda, tentunya tidak berkepandaian tinggi. Namun mereka berdua justru tidak tahu bahwa gadis itu berkepandaian tinggi. Kou Hun Su-Seng Cai dan Sou Mia Su-Seng Bou pernah dipermainkannya, apalagi Kwan Tiong Siang Sat?

Ketika diserang, Tam Goat Hua cepat berkelit, lalu balas menyerang dengan jurus Huan Yun Hok Ih (Awan Berbalik Hujan Turun). Tampak kelima jarinya bagaikan cakar mengarah urat nadi di pergelangan tangan orang itu. Betapa terkejutnya orang itu ketika diserang mendadak, namun dia masih sempat mundur selangkah. Di saat bersamaan tangan kiri Tam Goat Hua justru melancarkan sebuah pukulan kilat ke dada orang itu, sedangkan rantai besi menyambar kepalanya. Orang itu terpaksa menangkis sekaligus menundukkan kepala untuk menghindari sambaran rantai besi.

Akan tetapi mendadak pukulan yang dilancarkan Tam Goat Hua telah berubah menjadi Sing Kua Thian Kai (Bintang Bergantung Di Langit). Orang itu ingin mencelat ke belakang tapi terlambat. Ternyata jari telunjuk Tam Goat Hua telah berhasil menotok jalan darah Lou King Hiat di telapak tangannya. Seketika wajah orang itu berubah menjadi pucat pias dan badannya sempoyongan, dia sudah terluka cukup parah.

Kini orang itu baru sadar, bahwa kepandaian gadis tersebut amat tinggi. Dia sudah mengambil keputusan untuk berseru memanggil jago lain, tapi tetap terlambat karena Tam Goat Hua telah melancarkan sebuah pukulan ke dadanya.

“Plaak!” dada orang itu terpukul telak.

"Aaakh!" jerit orang itu dan roboh seketika.

Tam Goat Hua segera menarik Kwan Tiong Siang Sat ke sudut. Di saat bersamaan sayup-sayup terdengar suara pekikan si Nabi Setan-Seng Ling. Bukan main terkejutnya gadis itu, karena si Nabi Setan-Seng Ling telah kembali ke Istana Setan. Apabila Seng Ling langsung masuk ke Istana Setan, nyawa Tam Goat Hua pasti terancam. Betapa tegangnya gadis itu, namun otaknya terus berputar. Di saat itulah terdengar suara bentakan si Nabi Setan-Seng Ling yang mengguntur.

"Cepat buka pintu!!"

Begitu mendengar suara bentakan itu, barulah Tam Goat Hua berlega hati. Karena dia tahu, si Nabi Setan-Seng Ling tidak bisa membuka pintu batu itu dari luar. Si Budak Setan sudah memberitahukan bahwa pintu itu harus dibuka dari dalam.

“Plak! Plak! Plak!” Si Nabi Setan-Seng Ling mengetuk pintu batu, cepat dan lambat sampai tujuh belas kali.

Bersamaan itu Tam Goat Hua mendengar suara di belakangnya.

"Eh? Heran! Ada orang mengetuk pintu batu, kenapa Kwan Tiong Siang Sat tidak membukakan pintu?"

Terdengar suara sahutan. "Jelas tadi ada suara pertarungan di luar, tapi Kwan Tiong Siang Sat malah bilang mereka berdua yang bergebrak. Jangan-jangan terjadi sesuatu di luar? Mari kita lihat!"

Suara itu berasal dari terowongan, tentunya suara orang yang bertanya tadi kepada Kwan Tiong Siang Sat. Seketika itu juga Tam Goat Hua bersembunyi di sudut yang gelap. Baru saja gadis itu bersembunyi, kedua orang itu sudah muncul. Ketika melihat mayat Kwan Tiong Siang Sat tergeletak di situ, mereka terkejut dan berseru.

"Hah? Celaka!"

Pada waktu bersamaan, terdengar pula suara seruan si Nabi Setan-Seng Ling di luar. "Cepat buka pintu! Ada musuh masuk istana!"

Saat ini, hati Tam Goat Hua tegang bukan main.Akan tetapi kedua orang itu tidak melihat Tam Goat Hua, itu membuat gadis tersebut agak tenang. Sedangkan kedua orang itu saling memandang, kemudian salah seorang dari mereka berkata.

"Kauwcu berada di luar, lebih baik kita bukakan pintu dulu!"

Mereka mendekati alat pembuka pintu, kebetulan punggung mereka menghadap Tam Goat Hua. Itu merupakan kesempatan bagi gadis tersebut untuk turun tangan. Ketika tangan mereka baru menyentuh alat itu, Tam Goat Hua menyerang mereka dengan jurus Tho Ciok Mun Lou (Melempar Batu Menanyakan Jalan), serangan tersebut mengarah jalan darah Ling Tay Hiat di punggung mereka.

"Kau...!"

Salah seorang dari mereka terkejut sekali. Dia langsung meloncat mundur selangkah sekaligus menangkis pukulan yang dilancarkan Tam Goat Hua.

“Plaak!” terdengar suara benturan.

Orang itu terpental membentur pintu goa, kemudian roboh dan mulutnya mengeluarkan darah. Tam Got Hua tercengang. Dia adalah gadis yang amat cerdas, maka seketika sudah terpikir olehnya apa sebabnya orang itu roboh muntah darah dan nafasnya langsung putus.

Ternyata si Nabi Setan-Seng Ling yang berteriak-teriak di luar karena pintu goa itu tidak dibuka, telah menyerang pintu goa itu dengan ilmu Pik San Pak Gu (Menembus Gunung Memukul Kerbau). Sialnya, orang itu membentur pintu goa, maka terkena pukulan si Nabi Setan yang menembus ke dalam, sehingga membuat orang itu mati seketika. Melihat kejadian itu Tam Goat Hua bergirang dalam hati, sebab si Nabi Setan-Seng Ling tidak bisa masuk kalau pintu goa itu tidak dibuka dari dalam.

Kelegaan Tam Goat Hua hanya berlangsung sekejap, sebab dari dalam terowongan langsung berkelebat lagi sosok bayangan. Beruntung bagi Tam Goat Hua, karena dia kebetulan sedang menghadap ke arah mulut terowongan itu. Tadinya dia bermaksud ingin segera menerobos ke dalam sebelum si Nabi Setan berhasil membuka pintu dengan pukulannya yang dahsyat. Gadis itu langsung dapat melihat bahwa bayangan yang datang dari dalam adalah dua orang berwajah menyeramkan. Kedua orang itu berasal dari golongan hitam, berjuluk Mo Thay Po dan Kui Bin Thay Swee. Cukup lama mereka berdua bergabung dengan Istana Setan.

Tam Goat Hua tertegun, kemudian berkata, “Ternyata kalian berdua. Selamat bertemu!"

Mo Thay Po mendengus, "Hm!"

Setelah mendengus, dia langsung menyerang Tam Goat Hua dengan kukunya yang panjang-panjang dan berwarna kehijau-hijauan. Begitu melihat kuku-kuku yang panjang kehijau-hijauan itu, Tam Goat Hua sudah tahu bahwa kuku-kuku itu telah diolesi racun. Gadis itu segera berkelit sekaligus balas menyerang, maka, terjadi pertarungan yang amat sengit.

Belasan jurus kemudian mendadak Tam Goat Hua melesat ke dalam terowongan, tapi Mo Thay Po cepat-cepat mengejarnya. Pada waktu bersamaan terdengar suara lonceng, dan tak lama muncullah seseorang berpakaian aneh. Orang itu tinggi besar, yang tidak lain adalah Hakim Kanan.

Begitu melihat si Hakim Kanan, Mo Thay Po segera berseru memberitahukan. "Hakim Kanan, dia adalah musuh yang menyelinap masuk!"

Si Hakim Kanan menatap Tam Goat Hua, kemudian bersiul panjang. Berselang beberapa saat muncul lagi belasan orang. Dapat dibayangkan betapa terkejutnya hati gadis itu. Setelah belasan orang itu muncul, si Hakim Kanan melesat ke luar. Tersentak hati Tam Goat Hua, sebab dia yakin bahwa si Hakim Kanan pasti akan membuka pintu goa. Di saat bersamaan terdengar suara siulan si Nabi Setan-Seng Ling yang amat menyeramkan.

Tam Goat Hua. tahu bahwa dirinya bukan lawan mereka, namun dia tetap tidak putus asa, pokoknya harus bertarung mati-matian. Dia bersiul panjang, mendadak badannya mencelat ke atas lalu melesat pergi melewati Mo Thay Po. Akan tetapi, ketika kakinya menginjak lantai, tampak empat orang sudah menyerangnya dengan golok. Sementara suara siulan si Nabi Setan-Seng Ling semakin dekat, karena itu Tam Goat Hua menjadi nekat. Dari pada mati sia-sia, lebih baik membunuh beberapa orang lagi, pikirnya. Maka ketika keempat golok itu mengarahnya, Tam Goat Hua segera mengayunkan rantai besi yang melekat di tangannya untuk menangkis ke empat buah golok itu.

“Trang! Trang! Trang! Trang!” terdengar suara benturan senjata.

Bersamaan itu Tam Goat Hua menggerakkan tangannya untuk menyerang salah seorang dari mereka, mengarah jalan darah Sien Kie Hiat di dada orang itu.

"Aaakh!" terdengar suara jeritan, orang itu terpental tadi roboh, sedangkan ketiga orang lainnya terus menyerang.

Tam Goat Hua, menyurut mundur lalu mendadak memutar badannya sekaligus mengayunkan rantai besinya. Terdengar suara jeritan tiga kali, ternyata punggung mereka telah terhajar oleh rantai besi itu.

"Uaaakh..!" mereka bertiga memuntahkan darah, kemudian roboh dan tak bergerak Iagi.

Seketika juga suasana di tempat itu berubah menjadi hening sekali. Tam Goat Hua tertegun, kemudian menengok ke sana ke mari. Tampak belasan orang mengurungnya, namun mereka semua berdiri diam tak bergerak. Tak seberapa lama, muncul beberapa sosok bayangan berkelebat ke sana, ternyata si Hakim Kanan, Kou Hun Su-Seng Cai, Sou Mia Su-Seng Bou dan yang terakhir si Nabi Setan-Seng Ling.

Begitu melihat kemunculan si Nabi Setan-Seng Ling, Tam Goat Hua menarik nafas dingin. Dia pikir kalau bergebrak lagi juga percuma, maka dia berdiri diam saja di tempat, kemudian mendadak mengayunkan rantai besinya ke bawah.

“Braaak!” lantai yang dibuat dari batu menjadi berlobang.

Pada saat bersamaan, si Nabi Setan-Seng Ling sudah berada di situ dengan wajah penuh kegusaran. Tapi dia juga tertegun ketika melihat Tam Goat Hua.

Sedangkan Tam Goat Hua saat ini malah tidak merasa takut sama sekali. Dia tertawa hambar seraya berkata. "Kaum rimba persilatan mengatakan bahwa sulit memasuki Istana Setan, kelihatannya memang benar!"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa, kemudian menyahut dengan dingin. "Nona Tam bisa ke mari, ini sudah luar biasa sekali."

Tam Goat Hua tercengang, sebab si Nabi Setan-Seng Ling tahu marganya, lagi pula nada suaranya tidak begitu bengis. Tam Goat Hua bertanya dalam hati, apakah dia masih punya harapan hidup? Di saat Tam Goat Hua ingin bertanya, si Nabi Setan-Seng Ling justru berpesan kepada si Hakim Kanan.

"Hakim Kanan, Nona Tam bersusah payah ke mari, bawalah dia pergi beristirahat!"

Tam Goat Hua sungguh tidak mengerti maksud si Nabi Setan-Seng Ling. Maka ketika melihat si Hakim Kanan mendekatinya, dia bersiap untuk menyerang.

Akan tetapi si Nabi Setan-Seng Ling berkata. "Kini Nona Tam sudah tiba di Istana Setan, tentunya tidak boleh pergi begitu saja. Ya, kan?"

Tam Goat Hua mendengus dingin. "Hmm!" Kemudian dia bertanya, “Nabi Setan, Budak Setan berada di mana sekarang?"

Wajah si Nabi Setan menyiratkan hawa membunuh, walau hanya sekejap tapi membuat orang merinding menyaksikannya. "Cepat atau lambat dia pasti akan jatuh ke tanganku!" sahutnya dingin, "Nona tidak usah mencemaskannya!"

Tam Goat Hua tahu bahwa si Budak Setan berhasil meloloskan diri, maka dia berlega hati dan segera bertanya, "Mau kau apakan diriku?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa aneh, lalu menyahut sambil menatapnya. "Bagi orang lain yang memasuki Istana Setan, sudah pasti mati. Namun Nona Tam justru lain, setelah aku berhadapan dengan ayahmu barulah mengambil keputusan."

Dalam hati Tam Goat Hua merasa heran. "Ternyata kau kenal ayahku?"

Si Nabi Setan-Seng Ling tertawa gelak. "Hahaha! Nama besar Hwe Ciau Tocu Cit Sat Sin Kun, dalam rimba persilatan, siapa tidak mengenalnya?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar