Di saat bersamaan Mo Thay Po maju selangkah karena ingin melancarkan serangan, bahkan juga ingin merebut senjata gadis itu. Maka toyanya diayunkan untuk menangkis Sian Tian Sin So, itu membuat Toan Bok Ang bergirang dalam hati. Mendadak dia menyentakkan senjatanya sehingga ujung senjata itu tersentak ke samping, kemudian berputar ke arah kepala Mo Thay Po.
Betapa terkejutnya Mo Thay Po. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Toan Bok Ang akan menyerangnya dengan jurus yang amat aneh itu. Untung dia berkepandaian tinggi. Maka walau panik dia masih dapat menundukkan kepala, sekaligus mencelat ke belakang sehingga ujung senjata Sian Tian Sin So melewati kepalanya. Namun Toan Bok Ang tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia langsung maju sambil menyerang pula.
Mendadak Mo Thay Po tertawa aneh, lalu membuka mulutnya meniup ke arah gadis itu. Toan Bok Ang tertegun dan merasa geli, dan kemudian mencium bau yang amat busuk. Seketika Toan Bok Ang teringat akan apa yang dikatakan Tam Goat Hua, bahwa Mo Thay Po dan Kui Bin Thay Swee mahir menggunakan racun. Bukan main terkejutnya Toan Bok Ang, karena setelah mencium bau busuk, kepalanya menjadi terasa pusing. Gadis itu cepat-cepat mundur, namun Mo Thay Po segera maju sambil membuka mulut meniup lagi ke arahnya.
Apa boleh buat, Toan Bok Ang terpaksa mengayunkan senjatanya untuk menyerang. Mo Thay Po tertawa aneh dan langsung mengayunkan toyanya untuk menangkis sehingga senjata Sian Tian Sin So melingkar di toya itu. Toan Bok Ang menyentak, tapi toya itu tak bergerak sama sekali, sedangkan Mo Thay Po sudah membuka mulutnya meniup lagi. Betapa terkejutnya Toan Bok Ang, maka terpaksa melepaskan senjatanya dan cepat-cepat mencelat ke belakang. Gadis itu memang berhasil menyelamatkan diri, namun kehilangan senjatanya.
Di saat dia mencelat ke belakang, Mo Thay Po justru melesat ke arahnya. Kini Toan Bok Ang tidak bersenjata, bagaimana mungkin melawannya? Ketika Toan Bok Ang mencelat ke belakang, melewati Tam Goat Hua yang sedang bertarung dengan Kui Bin Thay Swee dan kebetulan Tam Goat Hua berhasil mengundurkan lawannya. Melihat Toan Bok Ang telah kehilangan senjatanya, bahkan Mo Thay Po melesat ke arah gadis itu, Tam Goat Hua terkejut dan langsung membalikkan badannya sekaligus menerjang ke arah Mo Thay Po, sedangkan Kui Bin Thay Swee mendadak melesat ke arah Tam Goat Hua sambil melancarkan sebuah pukulan.
Tam Goat Hua terkejut karena mendengar suara menderu ke arah punggungnya. Dia segera menundukkan kepala sekaligus balas menyerang ke belakang dengan jurus Hai Kou Ciok Lan (Laut Lapuk Batu Berlubang). Jurus tersebut berhasil mendesak Kui Bin Thay Swee. Namun Mo Thay Po sudah melesat ke hadapan Toan Bok Ang, sedangkan punggung gadis itu membentur tembok, jadi tidak bisa mundur lagi. Mo Thay Po mengayunkan toyanya, sehingga senjata Sian Tian Sin So yang melingkar di toyanya itu berputar-putar memancarkan cahaya putih ke arah Toan Bok Ang.
Kelihatannya Toan Bok Ang sudah tidak bisa berkelit, Tam Goat Hua pun yakin bahwa gadis itu akan binasa tersambar toya dan senjata Sian Tian Sin So. Akan tetapi mendadak terlihat Toan Bok Ang bergerak cepat merogohkan tangan ke dalam bajunya. Ternyata dia mengeluarkan suatu benda, sekaligus di sambitkannya ke arah lawannya. Mo Thay Po menggerakkan toyanya membentur benda itu, hingga Toan Bok Ang bisa menggunakan kesempatan itu untuk menyingkir ke samping beberapa depa. Setelah toya di tangan Mo Thay Po membentur benda itu, terdengarlah suara ledakan dahsyat.
“Bum!”
Sungguh mengejutkan suara ledakan itu, bahkan memekakkan telinga. Kejadian tersebut di luar dugaan Toan Bok Ang. Ternyata ketika dirinya dalam bahaya, tiba-tiba dia teringat akan benda pemberian Seh Cing Hua. Apabila dalam keadaan bahaya, benda tersebut boleh digunakan untuk menghadapi musuh, padahal Toan Bok Ang sama sekali tidak tahu benda apa itu. Kini setelah digunakannya, benda sekecil itu justru memiliki kekuatan yang sangat dahsyat, itu sungguh di luar dugaannya!
Setelah terjadi ledakan lalu tampak segulung cahaya yang amat menyilaukan mata. Berselang sesaat sirnalah cahaya itu sehingga membuat ruang itu menjadi gelap gulita, karena cahaya tadi amat menyilaukan mata. Tak seberapa lama penglihatan Tam Goat Hua normal kembali duluan. Dia melihat Kui Bin Thay Swee berdiri di sampingnya. Sepasang mata orang itu terbelalak lebar, namun tidak dapat melihat apa-apa.
Ketika melihat kesempatan itu, Tam Goat Hua tidak menyia-nyiakannya. Dia segera maju selangkah sambil melancarkan sebuah pukulan ke arah lawannya. Di saat merasakan adanya sambaran angin Kui Bin Swee ingin berkelit, tapi terlambat karena telapak tangan Tam Goat Hua telah menghantam ubun-ubunnya. Kui Bin Thay Swee roboh dan nyawanya pun melayang seketika. Sebelum Kui Bin Thay Swee roboh, Tam Goat Hua sudah menendangnya terpental beberapa depa.
Saat ini penglihatan Toan Bok Ang sudah normal kembali. Mereka berdua memandang ke arah Mo Thay Po. Tampak toyanya menancap di lantai dan senjata Sian Tian Sin So masih melingkar di toya itu, sedangkan Mo Thay Po tampak mengerikan. BoIeh dikatakan dia tidak menyerupai manusia karena daging di tubuhnya telah hancur berantakan.
Betapa terkejutnya Tam Goat Hua menyaksikan itu. "Adik Toan, benda apa itu, kok begitu hebat?" tanyanya.
"Entahlah? Aku pun tidak tahu. Benda itu pemberian ibuku," sahut Toan Bok Ang.
Tam Goat Hua manggut-manggut, kemudian menengok ke sana ke mari. "Suara ledakan tadi pasti mengejutkan Liok Ci Khim Mo, lebih baik kita menyingkir dulu!" katanya.
Toan Bok Ang mengangguk. lalu cepat-cepat mengambil senjatanya yang masih melilit di toya Kui Bin Thay Swee. Namun ketika mereka berdua mau meninggalkan tempat itu, mendadak terdengar suara dentingan di atas panggung batu. Ternyata suara itu suara harpa. Suara itu tidak begitu nyaring, namun begitu mendengar suara harpa itu, hati mereka berdua lalu tergoncang, bahkan mereka tak kuat mengayunkan kaki untuk meninggalkan tempat itu. Mereka berdua memaksakan diri untuk menoleh ke arah datangnya suara, tampak Liok Ci Khim Mo duduk di atas panggung batu. Harpa Pat Liong Khim terlihat di atas pangkuannya dan jari tangannya bergerak memetik tali senar harpa tersebut. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang merasa tak kuat berdiri dan kemudian keduanya jatuh di atas lantai.
Liok Ci Khim Mo tertawa gelak. "Hahaha! Nona Tam, ternyata kau!"
Tam Goat Hua merasa darahnya bergolak, kemudian memaksakan diri untuk membentak, "Jangan banyak omong!"
Ketika gadis itu membentak, nada suara harpa itu meninggi sehingga membuat dada Tam Goat Hua terasa sakit. Akhirnya dia memuntahkan darah segar. Begitu pula Toan Bok Ang, gadis itu condong ke kiri menindih Tam Goat Hua.
Liok Ci Khim Mo tertawa gelak lagi. "Hahaha! Nona Tam, kau tahu anakku berada di mana?"
Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam. "Orang semacam kau harus putus turunan!"
Liok Ci Khim Mo tertawa panjang. "Hahaha! Bukan cuma tidak akan putus turunan, bahkan darimu akan memperoleh cucu!"
Tam Goat Hua tersentak mendengar ucapan itu. “Apa maksud ucapannya itu? Apakah Liok Ci Khim Mo akan berlaku tidak senonoh terhadap diriku?” pikir Tam Goat Hua dengan hati berdebar-debar. Kalau benar demikian, saat ini ingin bunuh diri pun sudah tiada tenaga untuk melakukannya.
Terdengar lagi suara tawa Liok Ci Khim Mo, kemudian mendadak dia menghilang di atas panggung batu itu. Tam Goat Hua terkejut karena Liok Ci Khim Mo tidak membunuhnya dengan suara Pat Liong Thian Im.
Berselang sesaat, Toan Bok Ang bertanya. "Kakak Tam, Liok Ci Khim Mo akan berbuat apa pada diri kita?"
Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Kini aku pun tidak tahu, tapi... yang jelas sudah pasti tiada urusan yang baik."
Toan Bok Ang menghela nafas panjang seraya berkata, "Aaaah! Kakak Tam. Nyawa kita sudah sampai pada batasnya!"
Tam Goat Hua memejamkan mata, tidak menyahut sama sekali. Tak seberapa lama kemudian terdengar suara langkah mendekati mereka berdua. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang segera menoleh, tampak dua gadis berpakaian pelayan sedang menghampiri mereka. Semula mereka berdua mengira yang muncul itu adalah Liok Ci Khim Mo, namun ternyata bukan, melainkan dua pelayan, sehingga membuat hati mereka menjadi terheran-heran. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang saling memandangi sedangkan kedua pelayan itu tertawa-tawa sambil memberi hormat.
"Nona berdua sudah bisa berjalan sendiri?"
"Kalian berdua mau apa kalau kami sudah bisa berjalan sendiri?" Tam Goat Hua balik bertanya.
"Harap nona berdua ikut kami!" kata kedua pelayan itu.
"Ke mana?" tanya Toan Bok Ang.
Kedua pelayan itu tertawa cekikikan. "Pokoknya nona berdua ikut kami saja!"
Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang masih tak bertenaga, namun sudah bisa bangkit berdiri. Akan tetapi kedua pelayan itu tidak mau memberitahukan kepada mereka mau diajak ke mana, maka mereka berdua tidak mau berdiri.
"Apa yang akan Liok Ci Khim Mo lakukan terhadap kami?" tanya Tam Goat Hua.
"Kami tidak tahu, hanya saja Ci Cun berpesan kepada kami, harus membawa nona berdua ke kamar mewah dan harus baik-baik melayani nona berdua pula!"
Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang saling memandang dengan penuh keheranan. Mendadak Tam Goat Hua teringat akan ucapan Liok Ci Khim Mo tadi, apakah Liok Ci Khim Mo berniat yang bukan-bukan terhadap diri mereka?
Ketika Tam Goat Hua baru mau membuka muiut, kedua pelayan itu justru berkata, "Kalau nona berdua tidak bisa berjalan, biar kami yang memapah kalian."
Kedua pelayan itu mendekati Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang. Langkah mereka ringan sekali, pertanda mereka berkepandaian cukup tinggi. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang tidak bisa berbuat apa-apa, sebab masih tak bertenaga. Kedua pelayan itu memapah mereka dan langsung membawa mereka pergi. Mereka berdua tahu kali ini pasti celaka, namun justru tiada tenaga untuk melepaskan diri.
Tak seberapa lama kedua pelayan itu sudah memapah mereka berdua ke dalam sebuah kamar yang amat indah dan mewah, lalu membaringkan mereka ke atas sebuah ranjang. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang diam saja, sedangkan kedua pelayan itu tertawa-tawa, kemudian mengundurkan diri dari kamar tersebut.
Tam Goat Hua menarik nafas dalam-dalam. "Adik Toan, cepat menghimpun hawa murni dan obati lukamu! Kalau nanti Liok Ci Khim Mo ke mari, kita masih bisa mengadu nyawa dengannya."
Toan Bok Ang mengerutkan kening. "Kakak Tam, apa yang akan dilakukannya terhadap diri kita?"
Tam Goat Hua tersenyum getir. "Entahlah! Kita sudah berniat mati, masih takut apa?"
Toan Bok Ang manggut-manggut. Mereka berdua memejamkan mata, mulai menghimpun hawa murni untuk mengobati luka. Berselang beberapa saat kemudian, terdengar suara pintu terbuka. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang segera membuka mata lalu saling memandang dan berseru dalam hati, "Sudah datang!"
Namun yang masuk itu bukan Liok Ci Khim Mo, melainkan kedua pelayan tadi. Kedua pelayan itu membawa keranjang. Mereka tertawa-tawa sambil melangkah ke dalam, lalu mengeluarkan apa yang ada di dalam keranjang, yang ternyata beberapa mangkok hidangan dan dua mangkok nasi putih. Setelah menaruh mangkok-mangkok itu di atas meja, kedua pelayan tersebut berkata, "Nona berdua, silakan makan!"
Padahal Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang merupakan gadis yang cerdas, namun saat ini mereka berdua justru menjadi bodoh karena tidak tahu Liok Ci Khim Mo sedang mengadakan permainan apa. Mereka berdua berpikir, kini sudah terjatuh ke tangan Liok Ci Khim Mo, tidak makan pun pasti mati. Lebih baik makan saja agar bertenaga untuk mengadu nyawa dengan Liok Ci Khim Mo. Oleh karena itu mereka berdua segera bersantap, tak lama semua hidangan itu sudah disantap habis. Kedua pelayan itu cepat-cepat memberesi semua mangkok kosong.
Toan Bok Ang memandang mereka seraya bertanya, "Hei! Iblis tua itu punya rencana apa?"
Ketika mendengar gadis itu menyebut Liok Ci Khim Mo sebagai iblis tua, wajah kedua pelayan itu langsung berubah.
Tam Goat Hua tertawa dengan terpaksa lalu berkata, "Katakanlah! Majikan kalian punya rencana apa?"
Kedua pelayan itu menyahut sambil tertawa, "Nona berdua, tak lama kalian pasti akan mengetahuinya."
Tam Goat Hua mendengus. Kalau luka mereka berdua sudah sembuh, pasti dapat memaksa kedua pelayan itu membuka mulut. Ketika dia sedang berpikir demikian, mendadak merasa matanya berat sekali serasa ingin tidur. Tam Goat Hua tertegun, lalu mendongakkan kepala memandang Toan Bok Ang. Gadis itu pun kelihatan seperti dirinya, sulit membuka mata.
"Adik Toan!" serunya.
Bibir Toan Bok Ang bergerak. "Kakak Tam, kita... kita sudah terkena... racun."
Usai menyahut, gadis itu lalu roboh di lantai. Tam Goat Hua ingin membangunkannya, namun merasa mengantuk sekali. Akhirnya dia roboh juga di sisi Toan Bok Ang, kemudian tertidur pulas. Entah berapa lama kemudian, barulah mereka berdua mendusin. Ketika membuka mata, mereka merasa amat tertusuk oleh cahaya matahari. Tam Goat Hua terkejut dan cepat-cepat bangun duduk, tampak Toan Bok Ang di sisinya masih dalam keadaan pulas. Tam Goat Hua tidak segera menghimpun hawa murni, melainkan cepat-cepat menggoyang-goyangkan bahu Toan Bok Ang.
"Adik Toan, cepat bangun!"
Berselang sesaat barulah Toan Bok Ang membuka matanya, sekaligus bangun duduk. "Eh! Kakak Tam, bukankah kita sudah terkena racun setelah bersantap? Apakah kita sudah mati?"
"Bodoh kau! Kalau kita sudah mati, bagaimana mungkin melihat cahaya matahari?" sahut Tam Goat Hua.
Toan Bok Ang manggut-manggut, kemudian bangkit berdiri dan berjalan beberapa langkah. "Kakak Tam, kepandaianku telah musnah," katanya dengan air mata berlinang.
Bukan main terkejutnya Tam Goat Hua. Dia segera bangkit berdiri dan mencoba menghimpun hawa murni, namun hawa murninya telah buyar, tak dapat disatukan sehingga membuatnya tak bertenaga sama sekali. Mereka berdua tahu pasti telah terjadi sesuatu atas diri mereka, tapi tidak menduga, ketika mendusin kepandaian mereka justru akan musnah. Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang berdiri termangu-mangu, kemudian menjatuhkan diri duduk di kursi. Sudah jelas bahwa semuanya itu adalah perbuatan Liok Ci Khim Mo, kini bagaimana mungkin mereka dapat meloloskan diri? Liok Ci Khim Mo memusnahkan kepandaian mereka, tapi tidak membunuh. Lalu apa yang dikehendakinya?
Mereka tertegun dan muncul pula banyak urusan dalam benak masing-masing, akhirnya air mata mereka berderai-derai. Berselang beberapa saat, Tam Goat Hua menyeka air matanya.
"Adik Toan, walau kita telah kehilangan kepandaian tapi ingin mati masih gampang. Dari-pada dihina, bukankah lebih baik kita mati saja?"
Wajah Toan Bok Ang pucat pias. "Kakak Tam, benar juga perkataanmu!" sahutnya.
Toan Bok Ang bangkit berdiri, kemudian mengeluarkan senjatanya dan diangkatnya ujung senjata itu sehingga mengarah tenggorokannya. Asal dia menusuk, ujung senjata itu pasti menembus tenggorokannya. Akan tetapi di saat bersamaan terdengar pintu kamar itu terbuka. Tampak kedua pelayan menerobos ke dalam dan langsung merebut senjata yang di tangan Toan Bok Ang.
"Walau kehilangan senjata, tapi aku masih bisa bunuh diri!" bentak Toan Bok Ang.
Kedua pelayan itu tertawa. "Mulai saat ini kami berdua akan tetap menjaga di sini."
Tam Goat Hua mendengus dan berkata, "Aku justru tidak percaya kalian bisa memaksa kami makan!"
Kedua pelayan itu tertawa. "Tahukah kalian, bahwa kalian tidur sudah tiga hari tiga malam. Apakah perut kalian tidak lapar? Apabila kalian tidak mau makan juga tidak apa-apa. Kami akan segera tidak punya tugas lagi."
Tam Goat Hua terkejut mendengar ucapan pelayan itu. "Apa maksud kalian itu?"
Kedua pelayan itu tidak menyahut, maka Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang terpaksa duduk kembali. Kedua pelayan itu segera berdiri di sisi mereka dengan tak bergerak sama sekali. Berselang beberapa saat terdengar suara langkah berat dari luar. Tam Goat Hua langsung bangkit berdiri, lalu mau berjalan ke arah pintu. Namun salah seorang dari kedua pelayan itu telah menekan bahunya. Padahal sesungguhnya berdasarkan kepandaian Tam Goat Hua, jangankan hanya seorang pelayan, ditambah sepuluh lagi juga tidak akan mampu menekan Tam Goat Hua duduk kembali. Akan tetapi saat ini dia telah kehilangan kepandaiannya.
Ketika pelayan itu menjulurkan tangan menekan bahunya, Tam Goat Hua segera menyerang dengan jurus Ciok Phua Keng Thian (Batu Pecah Mengejutkan Langit). Namun pelayan itu cepat-cepat menangkap tangannya, sekaligus menyentakkannya sehingga Tam Goat Hua terpaksa duduk kembali. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam. Percuma melawan karena tak bertenaga sama sekali, maka dia duduk diam saja.
Tak seberapa lama terdengar suara Liok Ci Khim Mo di luar. "Kenapa kau tidak berjalan lagi?"
Di saat bersamaan terdengar pula suara seseorang yang amat rendah, entah siapa orang itu.
Terdengar Liok Ci Khim Mo tertawa gelak. "Hahaha! Kau sungguh bodoh! Bukankah kau pernah bilang kepadaku, walau banyak sekali anak gadis di kolong langit, namun kau cuma mencintainya, kan? Kini dia masih berada di dalam kamar, kenapa kau tidak mau masuk menengoknya? Kepandaiannya telah musnah, apa yang kau takutkan lagi?"
Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang tidak dapat menerka Liok Ci Khim Mo sedang berbicara dengan siapa, namun mereka berdua tahu, yang dimaksudkan ‘Dia’ adalah salah seorang di antara mereka. Itu membuat hati mereka menjadi tegang karena meski pun mereka berdua sudah berniat mati, namun dilihat dari keadaan sekarang, mereka berdua pasti akan diperlakukan yang bukan-bukan. Mulut mereka tertutup rapat-rapat, sama sekali tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Terdengar lagi seseorang berbicara dengan suara rendah, kemudian terdengar sahutan Liok Ci Khim Mo bernada gusar. "Kau sungguh tak berguna, hanya membuatku gusar saja!"
Hening sejenak, setelah itu terdengar seseorang berbicara setengah berbisik. Lalu terdengar suara sahutan Liok Ci Khim Mo bernada agak lembut, “Baiklah."
Setelah itu terdengar suara langkah menjauh, itu mencengangkan Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang. Mereka berdua sama sekali tidak tahu siapa yang berbicara dengan Liok Ci Khim Mo. Berselang beberapa saat kemudian terdengar suara langkah yang tergesa-gesa. Berdasarkan suara langkah itu, dapat diketahui pendatang itu memiliki ilmu ginkang tinggi. Kemudian pintu kamar itu terbuka.
Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang langsung memandang ke sana dan seketika mereka berdua tertegun. Tampak seseorang berdiri dekat pintu, yang wajahnya berseri-seri. Siapa orang itu? Tidak lain adalah Kim Kut Lau Seh Ciang. Ternyata Kim Kut Lau bernama Seh Ciang, Hek Sin Kun bernama Seh Cih, sedangkan Seh Cing Hua dipanggil Seh Giok. Meski pun Kim Kut Lau dan Hek Sin Kun amat terkenal, namun tiada seorang pun mengetahui nama mereka. Ketika melihat yang muncul itu adalah Kim Kut Lau, Tam Goat Hua langsung membuang muka.
Kim Kut Lau berjalan ke dalam dengan wajah tetap berseri-seri. "Goat Hua, setelah bertemu paman, kenapa kau tidak menyapa?" katanya.
Mendengar pertanyaan pamannya itu, Tam Goat Hua merasa muak. Kini Kim Kut Lau bisa bebas berkeliaran di dalam istana Ci Cun Kiong, dapat dibayangkan betapa tingginya kedudukan laki-laki itu. Tam Goat Hua justru merasa heran, bagaimana bisa punya paman seperti itu.
"Kau sudah bergabung dengan Liok Ci Khim Mo, tapi masih punya muka ke mari menengok diriku?" sahutnya.
Perasaan Kim Kut Lau tidak tersinggung, tapi sebaliknya dia malah tertawa gelak. "Hahaha! Goat Hua, paman harus memberi selamat kepadamu!"
Tam Goat Hua tertegun mendengar ucapan itu. "Kau omong apa?" tanyanya kemudian.
"Nona Toan, keponakanku ini memang cantik dan cerdas. Hanya saja sifatnya agak kasar, kau jangan mentertawakannya!" kata Kim Kut Lau kepada Toan Bok Ang tanpa menyahut pertanyaan Tam Goat Hua.
Toan Bok Ang cuma tertawa dingin, sama sekali tidak meladeninya.
Kim Kut Lau berkata lagi, "Goat Hua, kau masih tidak tahu, dirimu akan menghadapi sesuatu yang amat menggembirakan."
Tam Goat Hua hanya menatapnya dengan dingin.
Kim Kut Lau tersenyum kemudian berkata. "Goat Hua, kali ini kau harus berterima-kasih pada paman!"
"Kau omong apa silakan, tidak usah berbelit-belit!" sahut Tam Goat Hua dengan dingin sekali.
Kim Kut Lau maju dua langkah, lalu memandang Tam Goat Hua seraya berkata, "Goat Hua, Liok Ci Khim Mo berniat mengangkatmu sebagai menantu. Bukankah itu merupakan hal yang amat menggembirakan?"
Mendengar ucapan itu, Tam Goat Hua merasa dirinya disambar geledek. Kini dia baru sadar. Tadi Liok Ci Khim Mo berbicara dengan seseorang, ternyata orang itu adalah Oey Sim Tit. Beberapa tahun lalu, ketika bertemu Oey Sim Tit yang masih berstatus sebagai Budak Setan, gadis itu sudah merasa tatapan mata Oey Sim Tit amat aneh terhadapnya. Pada waktu itu Tam Goat Hua menganggap Oey Sim Tit merasa minder terhadap dirinya sendiri yang berwajah begitu buruk, justru tidak menyangka Oey Sim Tit amat mencintainya.
Walau kini sudah terjatuh ke tangan Liok Ci Khim Mo, tapi Oey Sim Tit masih tidak berani ke kamar menemuinya. Tam Goat Hua tertegun lama sekali, setelah itu mendadak dia tertawa besar.
Ketika melihat gadis itu tertawa besar, Kim Kut Lau pun ikut tertawa gembira sambil maju selangkah. "Goat Hua, apakah hatimu amat gembira? Jangan lupa paman yang menjadi penghubung kalian lho!"
Tam Goat Hua segera berhenti tertawa dan menyahut dengan nyaring, "Paman, julurkan kepalamu ke mari, aku ingin membisikkan sesuatu!"
Kim Kut Lau mengira Tam Goat Hua sudah setuju, maka membuat hatinya girang bukan kepalang dan langsung menjulurkan kepalanya ke arah gadis itu. Justru sungguh di luar dugaan, mendadak Tam Goat Hua mengayunkan tangannya.
“Plaak!”
Muka Kim Kut Lau terkena tamparan keras, membuat pipinya membengkak seketika. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Tam Goat Hua akan menamparnya, maka dia mundur dengan gusar sekali. Akan tetapi, walau amat gusar dia tidak berani melampiaskannya, karena Liok Ci Khim Mo menghendaki Tam Goat Hua menjadi menantunya.
Kim Kut Lau tertawa dengan terpaksa, lalu berkata, "Goat Hua, sungguh bagus tamparanmu!"
Tam Goat Hua juga tertawa. "Ha! Ha! Ayo, ke mari lagi, aku akan menamparmu lebih keras!"
Nafas Kim Kut Lau memburu karena menahan kegusarannya. "Baik! Kau sungguh tak tahu kebaikan orang!"
Tam Goat Hua tertawa dingin. "Kau sungguh tak tahu malu, merendahkan diri menjadi budak Liok Ci Khim Mo! Apakah kau masih berderajat berbicara denganku?"
Wajah Kim Kut Lau berubah kehijau-hijauan. Dia membalikkan badannya dan langsung berjalan lagi.
“Blaam!” dia menghempas daun pintu kamar.
"Kakak Tam, cacianmu sungguh jitu!" kata Toan Bok Ang.
Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Aku punya paman yang sungguh memalukan!"
"Kakak Tam, kalau kau tidak setuju, kemungkinan besar Liok Ci Khim Mo akan marah besar."
Tam Goat Hua mengerutkan kening sambil berpikir, "Tidak apa-apa. Asal aku bertemu Oey Sim Tit, pasti ada akal," sahutnya lalu menoleh ke arah salah seorang pelayan. "Tolong undang tuan muda kemari!"
Pelayan itu tampak ragu.
"Cepat pergi!" bentak Tam Goat Hua.
Pelayan itu tersentak, lalu segera mengangguk. "Ya!" katanya lalu cepat-cepat pergi.
Tam Goat Hua menghela nafas panjang. "Aaaah! Adik Toan, sebentar lagi kau akan tahu, Oey Sim Tit merupakan orang yang amat baik. Diam-diam dia mencintaiku, tapi aku baru tahu sekarang. Selama ini dia sama sekali tidak berani mengutarakannya kepadaku."
"Kakak Tam, urusan kali ini bukan dia yang mengusulkan?" tanya Toan Bok Ang sambil menatapnya.
"Tentu bukan. Hanya saja dia pernah memberitahukan kepada Liok Ci Khim Mo bahwa dia mencintaiku, maka Liok Ci Khim Mo ingin menjodohkan kami. Aku yakin itu!" sahut Tam Goat Hua.
Toan Bok Ang mengerutkan kening. "Kalau begitu, akan tinggal aku seorang diri, lalu aku harus bagaimana?"
Tam Goat Hua tertawa getir. "Siapa tahu, mungkin... kau akan dijadikan sebagai pendamping mempelai wanita."
Toan Bok Ang menghela nafas panjang lalu diam tak berbicara lagi.
Mengenai urusan ini, Oey Sim Tit memang tidak tahu. Dia kembali ke istana Ci Cun Kiong bersama Kim Kut Lau. Begitu bertemu Liok Ci Khim Mo, dia langsung menutur tentang Busur Api yang telah direbut kembali oleh Kim Kut Lau. Liok Ci Khim Mo tertawa gembira, kemudian memberitahukan bahwa Tam Goat Hua berada di dalam istana, dan menghendakinya menikah dengan Oey Sim Tit. Mendengar itu hati Oey Sim Tit berdebar-debar tidak karuan.
Ketika pertama kali bertemu gadis itu, Oey Sim Tit memang telah jatuh cinta kepadanya. Akan tetapi dia merasa dirinya sendiri amat buruk, maka tidak berani mencurahkan isi hatinya itu. Namun terhadap Liok Ci Khim Mo, dia justru mencurahkan sehingga ayahnya itu tahu bahwa Oey Sim Tit cuma mencintai Tam Goat Hua, sedangkan gadis tersebut sama sekali tidak mengetahuinya. Dalam mata Oey Sim Tit, Tam Goat Hua merupakan seorang bidadari yang tidak boleh didekati.
Namun kini Tam Goat Hua sudah berada di dalam istana dalam keadaan tak berdaya, karena kepandaiannya telah musnah. Kalau Liok Ci Khim Mo memaksanya harus menikah dengan Oey Sim Tit, gadis itu pun tidak dapat melawan. Berpikir sampai di situ, hati Oey Sim Tit menjadi kebat-kebit tidak karuan. Dapat memperistri Tam Goat Hua, apa yang lebih berharga dari itu? Tentu tidak ada.
Kemudian Oey Sim Tit berpikir lagi. Tidak mungkin Tam Goat Hua mencintainya. Apabila gadis itu memaksakan diri untuk menikah dengannya, sudah pasti akan merana seumur hidup. Seandainya Oey Sim Tit mencintainya dengan sungguh-sungguh, ia tidak boleh memperisterinya, karena hal itu akan mencelakakan Tam Goat Hua. Oleh karena itu, setelah berpikir sejenak timbul berbagai macam pertentangan di dalam hatinya sehingga dia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Liok Ci Khim Mo tertawa gelak melihat sikapnya, kemudian berkata, "Anak bodoh! Lelaki dan wanita kalau sudah besar memang harus menikah, mengapa kau diam saja?"
Oey Sim Tit memandangnya dengan ragu-ragu serta menyahut dengan tergagap-gagap, "Ayah, aku... aku... aku tidak mau menikah!"
Mendengar itu wajah Liok Ci Khim Mo langsung berubah, membentak dengan gusar, "Omong kosong! Aku cuma punya seorang anak. Kalau kau tidak mau menikah kita akan putus turunan!"
Oey Sim Tit menghela nafas panjang, lalu berkata terputus-putus, "Aku... aku...."
Liok Ci Khim Mo segera berkata, "Sudahlah! Jangan banyak omong! Aku akan ajak kau pergi menemui nona Tam!"
Usai berkata Liok Ci Khim Mo langsung menarik Oey Sim Tit ke kamar Tam Goat Hua. Akan tetapi, ketika hampir sampai di pintu kamar itu, Oey Sim Tit sudah tidak berani untuk maju. Liok Ci Khim Mo terus mendesak, akhirnya Oey Sim Tit mengusulkan pada ayahnya agar Kim Kut Lau bicara dengan Tam Goat Hua dulu. Mereka berdua lalu kembali ke aula besar untuk memberitahukan urusan tersebut.
Bukan main girangnya Kim Kut Lau mendengar itu. Apabila Tam Goat Hua menikah dengan Oey Sim Tit, otomatis kedudukan Kim Kut Lau menjadi tinggi sekali. Dia segera ke kamar Tam Goat Hua untuk membujuknya. Sayang sekali kini dia kena batunya! Ketika Kim Kut Lau ke kamar Tam Goat Hua, Oey Sim Tit masih berada di aula besar itu menunggu dengan gelisah, duduk dan berdiri tak bisa tenang, bagaikan semut berada di dalam kuali panas! Berselang beberapa saat, Kim Kut Lau kembali kesana dengan wajah kehijau-hijauan.
Liok Ci Khim Mo segera bertanya. "Bagaimana?"
Kim Kut Lau menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala seraya menyahut, "Budak itu memang tidak tahu diri, sungguh tak tahu diri!"
Dari semula Oey Sim Tit sudah menduga Tam Goat Hua tidak akan mau, dan bila kekhawatirannya terbukti, maka selanjutnya mungkin tiada kesempatan untuk bertemu dengannya.
Ketika mendengar perkataan Kim Kut Lau, Liok Ci Khim Mo jadi gusar sekali. "Dia tidak mengabulkannya?" tanyanya dengan kening berkerut-kerut.
Kim Kut Lau manggut-manggut.
Liok Ci Khim Mo mendengus dingin, kemudian berkata pada anaknya. "Sim Tit, kau jangan putus harapan! Biar ayah memainkan sebuah musik Pat Liong Thian Im agar dia kehilangan kesadarannya. Kita lihat, dia masih bisa menolak tidak?"
Betapa terkejutnya Oey Sim Tit mendengar itu, buru-buru dia berkata, "Ayah! Jangan berbuat begitu!"
Liok Ci Khim Mo menyahut, "Kalau begitu biar ayah membunuhnya. Kau cari gadis lain saja!"
Oey Sim Tit menundukkan kepala seraya berkata perlahan-lahan, "Ayah, ananda hanya... hanya mencintainya seorang!"
Liok Ci Khim Mo memandangnya seraya bertanya, "Kalau begitu, mengapa kau tidak setuju ayah memainkan Pat Liong Thian Im?"
Kim Kut Lau menyela, "Mungkin tuan muda menghendakinya secara rela dan iklas?"
Oey Sim Tit cuma menghela nafas, tidak bersuara sama sekali. Di saat bersamaan, muncul seorang pelayan memberitahukan.
"Tuan muda, nona Tam mengundang tuan muda untuk datang!"
Oey Sim Tit terkejut. "Apa?!" serunya
Pelayan itu menegaskan sekali lagi, namun Oey Sim Tit menggelengkan kepala. "Aku... aku tidak mau kesana!"
Liok Ci Khim Mo membentak gusar, "Dasar bodoh! Kau takut apa?"
Oey Sim Tit tergagap-gagap, "Aku... Aku...."
Sifat Oey Sim Tit amat lemah lembut, kalau orang lain yang menjadi anak Liok Ci Khim Mo pasti sudah berlaku sewenang-wenang! Namun dia tidak begitu, tetap seperti ketika masih menjadi budak setan.
Begitu mendengar Tam Goat Hua menyuruh pelayan mengundang Oey Sim Tit, timbullah harapan dalam hati Kim Kut Lau, segera ia berkata, "Sebaiknya tuan muda segera datang. Kalau tuan muda tidak kesana, orang lain pasti pusing memikirkan perjodohan ini!"
Oey Sim Tit tahu kalau Tam Goat Hua tidak akan mengabulkan perjodohan tersebut. Namun di bawah desakan Kim Kut Lau dan Liok Ci Khim Mo, akhirnya dia memberanikan diri mendatangi kamar Tam Goat Hua. Tak berapa lama dia sudah sampai di depan pintu kamar itu. Ketika pelayan membuka pintu kamar, Oey Sim Tit hampir saja membalikkan badannya pergi dari situ! Di saat bersamaan, pintu kamar sudah terbuka dan terdengar suara Tam Goat Hua.
"Sim Tit, kemarilah!"
Sambil menundukkan kepalanya karena tidak berani memandang Tam Goat Hoa, Oey Sim Tit memasuki kamar itu. Kedua pelayan yang ada hanya tertawa kecil sambil meninggalkan kamar dan sekaligus menutup pintunya.
Tam Goat Hua tertawa sambil bertanya, "Sim Tit, kau ingin memperisteriku?"
Wajah Oey Sim Tit yang buruk itu tampak memerah, menyahut tergagap-gagap, "Aku... aku... aku...." Oey Sim Tit tak mampu melanjutkan.
Tam Goat Hua berkata dengan dingin, "Saat ini aku akan mati duluan di tanganmu. Kau boleh terus mendesakku untuk menikah denganmu, kenapa kau malah diam saja?"
Mendengar itu kening Oey Sim Tit langsung mengucurkan keringat dingin, ia berkata terputus-putus, "Nona Tam, aku... aku tidak bermaksud demikian!"
Tam Goat Hua memandang Toan Bok Ang sejenak, kemudian berkata lagi, "Kalau begitu, semua adalah atas kemauan ayahmu?"
Oey Sim Tit menarik nafas dalam-dalam, memberanikan diri berkata, "Aku memang amat mencintaimu... tapi aku... aku tidak berani...."
Tam Goat Hua memotong kata-katanya dengan tidak sabar. "Sudahlah! Kau tidak usah bicara lagi!" selang sesaat ia melanjutkan, "Sim Tit, selama ini aku sama sekali tidak tahu urusan dalam hatimu!”
Oey Sim Tit berkata dengan suara rendah, "Aku... aku tidak berani memberitahukan."
Tam Goat Hua menghela nafas, lalu berkata perlahan-lahan, "Sim Tit, musibah yang kualami tidak mungkin kau tidak mengetahuinya. Semua gara-gara perbuatan ayahmu! Kini aku tidak bisa menikah, bahkan orang yang amat kucintai juga tidak bisa menikahiku. Di bawah pengaruh suara harpa ayahmu aku kehilangan kesucianku, menyebabkanku tidak bisa menikah dengan orang yang amat kucintai...," berkata sampai di sini air matanya sudah ber-derai-derai.
Oey Sim Tit segera berkata, "Nona Tam, aku tahu itu, kau... kau jangan berduka!"
Tam Goat Hua berkata, "Sim Tit, aku dan nona Toan percaya kau adalah orang baik. Apakah kau mau melakukan sesuatu untuk kami?"
Tanpa sadar Oey Sim Tit langsung merogoh ke dalam bajunya seraya berkata sungguh-sungguh, "Nona Tam, apa pun boleh kecuali kau minta Busur Apiku!"
Tam Goat Hua bertanya dengan terkejut, "Apa? Busur Api itu berada padamu lagi?"
Oey Sim Tit manggut-manggut. "Ya! Kim Kut Lau yang merebut kembali Busur Api itu!" ia pun menuturkan kejadiannya.
Tam Goat Hua diam, berselang sesaat barulah ia membuka mulut, "Aku bukan ingin minta Busur Api itu."
Oey Sim Tit menarik nafas lega. "Nona Tam, kalau begitu kau menghendaki aku melakukan apa?"
Tam Goat Hua menyahut, "Kami berdua entah terkena racun apa sehingga memusnahkan seluruh kungfu kami. Dapatkah kau mengambil obat penawarnya untuk kami?"
Oey Sim Tit berkata, "Aku tahu kalian terkena racun Can Meh Khie Hoa (Bunga Aneh Pemutus Nadi)! Memang ada obat penawarnya. Namun ayah tidak mempercayaiku, semua benda mustika dan obat penawar itu disimpan di tempat yang amat rahasia!"
Tam Goat Hua segera bertanya, "Kau sama sekali tidak tahu tempat rahasia itu?"
Oey Sim Tit menyahut, "Aku tahu, namun... tempat itu ada penjaganya!"
Tam Goat Hua menghela nafas panjang dan berkata sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Kalau kau tidak sudi memberikan obat penawar itu untuk kami, sudahlah!"
Oey Sim Tit cepat-cepat berkata, "Sudah tentu aku sudi, tapi...."
Tam Goat Hua bertanya, "Tapi kenapa?"
Oey Sim Tit memberitahukan, "Ayah tahu kau tidak mau menikah denganku, kemungkinan besar ayah akan turun tangan jahat mencelakai kalian!"
Tam Goat Hua tertegun mendengar itu, kemudian Toan Bok Ang berkata, "Begini, kau beritahukan kepada ayahmu bahwa nona Tam akan mempertimbangkannya dalam waktu dua hari! Tetapi kau harus memperoleh obat penawar itu! Kami tidak akan menyuruhmu mengantar kami meninggalkan istana ini, karena setelah kungfu kami pulih kami pun akan berusaha keluar dari sini!"
Oey Sim Tit mendongakkan kepala, memandang Tam Goat Hua seraya bertanya, "Nona Tam, kau... kau tidak mempersalahkanku?"
Tam Goat Hua tersenyum sedih, "Mengapa aku harus mempersalahkanmu?"
Oey Sim Tit manggut-manggut. "Baiklah! Aku akan melakukan sesuai dengan pesan kalian!"
Usai berkata, Oey Sim Tit memandang Tam Goat Hua lama sekali, lalu meninggalkan kamar itu. Setelah Oey Sim Tit tidak ada di dalam kamar tersebut, Toan Bok Ang segera bertanya,
"Kakak Tam, kau bilang dia akan mengambil obat penawar kemari?"
Tam Goat Hua mengangguk. "Aku pikir begitu!"
Toan Bok Ang kelihatan kurang percaya. "Dia begitu mencintaimu dan setelah mengetahui bila kungfumu sudah pulih, kau pasti akan meninggalkan istana Ci Cun Kiong, apakah mungkin dia akan membawa obat penawar itu kemari?"
Tam Goat Hua berkata, "Orang lain memang tidak akan berbuat begitu, tapi Oey Sim Tit justru akan melakukannya!"
Toan Bok Ang menarik nafas lega. "Mudah-mudahan begitu!" kemudian ia menambahkan, "Kakak Tam, beberapa hari ini aku berpikir bahwa kita pasti mati, tapi sungguh tak disangka malahan jadi begini!"
Tam Goat Hua menyahut, "Aku pun berpikir demikian. Kedatangan kita tidak bisa mencelakai Liok Ci Khim Mo, dan sebaliknya nyawa kita nyaris melayang. Namun kita masih hidup! Oleh karena itu kita harus membuat Liok Ci Khim Mo cidera atau paling tidak harus mati bersama!"
Toan Bok Ang berkata, "Kalau begitu, setelah kungfu kita pulih nanti, apa yang harus kita lakukan?"
Tam Goat Hua berpikir lama sekali, baru membuka mulut menyahut, "Sampai waktunya baru kita bicara lagi!"
Mereka berdua menghela nafas panjang, tidak membicarakan apa-apa lagi.
Sementara Oey Sim Tit kembali ke aula besar dengan perasaan tercekam, kemudian memberitahukan pada Liok Ci Khim Mo tentang apa yang dikatakan Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang. Liok Ci Khim Mo tidak memberi tanggapan apa pun, hanya berpesan pada Kim Kut Lau agar tidak meninggalkan Oey Sim Tit selangkah pun. Walau tiada jabatan yang tetap, namun dengan adanya kejadian ini otomatis kedudukan Kim Kut Lau menjadi lebih tinggi dari keempat Tancu istana Ci Cun Kiong, dan hal itu membuatnya girang walau hanya dalam hati.
Sore itu Kiong Bu Hong dan Sien Put Pah sudah kembali. Liok Ci Khim Mo menyuruh utusan dan memerintahkan para jago yang lain untuk pulang. Di aula besar itu Liok Ci Khim Mo memberi perintah pada para anak buahnya. Oey Sim Tit memanfaatkan kesempatan untuk meninggalkan aula besar, menuju ke ruang belakang istana Ci Cun Kiong. Tak lama ia sudah sampai di depan sebuah rumah batu. Di rumah batu tersebut tidak ada jendela dan hanya terdapat sebuah pintu batu. Tampak empat orang menjaga disitu.
Begitu melihat kemunculan Oey Sim Tit, keempat penjaga itu langsung bangkit berdiri. Ternyata rumah batu itu menyimpan berbagai macam benda mustika hadiah dari golongan hitam. Penjaga di situ berjumlah delapan orang, dibagi jadi dua kelompok yang menjaga siang dan malam. Kalau pun ada suatu kejadian di istana Ci Cun Kiong, mereka berdelapan tidak boleh meninggalkan tempat itu selangkah pun! Lagi-pula mereka pun sudah menerima instruksi langsung dari Liok Ci Khim Mo, siapa pun dilarang mendekati tempat tersebut kecuali Liok Ci Khim Mo sendiri!
Oleh karena itu, ketika melihat Oey Sim Tit mendekati tempat itu, keempat penjaga itu segera berseru, "Harap tuan muda berhenti!"
Oey Sim Tit segera berhenti. Keempat penjaga itu menyapanya seraya bertanya, "Ada urusan apa tuan muda kemari?"
Wajah keempat penjaga itu tampak angker, namun tidak begitu berhawa sesat. Keempat orang itu berasal dari keluarga Siauw di Han Yang, dan mendapat julukan Siauw Sie Si Kiam (Empat Pedang Marga Siauw). Mereka berempat memiliki ilmu pedang yang amat dahsyat, terutama ilmu pedang Thian Te Hong Lui (Angin Geledek Langit Dan Bumi). Empat pedang bergabung, entah sudah mengalahkan berapa banyak para pendekar di dunia persilatan!
Oey Sim Tit tertawa, kemudian menyahut, "Aku ingin ke dalam melihat-lihat!"
Empat Pedang Marga Siauw saling memandangi, setelah itu berkata, “Tuan muda, tentunya tuan muda mengetahui perintah dari Ci Cun. Mengapa tuan muda hendak menyulitkan kami?"
Oey Sim Tit tertegun sehingga membuatnya membungkam.
Keempat orang itu berkata lagi, "Harap tuan muda segera kembali!"
Oey Sim Tit membatin, Tam Goat Hua sedang menunggunya membawa obat penawar, apabila kembali kesana dengan tangan kosong, ia harus berlaku bagaimana? Dia memang amat mencintai Tam Goat Hua. Dia pun tahu, bila gadis itu memperoleh obat penawar, maka kungfunya pasti pulih dan akan meninggalkan dirinya. Akibatnya ia mungkin tidak dapat bertemu kembali. Akan tetapi Oey Sim Tit justru menghendaki demikian, agar tertanam kesan yang baik dan dalam di hati Tam Goat Hua!
Sebaliknya apabila Oey Sim Tit memanfaatkan kesempatan di saat Tam Goat Hua kehilangan kungfunya serta memaksa memperisterinya, Tam Goat Hua pasti membencinya seumur hidup! Oey Sim Tit berpikir dan berpikir lagi. Sesudah itu bukannya mundur ia justru maju dua langkah. Ketika dia baru maju dua langkah, sudah terdengar suara,
“Trang! Trang! Trang! Trang!" tampak empat bilah pedang sudah terhunus melintang di hadapannya, menghalanginya maju ke depan lagi.
Oey Sim Tit terkejut. "Kalian... kalian juga melarangku masuk ke dalam?"
Keempat orang itu menyahut serentak, "Tuan muda, kami hanya menjalankan perintah! Kecuali Ci Cun, siapa pun dilarang mendekati tempat ini, termasuk tuan muda! Mohon maaf kami telah berlaku kurang ajar."
Oey Sim Tit menghela nafas, memandang mereka berempat seraya berkata, "Walau ayahku memberi perintah demikian, jangan coba-coba kalian melukaiku, karena bagaimana pun, hubungan kami adalah ayah dan anak. Justru kalian yang akan celaka nanti!"
Sifat Oey Sim Tit biasanya lemah dan takut urusan. Tapi saat ini, demi Tam Goat Hua maka timbul kebulatan tekadnya. Keempat orang itu jadi tertegun, padahal ujung pedang mereka diarahkan pada jalan darah Oey Sim Tit. Begitu mendengar perkataannya, pedang mereka pun segera diturunkan sambil saling memandang dan berpikir. Tidak salah apa yang dikatakan Oey Sim Tit, biar bagaimana pun mereka berdua tetap adalah ayah dan anak. Sedangkan mereka berempat, meski pun diperintahkan menjaga di tempat ini dan melarang siapa pun yang ingin masuk, termasuk Oey Sim Tit, namun kalau pemuda itu berkeras ingin masuk sehingga mereka berempat terpaksa turun tangan melukainya, itu merupakan tanggung jawab yang amat besar! Apabila hal itu terjadi tentunya mereka berempat pun akan dihukum berat!
Akan tetapi, kalau mereka berempat membiarkan Oey Sim Tit masuk pasti juga akan menerima hukuman! Mereka berempat betul-betul merasa serba salah, tidak tahu harus berbuat apa sehingga hanya diam saja tanpa bersuara. Berselang sesaat, salah seorang di antara mereka yang lebih cerdik tertawa kering seraya berkata,
"Apa sebabnya tuan muda ingin memasuki gudang batu ini?"
Oey Sim Tit yang tidak biasa berbohong menjawab sejujurnya, "Aku... aku mau mengambil sesuatu di dalam!"
Salah seorang kembali bertanya, "Tuan muda ingin mengambil apa?"
Oey Sim Tit menyahut, "Harap kalian berempat jangan bertanya, perbolehkanlah aku masuk. Kalau ayahku marah, aku pasti bertanggung-jawab!"
Keempat orang itu berpikir, kalau menuruti Oey Sim Tit sungguh amat berbahaya! Walau Oey Sim Tit mengatakan akan bertanggung-jawab, tapi apabila Liok Ci Khim Mo sudah marah besar, yang celaka pasti mereka berempat! Oleh karena itu keempat orang itu menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata,
"Kami harap tuan muda pulang saja!"
Oey Sim Tit menghela nafas panjang. "Kalian berempat... berkeras melarangku masuk ke dalam?"
Keempat orang itu menjawab, "Tuan muda mau mengambil sesuatu, mengapa tidak mohon pada ayahmu untuk datang kemari mengambilnya?"
Oey Sim Tit menyahut, "Kalau ayahku tahu, bagaimana mungkin ayahku akan menemaniku kemari mengambil barang itu?"
Ketika Oey Sim Tit berkata begitu, keempat bilah pedang itu pun langsung melintang di hadapannya lagi. Oey Sim Tit akhirnya menyadari bahwa ia salah kata sehingga urusan jadi semakin sulit. Dia berdiri termanggu-manggu di tempat, tidak tahu harus berkata apa lagi!
Keempat orang itu saling memberi isyarat dan salah seorang segera membentak keras, "Tuan muda, kami sudah melanggar peraturan karena bercakap-cakap denganmu. Kalau tuan muda masih belum mau pergi, kami terpaksa harus turun tangan!"
Oey Sim Tit mendongakkan kepala, di wajahnya tersirat akan kebulatan hatinya. Ia pun berkata dengan perlahan-lahan, "Kalian berani melukaiku?"
Keempat orang itu tidak menghiraukan perkataannya, melainkan berpencar sekaligus menggerakkan pedang masing-masing. Mereka adalah ahli ilmu pedang, maka begitu pedang bergerak sudah tentu hebat sekali. Tampak pedang itu berkelebat-kelebat mengurung Oey Sim Tit dengan maksud agar Oey Sim Tit mundur. Namun pemuda itu sudah membulatkan hati untuk mengambil obat penawar. Begitu melihat pedang berkelebat-kelebat, dia pun bergerak cepat, badannya mencelat ke atas! Walau ilmu silatnya masih jauh di bawah keempat orang itu, namun ilmu ginkang-nya amat tinggi, sekali mencelat ke atas tingginya hampir lima enam depa!
Sesungguhnya jurus ilmu pedang itu hanya merupakan jurus tipuan. Setelah menggerakkan pedang, secepat itu pula mereka menarik kembali. Namun mendadak mata mereka tiba-tiba menjadi kabur dan tahu-tahu Oey Sim Tit sudah tidak kelihatan lagi. Ketika mereka berempat mendongakkan kepala, mereka melihat Oey Sim Tit bersalto di udara dan melayang turun di pintu gudang batu. Menyaksikan itu keempat orang itu bertambah terkejut. Tampak dua orang membalikkan badan sekaligus melancarkan dua jurus serangan, Khuang Hong Hu Hu (Angin Badai Bergemuruh) dan jurus Lui Meng Long Long (Geledek Menggelenggar). Kedua jurus ilmu pedang itu amat dahsyat serta langsung mengarah pada Oey Sim Tit yang baru berdiri tegak.
Oey Sim Tit yang tidak menduga mereka berdua berani menyerangnya dengan sengit dan dahsyat menjadi tertegun. Ketika Oey Sim Tit baru mau mengerahkan ilmu ginkang-nya, di saat bersamaan kedua bilah pedang itu telah menyambarnya. Baju Oey Sim Tit tersobek karena sambaran pedang. Kalau kedua orang itu tidak memandang Liok Ci Khim Mo, dada Oey Sim Tit pasti sudah tertembus pedang. Oey Sim Tit berdiri di tempat dengan wajah pucat pias, menuding mereka seraya berkata.
"Kalian... kalian berani turun tangan terhadapku?"
Salah seorang menyahut dengan suara dalam, "Kami tidak berani membangkang perintah dari Ci Cun, mohon tuan muda sudi memaafkan kami!"
Oey Sim Tit menarik nafas dalam-dalam. "Aku tidak mau pergi!"
Usai berkata begitu, Oey Sim Tit pun segera mengerahkan ginkang-nya. Akan tetapi di saat bersamaan tampak dua orang bergerak dengan cepat untuk menyerangnya dengan jurus Yun Can Sim Sim (Awan Berlapis-Lapis Dalam) dan jurus Te Tong San Yau (Bumi Bergetar Gunung Bergoyang). Kedua jurus itu berhasil melukai kedua bahu Oey Sim Tit sehingga membuatnya mengeluarkan suara keluhan, bahkan harus bersalto turun. Keempat orang itu langsung mengurungnya, sedangkan Oey Sim Tit melihat luka dibahunya hanya tergores, tidak begitu berat kelihatannya.
Oey Sim Tit lalu menatap mereka. "Kalian tetap melarangku ke sana?"
Keempat orang itu mengangguk serentak. Mendadak Oey Sim Tit mengeluarkan Busur Api dalam bajunya. Terdengar suara bunyi empat kali, tampak empat batang panah meluncur ke arah keempat orang itu laksana kilat! Betapa terkejutnya keempat orang itu, mereka cepat-cepat berkelit! Tapi dua orang terlambat sehingga bahu mereka tertancap panah. Oey Sim Tit menggunakan kesempatan itu untuk melesat.
Keempat orang itu berseru serentak, "Tuan muda, cepat berhenti!"
Usai berseru, salah seorang melancarkan sebuah serangan dengan jurus Hong Yun Pian Sek (Angin Dan Awan Berubah Warna) untuk menyerang Oey Sim Tit. Dari mereka berempat dua orang sudah terluka, otomatis membuat mereka amat gusar sehingga ketika menyerang mereka pun menggunakan enam tujuh bagian tenaganya. Pedang itu berkelebat-kelebat mengarah Oey Sim Tit, tampak pula darah bermuncratan. Orang itu mundur beberapa langkah, ternyata bahu Oey Sim Tit sudah terluka berat.
Wajah Oey Sim Tit yang buruk itu amat tak sedap dipandang. Badannya sempoyongan, dan dengan nafas memburu ia berkata, "Kalian... bagus! Bagus sekali!"
Sedangkan kedua orang yang terluka oleh panah kecil sudah mencabut kedua batang panah yang menancap di bahu masing-masing. Luka di bahu mereka tidak begitu berat. Ketika melihat Oey Sim Tit sudah terluka berat, guguplah mereka dalam hati.
Oey Sim Tit menarik nafas dalam-dalam, kemudian berkata, "Asal kalian membiarkanku masuk, aku pun tidak akan bilang apa-apa!"
Keempat orang itu saling memandangi lalu berkasak kusuk berunding. Oey Sim Tit menggunakan kesempatan itu untuk membalut luka di bahunya. Berselang sesaat, keempat orang itu pun telah usai berunding.
“Tuan Muda, kami tidak sengaja...."
Oey Sim Tit segera memutuskan perkataan mereka, "Kalian tidak perlu banyak bicara. Asal kalian memperbolehkanku masuk, aku pasti tidak akan mengungkit tentang kejadian ini pada siapa pun!"