Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 43

Ketika Lu Leng mendengar perkataan Tong Hong Pek, dia ingin berdebat. Tapi setelah mendengar Tam Sen berkata begitu, dalam hati sudah mengerti bahwa Tong Hong Pek dan Tam Sen mengetahui keadaan, seandainya masih bertarung dengan Liat Hwe Cousu sudah pasti pihaknya yang bakal celaka. Liat Hwe Cousu bersifat angkuh, tapi apabila disanjung dengan beberapa patah kata agar dia tidak kehilangan muka, pasti ia akan berhenti.

Oleh karena itu, begitu Tam Sen usai berkata, Lu Leng segera menyambungnya, "Liat Hwe Cousu, terima kasih atas kemurahan hatimu yang telah mengalah tadi!"

Keempat orang itu berkata dengan nada menyanjung. Dalam hati Liat Hwe Cousu sudah mengerti, namun justru tidak mampu mencetuskan apa pun. Kalau dia banyak bicara tentunya akan kehilangan muka, karena tadi dia memang terkena serangan Lu Leng. Liat Hwe Cousu tertegun, kemudian tertawa dingin.

"Sayang! Sungguh sayang sekali!”

Giok Bin Sin Kun juga tertawa. "Liat Hwe tua, apa yang disayangkan?"

"Sayang sekali dalam rimba persilatan orang yang bersifat gagah justru sedikit sekali!” ujar Liat Hwe Cousu.

Mendengar itu wajah Seh Cing Hua langsung berubah. “Tua bangka, kau sedang kentut apa?"

Liat Hwe Cousu menyahut dengan dingin, "Pat Liong Thian Im muncul, Liok Ci Khim Mo menjagoi rimba persilatan. Kalian bertiga malah bertekuk lutut di hadapan Liok Ci Khim Mo itu!"

Tong Hong Pek dan lainnya mendengar itu langsung tertawa gelak, lalu terdengar Seh Cing Hua tertawa sambil mencaci. “Tua bangka, kelihatannya kau begitu terburu-buru melakukan perjalanan. Apakah kau pergi bergabung dengan Liok Ci Khim Mo?"

Wajah Liat Hwe Cousu membesi. "Aku ingin mendengar penjelasan!"

"Penjelasan apa?" tanya Tong Hong Pek.

"Kalau kalian tidak bertekuk lutut di hadapan Liok Ci Khim Mo, bagaimana putra Liok Ci Khim Mo ada bersama kalian?" sahut Liat Hwe Cousu.

"Kau masih berani omong begitu? Ketika bertemu saja, tanpa bertanya lagi langsung melukai Oey Sim Tit! Hutang itu, cepat atau lambat Liok Ci Khim Mo pasti membuat perhitungan denganmu!" dengus Tong Hong Pek menatap Liat Hwe Cousu.

Liat Hwe Cousu tertawa dingin. "Nah, itu! Kalian tidak dapat membersihkan diri lagi!"

Padahal sesungguhnya Tong Hong Pek dan lainnya sama sekali tidak tahu apa sebabnya Liat Hwe Cousu bersikap demikian terhadap mereka. Liat Hwe Cousu tak punya dendam dengan mereka, lagi-pula pada dasarnya Liat Hwe Cousu bukan orang jahat Kini mereka baru mengerti, ternyata Liat Hwe Cousu mengira mereka telah bergabung dengan Liok Ci Khim Mo.

Mereka berlima melanjutkan perjalanan, Oey Sim Tit di depan menunjuk jalan. Sampai di tempat itu mereka melihat Liat Hwe Cousu muncul dari arah yang berlawanan. Dari jauh Tong Hong Pek sudah melihatnya. Dia merasa heran karena Liat Hwe Cousu mendadak muncul di situ, dan tahu-tahu saja sudah menghampiri Oey Sim Tit.

"Liat Hwe tua, kau mau ke mana?" Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek langsung bertanya.

Seusai Tong Hong Pek berkata, mendadak Liat Hwe Cousu menggeram sambil menjulurkan tangannya mencengkeram Oey Sim Tit. Betapa terkejutnya Oey Sim Tit yang duduk di punggung kuda. Sebelah tangannya menekan punggung kuda, lalu mencelat ke atas sambil berjungkir balik mengerahkan ginkang. Dengan ringan dia mendarat di tanah. Sesungguhnya begitu kakinya menginjak tanah, dia masih dapat mengerahkan ginkang untuk melarikan diri. Akan tetapi sepasang lengan Liat Hwe Cousu justru diarahkan pada Tong Hong Pek dan Tam Sen.

Luka kedua orang itu belum pulih, tentunya akan sangat berbahaya menghadapi Liat Hwe Cousu. Maka Tong Hong Pek, Tam Sen dan Seh Cing Hua segera meloncat turun dari kuda. Mereka bertiga bekerja sama menangkis pukulan yang dilancarkan Liat Hwe Cousu, namun badan mereka tetap terhuyung-huyung ke belakang. Menyaksikan itu, tanpa berpikir panjang lagi Oey Sim Tit langsung mengeluarkan sebilah belati, menerjang ke arah Liat Hwe Cousu sambil mengerahkan ginkang.

Di saat bersamaan Liat Hwe Cousu justru sudah siap bertarung dengan Tong Hong Pek dan lainnya. Begitu melihat Oey Sim Tit menerjang ke arahnya, dia tertawa gelak. "Kunang-kunang kecil berani membentur api?!"

Berdasarkan kepandaian Oey Sim Tit, tidak terlalu merendahkan kalau Liat Hwe Cousu berkata begitu. Oey Sim Tit menyerang dada Liat Hwe Cousu, tapi mendadak ketua Hwa San Pai itu berkelit

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek segera berseru, "Sim Tit! Jangan pedulikan kami, cepat pergi!"

Oey Sim Tit amat gugup karena serangannya gagal. Dia segera menyerang lagi, akan tetapi kali ini Liat Hwe Cousu justru menjulurkan tangannya mencengkeram lengan Oey Sim Tit. Dengan cepat direbutnya belati yang di tangan Oey Sim Tit, kemudian ditusukkan ke punggungnya. Liat Hwe Cousu bergerak begitu cepat sehingga Tong Hong Pek dan lainnya hanya melihat Oey Sim Tit terluka, tanpa dapat berbuat apa-apa. Setelah menghujamkan belati ke punggung Oey Sim Tit, Liat Hwe Cousu mengibaskan tangannya, membuat Oey Sim Tit terpental beberapa depa. Oey Sim Tit sudah terluka parah, hanya saja luka itu belum mengucurkan darah. Ketika terpental dia masih bisa berdiri.

Tong Hong Pek dan Tam Sen yang tampak gugup dan panik saling berteriak. "Sim Tit! Cepat pulang! Biar bagaimana kau harus sampai di istana Ci Cun Kiong! Kalau tidak, nyawamu pasti melayang!"

Oey Sim Tit tertegun, lalu membalikkan badannya dan segera melesat pergi. Di tengah jalan ternyata dia bertemu dengan Lu Leng. Sementara setelah Oey Sim Tit kabur, Liat Hwe Cousu melancarkan sebuah pukulan ke arah Tong Hong Pek dan lainnya. Mereka bertiga tetap bekerja sama menangkis pukulan yang dilancarkan tokoh ketua Hwa San Pai itu. Kalau ketiganya tidak dalam keadaan terluka parah, tentunya tangkisan mereka akan melukai Liat Hwe Cousu. Tiga empat jurus kemudian, mereka bertiga sudah terdesak sampai di sisi sebuah batu besar sehingga tak dapat mundur lagi. Sementara itu pula Han Giok Shia melihat sebuah goa di belakang, maka dia segera menarik Tam Ek Hui ke dalam.

"Desak dia mundur beberapa langkah, lalu masuk ke dalam goa ini!" Tam Ek Hui menyarankan dengan suara keras ke arah mereka.

Tong Hong Pek, Tam Sen, dan Seh Cing Hua menoleh ke belakang. Setelah itu mereka melancarkan pukulan, membuat Liat Hwe Cousu termundur beberapa langkah. Maka ketiganya memperoleh kesempatan untuk dapat masuk ke goa itu. Buru-buru mereka memasuki goa.

Liat Hwe Cousu tertawa aneh tak henti-hentinya di luar goa. "Bagus! Apakah kalian akan terus bersembunyi tidak mau keluar lagi?"

"Tua bangka! Kau boleh coba kemari!" seru Seh Cing Hua sambil tertawa.

Liat Hwe Cousu memang sudah melihat ketiga lawannya terluka parah, maka berani bertarung melawan mereka. Namun kini kelima lawannya bersembunyi di dalam goa, bagaimana mungkin untuk berani menerjang ke dalam? Dia tahu jelas Seh Cing Hua telah menguasai semua ilmu yang tercantum di dalam Kitab Iblis peninggalan Mo Liong Seh Sih. Karena itu tidak mudah menghadapinya, apalagi kalau Seh Cing Hua menggunakan racun.

Oleh karena itu Liat Hwe Cousu cuma berdiri di depan goa. Kemudian mendadak dia melancarkan sebuah pukulan ke dalam goa itu. Namun pada saat yang bersamaan dari dalam goa pun meluncur keluar suatu benda berwarna kehijau-hijauan. Benda itu menerobos tenaga pukulan Liat Hwe Cousu. Liat Hwe Cousu cepat-cepat menarik tenaga pukulannya sambil meloncat mundur. Ketika jatuh di hadapannya, benda itu mengeluarkan suara ledakan kecil dan mengepulkan asap, dan tak lama kemudian rerumputan di sekitar tempat itu berubah kuning layu. Bukan main terkejutnya Liat Hwe Cousu mendapati serangan itu, wajahnya pucat pias.

"Tua bangka! Kalau kau masih berani macam-macam di luar goa, kau pasti akan merasakan beberapa macam mainan yang amat menarik lagi!" seru Seh Cing Hua dari dalam goa.

Liat Hwe Cousu tahu Seh Cing Hua tidak omong kosong, maka dia tidak berani mendekati mulut goa itu. Dia hanya bisa mencaci-maki karena geram bukan main. Pada waktu bersamaan kebetulan si Walet Hijau-Yok Kun Sih melewati tempat itu. Kalau bukan karena urusan Toan Bok Ang dengan Lu Leng, dia pasti memunculkan diri. Si Walet Hijau-Yok Kun Sih memang berhati sempit. Lantaran membenci Lu Leng, dia membenci Tong Hong Pek dan lainnya. Maka ketika menyaksikan kejadian itu, dia malah pergi. Setelah bertemu Toan Bok Ang di dalam kuil tua, akhirnya hatinya tergerak. Ketika membawa Toan Bok Ang pergi, dia memberitahukan tentang keadaan Tong Hong Pek dan lainnya.

Lu Leng segera ke tempat itu, bertemu Liat Hwe Cousu yang akan membakar ranting kering di depan goa. Di saat Lu Leng bertarung dengan Liat Hwe Cousu, Tong Hong Pek dan lainnya berjalan ke luar dari dalam goa, Karena itu mereka berlima menyaksikan pertarungan tersebut. Kini mereka berlima baru tahu, ternyata Liat Hwe Cousu telah salah paham, mengira mereka telah bergabung dengan Liok Ci Khim Mo. Hal itu membuat mereka gusar tapi juga merasa geli.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menggeleng-gelengkan kepala seraya berkata, "Liat Hwe tua, kalau kami tidak terluka oleh kekuatan Pat Liong Thian Im, cukup salah seorang di antara kami, kau pasti sudah kelabakan. Bagaimana kalau kami bertiga melawanmu?"

"Lalu bagaimana putra Liok Ci Khim Mo bisa bersama kalian ?" tanya Liat Hwe Cousu.

Giok Bi Sin Kun-Tong Hong Pek mendengus, kemudian menyahut, "Liat Hwe tua, apakah kau sudah lupa tentang kejadian di Cing Yun Ling Go Bi San? Oey Sim Tit merebut harpa Pat Liong Khim dari tangan ayahnya! Kalau waktu itu dia tidak berbuat begitu, mungkin kita semua hanya tinggal tutang-belulang saja!"

Liat Hwe Cousu tertegun mendengar itu. Dia terbungkam.

"Seandainya Oey Sim Tit tidak sampai di istana Ci Cun Kiong, aku tidak akan menyudahi urusan ini!" lanjut Tong Hong Pek.

Liat Hwe Cousu tertawa dingin. "Kau kira aku takut padamu?"

Lu Leng segera berkata, "Oey Sim Tit sudah tidak apa-apa!"

Semua tercengang mendengar teriakan Lu Leng.

"Dari mana kau tahu?" tanya Cit Sat Sin Kun-Tam Sen.

Lu Leng cepat-cepat menjelaskan tentang dirinya yang bertemu Oey Sim Tit, juga tentang bagaimana dia menempuh bahaya maut membawa anak Liok Ci Khim Mo itu ke istana Ci Cun Kiong. Mendengar itu Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa gelak.

"Saudara Tam, Liat Hwe tua! Kalian lihat bagaimana muridku ini?"

Liat Hwe Cousu mendengus dingin. "Hm! Sungguh bodoh sekali!"

"Tidak melupakan budi, itu adalah solider! Berani meloloskan diri, itu gagah! Liat Hwe tua, kau bilang dia bodoh, bukankah keterlaluan?" tukas Tam Sen.

Apa yang dikatakan Tam Sen membuat wajah Lu Leng berubah kemerahan. "Paman Tam, jangan berkata begitu!" ujarnya merasa tak enak hati.

Liat Hwe Cousu jadi membisu mendengar penjelasan Lu Leng, sementara Han Giok Shia melangkah menghampiri Lu Leng.

"Adik Leng, apa yang dikatakan Paman Tam memang benar. Oh ya, di mana nona Toan?"

Begitu Han Giok Shia menyinggung Toan Bok Ang, Lu Leng langsung menghela nafas panjang. Han Giok Shia melihat perubahan wajah Lu Leng itu.

"Bagaimana dia?" tanyanya dengan rasa penasaran.

Lu Leng berpikir sejenak, akhirnya dia menceritakannya. Dengan sedih dia menuturkan pertemuannya dengan Toan Bok Ang dan Yok Kun Sih di kuil tua. "Dia dan Yok-cianpwee pergi!" ujarnya mengakhiri penuturannya.

Semua orang tidak menduga, dalam waktu sehari Lu Leng mengalami begitu banyak kejadian. Karena itu mereka diam, akan tetapi mendadak Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek bertanya.

"Anak Leng, kenapa kau hilang mendadak?"

Lu Leng diam, kemudian menyahut dengan suara pelan. Tong Hong Pek mau bertanya lagi, tapi Liat Hwe Cousu menyela.

"Apa maksud kalian mengganggu Liok Ci Khim Mo, bolehkah dijelaskan?"

Sesungguhnya Liat Hwe Cousu amat berkhawatir Lu Leng akan menceritakan perbuatannya di gunung Tang Ku Sat. Kalau kejadian itu tersiar ke luar, namanya pasti hancur dalam rimba persilatan. Lu Leng berhati bajik dan berjiwa lapang, dia tidak akan mengungkap tentang kejadian itu. Mengetahui kalau Lu Leng tidak akan mempermalukan dirinya di hadapan semua orang, Liat Hwe Cousu berlega hati.

"Dia adalah musuh kita semua, tentunya aku boleh menjelaskan!" ujar Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menjawab pertanyaan Liat Hwe Cousu.

Mereka semua duduk di sebuah batu besar. Tong Hong Pek lalu menuturkan tentang kejadian itu. Seusai Tong Hong Pek bercerita, hari sudah mulai terang. Setelah mendengar penuturan tersebut, Liat Hwe Cousu jadi tertegun.

"Kalau begitu aku tidak usah ke istana Ci Cun Kiong lagi!" ujar Liat Hwe Cousu setelah terdiam cukup lama.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertawa. "Liat Hwe tua! Kalau kami menaruh dendam padamu karena kejadian tadi, kami pasti memanasi hatimu agar kau ke sana."

Liat Hwe Cousu jadi gusar mendengar itu. "Pergi ya pergi! Siapa yang takut?"

Seh Cing Hua tertawa. "Liat Hwe tua! Kita semua sama saja. Tidak perlu gagah-gagahan!"

Liat Hwe Cousu diam, namun nafasnya memburu menahan kegusarannya.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek berkata, "Liat Hwe tua, kami pernah melihatmu di pinggir laut. Kelihatannya kau ingin menyeberang laut. Kenapa mendadak kembali ke Tionggoan?"

“Tidak salah, aku justru ingin bertanya satu hal padamu!" sahut Liat Hwe Cousu.

“Tentang hal apa?" tanya Tong Hong Pek.

Liat Hwe Cousu menyahut, "Dulu kematian Beng Tu Lo Jin gurumu...."

Baru berkata sampai di situ, Tong Hong Pek yang mendengar langsung berubah wajahnya. "Liat Hwe tua, jangan kau teruskan lagi!"

Beng Tu Lo Jin adalah guru Tong Hong Pek. Kematiannya justru disebabkan oleh perbuatan Tong Hong Pek yang ugal-ugalan, hingga akhirnya Tong Hong Pek diusir dari perguruan. Kalau teringat akan itu, hatinya amat berduka sekali. Oleh karena itu, temannya yang tahu bahwa hati Tong Hong Pek amat menyesal tidak pernah menyinggung tentang itu. Tapi saat ini Liat Hwe Cousu justru menyinggungnya. Ketika Tong Hong Pek memutuskan perkataan Liat Hwe Cousu, ketua Hwa San Pai itu menjadi tertegun.

"Aku hanya ingin mengetahui jejak seseorang," katanya.

"Siapa?" tanya Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek.

"Ketika itu Lam Hai Tiat Yeh Tocu-Tiat Sin Ong juga pergi ke gunung Go Bi San untuk melawat. Namun setelah itu, bersama Pian Liong Sian Po dan Thian Sun Sianjin menghilang entah ke mana. Kau tahu Tiat Sin Ong pergi ke mana?"

Tong Hong Pek tercengang. Jejak mereka bertiga sudah hilang dua puluh tahun, kenapa Liat Hwe Cousu menanyakan jejak Tiat Sin Ong?

"Pada waktu itu aku tidak berada di gunung Go Bi San, bagaimana tahu tentang jejak Tiat Sin Ong?" sahutnya.

Liat Hwe Cousu menghela nafas panjang. "Kini tingkatan tua Go Bi Pai hanya tinggal kau seorang. Kelihatannya tiada seorang pun tahu jejak Tiat Sin Ong."

Semua orang diam, sedangkan Lu Leng teringat akan ayahnya, maka seketika timbul rasa duka dalam hatinya.

"Kenapa kau menanyakan jejak Tiat Sin Ong?" tanya Cit Sat Sin Kun-Tam Sen sesaat kemudian.

Liat Hwe Cousu tidak segera menyahut, melainkan menatap Lu Leng dengan sinar mata aneh. Lu Leng tidak tahu apa sebabnya Liat Hwe Cousu menatapnya seperti itu.

"Tidak ada apa-apa, hanya sekedar bertanya saja," jawab Liat Hwe Cousu.

Semua orang tahu bahwa Liat Hwe Cousu tidak mau berterus terang. Namun mereka sama sekali tidak menduga bahwa urusan yang disimpan dalam hati Liat Hwe Cousu justru berkaitan dengan mereka. Liat Hwe Cousu bangkit berdiri, kemudian mengulapkan tangannya ke arah Lu Leng.

"Bocah, kau ke marilah, aku ingin bicara sejenak denganmu!"

Liat Hwe Cousu melesat tiga empat depa, sedangkan Lu Leng menjadi ragu untuk mengikutinya atau tidak.

"Anak Leng, kenapa kau tidak ke sana? Apakah masih takut terhadap Liat Hwe Cousu itu? Jangan khawatir, dia bukan orang semacam itu!"

Lu Leng berpikir lama sekali, akhirnya melesat ke hadapan Liat Hwe Cousu. Dia yakin, di hadapan begitu banyak orang, Liat Hwe Cousu pasti tidak berani mencelakainya. Setelah Lu Leng berada di hadapannya, ketua Hwa San Pai itu berkata dengan suara rendah.

"Bocah, tentang jejak Panah Bulu Api, apakah kau sudah tahu?"

Lu Leng menggelengkan kepala. “Tidak. Setelah Cousu pergi, aku dan Toan Bok Ang menemukan ruang batu lain. Di ruang itu juga terdapat sebuah peti mati tembaga, tapi hanya berisi mayat nyonya Mo Liong Seh Sih."

"Di dalam peti mati tembaga itu tidak terdapat Panah Bulu Api?"

Lu Leng menggeleng kepala lagi. "Tidak. Panah Bulu Api itu memang telah dicuri orang, dan di sana hanya terdapat secarik kertas saja."

Saat itu Liat Hwe Cousu sedang merendahkan suaranya. Namun begitu mendengar perkataan Lu Leng, tanpa sadar suaranya menjadi tinggi. "Kertas itu...." buru-buru Liat Hwe Cousu merendahkan suaranya lagi, "Di mana kertas itu? Cepat perlihatkan kepadaku!"

Ketika sedang berbicara dengan Lu Leng, Tong Hong Pek dan lainnya tidak dapat mendengar. Namun begitu Liat Hwe Cousu berseru tentang kertas tadi terdengar jelas, membuat mereka berlima saling memandang dengan penuh keheranan.

"Kertas tersebut telah hancur," sahut Lu Leng.

"Kalau begitu, apa yang tercantum di dalam kertas itu?"

Lu Leng memberitahukan. Setelah mendengar, wajah Liat Hwe Cousu tampak berseri, dan itu membuat Lu Leng tercengang.

"Berdasarkan itu, apakah Cousu tahu siapa pencurinya?"

"Omong kosong!" bentak Liat Hwe Cousu. "Bocah, ada satu hal, kau... kau...." ucapannya terhenti, kelihatannya seperti tidak tahu harus mengatakan apa. “Tentang kejadian di gunung Tang Ku Sat, kau pernah memberitahukan kepada orang lain?" lanjutnya setelah berpikir sejenak.

Lu Leng tertawa geli. Ternyata Liat Hwe Cousu memanggilnya hanya karena urusan itu,
"Pernah kuceritakan tapi tidak menyangkut Cousu."

Liat Hwe Cousu menarik nafas lega. "Bocah, kau harus ingat! Kejadian di gunung Tang Ku Sat tidak boleh kau beritahukan kepada siapa pun, termasuk gurumu! Kalau kau kabulkan, sudah pasti bermanfaat bagi dirimu!" pesannya.

Lu Leng berpikir, perbuatan Liat Hwe Cousu yang amat rendah di gunung Tang Ku Sat seharusnya dibeberkan. Tapi Lu Leng berhati bajik. Liat Hwe Cousu yang amat angkuh itu masih mau bermohon kepadanya. Kalau dia bersedia menutup mulut, Liat Hwe Cousu pasti berterima-kasih sekali kepadanya, dan siapa tahu selanjutnya ketua Hwa San Pai itu menjaganya.

"Aku menuruti perkataan Cousu," sahutnya.

Liat Hwe Cousu menjulurkan tangannya menepuk bahu Lu Leng. "Bagus. Aku pasti tidak akan melupakan kebaikanmu," katanya.

Usai berkata begitu dia melambaikan tangannya ke arah Tong Hong Pek dan lainnya, kemudian melesat pergi. Lu Leng kembali ke tempatnya. Dia memberitahukan tentang pembicaraannya dengan Liat Hwe Cousu, tapi banyak yang dirahasiakannya. Setelah itu mereka semua melanjutkan perjalanan.

Hari itu, setelah mereka menempuh tujuh delapan mil, hari pun sudah malam. Mereka dapat tidur dan beristirahat. Hari berikutnya Tong Hong Pek dan lainnya sudah mulai sembuh dari sebagian luka dalam yang mereka derita. Kira-kira tujuh delapan hari lagi mereka pasti akan pulih. Sementara itu hati Lu Leng amat berduka karena urusan Tam Goat Hua dan Toan Bok Ang. Namun hati semua orang sedang dilanda urusan masing-masing. Mereka tidak tahu akan kedukaan Lu Leng saat itu.

Di antara mereka hanya Han Giok Shia yang paling peka. Dia melihat Lu Leng seperti kehilangan sukma. Han Giok Shia tahu itu bukan disebabkan urusan Liok Ci Khim Mo, melainkan risau karena urusan lain. Malam harinya mereka bermalam di sebuah desa. Han Giok Shia mengajak Lu Leng jalan-jalan sejenak.

" Adik Leng, hari itu kau hilang secara mendadak, apakah bertemu kakak Tam?"

Han Giok Shia bertanya secara tiba-tiba, membuat Lu Leng tidak bisa mengelak lagi. "Nona Han, bagaimana kau bisa tahu?" tanya Lu Leng sambil menghembuskan nafasnya.

Han Giok Shia tersenyum. "Bagaimana sifatmu, apakah aku tidak mengetahuinya? Kalau tidak bertemu kakak Tam, tentunya tidak mungkin kau membiarkan kami di tempat itu."

Lu Leng menghela nafas panjang lagi. "Aku sendiri pun tidak tahu. Begitu melihatnya, aku terus mengikutinya!" ujar Lu Leng dengan suara rendah.

"Kini tiada seorang pun menyalahkanmu. Oh ya, bagaimana keadaan nona Tam?"

"Dia berada di dalam sebuah kuil, ingin jadi biarawati. Setelah bermohon padanya hampir seharian, barulah dia mau membuka mulut berbicara denganku."

Lu Leng lalu menutur sejelas-jelasnya tentang kejadian itu. Setelah mendengar, Han Giok Shia merasa ikut berduka. Dia sebagai orang ketiga, tentunya amat sulit menghibur Lu Leng. Han Giok Shia menjadi bimbang. Ketika mau membuka muIut, mendadak terdengar suara seruan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek.

"Hati-hati! Ada orang ke mari! Anak Leng, cepat kembali!"

Lu Leng dan Han Giok Shia segera kembali. Mereka berenam berkumpuI. Telinga mereka mendengar serangkaian suara berdetak di tempat jauh. Dalam kegelapan tampak bayangan-bayangan orang, jaraknya kira-kira dua tiga puluh depa. Bayangan-bayangan orang itu datangnya amat lamban. Namun di antara semua orang, tidak mungkin orang biasa melakukan perjalanan malam! Karenanya, setelah melihat bayangan-bayangan orang itu mereka semua segera bersembunyi di belakang pohon.

“Tak! Tak! Tak!” terdengar suara itu semakin dekat, tak lama kemudian sudah berada di depan.

Sekarang mereka melihat jelas, yang datang itu berjumlah empat orang. Keempat orang itu berjalan lamban, namun air muka mereka tampak aneh sekali. Sikap mereka dalam berjalan pun aneh, seperti orang berbaris kecuali orang yang berjalan di depan. Orang kedua memegang bahu orang pertama, orang ketiga memegang bahu orang kedua, begitu pula orang yang keempat. Tangan mereka memegang sebuah tongkat bambu cukup panjang tapi amat kecil, hanya sebesar ibu jari. Keempat tongkat bambu itu memancarkan cahaya kehijau-hijauan.

Rangkaian suara berdetak ditimbulkan tongkat bambu tersebut. Dilihat dari air muka dan cara mereka berjalan, dapat diketahui bahwa keempat orang ini adalah orang-orang buta! Begitu tahu keempat orang itu buta, semua orang menarik nafas lega. Orang buta tidak dapat membedakan siang dan malam, melakukan perjalanan malam tentunya tidak mengherankan.

Han Giok Shia tidak sabaran, ingin buru-buru melesat ke luar. Namun Tong Hong Pek cepat-cepat menahannya. Keempat orang itu semakin dekat. Kini jelaslah kalau mereka semua mengenakan jubah abu-abu. Masing-masing berwajah pucat dengan mata yang hanya kelihatan putihnya. Wajah mereka memang kelihatan aneh, namun karena keempatnya orang buta, sama sekali tidak mencurigakan.

Han Giok Shia yang tertahan oleh Tong Hong Pek merasa keheranan. Kenapa Tong Hong Pek begitu tegang? Han Giok Shia menoleh. Gadis itu melihat wajah Tong Hong Pek tampak serius sekali. Sepasang mata Tong Hong Pek menatap lekat-lekat pada keempat orang buta itu, hampir tak berkedip sama sekali. Han Giok Shia bertambah heran dan bingung. Kemudian segera ia memandang Cit Sat Sin Kun-TamSen dan lainnya. Mereka pun sedang memandang ke arah Tong Hong Pek. Kelihatannya mereka juga tidak tahu asal-usul keempat orang buta itu, namun Tong Hong Pek segera memberi isyarat agar semua jangan mengeluarkan suara.

Tak seberapa lama, keempat orang buta sudah berada di hadapan mereka, hanya berjarak beberapa depa. Tiba-tiba keempat orang berjubah abu-abu itu menjulurkan tongkat masing-masing, lalu menotok ke sana ke mari sehingga nyaris menotok badan orang-orang itu. Wajah Tong Hong Pek tampak tegang, maka yang lain pun segera menahan nafas dan tak bergerak sama sekali. Setelah melakukan hal aneh itu, keempatnya langsung duduk.

Melihat keempat orang buta itu duduk, Lu Leng tampak heran. Mereka berempat duduk di situ, entah kapan akan bangun. Apakah semua orang harus menahan nafas menunggu keempat orang buta itu bangun? Membatin sampai di situ, Lu Leng menjulurkan tangannya ingin menyentuh Tong Hong Pek, maksudnya minta penjelasan. Akan tetapi gerakan itu justru menimbulkan suara dari lengan bajunya.

Salah seorang buta yang duduk itu langsung bergerak laksana kilat. Sungguh tidak dapat dipercaya sebab semua tahu, tadi mereka berempat berjalan begitu lamban. Begitu badannya bergerak, terdengar pula suara berdesir. Ternyata tongkat bambunya juga ikut menusuk ke depan. Saking cepatnya gerakan itu, membuat Lu Leng tidak dapat melihat dengan jelas. Entah bagaimana gerakan orang buta itu, tahu-tahu ujung tongkat bambunya telah menembus sebuah pohon di belakang Lu Leng. Lu Leng tercengang. Namun saat dia mau bergerak, dilihatnya Tong Hong Pek memberi isyarat kepadanya. Lu Leng terpaksa bersabar.

Orang buta itu kelihatan tertegun, memasang pendengarannya dengan seksama. Dan sesaat kemudian dia menarik kembali tongkat bambunya. Di saat bersamaan Lu Leng menurunkan tangannya. Setelah kejadian itu barulah mereka sadar kenapa wajah Tong Hong Pek begitu serius. Ternyata keempat orang buta itu berkepandaian amat tinggi. Tadi Lu Leng cuma mengeluarkan suara lirih, namun ternyata tak terlepas dari telinga orang buta itu, bahkan langsung menyerang pula sehingga tongkat bambunya menembus sebuah pohon di belakang Lu Leng.

Tentang asal-usul keempat orang buta itu, tak satu pun yang mengetahui. Namun agaknya mereka dapat menduga dalam hati, hanya Tong Hong Pek seorang yang mengetahui asal-usul keempat orang buta itu. Orang buta itu duduk kembali, kemudian masing-masing mengeluarkan makanan kering. Mereka berempat menyantap perlahan-Iahan, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

Tam Ek Hui, Han Giok Shia dan Lu Leng sudah tidak sabaran, namun mereka tidak berani bergerak. Beberapa saat kemudian, ketika mereka sedang tegang mendadak terdengar suara yang mencurigakan di atas sebuah pohon.

“Srraks!”

Orang buta itu langsung mencelat sambil menusukkan tongkatnya, seketika terdengar suara.

"Kuuk!" terlihat seekor bajing jatuh ke tanah, mati oleh tongkat bambu, sementara itu orang buta tadi sudah kembali duduk di tempatnya semula.

Menyaksikan itu hati semua orang jadi semakin tegang. Bajing dapat meloncat dengan cepat sekali di dahan pohon. Dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu dan kepandaian orang buta itu, dan tentu ketiga kawannya juga berkepandaian tidak rendah.

Setelah menyaksikan itu lagi, barulah Tam Ek Hui, Han Giok Shia dan Lu Leng tidak berani bergerak sembarangan. Mereka menunggu dengan sabar. Setelah selesai bersantap, keempat orang buta itu bangkit berdiri, lalu melanjutkan perjalanan seperti ketika datang. Setelah keempat orang buta itu pergi, barulah Tam Ek Hui dan Han Giok Shia menarik nafas lega. Karena menahan nafas, mereka jadi tersiksa. Hal itu karena sebenarnya mereka masih menderita luka dalam. Itulah sebabnya kepergian keempat orang buta membuat mereka merasa lega.

Mereka pikir tidak mungkin keempat orang buta itu akan mendengar suara nafas mereka. Tetapi belum juga keduanya selesai menghela nafas yang pertama, mendadak keempat orang buta membalikkan badan. Lu Leng yang berada di sisi Han Giok Shia segera menyadari adanya sesuatu yang tak beres, karena itu dia nekad maju selangkah ke hadapan mereka. Maka saat itulah tiba-tiba terdengar suara angin mendesir keras meluncur ke arah Lu Leng. Tampaklah sesosok bayangan berkelebat menyusul pula dua batang tongkat bambu menusuk ke arah dadanya!

Kali ini Lu Leng sudah siap. Maka begitu melihat kedua batang tongkat bambu mengarah dadanya, tangannya bergerak mengeluarkan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang puncak Menembus Awan), menangkis kedua batang tongkat bambu itu.

“Prak! Prak!” seketika terdengar suara benturan keras.

Ternyata tenaga yang meluncur dari jari tangan Lu Leng berhasil memapak dan menghalau kedua tongkat itu. Namun badan pemuda itu terguncang dan sempat terdorong ke belakang. Sebenarnya Lu Leng telah menggunakan tujuh delapan bagian tenaganya, tapi tenaga dari kedua batang tongkat bambu itu ternyata mampu mendorong badannya hingga bergoyang-goyang. Tentu saja hatinya merasa terkejut mendapati hal itu.

Kini Lu Leng semakin percaya, keempat orang buta itu berkepandaian amat tinggi. Maka sebelum kedua orang buta itu melancarkan serangan, Lu Leng segera mundur selangkah, kemudian menyerang dengan jurus Si Siang Pik Sen (Empat Penjuru Pasti Muncul). Kali ini kedua orang buta itu memutar-mutarkan tongkat bambu, sehingga menimbulkan suara menderu-deru. Tongkat mereka membentuk lingkaran besar hingga mampu membuat tenaga Kim Kong Sin Ci tergempur balik.

Lu Leng kaget bukan main. Dia khawatir serangan yang membalik itu justru akan mengenai Tam Ek Hui dan Han Giok Shia yang berdiri di belakangnya. Maka dengan cepat dia mengibaskan tangan kirinya ke belakang, mendorong kedua kawannya itu mundur beberapa langkah. Sementara kedua orang buta itu sedang memutar-mutarkan tongkat bambu masing-masing, tentunya tidak akan begitu cepat melancarkan serangan. Itulah sebabnya Lu Leng buru-buru berusaha mendorong Tam Ek Hui dan Han Giok Shia, agar mereka berdua terhindar dari bahaya!

Akan tetapi kedua orang buta itu ternyata bergerak dengan cepat. Ketika Lu Leng mengibaskan tangan kirinya ke belakang, mendadak saja kedua batang tongkat bambu sudah melesat ke arah dadanya. Lu Leng betul-betul tidak punya kesempatan untuk menangkis. Dalam keadaan terjepit dia mencelat ke atas, lalu bersalto dua kali menghindari serangan-serangan itu. Akan tetapi, ketika badannya berada di udara keadaan di bawah telah berubah.

Semula hanya dua orang buta yang menyerangnya, sedangkan yang lain hanya berdiam diri dengan wajah tanpa perasaan. Kini kedua orang buta yang lain mendadak bergerak laksana kilat, begitu pula tongkat bambu yang di tangan mereka, bergerak-gerak cepat memburu ke arah Lu Leng. Keadaan Lu Leng benar-benar dalam bahaya. Tubuhnya yang masih melayang di udara tentu sangat sulit untuk mengelakkan serangan itu, kecuali jika dirinya bisa melambung lagi lebih tinggi. Namun mana mungkin itu dilakukan jika mengandalkan ilmu yang belum mencapai taraf tertinggi?

Mendadak saja Lu Leng menarik nafas dalam-dalam sambil menghimpun hawa murni, sehingga badannya melambung ke atas setengah depa. Di saat bersamaan Lu Leng pun melihat jelas posisi keempat orang buta itu. Kelihatannya apabila musuh tidak bergerak, mereka berempat pun diam. Oleh karena itu Lu Leng segera mengeluarkan golok pusaka Su Yang To. Namun bersamaan itu terdengar Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Tam Sen dan Seh Cing Hua tertawa dingin seraya berkata.

"Di sini masih ada orang!"

Belum selesai mereka berkata, dua orang buta sudah melesat sambil menusuk dengan tongkat bambu. Sambil meluncur turun, Lu Leng secepat kilat langsung melancarkan serangan beruntun dengan mengerahkan tiga jurus, Wah Hou Seh Seng (Harimau Mendekam), Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba) dan Nuh Hou Eng Cit (Harimau Marah Meloncat). Tampak cahaya golok pusaka Su Yang To berkelebat-kelebat. Ketiga jurus itu bersifat menyerang dan bertahan, maka sekujur badan Lu Leng terlindungi oleh cahaya golok tersebut.

Saat itu kedua orang buta yang menyerang Tong Hong Pek bertiga ternyata juga mendapat tangkisan. Kini lweekang mereka bertiga sudah pulih tiga empat bagian, maka tangkisan yang dilakukan jauh lebih dahsyat dibandingkan ketika melawan Liat Hwe Cousu. Sementara Lu Leng yang mengerahkan tiga macam jurus membuat kedua orang buta terpaksa mundur selangkah. Bahkan golok pusaka Su Yang To telah berhasil membabat kedua batang tongkat bambu.

Su Yang To merupakan golok pusaka yang dapat memotong besi dan lainnya. Dalam perkiraan Lu Leng, golok pusakanya itu pasti mampu mematahkan kedua batang tongkat bambu, tapi ternyata tidak. Walau golok pusaka Su Yang To telah berhasil membabat, tapi kedua tongkat bambu itu cacat pun tidak. Dengan rasa terkejut Lu Leng segera bergerak mundur, sedangkan kedua orang buta itu telah maju. Ujung-ujung tongkat mereka berkelebat, menusuk ke arah pinggang Lu Leng. Apa boleh buat, Lu Leng terpaksa mundur lagi sambil mengayunkan goloknya untuk melindungi diri.

Sesaat Lu Leng melirik ke arah Tong Hong Pek bertiga. Ternyata ketiganya hanya bertahan tak mampu balas menyerang, sedangkan Tam Ek Hui dan Han Giok Shia hanya menyaksikan pertarungan dengan cemas. Keduanya sebenarnya ingin membantu, tapi lweekang mereka belum pulih.

Kedua pihak berjumlah delapan orang, berpencar jadi dua kelompok yang bertarung secara sengit sekali. Tak seberapa lama, awan yang menutupi bulan sudah buyar sehingga tempat itu jadi terang. Tampak empat batang tongkat bambu bergerak-gerak bagaikan empat ekor naga yang sedang berenang di laut. Sedangkan golok pusaka Su Yang To terus berkelebat memancarkan cahaya. Memang sebuah pertarungan sengit yang menegangkan. Hanya dalam waktu tidak terlalu lama, pertarungan telah berjalan tak kurang dari tiga puluh jurus.

Sementara Tong Hong Pek bertiga terus terdesak mundur, namun masih terlihat sesekali Seh Cing Hua melancarkan serangan balasan dengan berbagai macam senjata rahasia aneh, membuat mereka bertiga masih dia dapat bertahan. Lu Leng yang menghadapi dua lawan tampak mulai terdesak pula. Dia hanya mampu bertahan, sama sekali tidak punya kesempatan untuk balas menyerang.

Kedua orang buta itu menyerang Lu Leng dengan sengit sehingga tongkat mereka terus mengeluarkan suara menderu-deru. Mendadak salah satu tongkat bambu itu menyerang Lu Leng. Lu Leng yang bersandar pada sebuah pohon cepat-cepat menundukkan kepala. Tongkat bambu itu melewat kepalanya, tapi sambaran angin tongkat bambu itu membuat muka Lu Leng terasa pedih sekali.

“Ces! Ces!” tongkat bambu itu menembus pohon di belakangng Lu Leng.

Melihat itu Lu Leng tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, langsung mengayunkan golok pusaka Su Yang To membabat tongkat bambu. Dan bersamaan dengan itu pula tangan kirinya bergerak dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu jari Mengejutkan Langit) ke arah dada orang buta yang lain. Ketika mengeluarkan jurus tersebut Lu Leng mengeluarkan sembilan bagian tenaganya. Mendadak angin tenaga yang keluar dari telunjuknya laksana halilintar.

Orang buta itu mendadak menarik tongkat bambunya. Dan entah bagaimana badannya berputar cepat sekali ke belakang tiga depa, kemudian memutar-mutarkan tongkat bambunya menangkis angin telunjuk Lu Leng sehingga terjadi benturan hebat. Angin serangan Lu Leng pun buyar seketika. Ketika merasa ada sambaran angin ke arah tongkat bambunya yang menembus pohon, orang buta yang satu mendadak melengkungkan tongkat bambunya ke bawah, lalu memantul ke atas menangkis golok pusaka Su Yang To. Lalu secepat itu pula dicabutnya tongkat bambu dan dia langsung meloncat mundur!

Orang buta yang mundur duluan langsung menyerang Lu Leng lagi dengan tongkatnya. Selain berkepandaian amat tinggi, keempat orang buta itu juga dapat bekerja sama dengan baik sekali. Ketika salah seorang lawan menyerang ke bawah, yang lain segera menyerang ke atas. Hal itu membuat Lu Leng terpaksa harus berkelit ke samping. Namun tongkat bambu terus mengikutinya, bahkan mengarah jalan darah Thian Tu Hiat di kening Lu Leng. Bukan main terkejutnya Lu Leng. Dalam keadaan terdesak dia segera menghimpun hawa murni, sambil tangannya menekan batang pohon sekaligus mengeluarkan jurus Piak Hou Yu Cioh (Harimau Merayap Tembok).

“Wuss!” tubuh Lu Leng melesat ke atas.

“Cess! Cess!” di saat bersamaan terdengar pula suara kedua tongkat bambu itu menembus pohon.

Kalau badan Lu Leng tidak meluncur ke atas, niscaya tenggorokannya akan tertembus kedua tongkat bambu itu! Walau sudah terhindar dari bahaya, namun sekujur badan Lu Leng masih mengucurkan keringat dingin. Dia tahu punggungnya tidak bisa lama menempel di pohon itu, maka dia segera melancarkan serangan ke bawah dengan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan) ke arah ubun-ubun kedua orang buta. Kedua orang buta itu berlompatan mundur mengelak dari serangan Lu Leng.

Melihat kedua orang buta itu mundur, Lu Leng cepat-cepat melayang turun. Namun mendadak badan Lu Leng justru naik ke atas. Ternyata ketika baru mau turun, Lu Leng teringat akan satu hal. Apabila dia turun, kedua orang buta itu pasti menyerangnya, maka dia segera menghimpun hawa murni sehingga badannya melayang ke atas dan kembali berdiri pada sebatang dahan di pohon besar itu. Kedua orang buta itu jadi tertegun, kemudian tiba-tiba mereka mencelat ke arah Tong Hong Pek bertiga.

Sesungguhnya Tong Hong Pek bertiga masih mampu menghadapi kedua orang buta lawan mereka. Namun kini dengan datangnya kedua orang buta yang lain, tentu membahayakan mereka bertiga. Lu Leng segera meloncat turun.

"Pheng! Pheng! Pheng! Pheng!” tiba-tiba saja terdengar suara busur yang melepas anak panah, maka empat batang panah kecil meluncur bagaikan kilat ke arah keempat orang buta itu.

Terlihat pula sosok bayangan berkelebat cepat menuju tempat itu.

"Paman Tam, saudara Lu...!"

Terdengar suara berseru memanggil-manggil. Seruan yang bernada sedih itu mereka kenal, ternyata suara Oey Sim Tit. Dialah yang telah melepaskan anak-anak panah dengan busur yang ada di tangannya. Walau keempat batang panah kecil meluncur bagaikan kilat, tapi keempat orang buta bergerak jauh lebih cepat. Mereka mengibaskan tangan menangkap keempat batang panah kecil itu. Namun agaknya tenaga luncuran panah itu amat kuat, sehingga lolos dari tangan mereka dan terus meluncur. Meski pun tidak melihat, keempat orang buta itu sepertinya tersentak kaget mengetahui anak-anak panah yang meluncur mengancam mereka.

"Busur Api!" mereka berteriak serentak. Baru kini terdengar suara keempatnya.

Sementara itu Lu Leng yang masih di atas pohon sudah dapat menduga, kedatangan Oey Sim Tit pasti untuk mengabarkan kematian Lu Leng. Sebab Oey Sim Tit pasti mempercayai omongan Hek Sin Kun yang mengatakan bahwa Lu Leng sudah mati.

"Saudara Oey, aku berada di sini, belum mati!" teriak Lu Leng tak sabaran.

Oey Sim Tit ke tempat itu memang ingin menyampaikan kabar duka. Setelah makan obat mujarab, Oey Sim Tit siuman dan memperoleh kabar bahwa Lu Leng telah mati. Betapa sedih hatinya, sebab Lu Leng-lah yang membawanya ke istana Ci Cun Kiong demi menyelamatkannya. Setelah lukanya sembuh maka Oey Sim Tit meninggalkan istana Ci Cun Kiong, maksudnya ingin menyampaikan kabar duka itu kepada Tong Hong Pek dan lainnya. Tentu saja Oey Sim Tit terkejut bukan main mendengar suara orang yang berseru memanggilnya. Seketika dia tertegun seperti tak percaya dengan pendengarannya. Keempat orang buta itu pun berseru tak tertahan.

Melihat keempat orang buta itu tertegun, Tong Hong Pek bertiga langsung melancarkan pukulan ke arah mereka. Akan tetapi orang-orang buta itu dengan cepat melompat mundur sambil menggerakkan tongkat bambu masing-masing ke arah Oey Sim Tit. Keempat orang buta mampu bergerak amat cepat. Lu Leng saja kewalahan menghadapi mereka, apalagi Oey Sim Tit!

Meski pun sempat terkejut Oey Sim Tit segera meloncat ke belakang, namun salah satu tongkat bambu berhasil menusuk paha kirinya, dan satu batang lagi tampak berkelebat mengancam mukanya. Apa boleh buat! Dalam keadaan terjepit, dia terpaksa menangkis dengan Busur Api. Tapi ujung tongkat bambu itu malah menggaet Busur Api.
Oey Sim Tit merasa tenaga ujung tongkat bambu itu amat kuat, sehingga jari tangannya jadi renggang. Busur Api pun terbang ke udara.

Urusan jadi kacau. Sekarang semua orang tahu, keempat orang buta itu ingin merebut Busur Api. Busur Api itu menyangkut urusan besar, seperti halnya dengan Panah Bulu Api, karena dapat menundukkan Pat Liong Thian Im. Banyak orang menghendaki Busur Api itu, sedangkan Oey Sim Tit tidak ingin kehilangan benda tersebut. Karena itu ketika Busur Api terbang ke udara, dia tidak menghiraukan apa pun, langsung mencelat ke atas ingin mengejarnya. Akan tetapi, ketika badannya mencelat ke atas mendadak terdengar suara berdesir ke atas. Sebatang tongkat bambu sudah meluncur ke arah dadanya, Oey Sim Tit harus berjungkir balik menghindar.

Ketika melihat Busur Api terbang ke udara, Lu Leng yang berada di atas pohon segera melesat ke arah benda itu. Walau Lu Leng bergerak cepat, namun masih ada orang bergerak lebih cepat darinya, yakni orang buta yang menerbangkan Busur Api ke udara.
Orang itu melesat ke atas sambil meluruskan tongkat bambunya ke arah Busur Api. Lu Leng yang meluncur dari atas pohon hanya terlambat beberapa kejap saja, orang buta itu telah berhasil menyambar Busur Api. Menyaksikan itu, guguplah hati Lu Leng. Maka tanpa banyak pikir lagi ia langsung menyerang orang buta dengan jurus Go Hou Phu Yo (Harimau Lapar Menerkam Domba). Cahaya berkelebat dari golok Su Yang To, melesat ke arah orang buta itu.

Begitu berhasil menyambar Busur Api, orang buta itu langsung meluncur ke bawah. Lu Leng pun terus memhurunya. Dan tiba-tiba....

“Crass!”

Ujung golok pusaka Su Yang To berhasil menyabet bahu orang buta itu, darah segar pun mengucur. Kalau golok pusaka Su Yang To itu maju sedikit lagi, bahu orang buta itu pasti kutung. Akibat dari serangan itu, Busur Api yang ada di tangan orang buta terlepas. Lu Leng segera maju, kemudian sebelah kakinya menginjak Busur Api itu. Akan tetapi orang buta itu cepat mengebutkan tongkat bambunya ke arah kaki Lu Leng, dan hal itu membuat Lu Leng harus menggeserkan kakinya. Namun seketika itu pula tongkat bambu berubah arah melesat ke perutnya. Apa boleh buat, Lu Leng terpaksa mundur. Saat itulah ujung tongkat bambu menggaet Busur Api. Dan secepat kilat orang buta itu melesat pergi sambil bersiul panjang. Begitu mendengar suara siulan, tiga orang buta yang sedang bertarung dengan Tong Hong Pek bertiga segera melesat menyusulnya.

"Kembalikan Busur Apiku!" teriak Oey Sim Tit. "Kembalikan busur itu...!"

Dia hendak mengejarnya, tetapi mendadak sebatang tongkat bambu menyerang dadanya. Oey Sim Tit terpaksa berkelit. Tong Hong Pek tahu, Busur Api sudah berada di tangan salah seorang buta itu. Dilihat dari tingkat kepandaiannya, Oey Sim Tit tentu tidak mungkin bisa merebut kembali. Maka segera dia memperingatkan Oey Sim Tit.

"Sim Tit, jangan pergi! Kau hanya akan mengantar kematian!"

Oey Sim Tit telah kehilangan Busur Api. Bagaimana mungkin dia akan mendengar perkataan Tong Hong Pek. Dia langsung melesat pergi mengejar keempat orang buta itu. Lu Leng yang khawatir Oey Sim Tit akan celaka di tangan mereka segera melesat mengejar. Namun belum berapa jauh meninggalkan tempat pertarungan, Lu Leng melihat Oey Sim Tit tergeletak di tanah. Kelihatannya sedang berusaha bangkit namun tiada tenaga sama sekali. Ternyata kaki yang tertusuk tongkat bambu terluka cukup parah. Akhirnya dia terkulai karena merasa sakit sekali. Lu Leng memapah Oey Sim Tit bangun. Tong Hong Pek dan lainnya juga sudah sampai di tempat itu.

" Busur Api! Mereka merebut Busur Apiku! Busur Api!" Oey Sim Tit terus berteriak-teriak. Rupanya dia tetap menyesalkan Busur Apinya yang direbut orang lain.

"Saudara Oey, Busur Api telah direbut mereka, percuma kau berteriak-teriak!" ujar Lu Leng yang memapah Oey Sim Tit.

Busur Api itu menyangkut nyawa Liok Ci Khim Mo ayahnya. Wajar kalau Oey Sim Tit jadi kalut. "Aku tahu. Busur Apiku telah direbut orang, kalian pasti merasa gembira!" ujar Oey Sim Tit sambil menangis.

Lu Leng tertegun mendengar kata-kata Oey Sim Tit itu. Lalu dia menoleh menatapnya. "Saudara Oey, kau omong apa itu?"

Oey Sim Tit berhenti menangis, mulutnya ternganga lebar dengan wajah tampak panik sekali. Keiihatannya dia sendiri pun tidak mengerti, kenapa tadi mengatakan begitu.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen maju menghampiri Oey Sim Tit. "Sim Tit, terus terang saja! Demi membasmi Liok Ci Khim Mo, meski pun Busur Api itu berada padamu, kami pasti akan berusaha merebutnya. Tapi kini telah direbut keempat orang buta itu. Tapi jangan kau kira kami juga merasa gembira."

Oey Sim Tit berkata dengan terisak-isak, "Paman Tam, tadi... tadi aku salah bicara."

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tersenyum getir. "Sim Tit, bagaimana pun perasaanmu, kami mengerti. Kau orang baik di kolong langit. Biar bagaimana berubahnya urusan kelak, kami tak akan pernah menyusahkanmu!"

Oey Sim Tit menghela nafas panjang. "Paman Tam, bagaimana asal-usul keempat orang buta itu? Aku harus merebut kembali Busur Api itu. Lebih baik kumusnahkan saja. Aku rela tidak memilikinya."

Semua orang tahu Oey Sim Tit bersifat lemah. Akan tetapi saat ini ucapannya justru memperlihatkan kebulatan hatinya. Semua juga tahu, apabila Busur Api itu berada di tangan orang lain, nyawa ayahnya akan terancam. Oey Sim Tit boleh dikatakan selalu bekerja sama dengan semua orang, hanya bila menyangkut Liok Ci Khim Mo sikapnya agak lain. Apabila Liok Ci Khim Mo tahu Busur Api telah direbut orang, sudah pasti akan berusaha merebutnya kembali. Dan jika Liok Ci Khim Mo berhasil merebut kembali, tentunya akan memusnahkan Busur Api tersebut.

Jangankan untuk mencari Panah Bulu Api, kini Busur Api saja sudah menimbulkan persoalan besar, entah harus mengalami berapa kali pertarungan sengit. Lagi-pula tidak hanya harus menghadapi keempat orang buta, melainkan juga Liok Ci Khim Mo yang jelas terus berusaha mencari Panah dan Busur Api itu. Seketika semua orang jadi membungkam, sehingga suasana berubah hening sekali.

"Paman Tam, Tong Hong-tayhiap! Mengenai asal usul keempat orang buta itu, kalian pasti tahu! Tolong beritahukan padaku!" Oey Sim Tit penuh harap meminta kepada kedua orang tua itu.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen memandang Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek.

"Sim Tit, kau harus percaya bahwa aku tidak berdusta. Asal-usul keempat orang buta itu, aku sama sekali tidak tahu," sahut Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek setelah berpikir sejenak.

Semua orang mendengar ucapan itu dan mereka tercengang, karena ketika keempat orang buta itu muncul, wajah Tong Hong Pek tampak tegang, bahkan juga memberi isyarat agar mereka jangan mengeluarkan suara. Berdasarkan itu tentunya Tong Hong Pek tahu asal-usul keempat orang buta tersebut. Namun kini dia malah bilang tidak tahu, maka orang-orang itu menjadi heran.

Lu Leng yang berhati jujur, langsung berseru. "Guru...."

Dia berseru demikian karena merasa tidak puas akan jawaban Tong Hong Pek, gurunya.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tersenyum. "Anak Leng, aku mengerti maksudmu."

Wajah Lu Leng kemerah-merahan. "Guru, aku kira...."

Sebelum Lu Leng usai berkata, Tong Hong Pek sudah mengibaskan tangannya. "Tidak perlu kau jelaskan, aku pun sudah tahu. Maksudmu seharusnya aku menceritakan asal-usul keempat orang buta itu, bukan? Walau Liok Ci Khim Mo akan pergi mengejar keempat orang buta, kita tetap berharap kita yang memperoleh Busur Api itu. Apabila Liok Ci Khim Mo turut campur, tentunya akan mempersulit kita, tapi tidak seharusnya kita mengelabui Sim Tit. Begitu kan maksudmu?"

Lu Leng mengangguk.

Tong Hong Pek tertawa seraya berkata, "Anak Leng, kau terlampau mencurigaiku. Bagaimana mungkin dikarenakan itu hingga aku harus merahasiakan hal yang sebenarnya? Sesungguhnya asal-usul keempat orang buta itu, aku tidak tahu."

Semua orang mendengar ucapan itu, maka mereka tidak bercuriga lagi, begitu pula Lu Leng.

"Dalam hati kalian pasti merasa heran. Padahal aku tidak tahu asal-usul keempat orang buta itu. Kenapa begitu melihat mereka berempat muncul, air mukaku langsung tegang? Ya, kan?" kata Tong Hong Pek lagi.

"Ya," sahut Han Giok Shia dan Lu Leng hampir serentak.

"ltu dikarenakan dulu aku pernah bertemu mereka berempat," kata Tong Hong Pek.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen merasa heran mendengar perkataan itu. "Saudara Tong Hong, dulu kau sering bersamaku, tapi kenapa aku tidak pernah bertemu keempat orang buta itu?"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa. "Panjang sekali kalau diceritakan. Sesungguhnya pada waktu itu aku belum berkenalan denganmu. Ketika itu usiamu baru sekitar delapan belas. Keempat orang buta itu pernah ke Cing Yun Ling Go Bi San mencari guruku."

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tercengang mendengarnya. "Oh?! Kalau begitu kepandaian keempat orang buta itu pasti tinggi sekali."

Tong Hong Pek manggut-manggut. "Tidak salah! Mereka berempat menemui guruku justru merasa tidak tunduk terhadap Thian Ho Si Lo, maka menghendaki Thian Ho Si Lo bertanding dengan mereka berempat.”

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertawa, "Mereka sungguh tak tahu diri! Tentunya Beng Tu Lo Jin memukul mundur mereka bukan?"

Tong Hong Pek mengangguk. "Dugaanmu tidak meleset. Namun guruku tidak bertanding dengan mereka, hanya memperlihatkan ilmu Khek Ciok Seng Hun (Menghancur Batu Jadi Tepung). Setelah itu guruku bilang bahwa kepandaiannya paling rendah di antara Thian Ho Si Lo. Keempat orang buta itu segera meninggalkan Go Bi San."

"Lalu kenapa selanjutnya tiada kabar berita lagi mengenai keempat orang buta itu?" tanya Cit Sat Sin Kun-Tam Sen.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengerutkan kening. "Ada satu urusan yang sudah lama kulupakan, namun kini aku teringat kembali dan membuatku merasa heran sekali."

Kini Busur Api telah terjatuh ke tangan keempat orang buta itu, maka semua orang amat menaruh perhatian terhadap asal-usul mereka berempat.

"Urusan apa yang membuatmu merasa heran?" tanya Tam Sen.

"Ketika itu, setelah keempat orang buta itu pergi, air muka guruku tampak resah sekali. Dia pernah menyuruh suheng-ku turun gunung mencari jejak keempat orang buta itu. Pada waktu itu kuanggap guruku terlampau membesarkan urusan tersebut. Tapi guruku bilang kepadaku bahwa kepandaian keempat orang buta itu amat aneh, kelihatannya berasal dari satu orang. Tapi guruku tidak mau menceritakan hal lain kepadaku."

"Kalau begitu, tidak perlu diherankan," kata Tam Sen.

"Justru mengherankan, sebab suheng-ku itu tidak pernah kembali. Guruku pun tidak pernah mengutus orang pergi mencari suheng, sepertinya tiada urusan sama sekali. Suheng-ku itu lebih awal berguru dari padaku, sudah pasti punya suatu hubungan istimewa dengan guruku. Setelah aku berkecimpung dalam dunia persilatan, aku pun melupakan urusan itu."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar