Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 42

Semua orang tahu, kalau tidak memusuhi Liok Ci Khim Mo, tentu tidak akan terluka. Namun sudah terlambat. Hati mereka tergetar hebat oleh Pat Liong Thian Im. Mendengar suara harpa itu, Lu Leng langsung mempercepat langkahnya. Dia baru ingin mengerahkan ginkang-nya untuk melesat. Namun tanpa diduga, salah seorang yang roboh di hadapannya mendadak melancarkan sebuah pukulan ke arahnya. Itu sama sekali di luar dugaan Lu Leng.

Ternyata orang itu berkepandaian amat tinggi. Tadi dia terpental jatuh, ternyata bukan karena terkena Kim Kong Sin Ci yang dilancarkan Lu Leng, melainkan mencelat mundur dan menjatuhkan diri. Lu Leng mengira orang itu telah terluka parah, ternyata tidak. Ketika melewati sisinya, orang itu mendadak melancarkan sebuah pukulan yang amat dahsyat dan sepenuh tenaga. Karena serangan itu datang begitu cepat dan secara tiba-tiba, Lu Leng tampak kewalahan juga.

Namun kepandaian Lu Leng memang cukup bisa diandalkan. Bersamaan dengan itu dia menyerang dengan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan). Orang itu bergerak mundur tiga langkah dan Lu Leng terus merangseknya, meski pun terpaksa langkahnya untuk pergi jadi terhalang. Sementara itu Liok Ci Khim Mo tampak telah maju mendekat. Nada Pat Liong Thian Im bertambah tinggi dan cepat, membuat jantung Lu Leng terpukul hebat. Dirasakan darahnya bergolak dan membuatnya tak kuat berdiri. Dia ingin melancarkan serangan, tapi dirasakan sudah tak bertenaga.

Di saat Lu Leng hampir kehilangan kesadarannya, matanya sempat melihat jelas orang yang membokongnya. Wajah orang itu kurus, menatap Lu Leng sambil tersenyum licik. Siapa orang itu? Dia ternyata Hek Sin Kun! Walau dapat mengenali siapa orang itu, mata Lu Leng sudah berkunang-kunang, bahkan kemudian roboh di tanah.

Sesaat kemudian tampak Oey Sim Tit siuman. Melihat dirinya berada di depan istana Ci Cun Kiong, hatinya terheran-heran. Dia mendongakkan kepala, terlihat bayangan punggung Liok Ci Khim Mo.

"Ayah!" serunya memanggil Liok Ci Khim Mo.

Mendengar suara panggilan Oey Sim Tit, Liok Ci Khim Mo langsung membalikkan badannya. Maka dia pun menghentikan petikan tali senar harpa Pat Liong Khim. Sementara Hek Sin Kun maju beberapa langkah, lalu menjulurkan tangannya menotok jalan darah Tay Pai Hiat dan Cih Hai Hiat di tubuh Lu Leng. Setelah itu dia cepat mengayunkan kaki, menendang tubuh Lu Leng hingga terpental hampir dua depa.

Liok Ci Khim Mo mendekati putranya yang masih tergeletak. "Kau tidak apa-apa?"

Matanya menatap wajah Oey Sim Tit. Darah di punggung Oey Sim Tit sudah berhenti mengucur. Perlahan dia bangun, lalu duduk membelakangi Lu Leng yang tergeletak di tanah.

Oey Sim Tit bertanya dengan penuh keheranan. "Ayah, bagaimana aku berada di sini?"

Liok Ci Khim Mo menyahut dengan wajah berubah. "Jangan banyak bicara, kau perlu istirahat!"

Tangannya dikibaskan memberi isyarat para anak buah. Maka bermunculan empat orang, lalu menggotong Oey Sim Tit ke dalam istana Cin Cun Kiong. Liok Ci Khim Mo membalikkan badannya sambil tertawa pada Hek Sin Kun.

"Hek Sin Kun, kalau kau tidak membokong bocah itu, mungkin dia sudah kabur! Aku dapat mengundangmu ke mari, sungguh ini merupakan keberuntungan bagiku!"

Walau di dalam istana Ci Cun Kiong terdapat banyak kaum golongan hitam, namun tiada seorang pun yang kepandaiannya dapat disejajarkan dengan Hek Sin Kun. Oleh karena itu Liok Ci Khim Mo mengucapkan beberapa patah kata untuk menyanjungnya.

Hek Sin Kun tertawa, merasa bangga atas pujian Liok Ci Khim Mo. "Hahaha! Ci Cun, jangan terlampau menyanjung diriku. Kalau bukan karena Pat Liong Thian Im yang maha hebat, bagaimana mungkin aku mampu menangkap bocah itu?"

Betapa puasnya hati Liok Ci Khim Mo mendengar itu maka tertawa bangga. "Hek Sin Kun, kini rimba persilatan, selain diriku tentunya adalah kau yang nomor wahid! Kau baru tiba kemarin, aku belum berunding denganmu bagaimana menghadapi musuh tangguh. Bagaimana kalau malam ini kita berunding bersama?"

Semua orang melihat Liok Ci Khim Mo begitu menghargai Hek Sin Kun. Mereka pun amat kagum pada orang itu.

"Ci Cun, bocah itu sebenarnya juga sedang bertikai denganku. Bagaimana kalau setelah aku menghukumnya, baru diserahkan kepada Ci Cun?"

Liok Ci Khim Mo manggut-manggut. "Baik! Baik! Besok sore undang semua orang, kita akan berunding di ruang besar!"

Seketika semua orang bertepuk-sorak. Liok Ci Khim Mo memandang ke sana ke mari dengan dada terangkat, wajahnya yang buruk itu tampak berseri seri. Setelah agak reda suara tepuk-sorak itu, Liok Ci Khim Mo mengibaskan tangannya. Maka semua orang bergerak mengelilingnya, lalu semua mengiringinya masuk istana Ci Cun Kiong.

Hek Sin Kun mendekati Lu Leng, memandang sambil tertawa panjang. "Hahahaaa! Bocah, hari ini kau mau bilang apa lagi?"

Saat ini Lu Leng sudah siuman. Karena Liok Ci Khim Mo hanya memetik tali senar harpa Pat Liong Khim dalam waktu sebentar, maka tadi Lu Leng tidak terlalu parah menderita luka dalamnya. Namun jalan darah Tay Pai Hiat dan Cih Hai Hiat-nya telah terbelenggu. Ketika siuman dia pun mengerahkan hawa murninya untuk membuka totokan itu, tapi tidak berhasil.

Ketika Hek Sin Kun bercakap-cakap dengan Liok Ci Khim Mo, Lu Leng pun mendengarnya. Maka dia teringat pada Mo Liong Seh Sih. Dia tidak mengerti dan merasa heran, ternyata Mo Liong Seh Sih, tokoh yang berjiwa gagah itu, mempunyai anak yang berlaku jahat seperti Hek Sin Kun ini. Namun, teringat pada Oey Sim Tit dan Liok Ci Khim Mo, Lu Leng tidak merasa heran lagi.

Di saat Hek Sin Kun berbicara padanya, dia tidak bersuara, hanya menatap Hek Sin Kun dengan mata berapi-api. Kali ini dirinya merasa telah gagal, kegagalan yang justru dikarenakan munculnya Hek Sin Kun. Hek Sin Kun tertawa gelak, kemudian menjinjing Lu Leng menuju ke dalam istana Ci Cun Kiong. Karena Liok Ci Khim Mo menyambut dengan istimewa terhadap Hek Sin Kun, maka semua orang pun amat menghormatinya.
Hek Sin Kun menjinjing Lu Leng ke dalam kamarnya, lalu menaruhnya ke bawah.

Lu Leng tidak tahu Hek Sin Kun akan menghukumnya dengan cara apa. Lu Leng telah pasrah apa pun yang akan dihadapinya dari anak Mo Liong Seh Sih ini. Setelah menaruh Lu Leng di lantai, Hek Sin Kun segera menyobek bajunya bagian punggung. Lu Leng tidak tahu Hek Sin Kun mau berbuat apa, maka diam saja. Tampak Hek Sin Kun mengeluarkan sebuah Holou (semacam kendi berbentuk seperti angka delapan). Holou itu berwarna merah dan tampak indah sekali. Lu Leng tidak tahu Holou itu berisi apa. Hek Sin Kun tertawa-tawa sambil membuka tutup Holou itu, seketika Lu Leng mencium aroma yang amat harum. Dia tahu itu bau arak.

Aroma arak itu amat keras, sekejap sudah menyebar ke seluruh kamar. Lu Leng tercengang dalam hati, karena Holou itu begitu kecil, tapi menyebarkan aroma arak yang begitu keras. Dia menduga tentu itu arak istimewa. Akan tetapi untuk apa Hek Sin Kun mengeluarkan Holou itu? Apakah Hek Sin Kun akan mengambil jantung hatinya untuk disantap dengan arak wangi itu? Benar juga! Hek Sin Kun mendadak mengeluarkan sebilah belati yang amat tajam. Melihat itu keringat dingin mengucur membasahi sekujur badan Lu Leng. Dia tidak menyangka akhirnya dirinya akan binasa di dalam istana Ci Cun Kiong, bahkan binasa di tangan Hek Sin Kun.

Ketika mengambil keputusan untuk mengantar Oey Sim Tit ke istana Ci Cun Kiong, dia memang telah membayangkan kejadian buruk akan menimpa dirinya. Namun tak pernah hatinya menduga akan menghadapi malapetaka di tangan Hek Sin Kun, bukan oleh Pat Liong Thian Im milik Liok Ci Khim Mo. Lu Leng terus menatap Hek Sin Kun dengan mata tak berkedip, sementara Hek Sin Kun mulai menghampirinya. Namun entah kenapa, meski pun menggenggam belati tajam Hek Sin Kun tidak segera menusuk Lu Leng.

Dia menaruh belati itu ke atas meja, tapi kemudian diambilnya lagi. Lalu dengan ibu jarinya, dia mencoba ketajaman belati itu. Dan tiba-tiba secepat kilat dia memutar badannya sambil mengayun-ayunkan belati itu ke arah Lu Leng. Meski pun hatinya merasa tegang, Lu Leng tampak terdiam. Dan ternyata Hek Sin Kun tidak segera menusuknya. Dia tertawa bergelak mengejek Lu Leng. Tiba-tiba dengan cepat dia meletakkan pisau belati nya ke atas kepala Lu Leng. Dan...

“Sretts!” tahu-tahu saja Hek Sin Kun menggerakkan belatinya.

Seketika itu juga rambut di kepala Lu Leng telah terpangkas hampir separuhnya! Kini Lu Leng baru tahu, Hek Sin Kun tidak akan segera turun tangan melainkan cuma ingin mencoba ketajaman belatinya. Lu Leng menarik nafas dalam-dalam, tidak mempedulikan Hek Sin Kun. Dia harus menggenggam kesempatan sebaik-baiknya. Sebelum Hek Sin Kun sempat turun tangan, dia harus dapat membebaskan totokan yang membelenggu jalan darahnya.

Akan tetapi, walau telah berusaha mencoba beberapa kali, Lu Leng tetap tidak mampu membuka totokan itu. Tampaknya Hek Sin Kun pun telah menduga akan hal tersebut, maka ketika menotok jalan darah Lu Leng tadi dia menggunakan sepenuh tenaga. Setelah membabat rambut Lu Leng, Hek Sin Kun kembali menaruh belati ke atas meja. Dia mengambil HoIou, kemudian menuang beberapa tetes arak yang kekuning-kuningan di telapak tangannya.

Lu Leng sejauh itu belum juga tahu apa sebenarnya yang akan diperbuat Hek Sin Kun terhadap dirinya saat itu. Hek Sin Kun duduk di kursi. Mendadak menggerakkan telapak tangannya ke arah Lu Leng, tepatnya pada jalan darah Leng Thay Hiat. Lu Leng merasa ada serangkum tenaga yang amat kuat menekan jalan darahnya itu. Seketika pemuda itu tergerak untuk mengerahkan hawa murninya. Bukan untuk melawan tekanan lawan, melainkan bermaksud menerima tenaga tersebut untuk kemudian akan disalurkan ke jalan darahnya yang tertotok.

Benar, Lu Leng berhasil. Dia bisa merasakan kedua jalan darahnya yang tertotok mulai sedikit merenggang. Meski pun masih dalam keadaan tertotok, dia sudah dapat membuka suara dari mulutnya.

"Hek Sin Kun, kau ingin berbuat apa?!"

Bentakan Lu Leng yang keras dan secara tiba-tiba ternyata sungguh mengejutkan Hek Sin Kun. Tampak badannya tergoncang, nyaris jatuh bersama kursi yang didudukinya. Namun ketika melihat Lu Leng hanya dapat bersuara tidak bisa bergerak, legalah hatinya. Dia tertawa dingin seraya menyahut, "Sebentar lagi kau akan mengetahuinya!"

Lu Leng merasa telapak tangan Hek Sin Kun bergerak-gerak di punggungnya, ditujukan pada jalan darah yang di situ. Dia tetap belum tahu apa yang akan diperbuat orang itu. Maka karena rasa penasarannya dia berkata, "Hek Sin Kun, kau ingin menyiksa diriku, itu hanya mimpi! Kini aku ingin membunuh diri. Tak sulit bagiku melakukannya...."

Mendengar itu air muka Hek Sin Kun berubah. Walau cuma sekilas, Lu Leng dapat melihatnya dengan jelas. Tentu saja Lu Leng heran. Dia ingin membunuh diri, kenapa Hek Sin Kun malah jadi gugup? Apakah Hek Sin Kun tidak menghendakinya mati?

Saat Lu Leng sedang berpikir, Hek Sin Kun berkata dengan dingin, "Bocah busuk, kalau kau mau bunuh diri, itu urusanmu sendiri!"

Lu Leng tertegun, sebab nada perkataan Hek Sin Kun sepertinya memang tidak menghendaki Lu Leng mati. Maka anak muda itu terus berpikir, karena sungguh menjadi amat penasaran dengan sikap Hek Sin Kun.

"Hm! Kalau memang harus mati, lebih baik mati bunuh diri dari pada mati di tanganmu!" dengusnya dengan dingin dan menatap Hek Sin Kun.

Karena merasa gusar sekali, Hek Sin Kun mengayunkan tangan kirinya menampar Lu Leng.

“Plaak!” warna merah telapak tangan membekas di pipi Lu Leng.

Namun karena berang dan marah, Lu Leng mencaci-maki, "Binatang! Padahal ayahmu amat gagah!"

Hek Sin Kun tertawa dingin. "Kau mencaci lagi, itu berarti cari penyakit!"

Lu Leng menarik nafas dalam-dalam. "Kau mau apakan diriku? Cepat katakan!"

Hek Sin Kun tertawa licik sambil memandangnya. "Aku menghendakimu membayar sesuatu padaku!"

Lu Leng tercengang. Kelihatannya Hek Sin Kun memang tidak bergurau dengan kata-katanya itu.

"Aku harus membayar apa padamu?"

Hek Sin Kun menyahut sepatah demi sepatah, "Cit Sek Ling Che!"

Mendengar hal itu Lu Leng tercengang kaget, namun kemudian tertawa. "Hahaha! Ling Che tujuh warna telah kumakan, bagaimana caramu agar aku mengembalikan padamu?"

Hek Sin Kun menyahut dengan dingin, "Ketika aku meninggalkan gunung Tang Ku Sat, aku bertemu seorang kawan lama. Ketika menyinggung tentang Cit Sek Ling Che, dia terus mengatakan, ‘Sayang sekali’, tapi mengajariku semacam cara agar kau dapat mengembalikan Cit Sek Ling Che itu padaku! Bocah busuk, kalau kau ingin hidup, jangan coba macam-macam!"

Lu Leng tertawa dingin. "Hek Sin Kun, tidakkah kau sedang bermimpi di siang hari bolong?"

"Hahahaa! Tidak. Aku tidak sedang bermimpi, bocah busuk! Sekarang aku menggunakan arak yang sudah berusia dua ratus tahun. Jika kuoleskan pada jalan darahmu yang di bagian Jin Tok, kemudian aku akan menekan dengan lweekang, maka darahmu mengalir terbalik! Setelah itu...," Hek Sin Kun menjulurkan tangannya mengambil belati di meja lalu melanjutkan sambil tertawa-tawa. "Dengan belati tajam ini aku akan menusuk urat nadimu untuk mengeluarkan darahmu yang di bagian Jin Tok! Aku akan menghisap darahmu. Meski pun tidak dapat dibandingkan dengan Cit Sek Ling Che, tapi aku tahu akan sangat bermanfaat bagiku!"

Mendengar itu bukan main terkejutnya Lu Leng. Wajahnya jadi kian memucat. "Kau bilang aku tidak akan mati, bukankah kau berbohong?"

Hek Sin Kun tertawa dingin. "Untuk apa aku membohongimu? Memang kau tak akan mati, tapi lweekang-mu akan lenyap musnah!"

Lu Leng tertawa aneh. "Bagus sekali perkataanmu, lweekang-ku lenyap. Padahal berada di dalam istana Ci Cun Kiong. kau kira aku bisa terbang ke langit? Kau jangan bermimpi. Kalau aku mati, usahamu pasti sia-sia!"

Lu Leng tahu tidak dapat meloloskan diri. Usai berkata begitu, hawa murninya bergejolak. Setelah itu sekujur badannya pun mengeluarkan suara bergemeretekan. Air muka Hek Sin Kun langsung berubah menyaksikan Lu Leng itu.

"Bocah busuk! Begitu pukulan Hek Sah Ciang-ku dilancarkan, kau pasti terluka parah! Itu hanya akan mengurangi sedikit khasiat darahmu itu, tapi setelah itu kau pasti mampus!"

Wajah Lu Leng tampak memerah ketika hawa murninya bergejolak. "Kalau pun terpaksa harus mati, huh, apa yang kutakutkan?!" ujar Lu Leng menatap Hek Sin Kun.

Hek Sin Kun segera mengangkat sebelah tangannya. Tampak telapak tangannya hitam mengkilap, tapi kemudian diturunkan seraya membentak, "Bocah busuk, kau dengarkan dulu!"

"Apa yang ingin kau katakan, katakanlah! Untuk apa berteriak-teriak seperti setan iblis?!"

Hek Sin Kun menatapnya dengan bengis. "Kalau kau tidak membuat hawa murnimu bergejolak, aku jamin kau dapat meloloskan diri!"

Mendengar itu Lu Leng jadi tertegun diam. Dia mulai menenangkan hati agar hawa murninya tidak bergejolak. Hek Sin Kun memang sudah menguasainya tapi sudah pasti dia tidak akan melukainya, sebab orang ini sangat membutuhkan darahnya. Menyadari hal itu Lu Leng pun tertawa.

"Kau berani menjamin aku dapat meloloskan diri dari istana Ci Cun Kiong ini?" tanyanya kemudian, seakan tidak percaya ucapan Hek Sin Kun tadi.

“Tidak salah! Meski pun kau akan kehilangan sebagian besar lweekang-mu, tapi nyawamu pasti selamat!" sahut Hek Sin Kun meyakinkan.

Lu Leng langsung meludah. "Phui! Kau adalah binatang, bicaramu seperti kentut! Bagaimana aku mempercayaimu?"

Wajah Hek Sin Kun langsung memerah mendengar cacian Lu Leng.

"Bocah busuk, betulkah kau ingin cari mati?"

"Kau menghendakiku percaya? Itu tidak sulit, asal ada seseorang jadi saksi saja!"

"Siapa yang harus jadi saksi?"

Lu Leng memberitahukan, "Kau boleh pergi mencari putra Liok Ci Khim Mo untuk menjadi saksi!"

Lu Leng menghendaki Oey Sim Tit jadi saksi. Dia berharap Hek Sin Kun tidak tahu akan hubungannya dengan Oey Sim Tit itu. Asal Oey Sim Tit sampai di situ, pasti melarang Hek Sin Kun turun tangan jahat terhadapnya.

Lu Leng baru usai berkata, Hek Sin Kun sudah tertawa gelak dan berkata, "Kau jangan bermimpi, aku bukan anak kecil!"

Mendengar kata-kata Hek Sin Kun itu, Lu Leng menyadari kalau rencananya telah gagal.

"Bocah busuk, kini jalan satu-satunya bagimu hanya mempercayaiku!" bentak Hek Sin Kun.

Sementara itu tiba-tiba Lu Leng teringat akan sesuatu. "Hek Sin Kun, tidak sulit membuatku agar mempercayaimu, tapi kau harus mempercayaiku juga!" ujar Lu Leng memancing.

Hek Sin Kun mengernyitkan kening, menatap Lu Leng tajam, lalu bertanya, "Harus mempercayaimu apa?"

Sembari berkata telapak tangan Hek Sin Kun terus menggosok-gosok punggung Lu Leng dengan arak wangi.

"Kalau kau membebaskan totokanku, aku berjanji jika dapat lolos dari sini aku akan mengambil sesuatu yang sebanding dengan Cit Sek Ling Che untukmu!"

Hek Sin Kun tertawa dingin. "Cara itu cukup baik. Tapi setelah kau mengambil yang kuinginkan itu, mungkin aku sudah mati di bawah Kim Kong Sin Ci-mu itu!"

"Hek Sin Kun, pernahkah kau dengar Empat Puluh Sembilan Lorong Rahasia?"

Hek Sin Kun tertegun, sehingga telapak tangannya yang bergerak itu langsung berhenti. Matanya menyorot tajam menatap Lu Leng.

"Kau tahu jalan rahasia yang dapat menembus lorong rahasia itu?"

Sesungguhnya Lu Leng cuma tahu lorong rahasia itu. Dia tak yakin dapat menemukan cara memasukinya. Tapi setelah berpikir sejenak, dia mengangguk. "Tidak salah, ayahmu telah memberitahukan padaku. Kalau kau bersedia melepaskanku, aku akan pergi ke lorong rahasia guna mengambil suatu pusaka untukmu!"

Mata Hek Sin Kun menyorot bengis, terus menatap Lu Leng tanpa bersuara. Sementara hati Lu Leng berdebar-debar tegang menunggu jawabannya.

"Bocah busuk, pernahkah kau pergi ke gudang penyimpan benda pusaka itu?" tanya Hek Sin Kun kemudian.

Begitu mendengar itu, Lu Leng menarik nafas lega. "Tidak salah!" jawabnya meyakinkan.

Hek Sin Kun tertawa aneh. "Bocah busuk, kau ingin macam-macam di hadapanku? Jangan coba-coba!"

"Kalau aku membohongimu, biar aku mati tanpa kuburan!" ujar Lu Leng bersungguh-sungguh.

"Kini kau sudah hampir mati tanpa kuburan, masih bersumpah apa?"

Lu Leng tahu, Hek Sin Kun tidak percaya akan apa yang dikatakannya. Namun dari perubahan nada suaranya saja Lu Leng bisa memahami kalau Hek Sin Kun mulai bimbang.

"Hek Sin Kun, di antara kita berdua memang terdapat dendam yang amat dalam. Namun kalau hari ini kau bersedia membantu meloloskan diri, aku tidak akan melupakanmu. Aku akan menempuh bahaya memasuki Empat Puluh Sembilan Lorong Rahasia untuk mengambil suatu pusaka untukmu."

Hek Sin Kun bangkit berdiri. Dia berjalan mondar-mandir di dalam kamar itu, kemudian dengan suara dalam dia berkata pelan, "Kalau begitu, coba katakan! Di dalam gudang ayahku itu terdapat benda apa?"

Lu Leng berpikir sejenak, setelah itu menyahut, "Berjumlah tujuh macam pusaka!"

Mata Hek Sin Kun berbinar-binar aneh mendengar itu. "Sebutkan satu-persatu!"

"Pusaka yang pertama adalah Jala Hitam...."

Ketika Lu Leng menyebut pusaka tersebut, Hek Sin Kun bersorak kegirangan. Namun Lu Leng langsung melontarkan pertanyaan, "Jala Hitam itu sebetulnya untuk apa?"

Hek Sin Kun melotot sambil menyahut, "Sebutkan benda pusaka lainnya!"

"Di sisi jala Hitam terdapat sebuah lempengan besi...."

Lu Leng berkata sambil memperhatikan mimik Hek Sin Kun. Tersirat keserakahan pada wajahnya. Lu Leng tahu Hek Sin Kun berpengetahuan luas, maka tahu kegunaan benda-benda pusaka tersebut. Kalau tidak, wajahnya tidak akan berubah begitu. Ketika Lu Leng cuma berhenti sejenak, Hek Sin Kun sudah mendesaknya untuk melanjutkan keterangannya.

"Cepat katakan! Cepat katakan!"

"Masih terdapat sebilah belati berwarna agak kehijau-hijauan...."

Mendengar sampai di situ, Hek Sin Kun tak tertahan langsung bertanya tak sabaran. "Belati itu... apakah bergaris-garis?"

Lu Leng mengangguk. "Betul!"

Hek Sin Kun mendesak lagi. "Cepat beritahukan empat pusaka lainnya!"

"Masih terdapat sebuah kotak giok, tapi tidak tahu apa isinya. Ada sebilah pedang yang memancarkan cahaya, sebuah gelang dan sebuah keranjang warna biru, berisi buah yang masih memiliki dua lembar daun!"

Setiap mendengar Lu Leng menyebut benda-benda pusaka itu, wajah Hek Sin Kun bertambah berseri. Berbinar penuh nafsu, seperti tak sabar ingin segera memilikinya.

"Masih ada benda pusaka lain?"

Padahal masih ada sebuah kotak kayu kosong yang sebetulnya berisi tujuh batang Panah Bulu Api. Namun kotak kayu itu telah kosong, maka Lu Leng tidak menyebutkannya.

"Tidak ada lagi!"

Hek Sin Kun berjalan mondar-mandir lagi di dalam kamar itu. Sesaat kemudian dia berkata, "Bocah busuk, tidakkah ayahku menunjuk jalan, di dalam lorong itu terdapat empat puluh sembilan jebakan? Setiap jebakan pasti mematikan orang yang memasukinya. Kau yakin dapat masuk ke dalam?"

Lu Leng berpikir sejenak, sebelum akhirnya menyahut, "Aku telah menyanggupimu, tentunya harus menempuh bahaya demi kau!"

Hek Sin Kun menatap Lu Leng tajam sekali, seolah hatinya masih meragukan ucapan Lu Leng.

"Bagaimana aku mempercayaimu?"

Mendengar itu Lu Leng bergirang dalam hati. "Kau boleh berlega hati. Entah kau menghendaki benda pusaka yang mana? Asal kau beritahukan, dalam waktu satu tahun aku pasti memperolehnya untukmu!"

Hek Sin Kun mendengus, kemudian tertawa. "Bocah busuk, kau harus ingat satu hal. Kini nyawamu berada di tanganku!"

“Tentunya aku tahu. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku akan menempuh bahaya itu?" sahut Lu Leng yang terus berupaya meyakinkan Hek Sin Kun.

Hek Sin Kun tertawa dingin. "Bagus kalau begitu. Kau dengar baik-baik! Aku menghendaki ke tujuh macam benda pusaka itu, kau harus mengambil semua itu untukku!"

Lu Leng tertegun. Dia tak menyangka Hek Sin Kun berhati amat serakah seperti itu.

Hek Sin Kun berkata dengan dingin, "Bocah busuk, kau tidak mengabulkan?"

Lu Leng menghela nafas panjang. "Hek Sin Kun, ayahmu telah mengatakan, siapa yang dapat melewati Empat Puluh Sembilan Lorong Rahasia itu hanya boleh mengambil satu macam benda pusaka saja. Tidak boleh mengambil semuanya!"

Hek Sin Kun tertawa licik. “Kalau tetap tak mau mengabulkan, terserah kau saja!" ujarnya bernada mengancam.

Seketika Lu Leng berpikir, kalau dia tidak mengabuIkannya, kemungkinan besar Hek Sin Kun akan membunuhnya. Lu Leng merasa tak berharga sama sekali mati di tangan Hek Sin Kun. Mo Liong Seh Sih telah menyatakan, siapa yang dapat memasuki lorong rahasia itu, hanya boleh mengambil satu macam benda pusaka. Itu bukan pernyataan kosong, pasti ada jebakan lain di situ. Jebakan tersebut sudah pasti menghadapi orang yang berhati serakah. Siapa yang berhati serakah, pasti akan mati di dalam gudang itu. Itu berarti apabila Lu Leng mengabulkannya, tidak akan mati di istana Ci Cun Kiong, melainkan di dalam gudang rahasia itu. Lu Leng bukan pemuda yang berakal licik, mengabulkannya dulu lalu tidak pergi menempuh bahaya itu. Tapi kalau Hek Sin Kun tidak tahu jelas sifat Lu Leng, sudah pasti tidak akan mempercayainya.

Setelah berpikir sejenak, akhirnya Lu Leng berkata, "Hek Sin Kun, kalau kau menghendakiku mengambil semua benda pusaka itu, mungkin akan mencelakai orang dan mencelakai dirimu sendiri!"

Hek Sin Kun menyahut dengan dingin, "Bagaimana akan mencelakai orang dan mencelakai diriku sendiri?"

"Seh-locianpwee sudah membuat peraturan. Siapa yang memasuki gudang rahasia itu, hanya boleh mengambil satu macam pusaka! Kalau lebih, jebakan pasti bergerak. Aku akan mati di dalam gudang rahasia itu, sedangkan kau tidak akan memperoleh apa pun!"

Apa yang dikatakan Lu Leng memang masuk akal dan berdasarkan kenyataan. Akan tetapi dalam hati Hek Sin Kun telah timbul keserakahan, bagaimana mungkin dia mau mendengar itu?

"ltu bukan urusanmu!" bentak Hek Sin Kun dengan mata tajam menatap dingin ke arah Lu Leng. "Kalau kau masih ingin hidup, turuti saja apa perintahku!"

Mengetahui Hek Sin Kun tidak mau mendengar, Lu Leng diam-diam berpikir lagi. Baginya, mati di dalam gudang rahasia dan mati di dalam istana Ci Cun Kiong, bedanya setahun! Dalam waktu setahun masih bisa pergi mencari Panah Bulu Api untuk membasmi Liok Ci Khim Mo, maka dendam kedua orang-tuanya terbalas. Setelah itu baginya mati pun tidak akan penasaran. Oleh karena itu dia berkata setelah berpikir sejenak, "Baik, aku mengabulkan, cepatlah kau membebaskan totokan ini!"

Dengan wajah berseri Hek Sin Kun segera menjulurkan tangannya untuk membebaskan totokan itu, tapi mendadak berhenti. "Bocah busuk, bagaimana kalau kau ingkar janji?"

Lu Leng tersenyum getir. "Hek Sin Kun, kau boleh berlega hati. Kalau aku berniat ingkar janji, untuk apa aku harus mempertimbangkannya begitu lama? Hanya saja aku masih ingin menyadarkanmu. Kalau kau menghendaki semua benda pusaka itu, aku mati tidak apa-apa, namun kau tidak akan memperoleh apa pun!"

Hek Sin Kun tertawa dingin. "Walau aku tidak akan memperoleh apa pun, tapi hatiku pun merasa puas dapat melenyapkanmu dengan jebakan ayahku itu!"

Lu Leng menarik nafas berat. Hatinya dongkol mendengar ucapan Hek Sin Kun barusan. Namun dia terlanjur sudah mengabulkannya, kini tak mungkin menjilat kembali ludahnya.

"Cepatlah kau bebaskan totokan ini!" ujarnya kemudian setelah berpikir sejenak.

Tapak tangan Hek Sin Kun menepuk punggung Lu Leng. Seketika badan Lu Leng jadi ringan, maka ia langsung mencelat ke atas. Begitu Lu Leng mencelat ke atas, Hek Sin Kun segera mundur, sikapnya seperti sedang menghadapi musuh besar. Menyaksikan itu Lu Leng jadi tertawa geli.

"Hek Sin Kun, legakanlah hatimu! Kau telah membebaskan totokan, bagaimana aku akan mencelakaimu?"

Wajah Hek Sin Kun langsung memerah, sedangkan Lu Leng langsung membalikkan badannya, lalu melesat ke arah jendela. Perlahan-lahan dia mendorong daun jendela, dan langsung saja melompat ke luar. Namun mendadak saja terdengar suara Hek Sin Kun yang terkejut.

"Siapa...?"

"Hek Sin Kun, ya? Tuan muda sudah siuman, dia berpesan tidak boleh mencelakai Lu-siauhiap! Tuan muda akan segera ke mari menengok Lu-siauhiap!" ujar seseorang memberitahukan.

Begitu mendengar sahutan itu, dalam hati Lu Leng menyesal sekali dan merasa berduka! Seharusnya dia menduga, setelah siuman Oey Sim Tit pasti akan merasa heran bagaimana dirinya berada di dalam istana Ci Cun Kiong, dan pelayannya pasti memberitahukan. Setelah mengetahuinya tentu Oey Sim Tit akan segera melarang Hek Sin Kun mencelakai Lu Leng. Namun sayang, orang yang disuruh Oey Sim Tit itu datang terlambat. Lu Leng telah menyanggupi permintaan Hek Sin Kun.

Terdengar suara sahutan Hek Sin Kun, "Harap lapor kepada tuan muda. Kau terlambat selangkah, Lu Leng sudah mati. Ini adalah perintah dari Liok Ci Khim Mo, jangan mempersalahkanku!"

Orang itu menyahut, lalu melangkah pergi. Lu Leng tahu Oey Sim Tit pasti berduka sekali. Namun saat ini Lu Leng tidak dapat memperlihatkan diri. Walau Oey Sim Tit akan melindunginya, tapi Liok Ci Khim Mo tetap menghendaki kematiannya. Karena itu Lu Leng harus segera meninggalkan istana Ci Cun Kiong. Dia cepat-cepat mengerahkan ginkang, melesat pergi dengan hati-hati sekali. Beberapa kali dia harus menyelinap bersembunyi untuk menghindari mata para penjaga. Tak seberapa lama kemudian, dia sudah keluar melalui pintu gapura, terus melesat pergi.

Lu Leng merasa dapat lolos dari mulut harimau. Dia bersyukur dalam hati. Meski pun harus mengumbar janji, dia akhirnya bisa lepas dari ancaman maut Hek Sin Kun. Dia terus berlari, menjauh dari tempat istana Ci Cun Kiong, hingga akhirnya dia sampai di sebuah goa. Di dalam goa inilah dia teringat akan gurunya. Lu Leng teringat ketika bertemu Oey Sim Tit dalam keadaan terluka parah. Hatinya sudah merasa heran, ilmu ginkang-nya begitu tinggi, bagaimana bisa dilukai orang dengan menancap belati di punggungnya? Tapi pada waktu itu dia hanya berpikir bagaimana cara menolong Oey Sim Tit, tidak memikirkan yang lain. Maka dia langsung membawa Oey Sim Tit ke istana Ci Cun Kiong sehingga mengalami kejadian itu dan tiada waktu untuk berpikir urusan lain.

Kini begitu teringat pada Tong Hong Pek, Tam Sen suami istri dan lainnya, barulah dia merasa urusan tidak beres. Oey Sim Tit bertugas melindungi mereka, namun dia justru terluka parah. Lalu bagaimana dengan Tong Hong Pek dan lainnya? Memang Tong Hong Pek dan lainnya berkepandaian tinggi, tapi luka yang diderita mereka belum sembuh. Kalau bertemu musuh tangguh, sudah pasti sulit mereka menghadapinya.

Oey Sim Tit terluka parah, pertanda keadaan Tong Hong Pek dan lainnya pasti dalam bahaya. Putra Liok Ci Khim Mo itu memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi, bertemu musuh tangguh yang mana pun dia pasti dapat meloloskan diri. Tentu luka parah yang dideritanya itu akibat dia tidak mau pergi begitu saja. Kalau dikatakan Oey Sim Tit tidak mau kabur hingga luka parah demi melindungi kelima orang itu, itu memang mungkin.

Lu Leng terus berpikir. Sebetulnya Tong Hong Pek, Tam Sen suami istri dan lainnya bertemu musuh tangguh yang bagaimana? Hal itu membingungkan Lu Leng. Yang jelas Tong Hong Pek dan lainnya dalam bahaya. Oleh karena itu Lu Leng amat menyesal dalam hati, karena waktunya habis tersita demi menolong Oey Sim Tit. Seandainya Tong Hong Pek dan lainnya menghadapi bahaya, itu akan membuat Lu Leng menyesal seumur hidup.

Berpikir sampai di situ, dia tidak membuang waktu lagi. Badannya bergerak melesat pergi, tak seberapa lama sudah sampai di tempat dia bertemu Oey Sim Tit. Lalu dia melanjutkan perjalanan ke arah Oey Sim Tit muncul. Sekejap mata sudah menempuh empat lima miI, namun tetap sunyi sepi. Oey Sim Tit terluka begitu parah, tentunya tidak dapat bertahan lama. Namun setelah cukup jauh dia berjalan ternyata tetap tak menemukan jejak apa pun. Berselang beberapa saat dia sudah menempuh beberapa mil lagi, barulah melihat ada beberapa rumah di depan.

Lu Leng segera melesat ke sana. Setelah dekat matanya melihat jelas, ternyata sebuah kuil tua. Semula Lu Leng mengira rumah, berharap ada penghuninya agar dapat memperoleh sedikit keterangan. Melihat keberadaan kuil yang sudah sangat tua serta rerumputan liar tumbuh memenuhi pekarangannya, dia yakin kuil itu tanpa penghuni. Ketika membalikkan badannya, Lu Leng melihat seseorang yang sepasang kakinya tidak menyentuh tanah.

Melihat keberadaan orang itu Lu Leng merasa ngeri. Sekujur tubuhnya bergetar merinding. Tanpa sadar dia mundur dua langkah, kemudian memandang orang itu dengan tegas. Ternyata orang itu bukan berdiri di udara, melainkan menggantung diri. Setelah melihat jelas, Lu Leng memungut sebuah batu kecil, lalu dilemparkan ke arah tali yang mengikat leher orang itu.

“Serrt!” batu kecil itu meluncur ke arah tali.

Lu Leng pun melesat ke dalam. Tali itu putus tersambar batu kecil, maka orang yang menggantung diri merosot ke bawah. Di saat bersamaan Lu Leng sudah melesat sampai ke situ. Dengan cepat menyambut orang itu. Setelah berhasil menyambut orang itu, Lu Leng tersentak kaget bukan main. Badan orang itu agak ringan. Dia baru tahu kalau orang itu wanita, lengan baju kirinya kosong. Lu Leng cepat-cepat memandangnya. Wajah wanita itu pucat pias menyiratkan penderitaannya. Siapa wanita muda itu? Dia adalah Toan Bok Ang!

Dengan perasaan kalut Lu Leng memeluk Toan Bok Ang. Namun dia tidak tahu harus berbuat apa, hanya air matanya yang terus mengucur! Dia amat mengerti, Toan Bok Ang mengambil jalan pendek di dalam kuil tua justru karena dirinya! Dugaan Lu Leng memang tidak meleset, Toan Bok Ang menempuh jalan pendek betul-betul karena dirinya! Dia teringat, Toan Bok Ang meninggalkannya setelah menampar dengan penuh rasa kebencian.

Dengan hati dipenuhi rasa sedih dan merana juga perasaan sakit dan kecewa, gadis itu terus berlari tanpa tujuan. Tak dapat dibayangkan betapa sedih dan kecewanya hati Toan Bok Ang. Orang yang sangat dicintainya ternyata tidak pernah mencintai dirinya. Ia menganggap orang yang sangat dicintainya hanyalah selalu berkata manis, namun hatinya tak punya cinta untuknya. Perasaan hancur di hatinya itulah yang terus membawanya pergi, hingga akhirnya tanpa sadar dia sampai di kuil tua. Dengan langkah tersaruk-saruk dia menuju kuil itu.

Mungkin karena hancur luluhnya perasaan, beberapa kali ia telah terjatuh selama berlari. Aneh memang, seorang yang berkepandaian cukup tinggi macam dirinya mengalami beberapa kali terjatuh. Tak seberapa lama dia sudah sampai di depan kuil tua. Ketika dia mendorong pintu gerbang kuil tua itu, terdengar suara deritnya yang menyakitkan telinga. Hatinya merasa suara deritan pintu itu seakan menertawakan nasib dirinya. Dia menutup telinganya sambil maju beberapa langkah. Sekali lagi tubuhnya dirasakan lemas hingga ia terjatuh.

Ketika kepalanya mendongak, dia melihat sebuah patung Buddha Bie Lek Hud (Buddha Tertawa) yang berperut gendut. Wajah patung Bie Lek Hud tertawa lembut dan welas asih. Namun dalam penglihatan Toan Bok Ang, patung Buddha Bie Lek Hud itu justru sedang mentertawakan dirinya. Hal itu membuat hatinya semakin sedih dan putus asa. Akhirnya dia mengambil keputusan untuk menggantung diri! Kebetulan di dalam kuil tua itu terdapat seutas tali.

Dia memandang tali itu seraya bergumam, "Tak disangka aku harus mengakhiri hidup di dalam kuil tua ini!"

Seusai bergumam dia pun merasa dirinya makin jauh dengan dunia. Segera diambilnya tali itu, kemudian dilempar ke atas sebuah tiang yang melintang di atas kepalanya. Setelah itu dia mengambil sebuah kursi, naik ke atas kursi itu dan mengikat lehernya dengan tali. Kakinya lalu menendang kursi sehingga dirinya bergantung di situ. Semula sepasang kakinya masih bergerak-gerak, tapi kemudian diam dan tenang. Apa pun mulai terasa jauh, termasuk cinta dan kebencian. Semua itu semakin jauh seiring dengan lenyapnya kesadaran dirinya.

Kini tubuhnya berada dalam pondongan Lu Leng. Dengan hati kalut pemuda itu terus membawanya ke tempat yang cukup lega, kemudian Toan Bok Ang diletakkan di lantai. Kemudian segera dia menyalurkan hawa murni ke dalam tubuh gadis itu. Kening Lu Leng mengucurkan keringat, hatinya merasa tegang. Kalau Toan Bok Ang sampai mati karena dirinya, tentu Lu Leng akan sangat berduka selama-lamanya. Namun tiba-tiba saja Lu Leng tersentak girang ketika dari tenggorokan Toan Bok Ang terdengar suara seperti nafas yang tertahan. Merasa lega hati Lu Leng mengetahui hal itu, maka dia teruskan untuk menyalurkan hawa murninya ke tubuh gadis itu. Berselang beberapa saat kemudian mulai terdengar helaan nafas Toan Bok Ang.

"Kakak Ang! Kakak Ang!" dengan rasa tak sabar Lu Leng memanggil-manggil gadis itu. Air matanya bercucuran, rasa haru menyelimuti hatinya.

Saat itu Toan Bok Ang masih dalam keadaan tak sadar. Telinganya samar-samar mendengar orang yang memanggilnya, setelah itu ia juga merasakan ada tetesan hangat jatuh ke pipinya, yaitu air mata Lu Leng yang bercucuran. Dan ketika ia membuka mata, tampak Lu Leng setengah berlutut di hadapannya. Toan Bok Ang segera memejamkan matanya. Dirinya tak bisa menyaksikan pemuda itu ada di hadapannya. Ia sama sekali tidak tahu kalau Lu Leng telah menyelamatkan dirinya dari kematian.

Lu Leng tertegun memandangi Toan Bok Ang yang memejamkan mata tidak ingin memandangnya. "Kakak Ang, aku...." Lu Leng tak mampu melanjutkan kata-katanya.

Sementara itu Toan Bok Ang sudah mulai sadar, ia mulai tahu Lu Leng yang menyelamatkannya. Dia ingin berteriak-teriak menyuruh Lu Leng pergi, tapi tak mampu mengeluarkan suara. Akhirnya ia berkata dengan suara lemah, "Kau... mau apa kau menolongku?" Air matanya pun mulai bercucuran.

Perasaan haru dan iba menyelimuti hati Lu Leng. Digenggamnya tangan Toan Bok Ang erat-erat. "Kakak Ang, kenapa kau...."

Toan Bok Ang membuka matanya, memandang Lu Leng sejenak tapi kemudian berpaling ke tempat lain. "Bagaimana kau tahu isi hatiku?"

Sesungguhnya Lu Leng memahami keadaan Toan Bok Ang, namun dia tak tahu harus bagaimana menghiburnya. Dia ingin mengatakan bahwa dirinya akan mencintai Toan Bok Ang dengan sungguh-sungguh, namun Lu Leng justru tak dapat mencetuskannya, sebab yang dicintainya bukan Toan Bok Ang, melainkan adalah Tam Goat Hua. Tak mungkin ia mampu memaksakan diri untuk mencintai gadis ini. Rasa cinta sejati tidak akan pernah tumbuh dengan dipaksakan. Akhirnya Lu Leng pun tak mampu mengucapkan kata-kata itu, dia hanya menghela nafas.

"Pergilah kau! Jangan... jangan berada di sisiku!" ujar Toan Bok Ang dengan hati pedih sekali.

Lu Leng diam saja, badannya tak bergerak sama sekali. "Kakak Ang," ujar Lu Leng kemudian dengan suara rendah, "Bisakah kau membantu aku?"

Toan Bok Ang tersenyum getir. "Aku masih bisa membantumu apa?"

"Kakak Ang, kemungkinan guruku, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen suami istri dan lainnya dalam bahaya. Mungkin kau bisa membantuku. Kita bersama pergi mencari mereka."

Toan Bok Ang bangun dan duduk, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak! Aku tidak ingin melakukan apa pun lagi, kau pergi seorang diri saja!"

Lu Leng memegang bahunya, ditatapnya wajah Toan Bok Ang. "Kakak Ang, kenapa dengan cara demikian kau menghancurkan dirimu sendiri?"

Mendadak Toan Bok Ang tertawa terkekeh-kekeh. "Hehehe! Apakah aku ingin menghancurkan diriku sendiri?"

Mendengar itu Lu Leng merasa dadanya seperti terhantam palu. Dia sadar, dirinyalah sebenarnya yang telah menyebabkan Toan Bok Ang berbuat sekeji itu.

“Tidak salah, Kakang Ang, Memang aku yang telah mencelakaimu."

"Kau sama sekali keliru, aku tidak bermaksud demikian. Adik Leng, biar bagaimana pun aku tetap mencintaimu, aku tidak akan membencimu."

Apa yang dikatakan Toan Bok Ang, membuat hati Lu Leng jadi pilu. "Kakak Ang, kau harus tahu. Hatiku sungguh menghendakimu gembira, tidak ingin kau menderita. Aku ingin setiap hari wajahmu berseri, tidak bermuram durja!"

Toan Bok Ang menghela nafas. "Aaah! Adik Leng, aku tahu itu. Tapi aku juga tahu kau tak dapat melaksanakannya, sebab kau tidak mencintaiku."

Lu Leng tersenyum getir mendengar ucapan Toan Bok Ang itu. "Kakak Ang, justru karena ini kau sudah tidak mau jadi orang lagi?"

"Adik Leng, memang benar katamu!" ujar Toan Bok Ang sambil menghembuskan nafasnya.

Lu Leng bangkit berdiri, dia merasa dirinya sudah tiada kemampuan lagi.

Ketika melihat Lu Leng bangkit berdiri, Toan Bok Ang segera berkata dengan lembut, "Adik Leng, kau pergilah! Jangan mempedulikanku! Asal selanjutnya kau selalu ingat padaku, aku sudah merasa gembira sekali."

“Tidak! Aku tidak akan meninggalkanmu!”

Toan Bok Ang tertawa sedih. "Kau tidak meninggalkanku, lalu apa yang kau inginkan?"

Lu Leng berpikir lama sekali. Dia tak bisa mengatakan sesuatu. Namun biar bagaimana pun dia tidak akan membiarkan Toan Bok Ang berada di kuil tua itu seorang diri. Ketika dia baru menjulurkan tangannya, ingin memapah Toan Bok Ang, mendadak terdengar suara seseorang mencegahnya.

"Jangan sentuh dia!"

Begitu mendengar suara itu, hati Lu Leng tertegun. Dia segera menoleh, dilihatnya ada sosok bayangan di luar. Orang itu ternyata si Walet Hijau-Yok Kun Sih ketua Hui Yan Bun. Tentu saja Lu Leng tersentak kaget melihat keberadaan wanita tua itu. Yok Kun Sih melangkah ke dalam mendekati Toan Bok Ang.

"Anak Ang, kau tidak apa-apa?" tanyanya dengan menatap sang murid.

Begitu melihat Yok Kun Sih, Toan Bok Ang langsung menangis. Dia langsung memeluk guru itu. Padahal Toan Bok Ang sudah berjanji dalam hati, tidak mau menangis lagi. Tapi begitu melihat gurunya, rasa dukanya memuncak, tak tertahan lagi tangisnya pun meledak.

Si Walet Hijau-Yok Kun Sih menepuk bahu gadis itu. "Anak Ang, guru pernah bilang apa padamu?"

Toan Bok Ang terisak-isak. "Guru, jangan... jangan menyalahkannya!"

Yok Kun Sih menghela nafas panjang. "Anak bodoh! Kau masih belum sadar?"

"Guru, aku sangat mencintainya...," ujar Toan Bok Ang dengan terisak-isak di pelukan gurunya.

Yok Kun Sih membelai-belai Toan Bok Ang, kemudian menoleh menatap Lu Leng. Namun tatapan mata Yok Kun Sih walau terlihat serius tidak sebengis beberapa waktu lalu. "Anak Ang sedemikian baik terhadapmu, apakah hatimu tidak tersentuh?" tanya perempuan tua ketua Hui Yan Bun itu.

Dengan suara rendah dan menundukkan kepala Lu Leng menjawab pertanyaan Yok Kun Sih. "Aku amat berduka dalam hati, sulit diuraikan dengan kata-kata!"

Yok Kun Sih berkata sepatah demi sepatah, "Sesungguhnya anak Ang sudah melanggar peraturan Hui Yan Bun!" berkata sampai di situ Yok Kun Sih berhenti, dia menatap lekat pemuda itu. "Tapi cintanya itu amat mengharukan. Sebagai wanita aku pun merasa terharu. Kalau hatimu juga tergerak, aku pasti merestui kalian berdua!" ujar Yok Kun Sih seakan merasa iba terhadap muridnya itu.

Mendengar itu Lu Leng cuma tersenyum getir. Dia tak bisa berkata apa-apa ketika Yok Kun Sih memapah Toan Bok Ang. "Anak Ang, mari kita pergi!"

Mereka berdua berjalan pergi, tapi kemudian Yok Kun Sih berpaling ke belakang menatap kembali ke arah Lu Leng. "Gurumu dan lainnya berada di sana, tak jauh dari sini! Keadaan mereka amat berbahaya. Apa kau tak ingin pergi melihat mereka?"

Tersentak kaget bukan main hati Lu Leng mendengar pemberitahuan Yok Kun Sih itu. "Cianpwee, bagaimana keadaan mereka berlima?" tanyanya karena tak sabaran ingin segera tahu nasib guru dan kawan-kawannya semua.

Akan tetapi si Walet Hijau-Yok Kun Sih dan Toan Bok Ang sudah melesat pergi sebelum selesai pertanyaan Lu Leng. Keduanya dalam sekejap saja telah berada jauh meninggalkan pemuda itu. Lu Leng masih melihat Toan Bok Ang berpaling ke belakang memandangnya, membuat hati Lu Leng tambah berduka.

Karena telah mendengar kabar mengenai guru dan kawan-kawannya, maka tanpa membuang-buang waktu lagi Lu Leng pun melesat meninggalkan tempat itu. Dia terus berlari ke arah yang ditunjukkan oleh si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Namun belum sampai di tempat yang akan dituju, mendadak terdengar suara tawa bergelak mengejutkannya.

"Hahaha! Kalian masih tidak mau keluar?"

Lu Leng terkejut karena mengetahui kalau pemilik suara itu adalah Liat Hwe Cousu, ketua Hwa San Pai. Berdasarkan penuturan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, ketika mereka datang dari Lam Hai pernah melihat Liat Hwe Cousu menuju ke sana. Tapi bagaimana dia begitu cepat kembali ke Tionggoan? Apakah dia yang mencelakai Oey Sim Tit? Sambil terus berpikir Lu Leng terus melesat ke tempat itu. Tak lama dia sudah melihat Liat Hwe Cousu yang tinggi besar itu berdiri di depan sebuah goa. Di hadapannya tampak teronggok setumpuk ranting kering. Dan sesaat kemudian orang tua itu kembali berkata lagi.

"Kalau kalian tidak mau keluar, aku akan membakar kayu ranting kering ini. Asap akan mengepul ke dalam membuat kalian mati kehabisan nafas!"

Terdengar suara sahutan seseorang dari dalam goa. Lu Leng tahu, itu suara Seh Cing Hua.

"Liat Hwe Cousu, kau sungguh tak tahu malu!"

Liat Hwe Cousu tertawa gelak. "Hahaha! Siapa pun boleh membuka mulut, hanya kau yang tak kuperbolehkan!"

Ketika Liat Hwe Cousu menyahut, Lu Leng sudah mendekatinya. "Liat Hwe Cousu, kau masih mengenalku, kan?!" tiba-tiba saja Lu Leng berseru.

Liat Hwe Cousu segera membalikkan badannya. Begitu melihat Lu Leng seketika dia jadi terkejut bukan main. Sebab menurut dugaannya Lu Leng pasti sudah binasa di dalam makam nyonya Mo Liong Seh Sih. Dan kini pemuda itu muncul di hadapannya. Betapa pun dirinya adalah seorang yang berkepandaian tinggi, tetap tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Di saat dia tertegun, Lu Leng telah mengerahkan lweekang. Badannya melesat cepat ke arahnya dengan mengeluarkan jurus Bwee Hoa Go Cut (Bunga Bwee Mekar Lima Kali).

Lu Leng tahu Liat Hwe Cousu berkepandaian amat tinggi sekali, tidak di bawah gurunya mau pun Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, sehingga tidak bisa gegabah untuk bisa mengalahkannya. Namun dia yakin, asal dapat mengulur sedikit waktu, Tong Hong Pek dan lainnya pasti bisa kabur. Oleh karena itu Lu Leng menyerangnya dengan sepenuh tenaga agar Liat Hwe Cousu tak dapat balas menyerang.

Karena saat itu dirinya masih diliputi rasa heran atas munculnya Lu Leng, maka Liat Hwe Cousu kurang menyadari kalau pemuda itu menyerangnya. Mendadak dia merasa ada serangkum tenaga meluncur cepat ke arahnya yang diiringi suara menderu keras dan menggetarkan. Melihat serangan Lu Leng yang begitu dahsyat, tentunya dia tahu betapa hebatnya ilmu Kim Kong Sin Ci. Walau lweekang-nya sendiri amat tinggi, namun tidak dapat dibandingkan dengan Kim Kong Sin Ci. Oleh karena itu Liat Hwe Cousu khawatir, jika menggunakan tenaga keras justru akan mencelakakan dirinya. Itu membuatnya berpikir dua kali untuk mengatasi serangan Lu Leng. Tiba-tiba saja badannya berputar, jubahnya ikut mengembung dan tahu-tahu dirinya sudah mencelat mundur beberapa depa.

Lu Leng sudah menduga, serangannya tidak gampang menyentuh badan Liait Hwe Cousu. Ketika melihat Liat Hwe Cousu mencelat mundur, dia pun cepat melesat memburunya. Di saat melesat ke depan, jurus Thian Te Kun Tun (Langit Bumi Kacau Balau) dikeluarkan untuk melancarkan serangan lebih lanjut. Serangan itu menimbulkan suara menderu-deru, bagaikan sebuah jala meluncur ke arah kepala Liat Hwe Cousu.

Liat Hwe Cousu belum sempat berdiri tegak ketika serangan kedua sudah menyusul. Hal itu membuat Liat Hwe Cousu menggeram, lalu mendadak dia mengibaskan kedua lengan jubahnya ke depan. Liat Hwe Cousu tergolong jago kelas satu dalam rimba persilatan, sedangkan Lu Leng masih terlalu muda jika dibandingkan dirinya. Namun pemuda ini memang berbakat dan pandai, sehingga digolongkan tingkat atas tokoh persilatan.

Lu Leng melihat jurusnya hampir berhasil mengenai badan Liat Hwe Cousu. Dia hampir tak percaya hal itu, karena ia tahu tidak terlalu gampang melawan Liat Hwe Cousu. Namun Liat Hwe Cousu mengibaskan kedua lengan jubahnya ke depan. Hal ini membuat Lu Leng merasakan ada tenaga amat dahsyat menerjang ke arahnya sehingga badannya condong ke belakang. Namun sebelum kembali tegak, telunjuk kanannya sudah menjulur ke depan, menyerang Liat Hwe Cousu dengan jurus It Ci Keng Thian (Satu Jari Mengejutkan Langit).

Karena Liat Hwe Cousu mengibaskan lengan jubahnya dengan delapan bagian tenaga, sedangkan Lu Leng menyerang sepenuh tenaga, maka tenaga Liat Hwe Cousu terhalau. Hal ini sungguh di luar dugaan. Ketika Liat Hwe Cousu merasakan itu, tenaga telunjuk Lu Leng sudah menerjang ke arahnya. Ingin dia berkelit, tapi sudah terlambat. Tenaga telunjuk itu telah menghantam telak perutnya. Namun orang tua itu memiliki hawa murni yang amat kuat, melindungi seluruh badannya sehingga begitu ada tenaga serangan dari luar, otomatis hawa murninya akan melawan. Kemungkinan besar akan menggoncangkan lawan, bahkan mampu membuat luka dalam.

Akan tetapi Lu Leng menggunakan tenaga sepenuhnya, dapat dibayangkan betapa dahsyatnya serangannya itu. Liat Hwe Cousu merasa perutnya sakit, seperti terhantam palu yang ribuan kati beratnya sehingga badannya terdorong mundur tiga langkah. Namun secepat itu juga, dalam keadaan masih terdorong ke belakang dia sempat melancarkan serangan ke arah Lu Leng. Lu Leng hanya merasa ada serangkum tenaga yang amat kuat menerjang ke arahnya, membuat badannya berputar-putar. Dia ingin menarik diri, tapi sudah terlambat. Bukan main terkejutnya Lu Leng. Dia segera menekuk sepasang kakinya, kemudian mencelat ke atas. Namun badannya masih terputar-putar di udara, beberapa saat kemudian baru meluncur turun.

Tampaknya Liat Hwe Cousu yang sudah geram sekali tak ingin memberi kesempatan kepada lawannya, maka dia melangkah sambil melancarkan serangan susulan. Lu Leng sudah mengambil keputusan dalam hati, dia harus mengadu pukulan! Maka segera saja dia mengerahkan lweekang, siap untuk menangkis serangan Liat Hwe Cousu. Akan tetapi, mendadak terdengar suara orang berseru.

"Tahan!"

Lu Leng dan Liat Hwe Cousu menoleh serentak. Tampak Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Tam Sen, Seh Cing Hua, Tam Ek Hui, dan Han Giok Shia sudah berdiri di dekat tempat pertarungan. Wajah Liat Hwe Cousu kelihatan gusar sekali melihat mereka telah keluar dari goa.

"Tunggu aku menghajar binatang kecil ini dulu, baru membuat perhitungan dengan kalian!"

Seh Cing Hua tertawa dingin sambil memperhatikan Liat Hwe Cousu. "Sungguh tak tahu malu. Berdasarkan apa kau ingin menghajar siapa? Dirimu ketua partai besar, namun tiga jurus telah dipecundang oleh seorang bocah! Kalau pun kau menebalkan muka dan bertarung terus, seluruh kaum rimba persilatan pasti akan mentertawakanmu!"

Perkataan Seh Cing Hua amat tajam, membuat wajah Liat Hwe Cousu langsung memerah. Dan belum sempat Liat Hwe Cousu membuka mulut, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek sudah menyelak dengan mengeluarkan suara tawa panjang.

"Hahahaaa! Tok Ciu Lo Sat, kau terlampau memandang rendah diri Liat Hwe tua! Bagaimana mungkin dia dipecundang bocah itu dalam tiga jurus? Sesungguhnya dia cuma mengalah saja!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen segera menyambung, “Tidak salah! Apa yang dikatakan saudara Tong Hong memang benar!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar