Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 24

Ketika mereka berdua ke Go Bi Pai, sikap mereka begitu gagah berani karena mempunyai dekingan. Namun kini orang yang mereka andalkan itu justru tidak kelihatan sama sekali. Mereka berdua berdiri terpaku dengan wajah pucat pias.

Tong Hong Pek tertawa dingin sambil mendekati mereka selangkah demi selangkah. "Kalian diam saja, apakah tidak mau merangkak?!" bentaknya.

Mendadak Kim Kut Lau tertawa keras. "Hahaha! Tuan Tong Hong, percuma kau memperlakukan kami dengan cara begini, tiada artinya sama sekali! Dua tahun yang lalu ketika Liok Ci Khim Mo menimbulkan petaka dalam rimba persilatan, kenapa kau tidak muncul menegakkan keadilan?"

"Benar katamu, aku memang senang menghina orang yang dapat dihina. Siapa suruh kepandaian kalian jauh lebih rendah dariku?" sahut Tong Hong Pek dingin.

Dia lalu menjulurkan tangannya mencengkeram ke arah mereka. Begitu melihat Tong Hong Pek menjulurkan tangannya, Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau segera meloncat ke kiri dan ke kanan. Badan Tong Hong Pek segera berputar ke arah Kim Kut Lau sambil mengeluarkan jurus Wan Kauw Ceh Cih (Monyet Meloncat Mencengkeram), dan berhasil mencengkeram bahu Kim Kut Lau. Setelah itu dia bersiul panjang. Mendadak badannya mencelat ke atas sambil mencengkeram bahu Kim Kut Lau. Sudah tentu Kim Kut Lau terbawa ke atas pula.

Kemudian Tong Hong Pek melayang turun di hadapan Hek Sin Kun. Ketika kakinya baru menginjak tanah, Hek Sin Kun sudah melancarkan serangan dengan jurus Tui Coan Mong Goat (Mendorong Jendela Memandang Bulan). Hek Sin Kun menggunakan sembilan bagian tenaganya, maka betapa dahsyatnya pukulan itu. Akan tetapi Tong Hong Pek justru malah berdiri tak bergerak. Jarak mereka amat dekat, sedangkan pukulan itu sudah mengarah dada Tong Hong Pek. Di saat bersamaan mendadak Tong Hong Pek menggerakkan tangan kirinya untuk menangkis serangan itu.

“Plaak!” kedua pukulan itu beradu.

"Krek! Krek! Krek!” terdengar pula suara susulan.

Ternyata tulang lengan dan bahu Hek Sin Kun telah patah. Hek Sin Kun menahan sakit sambil mundur-mundur, namun Tong Hong Pek segera maju mencengkeram bahunya. Gerakan Giok Bin Sin Kun Tong Hong Pek begitu cepat, maka hanya dua tiga gebrakan saja Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau sudah jatuh ke tangannya. Kejadian itu membuat para tamu terbelalak, kemudian terdengar tepuk sorak yang riuh gemuruh. Sedangkan Tong Hong Pek mendengus.

"Hm! Mau merangkak tidak?"

Tong Hong Pek mengerahkan tenaganya, membuat bahu Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau terasa sakit sekali. Namun walau merasa sakit, Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau tetap tidak mau merangkak, malahan berkertak gigi. Tong Hong Pek mengangkat mereka berdua, lalu berjalan ke tepi sebuah tebing, kelihatannya dia ingin melemparkan mereka ke bawah.

Di saat itulah terdengar suara seruan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen. "Saudara Tong Hong, lepaskanlah mereka!"

Tong Hong Pek menolehkan kepala seraya bertanya. "Kenapa?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menggeleng-gelengkan kepala. "Pandanglah muka kakak mereka."

Tong Hong Pek mengerutkan kening. "Kau...!"

Hanya itu yang dicetuskannya. Wajahnya tampak terperanjat dan langsung melepaskan cengkeramannya, maka Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau jatuh ke tanah. Jarak mereka hanya setengah depa dari tepi tebing, maka mereka berdua menarik nafas dalam-dalam, tak berani bergerak.

Tong Hong Pek memelototi mereka, lalu membentak. "Masih belum mau enyah?!"

Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau bangkit berdiri, kemudian saling memapah berjalan pergi dengan tertatih-tatih. Tak seberapa jauh mereka berdua berjalan, mendadak melihat segulung asap dan sosok bayangan tinggi besar berkelebat ke tempat itu, lalu berhenti sambil memandang Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau.

"Ternyata dengan cara demikian ketua Go Bi Pai menyambut tamu!"

Semua orang melihat tangan orang tinggi besar itu memegang sebuah obor, ternyata si Duta Api Obor. Dia muncul, Liat Hwe Cousu pasti menyusul pula. Semua orang tahu bahwa pernikahan tersebut pasti akan berlangsung tidak sederhana.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen terheran-heran dan tidak habis pikir. Formasi yang dibentuknya di bawah sana khususnya untuk menghadapi Liat Hwe Cousu. Walau hanya Tam Ek Hui yang menjaga di situ, tapi formasi itu amat lihay, tentunya meski pun tidak dapat melukai Liat Hwe Cousu, namun pasti dapat menahan mereka satu dua hari di sana. Kini bertambah Han Giok Shia, sedangkan kepandaian gadis itu sudah berada di atas Tam Ek Hui, maka formasi tersebut akan bertambah lihay. Akan tetapi bagaimana si Duta Api Obor Hwa San dapat tiba di Cing Yun Ling?

Ketika Cit Sat Sin Kun-Tam Sen baru mau bertanya, mendadak si Duta Api Obor berseru. "Hwa San Liat Hwe Cousu datang!" Sebelum suara seruannya sirna, sudah tampak seorang berambut merah, berjubah merah dan wajah tampak aneh melayang menuju Cing Yun Ling.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mendengus, "Hm! Liat Hwe Cousu, kau juga ke mari?"

Wajah Liat Hwe Cousu tampak berseri-seri. "Saudara Tong Hong, selamat! Selamat!"

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek sama sekali tidak tahu apa yang terkandung di dalam hatinya, namun tahu Liat Hwe Cousu berkepandaian tinggi sekali, tidak dapat disamakan dengan Hek Sin Kun dan Kim Kut Lau. Oleh karena itu dia pun tertawa gelak.

"Hahaha! Terima-kasih! Terima-kasih!"

Liat Hwe Cousu membalikkan badannya menghadap Cit San Sin Kun, lalu berkata sambil tersenyum-senyum, "Formasi yang Anda bentuk itu cukup hebat lho!"

Cit Sat Sin Kun tertegun mendengar ucapan itu. "ltu cuma merupakan formasi cakar ayam, tidak berarti sama sekali," sahutnya.

Liat Hwe Cousu tertawa kering, "Hehehe! sesungguhnya formasi itu cukup merepotkan diriku, namun muncul seseorang, dia yang membawa kami ke luar dari formasi itu. Tam Tocu, kau tahu siapa dia?"

Wajah Cit Sat Sin Kun tampak memutih, "Tentu tahu."

Liat Hwe Cousu tertawa gelak, "Hahaha! Aku tidak mempersulit kedua muda mudi itu, legakanlah hatimu!"

Usai berkata begitu, tangannya dikibaskan ke belakang seraya memberi perintah. "Serahkan kedua orang itu kepada Tam Tocu, terima-kasih atas penyambutannya!"

Ketika mendengar Tam Ek Hui dan Han Giok Shia sudah jatuh ke tangan Liat Hwe Cousu, hati Tam Sen menjadi gugup dan panik. Karena dia yang membentuk formasi itu untuk menghadapi Liat Hwe Cousu, tentunya akan membuat Liat Hwe Cousu mendendam. Kini putranya sudah jatuh ke tangan Liat Hwe Cousu, itu merupakan kesempatan baginya untuk mempermalukan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen di hadapan para tamu. Sudah lama sifat buruk Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berubah baik, maka ketika mulai muncul kembali di rimba persilatan dia tidak mau menggunakan julukan Cit Sat Sin Kun lagi. Akan tetapi, dalam suasana begini, mau tidak mau dia harus bergebrak. Karena itu dia memberi isyarat kepada Tong Hong Pek, mereka berdua lalu maju.

Di saat bersamaan, muncul empat orang Iagi, yakni Tam Ek Hui dan Han Giok Shia serta dua tongcu Hwa San Pai. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia berjalan di depan, sedangkan kedua tongcu itu berjalan di belakang. Wajah Tam Ek Hui tampan dan gagah, sedangkan Han Giok Shia cantik jelita dan tersenyum-senyum, kelihatannya mereka berdua sama sekali tidak dikuasai Liat Hwe Cousu. Menyaksikan itu, barulah Cit Sat Sin Kun menarik nafas lega.

Liat Hwe Cousu justru tertawa. "Hahaha! Tam Tocu, kau kira aku akan turun tangan terhadap tingkatan muda?"

Tam Sen tidak menyangka Liat Hwe Cousu akan bertanya begitu, maka dia tertegun, kemudian tersenyum. Sedangkan Tam Ek Hui dan Han Giok Shia segera menghampirinya.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen segera bertanya berbisik. "Bagaimana rupa orang yang membawanya ke luar dari formasi itu? Kalian melihat jelas rupanya?"

Tam Ek Hui menyahut dengan suara rendah. "Ayah, amat panjang kalau dituturkan. Aku masih ingin bertanya sesuatu kepada ayah."

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen mengerutkan kening, "Nanti saja baru omong!"

Tam Ek Hui dan Han Giok Shia segera mundur ke samping, kemudian terdengar Liat Hwe Cousu bertanya, "Waktu baiknya kapan?"

Tong Hong Pek menyahut, "Sore hari pukul empat. Kedatangan Cousu sungguh kebetulan sekali, karena belum terlambat!"

Usai menyahut, Tong Hong Pek menyuruh orang untuk mengantar Liat Hwe Cousu ke ruang istirahat. Si Duta Api Obor berjalan duluan, setelah itu barulah Liat Hwe Cousu, Tong Hong Pek, Tam Sen, Tam Ek Hui dan Han Giok Shia mengikuti dari belakang menuju See Thian Hong. Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah tiba di See Thian Hong. Pihak Hwa San Pai menuju ruang istirahat, sedangkan Tong Hong Pek, Tam Sen, Tam Ek Hui dan Han Giok Shia menuju ruang besar.

Lu Leng menjaga di situ agar tidak ada orang menyelinap ke sana. Begitu mereka berempat tiba, Lu Leng langsung menyongsong.

"Apakah Goat Hua pernah keluar?" tanya Tong Hong Pek.

Diam-diam Lu Leng menghela nafas panjang. “Tidak, dia terus berada di dalam kamar."

Tong Hong Pek mengeluarkan suara gumam. Mereka semua lalu duduk, kemudian Cit Sat Sin Kun menghela nafas.

"Saudara Tong Hong, bukan aku omong kosong. Di kolong langit ini yang mampu memecahkan formasi itu, selain aku hanya terdapat satu orang, tentunya Saudara Tong Hong tahu!"

Tong Hong Pek manggut-manggut, wajahnya tampak serius sekali.

"Itu... pertanda dia telah datang!" kata Tam Sen.

"Memang sudah datang, namun hingga saat ini dia masih belum memperlihatkan diri, entah apa maksudnya?" sahut Tong Hong Pek dengan suara dalam.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menghela nafas panjang. "Aku tahu, selama ini dia amat membenciku, sedangkan aku... aaah! Saudara Tong Hong, selain kita harus berhati-hati, tiada jalan lain. Selama ini mungkin dia telah berhasil menguasai ilmu Mit Mo Tay Hoat (Ilmu Iblis), kitab peninggalan ayahnya."

Sepasang alis Tong Hong Pek yang bagaikan golok terangkat ke atas. "Saudara Tam, tentang Mit Mo Tay Hoat, aku cuma mendengarnya, tidak tahu bagaimana isinya. Konon terdapat ilmu silat yang amat di luar dugaan, benarkah?"

Tam Sen manggut-manggut. "Tidak salah. Sebagian besar sudah tidak merupakan ilmu silat, melainkan ilmu sihir iblis, dapat mengelabui penglihatan dan mengendalikan pikiran orang lain. Kita bilang dia belum muncul, tapi mungkin sudah berada di sekitar kita."

Lu Leng, Tam Ek Hui dan Han Giok Shia terheran-heran, karena ketika mendengar mereka berdua membicarakan orang tersebut, kedengarannya mempunyai asal-usul yang luar biasa. Di saat mereka bertiga mendengar tentang itu, seketika saling memandang, bahkan menengok ke sana ke mari pula, apakah terdapat orang lain di situ. Mereka berlima duduk di ruang besar. Selain mereka berlima, memang tidak terdapat orang lain.

Han Giok Shia yang tidak sabaran itu segera bertanya. "Yang cianpwee bicarakan itu apakah Liok Ci Khim Mo?"

Tong Hong Pek dan Tam Sen menggelengkan kepala. "Bukan."

Tam Sen memandang Tam Ek Hui cukup lama. Pemuda itu amat cerdas, maka langsung bertanya, "Ayah, apakah orang itu punya hubungan dengan diriku?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertegun, lama sekali tidak bersuara. Kemudian dia bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir beberapa langkah, setelah itu barulah berkata. "Saudara Tong Hong, biar bagaimana pun begitu waktu tiba, harus segera mengadakan upacara pernikahan. Liat Hwe Cousu kelihatan memang tidak berniat baik, namun di hadapan begitu banyak orang, mungkin dia tidak berani turun tangan."

Tong Hong Pek manggut-manggut, kemudian mereka berdua lalu masuk ke dalam. Tam Ek Hui cepat-cepat menggenggam tangan Lu Leng. Dia sudah mendengar dari Han Giok Shia mengenai semua kejadian mereka berdua, karena itu dia amat terharu terhadap Lu Leng. Bersamaan itu dia pun tahu bagaimana keadaan dalam hatinya.

"Adik Leng...." Setelah memanggil dia pun tertawa sambil menepuk Lu Leng seraya melanjutkan, "Kau amat cerdas, maka aku tidak usah banyak bicara. Ya, kan?"

Lu Leng tahu apa yang dimaksudkan Tam Ek Hui, tidak lain adalah mengenai Tam Goat Hua, maka dia cuma tersenyum getir. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia bercakap-cakap sejenak, tak lama mereka berdua meninggalkan ruang besar itu. Lu Leng memandang punggung kedua orang itu, diam-diam menghela nafas panjang dan memejamkan mata. Seketika muncul bayangan Tam Goat Hua. Walau Tam Goat Hua tidak mencintainya, namun dia tetap tidak bisa melupakannya, sedangkan gadis itu justru mencintai gurunya. Sebaliknya dalam hatinya, Lu Leng tetap mencintai Tam Goat Hua. Dia terus menghela nafas panjang, mendadak dia mendengar suara gadis berkata.

"Tuan Tong Hong, pengantin wanita merasa malu. Sebelum waktunya, dia tidak mau menemuimu, kau jangan berkeras mau masuk."

Lu Leng mengenali suara gadis itu, tidak lain pendamping pengantin wanita, dan itu membuat Lu Leng bergumam dalam hati, "Alangkah baiknya ucapan itu ditujukan kepadaku. Betapa bahagianya aku jika aku mempelai lelaki...."

Lu Leng bangkit berdiri. Dilihatnya tiga wanita melangkah ke dalam. Begitu melihat mereka, Lu Leng sudah tahu bahwa mereka bertiga adalah murid Hui Yan Bun, maka tidak bersuara.

Ketiga wanita itu tidak memperhatikan Lu Leng, langsung duduk dan mulai bercakap-cakap.

"Lewat hari ini, sudah tiada keramaian untuk ditonton lagi," ujar salah seorang dari mereka.

"Belum tentu, sebab urusan ini amat aneh. Usia Giok Bin Sin Kun sudah lima puluhan, justru memperistri seorang gadis muda belia. Menurutku, mempelai lelaki seharusnya bocah she Lu itu," sahut salah seorang temannya.

Mendengar ucapan itu hati Lu Leng seperti tersayat. Ketika baru mau melarang mereka bertiga omong sembarangan, yang satu lagi sudah menghela nafas. Lu Leng segera menoleh untuk memandangnya. Dilihatnya gadis yang menghela nafas itu berusia tujuh belasan. Gadis itu cantik jelita, Lu Leng masih ingat ketika Yok Kun Sih, ketua Hui Yan Bun datang. Tong Hong Pek menyambutnya, dan gadis itu menyebut namanya Toan Bok Ang.

Dua wanita lain tertawa serentak ketika mendengar helaan nafas itu, kemudian yang satu bertanya, "Paman guru kecil, kenapa kau menghela nafas?"

Toan Bok Ang tertawa. "Kalian berdua cuma tahu perbedaan usia, namun tidak tahu soal cinta. Kalian harus tahu, cinta tidak mengenal usia."

Kedua wanita itu tertawa cekikikan. Toan Bok Ang langsung melotot. "Apa yang kalian tertawakan?"

Walau usia Toan Bok Ang masih muda, namun tingkatnya lebih tinggi dari kedua wanita itu. Maka ketika melihat Toan Bok Ang melotot, mereka berdua berhenti tertawa.

"Cinta itu amat aneh. Jangankan mencintai orang yang lebih tua, bahkan dapat pula mencintai sebuah pohon atau sebuah batu lho!" kata Toan Bok Ang lagi.

Mendengar ucapan itu, kedua wanita tersebut ingin tertawa, tapi tidak berani sehingga badan mereka bergoyang-goyang karena menahan tertawa.

Ketika mendengar itu, hati Lu Leng pun terharu sehingga tanpa sadar dia berseru. "Memang benar apa yang nona katakan!"

Perlu di ketahui, Lu Leng duduk di sudut, maka mereka bertiga tidak melihatnya. Namun suara Lu Leng amat mengejutkan mereka, maka mereka segera bangkit berdiri dan membentak. "Siapa?!"

Lu Leng bangkit berdiri. "Maaf, aku telah mengejutkan kalian bertiga."

Toan Bok Ang menatapnya. Wajah gadis itu langsung memerah dan segera menarik kedua wanita itu. "Mari kita pergi!"

Lu Leng tidak mencegah, sebab saat ini hatinya telah hampa dan beku. Tak seberapa lama kemudian, hari mulai sore. Lu Leng ke ruang besar, menyuruh para murid Go Bi Pai tingkatan muda untuk merapikan kursi dan bangku, serta menyalakan lilin merah, sedangkan dia sendiri cuma berdiri di sudut termangu-mangu.

Dia sendiri pun tidak tahu apa yang dipikirkannya. Dia terus memandang api lilin merah yang menyala. Pikirannya menerawang, di hadapannya seakan muncul begitu banyak tamu, sedangkan dirinya berubah menjadi mempelai lelaki. Mempelai wanita keluar, namun tidak mendekatinya, melainkan mendekati Tong Hong Pek, gurunya, sehingga dia berseru perlahan.

"Kakak Goat! Kakak Goat!"

Suara seruannya tidak keras, tentunya tiada seorang pun mendengarnya. Akan tetapi, mendadak terdengar suara tawa di sisinya, "Berduka, ya?"

Betapa terkejutnya Lu Leng. Dia segera menolehkan kepala, namun tiada seorang pun di situ. Lu Leng menggoyang-goyangkan kepala, karena curiga pikirannya sedang menerawang maka mendengar suara itu.

Saat itu semua persiapan di ruang besar sudah hampir beres. Beberapa tamu sudah duduk di situ, sedangkan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, Tara Ek Hui dan Han Giok Shia menyambut para tamu dan mempersilakan mereka duduk. Lu Leng tetap berdiri di situ tak bergerak. Ketika menyaksikan itu, dia menghela nafas panjang.

Baru saja dia menghela nafas, mendadak terdengar suara itu lagi di belakangnya bernada dingin. "Anak yang tak berguna!"

Lu Leng tertegun, sebab kali ini mendengar begitu jelas. "Siapa?" tanyanya.

"Apakah kau sudah tidak mengenali suaraku lagi?" sahut suara itu.

Sebetulnya Lu Leng memang merasa kenal akan suara itu, namun tidak ingat pernah mendengarnya di mana. Setelah suara itu bertanya begitu, barulah dia ingat bahwa itu suara aneh di dalam goa. Seketika hatinya tergerak, karena masih ingat akan sikap Tam Sen ketika mendengar penuturan Han Giok Shia. Sudah jelas orang yang menitip pesan itu adalah orang aneh tersebut. Kini dia telah datang.

Walau Lu Leng pernah bercakap-cakap dengan orang aneh itu, namun tidak tahu bagaimana rupanya. Setelah tertegun sejenak, dia segera menoleh ke belakang. Di saat itulah dia merasakan adanya serangkum angin berhembus pergi. Setelah menoleh, justru tiada seorang pun berada di belakangnya.

Bukan main herannya Lu Leng, padahal kini dia telah berkepandaian tinggi, maka gerakannya amat cepat sekali. Untuk menoleh, dia cuma membutuhkan waktu sekejap, namun orang itu dapat pergi begitu saja, itu sungguh tak masuk akal. Lu Leng tidak sempat melihatnya, karena orang itu muncul di belakangnya.

Dia segera menghimpun hawa murni, kemudian disalurkan ke jari telunjuknya. Orang aneh itu kawan atau lawan, dia tidak tahu jelas, maka lebih baik dia bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Di saat dia sedang menghimpun hawa murni, suara itu terdengar lagi di belakangnya.

"Apakah kau tidak pernah mendengar suatu pepatah?"

"Pepatah apa?" Lu Leng balik bertanya

"Jauh di mata dekat di hati, bocah goblok!"

Lu Leng tertegun. Dia tahu bahwa itu ditujukan kepada dirinya. Kedengarannya dia masih mau terus mengejar, akan tetapi satu jam lagi Tam Goat Hua dan Tong Hong Pek akan bersembahyangan Langit dan Bumi, secara sah dan resmi menjadi suami istri. Bagaimana mungkin masih ‘jauh di mata dekat di hati’? Sudah pasti jauh sekali!

Lu Leng tertawa getir beberapa kali justru di saat itu terdengar lagi suara orang aneh.

"Bocah goblok! Apakah kau mengira aku sedang omong kosong? Dua jam kemudian, kau akan tahu bahwa aku tidak omong kosong, bahkan amat masuk akal pula."

Lu Leng tidak begitu mengacuhkan perkataan orang aneh itu, hanya mengeluarkan suara, "Oh...," tapi kemudian tersentak. "Apa maksudmu?"

Kemudian dia bergerak cepat membalikkan badannya. Kebetulan dia berdiri dekat pintu. Dilihatnya sosok bayangan berkelebat ke situ, yang ternyata seorang gadis. Ketika mendengar suara Lu Leng, gadis itu tampak terkejut.

"Apa yang kau maksudkan?" tanya gadis itu.

Begitu melihat, wajah Lu Leng langsung memerah. Ternyata gadis itu Toan Bok Ang, murid kesayangan ketua Hui Yan Bun.

"Tidak ada apa-apa!" sahut Lu Leng.

Kemudian Lu Leng menjulurkan kepalanya untuk memandang ke arah koridor. Dilihatnya banyak orang berlalu lalang di koridor itu, terutama para tamu kaum wanita, mereka ingin melihat mempelai wanita. Lu Leng tidak dapat membedakan siapa yang berbicara dengannya tadi. Dia mengerutkan kening sambil berpikir tentang ucapan orang aneh itu, kedengaran akan terjadi suatu perubahan nanti. Kalau begitu, apa pula perubahan itu?

Karena sedang berpikir, Lu Leng justru melupakan keberadaan Toan Bok Ang yang ada di sampingnya. Bibir gadis itu bergerak seakan mau bicara, namun tak dapat dicetuskannya. Berselang sesaat, gadis itu memberanikan diri memanggil.

"Lu-siauhiap..."

Suaranya terlampau rendah, maka Lu Leng tidak mendengarnya. Toan Bok Ang menghela nafas panjang, kemudian perlahan-lahan berjalan pergi. Sedangkan Lu Leng mendadak teringat akan sesuatu. Kalau orang aneh itu muncul dari koridor, kebetulan Toan Bok Ang muncul, pasti bertemu orang aneh itu. Setelah teringat akan itu, Lu Leng segera membalikkan badannya, kemudian berseru dengan suara rendah.

"Nona Toan Bok Ang, harap tunggu sebentar!"

Suara seruan Lu Leng membuat sekujur badan Toan Bok Ang tergetar, lama sekali baru membalikkan badannya, wajahnya berseri tampak gembira sekali.

"Lu-siauhiap, kau kok tahu namaku?" tanyanya.

Lu Leng tersenyum. "Ketika kau dan gurumu bertemu guruku, aku berada di situ."

Hati Toan Bok Ang berdebar-debar keras, lalu dia berkata dengan suara rendah, "Kau... kau terus ingat?"

Saat ini Lu Leng mendengar suara gadis itu agak bergetar-getar, itu bukan karena takut melainkan karena terlampau gembira.

"Tadi ketika nona ke mari, apakah bertemu seseorang?" tanyanya.

Toan Bok Ang berpikir sejenak, lalu menggelengkan kepala. “Tidak," sahutnya.

Lu Leng kecewa sekali. "Kalau begitu, sudahlah!"

Lu Leng berkata begitu, pertanda sudah tiada pembicaraan lagi. Akan tetapi gadis itu justru tetap berdiri di situ, tidak pergi. Dia menundukkan kepala, tapi lalu mendongak lagi untuk memandang Lu Leng. Bibirnya bergerak seakan ingin bicara, namun tidak mengeluarkan suara sedikit pun, hanya tersenyum. Kelakuan gadis itu membuat Lu Leng menjadi salah tingkah.

Pihak Hui Yan Bun datang memberi selamat, maka dia tidak boleh berbuat salah terhadap gadis itu. Oleh karena itu, ketika Toan Bok Ang tersenyum, dia pun ikut tersenyum. Hal itu justru membuat Toan Bok Ang terpukau. Diam-diam Lu Leng menarik nafas. Ketika dia baru mau melangkah pergi, mendadak terdengar suara seorang wanita tua berseru sengit.

"Anak Ang!"

Toan Bok Ang tersentak sadar, wajahnya berubah lalu memandang Lu Leng seraya menyahut. "Ya!"

Kemudian dia membalikkan badannya dan langsung melangkah pergi. Lu Leng mendongakkan kepala. Ternyata yang berseru memanggil Toan Bok Ang adalah si Walet Hijau-Yok Kun Sih. Wajah Yok Kun Sih tampak gusar sekali, bibirnya bergerak-gerak sepertinya dia sedang memarahi Toan Bok Ang. Gadis itu menundukkan kepala. Lu Leng berdiri agak jauh, maka sama sekali tidak mendengar apa yang dikatakan Yok Kun Sih, hanya melihat air mata gadis itu meleleh.

Toan Bok Ang menangis. Mengapa? Pikir Lu Leng. Namun dia tidak terus memikirkan itu karena tidak menyangka bahwa itu justru berhubungan dengan dirinya. Lu Leng memandang ke koridor, memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di situ. Mendadak terdengar suara yang amat berisik di ruang besar, maka Lu Leng segera menoleh dan seketika juga mengerutkan kening.

Ternyata Liat Hwe Cousu sudah hadir di situ. Sebetulnya tidak mengherankan, hanya saja si Duta Api Obor yang membuka jalan memegang sebuah obor besar. Asapnya memenuhi ruang besar itu, sehingga membuat para tamu lain merasa terganggu. Tidak tampak Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, mungkin pergi menemani mempelai lelaki Tong Hong Pek.

Terlihat Tam Ek Hui dan Han Giok Shia sedang ribut mulut dengan Liat Hwe Cousu. Lu Leng segera menghampiri mereka, kemudian terdengar suara Tam Ek Hui.

"Liat Hwe Cousu, apakah obor itu boleh ditaruh di luar untuk sementara waktu?"

Liat Hwe Cousu mendongakkan kepala tanpa menyahut, namun kedua tongcu yang berdiri di belakangnya langsung membentak. "Omong kosong! Cousu kami ke mana, Obor Suci itu pasti berada di situ! Bagaimana boleh taruh di luar? Siapa kau, kok banyak mulut?"

Han Giok Shia yang berada di samping Tam Ek Hui sudah gusar hingga wajahnya tampak merah padam. Entah sudah berapa kali ingin melampiaskannya, namun Tam Ek Hui mencegahnya dengan isyarat.

Seusai kedua tongcu itu membentak, barulah Tam Ek Hui tertawa seraya menyahut. "Aku memang pernah mendengar hal itu, tapi apakah kalian berdua tidak melihat asap obor itu? Tidak sampai satu jam, ruang besar ini pasti dipenuhi asap obor itu sehingga tidak tampak orang."

Kedua tongcu itu tertawa, kelihatannya mereka memang ingin cari gara-gara. Tam Ek Hui masih berkata baik-baik, namun Han Giok Shia sudah tidak bisa menahan kegusarannya lagi.

"Phui! Liat Hwe Cousu, apa tingkahmu itu? Kau begitu iseng, tidak takut akan ditertawakan orang?"

Liat Hwe Cousu diam saja, sepasang matanya dipejamkan sedikit. Namun ketika dibukanya kembali sorotnya tampak begitu tajam, sehingga membuat Han Giok Shia menjadi tertegun. Di saat itulah Liat Hwe Cousu justru tertawa dingin sambil duduk. Si Duta Api Obor menghampirinya, kemudian setelah menancapkan obor besar itu dia mundur lalu berdiri di belakang Liat Hwe Cousu. Begitu juga kedua tongcu itu, mereka juga berdiri di belakang Liat Hwe Cousu.

Saat itu para tamu yang duduk di ruang besar tersebut amat tidak senang akan tingkah laku Liat Hwe Cousu. Mereka tahu, bahwa di antara Liat Hwe Cousu dan Tong Hong Pek terdapat sedikit pertikaian. Lagi-pula Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek pernah mempermainkan Liat Hwe Cousu, yakni ketika menolong Lu Leng dan Tam Goat Hua, maka Liat Hwe Cousu amat membenci Tong Hong Pek. Kali ini Liat Hwe Cousu datang dengan membawa si Duta Api Obor dan dua orang tongcu memang berniat mengacau.

Mendadak terdengar suara seruan di antara para tamu, ternyata seruan Yok Kun Sih atau ketua Hui Yan Bun. "Tak disangka bahwa Hwa San Pai tergolong partai besar, tapi para muridnya justru tidak tahu aturan sama sekali. Begitu pula ketuanya, tak tahu kesopanan."

Ketika berkata begitu, Yok Kun Sih sengaja meninggikan suaranya, maka semua tamu di ruang besar itu mendengarnya. Padahal para tamu memang sudah amat gusar terhadap Liat Hwe Cousu, namun tiada seorang pun yang berani berkata apa pun. Hanya Yok Kun Sih seorang, yang begitu suaranya mengalun, suasana di ruang besar itu berubah menjadi hening.

Liat Hwe Cousu duduk membelakangi Yok Kun Sih. Dia sama sekali tidak menoleh. Salah seorang tongcu berbadan pendek kecil dan memelihara sedikit jenggot, segera membalikkan badannya seraya menyahut dengan dingin. "Kalau pihak Hui Yan Bun ingin tampil demi Go Bi Pai, silakan cabut obor itu!"

Ucapan tongcu itu membuat air muka Yok Kun Sih berubah, sebab bernada menantang.
Di hadapan para tamu, kalau Yok Kun Sih tidak menerima tantangan itu, kedudukan Hui Yan Bun dalam rimba persilatan pasti merosot. Lagi-pula dia bersifat ingin menang sendiri. Akan tetapi dia justru tidak bangkit berdiri, karena tahu jelas akan kepandaian Liat Hwe Cousu. Kalau sampai bertarung, tentunya Yok Kun Sih bukan lawannya. Lagi-pula seandainya dia tidak mampu mencabut obor besar itu untuk dilempar ke luar, akhirnya pasti mempermalukan diri sendiri.

Seketika suasana di ruang besar berubah menjadi tegang mencekam, semua orang langsung memandang Yok Kun Sih. Itu membuat Yok Kun Sih menjadi nekat. Dia langsung bangkit berdiri dengan wajah menghijau, tertawa dingin sambil melangkah maju selangkah. Terdengar suara berderak, dan lantai yang diinjaknya telah hancur.

Ilmu silat Hui Yan Bun mengutamakan ilmu ginkang, namun saat ini Yok Kun Sih amat marah. Maka ketika kakinya menginjak lantai, lweekang yang dilatihnya puluhan tahun otomatis dikerahkan sehingga lantai itu menjadi hancur. Saat ini para murid Hui Yan Bun justru paling tegang, mereka pun ikut bangkit berdiri serentak.

Yok Kun Sih langsung menghardik. "Kalian duduk saja! Aku justru ingin melihat Hwa San Pai memiliki kepandaian apa!"

Padahal sesungguhnya, Hui Yan Bun dengan Go Bi Pai tidak punya hubungan apa pun. Hanya saja tadi dia mencetuskan itu, kemudian ditantang oleh salah seorang tongcu, maka terpaksa harus maju menerima tantangan itu. Yok Kun Sih sudah berjalan empat langkah, namun Liat Hwe Cousu, si Duta Api Obor dan kedua tongcu itu seakan tidak melihatnya. Ketua Hui Yan Bun tertawa aneh. Ketika dia baru mau melesat ke arah obor besar, mendadak terdengar suara seruan.

"Harap Yok Cianpwee tunggu, Go Bi Pai ada orangnya!"

Semua orang langsung memandang ke arah orang yang berseru itu. Ternyata seorang pemuda tampan, hanya wajahnya tampak muram, yang tidak lain Lu Leng murid Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek. Begitu mendengar suara seruan itu, Yok Kun Sih tidak jadi melesat ke arah obor besar. Sedangkan Lu Leng berjalan mendekati Liat Hwe Cousu, lalu memberi hormat.

"Liat Hwe Cianpwee, bolehkah obor itu ditaruh di luar?" tanyanya.

Liat Hwe Cousu tetap diam.

"Tidak bisa!" sahut salah seorang tongcu.

Mendengar sahutan yang bernada tanpa kompromi itu, Lu Leng segera tahu bahwa mereka berniat cari gara-gara. Tadi Lu Leng bertanya hanya berbasa-basi saja, tidak berharap mereka mengabulkan, maka dia tertawa dingin.

“Tadi tongcu ini berkata, apabila Hui Yan Bun ingin tampil demi Go Bi Pai, boleh mencabut obor besar itu dibuang ke luar. Kini dari pihak Go Bi Pai sudah ada yang tampil, apakah ucapan itu tetap berlaku?"

Apa yang dikatakan Lu Leng, kedengarannya amat sederhana sekali. Akan tetapi semua orang yang berada di ruang besar itu justru mengucurkan keringat dingin mencemaskannya, karena usia Lu Leng belum mencapai dua puluh. Sedangkan pihak Hwa San Pai itu, jangankan Liat Hwe Cousu, yang bertiga itu pun dalam latihan sudah melampaui usianya.

Han Giok Shia dan Tam Ek Hui juga tidak menduga bahwa Lu Leng akan berkata begitu, maka mereka berseru serentak. "Adik Leng!"

Lu Leng menggoyang-goyangkan tangannya, pertanda agar mereka jangan banyak bicara. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia saling memandang, kemudian ke belakang.

Berselang sesaat, salah seorang tongcu menyahut. "Tentu boleh!"

Lu Leng tertawa. "Hahaha! Kalau begitu, maafkan aku bertindak kasar!"

Sembari berkata Lu Leng menggerakkan tangan kanannya dan jari telunjuknya juga ikut bergerak. Jaraknya dengan kedua tongcu dan si Duta Api Obor hanya satu depaan, lagi-pula dia pun yakin bahwa Liat Hwe Cousu tidak memandang sebelah mata pun padanya. Oleh karena itu, ketika dia sedang berbicara sudah mengerahkan lweekang, kemudian mendadak menggerakkan jari telunjuknya dengan jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi Bulan).

“Ser! Ser! Ser!” angin yang ditimbulkan oleh jari telunjuknya menerjang ke arah tiga orang itu.

Ketiga orang itu berkepandaian tinggi. Kalau Lu Leng satu lawan tiga, sudah pasti bukan tandingan mereka bertiga. Akan tetapi saat ini Lu Leng melancarkan serangan mendadak, justru menggunakan ilmu Kim Kong Sin Ci yang telah lama hilang itu. Si Duta Api Obor dan kedua tongcu itu merasakan adanya tenaga yang amat dahsyat menyerang dada mereka.

Ketiga orang itu memang tidak memandang sebelah mata pun terhadap Lu Leng, karena Lu Leng masih begitu muda. Maka ketika melihat Lu Leng melancarkan serangan, mereka bertiga sama sekali tidak berkelit, bahkan si Duta Api Obor malah maju selangkah.

Dalam waktu sekejap, angin dari telunjuk Lu Leng sudah berhasil menyerang bagian dada mereka. Barulah mereka bertiga tahu adanya gelagat tidak beres, namun sudah tidak bisa berkelit. Mendadak terdengar suara jeritan, ternyata kedua tongcu itu terhuyung-huyung tiga langkah ke belakang, lalu roboh. Si Duta Api Obor cuma mundur dua langkah, namun dia tidak sampai roboh, sebab lweekang-nya amat tinggi!

Di saat bersamaan Lu Leng justru mencelat maju lalu menyambar obor besar itu. Dia pun menduga si Duta Api Obor pasti menyerangnya. Oleh karena itu, ketika menyambar obor besar Lu Leng menggunakan tangan kiri, sedangkan tangan kanan sudah siap menangkis serangan si Duta Api Obor. Dugaan Lu Leng memang tidak meleset. Ternyata si Duta Api Obor langsung menyerang, tapi Lu Leng berhasil menangkis dengan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan).

Terdengar suara benturan, kemudian terdengar pula suara jeritan si Duta Api Obor. Dia terpental ke belakang tujuh delapan langkah, lalu membentur sebuah pohon. Lu Leng tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, maka langsung melemparkan obor besar itu ke luar. Setelah itu dia menganggap semua urusan itu telah selesai. Kalau pun Liat Hwe Cousu gusar, tapi sudah tidak punya muka untuk mengambil obor besar itu lagi.

Sementara obor besar itu terus meluncur. Ketika hampir keluar dari ruang besar, mendadak Liat Hwe Cousu bangkit berdiri. Tanpa kelihatan bergerak, tahu-tahu badannya bagaikan segulung api menerjang ke arah obor besar itu. Disambutnya obor besar itu dan langsung kembali sekaligus menancapkan obor besar itu ke tempat semula, itu dilakukannya dalam sekejap.

Lu Leng tertegun, sedangkan Liat Hwe Cousu sudah mendekati si Duta Api Obor. Saat ini tampak wajah si Duta Api Obor menghijau, badan gemetar dan keringatnya terus mengucur. Ketika Liat Hwe Cousu baru mendekatinya, bibirnya kelihatan bergerak, kemudian menyemburkan darah segar.

"Uaaakh!" Setelah itu dia berkata, "Guru, balas... dendamku!"

Liat Hwe Cousu baru mau memapahnya, namun si Duta Api Obor sudah jatuh tak bangun lagi. Saat ini Tong Hong Pek dan Cit Sat Sin Kun sudah berada di ruang besar. Ketika menyaksikan itu, mereka berdua terbelalak karena terlampau tertegun, begitu pula para tamu yang berada di situ, termasuk Lu Leng sendiri juga terheran-heran.

Perlu diketahui, kedudukan si Duta Api Obor di Hwa San Pai hanya di bawah ketua, di atas dua belas tongcu. Setiap generasi penerusnya, semuanya dipilih dari salah satu kedua belas tongcu yang berkepandaian paling tinggi. Kemudian si Duta Api Obor yang mau diganti itu akan menurunkannya ilmu Hian Bun Sin Ciang dan Hian Sin Hoat. Oleh karena itu dapat dibayangkan betapa tinggi kepandaian si Duta Api Obor. Maka tidak mengherankan kalau Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, para tamu dan Lu Leng sendiri menjadi tertegun ketika melihat si Duta Api Obor roboh.

Tampak Liat Hwe Cousu berdiri tertegun di samping si Duta Api Obor. "Bagus! Bagus! Sobat dari mana membantu secara diam-diam, Hwa San Pai amat berterima-kasih sekali!" katanya kemudian.

Semula Lu Leng pun menyangka ada orang membantunya. Namun setelah berpikir sejenak, dia yakin tidak dibantu oleh siapa pun sebab kematian si Duta Api Obor dikarenakan terluka dalam, bukan terserang senjata rahasia.

Karena itu, Lu Leng segera berkata. "Tidak ada orang membantuku, maka Liat Hwe Cianpwee tidak perlu bertanya lagi!"

Liat Hwe Cousu membelalakkan matanya menatap Lu Leng, maka Giok Bin Sin Kun cepat-cepat berseru, "Anak Leng, mundur!"

Lu Leng tahu akan kepandaian Liat Hwe Cousu, maka segera mundur beberapa depa. Namun Liat Hwe Cousu sudah berkata dengan suara dalam.

"Kau tidak usah mundur, kematian si Duta Api Obor, harus ketua yang turun tangan membalas dendamnya, ini merupakan peraturan Hwa San Pai turun temurun!"

Berdasarkan kedudukan Liat Hwe Cousu, memang tidak pantas turun tangan terhadap Lu Leng yang masih muda itu. Akan tetapi justru terdapat peraturan tersebut dalam partai Hwa San, maka secara langsung Liat Hwe Cousu boleh membunuh Lu Leng. Sedangkan Lu Leng sudah berdiri di samping Tong Hong Pek dan Cit Sat Sin Kun-Tam Sen, dan sudah tidak banyak bicara lagi.

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa ketika melihat Liat Hwe Cousu mengatakan begitu. "Liat Hwe! Ternyata kau ke mari memang sengaja mau cari gara-gara!" katanya.

Liat Hwe Cousu tertawa dingin. "Muridmu berkepandaian tinggi, kenapa kau harus mewakilinya untuk tampil?"

Saat itu, semua orang masih terheran-heran terhadap Lu Leng yang membunuh si Duta Api Obor. Mereka semua tidak habis pikir. Padahal sesungguhnya, berdasarkan kepandaian Lu Leng memang tidak masuk akal hanya sekali turun tangan langsung membunuh si Duta Api Obor. Tapi buktinya dia mati di tangan Lu Leng. Kelak Lu Leng baru menyadari akan hal tersebut sehingga kepandaiannya menjadi maju pesat.

Ternyata kematian si Duta Api Obor justru dikarenakan ilmu Hian Bun Sin Ciangnya sendiri, sedangkan jurus siang Hong Cak Yun hanya membangkitkan ledakan tenaga Hian Bun Sin Ciang saja. Sesungguhnya ilmu Hian Bun Sin Ciang bukan berasal dari Hwa San Pai, melainkan berasal dari Siauw Lim Pai sekte barat. Karena salah seorang murid Siauw Lim Pai bergabung dengan Hwa San Pai, kemudian diangkat sebagai si Duta Api Obor.

Ilmu Hian Bun Sin Ciang mengandung hawa ‘Yang’, bertenaga keras, namun ilmu tersebut masih di bawah tingkat ilmu King Kong Sin Ci. Maka ketika si Duta Api Obor menyerang dengan Hian Bun Sin Ciang, kebetulan Lu Leng menangkis dengan jurus Siang Hok Cak Yun. Walau lweekang Lu Leng tidak dapat dibandingkan dengan lweekang si Duta Api Obor, tapi tenaga Kim Kong Sin Ci amat dahsyat, membuat hawa murni di tubuhnya meledak sehingga si Duta Api Obor terluka dalam yang amat parah, akhirnya binasa.

Ketika mendengar Liat Hwe Cousu harus turun tangan terhadap Lu Leng, Tong Hong Pek pun tertawa dingin. "Liat Hwe, tujuanmu terhadap diriku, namun justru ingin melampiaskannya terhadap tingkatan muda. Kedudukan dan keangkuhanmu hendak dikemanakan?"

Liat Hwe Cousu mendengus, sepasang matanya tetap menatap Lu Leng tanpa berkedip. Satu jam lagi upacara pernikahan akan dimulai, Cit Sat Sin Kun memberi isyarat kepada Tong Hong Pek, kemudian berkata kepada Liat Hwe Cousu.

“Bagaimana kalau urusan itu kita selesaikan besok?"

Liat Hwe Cousu tertawa gelak. "Hahaha! Masih menunggu sampai besok? Lewat satu jam saja kalian semua pasti mampus!"

Hati Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tergerak. Beberapa hari ini dia tercekam rasa cemas, karena akan muncul seseorang. Orang itu membawa Liat Hwe Cousu ke luar dari formasi yang dibentuknya. Apakah mereka berdua akan bekerja sama?

Setelah berpikir sejenak, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertawa, lalu berkata sungguh-sungguh. "Uh! memang bagus sekali. Sampai saatnya kalian boleh bergerak serentak. Bukankah itu bagus sekali?"

Liat Hwe Cousu tertawa dingin, kemudian duduk.

Han Giok Shia segera berkata. "Paman Tam, jadi orang besar itu masih di ruangan ini?"

"Jangan khawatir aku punya akal!"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen maju dua langkah, dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek mengikutinya, "Liat Hwe Cousu, tempat dudukmu memang berada di sini, namun obor besar itu tidak boleh terus menyala di sini. Kalau memang obor besar itu harus selalu dekat denganmu, lebih baik tempat dudukmu dipindahkan di dekat pintu lalu obor besar itu ditancap di sana, jadi tidak mengganggu para tamu." kata Tam Sen.

Liat Hwe Cousu diam saja, namun kemudian mendadak bangkit berdiri. Itu sungguh di
luar dugaan semua orang.

"Baik," sahutnya.

Jawaban yang begitu cepat seakan urusan telah usai, namun Cit San Sin Kun-Tam Sen justru bertambah was-was. Karena Liat Hwe Cousu tahu saat ini dia tidak yakin akan menang, maka dia mengalah selangkah. Itu pertanda tidak lama lagi pasti terjadi suatu perubahan. Kalau tidak bagaimana mungkin Liat Hwe Cousu akan mengalah?

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen juga tidak banyak bicara lagi, langsung memerintah beberapa orang untuk memindahkan kursi tempat duduk Liat Hwe Cousu ke dekat pintu. Saat ini kedua tongcu itu telah bangun. Walau sudah terluka dalam, tapi mereka masih bisa bergerak. Yang satu membopong mayat si Duta Api Obor ke luar dan yang satu lagi membawa obor besar itu, lalu ditancapkannya di dekat pintu. Kemudian Liat Hwe Cousu pun segera duduk di situ.

Tampak beberapa orang membersihkan ruang besar itu, tak seberapa lama kemudian suasana di ruang besar itu berubah tenang kembali. Akan tetapi semua orang sudah merasa, pernikahan ini pasti disertai suatu badai, hanya saja belum dimulai. Tinggal setengah jam lagi upacara pernikahan akan dimulai.

Terompet mulai berbunyi, sedangkan Tong Hong Pek sudah memakai pakaian pengantin berdiri di hadapan meja sembahyang. Tak seberapa lama kemudian tampak kedua pendamping pengantin wanita mendampingi pengantin berjalan ke luar. Pengantin memakai Hong Koan (semacam topi pengantin menutupi kepala dan muka), dan mengenakan gaun merah, berdiri di hadapan Tong Hong Pek.

Sementara terompet terus berbunyi, tiba-tiba terdengar seorang berteriak. "Waktu baik sudah tiba!"

Kemudian kedua mempelai mulai bersembahyang langit dan bumi. Saat ini hari sudah mulai gelap, namun di ruang besar itu terang benderang karena disinari oleh ratusan lilin yang menyala. Akan tetapi di saat itu mendadak api lilin berubah seperti api setan, perubahan yang sungguh di luar dugaan semua orang! Seketika ruang besar berubah menjadi remang-remang. Itu membuat wajah semua orang berubah menjadi pucat, termasuk wajah-wajah Tam Ek Hui, Lu Leng, Han Giok Shia dan Toan Bok Ang.

Para tamu pun mulai bangkit berdiri, namun Cit Sat Sin Kun segera berkata, "Para tamu yang terhormat harap tenang! Pasti ada orang tertentu menaruh semacam obat pada lilin, maka api lilin mendadak berubah menjadi kehijau-hijauan! Anda jangan panik, sebab itu hanya merupakan permainan anak kecil!"

Mendengar himbauan itu lalu para tamu duduk kembali. Tapi di saat bersamaan, mendadak pengantin wanita mengeluarkan tawa yang aneh, menggetarkan hati semua orang. Suara tawa yang membuat bulu kuduk berdiri itu memang keluar dari pengantin wanita, dan seketika membuat suasana di ruang besar berubah menjadi menakutkan! Semua orang merasa ada setan iblis berkeliaran di ruang besar itu.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tersentak, kemudian bersiul panjang. Namun meski pun suara siulan Cit Sat Sin Kun-Tum Sen mengalun, suara tawa pengantin wanita yang amat menyeramkan itu tetap terdengar. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen merasa ada sesuatu yang tak beres, karena Tam Goat Hua secara rela menikah dengan Tong Hong Pek. Ketika Tam Goat Hua memberitahukan kepadanya, dia justru kurang percaya. Namun kemudian dia melihat putrinya amat mencintai Tong Hong Pek, maka merestuinya. Namun di saat bersembahyang pada langit dan bumi, kenapa dia mengeluarkan suara yang menyeramkan itu?

Oleh karena itu, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen langsung membentak dengan suara dalam. "Goat Hua, hari ini hari baik mu, kenapa kau mengeluarkan suara aneh?"

Sedangkan Giok Bin Sin Kun Tong Hong Pek, begitu menyaksikan perubahan itu, langsung mundur selangkah. Di saat Cit Sat Sin Kun baru usai berkata, mendadak Tong Hong Pek berteriak keras, sekaligus menjulurkan tangannya untuk menyambar pengantin wanita. Tong Hong Pek bergerak begitu mendadak, tentunya amat mengejutkan semua orang, terutama Cit Sat Sin Kun-Tam Sen.

"Saudara Tong Hong!"

Akan tetapi dia sudah tidak keburu mencegah Tong Hong Pek, sebab Tong Hong Pek bergerak begitu cepat. Pengantin wanita masih tertawa, namun mendadak secepat kilat mencelat ke belakang beberapa depa. Gerakannya amat aneh. Siapa pun jelas menyaksikannya, namun justru tidak tahu apa sebabnya. Sambaran Tong Hong Pek jatuh di tempat kosong, itu membuatnya gusar sekali, dan berteriak keras lagi sehingga menyebabkan wajah para tamu berubah menjadi pucat pias. Ternyata Tong Hong Pek menghadang di depan pengantin wanita, kemudian berseru.

"Saudara Tam Sen, kita harus mengepungnya!"

Ketika pengantin wanita mencelat ke belakang dengan gerakan yang begitu aneh, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen pun yakin bahwa itu bukan Tam Goat Hua putrinya. Karena itu, begitu mendengar seruan Tong Hong Pek, dia langsung mengepungnya.

Saat ini semua lilin yang berada di ruang besar itu, telah berubah menjadi kehijau-hijauan. Sementara Liat Hwe Cousu yang duduk di dekat pintu, tampak gembira sekali. Sedangkan kaum rimba persilatan yang mempunyai hubungan baik dengan Go Bi Pai, segera bangkit berdiri, bahkan di antaranya sudah ada yang ikut mengepung pengantin wanita itu.

Lu Leng sudah melesat ke samping Tong Hong Pek. Ketika melihat Lu Leng sudah maju, mereka yang ikut mengepung itu mundur kembali ke tempat duduk masing-masing. Pengantin wanita itu kelihatannya sulit sekali meloloskan diri! Semua orang berpikir demikian, sebab bagaimana mungkin pengantin wanita itu dapat meloloskan diri dari kepungan Tong Hong Pek, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen dan Lu Leng?

Tong Hong Pek menatap pengantin wanita yang mukanya ditutupi Hong Kuan, kemudian bertanya, "Siapa Anda? Goat Hua dibawa ke mana?"

Terdengar suara tawa yang menyeramkan. "Hik..Hik..Hik! Apakah kau sudah tak mengenaliku lagi?"

Mendadak Tam Sen membentak keras. "Jangan macam-macam!"

Tam Sen langsung menyambar Hong Koan yang menutupi kepala dan muka pengantin wanita. Dalam keadaan seperti itu, sudah pasti pengantin wanita tidak dapat berkelit. Akan tetapi mendadak badannya membungkuk lalu melesat pergi. Bukan main indah dan cepatnya gerakan itu, sungguh di luar dugaan siapa pun!

Tadi Tam Sen menyambar dengan ilmu Hian Bu Sam Na, mengeluarkan jurus Cing Liong Luh Jiau (Naga Hijau Menjulurkan Cakar). Ketika melihat pengantin wanita dapat menghindari jurusnya itu, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen tertegun, kemudian mundur selangkah dengan air muka berubah.

"Saudara Tam! Siapa dia?"

Ketika Tam Sen baru mau menjawab, pengantin wanita itu sudah menyahut dengan sengit. "Tidak salah! Memang aku!"

Usai menyahut, pengantin wanita itu melepaskan Hong Kuan di kepalanya. Di saat itulah tampak beberapa murid Go Bi Pai membawa beberapa batang lilin berjalan ke ruang besar itu. Pengantin wanita itu membentak keras sekaligus mengayunkan tangannya. Tampak empat buah titik cahaya meluncur ke arah empat murid Go Bi Pai itu dan tepat mengenai sasarannya, sehingga mereka berempat roboh seketika.

Para tamu tercengang karena melihat gelagatnya, pengantin wanita itu memang sengaja mengacau pesta tersebut. Lebih mengherankan kelihatannya Tong Hong Pek dan Tam Sen mengenali orang itu, bahkan tampak agak segan terhadapnya. Semua orang segera mengarahkan pandangan ke pengantin wanita yang telah melepaskan Hong Koan di kepalanya. Hati mereka langsung terasa dingin, bahkan beberapa tamu wanita tak tertahan mengeluarkan seruan kaget. Sedangkan Tong Hong Pek dan Tam Sen mundur selangkah, Lu Leng malah terpaku di tempat, sama sekali tidak bersuara.

Tampak orang itu berambut kuning awut-awutan dan amat jarang pula. Pipi sebelah kiri tiada dagingnya, pipi yang sebelah kanan kelihatan hijau, di atas bibir tampak bintik-bintik merah. Siapa yang menyaksikan orang itu, pasti mengira bahwa dia adalah setan iblis yang baru bangkit dari liang kubur. Di ruang besar itu lilin menyala kehijau-hijauan, sehingga menambah seramnya suasana.

Sementara Lu Leng terus memandang orang itu. Dilihatnya tampang orang itu memang amat menyeramkan. Namun setelah memandang agak lama, Lu Leng justru merasa heran, sebab kebetulan Lu Leng melihat sepasang matanya. Sepasang mata orang itu membuat Lu Leng teringat akan Tam Goat Hua, karena sepasang mata itu amat mirip mata gadis itu.

Berselang sesaat, wanita aneh itu tertawa dingin. "Hehe! Kalian berdua tidak mengenali aku lagi?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menghela nafas, kemudian menjura kepada para tamu seraya berkata. "Para hadirin jangan terkejut, karena ini urusan kami beberapa orang!"

Para tamu terheran-heran. Mereka saling memandang dengan mata terbelalak seakan kebingungan dan semuanya membungkam.

Wanita aneh itu tertawa melengking-lengking, lalu membentak. "Setan tua! Kenapa kau tidak memperkenalkan identitasku kepada kaum rimba persilatan itu?"

Tam Sen tertawa getir dan manggut-manggut. "Kini kau telah muncul, tentunya aku harus memperkenalkanmu."

Ketika dia baru mau memperkenalkan wanita aneh itu, mendadak Tong Hong Pek memanggil, "Saudara Tam...."

Tong Hong Pek baru mengucapkan itu, wanita aneh tersebut sudah membentak sengit. "Kau mau memperistri putrinya, maka dia adalah mertuamu! Kenapa kau masih menyebut saudara kepadanya? Itu peraturan apa?"

Tong Hong Pek hanya mengerutkan kening, sama sekali tidak menghiraukannya. "Saudara Tam, kalau kau merasa kurang leluasa, biar aku yang memperkenalkannya," katanya.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen manggut-manggut. Tong Hong Pek segera menghadap para tamu dan memperkenalkan orang aneh itu.

"Para hadirin yang terhormat, ini adalah wanita aneh dari See Sia, putri Mo Liong Seh Sih bernama Seh Cing Hua! Dulu dia dijuluki Tok Ciu Lo Sat!"

Usai Tong Hong Pek memperkenalkan orang aneh itu, wajah Liat Hwe Cousu, si Walet Hijau-Yok Kun Sih dan beberapa tokoh tua berbagai partai tampak berubah. Dulu nama Tok Ciu Lo Sat amat terkenal dalam rimba persilatan, terutama Mo Liong Seh Sih ayahnya, karena berkepandaian amat tinggi. Yang pernah bertemu Tok Ciu Lo Sat-Seh Cing Hua, pasti masih ingat akan kecantikannya yang memukau. Namun kini wajahnya justru berubah begitu buruk, itu sungguh diluar dugaan!
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar