Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 40

Lu Leng yang mendengar itu merasa terkejut dan gembira. Gembira karena yakin kelima orang itu pasti Tong Hong Pek, Tam Sen, Seh Cing Hua, Tam Ek Hui, dan Han Giok Shia. Ternyata mereka berlima belum binasa, mungkin hanya terluka parah. Kalau tidak, bagaimana mungkin dapat dipenjarakan? Lu Leng merasa terkejut karena kedatangannya di istana Ci Cun Kiong ini secara tidak langsung justru akan mencelakakan mereka berlima. Malam ini mereka berlima dalam bahaya.

Terdengar Oey Sim Tit berkata, "Ayah, aku... aku tidak akan melepaskan mereka. Ayah tidak boleh...."

Liok Ci Khim Mo mendengus. "Hm! Kalau kau tidak berniat melepaskan mereka, paling lama mereka dapat hidup dua puluh hari lebih. Ada manfaat apa bagimu? Sudahlah! Jangan omong kosong!"

Sejenak hening, bapak dan anak itu saling terdiam. Namun kemudian terdengar lagi suara Liok Ci Khim Mo.

"Kakak beradik keluarga Sun, pergilah segera ke penjara menghabiskan kelima tahanan itu! Lalu kita berpencar mencari lelaki dan perempuan itu lagi!"

Hati Lu Leng berdebar-debar. Telinganya mendengar suara langkah semakin menjauh. Tangan Lu Leng segera mendorong ke atas perlahan-lahan batu yang menutupi lobang itu. Begitu dapat terbuka, dia melompat ke atas. Tampak Oey Sim Tit berdiri termangu-mangu.

"Saudara Oey, cepat! Cepat antar kami ke penjara itu!"

Toan Bok Ang yang juga sudah naik ke atas langsung berkata, "Kenapa kau? Kok masih melamun di situ? Ayo, cepat pergi!"

Wajah Oey Sim Tit tampak murung sekali. "Kalian berdua, kalau ayahku tahu...."

Lu Leng menghempas kaki seraya berkata. "Saudara Oey! Kalau kau tidak mau membawa kami ke penjara menyelamatkan mereka berlima, nona Tam pasti membencimu sampai ke tulang sumsum!"

Lu Leng tahu dalam hati Oey Sim Tit amat mencintai Tam Goat Hua. Maka asal menyebut nama gadis itu, dia pasti bersedia membawa mereka berdua ke penjara tersebut. Ternyata benar! Sepasang mata Oey Sim Tit tampak berbinar-binar.

"Asal Nona Tam bersedia berterima-kasih padaku, apa pun pasti kulakukan! Tapi kalau sekarang ke penjara itu, pasti akan bertemu orang. Aku khawatir malah akan mencelakai kalian berdua."

"Kita harus berhati-hati, Meski pun harus menembus bahaya, tetap harus ke sana!"

Toan Bok Ang menoleh ke arah Lu Leng. "Adik Leng, menurutku semakin berhati-hati, justru semakin gampang diketahui orang. Walau banyak orang di dalam istana Ci Cun Kiong ini, belum tentu semuanya mengenali kita. Lebih baik kita juga membawa obor, berjalan dengan sikap wajar."

Lu Leng berpikir sejenak, dalam hati membenarkan juga gagasan Toan Bok Ang. Lalu kepalanya mengangguk menyetujui. Mereka bertiga melesat pergi. Sampai di sebuah tembok, ketiganya segera menyambar obor yang ditancapkan di situ lalu melesat lagi. Orang lain tidak melihat jelas wajah Lu Leng dan Toan Bok Ang. Namun melihat Oey Sim Tit, orang-orang tampaknya tidak bercuriga.

Lu Leng dan Toan Bok Ang terus melesat mengikuti Oey Sim Tit. Walau bertemu banyak penjaga, tiada seorang pun yang menghadang mereka. Tak lama kemudian mereka sampai di depan sebuah kamar yang dibikin dari batu. Tampak dua lelaki bersenjata golok sedang berbicara kepada seorang penjaga.

"Kami menerima perintah ke mari untuk menghabiskan nyawa ketiga tahanan itu!"

Lu Leng bertiga berhenti. Mereka tadi khawatir akan terlambat sampai di tempat tersebut, namun ternyata tidak. Lu Leng merasa lega. Kemudian ketiganya berjalan perlahan sambil sesekali menyelinap bersembunyi. Penjaga itu mengangguk kemudian membuka gembok kamar. Ketiga orang itu berusaha mendorong pintu kamar tersebut. Di saat pintu mulai terbuka sedikit, Lu Leng sudah melesat ke arah mereka dengan golok pusaka Su Yang To di tangan.

Dia langsung melancarkan serangan secara bertubi-tubi, yaitu dengan jurus Thian Hou Sam Sek (Tiga Jurus Harimau Langit). Darah muncrat ke mana-mana. Penjaga dan salah seorang yang menerima perintah dari Liok Ci Khim Mo telah tewas seketika. Satu lagi yang lebih gesit dapat berkelit dari sambaran golok pusaka Su Yang To, maka terhindar dari maut. Orang itu ingin berteriak, namun di saat bersamaan Toan Bok Ang dan Oey Sim Tit telah maju. Ketika melihat Oey Sim Tit, mulut orang itu jadi ternganga lebar, tak mampu berteriak. Sedangkan Toan Bok Ang segera mengayunkan senjata Sian Tian Sin So menghantam dadanya.

Akan tetapi orang itu masih dapat berkelit dengan cepat sekali, lalu dia menatap Oey Sim Tit. “Tuan muda, apa gerangan ini?"

Oey Sim Tit diam saja, Lu Leng yang langsung menyahutinya, "Sun Te Hengte (Kakak Beradik Marga Sun), apa kau ikut di dalam rencana busuk ini?"

Orang itu terkejut. "Aku...."

"Bagaimana keadaan kelima tahanan itu? Cepat bawa kami pergi melihat mereka!"

Orang itu merupakan jago tangguh golongan hitam, berakal dan licik. Maka mendapati keanehan di depan mata, dia sudah bercuriga. Namun keberadaan Oey Sim Tit di situ membuatnya tidak berani melakukan kesalahan.

"Ya! Ya!"

Orang itu membalikkan badannya memasuki kamar. Lu Leng mengikutinya dari belakang, tapi memberi isyarat kepada Toan Bok Ang. Dia manggut-manggut lalu menendang kedua mayat itu ke dalam kamar. Setelah itu dia pun melambaikan tangannya ke arah Oey Sim Tit. Oey Sim Tit mengerutkan kening, kemudian berjalan ke dalam. Mereka lalu menutup kembali pintu kamar. Lu Leng mengikuti orang itu ke dalam. Tampak lampu minyak bersinar remang-remang.

Ternyata kamar itu adalah sebuah penjara. Lima buah pilar besar berdiri tegar, di situlah terikat lima orang yang tampaknya terluka parah. Lu Leng mengenali mereka berlima. Betapa sedihnya Lu Leng ketika melihat keadaan mereka yang mengenaskan.

"Guru!" ucap Lu Leng sambil memberi hormat.

Bagaimana Tong Hong Pek bertiga di penjara di situ? Ternyata hari itu Liok Ci Khim Mo memetik tali senar harpa Pat Liong Khim lagi yang membuat Tong Hong Pek dan Tam Sen suami istri tak mampu melawan. Mulut mereka mengeluarkan darah. Ketiganya mati kutu di bawah pengaruh kekuatan Pak Liong Thian Im. Namun ketika suara itu jadi kacau balau dan berhenti, semua orang yang berada di situ tidak tahu apa yang telah terjadi.

"Binatang! Kau berbuat apa?" tiba-tiba Liok Ci Khim Mo membentak hebat.

Semua orang mendongakkan kepala melihat apa yang terjadi. Ternyata putra Liok Ci Khim Mo menubruk ke arah Pat Liong Khim.

"Ayah, lebih baik penjarakan mereka saja!" seru Oey Sim Tit.

Wajah Liok Ci Khim Mo berubah kehijau-hijauan dan membentak dengan penuh kegeraman. "Jangan turut campur!"

"Ayah, mereka kini sudah terluka parah. Apakah ayah masih takut kalau mereka akan kabur? Bukankah ayah pernah bilang, pada hari Pek Gwee Tiong Chiu (tanggal lima belas bulan delapan), dari luar Tionggoan yaitu See Hek, Thian Tok (lndia), dan Persia akan banyak jago tangguh yang akan datang memberi selamat kepada ayah? Kalau saat itulah ayah menghukum mati ketiga orang itu, pasti akan membuat nama ayah lebih terkenal!"

Liok Ci Khim Mo menatap putranya sejenak, kemudian manggut-manggut. "Baiklah! Cepat kurung mereka bertiga ke dalam penjara!"

Beberapa orang muncul membawa mereka bertiga ke dalam penjara. Ketika siuman, mereka bertiga sudah diikat pada pilar besar yang ada dalam penjara. Mereka bertiga tahu sudah terluka parah di bawah Pat Liong Thian Im. Namun mereka heran, apa sebabnya Liok Ci Khim Mo memenjarakan mereka? Ketiganya berusaha menghimpun hawa murni, namun luka mereka begitu parah, tidak mungkin pulih seketika. Malam harinya pintu penjara itu terbuka. Tam Ek Hui dan Han Giok Shia diantar orang ke dalam. Ternyata mereka pun tertangkap oleh Liok Ci Khim Mo. Kini di dalam penjara jadi lima orang.

Setahu mereka Lu Leng telah mengalami luka sangat parah saat berhasil meloloskan diri, maka sekarang mereka terkejut melihat Lu Leng diantarkan masuk ke penjara itu. Semua telah mengira kalau Lu Leng pasti telah tertangkap dan akan dipenjarakan pula bersama mereka. Namun begitu mendengar Lu Leng memanggil Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, barulah mereka terheran-heran. Lu Leng ternyata tidak tertangkap. Mereka merasa bergembira sekali mengetahui hal itu.

Orang yang mengantarkan Lu Leng ke kamar penjara itu tampak berusaha melarikan diri, namun mana mungkin? Lu Leng telah menyerangnya dengan Kim Kong Sin Ci lewat jurus Cap Bin Li Cing (Menggali Sepuluh Arah). Orang itu masih berusaha menangkis, namun justru membuat dirinya terpental. Seketika nyawanya putus tanpa sempat menjerit lagi. Lu Leng segera mendekati Tong Hong Pek.

"Guru, kita harus cepat pergi!"

Wajah Tong Hong Pek berubah, lalu membentak dengan sengit. "Anak Leng! Siapa suruh kau kemari? Cepat pergi!"

Lu Leng terkejut, dia mengira telinganya salah dengar. "Guru bilang apa?"

Tong Hong Pek membentak lagi, "Aku suruh kalian cepat enyah!"

Toan Bok Ang yang berada di sini jadi tertegun ketika Tong Hong Pek membentak-bentak Lu Leng. "Tong Hong-cianpwee, kalian...." ujar Toan Bok Ang terputus.

Sebelum Toan Bok Ang usai berkata, Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek sudah meludah. "Phui! Jangan banyak omong, cepat enyah!"

Lu Leng sama sekali tidak mengerti. Tong Hong Pek dalam bahaya, tapi kenapa melihat kedatangan dirinya bukannya merasa gembira?

Toan Bok Ang yang tak mampu menahan rasa herannya segera berkata, “Tong Hong-cianpwee, aku sudah mengerti maksudmu."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek menatap tajam gadis itu. "Kalau sudah mengerti, kenapa tetap diam? Pergi kataku!"

Lu Leng segera bertanya kepada Toan Bok Ang. "Kakak Ang, apa maksud guruku?"

Toan Bok Ang menghela nafas sebelum menyahut. "Adik Leng, maksud gurumu, kau dapat menerjang ke dalam sudah luar biasa sekali. Namun bisa meloloskan diri atau tidak, itu masih jadi masalah. Kini mereka telah terluka parah. Apabila membawa mereka serta, tentu tiada harapan untuk meloloskan diri. Maka beliau suruh kau cepat pergi!"

Mendengar penjelasan Toan Bok Ang, Lu Leng jadi tertegun. "Guru, tidak gampang murid menerjang ke mari, apakah kalian...." berkata sampai di situ, air matanya sudah bercucuran, sehingga tak mampu melanjutkan.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menghela nafas panjang. "Anak Leng, gurumu benar. Kalian berdua cepatlah pergi! Kalau kalian tidak segera meninggalkan tempat ini, berarti akan hilang dua orang yang berani menentang Liok Ci Khim Mo!"

Lu Leng menghapus air matanya, kemudian menegaskan, "Tidak! Kalau mau, mari kita pergi bersama!"

Seh Cing Hua langsung membentak. "Bocah! Kau berani membangkang perintah gurumu?"

“Tidak. Tapi dalam keadaan ini, aku tidak bisa menuruti perkataannya!"

Usai berkata Lu Leng segera memutuskan rantai-rantai yang membelenggu mereka berlima dengan golok pusaka Su Yang To, lalu menoleh pada Oey Sim Tit. "Saudara Oey, kau pergi lihat-lihatlah keadaan di luar!"

Oey Sim Tit mengangguk. Dia segera pergi ke pintu penjara dan melongok ke luar. "Di luar tidak ada orang!"

"Guru, paman dan bibi Tam, mari kita pergi! Kalau bisa menerjang ke mari, harus juga bisa menerjang ke luar!"

Tong Hong Pek, Tam Sen, dan Seh Cing Hua saling memandang.

"Anak Leng, berusahalah keluar! Namun untuk bisa lolos dari tangan Liok Ci Khim Mo atau tidak belumlah tentu. Kalau membawa kami berlima yang sudah terluka parah, itu hanya akan jadi beban yang amat berat bagimu. Mengapa kau tetap berkeras?"

Lu Leng menyahut dengan air mata berlinang-linang. "Guru jangan banyak bicara lagi. Anak Leng sudah sampai di sini. Kalau kalian tidak mau ikut dan anggaplah aku dapat meloloskan diri, apakah aku masih bisa jadi orang?"

Lu Leng berkata sambil melangkah ke pintu, lalu berkata kepada Oey Sim Tit. "Saudara Oey, harap kau sudi menunjukkan jalan!" seusai berkata, Lu Leng memberi isyarat ke
belakang, "Cepat ikut aku!"

Tong Hong Pek dan lainnya semua tokoh tua rimba persilatan, sedangkan Lu Leng adalah muridnya. Namun saat ini Lu Leng justru telah menunjukkan kegagahannya. Ketika dia memberi isyarat, mereka bertiga segera bangkit berdiri, mengikutinya dari belakang. Sementara Toan Bok Ang memapah Han Giok Shia, namun Han Giok Shia menolaknya. Oey Sim Tit memimpin di depan. Kedelapan orang itu mulai meninggalkan penjara setelah menutup kembali pintunya.

"lblis kecil, kau ke mari!" Seh Cing Hua tiba-tiba memanggil Oey Sim Tit.

Ketika Seh Cing Hua memanggilnya demikian, Oey Sim Tit jadi tertawa geli. "Cianpwee ada pesan apa?"

“Kau memang baik. Kalau kali ini kau dapat menyelamatkan kami, tentunya kami tidak akan melupakanmu. Tapi saat ini, kalau bertemu ayahmu, aku kira kau tidak bisa apa-apa. Ilmu ginkang-mu amat tinggi, lebih baik kau selidiki di depan. Kalau bertemu orang, arahkan mereka ke tempat lain. Dengan begitu kami lebih punya harapan untuk meloloskan diri."

Oey Sim Tit berkata dengan girang, "Terima-kasih atas petunjuk cianpwee!"

Oey Sim Tit melesat cepat bagaikan segulung asap. Sementara Lu Leng terus jalan di depan, Toan Bok Ang di belakang melindungi kelima orang itu. Tak henti-hentinya Oey Sim Tit bolak-balik untuk melapor tentang keadaan di depan. Tanpa menemui hambatan apa pun kedelapan orang itu berhasil keluar dari istana Ci Cun Kiong. Tak seorang pun penjaga yang melihat mereka, dan ini semua tak lepas dari bantuan Oey Sim Tit. Kini mereka telah menempuh satu mil perjalanan meninggalkan istana itu.

"Saudara Oey, bawa kami ke pintu gapura!" pinta Lu Leng kepada Oey Sim Tit.

Oey Sim Tit menundukkan kepala sambil berpikir, kemudian menyahut, "Keluar dari pintu gapura, itu mungkin tidak aman!"

Seh Cing Hua segera berkata, "Kalau ada jalan lain, itu lebih baik lagi!"

Oey Sim Tit terus berpikir, setelah itu menghela nafas panjang dan berkata dengan wajah murung. "Cianpwee-cianpwee yang terhormat, aku tahu ayahku amat jahat. Aku tahu dia pasti memperoleh ganjaran atas semua tindakannya. Namun biar bagaimana juga dia tetap ayahku. Apakah cianpwee sudi memandang mukaku, agar kelak jangan membuat ayahku terlampau menderita?"

Apa yang diucapkan Oey Sim Tit membuat semua orang tertegun. Ternyata Oey Sim Tit begitu baik dan berpandangan jauh, sedangkan Liok Ci Khim Mo begitu jahat. Hal itu membuat mereka sulit menjawabnya.

Setelah tertegun sejenak, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berkata, "Kau terlampau khawatir. Ayahmu itu memiliki Pat Liong Thian Im yang amat hebat. Siapa yang mampu membasminya? Cepatlah bawa saja kami meninggalkan tempat ini!"

Oey Sim Tit menghela nafas panjang. "Tam-cianpwee, aku tahu kalian tidak sudi mengabulkan, ini membuat hatiku tidak tenang. Kalau sampai ayahku terluka di tangan kalian, bukankah secara tidak langsung aku yang mencelakainya? Sebab aku telah berkhianat padanya dengan menolong kalian."

Wajah Tong Hong Pek langsung berubah. "Kalau begitu kau tidak perlu membawa kami pergi!"

Oey Sim Tit menggeleng-gelengkan kepala dengan wajah diliputi perasaan bingung dan serba salah. "Namun nuraniku tidak menghendakiku berbuat demikian!" Oey Sim Tit menghela nafas panjang lagi, kemudian melanjutkan, "Baik, cepat ikut aku!"

Semua orang saling memandang. Dalam hati masing-masing tahu, Oey Sim Tit berhati bajik. Mereka semua tidak banyak bicara lagi, segera mengikuti Oey Sim Tit dari belakang. Oey Sim Tit menuju ke arah barat. Tak lama mereka sampai di sebuah lembah yang amat sempit, yang hanya dapat dilalui satu persatu orang. Tampak bebatuan terjal yang cukup membuat langkah mereka lamban.

Oey Sim Tit berjalan di depan, yang lain mengikutinya dari belakang. Sembari berjalan Lu Leng menuturkan kejadian yang telah dialami dengan Toan Bok Ang. Barulah semua orang tahu, apa sebabnya lengan Toan Bok Ang buntung.

Seusai Lu Leng menutur, Tong Hong Pek segera mendekati Lu Leng dan berbisik, "Anak Leng! Kalau begitu, bagaimana kau terhadap Goat Hua?"

Lu Leng menyahut dengan rasa sedih sekali. "Guru, aku... aku tidak tahu!"

"Bagaimana tidak tahu? Goat Hua boleh dikatakan sudah milikmu, apakah kau tidak akan mempedulikannya?" tanya Tong Hong Pek.

Hati Lu Leng seperti tersayat. "Guru, aku amat mencintai Goat Hua dalam hati!"

Tong Hong Pek berkata lagi, "Kalau begitu, bagaimana kau terhadap Toan Bok Ang?"

Kening Lu Leng tampak berkerut-kerut, tidak tahu harus menjawab apa.

"Aaah! Anak Leng, kau harus baik-baik jadi orang!" ujar Tong Hong Pek lagi.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berada di belakang mereka. Apa yang dibicarakan dengan suara rendah, masuk ke dalam teiinganya. "Tentang urusan itu dibicarakan nanti saja!" katanya kepada Tong Hong Pek.

Tong Hong Pek menghela nafas panjang lagi, kemudian membungkam. Mereka terus berjalan, sehingga tak seberapa lama sudah tiba di sebuah lembah lain. Oey Sim Tit menghentikan langkahnya, yang lain pun mengikuti.

"Setelah melewati lembah ini kurasa tak ada urusan lagi bagi kalian semua," ujarnya memberitahukan.

"Saudara Oey, kau boleh pulang," kata Lu Leng kepada anak Liok Ci Khim Mo itu.

Oey Sim Tit menyahut, “Tidak! Aku harus mengantar kalian sampai di ujung mulut lembah."

Mereka pun melanjutkan perjalanan, tak lama telah sampai di mulut lembah. Sementara hari sudah mulai gelap sehingga tidak tampak jelas keadaan di sekitar tempat itu. Hanya Oey Sim Tit seorang yang dapat melihat dengan jelas, sebab sejak kecil dia minum Sari Air Batu. Dia tetap terus jadi penunjuk jalan bagi mereka. Namun ketika sampai di mulut lembah itu tiba-tiba badannya dirasakan bergetar.

Lu Leng yang langsung mengetahui adanya sesuatu yang aneh segera bertanya, "Ada apa?"

Namun belum sempat dijawab oleh Oey Sim Tit, mendadak saja di luar mulut lembah terdengarlah suara tawa bergelak keras. "Hahaha!”

Bersamaan itu tampak pula puluhan obor sehingga di depan sana jadi terang benderang. Ternyata di depan adalah sebidang tanah kosong. Puluhan orang telah berdiri dengan berbagai macam senjata tajam di tangan. Terlihat Liok Ci Khim Mo berdiri paling depan membawa harpa kuno Pat Liong Khim. Jari tangannya sudah menyentuh tali senar harpa kuno itu! Betapa terkejutnya semua orang, itu sungguh diluar dugaan. Menyaksikan itu Lu Leng ingin menerjang, namun Seh Cing Hua mencegahnya.

"Jangan bergerak dulu!" bentak Liok Ci Khim Mo menatap tajam ke arah delapan orang itu.

Lu Leng terkejut bukan main mendengar itu. Liok Ci Khim Mo tampak menatapi anaknya yang berada bersama Lu Leng dan kawan-kawannya.

"Binatang! Aku sudah duga kau akan bawa mereka pergi dan pasti melewati jalan ini, maka aku tunggu di sini!"

Sekujur badan Oey Sim Tit bergemetar seperti menggigil kedinginan. "Ayah, aku... aku...." Oey Sim Tit tak mampu melanjutkan kata-katanya.

Seh Cing Hua segera maju satu langkah dan langsung menyambar golok pusaka Su Yang To di tangan Lu Leng. Kemudian dia berbisik pada Oey Sim Tit, "Iblis kecil, menolong orang jangan kepalang tanggung! Biar aku membekukmu!"

Oey Sim Tit tidak mengerti maksud Seh Cing Hua. Namun wanita tua itu sudah mencengkeram lehernya. Golok pusaka Su Yang To pun menempel di lehernya. Sesungguhnya kepandaian Oey Sim Tit tidak dapat dibandingkan dengan Seh Cing Hua. Tapi saat ini Seh Cing Hua telah terluka parah, sehingga cengkeramannya tak bertenaga sama sekali. Kalau Oey Sim Tit ingin meronta, pasti dapat melepaskan diri.

Menyaksikan itu Liok Ci Khim Mo terkejut bukan main. Padahal dia sudah hampir memetik tali senar harpa Pat Liong Khim. Seh Cing Hua mendorong Oey Sim Tit ke depan.

"Penjahat Liok Ci, kau cuma punya anak satu-satunya ini, kan? Kalau kau berani membunyikan Pat Liong Khim, aku pasti membuatmu putus turunan!"

Wajah Liok Ci Khim Mo berubah hebat. Dia tampak tertegun, tapi setelah itu malah tertawa gelak. "Hahaha! Kau boleh turun tangan terhadapnya! Aku kira kau tidak berani!"

Seh Cing Hua tertegun, sedang Liok Ci Khim Mo berkata lagi, "Binatang kecil itu yang membawa kalian pergi. Kalau kalian membunuhnya, nama kalian pasti busuk selama-lamanya.“

Seh Cing Hua tertawa aneh dan menyahut, "Mati ya sudah mati, bagaimana masih pedulikan nama harum atau busuk?"

Usai menyahut Seh Cing Hua menekan golok pusaka Su Yang To. Seketika juga leher Oey Sim Tit tergores dan berdarah. Perbuatan itu bukan cuma membuat wajah Liok Ci Khim Mo berubah, bahkan Lu Leng dan lainnya juga terkejut sekali.

Lu Leng segera berkata tersendat-sendat. "Bibi! Kau... kau...."

Seh Cing Hua langsung membentak. "Kau jangan banyak omong! Liok Ci Khim Mo, cepat minggir!"

Liok Ci Khim Mo tidak bergeming. Namun puluhan orang yang berdiri di belakangnya segera berpencar. Wajah Liok Ci Khim Mo tampak gusar bukan main, namun kemudian tersenyum dingin sambil membunyikan Pat Liong Khim.

"Binatang kecil itu berniat membantu musuh, mati juga tidak apa-apa!"

Begitu Pat Liong Khim Mo berbunyi, golok pusaka Su Yang To di tangan Seh Cing Hua nyaris terlepas. Lu Leng amat kebingungan dan gusar, tapi ketika akan menerjang Liok Ci Khim Mo, mendadak Oey Sim Tit berseru.

“Ayah...!"

Suara seruan Oey Sim Tit penuh mengandung cinta kasih terhadap orang-tua sehingga membuat jari tangan Liok Ci Khim Mo tergetar, dan suara harpa itu pun berhenti.

Oey Sim Tit segera berkata, "Ayah, ananda telah bersalah! Tapi apakah ayah tega melihat ananda mati di bawah golok ini?"

Sesungguhnya Seh Cing Hua tiada maksud membunuh Oey Sim Tit, dia hanya ingin mengancam Liok Ci Khim Mo. Seandainya Liok Ci Khim Mo tidak berhenti, untuk turun tangan terhadap Oey Sim Tit pun hanya akan sia-sia. Sebab jika Pat Liong Thian Im mempengaruhi jiwanya, maka tiada kesempatan baginya untuk turun tangan terhadap Oey Sim Tit.

Akan tetapi suara seruan Oey Sim Tit tadi amat menyentuh hati Liok Ci Khim Mo, sehingga langsung menghentikan petikan tali senar harpa Pat Liong Khim. Liok Ci Khim Mo memang amat jahat, tapi Oey Sim Tit tetaplah darah dagingnya. Meski Oey Sim Tit telah melepaskan semua orang, tapi suara seruannya tadi benar-benar membuat Liok Ci Khim Mo tak tega melihatnya. Tentunya Liok Ci Khim Mo tahu, kalau dia terus membunyikan Pat Liong Thian Im, Seh Cing Hua pasti tidak dapat turun tangan jahat terhadap Oey Sim Tit. Namun hatinya amat tergetar oleh suara seruan anaknya, maka tanpa sadar langsung berhenti. Begitu suara harpa berhenti, suasana di tempat itu jadi hening.

Tiba-tiba Seh Cing Hua berkata, "Liok Ci Khim Mo, kalau kau minggir, kami akan melepaskan anakmu ini!" sepasang matanya berubah garang, menatap semua orang.

Sementara itu tampak Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tertawa. "Liok Ci Khim Mo, legakanlah hatimu!"

Oey Sim Tit segera menyambung, memanfaatkan kesempatan itu, "Ayah berlega hati saja! Aku tidak akan terjadi apa-apa. Kalau terjadi sesuatu, bukankah ayah masih bisa membalas dendamku?"

Liok Ci Khim Mo menyahut dengan dingin, "Binatang kecil, kau bermaksud baik menolong orang, tapi orang malah berbuat tega terhadapmu, maka kau harus mengerti!"

Ketika Liok Ci Khim Mo berhenti membunyikan harpa Pat Liong Khim, Oey Sim Tit amat berterima kasih. Kini Liok Ci Khim Mo bersedia melepaskan mereka semua, pertanda dirinya amat penting bagi Liok Ci Khim Mo. Tentu saja Oey Sim Tit terharu sekali. Dengan menitikkan air mata dia berkata, "Ayah, aku tahu!"

Liok Ci Khim Mo diam, lalu minggir ke samping beberapa langkah. Betapa gembiranya Tong Hong Pek dan lainnya. Mereka semua segera berjalan pergi, sementara Seh Clng Hua tetap mengancam Oey Sim Tit dengan golok pusaka Su Yang To. Namun baru beberapa langkah saja mereka berjalan, mendadak Liok Ci Khim Mo membentak.

"Berhenti!"

Bukan main terkejutnya semua orang. Lu Leng langsung membalikkan badannya, "Ada urusan apa?"

Sepasang mata Liok Ci Khim Mo menyorot bengis, kemudian menyahut sepatah demi sepatah. "Kalian semua tak terkecuali harus tunduk kepadaku! Kalau tidak pasti kalian mati di tanganku. Namun kalau berani melukai Oey Sim Tit, kalian akan kusiksa hingga mati!"

Lu Leng dengan geram menjawab, "Asal kau tidak mengejar kami, tentu kami tidak akan melukai saudara Oey! Mengenai tunduk padamu, janganlah bermimpi di siang hari bolong! Kematian... siapa yang berani memastikannya?"

Liok Ci Khim Mo menatapnya tajam, lalu bertanya dengan suara parau, "Kapan kalian akan melepaskannya?"

"Asal kau tidak bergerak dari tempat ini, seratus mil kemudian kami pasti melepaskannya!" sahut Lu Leng tegas.

Liok Ci Khim Mo tertawa dingin. Dia mengibaskan tangannya, maka puluhan orang yang berdiri di belakangnya langsung mundur. Setelah itu Liok Ci Khim Mo segera mencelat mundur. Menyaksikan Liok Ci Khim Mo melompat mundur, semua orang tahu kepandaiannya sudah maju pesat. Ternyata selama ini Liok Ci Khim Mo amat giat berlatih. Maka kedelapan orang itu segera melanjutkan perjalanan. Enam atau tujuh mil setelah meninggalkan lembah dan rombongan Liok Ci Khim Mo, mereka berhenti untuk beristirahat sejenak.

"Berjalan dengan cara demikian terlalu membuang banyak waktu," ujar Lu Leng. "Aku akan berusaha mencari beberapa ekor kuda agar kita bisa lebih cepat melakukan perjalanan."

Tong Hong Pek menganggukkan kepala menyetujuinya. "Betul, tapi kau tidak boleh menimbulkan masalah lagi!" ujarnya memperingatkan.

Lu Leng mengangguk. "Adik Leng, aku ikut kau!" pinta Toan Bok Ang yang mendengar Lu Leng akan pergi mencari kuda.

Lu Leng mengerutkan kening. "Kakak Ang, guru dan lainnya terluka parah. Tak mungkin kita pergi bersama-sama."

Toan Bok Ang terdiam. Betul juga apa yang dikatakan Lu Leng. "Baiklah, cepat pergi dan segera pulang!"

Lu Leng segera melesat meninggalkan mereka yang saat itu sebenarnya sudah melewati gunung Tiong Tiau San.

Setelah Lu Leng pergi, Toan Bok Ang berkata, "Kita cari suatu tempat untuk bersembunyi dulu!"

Seh Cing Hua sudah tidak mencengkeram leher Oey Sim Tit lagi. Mereka memasuki sebuah rimba, lalu duduk beristirahat. Tiba-tiba Tong Hong Pek memanggil Oey Sim Tit.

"Sim Tit, kali ini kau menyelamatkan kami lagi," ujar Tong Hong Pek.

Oey Sim Tit cuma menundukkan kepala, kelihatan dalam hatinya terganjel banyak urusan.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen pun ikut berkata, "Sim Tit, ketika berada di Cing Yun Ling Go Bi San, kau merebut harpa Pat Liong Khim dari tangan ayahmu. Semua kaum rimba persilatan amat berterima kasih padamu!"

Perlahan-lahan Oey Sim Tit mendongakkan kepala. Tampak air matanya bercucuran, membuat semua orang heran. Ketika Tong Hong Pek baru mau bertanya, mendadak Oey Sim Tit berlutut di hadapan semua orang. "Cianpwee sekalian, aku punya satu permohonan," ujarnya dengan sungguh-sungguh.

Tong Hong Pek maju selangkah, memapahnya bangun seraya berkata, "Kau punya permohonan apa, beritahukanlah!"

"Aku mohon pada kalian semua, selanjutnya jangan bermusuhan dengan ayahku lagi!"

Semua orang diam, hanya saling memandang dengan perasaan bingung.

Oey Sim Tit memandang mereka dengan gugup, lalu bertanya, "Apakah kalian tidak sudi mengabulkannya?"

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menghela nafas panjang. "Sim Tit, permohonanmu ini amat menyulitkan kami. Ayahmu adalah musuh kaum rimba persilatan. Walau kami tahu tak dapat melawannya, tapi harus tetap menentangnya."

Air mata Oey Sim Tit semakin deras bercucuran. "Kalian bermusuhan dengan ayahku, sedangkan aku menyelamatkan kalian beberapa kali. Hal ini tentu sangat mengecewakan hati ayahku. Dia... dia begitu mencintaiku, bagaimana mungkin aku jadi anak durhaka?"

Tong Hong Pek dan lainnya diam. Wajar Oey Sim Tit menyayangi Liok Ci Khim Mo, karena Liok Ci Khim Mo adalah ayahnya. Lagi-pula Oey Sim Tit berhati bajik dan gagah. Walau tahu perbuatan ayahnya tidak baik, dia tidak berani menentang sehingga membuat hatinya berduka sekali. Seandainya dia berani melawan ayahnya, sudah pasti dianggap sebagai anak durhaka.

Cukup lama mereka semua terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masing. Cit Sat Sin Kun-Tam Sen yang mendahului angkat bicara.

"Sim Tit, aku mengerti bagaimana perasaanmu."

"Kalau begitu, kalian semua tidak akan memusuhi ayahku lagi? Aku akan segera pulang memberi-tahukan pada ayahku, dia pasti gembira mendengarnya.”

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak!"

Wajah Oey Sim Tit langsung berubah, mulutnya ternganga lebar, tak tahu harus berkata apa.

Kemudian Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berkata dengan agak lembut, "Sim Tit, kami semua tahu perasaanmu. Tapi kami tidak bisa tidak memusuhi ayahmu, sebab ini menyangkut seluruh rimba persilatan."

Tong Hong Pek, Seh Cing Hua, dan lainnya manggut-manggut, sedangkan wajah Oey Sim Tit menyiratkan penderitaan batinnya.

"Sim Tit, kau dengarkan dulu! Kau memang sering menolong kami. Dalam hati, kami amat berterima-kasih padamu. Seandainya lain kali kami terjatuh lagi ke tangan ayahmu, kau pejamkan mata saja. Biarkan kami mati, kami pun tidak akan menyalahkanmu!"

Usai Cit Sat Sin Kun-Tam Sen berkata, airmata Oey Sim Tit bercucuran lagi. “Tapi nuraniku tidak mengizinkanku tidak menolong kalian."

Semua orang terharu mendengar itu. Seh Cing Hua tertawa seraya berkata, "Setan iblis kecil, nuranimu harus tenang, sebab kau telah menyelamatkan kami."

Oey Sim Tit menundukkan kepala, kemudian melangkah pergi. Dia duduk di bawah pohon. Semua orang tahu, batin Oey Sim Tit amat menderita. Kalau orang yang tidak paham akan perasaannya, tentunya akan tertawa. Karena ayahnya kini adalah Bu Lim Ci Cun, seharusnya dia bisa bertindak sewenang-wenang. Apabila Oey Sim Tit berhati gagah, dia pun boleh menentang Liok Ci Khim Mo. Namun Oey Sim Tit bukan orang semacam itu. Dia memang berhati bajik, namun juga mencintai ayahnya. Itu memang sudah nasib, sebab dia putra Liok Ci Khim Mo.

Semua orang memandangnya. Tiada seorang pun yang bersuara, maka suasana menjadi hening. Berselang beberapa saat, barulah Tong Hong Pek bertanya kepada Toan Bok Ang, bagaimana gadis itu bisa bertemu Lu Leng. Toan Bok Ang menceritakan secara singkat tapi jelas, sementara itu hatinya mencemaskan Lu Leng yang belum kembali. Karena sudah begitu lama mereka menunggu dan Lu Leng belum juga kembali, akhirnya bukan hanya Toan Bok Ang yang tidak tenang, bahkan Tong Hong Pek, Tam Sen, Seh Cing Hua, dan lainnya pun mulai cemas. Perasaan semua orang tercekam, hanya Tong Hong Pek yang masih tertawa meski pun tampak dipaksakan juga.

Toan Bok Ang mulai tak sabaran. Gadis itu membanting-banting kaki seraya bergumam. "Adik Leng kok belum kembali?"

Oey Sim Tit menghampiri mereka seraya berkata, "Aku akan pergi mencarinya."

"Kau tidak boleh pergi!" sahut Seh Cing Hua melarang.

Cit Sat Sin Kun-Tam Sen lalu menjelaskan, "Sim Tit, kami bukan takut kau tidak kembali. Tetapi kalau kau pergi, mendadak Liok Ci Khim Mo ke mari, kami pasti mati."

Oey Sim Tit membungkam, sedangkan Toan Bok Ang tampak gugup dan panik sekali. "Kita tidak bisa terus menerus duduk menunggu di sini. Alangkah baiknya kita berjalan mencari Lu Leng."

"Benar," sahut Tong Hong Pek.

Mereka semua bangkit berdiri, lalu berjalan meninggalkan rimba itu ke arah Lu Leng melesat pergi tadi. Tujuh delapan mil kemudian, mendadak terdengar suara ringkikan kuda. Giranglah hati Toan Bok Ang. Dia segera melesat ke depan, tetapi gadis itu jadi tertegun. Ternyata di depan tampak tujuh ekor kuda sedang memakan rumput, namun tidak tampak seorang pun di sana. Setelah Toan Bok Ang tertegun sejenak, Tong Hong Pek dan lainnya juga sudah tiba di tempat itu. Ketika melihat kuda-kuda tersebut, mereka pun tertegun.

Toan Bok Ang menengok ke sana ke mari, lalu bertertak-teriak memanggil Lu Leng, "Adik Leng! Adik Leng!"

Suara teriakan gadis itu bergema ke mana-mana, namun tiada sahutan. Toan Bok Ang merasa hatinya tenggelam entah ke mana, seperti tenggelam ke dalam lobang yang amat dalam. Mendadak dia membalikkan badannya lalu menatap tajam Oey Sim Tit.

Oey Sim Tit menggeleng-gelengkan kepala. "Nona Toan, ayahku khawatir aku akan celaka, sudah pasti tidak akan mencelakai Lu-siauhiap," ujamya.

Tak tertahan lagi Toan Bok Ang langsung menangis. "Kalau begitu, adik Leng ke mana?" katanya dengan terisak-isak.

Siapa yang dapat menjawab? Yang mendengar pertanyaan tersebut hanya saling memandang.

Toan Bok Ang memandang Oey Sim Tit. "Saudara Oey, aku mohon bantuanmu!" ujarnya dengan air mata bercucuran.

"Apa yang dapat kubantu? Katakanlah nona Toan!" tanya Oey Sim Tit.

Walau air mata Toan Bok Ang terus mengucur, namun wajahnya tampak serius sekali. "Saudara Oey, ketika adik Leng mau pergi, dia menyuruhku menjaga mereka. Kini sudah ada kuda tapi tiada orangnya, sudah pasti terjadi sesuatu atas dirinya. Aku harus pergi mencarinya, bersediakah kau melindungi mereka meninggalkan tempat ini?"

Oey Sim Tit mengangguk. "Aku bersedia."

Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek tersenyum getir. "Gadis kecil, bagaimana kau tahu telah terjadi sesuatu atas diri anak Leng? Tahukah kau dia berada di mana? Lebih baik kau pergi bersama kami. Setelah luka kami sembuh, barulah kita bersama-sama mencarinya."

Toan Bok Ang berkeras, "Tidak! Tidak peduli dia berada di mana dan terjadi apa, pokoknya aku harus pergi mencarinya! Cianpwee bertiga, silakan berangkat duluan!"

Tong Hong Pek, Tam Sen dan Seh Cing Hua saling memandang, kemudian mendadak tertawa gelak. Begitu melihat mereka bertiga tertawa gelak, Toan Bok Ang terheran-heran. Ketika dia baru mau bertanya, Cit Sat Sin Kun-Tam Sen justru sudah mendahului berkata.

"Kami bertiga sudah puluhan tahun belajar ilmu silat, maka memperoleh sedikit nama. Tapi kini malah menjadi orang tak berguna. Memang tidak salah, ombak belakang mendorong ombak depan. Nona Toan, kami tidak bisa menghalangimu, hati-hati saja!"

"Cianpwee bertiga cuma terluka parah. Mengenai ilmu silat, ingin belajar setengahnya dari cianpwee, entah berhasil atau tidak dalam hidupku ini."

"Masa depanmu amat cenierlang, jangan sia-siakan dirimu sendiri!" ujar Seh Cing Hua sungguh-sungguh.

Toan Bok Ang menengok lengan kanannya, lalu tampak tercenung. Tong Hong Pek tahu maksud hatinya, maka segera berkata, "Gadis kecil, sebelah lenganmu buntung, itu tidak jadi masalah. Dulu dalam rimba persilatan muncul seorang pengemis aneh, Tok Ciu Kay (Si pengemis Lengan Tunggal) Sioh Si yang berkepandaian amat tinggi, siapa yang mampu menandingi kepandaiannya?"

Toan Bok Ang tersenyum getir. "Terima kasih atas kebaikan cianpwee telah menghiburku, harap cianpwee jangan membuang waktu lagi, cepatlah pergi!"

Seh Cing Hua maju dua langkah, menepuk bahu gadis itu seraya berkata, "Kau mau pergi mencari anak Leng, entah akan menghadapi apa, kami justru tidak dapat membantumu. Aku punya suatu mainan kecil, di saat genting dapat di pergunakan untuk meloloskan diri. Boleh dikatakan amat bermanfaat bagimu, maka kuhadiahkan kepadamu."

Sembari berkata, Seh Cing Hua mengeluarkan suatu benda sebesar telor ayam, warnanya putih bergemerlapan, lalu diberikan kepada Toan Bok Ang. Gadis itu segera menerimanya. Dirasanya cukup berat, tapi tidak tahu benda apa itu.

"Benda itu hanya dapat dipergunakan sekali. Kalau tidak dalam keadaan genting, jangan dipergunakan! Cara mempergunakannya amat gampang, cukup dibanting ke atas tanah, pasti ada gunanya!" ujar Seh Cing Hua.

Toan Bok Ang tahu dirinya akan pergi mencari Lu Leng, sudah pasti akan menghadapi berbagai macam bahaya. Kalau tidak, bagaimana mungkin Seh Cing Hua menghadiahkan benda itu kepadanya? Karena itu dengan hati-hati sekali Toan Bok Ang menyimpan benda itu ke dalam bajunya.

Tong Hong Pek dan lainnya naik ke punggung kuda. Oey Sim Tit sebagai penunjuk jalan, maka memacukan kudanya di paling depan. Semua kuda itu berjumlah tujuh ekor, kini tersisa seekor. Toan Bok Ang menengok ke sana ke mari. Jalanan tampak tidak rata, di sekitar tempat itu pun banyak batu curam.

“Percuma naik kuda,” pikir gadis itu.

Jalan kecil itu dari arah selatan ke arah utara, tentunya Lu Leng tidak mungkin menuju ke arah utara. Kalau dia menuju ke arah utara, pasti akan bertemu Toan Bok Ang di dalam rimba. Lu Leng juga tidak mungkin menuju ke arah selatan, sebab akan kembali ke istana Ci Cun Kiong. Toan Bok Ang terus berpikir. Maka teringat pula ketika Lu Leng mau pergi, Tong Hong Pek telah berpesan padanya agar jangan menimbulkan masalah lagi. Sementara dirinya sendiri juga berpesan padanya untuk cepat pergi dan segera pulang.

Kalau tiada suatu halangan atau kejadian untuk meninggalkan tempat itu, sudah pasti Lu Leng tidak akan pergi. Padahal mestinya Lu Leng tahu, kalau dirinya terlalu lama, Toan Bok Ang pasti akan menyusulnya. Toan Bok Ang berharap Lu Leng berada di sekitar tempat itu. Ia terus berusaha mencari dengan teliti dan hati-hati. Ke sana ke mari disusuri tempat itu, namun tak juga menemukan Lu Leng. Rasa putus asa mulai menyelimuti hatinya.

Sementara itu matahari telah berada di atas kepala. Padahal semalaman Toan Bok Ang tidak makan dan minum sehingga merasa lapar dan haus. Tapi kecemasan hatinya melebihi rasa lapar dan hausnya. Gadis itu berhenti, lalu menghadap ke arah timur memandang ke kejauhan. Suasana sepi tiada sesuatu pun yang mencurigakan. Toan Bok Ang tahu, kalau dia menuju ke arah yang salah, mungkin selamanya tidak akan bertemu Lu Leng lagi. Oleh karena itu dia mengambil arah ke barat, namun tetap tak ada tanda-tanda jejak Lu Leng.

Dengan sisa semangatnya ia terus melangkah, hingga akhirnya melihat sebuah pohon. Di sini hatinya mulai curiga. Ditatapnya pohon itu, ranting dan cabangnya tampak patah. Melihat itu hatinya pun tergerak. Dia segera melesat ke arah pohon itu. Sampai di dekat pohon itu dia baru melihat jelas bahwa usia pohon itu sudah tua dan amat keras pula. Toan Bok Ang memperhatikan bekas-bekas dahan pohon yang patah itu. Maka mendadak dia bergembira. Hatinya yakin patahnya dahan-dahan pohon itu disebabkan Kim Kong Sin Ci yang dilancarkan Lu Leng. Mengapa Lu Leng mematahkan dahan-dahan pohon itu? Apakah telah terjadi suatu sehingga dia meninggalkan tanda di situ?

Tanpa berpikir lama Toan Bok Ang langsung mengambil keputusan, menempuh jalan ke arah barat untuk mengejar Lu Leng. Gadis itu mengerahkan ilmu ginkang hingga tak lama sudah menempuh hampir dua puluh mil. Ternyata dia sampai di tengah-tengah gunung. Sepanjang jalan sepi-sepi saja, tidak tampak apa pun. Hal itu membuat hati Toan Bok Ang semakin gugup. Apakah dirinya telah salah arah? Ketika dia baru mau kembali ke tempat semula, mendadak mendengar suara bergemeretakan di pingggir jalan. Toan Bok Ang langsung melesat ke jalan kecil itu.

Dilihatnya seseorang sedang berjalan sambil memikul dua buah tong kayu berisi air. Begitu melihat ada orang, Toan Bok Ang segera menyapanya. Setelah dekat, ia baru melihat jelas orang itu. Sungguh besar kedua tong kayu yang dipikulnya, dan beratnya mungkin mencapai empat lima ratus kati. Kedua tong kayu itu berwarna merah mengkilap. Setelah melihat Toan Bok Ang jadi tertegun, sebab orang itu ternyata biarawati! Wajahnya penuh keriput, menunjukkan usianya yang sudah tua.

"Suthay! Apakah Suthay melihat seorang pemuda melewati jalan ini?"

Biarawati tua cuma memandang Toan Bok Ang sejenak. Pertanyaan itu seakan tidak didengarnya, lalu melangkah pergi.

"Suthay, harap berhenti!" seru Toan Bok Ang setelah tertegun sebentar.

Sembari berseru Toan Bok Ang melesat mendahului biarawati tua itu. Namun, sebelum Toan Bok Ang berdiri tegak, biarawati tua itu sudah menggeserkan badannya kemudian mencelat ke depan beberapa depa. Begitu gesit dan cepat gerakannya, padahal memikul dua tong air yang amat berat. Tidak gampang Toan Bok Ang menemukan orang di tempat itu sehingga tak ingin ia melepaskan begitu saja meski pun mengetahui kalau orang itu adalah biarawati.

Ketika biarawati tua itu mencelat ke depan, Toan Bok Ang juga melesat ke depan seraya berkata, "Orang yang telah menyucikan diri berhati bajik, kenapa tidak menjawab pertanyaanku?"

Biarawati tua berhenti, kemudian membuka mulut mengeluarkan suara, "Ah Ah Uh Uh."

Begitu mendengar suara itu barulah Toan Bok Ang tahu, ternyata biarawati tua itu gagu dan tuli, kelihatannya tidak tahu apa yang ditanyakan Toan Boak Ang. Namun meski pun tak mampu menjawab pertanyaannya, Toan Bok Ang tahu tempat tinggal biarawati tua ini pasti tidak jauh. Seorang biarawati tua gagu dan tuli seperti ini saja memiliki kepandaian begitu tinggi, apalagi pemimpinnya. Kemungkinan besar berkaitan dengan hilangnya Lu Leng yang mendadak itu.

Setelah berpikir begitu, Toan Bok Ang mengambil keputusan. Dia langsung mendekati biarawati tua yang sudah melangkah pergi. Toan Bok Ang mengikutinya dari belakang. Langkah biarawati tua itu makin lama makin cepat, sehingga Toan Bok Ang pun harus mempercepat langkahnya. Tak seberapa lama biarawati tua itu sudah membelok, Toan Bok Ang terus mengikutinya. Namun ketika Toan Bok Ang hendak membelok, mendadak terdengar suara ledakan menggelegar. Dan mendadak pula di bawah cahaya matahari yang sudah mulai condong, tampak cahaya merah panjang bagaikan seekor naga meluncur ke arah Toan Bok Ang.

Gadis itu terkejut bukan main. Dia tidak melihat jelas apa itu, yang diketahuinya ada orang menyerangnya entah dengan benda apa. Untung Toan Bok Ang memiliki ginkang tinggi. Tubuhnya langsung mencelat ke samping menghindari serangan itu, maka cahaya merah itu melewati sisinya. Dan sekejap kemudian terdengar pula ledakan keras menggelegar seperti yang pertama tadi. Toan Bok Ang yang sudah mendarat sempurna tersentak kaget dengan mata membelalak. Betapa tidak! Serangan yang barusan mengancamnya ternyata hanya berupa air yang berasal dari puncak sebuah batu.

Toan Bok Ang mendongakkan kepala, tampak biarawati tua itu berdiri di atas batu sedang menatapnya dengan tajam sekali. Tangan biarawati tua itu memegang sebuah tong air, namun isinya telah kosong. Dapat diduga, sudah pasti biarawati tua itu yang tadi menyerang Toan Bok Ang dengan siraman air. Dari tadi Toan Bok Ang sudah tahu, biarawati tua itu berkepandaian tinggi. Namun sekarang baru jelas bahwa dia juga memiliki lweekang sangat tinggi.

Biarawati tua itu menuding Toan Bok Ang, kemudian menunjuk tong air yang lain. Setelah itu menggerak-gerakkan sepasang tangannya pula seakan memberi kode. Toan Bok Ang tahu maksudnya, kode itu menyatakan apabila Toan Bok Ang masih mengikutinya, maka akan diserangnya dengan siraman air. Hilangnya Lu Leng yang amat mendadak apakah berkaitan dengan biarawati tua inl? Toan Bok Ang tidak bisa memastikannya! Akan tetapi tingkah laku biarawati tua ini justru menimbulkan kecurigaannya!

Toan Bok Ang memandang ke depan, tampak tembok warna kuning memanjang. Dia yakin biarawati tua itu tinggal di kuil tersebut. Kalau terus mengikutinya bisa berbahaya dan sia-sia. Karena itu Toan Bok Ang segera melesat pergi, kemudian bersembunyi di belakang sebuah batu besar untuk mengintai biarawati itu. Ternyata biarawati tua itu berjalan menuju ke kuil tersebut.

Toan Bok Ang menunggu sejenak. Setelah biarawati tua itu memasuki rimba yang jauh dari tempat itu, Toan Bok Ang pun melangkah ke sana. Tak lama dia sudah sampai di hadapan tembok kuning. Tembok itu tampak sudah tua, begitu pula pintunya. Setelah mengamati sejenak, Toan Bok Ang mencelat ke atas. Tangan kanannya meraih pinggiran tembok, lalu menekan sehingga badannya terangkat sedikit untuk mengintip ke dalam.

Di dalam tembok terlihat rerumputan liar, seakan tempat itu tiada penghuninya. Kalau tadi tidak bertemu biarawati tua, tentu Toan Bok Ang tidak akan membuang waktu memeriksa tempat ini. Karena rasa penasaran ingin mengetahui lebih jelas, gadis itu menekankan lagi tangannya, dan mendadak dia melayang ke dalam. Tanpa membuang waktu Toan Bok Ang mengeluarkan senjata Sian Tian Sin So untuk berjaga-jaga.

Hari sudah mulai senja. Toan Bok Ang berendap-endap menuju ke pintu kuil. Suasana sepi, tak terdengar suara apa pun. Dengan hati-hati Toan Bok Ang menjulurkan tangan, mendorong pintu yang tertutup rapat. Setelah pintu itu terbuka gadis itu melongok ke dalam. Sunyi dan sepi. Matanya dapat melihat sebuah patung Dewi Kwan Im di ruang depan, tiga batang hio menyala mengepulkan asap. Tampak seorang biarawati tua duduk bersila di situ. Matanya terpejam dengan tangan memegang tasbeh sambil membaca doa, seakan tidak tahu akan keberadaan Toan Bok Ang di pintu.

Toan Bok Ang mendorong pintu itu agar terbuka lebar, lalu berjalan ke dalam satu langkah. Biarawati tua itu tetap tak bergeming dari duduknya. Selangkah demi selangkah Toan Bok Ang mendekatinya. Sampai di sisi biarawati itu, Toan Bok Ang ingin menepuk bahunya, tapi segera diurungkan karena terdengar suara orang dalam penderitaan.

"Jangan tidak mempedulikan aku!"

Begitu mendengar suara tersebut sekujur badan Toan Bok Ang tergetar, sebab pemilik suara itu ternyata Lu Leng. Toan Bok Ang tertegun. Walau suara itu penuh mengandung penderitaan, namun dia tak bisa memahami maksud teriakan tadi. Akhirnya karena tidak sabaran, Toan Bok Ang berseru memanggil.

“Adik Leng!"

Suara seruannya amat keras, menggetarkan seluruh ruangan. Akan tetapi biarawati tua itu kelihatan tidak mendengarnya sama sekali. Karena tiada sahutan, tanpa menghiraukan biarawati tua itu Toan Bok Ang langsung melesat ke arah pintu samping. Keluar dari pintu samping, ternyata bertemu sebuah koridor yang amat panjang menembus ke ruang dalam. Toan Bok Ang memasuki ruang dalam itu, menengok ke sana-ke mari tapi tidak melihat seorang pun berada di situ.

Di ruang dalam itu juga terdapat sebuah patung Dewi Kwan Im. Beberapa batang hio menyala mengepulkan asap. Namun yang membuat heran Toan Bok Ang, di mana sebenarnya adanya Lu Leng? Tadi telinganya mendengar suara Lu Leng dari dalam. Toan Bok Ang berani memastikan kalau yang berteriak tadi bukanlah orang lain. Namun di ruang dalam itu dia tak bertemu seorang pun.

Toan Bok Ang segera mundur. Namun baru mundur selangkah, dia dikejutkan lagi suara orang di belakangnya. Ketika dia membalikkan badan, dilihatnya biarawati tua yang gagu dan tuli, dan masih membawa sebuah tong air. Dia menatap Toan Bok Ang dengan penuh kemarahan. Setelah Toan Bok Ang membalikkan badannya, biarawati tua itu pun mengeluarkan suara yang penuh kegusaran. Karena biarawati tua itu gagu, maka Toan Bok Ang tidak mengerti apa yang diucapkannya.

Toan Bok Ang berani memastikan tadi Lu Leng berada di ruang dalam ini, tapi Lu Leng menghilang lagi. Tentunya para biarawati yang menyembunyikannya, karena tak masuk akal kalau Lu Leng malah pergi begitu mendengar Toan Bok Ang memanggilnya. Betapa gusarnya Toan Bok Ang terhadap biarawati tua gagu itu. Sambil melangkah lebar dia mendekatinya.

"Kalian apakan Lu-siauhiap?!" bentak Toan Bok Ang.

Ketika melihat Toan Bok Ang mendekat, biarawati tua gagu berteriak aneh sambil mundur dua langkah. Kemudian dia melepaskan pengikat jubahnya, diikat pada sebelah lengannya. Menyaksikan itu sadarlah Toan Bok Ang, bahwa biarawati tua gagu itu memang ingin bertarung dengannya. Karena melihat Toan Bok Ang cuma ada sebelah lengan, maka dia pun mengikat sebelah lengannya agar sama. Itu adalah perbuatan orang gagah, tapi justru membuat hati Toan Bok Ang jadi sedih, merasa seperti tersayat.

Kini dia telah menjadi gadis cacat, hanya punya sebelah lengan saja. Tapi lengan kirinya itu justru diputuskan oleh orang yang amat dicintainya, sehingga meski pun dalam keadaan cacat hatinya tetap terhibur karena sekarang telah memperoleh cinta dari Lu Leng. Ketika bersama Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek dan lainnya, mereka cuma memandang lengannya yang telah hilang itu, namun sama sekali tidak menyinggungnya. Mereka bersikap demikian, tidak lain hanya agar tidak menyinggung perasaannya dan tidak menimbulkan kesedihan dalam hatinya. Akan tetapi kini biarawati tua gagu itu mengikat lengan kirinya sendiri, membuat perasaan Toan Bok Ang jadi tersinggung sehingga sekujur badannya bergemetar.

Sementara biarawati tua gagu itu terus menatapnya dengan kening mengucurkan keringat. Dia mengangkat sebelah tangannya untuk menyeka keringat di kening. Sedangkan Toan Bok Ang sudah tidak dapat bersabar lagi. Dia maju selangkah sambil mengayunkan senjata Sian Tian Sin So, menyerang dengan jurus Tian Kong Ciau Ciau (Cahaya Kilat Bergemerlapan).
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar