Harpa Iblis Jari Sakti Chapter 21

Kini mereka berdua sudah berada di atas balok batu yang melintang di atas. Keduanya memandang ke bawah, permukaan laut begitu tenang, tampak dari ketinggian balok yang sekitar sepuluh depa di atas permukaan laut. Setelah menyaksikan itu, mereka berdua merasa tegang. Kalau terjatuh pasti celaka, karena mereka berdua sama-sama tidak bisa berenang.

Lu Leng berusaha menenangkan hati sambil memandang ke depan, menatap Han Giok Shia yang sudah berdiri di hadapannya. Mereka saling menatap dengan wajah bengis, berjalan maju selangkah demi selangkah. Tak seberapa lama, mereka saling terpisah hanya beberapa depa saja. Mereka berdua saling menatap lagi, dan nampaknya sama-sama tertegun.

Dua tahun mereka tidak berjumpa, diri masing-masing sudah banyak perubahan. Walau wajah Han Giok Shia tersirat kebencian dan dendam, namun tetap tidak menutup kecantikannya. Dua tahun lalu Han Giok Shia sudah cantik jelita, meski usianya masih muda. Saat itu dia masih kekanak-kanakan, sekarang Han Giok Shia sudah bertambah cantik dan semakin matang, sedangkan Lu Leng pun sudah besar. Begitu menyaksikan kecantikan gadis itu, mengalir perasaan aneh yang membuat hatinya tergetar.

Bagaimana dengan Han Giok Shia menyaksikan Lu Leng yang sudah besar itu? Ternyata gadis ini pun mengalami hal yang sama. Benang lembut dalam hatinya juga tergetar oleh perasaan asmaranya. Dia sama sekali tidak menyangka, musuh besarnya kini tumbuh menjadi pemuda gagah dan tampan.

Keduanya masih saling memandang. Berdiri terpaku di atas balok batu, tanpa seorang pun yang mendahului melancarkan serangan. Diam-diam Han Giok Shia mencaci-maki dirinya sendiri, ternyata tidak ada hasrat ingin bertarung dengan pemuda sialan itu. Setelah mencaci-maki dirinya sendiri dalam hati, wajah Han Giok Shia berubah kemerah-merahan.

Namun mendadak Han Giok Shia membentak, "Hei! Bocah busuk, kau lihat apa?" bentaknya dengan sengit.

Wajah Lu Leng juga tampak kemerah-merahan. "Kau tidak melihat aku, bagaimana mungkin tahu aku melihatmu?"

Sahutan Lu Leng membuat Han Giok Shia terdiam beberapa saat, setelah itu baru membentak, "Lihat serangan!"

Han Giok Shia melesat melancarkan serangan. Begitu melihat gadis itu mulai menyerang, Lu Leng segera mundur dua langkah, sekaligus menggerakkan tangannya. Ketika baru mau mengeluarkan Kim Kong Sin Ci, mendadak dia melihat banyak bekas tapak kaki di balok batu. Bekas tapak kaki itu ada yang besar dan kecil. Dia tahu itu merupakan tapak-tapak kaki dua orang. Dapat dibayangkan betapa tinggi lweekang kedua orang itu.

Seketika Lu Leng teringat akan tulisan di dinding Hek Ciok Sian Hu. Bahwa setelah berhasil mempelajari Kim Kong Sin Ci, Thian Sun Sianjin pergi bertarung dengan seseorang. Siapa orang itu, Lu Leng tidak tahu, sampai kini dia tetap tidak tahu. Namun tapak kaki di balok ini membuktikan ada dua orang, salah satunya pasti Thian Sun Sianjin yang bertarung melawan seseorang.

Setelah berpikir begitu, Lu Leng pun berseru. "Tunggu!"

Lu Leng membentak ingin mencegah serangan Han Giok Shia. Namun gadis itu telah terlanjur melepaskan pukulan dengan tenaga dalam tinggi, bagaimana mungkin menarik kembali serangannya? Maka angin pukulan Han Giok Shia sudah menyambar begitu cepat ke arah Lu Leng.

Karena kaget, Lu Leng langsung mengerahkan lweekang-nya, sambil menggerakkan jari telunjuk kanan mengeluarkan jurus It Ci Keng Thian (Satu jari Mengejutkan Langit) dan jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi Bulan). Suara menderu-deru terdengar menyambut serangan yang dilancarkan Han Giok Shia. Dan sekejap kemudian terdengar pula suara benturan dari dua kekuatan tenaga dalam tinggi mereka. Badan Han Giok Shia dan Lu Leng sama-sama tergetar. Beruntung mereka berdua segera mengeluarkan ilmu memberatkan badan untuk menghindarkan terlontar dari balok batu.

"Hmm!" sambil mendengus kesal Lu Leng maju selangkah.

Meski pun baru satu jurus saja mereka saling melancarkan gebrakan, namun keduanya sama-sama sadar bahwa masing-masing telah maju pesat dalam dua tahun. Lweekang mereka boleh dikatakan seimbang!

Sementara Han Giok Shia juga maju selangkah seraya membentak, "Bocah busuk, kau sudah ketakutan sehingga ingin menyerah?"

"Haha! Gadis busuk yang tak tahu malu, aku sudah berhasil mempelajari ilmu Kim Kong Sin Ci, bagaimana mungkin aku takut padamu?"

Han Giok Shia tampak tertegun mendengar nama ilmu yang disebut Lu Leng. "Apa artinya Kim Kong Sin Ci? Masih berada di bawah Thai Im Ciang (llmu Pukulan Lunak)-ku!" sahutnya kemudian dengan nada meremehkan.

Kini giliran Lu Leng yang tercengang. Pantas ilmu pukulannya begitu aneh dan penuh mengandung tenaga lunak, pikirnya sambil terus menatap Han Giok Shia. Konon ilmu pukulan Thai ini Ciang amat dahsyat, tidak berada dibawah ilmu pukulan Hud Bun Pan Yok Sin Ciang aliran Buddha. Kalau begitu, walau memiliki ilmu Kim Kong Sin Ci, belum tentu dia mampu mengalahkan gadis itu. Lagi-pula bertarung di balok batu, akhirnya pasti mati bersama di dasar laut.

"Kalau takut cepatlah kau bersujud di hadapanku, aku pasti mengampunimu!" ujar Han Giok Shia cepat sambil tersenyum sinis ke arah Lu Leng.

Pemuda itu hanya mendengus, "Hm! Kalau kau bersujud di hadapanku, aku pun akan mengampunimu!" lanjut Lu Leng.

Mereka berdua tetap mengadu mulut dengan tajam, tak ada yang mau mengalah. Han Giok Shia mengerutkan kening lalu mendadak badannya bergerak. Ternyata gadis itu sudah menerjang ke arah Lu Leng. Namun pemuda itu pun dengan tak kalah cepat melesat memapak serangan lawan. Maka sekejap saja keduanya telah saling menyerang dengan sengit.

Sebelah tangan Han Giok Shia bergerak membentuk sebuah lingkaran, lalu dihentakkan cepat ke depan. Lu Leng sudah tahu akan kehebatan Thai Im Ciang, namun dia tampak tidak berkelit mau pun balas menyerang, sengaja berlaku lamban. Namun tentu saja pemuda itu pasti sudah bersiap dan memperkokoh sepasang kakinya, berdiri setegar gunung. Angin pukulan Thai Im Ciang cepat mengurung dirinya. Tampak badan Lu Leng bergetar hebat, tapi sepasang kakinya tetap terpaku di tempat.

Menyaksikan itu, Han Giok Shia jadi tercengang, tidak tahu Lu Leng mau berbuat apa. Saat itulah mendadak jari telunjuk Lu Leng bergerak mengeluarkan jurus Sam Hoan Toh Goat (Tiga Lingkaran Mengelilingi Bulan), mengancam jalan darah Yang Ku, Yang Mo dan Yang Kao Hiat di lengan si gadis. Lu Leng memang sudah berhasil menguasai Kim Kong Sin Ci, musuh dalam jarak beberapa depa akan terjangkau ilmunya.

Walau lweekang Han Giok Shia seimbang dengan Lu Leng, namun jarak mereka begitu dekat, tiada kesempatan bagi gadis itu untuk berkelit. Perlu diketahui, hanya ada dua macam ilmu yang dapat menandingi Thai Im Ciang, yaitu ilmu Pan Yok Sin Ciang dan Kim Kong Sin Ci. Begitu pula sebaliknya, hanya Thai Im Ciang yang dapat menandingi kedua ilmu tersebut.

Mendadak Han Giok Shia merasa lengannya berkesemutan, kemudian lemas dan terkulai tak berdaya. Sifat keras hati gadis itu tetap tidak berubah. Ketika merasa lengannya berkesemutan, bukannya mundur malah maju melancarkan serangan. Kali ini dia mengeluarkan jurus Giok Thou Yang Yok (Kelinci Giok Menyebarkan Obat). Thai Im Ciang berjumlah sembilan jurus, kesemuanya harus menggunakan tangan kiri.

Karena jarak mereka begitu dekat, ketika Han Giok Shia menyerang sudah terasa serangkum tenaga lunak mengarah bahu Lu Leng. Walau Lu Leng sudah bersiap dari tadi, badannya tetap terdorong mundur satu langkah diterjang oleh angin pukulan itu. Namun saat itu pula Lu Leng cepat mengeluarkan jurus ketiga untuk balas menyerang, yakni dengan menggunakan Cap Bin Li Cing (Menggali Sepuluh Arah). Angin telunjuk bagaikan kilat, berhasil menotok jalan darah Im Ku Hiat di kaki Han Giok Shia.

Sesungguhnya kepandaian mereka seimbang, hanya saja bertarung di atas balok batu yang cukup tinggi itu, maka amat merugikan Han Giok Shia. Setelah jalan darah Im Ku Hiat tertotok, seketika Han Giok Shia merasa kakinya lemas dan semutan, sehingga membuatnya tidak kuat berdiri. Kalau di tanah datar, dia masih bisa meloncat mundur dengan sebelah kakinya. Akan tetapi di atas balok batu, dia cuma bisa mundur satu dua langkah. Namun mendadak gadis itu terpeleset.

Di saat Han Giok Shia mundur, Lu Leng mundur satu dua langkah. Ketika melihat gadis itu terpeleset, seketika hati Lu Leng tergerak. Padahal kalau Han Giok Shia terpeleset jatuh, pasti mati terlempar ke laut. Namun entah apa sebabnya, dia justru tidak mempedulikan apa pun, langsung melesat ke arah Han Giok Shia. Dengan cepat dijulurkan tangannya menarik gadis itu.

Sebenarnya badan gadis itu sudah miring hampir jatuh, tapi Lu Leng menariknya dengan maksud agar gadis itu tidak terjatuh ke laut. Namun Han Giok Shia mengira Lu Leng ingin mencelakainya, maka tanpa pikir lagi langsung mengayunkan tangannya, menyerang pemuda itu dengan jurus Pit Hai Cing Thian (Laut Membiru Langit Cerah). Setelah melancarkan pukulan barulah Han Giok Shia tahu Lu Leng menarik dirinya agar tidak terjatuh. Betapa terkejutnya gadis itu, sebab telah melancarkan pukulan sekuat tenaga yang tidak mungkin ditarik kembali.

Terdengar suara jeritan keras Lu Leng. Tangannya yang menarik diri Han Giok Shia jadi renggang dan badannya terjatuh ke bawah, sedangkan Han Giok Shia yang ditarik justru sudah berdiri di atas balok batu. Seketika dia amat menyesal atas tindakannya. Cepat dia memandang ke bawah, tapi Lu Leng sudah tak tampak lagi. Hatinya sempat heran, bagaimana Lu Leng begitu cepat tenggelam?

Han Giok Shia menghela nafas panjang, seketika itu rasa benci dan dendamnya pun sirna. Namun saat kegelisahan dan rasa sesal itu melanda hatinya, tiba-tiba terlihat ada sepasang tangan sedang merambat-rambat pada balok batu. Melihat itu Han Giok Shia girang bukan main. Gadis itu langsung melongok ke bawah, tampak badan Lu Leng bergantung di bawah balok batu.

Ternyata ketika tubuhnya terkena pukulan, Lu Leng cepat-cepat menghimpun hawa murni dan sebelah tangannya menggapai pinggiran balok batu. Dia berhasil menyambar balok sehingga tidak sampai jatuh ke laut. Dia menyesal, kenapa tadi harus menyelamatkan Han-Giok Shia. Gadis itu begitu kejam dan tak berperasaan.

Semula Lu Leng merasa khawatir kalau gadis itu akan menyerangnya, ternyata tidak. Bahkan saat mendengar seruan Han Giok Shia yang menunjukkan wajah penyesalan, barulah dia tahu kalau gadis itu tadi telah salah paham. Setelah tahu itu, Lu Leng memaafkannya. Kebetulan Han Giok Shia melongok ke bawah, empat mata beradu pandang, entah apa rasanya dalam hati masing-masing.

Sesaat kemudian, barulah Han Giok Shia membuka mulut. "Bocah busuk, kenapa kau menyelamatkanku?"

"Gadis busuk, kenapa tak kau injak tanganku agar aku jatuh?"

Kalau Han Giok Shia mau, tentu tidak sulit menjatuhkan Lu Leng ke laut, tetapi mendadak pinggiran kelopak matanya tampak memerah. "Berdasarkan apa aku harus injak tanganmu agar jatuh ke laut? Tadi... aku kira kau sudah terjatuh ke laut, hatiku... berduka sekali!"

"Gadis busuk, betulkah itu?" tukas Lu Leng dengan tersenyum sinis.

Han Giok Shia melotot. "Bocah busuk! Kau... kau masih memanggilku begitu? Cepat naik, jangan terus bergantung di situ, nanti masuk angin!"

"Kau tidak menyingkir bagaimana mungkin aku naik ke atas?"

Dalam percakapan mereka berdua tetap tidak saling mengalah, namun sudah tiada nada permusuhan lagi. Maka mereka saling memandang lekat, bahkan desah nafas masing-masing pun terdengar jelas. Ada satu perasaan yang tak mampu mereka ungkapkan kecuali hanya dengan tatapan mata.

Setelah mendengar Lu Leng berkata begitu, tak tertahan Han Giok Shia tertawa. Bukan main manisnya! Hal itu membuat Lu Leng terbelalak, sedangkan Han Giok Shia segera menyingkir. Menggunakan tenaga jari Lu Leng menekan pinggiran balok batu, lalu badannya pun melayang ke atas dan mendarat di atas balok. Lu Leng memandang Han Giok Shia sambil tertawa. Wajah gadis itu langsung memerah dan secepatnya berpaling ke tempat lain! Saat itu pula dalam hati mereka tumbuh perasaan kasmaran. Meski pun mereka sebelumnya merupakan musuh besar yang saling membenci dan mendendam, kini tanpa diduga mengalami perubahan, masing-masing diserang asmara yang sulit untuk dibendung datangnya.

Walau sekarang sudah jadi sahabat, namun mereka tidak melupakan kekasih masing-masing. Han Giok Shia merindukan Tam Ek Hui, sedangkan Lu Leng merindukan Tam Goat Hua. Oleh karena itu mereka berdua bertekad tidak berani menimbulkan cinta lain, agar tidak terjadi badai dalam lautan cinta.

"Nona Han, kita masih mau bertanding?"

Han Giok Shia menyahut sambil menundukkan kepala, "Kepandaianmu lebih tinggi, tidak perlu bertanding lagi."

Begitu mendengar ucapan itu, terharulah hati Lu Leng. Bagaimana adat dan sifat gadis itu, Lu Leng tahu jelas. Sulit bagi gadis itu tunduk di hadapan orang lain, kini dia justru mengaku seperti itu. Seketika Lu Leng merasa, pertarungan yang sudah-sudah itu sama sekali tidak berarti.

Dulu Han Giok Shia mengira ayahnya mati di tangan Lu Sin Kong, sedangkan Lu Leng menganggap Hwe Hong Sian Kouw, guru Han Giok Shia yang membinasakan ibunya. Itulah sebabnya mereka saling bermusuhan. Walau dalam hati Lu Leng tahu, sebelum mati ibunya sudah terkena racun dari si Nabi Setan-Seng Ling, namun dia tetap menganggap Hwe Hong Sian Kouw sebagai pembunuh ibunya.

Lama sekali barulah Lu Leng membuka mulut. "Nona Han, jangan berkata begitu. Sesungguhnya aku tidak bisa dibandingkan denganmu!"

Han Giok Shia menatapnya, kemudian tersenyum. "Kalau dari tempo hari kau sudi mengucapkan demikian, bagaimana mungkin nyawamu nyaris melayang?"

Lu Leng berpikir sejenak, akhirnya dia merasa geli, "Kini kuucapkan, rasanya belum terlambat!"

Han Giok Shia menghela nafas panjang, "Kalau tidak diucapkan sekarang, pasti akan terlambat!"

Kini Lu Leng sudah tahu, Han Giok Shia sama sekali tidak memusuhinya. "Nona Han, mari kita turun. Oh ya, bagaimana kalau ke Hek Ciok Sian Hu melihat-lihat?"

"Kenapa kau tidak mau ke Pian Liong Ciok Hu duduk-duduk?"

Mendengar itu, hati Lu Leng tergerak. "Nona Han, ternyata kepandaianmu itu diperoleh dari salah satu Thian Ho Si Lo, Pian Liong Sian Po, bukan?"

Han Giok Shia manggut-manggut. “Tidak salah! Aku memperoleh ilmu Thai Im Ciang peninggalan Pian Liong Sian Po dan Cit Sek Ling Che."

Dari semula Lu Leng sudah mencurigai lweekang Han Giok Shia, ternyata dia makan Cit Sek Ling Che (semacam buah langka yang ajaib), pantas lweekang-nya bertambah tinggi.

"Bagaimana kau?" tanya Han Giok Shia.

"Kepandaianku adalah peninggalan dari Thian Sun Sianjin."

Han Giok Shia manggut-manggut. "Oooh! Kalau begitu beliau berdua sudah pernah kemari."

Lu Leng mengangguk. "Tidak salah, mereka berdua memang pernah kemari. Lihatlah bekas-bekas tapak kaki di balok batu ini, pasti mereka tidak cuma bertarung satu kali."

Han Giok Shia tampak seperti tersadar akan suatu hal. "Aku tahu, mereka berdua yang satu berhasil melatih ilmu Kim Kong Sin Ci, yang satu lagi berhasil melatih ilmu Thai Im Ciang. Namun mereka mati bersama!"

Lu Leng manggut-manggut, kemudian memandang ke bawah. Kedua tokoh tua itu telah berhasil melatih ilmu Kim Kong Sin Ci dan ilmu Thai Im Ciang, namun tidak mau saling mengalah, akhirnya justru mati bersama. Teringat akan kejadian tadi, bukankah mereka berdua juga nyaris mati bersama, seketika hati Lu Leng terasa dingin sekali.

"Masih belum mau pergi?"

Lu Leng tertawa. "Aku sedang berpikir tentang kedua cianpwee itu. Kenapa tidak terbuka pikiran mereka?"

Han Giok Shia langsung melotot. "Masih membicarakan orang. Dua tahun lalu jelas kau bukan lawanku, kenapa masih mati-matian melawanku?"

Bahu Lu Leng terangkat sedikit sambil tersenyum, mereka berdua lalu turun dari balok batu itu. Lu Leng terus mengikuti Han Giok Shia. Tak seberapa lama kemudian mereka sudah sampai di depan sebuah goa. Han Giok Shia mengajaknya masuk ke dalam. Di depan sebuah ruang batu terdapat tulisan yang diukir ‘Pian Liong Ciok Hu’.

Setelah berada di dalam ruang batu itu, Han Giok Shia menceritakan tentang apa yang dialaminya. Ternyata ketika perahu besar itu menabrak batu karang, Han Giok Shia juga terhempas ke batu karang yang lain dalam keadaan pingsan. Setelah siuman gadis itu menganggap Lu Leng mati di dasar laut. Hari itu dia menemukan goa Pian Liong Ciok Hu, sekaligus peninggalan-peninggalan Pian Liong Sian Po seperti Cit Sek Ling Che yang telah dimakannya, dan sebuah kitab kecil berisi ilmu Thai Im Ciang.

Sejak hari itu dia mulai mempelajarinya. Dua tahun kemudian berhasil menguasai ilmu yang ada di dalam kitab kecil itu. Di dalam ruang batu juga terdapat pakaian Pian Liong Sian Po. Karena tiada pakaian lain, maka dipakainya pakaian itu. Dia tidak menduga sama sekali, kalau di batu karang yang lain terdapat orang lain. Ketika Lu Leng mengeluarkan suara siulan, dia keluar sehingga berjumpa pemuda itu.

Seusai Han Giok Shia giliran Lu Leng bercerita juga tentang apa yang dialaminya. Ketika mendengar masih ada pusaka ketiga, sepasang bola mata Han Giok Shia berputar-putar, "Saudara Lu, pusaka yang satu itu mungkin berada pada Thian Sun Sianjin, sedangkan Thian Sun Sianjin dan Pian Liong Sian Po sama-sama terjatuh ke dalam laut di bawah balok batu itu. Bagaimana kita coba mencari di sana?"

Lu Leng manggut-manggut. "Baik!"

Mereka berdua lalu menuju ke sana. Sampai di pinggir laut, wajah Lu Leng langsung memerah.

"Nona Han, aku cuma memiliki pakaian rumput ini, kalau basah tiada pakaian lagi untuk ganti."

Han Giok Shia menyahut sambil tersenyum. "Jangan khawatir. Di dalam Pian Liong Ciok Hu masih terdapat pakaian lain, kau bisa memakainya."

Mereka segera turun ke laut dan sama-sama menyelam. Dalamnya kira-kira sepuluh kaki. Di dasarnya memang terdapat dua buah tengkorak, entah sudah berapa lama kedua sosok tengkorak itu berada di dasar laut. Kedua tengkorak itu tentu Thian Sun Sianjin dan Pian Liong Sian Po. Dugaan mereka berdua memang tidak meleset, Thian Sun Sianjin dan Pian Liong Sian Po mati bersama. Mereka terjatuh ke bawah pasti dalam keadaan terluka parah. Kalau tidak, tak mungkin Thian Sun Sianjin dan Pian Liong Sian Po akan tenggelam! Sebelum mati mereka saling menggenggam tangan, pertanda mereka menyesal sekali.

Lu Leng dan Han Giok Shia menyaksikan kedua sosok tengkorak yang bergandengan, maka keduanya teringat akan kejadian mereka. Tanpa sadar mereka pun saling menggenggam tangan erat-erat sambil meluncur ke atas.

Sampai di permukaan, Lu Leng berkata sungguh-sungguh, "Nona Han, kedua cianpwee itu tampak begitu tenang di dasar laut. Aku rela tidak mau mencari pusaka yang ketiga itu lagi. Mereka berdua sudah mati sekian lama, sedangkan kita tidak pernah bertemu mereka. Kini kita termasuk murid mereka pula, maka tidak boleh membalik tengkorak mereka."

Han Giok Shia manggut-manggut dan cepat-cepat melepaskan tangannya. Wajahnya tampak kemerah-merahan. Lu Leng melihat hal itu, tapi dia justru memalingkan wajah ke arah lain. Tanpa sengaja pandangannya mengarah ke kapal besar yang sudah karam, kapal yang membawa mereka berdua ke tempat ini.

"Nona Han, kita sudah turun ke laut, kenapa tidak sekalian mencari Liat Hwe Soh Sim Lun, Pecut Emas dan golok pendek itu?"

Han Giok Shia tersenyum. "Baik!"

Mereka lalu menuju ke perahu yang sudah karam. Keduanya menyelam lagi mencari ketiga macam senjata itu. Tak seberapa lama mereka sudah muncul di permukaan laut, ternyata mereka berhasil menemukan senjata-senjata tersebut. Lu Leng dan Han Giok Shia segera kembali ke Pian Liong Ciok Hu. Mereka berdua langsung menyalin pakaian
peninggalan Pian Liong Sian Po. Setelah mengenakan pakaian berkembang-kembang, Lu Leng tampak aneh.

Mereka bercakap-cakap, tak terasa hari pun sudah mulai gelap. Mereka segera memanggang ikan yang ditangkap tadi di laut, kemudian makan bersama. Sebenarnya mereka masih kelihatan enggan berpisah, maka terus mengobrol di bawah sinar bulan. Malam itu Lu Leng merasa Han Giok Shia memang bersifat keras, namun amat lembut pula. Berhadapan dengan gadis itu justru membuat kesannya terhadap Tam Goat Hua jadi semakin tawar, akan tetapi dia tetap mengendalikan perasaannya itu.

Keesokan harinya mereka berlatih sejenak, lalu pergi ke pinggiran laut tempat perahu besar itu karam di situ. Ternyata mereka mengambil balok kayu, papan dan lain sebagainya. Setelah hampir satu bulan sibuk akhirnya berhasil juga membuat sebuah rakit besar. Mereka pun menyiapkan makanan kering dan air minum, semua itu cukup untuk satu bulan. Rakit yang besar itu dipasangi sebuah layar, agar bisa berlayar lebih cepat. Lu Leng dan Han Giok Shia yakin, dalam waktu sebulan pasti dapat melihat daratan.

Pagi itu mereka berdua meninggalkan pulau Hek Ciok To. Rakit besar dengan layar sederhana mulai meluncur terhembus angin. Sebelum berlayar mereka berdua belajar berenang, maka ketika berada di tengah-tengah laut sudah tidak begitu takut lagi. Kira-kira delapan hari kemudian, mereka sudah melihat daratan. Dapat dibayangkan betapa gembiranya mereka berdua, langsung bersorak-sorakan. Setelah tengah hari, rakit sudah semakin mendekati daratan itu, tampak gunung menghijau.

Malam harinya, rakit besar itu menyentuh pantai. Lu Leng dan Han Giok Shia segera naik ke darat. Mereka terus berjalan sampai di kaki gunung, tak jauh dari pantai. Ketika tengah malam mereka menemukan sebuah kuil. Mereka mendekati kuil itu. Suasana sepi sekali, namun ada sedikit cahaya menyorot ke luar. Di atas pintu kuil tergantung sebuah papan bertulisan ‘Kuil Goan Long Ku Sie’.

Lu Leng maju selangkah, lalu menjulurkan tangannya mengetuk pintu kuil. Tak lama pintu kuil terbuka, tampak seorang padri menjulurkan kepalanya melihat ke luar. Ketika melihat mereka berdua, padri itu tampak tercengang.

"Padri, kami berdua terapung di laut, malam ini baru mendarat. Bolehkah kami bermalam di sini?" Lu Leng berkata sambil memberi hormat.

Padri itu memandang Han Giok Shia, "Orang yang menyucikan diri harus selalu berbuat kebaikan, tapi gadis ini...."

Lu Leng tahu padri itu merasa enggan menerima kaum wanita bermalam di kuilnya. Dia ingin berkata memohon kepada padri itu lagi, tetapi Han Giok Shia mendahuluinya.

“Tidak memperbolehkan, ya sudah! Aku mau tanya, tempat apa ini?"

"lni lembah Cing Cing Kok di gunung Mou San."

Kedua muda-mudi itu merasa gembira karena tempat ini bukanlah hutan belantara, melainkan gunung Mou San di daerah Shantung. Han Giok Shia segera menarik Lu Leng pergi meninggalkan kuil.

"Kita bermalam di alam terbuka saja. Takut apa sih? Kenapa kita harus merengek-rengek pada kepala gundul ini?"

Lu Leng tersenyum. Dia tahu benar adat gadis itu. "Tapi apakah kau bisa tidur nyenyak malam ini?"

Han Giok Shia juga tersenyum. "Kau tahu saja apa yang kupikirkan. Bagaimana kalau kita melakukan perjalanan malam?"

Lu Leng mengangguk. "Baik!"

Mereka berdua melakukan perjalanan malam sambil bergandengan tangan menuju ke arah timur. Ketika hari mulai terang, mereka sudah sampai di sebuah jalan besar. Mereka berdua walau tidak pernah datang di gunung Mou San, namun tahu tentang gunung tersebut.

Puluhan tahun lampau, terdapat perguruan Mou San Pai yang memiliki ilmu silat amat tinggi. Setelah ketua Mou San Pai meninggal, para saudara seperguruan pun saling berebut kedudukan ketua. Hal itu dimanfaatkan oleh musuh-musuhnya. Semua murid perguruan Mou San Pai terbunuh habis. Tentang kejadian itu, kaum rimba persilatan tahu semua. Lu Leng dan Han Giok Shia juga pernah mendengar itu.

Maka mereka berdua pun tahu, di mana letak gunung Mou San, dan arah mana yang harus diambil. Kalau mengikuti jalan besar itu, menempuh jalan kurang lebih sembilan ratus mil akan tiba di kota Cih Lam Hu, itu harus membutuhkan waktu kurang lebih enam hari. Akan tetapi ketika tiba di jalan besar itu mereka malah berhenti, tidak melanjutkan perjalanan lagi.

Ketika masih berada di pulau Hek Ciok To, mereka hanya mempunyai satu tujuan, yakni kembali ke daratan. Kini mereka sudah tiba di daratan, justru tidak tahu harus ke mana? Mereka berdua mempunyai tempat tinggal masing-masing, yang satu di Lam Cong, sedangkan yang satu lagi di Su Cou. Akan tetapi kedua orang-tua Lu Leng telah meninggal, begitu juga ayah dan adik Han Giok Shia. Walau mereka berdua mempunyai tempat tinggal, namun sama juga tidak mempunyai rumah.

Mereka berdua tertegun, lama sekali barulah Han Giok Shia membuka mulut. "Saudara Lu, kau mau ke mana?"

"Dalam hatiku belum ada keputusan. Nona Han, kalau dalam waktu dua tahun ini si Iblis Harpa terus membuat petaka dalam rimba persilatan, maka kaum rimba persilatan Tionggoan hanya tinggal sedikit. Kini kita sudah kembali, dan kalau ingin mencari kenalan mungkin tidak begitu gampang."

Han Giok Shia tertegun, kemudian sahutnya perlahan. "Siapa tahu dua tahun ini kaum rimba persilatan berhasil membasmi si Iblis Harpa itu? Terus terang, aku pun belum mengambil keputusan mau ke mana. Namun... aku harus pergi ke rumah yang musnah terbakar itu. Sesungguhnya aku bersama seseorang menuju ke Istana Setan, namun di tengah jalan aku... berangkat duluan, sehingga kami berpisah di sana. Kini sudah dua tahun, tentunya dia sudah tidak berada di tempat itu. Tapi biar bagaimana pun aku harus kau ke sana dulu."

Lu Leng juga ingat, dia berpisah dengan Tam Goat Hua dan Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek juga di sekitar tempat itu. Maka ketika mendengar Han Giok Shia mengatakan begitu, dia pun segera berkata. "Baik, aku ikut ke sana."

Mereka berdua dari musuh menjadi sahabat, cinta kasih mereka pun berkembang dengan cepat sekali. Walau mereka berdua terus mengendalikan diri, sama sekali tidak mau mencurahkan isi hati masing-masing, tapi kalau berpisah mereka merasa berat sekali. Karena itu, ketika Han Giok Shia mendengar Lu Leng mau ikut, dalam hati girang sekali.

"Itu sungguh baik sekali!"

Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan. Sampai di sebuah kota kecil, Han Giok Shia menjual sebuah tusuk konde emas, kemudian membeli pakaian dan makan sekenyang-kenyangnya. Setelah berganti pakaian, Lu Leng tampak tampan sekali. Begitu pula Han Giok Shia, gadis itu bertambah cantik jelita.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan lagi. Di tengah jalan kedua remaja itu berjumpa beberapa orang piausu. Mereka bertanya tentang keadaan rimba persilatan. Beberapa orang piausu itu memberitahukan, setelah terjadi petaka di gunung Bu Yi San kemudian terjadi lagi pertarungan sengit di depan Istana Setan, dan pertarungan itu berakhir begitu saja. Justru tiada seorang pun menyinggung tentang kegiatan si Iblis Harpa. Tentunya membuat Lu Leng dan Han Giok Shia tercengang. Mereka berdua cuma saling memandang, lalu melanjutkan perjalanan lagi.

Beberapa hari kemudian mereka berdua sudah tiba di kota Cih Lam. Ketika memasuki pintu kota tersebut, mereka berdua merasa diikuti orang dari belakang. Lu Leng dan Han Giok Shia segera menoleh ke belakang, ternyata benar ada tiga lelaki mengikuti mereka dari belakang. Berkali-kali Lu Leng dan Han Giok Shia menoleh ke belakang, dan setiap kali mereka menoleh, ketiga laki-laki itu selalu pura-pura sedang menikmati pemandangan atau saling bercakap-cakap, sedangkan rupa ketiga laki-laki itu sungguh aneh sekali.

Yang di tengah berbadan jangkung namun hanya mempunyai sebuah kaki, berjalan pun dibantu dengan sebuah tongkat penyanggah. Yang di kiri hanya mempunyai sebelah lengan, sedangkan yang di kanan memegang sebuah tongkat bambu, kelihatannya seperti seorang buta. Ketiga orang itu tidak hanya cacat, bahkan muka mereka pun penuh bintik-bintik hitam sehingga amat tak sedap dipandang, dan pakaian mereka pun tidak karuan.

Sebetulnya Han Giok Shia sudah tidak sabaran. Berkali-kali dia ingin bertindak, namun dicegah oleh Lu Leng.

"Nona Han, ketiga orang itu memang mengikuti kita, siapa tahu masih ada jago tangguh di belakang mereka? Kita tidak boleh mengejutkan ketiga orang itu!"

Han Giok Shia tertawa dingin. "Sungguh bernyali mereka berani mengikuti kita!"

Mereka berdua memelototi ketiga orang itu, lalu melanjutkan perjalanan. Begitu mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara tongkat bambu berbunyi di belakang mereka.

"Tak... Tak... Tak..."

Han Giok Shia betul-betul sudah tidak sabaran. "Kita pancing mereka ke tempat sepi, barulah kita tanya."

Lu Leng memang tidak habis pikir, tidak tahu ketiga orang itu berasal dari golongan mana. Dia berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut karena masuk akal apa yang dikatakan Han Giok Shia. Mereka berdua berputar ke arah barat, tak lama sudah keluar dari pintu kota sebelah barat.

Cih Lam merupakan kota yang paling besar di wilayah Shantung, maka keadaan di luar kota itu pun ramai sekali. Lu Leng dan Han Giok Shia terus berjalan, kira-kira empat puluh mil kemudian sampailah di sebuah taman yang amat besar. Taman itu indah sekali, terdapat berbagai macam bunga dan puluhan pohon siong pek yang besar-besar, namun keadaannya tampak sunyi sepi.

Lu Leng dan Han Giok Shia masuk ke dalam, lalu duduk di sebuah batu sambil memandang ke luar. Ketiga orang itu juga ikut masuk ke taman, lalu berdiri di dekat sebuah pohon siong pek sambil memandang ke arah Lu Leng dan Han Giok Shia. Mereka bertiga berbisik-bisik seakan sedang merundingkan sesuatu.

Han Giok Shia memang sudah ingin turun tangan dari tadi, hanya saja terus dicegah oleh Lu Leng. Kini tangannya merogoh ke dalam baju, ternyata dia mengambil beberapa batang jarum. Ketika melihatnya menggenggam jarum, Lu Leng segera tahu bahwa gadis itu mau turun tangan. Han Giok Shia mengeluarkan suara dengusan, kemudian mengayunkan tangannya, dan seketika tampak cahaya putih meluncur ke arah orang-orang itu!

Begitu melihat cahaya putih menyambar, ketiga orang itu segera melesat pergi, dan dalam sekejap sudah tidak kelihatan lagi. Beberapa batang jarum itu menembus pohon siong pek. Dapat dibayangkan betapa lihaynya Thai Im Ciang Han Giok Shia. Setelah ketiga orang itu tidak kelihatan, Han Giok Shia bangkit berdiri seraya berseru.

"Kalian sudah mengikuti kami sampai di sini, kenapa malah pergi?!"

Sampai beberapa kali gadis itu berseru, namun di luar taman tetap tiada sahutan. Lu Leng bertambah heran dan tidak habis pikir, sebetulnya apa maunya ketiga orang itu? Seandainya ketiga orang itu berniat jahat, kenapa masih belum turun tangan? Itu sungguh aneh sekali! Di saat Lu Leng sedang berpikir, tampak Han Giok Shia mengeluarkan Pecut Emasnya, kelihatannya ingin mengejar mereka.

Lu Leng segera mencegahnya, "Nona Han, jangan terburu-buru mengejar mereka, lihat saja bagaimana gerak-gerik mereka selanjutnya!"

Han Giok Shia yang berhati keras dan tidak sabaran itu justru mau mendengar perkataan Lu Leng, itu sungguh luar biasa! Akan tetapi kali ini dia sudah tidak bisa menurut lagi. Badannya langsung bergerak melesat pergi. Namun di saat itu pula mendadak terdengar pekikan aneh di luar taman, lalu tampak segulung bayangan hitam yang amat besar menerjang ke dalam, ke arah Han Giok Shia.

Segulung bayangan hitam itu bagaikan awan hitam, muncul mendadak lalu menutupi sekujur badan gadis tersebut. Han Giok Shia yang baru melesat ke luar terkejut bukan main, karena tidak bisa melihat jelas sebetulnya apa gulungan bayangan hitam itu. Dia langsung menggerakkan Pecut Emasnya dan mengeluarkan jurus Jit Goat Seng Hui (Matahari Dan Bulan Memancarkan Cahaya).

Akan tetapi di saat sekejap itu Lu Leng telah melihat jelas, yang menerjang ke dalam itu seseorang berbadan gemuk sekali. Ketika Han Giok Shia menyerang dengan Pecut Emas, tampak orang gemuk itu pun mengayunkan toya besi yang panjangnya satu depa lebih, kemudian dengan suara menderu-deru toya besi itu mengarah Han Giok Shia.

Mereka berdua sama-sama berada di udara dan sedang saling menyerang. Pecut Emas Han Giok Shia meliuk-liuk bagaikan seekor naga hitam, sedangkan toya besi itu bagaikan gelombang menerjang gadis itu. Bukan main terkejutnya Han Giok Shia, sebab tahu Pecut Emas di tangannya tak dapat menahan serangan toya itu. Dalam keadaan terjepit, mendadak dia mengayunkan tangannya dengan jurus Giok Tou Yang Yok (Kelinci Giok Menyebarkan Obat) untuk menangkis. Jurus tersebut amat aneh, dahsyat dan lihay, yaitu salah satu jurus ilmu Thai Im Ciang, khususnya menggunakan tangan kiri.

Angin pukulan baru ke luar, terdengar orang gemuk itu memekik aneh sambil mencelat ke belakang. Han Giok Shia pun merasa tenaga toya besi itu amat kuat sekali, sebab dapat menekan serangan Pecut Emasnya. Di saat orang gemuk itu baru berdiri, terdengar pula suara desiran.

"Ser! Ser! Ser!" tampak tiga orang berkelebat ke dalam.

Ketiga orang itu adalah orang-orang yang mengikuti Han Giok Shia dan Lu Leng. Mata mereka menyorot tajam ke arah Lu Leng, sedangkan Lu Leng sudah maju ke depan mendekati Han Giok Shia. Kemudian mereka berdua memandang orang gemuk itu. Begitu memandang Han Giok Shia dan Lu Leng pun tertegun! Ternyata orang gemuk itu seorang wanita. Dia mengenakan pakaian hitam, badannya tinggi gemuk, bibirnya tebal dan hidung pesek. Sungguh buruk mukanya!

Padahal Han Giok Shia sudah gusar sekali, namun ketika melihat wanita tinggi gemuk itu dia malah tertegun kemudian tertawa. Wanita gemuk itu tahu Han Giok Shia mentertawakan keburukan rupanya, maka mukanya yang penuh daging bergerak-gerak, setelah itu dia membentak sengit.

"Di mana guru kalian? Cepat beritahukan!"

Begitu mendengar pertanyaan wanita gemuk itu, Lu Leng dan Han Giok Shia tercengang. Mereka berdua pun tidak tahu yang ditanyakannya itu siapa. Apakah Giok Bin Sin Kun-Tong Hong Pek, Hwe Hong Sian Kouw ataukah Thian Sun Sianjin dan Pian Liong Sian Po?

Di saat mereka berdua tertegun, wanita gemuk itu membentak lagi, "Di mana guru kalian sekarang? Cepat beritahukan!"

Lelaki jangkung yang berdiri di samping wanita gemuk segera berkata, "Kakak, kita tangkap saja mereka, barulah kita tanya. Itu lebih baik, bukan?"

Wanita gemuk langsung berpaling, lalu meludah. "Phui! Kau tahu apa? Kalau bukannya kalian tidak mendengar perkataanku, bagaimana mungkin hari ini kita jadi begini? Cepat tutup mulutmu!"

Si jangkung langsung diam dengan kepala tertunduk, kelihatannya amat takut kepada wanita gemuk itu. Menyaksikan sikap mereka, sepertinya punya dendam dengan salah seorang guru Lu Leng atau Han Giok Shia. Sedangkan ketiga orang yang mengikuti mereka berdua tidak berani turun tangan, ternyata menunggu munculnya wanita gemuk itu. Mereka kelihatan mengenali dan tahu asal-usul Lu Leng serta Han Giok Shia. Mungkin karena melihat Pecut Emas dan Liat Hwe Soh Sim Lun, sebab kedua macam senjata itu memang sudah amat terkenal dalam rimba persilatan. Siapa yang melihat kedua macam senjata tersebut, pasti tahu pemiliknya.

Oleh karena itu, Lu Leng berkata dengan suara dalam, "Siapa yang kau tanyakan? Hwe Hong Sian Kouw atau Han Tayhiap? Tapi mereka berdua sudah meninggal."

Wanita gemuk tampak tertegun. "Apa itu Hwe Hong Sian Kouw dan Han Tay-hiap?"

Betapa gusarnya Han Giok Shia, karena nada suara wanita gemuk itu agak menghina ayahnya. "Coba katakan sekali lagi!"

Sedangkan Lu Leng terperangah, namun tahu adanya suatu kesalah pahaman. Maka dia segera memberi isyarat kepada Han Giok Shia, kemudian bertanya kepada wanita gemuk, "Kalau begitu, siapa yang kau tanyakan?"

Wanita gemuk itu berkertak gigi sehingga wajahnya yang buruk itu berubah bengis sekali. "Yang kutanyakan adalah orang yang mencelakai sesama kaum rimba persilatan, yakni penjahat besar Liok Ci!" sahutnya dengan suara melengking-lengking.

Ketika wanita gemuk mengatakan itu, wajahnya tersirat penuh dendam, begitu pula ketiga orang itu.

Lu Leng tertegun dan membatin, "Liok Ci? Apakah yang dimaksudkannya itu Liok Ci Siansing yang di gunung Bu Yi San?” Maka jalan pikirannya langsung diutarakan lewat kata-kata, "Apakah yang kau maksudkan itu Liok Ci Siansing yang di puncak Sian Jin Hong? Dia sudah meninggal."

Wanita gemuk langsung meludah. "Phui! Apa itu Liok Ci Siansing? Kalian berdua masih berpura-pura? Coba rasakan toyaku ini!"

Wanita gemuk langsung mengayunkan toya besinya, menyerang Lu Leng dan Han Giok Shia dengan jurus Cian Kun Ban Bee (Ribuan Prajurit Laksana Kuda). Lu Leng dan Han Giok Shia amat gusar, mereka berdua segera mencelat ke belakang. Kemudian Han Giok Shia melancarkan sebuah pukulan jurus Sio Ngo Peng Goat (Sio Ngo Mengejar Bulan), sedangkan jari telunjuk Lu Leng menyentil ke depan.

Mereka berdua mengeluarkan ilmu andalan yang dipelajarinya selama dua tahun lebih, yang satu lunak dan yang satu lagi keras, mengarah wanita gemuk. Pukulan mereka menimbulkan angin menderu-deru, sehingga batu-batu kerikil dan pasir-pasir yang ada di sekitarnya beterbangan.

Kelihatannya wanita gemuk itu pun tahu akan kelihaian serangan-serangan yang dilancarkan mereka berdua. Dia segera memutar toya besinya untuk melindungi diri. Akan tetapi badan gemuk itu tetap bergoyang-goyang, dan akhirnya terhuyung-huyung ke belakang tujuh delapan langkah. Perlu diketahui ilmu pukulan Thai Im Ciang mengandung tenaga ‘lm’, sedangkan Kim Kong Sin Ci mengandung tenaga ‘Yang’. Kedua macam tenaga itu memang berlawanan namun juga bisa menyatu, maka wanita gemuk itu tidak dapat menahan kedua macam tenaga tersebut.

Setelah berdiri tegak, wanita gemuk segera memandang ketiga orang itu seraya bertanya membentak. "Penjahat Liok Ci memperoleh Pat Liong Thian Im, apakah Pat Liong Thian Im itu juga berisi ilmu silat lain?"

Lelaki berkaki satu langsung menyahut, "Tidak! Namun amat lihay!"

Lu Leng dan Han Giok Shia merasa girang karena bisa mendesak wanita gemuk itu dengan ilmu masing-masing. Mereka mau menyerang lagi, namun tiba-tiba mendengar Pat Liong Thian Im. Maka mereka tertegun dan batal menyerang.

Wanita gemuk berkata sengit, "Serangan yang dilancarkan kedua penjahat kecil itu, sudah pasti ilmu silat Pat Liong Thian Im! Kalau tidak, bagaimana mungkin kepandaian mereka begitu tinggi?"

Lelaki berkaki satu berkata terputus-putus. "Kakak! Itu... itu aku justru tidak tahu. Yang kita tahu, dua tahun lalu penjahat Liok Ci menimbulkan petaka dalam rimba persilatan dan banyak jago tangguh mati oleh Pat Liong Thian Im, namun tidak pernah mendengar dia turun tangan."

Ketika mendengar ucapan itu hati Lu Leng dan Han Giok Shia tergerak, kemudian gadis itu menyela. "Hei! Yang kalian sebut Liok Ci itu, apakah si Iblis Harpa?"

Lelaki berkaki satu memandang wanita gemuk, seakan minta persetujuan barulah kemudian akan menyahut. Namun justru wanita gemuk itu yang lebih dulu menyahut. "Apa itu si Iblis Harpa?"

Lelaki berkaki satu memberitahukan, "Kakak, penjahat Liok Ci memunculkan diri dalam rimba persilatan dua tahun lalu, maka kaum rimba persilatan menjulukinya si Iblis Harpa. Walau dia tidak pernah memperlihatkan mukanya, namun justru dia yang meninggalkan bekas telapak tangannya berjari enam di dalam gudang rahasia Lu Cong Piau Tau, sehingga dia dijuluki Liok Ci Khim Mo (Si Iblis Harpa Berjari Enam)!"

Wanita gemuk manggut-manggut. "Oooh! Ternyata begitu!"

Begitu mendengar apa yang dikatakan lelaki berkaki satu itu, seketika juga darah Lu Leng bergejolak. Keningnya berkerut, lalu berkata dengan lantang, "Yang kalian maksudkan penjahat Liok Ci itu justru musuh besarku! Kini dia berada di mana, kalian tahu?"

Wanita gemuk mengangkat toya besinya, kemudian memandang lelaki berkaki satu. Lelaki berkaki satu segera bertanya kepada Lu Leng. "Sebetulnya kau siapa?"

"Aku putra Lu Sin Kong, namaku Lu Leng!"

Lelaki berkaki satu itu tertegun, lalu menatap Lu Leng seraya berkata, “Ternyata kau adalah Lu Leng, si penjahat kecil!"

Lu Leng melotot. "Kenapa kau memakiku?"

Wanita gemuk segera berkata sengit. "Tidak peduli dia siapa! Cepat tanya dia, berada di mana penjahat Liok Ci?!"

"Apa itu penjahat Liok Ci, aku mana tahu dia berada di mana?" sahut Lu Leng.

Lelaki berkaki satu tertawa dingin. "Kalau kau tidak tahu, bagaimana mungkin golok Su Yang To (Golok Cahaya Ungu)-ku berada di pinggangmu?"

Lu Leng tercengang dibuatnya sehingga termangu mangu. "Su Yang To apa?"

Han Giok Shia melihat lelaki berkaki satu itu terus menatap golok pendek yang terselip di pinggang Lu Leng, maka dia segera berkata kepada Lu Leng. "Saudara Lu, golok pendek yang di pinggangmu miliknya!"

Dua tahun lalu, Lu Leng memperoleh golok pendek itu di dalam perahu besar yang terapung di sungai Huang Ho. Setelah Han Giok Shia berkata begitu, kemarahannya terhadap mereka pun agak mereda. "Oh, ya?"

"Memang ya!" sahut lelaki berkaki satu.

"Aku mendapatkan golok pendek ini di dalam sebuah perahu besar. Karena golok ini saat itu kuanggap tak ada pemiliknya, maka kuambil. Tapi sekarang kau mengatakan golok ini milikmu, apakah ada buktinya?"

Lelaki berkaki satu itu tertegun. Sedangkan wanita gemuk langsung membentak. "Perlu bukti apa?"

Lu Leng tertawa. "Bagaimana mungkin golok ini kuserahkan hanya berdasarkan pengakuan tanpa bukti?"

Wanita gemuk itu tampak gusar sekali. Dia segera mengayunkan toya besinya, namun kemudian diturunkan menghantam tanah. "Lo Sam! Cara bagaimana Su Yang To-mu hilang, beritahukan kepadanya!"

Lelaki berkaki satu mengangguk. "Hei! Kura-kura kecil, kalau kau berpengalaman dalam rimba persilatan tentunya tahu bahwa Su Yang To adalah benda peninggalan Su Yang Cinjin, memang selalu berada padaku!"

Dua tahun lalu ketika Lu Leng mengambil golok pendek itu, dalam hati justru ada sedikit kesan. Kini begitu lelaki berkaki satu menyinggung Su Yang Cinjin, seketika juga hati Lu Leng tergerak. "Oh! Ternyata kalian berempat Coan Tiong Liok Chou (Enam Buruk Rupa Dari Coan Tiong)!"

Su Yang Cinjin sebetulnya cianpwee dari Bu Tong Pai, namun tidak cocok dengan para saudara seperguruannya, maka dia meninggalkan Bu Tong dengan membawa golok pusaka Su Yang To. Akhirnya dia tiba di Coan Tiong dan meninggal di situ. Tentunya Su Yang To itu pun berada di Coan Tiong. Akhirnya salah satu Coan Tiong Liok Chou yang memperoleh golok pusaka itu. Tentang itu kaum rimba persilatan sudah mengetahuinya.

Bu Tong Pai juga ke Coan Tiong menemui mereka berenam untuk meminta kembali golok pusaka tersebut. Akan tetapi Coan Tiong Liok Chou masing-masing berkepandaian tinggi, lagi pula pihak Bu Tong Pai tidak tahu seluk-beluk daerah Coan Tiong, sehingga membuat pihak Bu Tong Pai nyaris binasa di sana.

Setelah itu Coan Tiong Liok Chou menghilang tiada jejak. Pihak Bu Tong Pai memasuki lagi daerah Coan Tiong, namun tidak menemukan jejak mereka, maka urusan habis begitu saja. Tentang itu Lu Leng memang sudah mendengar dari orang, jadi tidak mengherankan kalau dia terkesan akan golok pendek tersebut.

Ketika Lu Leng menyebut Coan Tiong Liok Chou, wanita gemuk langsung membentak gusar. "Apa yang disebut Coan Tiong Liok Chou? Apakah kami buruk rupa? Kami adalah Coan Tiong Liok Hiap (Enam Pendekar Dari Coan Tiong)! Salah satu Coan Tiong Liok Hiap... penjahat Liok Ci!"

Padahal tampang mau pun bentuk tubuh wanita gemuk itu amat buruk sekali, namun dia justru tidak mengakuinya, maka membuat Lu Leng tertawa dalam hati. Namun ketika mendengar ucapan terakhir itu, hatinya menjadi tersentak.

"Ternyata Liok Ci Khim Mo adalah salah satu di antara kalian?"

Wanita gemuk melotot. "Ada urusan apa dengan kau?"

Lu Leng tidak menyahut hanya mendengus dingin, "Hmm!"

Lelaki berkaki satu segera berkata, "Dua tahun lalu, kami bertiga berlayar di sungai Huang Ho dengan perahu besar mencarinya untuk berdiskusi...."

Ketika lelaki berkaki satu sampai di situ, mendadak Han Giok Shia bertanya. "Kalian ingin berdiskusi apa dengan Liok Ci Khim Mo?"

Lelaki berkaki satu melotot. "Ada hubungan apa dengan kau?"

Han Giok Shia maju selangkah sekaligus mengayunkan Pecut Emasnya, mengeluarkan jurus Hui Pu Hu Cua (Air Terjun Mengalir). Seketika si Buta dan si Lengan Tunggal yang berdiri di sisi lelaki berkaki satu itu pun ikut bergerak. Gerakan kedua orang itu amat cepat, masing-masing melancarkan pukulan ke arah Han Giok Shia.

Walau gerakan mereka amat cepat, tapi Lu Leng sudah bersiap dari tadi. Dia langsung maju dan mengeluarkan jurus Siang Hong Cak Yun (Sepasang Puncak Menembus Awan), angin jari tangannya menyerang kedua orang itu. Si Buta dan si Lengan Tunggal menganggap jarak Lu Leng dengan mereka agak jauh, tidak mungkin dapat menyerang mereka. Namun betapa dahsyatnya tenaga Kim Kong Sin Ci!

“Ser! Ser!” angin jari tangan Lu Leng telah menghantam dada kedua orang itu, sehingga dada mereka terasa seperti dihantam martil yang beratnya ratusan kati, seketika mereka menjerit dan terhuyung-huyung ke belakang.

Untung Lu Leng hanya menggunakan enam bagian tenaganya. Kalau dia menggunakan tenaga sepenuhnya, nyawa kedua orang itu pasti melayang. Lu Leng berhasil memukul mundur kedua orang itu, sedangkan Pecut Emas Han Giok Shia pun berhasil membuat si Kaki Satu termundur-mundur. Menyaksikan itu, Tan Kui Kui, yakni wanita gemuk itu segera maju mendekati Lu Leng sambil mengayunkan toya besinya.

Akan tetapi, mendadak Lu Leng membentak, "Mau cari penyakit?!"

Namun Tan Kui Kui tetap menyerangnya. Lu Leng mengerutkan kening sambil berkelit ke belakangnya, kemudian balas menyerangnya dengan jurus It Ci Keng Thian (Sekali Tunjuk Mengejutkan Langit). Pada waktu bersamaan, Han Giok Shia pun mengayunkan Pecut Emasnya dengan jurus Pit Hai Cing Thian (Laut Membiru Langit Cerah) menyerang Tan Kui Kui.

Tan Kui Kui diserang dari depan dan belakang, itu sungguh membuatnya gugup dan panik! Dalam keadaan terdesak dan terjepit, Tan Kui Kui terpaksa melepaskan toya besinya sambil mencelat ke samping laksana kilat. Padahal di saat bersamaan, Lu Leng dan Han Giok Shia sudah menarik serangan masing-masing, hal itu agar tidak melukai wanita gemuk itu.

Tan Kui Kui berdiri dua tiga depa dari Lu Leng dan Han Giok Shia. Sepasang matanya menatap toya besinya yang tergeletak di tanah, namun dia tidak berani mengambilnya. Lu Leng tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha! Kalian berempat ingin mencari penjahat Liok Ci, kami pun sedang mencarinya! Kita punya musuh yang sama, seharusnya bersatu, bukan saling bermusuhan! Nah, alangkah baiknya kalian menceritakan tentang Liok Ci Khim Mo itu, mungkin kita bisa berubah menjadi sahabat."

Si Kaki Satu langsung bertanya, "Bagaimana dengan Su Yang To itu?"

Lu Leng menyahut tegas. "Su Yang To merupakan golok pusaka Bu Tong Pai, akan kuantar ke Bu Tong."

Si Kaki Satu tampak gusar sekali. Dia maju selangkah, namun Tan Kui Kui atau wanita gemuk itu segera membentak. "Kau mau mampus, ya? Sudahlah! Kita turuti saja perkataan kedua penjahat kecil itu!"

Lu Leng sudah tahu sifat mereka yang suka mencaci, maka dia tidak tersinggung oleh cacian itu. Pemuda itu tersenyum dan menatap Tan Kui Kui seraya berkata, "Biar aku kembalikan dulu toya besimu."

Lu Leng membungkukkan badannya untuk mengambil toya besi itu. Dia menggunakan kira-kira tujuh bagian tenaganya karena senjata itu amat berat, kurang lebih tiga lima ratus kati. Setelah mengangkat toya besi itu, dia berseru. "Sambut!"

Lu Leng melemparkan senjata itu ke arah Tan Kui Kui. Wanita gemuk itu segera menyambutnya lalu memutar-mutarkannya. Toya besi yang begitu berat, ketika berada di tangan Tan Kui Kui justru tampak ringan sekali. Menyaksikan itu, Lu Leng dan Han Giok Shia kagum akan tenaga alami yang dimiliki wanita gemuk itu. Kelihatannya tidak berada di bawah Yu Lao Pun ketua Tai Ci Bun. Pantas pihak Bu Tong tidak bisa berbuat apa-apa ketika mencari mereka ke Coan Tiong. Lu Leng melihat dia sudah menerima toya besi itu.

"Kalian berempat mau mencari Liok Ci Khim Mo untuk mendiskusikan apa?"

Si Kaki Satu memandang Tan Kui Kui. "Beritahukanlah pada mereka!" kata wanita gemuk itu.

Si Kaki Satu segera memberitahukan. "Dua puluh tahun yang lalu Kakak Tan berada di lembah Huang Yap Kok, daerah Coang Tiong propinsi Shantung untuk berlatih lweekang. Sedangkan kami berlima tetap bergerak di Coan Tiong, dan di sana kami menemukan tiga pusaka rimba persilatan."

"Tiga pusaka apa?" tanya Han Giok Shia.

Si Kaki Satu diam sejenak, kelihatannya dia agak enggan memberitahukan. Lama sekali barulah dia menyahut, "Pusaka pertama adalah Pat Liong Khim, kedua adalah Pat Liong Thian Im yang berhubungan dengan Pat Liong Khim, pusaka ketiga adalah sebuah Busur Api."

Ketika mendengar disebutnya ‘Busur Api’, Lu Leng teringat akan apa yang Tam Goat Hua ceritakan. Seseorang yang dipanggil Budak Setan memiliki Busur Api. Namun Lu Leng tidak terpikirkan, Budak Setan punya hubungan apa dengan Coan Tiong Liok Chou. Karena itu dia tidak mau berpikir lagi, sedangkan si Kaki Satu sudah melanjutkan, "Setelah memperoleh ketiga pusaka itu, kami pun bermaksud pergi ke lembah Huang Yap Kok, untuk memberitahukan kepada Kakak Tan, tapi justru ada dua orang menentang. Sudah memperoleh ketiga pusaka rimba persilatan, kenapa harus menambah satu orang lagi untuk di bagi, kata mereka."

Mendengar penuturan itu, Tan Kui Kui langsung mendengus dingin. Badan si Kaki Satu tergetar sedikit, setelah itu dia baru melanjutkan penuturannya, "Ketika itu... kami... menuruti perkataan mereka, tidak tahunya mereka berdua justru bersekongkol untuk menyerang kami bertiga hingga kami terluka parah, akhirnya terpaksa kembali ke lembah Huang Yap Kok dan kami pun menjadi cacat."

Lu Leng cepat-cepat bertanya, "Bagaimana kemudian?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar