Beng Ciang Hong In Lok Jilid 13

Orang itu bicara sambil tertawa dingin.

Nona Kiong kaget ketika dia mendengar ucapan orang itu, apalagi saat menyebut nama Han Pwee Eng.

"Kiranya puteri Han Tay Hiong itu bernama Han Pwee Eng!" pikir nona Kiong.

Diam-diam nona ini menyingkap kain seprei lalu mengintai ke luar. Kelihatan orang itu sedang mendekati sebuah meja dan mengambil lukisan yang tadi dilihat oleh nona Kiong.

"Hm!" orang itu mendengus sinis. "Gadis busuk ini ternyata tidak tahu malu juga! Dia masih memikirkan kekasihnya sehingga hampir gila! Orang tidak menyukai dia tetapi dia justru perempuan yang tebal mukanya dan tidak tahu malu! Sampai sekarang dia masih menyimpan lukisan keponakanku ini di kamarnya. Untung keponakanku tidak jadi menikah dengannya!"

"Brak!" dia melemparkan lukisan itu ke lantai.

Orang itu adalah Jen Thian Ngo, paman Kok Siauw Hong. Setelah mendengar kata-kata orang itu nona Kiong Mi Yun jadi sangat berduka memikirkan nona Han itu.

"Sepertinya dia masih termasuk famili dari pihak lelaki, kenapa orang ini sangat senang kalau pertunangan keponakannya dengan nona Han dibatalkan? Eh, malah dia juga mencaci nona Han dengan keji. Aneh sekali! Dia datang dengan niat mengambil harta orang. Hm! Pasti tua bangka ini bukan orang baik-baik!" pikir nona Kiong.

Sebaliknya Jen Thian Ngo berpkir lain lagi. "Tidak mungkin Han Tay Hiong menyimpan harta itu di kamar anak perempuannya," pikir Jen Thian Ngo. "Tapi tidak ada salahnya aku menggeledah kamar ini agar aku tidak jadi penasaran. "

Di kamar itu hanya ada rak buku dan dua buah peti. Kedua peti itu masih terkunci rapat. Dia gunakan tenaga dalamnya untuk menarik kunci peti itu.

"Brak!"

Kedua kunci gembok itu rusak hingga peti bisa dibuka.Setelah memeriksa isi kedua peti itu, terdengar orang itu membentak keras.

"Sial! Isinya hanya buku dan lukisan! Gadis busuk ini kurang rajin belajar kung-fu, malah dia belajar sastra! Apa dia ingin jadi sarjana wanita?" kata Jen Thian Ngo kesal bukan main.

Nona Kiong senang mendengar bahwa isi peti itu bukan harta, sekarang nona Kiong tahu orang itu tidak menemukan harta yang dicarinya. Tapi saat dia melihat lelaki itu menarik kunci gembok, nona Kiong sadar orang ini berilmu tinggi.

Setelah tidak menemukan yang dicarinya, Jen Thian Ngo masih menoleh ke kiri dan kanan mencari-cari sesuatu.

"Celaka! Pasti dia akan memeriksa ke kolong ranjang!" pikir nona Kiong.

Tiba-tiba Mi Yun mendengar ada orang berteriak- teriak....

"Nona Han! Nona Han di mana kau?"

Jen Thian Ngo kaget bukan kepalang. Saat dia akan meninggalkan kamar itu, orang itu sudah berdiri di depan kamar itu. Dia juga kaget melihat Jen Thian Ngo ada di tempat itu.

"Eh! Paman juga ada di sini?" kata pemuda itu. "Kok Siauw Hong!" kata Jen Thian Ngo.

Ternyata pemuda itu adalah Kok Siauw Hong. Setelah dari markas Kay-pang dia langsung akan menemui Han Pwee Eng lagi di rumah si nona.

"Paman juga ke mari?" kata keponakannya.

"Setelah kau pergi aku khawatir kau tidak akan mampu menghadapi Han Tay Hiong!" kata Jen Thian Ngo. "Maka itu kau aku susul ke mari!"

"Terima kasih atas perhatian Paman, tapi aku sendiri belum pernah bertemu dengan Paman Han. Rupanya dia bertemu dengan musuh besarnya. Paman sudah menemukan apa, barusan aku dengar suara gaduh di kamar ini?" -o-DewiKZ^~^aaa-o- Jen Thiang Ngo agak gugup ditanya begitu oleh keponakannya. Wajahnya berubah merah, maka buru-buru dia menjawab pertanyaan keponakannya itu. Tapi ia bicara seolah tanpa dipikir lagi.

"Aku ke mari untuk menyelidiki hubungan Han Tay Hiong dengan Siang-koan Hok. Mereka sudah berhubungan lama, jadi aku datang untuk mengungkapkan hubungan mereka dan hubungannya dengan bangsa Mongol. Aku ingin punya bukti!" kata Jen Thian Ngo.

”Oh begitu?" kata Kok Siauw Hong. "Mula-mula Paman mengadakan  penyelidikan  di  rumah  ini,  setelah   berhasil Paman akan mengundang kaum Rimba Persilatan untuk menyerbu ke tempat ini, begitu maksud Paman?"

Dengan agak gugup Jen Thian Ngo mengangguk. "Begitu maksudku!" katanya.

Kiong Mi Yun dongkol sekali mendengar jawaban lelaki tua itu. Dia tahu orang itu berbohong pada anak muda itu.

"Hm! Dia tidak tahu malu! Dia membohongi keponakannya sendiri. Jelas dia datang ke mari mau mencuri harta orang.

Tapi malah dia menuduh orang lain bersekongkol dengan bangsa Mongol!" pikir si nona.

Tak lama terdengar Jen Thian Ngo melanjutkan bicaranya.

"Siauw Hong, apa kau tidak percaya kepadaku? Mengapa kau masih memanggil Paman kepadanya?" kata Jen Thian Ngo.

Pemuda itu tidak menjawab malah dia bertanya.

"Apa Paman telah menemukan sesuatu?" kata Kok Siauw Hong.

"Belum! Tolong kau bantu aku mencarinya, mungkin rahasia itu dia selipkan di salah satu buku-buku ini!" kata Jen Thian Nge.

"Tidak perlu Paman mencarinya lagi," kata Kok Siauw Hong.

Jen Thian Ngo tertegun kelihatan dia agak keheranan. "Kenapa?"

"Karena aku sudah tahu rahasia itu!" jawab Kok Siauw Hong. Kelihatan Jen Thian Ngo girang bukan main. "Rahasia apa itu? Coba kau berikan pada Paman!" katanya.

"Sepotong surat kulit kambing bertulisan bahasa Mongol, tetapi sekarang benda itu tidak ada di tanganku!" kata Kok Siauw Hong pada pamannya.

"Di mana surat itu sekarang? Siapa yang mengambil dari tanganmu?" kata Jen Thian Ngo.

Kok Siauw Hong balik bertanya dan berkata begini. "Han Tay Hiong mungkin sudah dicelakakan oleh

musuh besarnya, rumahnya terbakar habis, sedang keberadaan dia belum diketahui. Jika Paman memperoleh rahasia Paman Han itu, lalu apa yang hendak Paman lakukan?" kata Kok Siauw Hong.

"Dengar Kok Siauw Hong! Kau jangan terjebak oleh siasat Han Tay Hiong. Ini siasat dia sendiri. Dia bunuh semua pelayan dan dia bakar rumahnya agar kalian percaya, bahwa dia dicelakakan oleh musuh besarnya! Dengan demikian kalian jadi tidak waspada!" kata Jen Thian Ngo.

"Hm! Pendapat Paman juga sama dengan pendapat Liok Pang-cu dari Kay-pang!" kata Kok Siauw Hong.

Jen Thian Ngo agak terperanjat.

"Jadi Liok Kun Lun pun datang ke mari?" kata Jen Thian Ngo agak kaget dan heran.

"Ya, malah surat dari kulit kambing itu pun telah aku serahkan kepadanya." kata Kok Siauw Hong.

"Hm! Kau sudah melihat surat bertulisan bahasa Mongol itu! Jadi kau tidak akan ragu-ragu lagi. tapi aneh kau masih kelihatan ragu-ragu?" kata Jen Thian Ngo pada Kok Siauw Hong. "Paman benar, aku tidak berpikir seperti Paman," kata Kok Siauw Hong.

Wajah Jen Thian Ngo tampak berubah. "Kalau begitu aku harus mendengar pendapatmu?" kata Jen Thian Ngo.

"'Aku tidak berani memberi pendapat apa-apa, tapi aku telah menemukan sebuah bukti baru," sahut Kok Siauw Hong.

Jen Thian Ngo mengerutkan dahinya. "Bukti baru apa lagi?" kata Jen Thian Ngo.

"Semua pelayan di rumah Paman Han tewas karena diserang oleh pukulan tangan beracun," kata Siauw Hong. "Sepengetahuanku PamanHan tak belajar ilmu racun!"

Mendengar keterangan ini Jen Thian Ngo jadi tertegun. "Ah,  kau  jangan  mudah  dikelabui  olehnya,  siapa tahu

Han Tay Hiong menyuruh orang lain yang bisa pukulan  itu

untuk membunuh semua pelayannya! Dari omonganmu tadi, aku kira kau masih menaruh hati kepada Nona Han, ya Siauw Hong?"

Begitulah dia tegur keponakannya itu. Tetapi Kok Siauw Hong menanggapinya dengan dingin.

"Paman, menurut pendapatku. Paman terlalu menyudutkan Nona Han!" kata Kok Siauw Hong.

Wajah Jen Thian Ngo berubah jadi tidak sedap dipandang. "Kau sudah menemukan surat rahasia itu, lalu bagaimana pendapatmu?" tanya sang paman.

"Pendapatku tidak sama dengan pendapat Paman," kata Kok Siauw Hong. "Menurut pendapatku pasti ada orang lain yang sengaja mengacau di rumah Paman Han untuk menjebak Paman Han supaya dimusuhi oleh semua  pejuang tanah air!" Jen Thian Ngo tertawa dingin.

"Jika pendapatmu demikian, berarti kau boleh menikahi puterinya. Pertunanganmu tidak perlu kau batalkan!" kata Jen Thian Ngo agak ketus setengan menyindir.

"Urusan perjodohanku dengan nona Han, itu masalah lain, itu soal pribadi! Tetapi aku yakin Paman Han bukan seorang pengkhianat!" jawab Kok Siauw Hong dengan tegas.

"Hm!" Jen Thian Ngo mendengus. "Han Tay Hiong orang baik, sedang puterinya cantik dan lihay, lalu mengapa kau mau membatalkan perjodohanmu dengannya?"

"Itu urusanku, dan Paman tidak perlu ikut campur!" kata Kok Siauw Hong agak jengkel. "Tapi supaya Paman tidak mengira aku membohongi Paman Han dan puterinya, aku akan mem-beritahu Paman tentang satu hal!"

"Mengenai masalah apa?" tanya Jen Thian Ngo.

"Aku menemukan benda-benda lain di rumah Paman Han ini," kata Kok Siauw Hong.

Wajah Jen ThianNgo kelihatan tegang. "Maksudmu barang apa?" tanya Jen Thian Ngo.

"Harta yang tidak ternilai harganya. Tetapi nona Han telah menyumbangkan harta itu kepada para pejuang," jawab Kok Siauw Hong.

Jen ThianNgo menyeka keringatnya yang membasahi kening dan sekujur tubuhnya. Lalu dia bertanya lagi.

"Di mana Nona Han sekarang?"

"Dia berjanji menunggu aku di sini, tetapi sekarang dia tidak ada entah ke mana?" sahut Kok Siauw Hong. "Oh, jadi dia tidak membawa harta itu dan menyerahkan harta itu kepada para pejuang?" kata Jen Thian Ngo.

"Tidak! Dia minta Liok Pang-cu dari Kay-pang untuk mewakili keluarganya mengantarkan semua harta itu pada para pejuang! Saat ini Liok Kun Lun ada di markas cabang Kay-pang. Jika Paman tidak percaya, silakan Paman lihat sendiri di sana! Paman sahabat Lauw Kan Lu dan juga kenal pada Liok Pang-cu, tidak ada salahnya jika Paman pergi ke sana. Jika Paman mau ke sana, Paman harus secepatnya, karena besok mereka sudah akan berangkat!" kata Kok Siauw Hong.

"Untuk mengantar harta itu pada para pejuang pasti Liok Kun Lun akan minta bantuan pada orang lain?" pikir Jen Thian Ngo.

Kemudian dia berkata pada Kok Siauw Hong.

"Soal harta itu soal kecil," kata Jen Thian Ngo seolah meremehkan soal harta itu. "Tetapi mengenai persekongkolan Han Tay Hiong dengan bangsa Mongol itu yang harus aku selidiki sampai tunas. Baik aku akan ke sana menanyakannya pada Liok Pang-cu! Kau mau ikut bersamaku atau tidak?"

"Maaf, aku tidak bisa menemani Paman ke sana!"

"Hm! Jadi kau mau menunggui Nona Han di sini? Baik, aku pergi dulu!" kata Jen Thian Ngo dengan dingin.

Lalu ia meninggalkan Kok Siauw Hong.

Sepeninggal pamanya, Kok Siauw Hong menggumam. "Hm!  Pantas  Ibu  sering  ribut  dengan  Paman  ini,  dia

sangat egois. Barangsiapa yang tidak sependapat dengannya

pasti orang itu dia cap sebagai penjahat!" kata Kok Siauw Hong. Saat KokSiauw Hong mengawasi ke seluruh ruangan itu, dia melihat banyak sekali berbagai lukisan yang bertebaran di lantai kamar itu.

"Eh, ini semua lukisan yang sangat berharga. Mengapa Paman Jen membongkar peti harta milik orang sembarangan saja? Dia tidak mengerti barang seni yang mahal harganya, dan dia campakan barang itu begitu saja!" kata Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong segera membereskan lukisan-lukisan itu. Ketika melihat lukisan Kok Ju Sih, dia tertegun karena lukisan itu mirip dengan dirinya.

"Eh! Bagaimana Nona Han bisa mempunyai lukisanku ini?" pikir Kok Siauw Hong dengan mata terbelalak. Pada saat Kok Siauw Hong sedang membungkuk, wajahnya terlihat oleh Kiong Mi Yun yang sedang bersembunyi di kolong ranjang.

"Ah, dia orang yang ada di dalam lukisan itu!" pikir nona Kiong.

Sudah lama nona Kiong bersembunyi di kolong ranjang, dia mulai merasa pegal dan tidak enak karena kolong ranjang itu agak sumpek dan sempit baginya.

"Sekalipun dia tidak setia kepada nona Han, tapi dia baik pada keluarga Han. Jika aku keluar dan menemuinya lalu kuceritakan hubunganku dengan Han Toa-ko, pasti dia tidak akan melukaiku. Tapi sekarang aku sedang menyamar jadi seorang pria. Bagaimana jika dia bertanya  mengapa aku ada di kamar nona Han? Apa yang harus aku jawab?" pikir nona Kiong sedikit bingung.

Sesudah Kok Siauw Hong memperhatikan lukisan itu dengan teliti, baru dia tahu bahwa itu lukisan ayahnya bukan lukisan dirinya. Dia tertawa sendiri. "Pantas Ibu bilang aku mirip dengan Ayah! Ketika Ayah masih muda dia memang mirip denganku. Jika tidak  kuteliti lukisan ini aku akan mengira ini lukisanku. Pasti dulu Ayah menghadiahkan lukisan ini kepada Paman Han. Sekarang Paman Han entah ada di mana? Ini lukisan peninggalan Ayahku aku tidak boleh menyia-nyiakannya!" kata Kok Siauw Hong.

Dia gulung lukisan itu lalu dia masukkan ke dalam saku bajunya. Sementara itu hari pun sudah mulai senja, ini membuat Kok Siauw Hong agak gugup.

"Apa Pwee Eng tidak senang kepadaku, lalu dia pergi begitu saja? Tapi mengapa sampai sekarang dia belum kembali juga? Sedangkan Giok Hian dan kakaknya yang membawa arak obat untuk Paman Han, juga belum juga datang? Padahal kata Ibu mereka mengikutiku ke Lok-yang. Sekalipun kereta itu berjalan sangat lambat, tapi seharusnya mereka sudah sampai di sini?" kala Kok Siauw Hong bingung dan keheranan.

Mendengar keluhan pemuda itu nona Kiong yang bersembunyi di kolong ranjang tersentak.

"Jadi Kakak beradik yang kurebut guci araknya itu rupanya kawan baiknya?" pikir nona Kiong. "Jika mereka berdua sudah sampai di tempat ini, pasti aku akan bertemu dengan mereka?"

Kiong Mi Yun menarik napas panjang dan berpikir lagi. "Seandainya sekarang aku keluar dari kolong ranjang ini,

dia belum tentu bisa menghalangi aku! Tapi, jika aku tidak mau bicara dengannya, bagaimana aku bisa tahu keadaan Han Toa-ko sekarang?" pikirnonaKiong

Hati Kiong Mi Yun jadi kebat-kebit, dia khawatir jika dia terus  bersembunyi,  kelak  dia  akan  bertemu  juga  dengan kedua kakak beradik itu. Dia memutuskan akan keluar untuk menanyakan tentang Han Toa-ko-nya kepada Kok Siauw Hong. Tapi dia sedikit agak ragu-ragu juga.

Saat Jen Thian Ngo berada di kamar itu, perhatian Kok Siauw Hong hanya tertuju kepada Jen Thian Ngo yang sedang mencari harta milik Han Tay Hiong. Tidak heran jika pemuda ini tidak mendengar suara napas Kiong Mi Yun yang sedang bersembunyi di kolong ranjang. Bahkan pada saat mereka berbincang Kok Siauw Hong pun tidak sadar kalau di kamar itu ada orang ketiga.

Saat dia sudah sendirian seperti sekarang. Kok Siauw Hong sudah bisa mendengar suara napas nona Kiong itu. Tapi pemuda itu sengaja berpura-pura tidak tahu, dia terus waspada. Dia lihat kain seprei itu bergerak-gerak.

Kok Siauw Hong seorang pemuda jujur, dia tidak ingin langsung menyerang orang yang belum tentu musuh. Tapi dia juga tidak berani menyingkap kain seperei itu

"Eh, siapa yang bersembunyi di kolong ranjang ini?"  pikir Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong ingin menggoda dan dia juga ingin tahu aiapa orang itu. dia langsung berkata seorang diri.

"Pamanku telah membuat kamar ini jadi berantakan, aku harus segera merapikannya kembali!" kata Kok Siauw Hong.

Dia langsung mengambil sebuah baskom berisi air dan mendadak dia menyiramkan air di baskom itu ke kolong ranjang tempat Kiong Mi Yun bersembunyi. Nona Kiong tidak menduga pemuda itu akan menyiramkan air di baskom itu, dia kaget bukan kepalang. Seketika itu juga dia berteriak.

"Aduh!" Kiong Mi Yun langsung merangkak keluar dari kolong ranjang itu. Dia gusar bukan main karena pakaiannya jadi basah kuyup.

Kok Siauw Hong tercengang, ternyata yang keluar dari kolong ranjang itu seorang pemuda tampan. Kok Siauw Hong langsung membentak.

"Siapa kau? Mengapa bersembunyi di situ?" kata Kok Siauw Hong.

"Keterlaluan!" kata Kiong Mi Yun kesal bukan main.

Dia langsung mengayunkan tangan hendak menampar muka Kok Siauw Hong. Sejak kecil memang nona Kiong sangat dimanja, tadi ketika Kok Siauw Hong menyiram dia dengan sebaskom air hingga pakaiannya jadi basah kuyup, jelas dia marah bukan main. Sebenarnya tadi dia ingin berkenalan dengan Kok Siauw Hong dan sekalian ingin menanyakan tentang Han Toa-konya ada di mana? Tetapi sekarang kemarahannya telah memuncak dan dia jadi lupa soal itu.

Saat tangan nona Kiong melayang ke mukanya, Kok Siauw Hong menundukkan kepalanya. Kemudian dia ulur tangannya untuk mencengkram tangan nona Kiong. Mana mau nona Kiong membiarkan tangannya dicengkram lawan, dia putar tubuhnya dan dia ulurkan jari tangannya untuk menotok ke jalan darah Meng-khie-hiat pemuda itu.

Kok Siauw Hong menghindar sambil balas menyerang.

Nona Kiong kaget melihat kelihayan pemuda ini.

"Eh ilmu silatnya cukup tinggi!" pikir Kiong Mi Yun.

Nona Kiong terpaksa mundur, tapi tidak dia sadari dia mendekati ranjang tadi hingga jadi terdesak. "Jurus pemuda ini aneh sekali?" pikir nona Kiong. "Murid siapa dia ini?"

Tanpa disadari oleh nona Kiong karena pakaian bagian atasnya yang basah-kuyup, payu dara nona Kiong jadi kelihatan menonjol dan jelas sekali. Melihat hal itu Kok Siauw Hong jadi curiga dia mengira lawannya ini pasti seorang nona

"Cepat katakan, siapa kau?" bentak Kok Siauw Hong. "Jika kau tidak mau menjawab aku tidak akan segan-segan lagi melukaimu!"

Bersamaan dengan bentakan itu dia serang kepala nona Kiong. Nona Kiong menunduk maksud Kiong Mi Yun akan menghindar dari serangan itu. Tapi jari tangan Kok Siauw Hong sudah mengarah ke kening nona Kiong. Sekarang nona Kiong tidak sempat lagi berkelit maupun mundur karena dia terhalang oleh ranjang. Tangan Kok Siauw Hong berhasil menjepit kain pengikat rambut nona Kiong hingga pengikat rambut itu terlepas. Seketika itu rambut nona Kiong yang panjang itu pun langsung terurai. Karena takut jalan darah di keningnya tertotok, terpaksa nona Kiong mundur dan...

"Buum”

Ia jatuh terlentang ke atas tempat tidur. Saat itu Kok Siauw Hong sudah menarik serangannya. Dia tidak bermaksud mencelakakan nona itu, dia hanya ingin tahu siapa orang itu sebenarnya.

Kiong Mi Yun yang terbuka rahasianya jadi malu, dia tutupi wajahnya sambil berteriak-teriak.

"Kau...Kau... kau tidak tahu malu! Kau... berani menghinaku!" katanya. Kok Siauw Hong tertegun, langsung dia memberi hormat kepada nona Kiong.

"Maafkan, aku tidak tahu kalau kau seorang gadis!" katai Kok Siau Hong. "Jika kau anggap aku tudak sopan mohon kau maafkan aku. Di lemari pakaian itu aku kira ada pakaian Nona Han, kau boleh pilih dan ganti pakaianmu yang basah itu!" kata Kok Siauw Hong.

Sesudah itu Kok Siauw Hong berjalan keluar dari kamar itu untuk memberi kesempatan pada nona Kiong berganti pakaian dan menutup pintu kamar itu.

Melihat pemuda itu sangat sopan dan tudak mengganggu dirinua, kemarahan nona Kiong pun perlahan-lahan reda juga.

"Sekalipun dia tidak setia kepada nona Han, tapi dia pria yang sopan, dan tahu aturan," pikir nona Kiong.

Kiong Mi Yun membuka lemari pakaian itu, dia memilih dan mengambil salah satu pakaian itu. Kemudian dia buru- buru mengenakannya. Begitu selesai berpakaian dan mengaca, nona Kiong berteriak.

"Sekarang kau boleh masuk!" kata nona Kiong.

Kok Siauw Hong mendorong pintu kamar itu dan dia pun masuk. Dia terbelalak menyaksikan nona Kiong yang cantik ketika berpakaian seperti wanita. Tapi Kok Siauw Hong tidak berani lama-lama memperhatikan nona itu. Dia memberi hormat pada Kiong Mi Yun.

"Mengapa Nona bersembunyi di kolong ranjang?" kata pemuda itu sambil tersenyum manis. "Aku ke mari untuk mencari Han Toa-ko!" kata nona Kiong Mi Yun. "Kau calon menantu keluarga Han, bukan? Pasti kau tahu di mana dia sekarang?"

Kok Siauw Hong tertegun seketika lamanya.

"Di mana kau kenal dengan Han Toa-komu itu?" kata Kok Siauw Hong.

"Di tengah perjalanan. Dia sangat baik kepadaku, sekalipun kami baru berkenalan tapi sudah seperti saudara saja," kata nona Kiong.

Kemudian Kiong Mi Yun menceritakan pengalamannya dengan Han Pwee Eng di rumah makan "Ngih Nih Lauw" Mendengar cerita itu, Kok Siauw Hong yakin nona ini mengira Han Pwee Eng seorang pria.

"Nona aku bicara terus-terang padamu, di rumah Paman Han tidak ada anak lelaki yang bernama Eng, karena Paman Han hanya mempunyai seorang puteri, namanya Han Pwee Eng!"

Kiong Mi Yun tersentak kaget.

"Jadi pemilik rumah ini Han Tay Hiong?" kata si nona. "Benar!"

"Han Toa-ko bilang Han Tay Hiong itu ayahnya. Jadi mana mungkin dia sembarangan mengaku orang lain sebagai ayahnya?" kata si nona.

Kok Siauw Hong tersenyum.

"Paman Han hanya punya seorang puteri, dia tidak punya anak lelaki!"

Kiong Mi Yun tertegun lama sekali, baru dia bicara lagi. "Jadi Han Toa-ko itu Nona Han Pwee Eng? Dia...

Mengapa dia membohongiku?" "Maaf, aku boleh tahu siapa nama Nona?"

"Kiong Mi Yun!" kata si nona. Kok Siauw Hong tertawa.

"Nona Kiong, tadi kau juga berdandan seperti pria. Pada saat sedang kacau seperti sekarang ini, tentu bagi seorang nona tidak leluasa melakukan perjalanan jauh seorang diri.

Maka dia harus menyamar dan berpakaian seorang pria, itu wajar saja, Nona Kiong!" kata Kok Siauw Hong menjelaskan.

Setelah sekian lama termenung, hati nona Kiong mulai tenang. Sekalipun dia kelihatan agak kecewa. Dia tidak berduka, sekarang malah dia telah menemukan jawaban tekateki yang pelik di benaknya selama ini. Akhirnya dia jadi geli sendiri.Tapi dia tahan tawannya hingga dia kelihatan cantik sekali.

"Selama ini aku selalu mempermainkan orang. Sekarang akulah yang dipermainkan oleh Han Toa-ko, aku mendapat balasan yang setimpal!" pikir nona Kiong

Tanpa sadar dia tertawa sendiri.

"Mataku sudah lamur," kata Kiong Mi Yun, "kiranya dia juga sama seperti aku, dia seorang nona. Tetapi jika benar dia nona Han aku harus membelanya. Kami berkumpul hanya dalam dua hari, aku tahu dia akhli silat dan sastra. Dia tunanganmu, mengapa kau tidak menyukainya?"

Sedikitpun Kok Siauw Hong tidak menyangka kalau Kiong Mi Yun akan bicara begitu.

"Aku...aku sangat menghormati Nona Han, tetapi ..

..Aaah! Urusan pria dan wanita memang sulit untuk dijelaskan..." kata Kok Siauw Hong agak gugup. "Apa karena kau terpengaruh oleh kata-kata Pamanmu itu?" desak Kiong Mi Yun. "Terus-terang aku bilang padamu, pamanmu itu bukan orang baik-baik!"

"Dari mana kau tahu Pamanku itu bukan orang baik- baik?" tanya Kok Siauw Hong.

Tapi pemuda ini pun berpikir sendiri.

"Dia sudah lama bersembunyi di kolong ranjang itu, masakan gerak-gerik Pamanku lepas dari pengamatannya?" pikir pemuda ini.

Sedangkan Kiong Mi Yun tertawa mendengar pertanyaan pemuda itu.

"Pamanmu itu membohongimu. Akan kuberitahu kau hal yang sebenarnya. Dia ke mari untuk mencari harta keluarga Han!" kata Kiong Mi Yun.

Kok Siauw Hong terkejut.

"Ibuku memang benci pada Pamanku ini, tetapi Ibu bilang Pamanku itu seorang pria sejati. Tapi tidak kusangka dia ternyata seorang yang budinya rendah dan tamak! Tetapi walaupun Ibu itu adiknya tetapi dia tidak tahu "belang" kakaknya itu. Sedang nona ini tidak bermusuhan dengan Pamanku, tidak mungkin dia ingin memfitnah orang lain secara sembarangan. Aku duga Paman Jen sangat licik!" pikir Kok Siauw Hong.

"Aku heran, mengapa pamanmu itu sangat benci kepada Han Tay Hiong dan puterinya? Tapi jika kau ingin mengambil hati pamanmu, dan kau batalkan pertunanganmu dengan Nona Han, terus terang aku katakan, kaulah yang bersalah!" kata nona Kiong melanjutkan. Kiong Mi Yun ternyata seorang yang berhati baik dan penuh kasih. Sesudah dia tahu Han Toa-konya adalah Han Pwee Eng, tetapi dia tetap baik. Dia juga terkesan baik terhadap Kok Siauw Hong.

"Jadi Han Toa-ko seorang nona seperti aku, kami tidak bisa jadi suami-isteri. Tapi aku harap dia bisa menikah dengan pria yang baik. Orang she Kok ini kelihatan baik, jika jodoh mereka berlanjut aku girang sekali!" pikir nona Kiong.

Kok Siauw Hong tertawa.

"Perjodohan seseorang urusan pribadi, urusanku dengan nona Han tidak bisa aku jelaskan dengan dua tiga patah kata, lebih baik kita tidak membicarakan soal itu lagi, jangan kau ungkit lagi masalah itu!" kata Kok Siauw Hong.

Kiong M Yun tertawa.

"Hm! Kau bilang jangan diungkit, ketahui olehmu mengenai sifatku, jika belum jelas aku tidak akan puas. Pemutusan perjodohan itu akan membuat nona Han sengsara seumur hidupnya. Aku ingin bertanya padamu, di mana letak kekurangan dari nona Han itu hingga kau tidak menyukainya?" kata nona Kiong penasaran.

Kok Siauw Hong benar-benar kewalahan.

"Aku tidak pernah bilang nona Han punya kekurangan," kata pemuda ini. "Terus-terang aku menghormatinya. Tapi ketahui olehmu soal jodoh tidak bisa dipaksa, aku hanya bisa mengaku bersalah kepadanya untuk selama-lamanya..."

Kiong Mi Yun tertegun dan perlahan-lahan dia mulai menyadari kedudukan pemuda itu.

"Apa kau punya kekasih lain?" tanya Kiong Mi Yun. Kok Siauw Hong mengangguk. "Apakah kekasihmu itu nona yang bernama Ci Giok Hian?"

"Dari mana kau tahu soal itu?" tanya Siauw Hong. Kiong Mi Yun tersenyum.

"Tadi ketika kau bergumam kau menyebut-nyebut namanya, aku sudah mendengar semuanya," kata Kiong Mi Yun.

Wajah Kok Siauw Hong merah.

"Benar, aku ada di sini sedang menunggu kedatangan mereka. Dia dan Nona Han bersahabat baik," kata Kok Siauw Hong.

"Aku mencuri arak mereka, tapi arak itu telah direbut lagi oleh nenek itu. Jika mereka datang aku akan bertemu dengan mereka. Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan guci arak mereka itu?" pikir nona Kiong "Atau lebih baik aku menyingkir saja dari sini?"

Tiba-tiba nona Kiong ingat pada Kong-sun Po.

"Apa yang dikatakan Kok Siauw Hong memang benar, jodoh tidak bisa dipaksa! Aku jatuh cinta kepada Han Toa- ko, tidak kusangka ternyata dia seorang nona juga! Apa jodohku memang harus pada. "

Mendadak wajah nona Kiong kemerah-merahan. Dia sedikit jengah karena ingat pada Kong-sun Po. Hingga akhirnya dia mencemaskan keadaan Kong-sun Po tersebut.

"Kenapa sampai sekarang dia belum kembali juga?" pikir nona Kiong..

Saat Kiong Mi Yun sedang mencari alasan untuk pergi, malah Kok Siauw Hong justru berkata kepadanya. "Nona Kiong, tadi kau bertanya ke mana Nona Han pergi? Sekarang aku bertanya padamu, saat kau tiba di sini apa di sini sudah tidak ada orang lain?"

"Saat kami ada di sini. datang seorang nenek yang mengatakan dia tahu di mana nona Han berada," kata Kiong Mi Yun. "Sialnya nenek itu merebut barang milik kami. Temanku sedang mengejar nenek itu, tetapi sampai sekarang dia belum kembali lagi..."

Nada suara nona Kiong sangat khawarir. Mendengar keterangan singkat nona Kiong, wajah Kok Siauw Hong berubah jadi serius sekali.

"Apa wanita tua itu cantik dan anggun dan dia mengenakan pakaian yang indah?" kata Kok Siauw Hong

Nona Kiong tersenyum geli.

"Dia memang cantik, pakaiannya indah. Tapi sayang wajahnya sudah keriput, maka aku bilang dia si nenek tua. Dia menarik, aku yakin saat masih muda dia memang seorang wanita cantik. Oh ya, apa kau tertarik pada wanita cantik atau tidak? Aku kira Kakak Han sangat cantik! Kau..."

Nona Kiong ingin bergurau dengan Kok Siauw Hong, tapi saat melihat wajah Kok Siauw Hong nona Kiong jadi heran.

"Hai, kenapa kau? Apa kau kenal dengan nenek itu?" kata si nona.

Rupaya Kok Siauw Hong terkenang masa lalunya, saat dia datang ke rumah keluarga Han. Mereka mengalami musibah. Saat itu untuk pertama kali Kok Siauw Hong bersama ayahnya datang ke rumah keluarga Han di Lok- yang. Dia baru berumur sembilan tahun, Han Pwee Eng pun baru berumur empat tahun. Karena nona Han masih kecil Kok Siauw Hong tidak mau bermain dengannya. Dia bermain-main dengan anak tetangga keluarga Han. Setiap hari dia pergi ke gunung di belakang rumah keluarga Han bersama teman-teman sebayanya itu. Mereka memancing, menangkap burung, memetik bunga liar dan sebagainya.

Pada suatu hari saat Kok Siauw Hong sedang bermain bersama kawan-kawannya, Kok Siauw Hong mendadak melihat burung berbulu indah. Burung itu bertengger di sebuah pohon. Di bawah pohon itu ada sungai yang airnya deras. Kawan Kok Siauw Hong mengatakan, burung itu burung berkicau dan sangat bagus. Kok Siauw Hong  tertarik dia ingin menangkapnya.

"Akan kutangkap burung itu, kawan!" kata Kok Siauw Hong. "Jika tertangkap akan kuhadiahkan pada kalian!"

"Burung itu liar dan sulit ditangkap," kata kawannya. Kok Siauw Hong tersenyum.

"Di atas pohon pasti ada sarangnya, aku akan naik aku yakin ada anak burung yang belum bisa terbang!" kata Kok Siauw Hong.

"Jangan, pohon itu sangat tinggi!" kawan-kawannya mencegahnya.

Kok Siauw Hong seorang anak pemberani, dia perhatikan pohon itu sambil manggut-manggut.

"Aku punya akal untuk memanjat pohon ini!" katanya. Di situ dia melihat sebuah batu besar cukup tinggi.

"Aku akan melompat ke batu besar dan meraih cabang pohon itu lalu aku naik," katanya.

"Jangan, bagaimana kalau kaujatuh? Kami akan disalahkan oleh Paman Han..." kata kawan-kawannya. Kok Siauw Hong tidak menghiraukan nasihat temantemannya itu. Dia melompat ke batu besar dan berusaha meraih cabang pohon. Sekalipun masih kecil gin- kang Kok Siauw Hong sudah lumayan. Di luar dugaan sesudah berhasil meraih cabang pohon itu, rupanya cabang pohon itu telah rapuh dan tidak sanggup menahan berat badan Kok Siauw Hong. Tak ampun lagi dahan itu patah dan Kok Siauw Hong pun terjatuh, untung jatuhnya tidak jatu di atas batu, tapi Kok Siauw Hongjatuh ke dalam sungai yang airnya deras itu. Mau tak mau Kok Siauw Hong terbawa hanyut.

Kedua kawan Kok Siauw Hong kaget, mereka mau menolong tidak berani, akhirnya mereka berdua kabur. Untung Kok Siauw Hong dibesarkan di Yang-cou. Kota itu berdekatan dengan sungai Tiang-kang (Chang-ciang). Dia bisa berenang tapi arus sungai sangat deras, hingga dia tidak bisa bertahan didalam air. Pada detik yang sangat berbahaya terdengar suara orang.

"Sambut ini!"

Kiranya di tepi sungai itu berdiri seorang perempuan cantik. Dia melemparkan angkinnya ke arah Kok Siauw Hong. Tak berpikir panjang Kok Siauw Hong meraih angkin itu. Tak lama dia merasa tubuhnya terangkat dari dalam sungai, dan dia

sudah langsung berdiri di depan perempuan cantik itu.

Perempuan itu menatapnya tajam.

"Kau masih kecil, kung-fumu lumayan. Apa kau putera Han Tay Hiong?" tanya perempuan itu.

"Bukan, Ayahku Kok Ju Sih." kata Kok Siauw Hong. "Bibi kenal pada Han Tay Hiong?"

Perempuan cantik itu mengelah napas panjang. "Sudah lama aku tak pernah bertemu dengannya, apakah dia tak punya anak lelaki?"

"Tidak! Paman hanya punya anak perempuan," kata Siauw Hong. "Namanya Han Pwee Eng!"

Perempuan itu manggut-manggut. "Namanya Pwee Eng?" kata dia.

Dia menunduk kelihatan sedang berpikir.

"Rumah Paman Han tidak jauh dari sini, bagaimana jika Bibi ikut aku ke rumahnya?"

"Tidak. Aku tidak ingin menemuinya," kata perempuan itu. "Jika kau pulang kau jangan beritahu bahwa kau telah bertemu denganku!"

"Kenapa?" tanya Kok Siauw Hong.

"Kau masih kecil jangan banyak bertanya," katanya. Sesudah itu dia obati luka di kaki Kok Siauw Hong,

sambil

tertawa dia bilang.

"Nak kau sangat nakal, lebih baik kau bohongi ayah dan Paman Han supayakau tidak dimarahi oleh mereka. Jangan bilang kau bertemu denganku," katanya.

"Baik, Bi," kata Siauw Hong.

Kemudian wanita itu berjalan pergi. Saat itu dia ingat ayahnya bilang, dia tak boleh main jauh-jauh karena akan segera pulang.

Saat itulah Kok Siauw Hong terperanjat.

"Wanita itu benar, aku harus membohongi Ayah dan Paman Han," pikir Kok Siauw Hong. Saat pulang pakaian Kok Siauw Hong kotor, dia takut ayah atau pelayan Han Tay Hiong akan melihatnya. Maka itu dia berjalan lewat pintu samping dengan mengendap- endap dan melintasi kamar HanTay Hiong. Kebetulan Han Tay Hiong sedang bicara dengan isterinya 

"Aku lihat Siauw Hong lumayan, maka dia akan kujodohkan dengan puteri kita," kata Han Tay Hiong. "Bagaimana menurut pendapatmu?"

"Anak itu agak liar aku takut tidak cocok dengan puteri kita," kata isteri Han Tay Hiong.

Han Tay Hiong tertawa sambil berkata.

"Anak lelaki memang begitu, mereka lebih nakal dibanding anak perempuan, tapijikasudah dewasa belum tentu ia nakal, lho!" kata suaminya.

"Ya, jika kau merasa setuju aku pun tidak keberatan," kata isterinya. "Kau juga tahu selama ini aku menurut saja..."

Han Tay Hiong mengelah napas.

"Ya, memang adatku sangat jelek. Selama ini pasti kau hidup tertekan..." kata Han Tay Hiong.

Nyonya Han tersenyum.

"Tidak! Aku puas karena kau menyukaiku!" kara nyonya Han pada suaminya.

"Aku harap kau bahagia dan gembira, tapi beberapa hari ini, aku lihat kau murung seolah punya masalah, iya kan?" kata suaminya

Nyonya Han mengelah napas. "Yaah. Ketika Tek Hian sedang memetik daun teh, dia sempat melihat seorang wanita di dalam rimba. Gerak-gerik wanita itu mencurigakan, saat terlihat oleh Tek Hian dia langsung menghilang..."kata isterinya.

"Kau curiga itu dia?" kata Han Tay Hiong.

"Aku takut dia akan mengganggu kita," kata isterinya. "Jika kau tak suka aku akan mengusirnya!" kata Han Tay

Hiong.

"Jangan! Kau jangan ganggu dia, aku takut....!" kata nyonya Han.

Begitulah Kok Siauw Hong tanpa sengaja mendengar pembicaraan itu. Kok Siauw Hong kaget karena dia akan dijodohkan dengan Han Pwee Eng.

"Nona itu rambutnya dikepang, dari hidungnya selalu keluar ingus, sangat menjijikan! Jika dia jadi isteriku aku tidak mau!" pikir Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong tahu pasti suami isteri itu sedang membicarakan perempuan yang baru saja menolong dia dari dalam sungai.

"Jika Bibi Han tidak menyukai perempuan itu, Paman Han akan mengusirnya. Apakah dia wanita jahat?! Mengapa dia melarang aku memberitahu Paman Han tentang pertemuannya denganku? Tapi dia telah menyelamatkan aku dari bahaya. Sekalipun dia jahat aku tetap harus memegang janjiku tidak akan memberitahu Paman Han!" pikir Kok Siauw Hong.

Kok Siauw Hong segera menyelinap ke kamarnya. Saat dia masuk, Kok Siauw Hong melihat ayannya ada di kamarnya sedang duduk. Bukan main kagetnya Kok Siauw Hong ketika itu. Ayahnya mengawasi dia sambil betanya. "Dari mana kau?"

"Habis bermain-main di sungai!" kata Siauw Hong. "Kau jatuh, ya?"

"Ya, untung ada orang yang menolongiku," kata Kok Siauw Hong.

"Siapa?"

"Ayah aku hanya akan memberitahu Ayah saja, tapi Ayah harus berjanji tidak akan memberitahu Paman Han," kata Kok Siauw Hong.

"Kenapa begitu?" tanya ayahnya.

"Karena aku sudah berjanji pada orang itu!"

Ayahnya tersenyum, dan berkata

"Baiklah, katakan saja," kata ayahnya. Kok Siauw Hong tidak pernah berbohong, maka itu semua dia ceritakan semuanya pada ayahnya apa yang dia alami tadi.

Setelah mendengar cerita dari anaknya Kok Ju Sih menghela napas.

"Jadi kau bertemu dengan seorang wanita, baik Ayah berjanji tak akan memberitahu Paman Han. Lekas kau ganti pakaian!" kata ayahnya.

"Ayah, apa kau tahu siapa wanita itu? Apakah dia orang jahat atau orang baik, Ayah?" tanya Kok Siauw Hong.

Ayah Siauw Hong hanya bilang begini.

"Sudahlah, kau masih kecil, jangan usil," kata ayahnya. "Ayah telah menjodohkan kau dengan Nona Han, kau jangan memalukan Ayah. Sudah jangan nakal"

Setelah dia bertunangan dengan nona Han, ibu nona Han  meninggal  dunia.  Enam  tahun  kemudian  saat  Kok Siauw Hong sudah berumur  tahun, ayahnya meninggal. Siapa wanita itu dia jadi tidak tahu namanya.

"Hari ini Nona Kiong bertemu dengan wanita itu, pasti dia wanita yang menyelamatkan aku dulu?" pikir Kok Siauw Hong. "Itu sudah belasan tahun yang lalu, pasti wanita itu sekarang sudah tua sekarang?"

Saat itu nona Kiong sedang menatapnya dan langsung menegurnya lagi.

"Hai! Apa yang sedang kau pikirkan? Aku yakin kau tahu siapa nenek itu?" kata nona Kiong.

Kok Siauw Hong tersentak dari lamunannya.

"Aku pun tak tahu siapa nenek itu? Jika dia bilang dia tahu di mana Nona Han, pasti dia tak bohong!" kata Kok Siauw Hong.

Saat itu tenaga nona Kiong telah pulih kembali. Dia ingin menghindar dari Ci Giok Hian dan kakaknya. Ditambah lagi dia sedang mencemaskan keselamatan Kong- sun Po.

"Aku tahu ke mana nenek itu pergi! Kita harus segera ke sana untuk mencarinya," kata nona Kiong.

"Baik," kata Kok Siauw Hong. "Mari kita pergi bersamasama ke sana!"

Di sepanjang jalan mereka tak melihat Kong-sun Po, mreka sampai di depan air terjun. Saat melihat air terjun itu Kok Siauwe Hong berpikir.

"Pantas air sungai itu deras, ternyata di sini ada air terjun, jadi sumber sungai itu dari sini?" pikir Kok Siauw Hong.

Sesudah itu dia mengawasi ke sekitarnya. "Menurut nona Kiong nenek itu bilang dia kenal keluarga Han. Pasti dia tinggal di sekitar tempat ini! Karena tidak mau berhubungan dengan keluarga Han, maka dia tidak tinggal di desa, tapi dia tinggal di gunung ini? Anehnya di sini tidak ada rumah, dan jalannya pun buntu. Di mana dia tinggal?" pikir Kok Siauw Hong.

Nona Kiong cemas bukan main karena jalan itu buntu. Mereka hanya melihat air terjun. Dia bingung bukan main.

"Heran? Ke mana perginya Kakak Kong-sun?" pikir nona Kiong.

Kemudian dia memanggil-manggil nama Kong-sun Po. "Kong-sun Toa-ko, di mana kau?" teriak si nona. Tapi tidak ada jawaban selain deru suara air terjun itu. "Sudah tidak ada jalan lagi, lebih baik kita kembali ke rumah keluarga Han. Jika dia tidak menemukan nenek itu, pasti dia kembali akan mencariku?" kata nona Kiong.

Kok Siauw Hong pun berpikir begitu.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Mereka tidak tahu saat itu justru Kong-sun Po berada di balik air terjun itu. Di dalam goa itu dia bertemu dengan musuh yang tangguh sekali. Ini untuk pertama kalinya dia bertemu musuh hebat sejak dia berkelana di Dunia Persilatan.

Saat Kong-sun Po sedang mengejar si nenek yang mengambil guci arak obat itu, dia agak tertinggal karena tadi harus membebaskan totokan si nenek pada Kiong Mi Yun. Saat dia sampai ke air terjun, nenek itu sudah tidak kelihatan lagi.

Kong-sun Po tercengang lalu berpikir. "Jelas aku melihatnya dia lari ke arah sini, bagaimana mendadak bisa hilang? Ke mana perginya nenek tua itu?" pikir Kong-sun Po bingung bukan main. "Apa dia bersembunyi di balik air terjun ini?"

Dia belajar silat pada Ciu Cioh selama delapan tahun. Kebetulan gurunya itu pandai sekali berenang. Karena dia yakin nenek itu tidak bisa bersembunyi di sekitar tempat itu, kecuali di balik air terjun, maka dia jadi penasaran sekali.

"Dia bisa masuk ke air terjun, mengapa aku tidak bisa?" begitu pikir Kong-sun Po.

Dengan jurus Burung Walet Menembus Tirai, dia melompat ke balik air terjun itu. Sesudah melewati air terjun, dia menemukan sebuah terowongan atau jajan goa. Keluar dari goa, dia sampai di sebuah lembah yang sangat indah. Ketika dia menengadah, dia melihat ada sebuah rumah batu hingga Kong-sun Po jadi girang sekali.

"Kiranya nenek itu kabur ke tempat ini?" pikir Kong-sun Po yang wajahnya jadi berseri-seri.

Saat Kong-sun Po sedang berpikir, bagaimana caranya dia harus menemui nenek itu? Kong-sun Po mendengar suara orang yang suaranya sudah sangat dia kenal.

"Suhu, itu bocah yang bertarung denganku," kata orang itu.

Pada saat Kong-sun Po menoleh ke samping, dia melihat seorang tua sedang berjalan dengan orang yang bicara tadi. Orang tua yang rambutnya sudah putih itu menatap ke arah Kong-sun Po. Sedang di samping orang itu, ada pemuda yang memelihara bewok. Orang itu tidak lain dari Pouw Yang Hian yang pernah bertarung dengannya.

Sebenarnya Kong-sun Po sedang mencari si nenek, tidak dia kira dia akan bertemu dengan Pouw Yang Hian dan See-bun Souw Ya, guru si bewok ini. Bukan main kagetnya pemuda ini ketika itu.

Saat itu See-bun Souw Ya sedang menatap dengan tajam ke arah Kong-sun Po, lalu mendengus dengan suara dingin sekali.

"Hm! Jadi kau bocah yang telah memusnahkan ilmu silat muridku itu?" kata See-bun Souw Ya.

"Benar," kata Kong-sun Po dengan gagah. "Dia menggunakan ilmu Hua-hiat-to untuk mencelakai orang lain, maka kumusnahkan ilmunya itu! Lalu kau mau apa?"

See-bun Souw Ya tertawa dingin.

"Baik! Aku dengar kau juga mahir ilmu Hua-hiat-to, apa benar? Aku ingin menjajal kepandaianmu itu!" kata See-bun Souw Ya dengan suara dingin.

-o-DewiKZ^~^aaa-o-

Mendengar dia ditantang, Kong-sun Po terpaksa bersikap waspada. Dia mengawasi orang tua yang rambutnya sudah ubanan dan matanya pun sudah keputih-putihan.

"Ilmu Hua-hiat-to yang kau sebutkan itu ilmu beracun dari aliran sesat!" kata Kong-sun Po. "Jika orang berhasil menguasai ilmu itu hingga sempurna, apa yang harus dibanggakan? Muridmu menindas orang dengan ilmu itu, masih bagus aku tidak membunuhnya!"

Pouw Yang Hian yang berada di belakang gurunya dengan gusar membentak.

"Kau pandang ilmu silatku rendah! Sekarang di hadapan Guruku  kau  tak  mau  mengaku  bersalah.  Aku  kira  kau hanya berani pada orang yang ilmu silatnya lebih rendah darimu saja!" kata Pouw Yang Hian.

"Kau sudah mengatakannya itu sama saja!" kata Kong- sun Po. "Tapi aku kira kau tidak mengerti maksudku. Hari itu aku bilang padamu, aku memang kurang menghargai pada orang yang menggunakan ilmu beracun itu! Belum berhasil menguasai ilmu itu sudah jok sudah pamer. Kata- kataku itu tidak aku tujukan pada kalian, guru dan murid!"

Sebenarnya ucapan Kong-sun Po tempo hari memang ditujukan pada keduanya.

See-bun Souw Ya tertawa dingin

"Kau pandang rendah Hua-hiat-to, tapi kenapa kau juga mempelajarinya?" katanya dingin.

"Karena aku tahu ada orang yang belajar ilmu ini, aku pun belajar agar aku tahu ilmu racun untuk melawan racun!" jawab Kong-sun Po.

"Aku belajar ilmu itu dan aku ingin tahu, bagaimana kau bisa melawan ilmu racuinku dengan ilmu racunmu. Aku ingin tahu siapa yang lebih lihay di antara kita berdua?" kata See-bun Souw Ya.

Tiba-tiba orang tua itu menyerang dan suara serangannya terdengar hebat sekali. Kemudian tercium bau amis yang mampu membuat kepala orang pening, walaupun tidak sebau amis pukulan Pouw Yang Hian. Ketika melihat serangan See-bun Souw Ya, tentu saja Kong-sun Po tersenttak kaget bukan main.

"Hm! Si Iblis Tua ini telah menguasai ilmu itu sampai tingkat yang ke delapan," pikir Kong-sun Po. "Dia hebat, mungkin kepandaiannya di atas kepandaianku?" Buru-buru Kong-sun Po menangkis serangan itu. Dia juga sudah menguasai ilmu itu sampai tingkat delapan. Saat serangan beradu tampak tubuh See-bun Souw Ya bergoyanggotang, sedangkan Kong-sun Po terhuyung- huyung mundur ke belakang sejauh tiga langkah.

See-bun Souw Ya merasakan telapak tangannya ngilu, sebaliknya Kong-sun Po merasakan seolah sebelah tangannya tak bisa dia gerakkan. Jika kedua lawan sudah sama-sama sampai tingkat delapan, apalagi lwee-kang See- bun Souw Ya lebih tinggi, tak heran kalau Kong-sun Po jadi kalah setingkat. Untung hanya sekejap tangan Kong-sun Po sudah pulih kembali.

See-bun Souw Ya yang tangannya ngilu buru-buru mengerahkan hawa murninya untuk memulihkan jalan darahnya. Dia sadar jika tidak segera bertindak racun yang ada di telapak tangannya akan menjalar ke seluruh tubuhnya.

Menyaksikan lawannya tidak keracunan See-bun Souw Ya terperanjat juga. "Ilmu Hua-hiat-to bocah ini lebih hebat dariku. Untung lwee-kangku lebih tinggi darinya, kalau tidak aku bisa celaka di tangannya?" pikir See-bun Souw Ya.

See-bun Souw Ya sudah berpengalaman luas. Begitu tahu lawannya tangguh dia jadi waspada dan berpikir akan menggunakan siasat untuk menghadapi anak muda ini.

Segera dia menyerang Kong-sun Po, tapi pemuda itu juga menangkis serangan itu. Tak lama mereka sudah bertarung dengan hebat sekali. Tanpa terasa mereka sudah bertarung lewat seratus jurus lebih. Sekujur tubuh Kong-sun Po mandi keringat. Tapi dia masih bisa bertahan, hal itu tentu saja membuat See-bun Souw Ya kaget bukan kepalang. "Bocah ini hebat sekali! Jika kali ini aku tidak bisa mengalahkannya, kelak dia bakal jadi lawanku yang paling tangguh!" pikir See-bun Souw Ya.

Sebaliknya Kong-sun Po berpikir lain.

"Apakah Mi Yun masih ada di rumah keluarga Han atau tidak? Mudah-mudahan dia tidak ke mari. Si Iblis Tua ini lihay luar biasa!" pikir Kong-sun Po.

Tanpa terasa hari pun mulai senja.

Kong-sun Po tidak mengetahui jika saat itu nona Kiong justru berada di balik air terjun.

Pada saat bersamaan seorang pemuda dan pemudi tiba di rumah keluarga Han yang telah hancur terbakar.

Mereka adalah Ci Giok Phang dan Ci Giok Hian. Malam setelah guci arak mereka dirampas oleh Kiong Mi Yun, dengan sangat gusar mereka melakukan pengejaran. Namun, usaha mereka sia-sia saja. Sebenarnya lenyapnya guci itu tidak menjadi masalah bagi mereka berdua, karena arak itu bisa membuat lagi, sekalipun membuatnya butuh waktu dua tahun. Ci

Giok Hian sangat kesal lantaran kehilangan guci arak itu, bini itu harus mengubah semua rencananya.

Arak Kiu-thian-sun-yang Pek-hoa-ciu itu akan mereka hadiahkan kepada Han Tay Hiong untuk mengobati lukanya. Mereka berharap jika Han Tay Hiong diberi arak obat itu, tentu orang tua itu tidak akan begitu gusar kepada Kok Siauw Hong yang membatalkan pertunangan dengan puterinya itu. Tapi sekarang arak itu lenyap. Jelas rencana dia akan kandas. Padahal kekasihnya, Kok Siauw Hong sudah lebih dahulu datang ke Lok-yang untuk membatalkan perjodohannya dengan nona Han. Mana mungkin harus menunggu dua tahun lagi baru mengantarkan arak obat itu? Sekalipun arak sudah lenyap mereka tetap menuju ke Lokyang, ke rumah Han Tay Hiong.

"Kanda Kok membatalkan pertunangannya demi aku" pikir Ci Giok Hian. "Aku tak tahu apa yang akan terjadi? Aku cemas sekali!"

Ci Giok Phang pun cemas, adiknya Ci Giok Hian akan menjodohkan dia dengan nona Han. Dia memang tertarik pada nona itu. Dia berharap bisa menjadi suami nona Han. Tapi hilangnya guci arak membuat mereka kecewa bukan main. Mereka juga tak tahu apakah Kok Siauw Hong sudah membatalkan pertunangannya atau belum.

"Sudah lama aku dengar sifat Han Tay Hiong sangat keras, dia juga sangat benci pada segala kejahatan! Jika dia halangi niat saudara Kok, karena tidak suka pada nona Han. Lalu apa yang akan terjadi? Sedang aku harus bagaimana?" pikir Ci Giok Phang.

Sesudah berpikir cukup lama, kembali Ci Giok Phang melamun.

"Aku ingin agar saudara Kok berhasil agar adikku bisa berjodoh dengannya, dan aku dengan nona Han. Demi adikku Giok Hian, aku siap berusaha. Sebaliknya bagi aku sendiri, bagaimana? Ah. Ini mungkin dosa besar bagiku, karena secara tidak langsung aku "merebut" calon isteri orang. Saudara Kok dan nona Han memang pasangan yang serasi. Aku memihak kepada adikku, tetapi aku juga harus ingat pada nasib nona Han. Jika saudara Kok berhasil membatalkan perjodohannya, dan nona Han putus asa kemudian terjadi sesuatu atas dirinya, bukankah secara tidak langsung akulah yang mencelakakannya?" pikir Ci Giok Phang.

Tak lama keduanya telah sampai di depan rumah Han Tay Hiong yang sebahagian besar telah musnah terbakar. Betapa terkejutnya mereka menyaksikan keadaan rumah itu Mereka langsung masuk dan menyaksikan reruntuhan rumah Han Tay Hiong yang hangus terbakar api.

"Melihat keadaanya, mungkin keluarga Han telah diserang oleh musuh besarnya," kata Ci Giok Hian pada kakaknya.

Ci Giok Phang mengerutkan dahinya.

"Aku tidak tahu saudara Kok dan Nona Han sudah sampai di sini atau belum?" kata Giok Phang.

Sejak di perjalanan Ci Giok Hian sudah mencemaskan keadaan Kok Siauw Hong. Dia khawatiir terjadi sesuatu atas diri kekaihnya itu. Apakah Han Tay Hiong akan setuju ayas pembatalan perjodohan itu. Begitu yang berkecamuk dalam diri nona Ci. Sekarang sesudah menyaksikan keadaan rumah keluarga Han yang telah terbakar itu, Ci Giok Hian bertambah mencemaskan keadaan Kok Siauw Hong. Dia khawatir kekasihnya itu bertemu dengan musuh besar keluarga Han dan dia mengalami kecelakaan.

"Karena kita sudah ada di sini mari kita periksa ke  bagian dalam rumah ini!" kata Ci Giok Phang pada adiknya.

Nona Ci mengangguk.

"Baiklah," kata dia. "Aku pernah tinggal di rumah ini. Biar aku yang jadi penunjuk jalan. Mari kita ke  kamar Nona Han." kata Ci Giok Hian.

Begitu baru sampai di luar kamar itu, mereka mencium bau dupa di kamar nona Han dan mungkin masih menyala. Harumnya menyebar ke segala penjuru. Sebelum sampai ke kamar itu mereka sudah mencium bau harum dupa itu Nona Ci girang, dia mengira nona Han ada di rumah. "Pwee Eng, apa kau ada di dalam?" kata nona Ci.

Panggilan nona Ci tidak mendapat jawaban. Ini tentu saja membuat kedua muda-mudi itu jadi tegang.

"Apa di kamar itu ada orang lain?" pikir nona Ci.

Ci Giok Hian pernah bermalam di rumah keluarga Han beberapa bulan lamanya. Dia juga sudah tahu kebiasaan nona Han yang setiap akan tidur selalu membakar dupa wangi.

"Tidak mungkin orang lain berani masuk ke kamarnya," pikir nona Ci. "Aku yakin dia sudah sampai lalu pergi lagi!"

Ci Giok Hian mengintai ke dalam kamar lewat jendela, tapi keadaan kamar itu sepi-sepi saja.

"Aku pernah tidur di kamar ini. Kakak kau mau ke dalam untuk melihatnya atau tidak?" kata nona Ci.

Wajah Giok Phang merah.

"Jangan! Itu kurang baik," kata Giok Phang mencegah adiknya.

Ci Giok Hian tertawa.

"Kakak terlalu canggung, bagamana kalau kelak. "

Tiba-tiba wajah Giok Phang berubah jadi serius.

"Dik, kau jangan bicara sembarangan, saat ini Nona Han tetap masih calon isteri Kok Siauw Hong!" bisik kakaknya.

Kata-kata yang diucapak oleh kakaknya sebagai peringatan saja, tetapi oleh Giok Hian ditanggapi sebagai sebuah sindiran.

"Benar! Memang Kanda Kok belum membatalkan perjodohannya dengan nona Han! Semua masalah di dunia sulit diduga. Siapa pun tidak akan ada yang tahu, apa yang akan terjadi kelak? Aku berpikir terlalu muluk-muluk!" begitu pikir nona Ci.

Melihat adiknya termenung agak murung, Giok Phang sadar dia telah salah bicar dan dia merasa bersalah. Atau setidaknya tadidiatelahmelukaihati adiknya.

"Kau jangan resah," Ci Giok Phang menghibur adiknya, "aku rasa Kok Siauw Hong tidak akan menjilat ludah dan berubah pikiran. Aku yakin dia akan setia kepadamu!"

Nona Ci tertawa dengan terpaksa.

"Siapa yang resah?" kata nona Ci. "Justru aku khawatir kaulah yang resah! Tetapi aku lihat kamar ini kelihatan aneh. Sekarang Nona Han tidak ada di kamar ini, apa salahnya jika kita masuk ke kamarnya untuk melihat-lihat keadaan kamarnya. Siapa tahu kita akan menemukan sesuatu?"

Sesudah berpikir sejenak, Ci Giok Phang pun mengangguk juga.

Mereka masuk dan tampak kamar itu tampak berantakan sekali. Tadi Kok Siauw Hong menyiram nona Kiong, sehingga kamar itu jadi becek oleh air. Tak heran kalau jejak kaki di kamar itu jadi kelihatan jelas sekali. Ketika mereka memperhatikan keadaan itu, jeas di lantai banyak jejak kaki, ada jejak yang kecil, itu pasti jejak kaki perempuan dan lakilaki. Melihat hal itu Ci Giok Hian jadi curiga.

"Siapa lelaki yang masuk ke kamar nona Han ini? Apakah... .apakah.... Aah! Tidak seharusnya aku tidak berpikir begitu? Tak mungkin Kok Siauw Hong berhubungan kembali dengan nona Han di belakangku? Aku rasa Pwee Eng juga tidak akan berbuat begitu?" pikir nona Ci tapi hatinya bimbang bukan main. Saat nona Ci sedang melamun kakaknya bicara.

"Sst! Ada orang datang ke mari!" bisik Giok Phang.

Buru-buru mereka keluar dari kamar itu. Benar saja mereka mendengar langkah kaki mendatangi. Tak lama terlihat seorang tua sedang berjalan di halaman rumah sambil berteriak-teriak memanggil nama Siauw Hong.

"Siauw Hong! Siauw Hong!"

Ci Giok Phang dan Ci Giok Hian tertegun menyaksikan kedatangan lelaki tua itu. Ketika Ci Giok Phang hendak bertanya kepada lelaki tua itu, lelaki tua itu langsung berkata.

"Eh, bukankah kalian Giok Phang dan Giok Hian?" kata lelaki tua itu.

Mereka mengangguk mengiakan.

"Apa di dalam tidak ada Kok Siauw Hong?" tanya orang tua itu lagi.

"Tidak ada kami sedang mencarinya." kata Giok Phang. "Kalau begitu dia sudah pergi!" kata lelaki tua itu.

Mendengar kata-kata lelaki tua itu kedua muda-mudi itu tercengang.

"Mohon bertanya siapa nama besar Lo-cian-pwee, dari mana Cian-pwee mengetahui nama kami?" kata Giok Phang.

Lelaki tua itu tertawa terbahak-bahak.

"Nama Lo-hu Jen Thian Ngo," kata lelaki tua itu. "Aku ini paman Kok Siauw Hong!"

Dia baru saja dari markas Kay-pang. Sesudah Jen Thian Ngo     sampai     ke     markas     cabang     Kay-pang ketika ditunggutunggu cukup lama. Kok Siauw Hong belum juga kembali. Karena Liok Kun Lun khawatir terjadi sesuatu atas diri Kok Siauw Hong, dia minta agar Jen Thian Ngo mencarinya lagi di rumah Han Tay Hiong. Kebetulan Jen Thian Ngo bertemu dengan Ci Giok Phang dan Giok Hian.

"Kami sudah lama mendengar nama besar Lo-cian-pwee, tapi kami tak tahu kalau Cian-pwee paman Kok Siauw Hong!" kata Giok Hian.

Tiba-tiba jari tangan Jen Thian Ngo bergerak ditujukan ke arah sebuah pohon. Sungguh mengejutkan, kiranya tenaga Jen Thian Ngo tersebut mampu membuat tujuh buah lubang pada pohon tersebut.

Mungkin Jen Thian Ngo sengaja ingin memamerkan kepandaiannya di depan mereka. Dan ini membuat kedua anak muda itu kaget bukan main. Tak lama terlihat Jen Thian Ngo tersenyum.

"Ini ilmu pedang Cit-siu-kiam-hoat milik keluarga kami," kata Jen Thian Ngo, "Kok Siauw Hong telah belajar ilmu ini dari ibunya. Kalian pasti pernah melihatnya, bukan?"

Kedua muda-mudi itu langsung memberi hormat. "Kalian  tidak  perlu  sungkan,"  kata  Jen  Thian  Ngo.

"Nona Ci. urusanmu sudah aku ketahui semuanya. Kapan

kalian sampai di sini?"

"Kami baru saja sampai," kata Ci Giok Hian dengan wajah kemerah-merahan. "Kami belum bertemu dengan Kok Siauw Hong. Jadi Cian-pwee sudah bertemu dengannya di sini?"

"Tadi siang Lo-hu dari sini, Lo-hu bertemu dengan Siauw Hong," kata Ken Thian Ngo. Sesudah mendengar keterangan Jen Thian Ngo mereka girang tetapi juga kesal.

"Kiranya jejak lelaki yang ada di kamar itu jelas jejak Kok Siauw Hong! Pantas Pamannya mencarinya ke mari?" pikir Ci Giok Hian.

"Banyak yang kami tidak ketahui, maka itu kami ingin minta petunjuk dari Cian-pwee," kata nona Ci. Jen Thian Ngo manggut.

"Baik, mari kita bicara di dalam saja. "Apa kalian telah menemukan sesuatu yang tidak beres di kamar ini?" kata Jen Thian Ngo.

Jen Thian Ngo ini sudah berpengalaman, begitu melihat wajah nona Ci murung dia langsung tahu, apa yang sedang dipikirkan oleh nona ini. Dia tahu nona Ci cemburu kepada keponakannya.

Tadi siang pada saat Jen Thian Ngo sudah pergi, Kok Siauw Hong baru mengetahui di kamar itu ada Kiong Mi Yun sedang bersembunyi di kolong ranjang nona Han. Saat dia kembali dan melihat bekas jejak sepatu kain milik wanita dan lelaki ada di kamar itu, dia langsung menduga bahwa Kok Siauw Hong telah bertemu dengan nona Han di kamar itu.

"Celaka!" pikir Jen Thian Ngo. "Apa yang mereka lakukan di tempat ini? Ternyata gadis busuk itu sudah ada di sini dan telah mendengar pembicaraanku dengan Kok Siauw Hong?" pikir Jen Thian Ngo.

Dia mengira bekas jejak kaki itu pasti jejak kaki nona Han. Demikian juga anggapan nona Ci. Dalam sekejap timbul ide di benak Jen Thian Ngo yang licik saat itu juga. Dengan sengaja lelaki tua licik ini mengelah napas panjang. "Nona Ci," kata Jen Thian Ngo. "Kau seorang  nona yang sangat cerdik dan cerdas! Kok Siauw Hong masuk ke dalam kamar ini, jika bukan untuk menemui tunangannya dengan diam-diam, lalu untuk apa? Padahal Lo-hu sering menasihati dia, aku bilang kau jangan mendekati gadis busuk itu! Tapi dia tidak mau mendengar nasihatku. Aah! Aku jadi tidak enak hati padamu!"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar