Bab 44 Menyelamatkan Keluarga Hartawan
sang waktu terus berjalan, tak
terasa setahun telah berlalu. Kini ouw yang Bun dan Tan Giok Cu sudah punya
satu bayi perempuan. Walau Tan Giok Cu yang melahirkan bayi perempuan itu,
namun ia sama sekali tidak pernah mengurusinya, maupun menggendongnya, hanya
menyusuinya saja. yang mengurusi bayi perempuan itu adalah ouw yang Bun, dan
kadang-kadang Ciu Lan Nio.
setelah Hiat mo Pang berkuasa
dalam rimba persilatan, kejahatan semakin meningkat karena perbuatan para anggota
Hiat Mo Pang pula. sedangkan partai-partai besar dalam rimba persilatan sudah
tidak bisa berbuat apa-apa, sebab telah membuat surat takluk kepada Hiat Mo
Pang.
sementara yo Sian Sian yang
berada di Lam Hai, terus berlatih Thian Sin ci (Ilmu Jari sakti Langit). Lam
Hai Lo N i menyaksikan latihannya sambil manggut-manggut.
"sian sian," ujarnya
seusai yo sian sian berlatih.
"Mungkin engkau masih
harus berlatih tiga tahun lagi, barulah boleh kembali ke Tionggoan."
"Nenek," tanya yo
sian sian.
"setelah aku menguasai
ilmu Thian sin Ci, apakah aku akan berhasil mengalahkan Hiat Mo?"
"Sian sian...." Lam
Hai Lo Ni menggeleng-gelengkan kepala,
"Itu tidak mungkin, sebab
Hiat Mo berkepandaian tinggi sekali. Namun nenek yakin, engkau pasti dapat
mengalahkan Kwee In Loan."
"Nenek- aku harus
bagaimana kalau Hiat Mo membantu Kwee In Loan?"
"Apabila Hiat Mo berada
di pihak Kwee In Loan, maka engkau harus segera memperlihatkan tusuk konde yang
nenek berikan padamu itu Ajukan satu permintaan, dia pasti menurut akan
permintaanmu itu."
"Nenek- aku harus
mengajukan permintaan apa?"
"Itu terserah
engkau."
"Menurut aku..-,"
ujar yo sian sian setelah berpikir sejenak-
"Lebih baik aku
menyuruhnya kembali ke Kwan Gwa-"
"Ngmmm" Lam Hai Lo
Ni manggut-manggut.
"Betul. setelah itu
barulah engkau bertarung dengan Kwee In Loan,"
"ya. Nenek-" yo sian
sian mengangguk, kemudian menghela nafas panjang.
"Aaaah Entah bagaimana
keadaan rimba persilatan sekarang?"
"Sian Sian" Lam Hai
Lo Ni tersenyum.
"Engkau tidak perlu memikirkan
itu. yang penting engkau harus terus berlatih, jangan memecahkan perhatianmu
sendiri, sebab itu akan menghambat latihanmu."
"ya. Nenek-"
"Sian sian," pesan
Lam Hai Lo Ni.
"Setelah urusanmu selesai
kelak, lebih baik engkau kembali ke sini saja"
"Akan kupikirkan kelak,
Nek," sahut yo sian sian.
"Sian sian...." Lam
Hai Lo Ni menatapnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa hingga saat ini
engkau masih tidak mau menikah?"
yo sian sian tersenyum getir.
"Kelak aku mau menjadi
biarawati seperti Nenek-"
"Sian sian...." Lam
Hai Lo Ni menghela nafas panjang.
"Mungkin itu sudah
merupakan takdirmu...."
-ooo00000ooo-
sementara itu, Thio Han Liong
yang berada di dalam gua, terus-menerus melatih Kiu yang sin Kang di dalam
telaga. Kini ia sudah tidak merasa dingin lagi, pertanda Lweekangnya sudah
meningkat pesat.
oleh karena itu, sesuai dengan
pesan Bu Beng siansu, mulailah ia menyelam ke dasar telaga, sebab ia harus
berlatih Kian Kun Taylo sin Kang di dasar telaga itu. Begitu sepasang kakinya
menyentuh dasar telaga, seketika juga ia merasakan adanya arus yang amat kuat
menerjang ke arah dirinya.
la segera mengerahkan Kian Kun
Taylo sin Kang ajaran Bu Beng sian su untuk menyambut terjangan arus itu. Namun
ia tetap terdorong ke belakang, akhirnya terpaksa meluncur ke atas untuk
mengambil nafas-
Thio Han Liong tidak habis
pikir, kenapa arus di dasar telaga itu begitu kuat bagaikan serangan Lweekang
lawan. Ternyata pada dinding telaga yang dekat di dasar itu terdapat sebuah
lubang, dan air inti es dari dalam perut gunung soat san terus menerjang ke
luar dari lubang itu, sehingga menimbulkan suatu arus yang amat dahsyat.
setelah mengambil nafas, Thio
Han Liong menyelam lagi ke dasar telaga. Kali ini ia mengerahkan Kiu yang sin
Kang untuk melindungi jantung dan paru-parunya dari tekanan arus di dasar
telaga, setelah berdiri di dasar telaga, barulah ia
mengerahkan Kian Kun Taylo sin
Kang untuk menyambut terjangan arus itu. Begitulah ia terus berlatih di dasar
telaga dengan penuh semangat, seandainya ia tidak makan buah soat san Ling che,
tentu ia sudah mati beku di dasar telaga itu.
Tak terasa tiga tahun telah
berlalu lagi. Kini Thio Han Liong telah berhasil menyambut terjangan arus yang
di dasar telaga, bahkan mampu pula melangkah maju.
Mulailah ia melatih ke tiga
jurus Kian Kun Taylo ciang Hoat, kemudian ia pun melatih Thay Kek Kun, Kian Kun
Taylo Ie, Siauw Lim Liong jiauw Kang dan Kiu Im Pek KutJiauw di dasar telaga
itu.
Betapa gembiranya Thio Han
Liong, sebab kini ia telah berhasil menguasai ilmu Kian Kun Taylo sin Kang
ajaran Bu Beng sian su. Maka ia pun mengambil keputusan untuk meninggalkan gua
itu.
Keesokan harinya, Thio Han
Liong meninggalkan gua tersebut. Kini usianya sudah hampir dua puluh lima
tahun, tampan, gagah tampak berwibawa pula. Hanya saja pakaiannya telah kumal,
bahkan juga tidak punya uang sama sekali.
Dalam perjalanan, ia mengisi
perutnya dengan buah-buahan hutan. Beberapa hari kemudian, ia tiba di kota Ling
Lam. Karena merasa haus, ia mampir ke sebuah kedai teh.
"Silakan duduk- silakan
duduk- Tuan" ucap pelayan kedai teh.
"Maaf" sahut Thio
Han Liong dengan tersenyum.
"Aku... aku mau minta
secangkir teh, aku haus sekali."
"Mau minta secangkir
teh?" Pelayan itu terbelalak-
"ya." Thio Han Liong
mengangguk-
"Tidak bisa-"
Pelayan menggelengkan kepala.
"Kalau kuberikan
secangkir teh padamu, otomatis gajiku dipotong. Maaf...."
"Anak muda" panggil
seorang yang sedang duduk menikmati teh-
"Engkau haus ya?"
"ya Paman Tua" sahut
Thio Han Liong.
"Mari duduk di sini, kita
minum teh bersama" ujar orangtua itu sambil tersenyum.
"Terima kasih, Paman
Tua." Thio Han Liong segera duduk di hadapannya.
"Pelayan" seru
orangtua itu.
"Cepat suguhkan teh wangi
dan makanan enak, aku yang bayar"
"ya." sahut pelayan
dan cepat-cepat menyuguhkan teh wangi serta makanan ringan untuk Thio Han
Liong.
"Paman Tua, terima
kasih," ucap Thio Han Liong.
"Ha ha ha" orang itu
tertawa.
"Anak muda, engkau bukan
penduduk kota King Lam?"
"Bukan, aku berasal dari
tempat lain." "oooh" orangtua itu manggut-manggut.
"Bolehkah aku tahu namamu?" "Namaku Thio Han Liong, Paman
Tua?"
"Namaku Liu Ah Gu-"
orangtua itu memberitahukan. "Aku adalah Kepala Pengurus di rumah hartawan
sim." "Kok Paman Tua di sini seorang diri?"
"Aku...." orangtua
itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku pusing, maka keluar
ebentar untuk minum teh di sini."
"Paman Tua memusingkan
apa?"
"Pusing memikirkan
hartawan sim dan puterinya."
"Kenapa mereka?"
"Majikanku adalah orang
yang amat baik dan berhati bajik, sering menolong fakir miskin- Tapi...."
"Apa yang terjadi?"
"Beberapa hari yang lalu,
pembesar setempat mengutus seseorang melamar puteri hartawan sim untuk
dijadikan isteri
ke empat." Liu Ah Gu
memberitahukan sambil menghela nafas panjang.
"Tentunya amat
mengejutkan hartawan sim, sekaligus membuat beliau tercekam.
"oooh" Thio Han
Liong manggut-manggut, kemudian berbisik,
"Paman Tua, aku kehabisan
uang, bolehkah aku menemui hartawan sim untuk minta bantuan?"
"Itu...." Liu Ah Gu
menggeleng-gelengkan kepala.
"Kini beliau sedang
pusing, maka aku khawatir...."
"Paman Tua, tolonglah
bawa aku ke sana, siapa tahu hartawan sim bersedia membantuku" desak Thio
Han Liong dengan tersenyum.
"Itu...." Kening
orangtua itu berkerut-kerut, sejenak
kemudian barulah ia mengangguk
seraya berkata,
Kalau hartawan sim mencaci
maki dirimu, jangan menyalahkan aku lho"
"Tentu tidak." Thio
Han Liong tersenyum.
"Baiklah." orangtua
itu manggut-manggut. la segera membayar makanan dan minumannya, lalu mengajak
Thio Han Liong ke rumah hartawan sim.
sungguh besar dan mewah rumah
hartawan sim. Ketika memasuki halaman rumah itu, Thio Han Liong kagum
menyaksikannya.
"Mari ikut aku
masuk" ajak Liu Ah G u.
Terima kasih, Paman Tua"
sahut Thio Han Liong lalu mengikuti orangtua itu.
Memang kebetulan sekali,
hartawan sim dan puterinya sedang duduk di ruang depan membicarakan
sesuatu-Hartawan sim tertegun ketika melihat Liu Ah Gu masuk bersama seorang
pemuda, sehingga keningnya tampak berkerut.
"Ah G u" tanya
hartawan sim-
"siapa pemuda itu?"
"Tuan Besar, dia bernama
Thio Han Liong." Liu Ah GU.
memberitahukan.
"Aku bertemu dia di kedai
teh».."
"Lalu kenapa engkau
membawanya ke mari?"
"Dia— dia kehabisan uang,
maka...."
"Ah G u" bentak
hartawan sim.
"Aku sedang pusing, tapi
engkau justru menambah kepusinganku"
"Tuan Besar...." Liu
Ah Gu menundukkan kepala.
"Paman" ujar Thio
Han Liong sambil memberi hormat.
"Jangan memarahi paman
tua ini, sebab aku yang memaksanya membawa ke mari"
Hartawan sim
menggeleng-gelengkan kepala.
"Engkau ke mari tidak
tepat pada waktunya, karena saat ini aku...."
"Ayah, bantulah dia"
ujar puteri hartawan sim yang bernama sim sok Im.
"Kita membantu orang yang
dalam kesulitan, siapa tahu kesulitan kita dapat teratasi."
"Aaah—" Hartawan sim
menghela nafas panjang.
"Baiklah- Ayah pasti
membantunya."
"Terima kasih, Paman.
Terima kasih, Nona," ucap Thio Han Liong.
"Anak muda,
duduklah"
"ya, paman." Thio
Han Liong segera duduk-
"Anak muda, siapa engkau
dan mau ke mana?" tanya hartawan sim sambil memandangnya dalam-dalam-
"Namaku Thio Han Liong,
aku sedang mengembara."
Hartawan sim manggut-manggut.
"oh ya, engkau sudah
makan apa belum?"
"Tuan Besar," sahut
Liu Ah Gw c-cpat-
"Dia belum makan. Tadi
dia ke kedai teh hanya minta air minum."
"Kalau begitu, cepatlah
suruh beberapa pelayan menyiapkan hidangan" pesan hartawan sim.
"ya. Tuan Besar-"
Kepala Pengurus itu langsung ke dalam. "Paman, tidak usah
repot-repot" ucap Thio Han Liong. "Tadi aku sudah makan
sedikit."
"Makan sedikit mana bisa
kenyang? Ha ha ha Han Liong, jangan sungkan-sungkan" Hartawan sim tertawa-
"oh ya, kuperkenalkan Ini
putriku bernama sim sok Im." "Nona sim" panggil Thio Han Liong.
"Jangan memanggilku nona,
usiaku lebih kecil..." sahut sim sok Im dengan wajah aflak
kemerah-merahan.
"Panggil saja Adik,"
"Ya, Adik sok Im"
Thio Han Liong tersenyum.
senyumannya membuat hati gadis
itu berdebar-debar aneh, dan la langsung menundukkan wajahnya dalam-dalam.
"Ha ha ha" Hartawan
sim tertawa gelak, tapi kemudian menghela nafas panjang.
"Aaah»."
"Ayah-—" sim sok Im
memandang hartawan sim.
"Nak" Hartawan sim
menggeleng-gelengkan kepala.
"Besok pagi utusan
pembesar Tan akan ke mari, kita...."
"Ayah" Wajah sim sok
Im murung sekali.
"Kalau terpaksa, itu apa
boleh buat."
"Maksudmu?"
"Aku terpaksa harus
menikah dengan pembesar itu."
"Nak, itu... itu mana
boleh?"
"Ayah" sim sok Im
menghela nafas panjang.
"Kita tidak bisa berbuat
apa-apa, sebab kalau kita melawan. Ayah pasti dihukum berat."
"Aaaah..." Hartawan
sim menghela nafas panjang tak henti-hentinya.
"Pembesar Tan sungguh
keterlaluan, bahkan sering berbuat sewenang-wenang pula"
"Maaf, Paman sebetulnya
apa gerangan yang terjadi?" tanya Thio Han Liong.
"Bolehkah aku
mengetahuinya?"
"Pembesar Tan adalah
pembesar baru di kota Ling Lam ini. isterinya sudah tiga, tapi masih mengutus
orang kepercayaannya ke mari untuk melamar putriku. Kalau aku
menolak dia pasti akan
memfitnahku, sehingga aku dihukum berat. Besok pagi utusan itu akan ke mari dan
aku harus memberi keputusan."
Thio Han Liong tersenyum dan
bertanya,
"Kenapa Paman tidak
melaporkan kepada atasan pembesar itu?"
"Kalau aku melapor,
justru bertambah celaka."
"Kenapa begitu?"
"salah seorang menteri di
dalam istana adalah famili pembesar Tan, maka apabila aku melapor kepada atasannya,
tentunya atasannya akan berpihak kepadanya dan akulah yang akan celaka."
Thio Han Liong
manggut-manggut.
"Ternyata begitu—."
Di saat itu kepala pengurus
muncul lalu memberi hormat kepada hartawan sim seraya melapor, bahwa semua
hidangan telah disajikan di atas meja-
"Han Liong," ujar
hartawan sim.
"Silakan makan, usai
makan mandilah agar badanmu seoar"
"Ya, Paman" Thio Han
Liong mengangguk-"Han Liong" Liu Ah Gu tersenyum.
"Mari ikut aku ke ruang
makan"
"Terima kasih, Paman
Tua" ucap Thio Han Liong lalu mengikuti orangtua itu ke ruang makan.
"Ayah," ujar sim sok
Im.
"Pakaian Han Liong sudah
kumal...."
"Baik," Hartawan sim
manggut-manggut karena tahu akan maksud putrinya.
"Ambilkan pakaian baru
untuk pemuda itu"
"ya. Ayah-" sim sok
Im mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Nak" Hartawan sim
menatapnya dengan penuh perhatian.
"Entah sudah berapa
banyak pemuda dari keluarga kaya ke mari melamarmu, tapi engkau tolak satu per
satu. Kini...
kelihatannya engkau begitu
menaruh perhatian pada Thio Han Liong, apakah— engkau tertarik padanya? "
"Ayah—." sim sok Im
cemberut, lalu berlari ke kamar ayahnya untuk mengambil pakaian.
setelah itu, ia ke ruang
makan. Tampak Thio Han Liong sedang bersantap dengan lahap sekali.
"Kakak—" sim sok Im
mendekatinya. "Pakaian ini untukmu, pakailah seusai mandi"
"Terima kasih. Adik sok Im," ucap Thio Han Liong.
Gadis itu tersenyum, kemudian
meninggalkan ruang makan dengan sikap malu-malu dan itu membuat Liu Ah Gu
tertawa gelak-
"Ha ha ha Pura-pura malu"
Wajah sim sok Im memerah, ia
mempercepat langkahnya kembali ke ruang depan.
"Lho?" Hartawan sim
terbelalak-
"Kenapa wajahmu
kemerah-merahan? Ada apa sih?"
"Tidak ada apa-apa.
Ayah," sahut gadis itu sambil duduk.
"Engkau sudah berikan
pakaian kepada Han Liong?"
"sudah-"
"Nak- engkau».."
Hartawan sim memandangnya, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana menurutmu
mengenai urusan besok?" sim sok Im menghela nafas.
" Aku pasrah saja"
"Begini-..."
Mendadak muncul suatu ide dalam benak hartawan sim, sehingga wajahnya tampak
berseri.
"Ayah akan menikahkanmu
dengan Thio Han Liong ini, jadi pembesar Tan tidak bisa apa-apa."
Wajah sim sok Im memerah
tampak tersipu.
"Itu... itu terlampau
mendadak, lagipula kita sama sekali belum tahu jelas pemuda itu."
"Itu tidak jadi masalah,
yang penting engkau jangan menjadi isteri ke empat pembesar Tan," ujar
hartawan sim.
"Ayah akan berunding
dengan Thio Han Liong, mudah-mudahan dia tidak akan berkeberatan
memper-isterimu"
"Ayah-—" sim sok Im bergirang
dalam hati.
Berselang beberapa saat
kemudian, tampak Thio Han Liong berjalan perlahan menuju ruang depan dengan
pakaian barunya.
Haaah?" Hartawan sim dan
putrinya terbelalak, karena Thio Han Liong begitu tampan seusai mandi dan
mengenakan pakaian baru itu
"Han Liong...."
Thio Han Liong memberi hormat.
"Terima kasih atas
kebaikan Paman menghadiahkan pakaian ini untukku. Terima kasih.."
"Ha ha ha" Hartawan
sim tertawa gelak-
"Han Liong,
duduklah"
"ya, Paman" Thio Han
Liong duduk-
Hartawan sim memandangnya
seraya berkata,
"Puteriku sudah berusia
dua puluh tahun, justru tak disangka muncul urusan yang mencemaskan itu. Maka
aku... aku mau mohon bantuanmu"
"Apa yang dapat kubantu,
Paman" tanya Thio Han Liong.
"Besok pagi utusan
pembesar Tan akan ke mari, oleh karena itu..." ujar hartawan sim dengan
suara rendah.
"Malam ini aku akan
menikahkan putriku denganmu, tentu engkau tidak akan menolak kan?"
Thio Han Liong tersenyum, sama
sekali tidak tampak terkejut akan pembicaraan itu.
"Terima kasih atas
kepercayaan Paman pada diriku, namun Paman terlampau tergesa-gesa mengambil
keputusan ini. sebab Paman sama sekali belum tahu identitas diriku, lagipula
baru setengah hari Adik sok Im kenal aku. Maka tidak baik Paman memutuskan
demikian."
Hartawan sim terbelalak
mendengar penolakan itu, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku amat pusing dan
cemas, besok pagi utusan pembesar Tan akan ke mari...."
"Paman" ujar Thio
Han Liong.
"Menurut aku, lebih baik
hadapi saja utusan itu"
"Cara bagaimana aku
menghadapi utusan itu?" keluh hartawan sim.
Kalau aku menolak kemungkinan
pembesar Tan akan menfitnahku agar dihukum mati, sedangkan putriku tetap
menjadi isteri mudanya."
"Paman" Thio Han
Liong tersenyum.
"Tolak saja"
"Itu...." Hartawan
sim menggeleng-gelengkan kepala.
"Ayah," sela Sim Sok
Im.
"Memang lebih baik kita
tolak. Kalau Ayah dihukum mati, aku... aku pun akan bunuh diri"
"Nak—"" Mata
hartawan sim mulai basah-
"Kenapa urusan itu
menimpa kita, padahal ayah tidak pernah berbuat jahat terhadap siapa pun. Aaaah
Kenapa Thian (Tuhan) berkehendak beo itu?"
"Ayah, jangan menyalahkan
Thian"
"Betul," sahut Thio
Han Liong.
"Thian justru punya mata
dan Maha Adil Bijaksana, percayalah Pembesar Tan pasti memperoleh
ganjarannya-"
"Itu— itu bagaimana
mungkin?" Hartawan sim meng-geleng-gelengkan kepala-
"yakinlah" Thio Han
Liong tersenyum sambil bangkit berdiri-
"Paman, aku mohon
pamit"
"Apa? Engkau mau
pergi?" Hartawan sim tertegun. "Ya-" Thio Han Liong
mengangguk-"Baiklah-" Hartawan sim manggut-manggut.
"sok Im, ambilkan lima
ratus tael perak di kamar ayah untuk Han Liong"
"Tidak usah, Paman"
tolak Thio Han Liong.
"Engkau akan melanjutkan
pengembaraanmu, tentunya membutuhkan uang," ujar hartawan sim.
sedangkan sim sok Im sudah
masuk ke dalam. Tak lama kemudian gadis itu sudah kembali dengan membawa sebuah
bungkusan kecil berisi lima ratus tael perak-
"Kakak, terimalah"
Sim sok Im menyodorkan bungkusan itu dengan mata bersimbah air.
"Adik sok Im-." Thio
Han Liong menerima bungkusan itu dengan terharu sekali.
Padahal hartawan sim sedang
menghadapi masalah, namun masih memperhatikan orang lain. Betapa kagum dan
salutnya Thio Han Liong terhadap hartawan itu, juga amat berterima kasih kepada
sim sok Im.
"Kakak, selamat
jalan" ucap gadis itu
"sampai jumpa. Adik sok
Im" Thio Han Liong tersenyum, lalu memberi hormat kepada hartawan sim.
"Paman, terima kasih atas
kebaikan Paman."
"Han Liong...."
Hartawan sim menghela nafas panjang.
"Aku ingin menahanmu di
sini, tapi aku justru sedang menghadapi masalah itu"
"Paman, sampai
jumpa" ucap Thio Han Liong, lalu melangkah pergi.
sim sok Im mengantarnya sampai
di luar rumah- Thio Han Liong berhenti di situ seraya berpesan,
"Adik sok Im, jangan
khawatir mengenai urusan esok hari Tolak saja lamaran pembesar Tan Kalau mereka
membawa kalian ke kantor pembesar Tan, kalian ikut saja"
"ya-" sim sok Im
mengangguk-"Kakak, kapan akan berjumpa lagi?"
"Dalam waktu dekat kita
pasti berjumpa lagi," sahut Thio Han Liong, setelah itu barulah ia
berjalan pergi-
sim sok Im kembali ke dalam
rumah- Hartawan sim masih duduk di ruang depan itu dengan wajah murung-
"Ayah—" panggil sim
sok Im dengan air mata meleleh "Han Liong sudah pergi?" tanya
hartawan sim-"ya-" sim sok Im mengangguk sambil duduk-"En-tah—
kapan dia akan ke mari lagi?" "Nak-..." Hartawan Sim menghela
nafas.
"Kita harus menghadapi
urusan esok pagi, maka engkau jangan memikirkan pemuda itu"
"Ayah, lebih baik kita
menolak lamaran pembesar Tan. Apa yang akan terjadi biarlah terjadi."
"Baik," Hartawan sim
manggut-manggut. "Mari kita hadapi bersama urusan esok itu"
"Ayah..." sim sok Im menangis terisak-isak-"Jangan menangis.
Nak" ujar hartawan sim lembut.
"Asal ayah dapat
menyelamatkanmu, mati pun ayah rela...."
-ooo00000ooo-
Pagi itu utusan pembesar Tan
beserta para pengawal berangkat ke rumah hartawan sim. Utusan itu adalah
penasihat pembesar Tan, yang amat licik dan banyak akal busuk- Kenapa pembesar
Tan mengutusnya melamar sim sok Im? Ternyata ketika pembesar Tan pergi
bersembahyang di sebuah kuil, kebetulan sim sok Im juga sedang bersembahyang di
kuil itu Begitu melihat gadis itu, pembesar Tan langsung tertarik, maka
mengutus penasihat-nya untuk melamar sim sok Im.
Para pengawal pembesar Tan
berdiri di depan rumah hartawan sim, sedangkan utusan itu berlenggang ke dalam
dengan tersenyum-senyum.
Hartawan sim dan putrinya
sedang duduk di ruang depan. Dengan sikap dingin mereka menyambut kedatangan
utusan itu.
"Ha ha ha" utusan
itu tertawa gelak-"Selamat pagi selamat pagi—-" "Hmm"
dengus hartawan sim-"Mau apa engkau ke mari?"
"Mau bertanya kepada
hartawan Sim, apakah sudah siap menerima lamaran Tan Tayjin?" sahut utusan
itu.
"Kami menolak lamaran
itu," ujar hartawan sim.
"Apa?" Air muka
utusan itu langsung berubah-
"Hartawan sim, engkau
berani menolak lamaran Tan Tayjin?"
"Kenapa tidak?"
sahut hartawan sim.
"Bagus, bagus"
utusan itu menatap sim sok Im dan bertanya,
"Bagaimana Nona sim?
Engkau menerima, lamaran Tan Tayjin?"
"Menolak" sahut sim
sok Im dengan ketus dan dingin.
"Bagus, bagus Kalian
berdua betul-betul cari penyakit" ujar utusan itu lalu berseru,
"Pengawal, bawa mereka ke
kantor Tan Tayjin"
"ya," sahut beberapa
pengawal yang di luar. Mereka segera masuk sekaligus menangkap hartawan sim dan
putrinya.
"He he he" Utusan
itu tertawa terkekeh-kekeh-"Betulkah kalian menolak lamaran Tan
Tayjin?" "Betul" sahut hartawan sim dan putrinya
serentak-"Baik" Utusan itu manggut-manggut. "Pengawal, seret
mereka ke kantor Tan Tayjin"
"ya" sahut para
pengawal itu, yang kemudian menyeret hartawan sim dan putrinya ke kantor
pembesar Tan.
Para penduduk hanya
menggeleng-gelengkan kepala. Tiada seorang pun berani bersuara.
"Tak disangka hartawan
sim yang baik hati itu akan mengalami musibah ini," bisik seseorang kepada
temannya.
"Aaaah—" Temannya
menghela nafas panjang.
orang baik malah tertimpa
musibah, Lo Thian ya (Tuhan) sungguh tidak adil"
Hartawan sim dan putrinya
diseret sampai di kantor pembesar Tan. Para pengawal mendorong mereka agar
berlutut di tengah-tengah ruang itu. sedangkan utusan itu langsung ke dalam,
dan tak lama ia sudah bersama pembesar Tan yang berusia lima puluhan itu.
Pembesar Tan duduk-Utusan yang juga penasihat segera berbisik-bisik di
telinganya.
"oh?" Pembesar Tan
mengerutkan kening.
Penasihat itu berbisik-bisik
lagi. Pembesar Tan manggut-manggut lalu mendadak memukul meja.
"Hartawan sim"
bentak pembesar Tan.
"sungguh berani engkau
menghina pembesar, maka engkau harus dibuang ke kota lain"
"Tan Tayjin, aku hanya
menolak lamaran Tayjin- Itu bukan berarti menghina pembesar-Kenapa aku harus
dibuang ke kota lain?"
"Masih berani banyak
bicara?" bentak pembesar Tan. "Pengawal, cepat pukul pantatnya
seratus kali" "Tan Tayjin" ujar sim sok Im.
"Aku yang menolak lamaran
Tayjin. silakan Tayjin menghukumku, jangan menghukum ayahku"
"Ayahmu yang bersalah,
bukan engkau," sahut pembesar Tan sambil memandangnya, kemudian
tersenyum-senyum.
sementara para penduduk sudah
berkumpul di luar kantor pembesar Tan, namun tiada seorang pun yang berani
bersuara.
"Tan Tayjin jangan memfitnah
ayahku" ujar sim sok Im dengan berani.
"Tan Tayjin sudah
beristeri tiga, tapi masih ingin melamarku Tentu aku menolak-..."
"Diam" bentak
pembesar Tan berang.
"Pengawal, cepat pukul
hartawan sim"
ya" sahut beberapa
pengawal, dan mereka langsung menekan punggung hartawan sim agar hartawan itu
tengkurap.
(Lanjut ke jilid 23)
Jilid 23
"Jangan memukul ayahku
Jangan memukul ayahku..." teriak Sim Sok Im.
"Cepat pukul hartawan itu
seratus kali" bentak pembesar Tan.
"Cepat"
"ya" sahut para
pengawal sambil mengangkat pemukul yang menyerupai pengayuh sampan.
Ketika salah seorang pengawa
baru mau mengayunkan pemukulnya, mendadak terdengar suara bentakan keras.
"Berhenti"
Suara bentakan itu memekakkan
telinga, dan sudah barang tentu mengejutkan para pengawal, begitu pula pembesar
Tan dan penasihat itu.
Tampak seorang pemuda berusia
sekitar dua puluh lima tahun berjalan memasuki kantor itu Dia tampan, gagah dan
berwibawa. Siapa pemuda itu,
tidak lain adalah Thio Han Liong.
"Kakak..." seru Sim
Sok Im.
"Han Liong?"
Hartawan Sim terbelalak yang sudah bangkit berdiri.
Thio Han Liong berdiri di
pembesar Tan dengan wajah dingin, sedangkan pembesar Tan dan penasihatnya
tampak tercengang akan kemunculan Thio Han Liong.
"Siapa engkau?"
tanya pembesar Tan sambil mengerutkan kening.
"Sungguh berani engkau
mengacau sidangku"
"Hmm" dengus Thio
Han Liong dingin.
"Engkau pembesar kota
ini, seharusnya melindungi penduduk kota ini Tapi... sebaliknya engkau malah
bertindak sewenang-wenang Engkau sudah beristeri tiga, tapi masih ingin melamar
anak gadis orang Karena ditolak, engkau memfitnah orang itu menghina pembesar
jangan mentang-mentang mempunyai famili seorang menteri di istana lalu engkau
bertindak semaunya"
"Pengawal Cepat tangkap
dia dan hukum dengan lima ratus kali pukulan" bentak pembesar Tan.
pengawal langsung mendekati
Thio Han Liong. Mendadak Thio Han Liong mengibaskan tangannya, dan seketika
para pengawal itu terpental membentur dinding.
"Aduuuh Aduuuuh..."
jerit para pengawal itu kesakitan. "Aduuuuh—"
"Haah—?" Terkejutlah
pembesar Tan dan penasihat-nya. Cepat-cepat penasihat itu berbisik-bisik di
telinga pembesar Tan.
"Tayjin, kelihatannya dia
seorang pendekar, maka kita harus berhati-hati menghadapinya. Kalau tidak, kita
akan celaka."
"ya-" Pembesar Tan
manggut-manggut, talu berkata kepada Thio Han Liong,
"siauhiap, ini... ini
cuma salah-paham—."
"Hmm" dengus Thio
Han Liong dingin, kemudian merogohkan tangan ke dalam bajunya. Dikeluarkannya
sesuatu lalu diperlihatkan kepada pembesar Tan dan penasihat itu.terkejut
Begitu melihat benda yang di tangan Thio Han Liong, menggigillah sekujur tubuh
pembesar Tan dan penasihat itu.
Mereka berdua cepat-cepat
menghampiri Thio Han Liong, lalu berlutut di hadapannya.
Hamba memberi hormat kepada
yang Mulia" ucap mereka serentak-
"Kalian berdua harus
terus berlutut di situ" sahut Thio Han Liong lalu duduk di kursi kebesaran
pembesar Tan.
"Pengawal"
"ya" sahut para
pengawal itu.
Hukum mereka seorang seratus
kali pukulan" perintah Thio Han Liong.
"Pukulan dengan sekuat
tenaga"
"ya" Beberapa
pengawal langsung menekan punggung pembesar Tan dan penasihat itu agar
tengkurap.
"Ampun Ampun yang
Mulia..." ujar pembesar Tan.
"Pukul" perintah
Thio Han Liong.
Plak Plak Plak-.. Para
pengawal mulai memukul pantat pembesar Tan dan penasihat itu dengan sekuat
tenaga.
"Aduuuh Aduuuh—"
jerit pembesar Tan dan penasihat itu kesakitan.
"Aduuuh..."
Belum sampai seratus kali,
pembesar Tan dan penasihat itu telah pingsan, maka para pengawal terpaksa
berhenti memukul mereka.
"siram dengan air"
ujar Thio Han Liong.
salah seorang pengawal
langsung pergi mengambil air, dan lalu disiramkan ke wajah pembesar Tan dan
penasihat itu. Tersadarlah mereka berdua dan mulai merintih.
"Pukul lagi"
perintah Thio Han Liong.
Para pengawal mulai memukul
pantat mereka berdua lagi, dan seketika juga mereka berdua menjerit-jerit
kesakitan.
sementara hartawan sim dan
putrinya terus memandang Thio Han Liong dengan mata terbelalak- Mereka
terbengong-bengong karena pembesar Tan memanggil Thio Han Liong yang Mulia-
sebetulnya siapa pemuda itu? Hartawan sim dan putrinya tidak habis pikir-
Para pengawal sudah berhenti
memukul pantat pembesar Tan dan penasihat itu, karena sudah seratus kati.
"Aduuh Aduuuh..."
Pembesar Tan dan penasihat itu masih merintih-rintih kesakitan.
"Aduuuh..."
"Aku dengar kalian juga
sering memaksa kaum gadis kota ini untuk dijadikan pelayan di rumah, benarkah
itu?" tanya Thio Han Liong. "Itu... itu..." sahut pembesar Tan
terputus-putus.
"Benar" Terdengar suara
sahutan di luar-
"Putriku dipaksa
menjadipelayan di rumah pembesar Tan"
"Baik" Thio Han
Liong manggut-manggut.
"Pembesar Tan, dengarlah
baik-baik Lepaskan kaum gadis yang tidak mau menjadi pelayan di rumahmu"
"ya, yang Mulia."
Pembesar Tan mengangguk-
"Mulai sekarang, apabila
kalian berdua masih berani berbuat sewenang-wenang lagi, kalian berdua berikut
keluarga dan menteri yang di dalam istana itu pasti dihukum penggal
kepala"
"hamba tidak berani.
Hamba tidak berani...." Betapa
terkejutnya pembesar Tan dan
penasihat itu.
"sekarang kalian berdua
harus minta maaf kepada hartawan sim dan putrinya" ujar Thio Han Liong dan
menambahkan,
"Tahukah kalian, hartawan
sim adalah familiku Aku baru tiba kemarin di kota ini dari Kotaraja dan
kenalkah kalian dengan benda ini?"
Thio Han Liong memperlihatkan
sebuah giok yang berukir sepasang naga, yakni giok pemberian An Lok Kong cu.
"Hah? An Lok Kong
cu" wajah pembesar Tan dan penasihat itu berubah pucat pias.
"Aku mewakili kaisar
untuk memeriksa semua pembesar-seharusnya kalian berdua kuhukum...."
"Ampuni hamba, yang Mulia
Ampuni hamba..."
"Baiklah Aku mengampuni
kalian berdua, tapi mulai sekarang kalian harus berlaku adil dan bijaksana
terhadap penduduk kota ini"
"ya, yang Mulia-"
Pembesar Tan dan penasihat itu bangkit berdiri dengan kaki bergemetaran, lalu
perlahan-lahan menyapa hartawan sim dan putrinya-
"Hartawan sim, kami— kami
minta maaf atas semua perbuatan kami"
"Ha ha ha" Hartawan
sim tertawa-
"Aku tahu Tan Tayjin
hanya bergurau dengan kami-Bagaimana mungkin Tan Tayjin akan melamar putriku-
ya, kan?"
"ya, ya-" Pembesar
Tan manggut-manggut dan amat berterima kasih kepada hartawa yang masih menjaga
namanya.
"Nona sim-—"
Penasihat itu memberi hormat-
"Maaf-kan aku"
"Sudahlah" sim sok
Im menghela nafas panjang-
"Itu telah berlalu,
jangan diungkit lagi"
"Paman, Adik sok Im"
Thio Han Liong mendekati mereka-
"Mari kita pulang"
"Baik," Hartawan sim
mengangguk-
"TUnggu" seru
pembesar Tan.
"yang Mulia, hamba akan
menyiapkan tandu"
Cukup untuk hartawan Sim dan
Nona Sim saja" sahut Thio Han Liong, lalu mendadak badannya bergerak-
tahu-tahu sudah hilang begitu saja.
Ternyata Thio Han Liong
menggunakan ginkang melesat pergi, tentunya membuat pembesar Tan dan lainnya
melongo-Kemudian pembesar Tan menyuruh orangnya mengantar hartawan sim dan
putrinya pulang dengan tandu.
-ooo00000ooo-
setelah masuk ke tandu,
hartawan sim tertawa gelak, sedangkan sim sok Im diam saja.
"Ha ha ha" Hartawan
sim memandang putrinya.
"Nak. kenapa engkau diam
saja? sedang memikirkan apa?"
"Ayah, kenapa Kakak Han
Liong pergi tanpa pamit?" sahut sim sok Im sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
"Nak, kita sama sekali
tidak tahu bahwa dia wakil kaisar. Kedudukannya amat tinggi, sedangkan
kita...." Hartawan sim menghela nafas panjang.
"Ayah, aku memang jatuh
hati kepadanya. Tapi aku tidak berani berharap dia juga jatuh hati kepadaku.
Aku hanya berharap... dia berpamit kepadaku, namun dia—-" sim sok Im
menggeleng-gelengkan kepala lagi.
Tak seberapa lama kemudian, sampailah
mereka di rumah hartawan sim. Tandu itu berhenti, dan hartawan sim serta
putrinya melangkah turun lalu berjalan memasuki halaman.
Mendadak mereka berdua
terbelalak, ternyata mereka melihat Thio Han Liong berdiri di sana.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong—" seru sim sok Im sambil berlari-fari menghampirinya.
"Kakak Han
Liong...."
"Adik sok Im" sahut
Thio Han Liong dan tersenyum.
Kakak Han Liong...."
sekonyong-konyong sim sok Im mendekap di dadanya.
"Adik sok Im" Thio
Han Liong membelainya.
"Kini engkau sudah aman,
pembesar Tan tidak akan berani mengganggumu lagi."
Terima kasih. Kakak Han
Liong," ucap sim sok Im dengan air mata berderai- derai.
"Adik sok Im" Thio
Han Liong heran.
"Kenapa engkau
menangis?"
"Kakak Han Liong, aku...
aku gembira sekali."
"Ha ha ha" Hartawan
sim tertawa gelak-
"Han Liong, perlukah aku
berlutut di hadapanmu?"
"Aku bukan pembesar,
tentunya tidak perlu," sahut Thio Han Liong sambil tersenyum.
"sebaliknya aku yang
harus berterima kasih kepada Paman, karena aku sudah makan di sini, diberi
pakaian baru dan uang lima ratus tael perak-"
"Ha ha ha" Hartawan
sim tertawa-
Aku jadi malu hati, tak
disangka engkau wakil kaisar" "Paman" pesan Thio Han Liong.
"Kalau pembesar Tan masih
berani berbuat sewenang-wenang, Paman boleh langsung ke Kota raja menemui An
Lok Kong cu. Laporkan kepadanya"
"Baik," Hartawan sim
manggut-manggut-
"Adik sok Im," ujar
Thio Han Liong dengan senyum lembut.
"Engkau adalah gadis yang
baik, aku yakin engkau akan bertemu pemuda yang baik pula."
"Terima kasih. Kakak Han
Liong" ucap sim sok Im. "Adik sok Im" Thio Han Liong menggenggam
tangannya. "Aku mohon pamit"
"Kok cepat sudah mau
pergi?" sim sok Im tampak kecewa sekali.
"Masih ada tugas lain
yang harus kuselesaikan. sampai jumpa" ucap Thio Han Liong.
"Paman, sampai
jumpa"
"Han Liong," ucap
hartawan sim.
"Selamat jalan"
Mendadak Thio Han Liong
melesat pergi, dan seketika juga ia lenyap dari hadapan hartawan sim dan
putrinya.
"Kakak Han Liong Kakak
Han Liong..." seru sim sok Im. "Kakak Han Liong..."
"Nak. dia sudah
pergi-" Hartawan sim menghela nafas panjang, namun kemudian tertawa
gembira.
"Ha ha ha..."
"Kenapa Ayah tertawa
gembira? Aku... aku sedang berduka." sim sok Im menggeleng-gelengkan
kepala.
"Nak, apakah engkau
lupa?"
"Ada apa?"
"pakaian baru yang engkau
berikan kepada Han Liong, bukankah engkau yang menjahit untuk dihadiahkan
kepada ayah?"
"Betul."
"Kini malah Han Liong
yang memakainya, Itu sungguh menggembirakan" Hartawan sim Tertawa.
"Ha ha ha—"
"oooh" Wajah sim sok
Im tampak berseri-
"Ayah, terhiburlah hatiku
sekarang. Karena ia mengenakan pakaian yang kujahit sendiri Aku... aku gembira
sekali-"
"Nak," Hartawan sim
memegang bahu putrinya seraya tersenyum lembut-
"Kita memang harus
bergembira-"