Jilid XL
“SELAMAT datang Liem loya, twa hujin, dan twa kongcu!” gadis gadis cantik itu berkali kali menyambut dengan kata kata merdu dan wajah berseri seri. Terutama sekali lirikan mata para gadis ini kalau ditujukan ke arah Kong Hwat, maka nampak sinar aneh yang membkin hati Siauw Yang berdebar. Sekarang mata gadis gadis ini demikian liar dan genit, sungguh tidak sesuai dengan wajah mereka yang cantik lembut dan gerak gerik mereka yang halus.
“Kong Hwat, kita berada di manakah??!” tanya Siauw Yang hampir berteriak, dan muka nyonya ini berobah pucat, juga Pun Hui memandang wajah putranya dengan tangan terkepal. Kini baru kelihatan olehnya betapa muka puteranya itu kini menjadi pucat dan sepasang matanya kehilangan sinarnya yang dahulu, sebaliknya terganti oleh sinar yang kejam.
“Ini tempat tinggalku, ibu. Marilah, mari kita ke pondok dan di sana kita bicara panjang lebar. Mari ayah dan ibu kuperkenalkan dengan anak mantumu ”
“Anak mantu....? Kong Hwat, kau.... kau ”
Siauw Yang berkata gagap, dua titik air mata keluar dan meloncat di atas pipinya. Akan tetapi Kong Hwat tidak berkata apa apa lagi, melainkan menggandeng tangan ibunya dan diajaknya nyonya itu berjalan terus. Pun Hui dengan hati berdebar tidak enak mengikuti dari belakang. Siauw Yang juga tidak mengeluarkan suara lagi karena di kanan kiri mereka terdapat begitu banyak orang, sungguh tidak enak kalau harus ribut ribut di sini. Nanti saja, pikirnya, akan kumaki habis habis bocah ini!
Tak lama kemudian mereka bertiga, diikuti oleh puluhan orang muda muda yang cantik dan tampan itu, tiba di depan sebuah gedung besar yang amat indah. Benar benar amat mengherankan kalau melihat gedung sepeti itu berada di tengah hutan. Gedung seperti istana ini pantasnya hanya berada di kota raja, menjadi tempat kediaman pangeran pangeran.
Di depan istana itu mereka disambut oleh tujuh orang kakek dan nenek tua yang membuat suami isteri ini terkejut sekali. Seorang di antara mereka itu bukan lain adalah Hek tok kwi yang pernah memimpin rombongan siuli dan siulam menyerbu Siang to Bhok Coan. Yang mengejutkan hati Siauw Yang dan Pun Hui adalah keadaan tubuh dan air muka orang ini. Mereka itu rata rata sudah tua sekali dan muka mereka buruk buruk menakutkan. Inilah mereka tujuh orang iblis yang biarpun hanya menjadi pelayan pelayan di Thian hwa kauw, namun mereka merupakan tokoh tokoh yang paling ditakuti. Hek tok kwi sudah diketahui kelihaiannya, dan enam orang lain juga terdiri dari orang orang tua yang tinggi ilmu kepandaiannya. Mereka adalah lima orang kakek dan dua orang nenek. Disamping Hek tok kwi adalah See thian mo (Iblis Dunia Barat), Thung thian mo (Iblis Dunia Timur), Pak thian mo (Iblis Dunia Utara), dan Lam thian mo (Iblis Dunia Selatan). Adapun dua orang nenek adalah Tok ciang Kui bo (Biang Iblis Bertangan Racun) dan Tok sim Kui bo (Biang Iblis Hati Beracun). Biarpun mereka ini hanya pelayan pelayan dari Kauwcu (Ketua agama), namun dalam setiap gerakan, rombongan atau barisan siuli siulam selalu dikepalai oleh seorang di antara yang tujuh ini.
Tujuh orang tua ini menyambut kedatangan Liem Kong Hwat dengan penuh penghormatan, menjura dan hampir berbareng dari mulut mereka keluar kata kata sambutan.
“Selamat datang twa kongcu dan ayah bunda nya yang mulia. Kauwcu sudah menanti sejak tadi. Silahkan masuk, silahkan masuk ”
Kini rombongan siuli dan siulam yang tadi menyambut, telah berpencar dan berdiri di kanan kiri dengan tegak sementara tujuh orang kakek dan nenek ini menggantikan mereka mengiringkan Siauw Yang, Pun Hui dan Kong Hwat terus memasuki gedung yang seperti istana itu. Siauw Yang makin tidak enak hati, juga di kening Pun Hui timbul kerut merut karena dia sudah merasa mendongkol sekali, ingin ayah bunda ini menegur dan menyerang putera mereka dengan kata kata dan pertanyaan, namun keadaan di situ membuat mereka menahan diri, bahkan ingin melihat sampai di mana perkembangan keadaan, ingin pula mereka melihat bagaimana macamnya dia yang disebut isteri oleh Kong Hwat.
Mereka memasuki sebuah ruangan yang amat indah hiasannya dan begitu mereka masuk ruangan ini, Siauw Yang dan Pun Hui disambut asap kemerahan yang kecerahan yang berbau harum sekali. Ternyata asap ini keluar dari pedupaan yang dipasang di tengah ruangan, pedupaan yang terukir amat indah dan yang rupanya sengaja ditaruh di situ untuk membuat kamar ini selalu berbau harum. Setelah mereka dapat membiasakan mata terhadap asap tipis itu, tampaklah seorang wanita muda yang cantik sekali duduk di atas sebuah kursi berukir naga. Pakaian wanita itu serba putih, tipis sekali membayangkan bentuk tubuh yang menggairahkan. Juga potongan pakaian itu amat tidak sopan, serba pendek dan kurang. Yang amat menjemukan hati Siauw Yang dan Pun Hui, wanita itu tanpa malu malu dan tidak perduli sedang diapit oleh dua orang aki laki muda yang tampan, kedua lengannya yang seperi ular itu merangkul leher dua orang pemuda itu!
“Aha, gakhu dan gakbo (ayah dan ibu mertua) selamat datang. Silahkan duduk,” kata wanita itu dengan suara merdu dan genit, tanpa melepaskan pelukannya pada dua orang laki laki muda yang nampak sungkan sungkan karena ada tamu datang.
Begitu mendapat kenyataan bahwa wanita itu bukan lain adalah Cia Kui Lian, meluaplah darah Siauw Yang. Ia merasa mendapat tamparan keras ketika mendengar wanita itu menyebut dia dan suaminya mertua! Seperti seekor singa betina Siauw Yang memutar tubuh menghadapi puteranya dengan mata bernyala.
“Kong Hwat.... Apa yang telah kau lakukan ?!?!?”
Muka Kong Hwat sebentar pucat sebentar merah. Ingatannya yang sudah mulai suram karena pengaruh ilmu hitam dari Kui Lian, kini membuyar ketika ia berhadapan dengan ayah bundanya. Namun, suasana kotor dan hidupnya yang mengabdi nafsu semata, membuat batinnya lemah dan semangatnya tipis. “Ibu, dia.... dia itu Thian hwa kauwcu, dia.... isteriku ”
jawabnya sambil menundukkan muka.
“Plak.....!” Kong Hwat terhuyuug ke belakang sambil meraba pipinya yang kena tamparan ayahnya. “Jahanam rendah memalukan orang tua!” maki Liem Pun Hui. Tamparannya tadi ia lakukan dengan sepenuh tenaga, akan tetapi oleh karena memang kepandaiannya tidak begitu tinggi, tamparan itu hanya membuat puteranya terhuyung huyung saja.
“Anak puthauw lebih baik mampus!” Siauw Yang membentak marah dan pedangnya menyambar ke arah dada Kong Hwat dengan tusukan maut! Ibu ini sudah sedemikian marah dan malunya sehingga ia menjadi mata gelap dan lebih baik melihat anak mati di tangan sendiri daripada melihat anak hidup mencemarkan nama keturunan.
Akan tetapi ilmu kepandaian Kong Hwat sudah meningkat banyak daripada dahulu. Menghadapi serangan maut yang berbahaya ini ia masih sempat membuang diri ke samping sehingga bukan dadanya yang tertembus pedang, melainkan pundaknya. Bajunya robek dan daging pundaknya terluka mengeluarkan banyak darah. Siauw Yang masih mengejarnya dengan serangan selanjutnya.
“Tangkap mereka!” Tiba tiba Cia Kui Lian menjerit, menudingkan telunjuknya ke arah Siauw Yang dan Pan Hui, matanya mendelik penuh kemarahan.
Tujuh orang tua buruk rupa yang tadinya berdiri diam saja seperti patung, tiba tiba bergerak maju, berbareng menubruk Siauw Yang dan Pun Hui. Kepandaian mereka sudah tinggi maka sebentar saja Pun Hui sudah kena diringkus dan dibikin tak berdaya. Akan tetapi tidak demikian dengan Siauw Yang. Nyonya yang gagah perkasa ini mengerjakan pedangnya sedemikan lihai dan ganas sehingga berturut turut See thian mo dan Lam thian mo roboh mandi darah. Lima orang tua yang lain menjadi terkejut dan berhati hati, maklum mereka menghadapi seorang nyonya yang tinggi sekali ilmu pedangnya. Tidak percuma Siauw Yang menjadi puteri Thian te Kiam ong. Ilmu pedangnya hebat sekali. Biarpun kini ia dikeroyok oleh lima orang yang lihai, tetap saja ia dapat mendesak mereka. Karena ia sedang marah, kelihaian Siauw Yang menjadi berlipat, pedangnya berkelebat ganas sekali. Lima orang tua itu menjadi makin bingung. Kalau saja mereka dapat perintah “membunuh”, kiranya mereka akan lebih cepat berhasill, akan tetapi bunyi perintah kauwcu mereka bukan membunuh melainkan menangkap. Inilah yang sukar.
Tadinya lima orang ini merasa malu kalau harus mempergunakan racun. Masa lima orang, bahkan tadinya tujuh, tokoh tokoh besar Thian hwa kauw menghadapi seorang lawan saja harus mempergunakan racun racun. Akan tetapi, ketika kembali seorang diantara mereka, Tung thian mo, roboh dengan pundak terbabat, terpaksa Hek tok kwi bertindak. Ia berseru keras, kembang teratai biru menyambar ke dekat muka Siauw Yang, uap putih mengebul dan nyonya yang gagah itu menjadi limbung. Di lain saat Hek tok kwi sudah berhasil menotoknya dan Siauw Yang menjadi lemas, tak berdaya lagi ketika dibelenggu
“Siluman siluman Thian hwa kauw tak tahu malu!” Tiba tiba terdengar bentakan keras dan seorang laki laki tinggi besar yang gagah sekali. Bentuk badan dan sikapnya, melompat keluar dari sebuah pintu. Tangannya memegang sebuah rantai besi yang panjang dan ia memutar mutar rantai ini, mengamuk di ruangan yang indah itu. Tujuannya adalah menyerang Cia Kui Lian, maka ia menubruk maju sambil mengirim serangan.
“Eh, bagaimana kuda ini bisa terlepas? Tangkap dia!” bentak Kui Lian sambil melompat mundur dari tempat duduknya yang kini mewakilnya menerima pukulan rantai. Sebagian dari kursi indah itu menjadi patah.
Empat orang iblis tua Thian hwa kauw yang sudah berhasil menawan Siauw Yang, kini serentak
menghadapi pemuda itu dan ternyata kepandaian pemuda
itu masih jauh untuk dapat mengatasi kelihaian tokoh tokoh Thian hwa kauw ini. Sebentar saja ia telah ditawan dan dikat erat erat dengan rantai besi yang dipergunakannya mengamuk tadi.
“Bagaimana dia bisa terlepas?” kembali Thian hwa Kauwcu membentak marah. Dari pintu di mana pemuda tadi muncul, kini muncul seorang pemuda tampan, yaitu seorang siulam yang menyeret rambut seorang siuli. Siuli ini masih muda dan manis sekali, rambutnya awut awutan karena di tarik oleh siulam itu. Dengan kasar siulam itu mendorongnya berlutut di depan kauwcu.
“Dia inilah yang melepaskan!” kata siulam itu melapor.
Sepasang mata Kui Lian berpancar marah. “Mengapa kau melepaskan ikatannya?” bentaknya.
Siuli itu menundukkan mukanya yang menjadi pucat sekali. “Hamba.... hamba kagum akan kegagahannya.....
hamba.... hamba bertugas menjaga dan.... dan tadinya hamba ingin membujuknya, merayunya... celaka, dia menipu hamba, setelah terlepas dia lalu memberontak ”
“Keparat, dia itu untuk aku, bukan untukmu! Kau telah berdosa besar di depan kauwcumu, hayo lekas menebus dosa!” kata Kui Lian. Siuli itu mengeluarkan tangis tertahan, memandang ke kanan kiri seperti seekor kelinci terjepit, kemudaan mencabut kembang teratai merah yang terselip di kancing bajunya dan menyedotnya keras keras. Ia mengeluh, terhuyung dan roboh, sebelum mati terdengar ia menyebut ayah bundanya.
Kui Lian nampak mendongkol sekali dengan adanya gangguan gangguan ini. “Bawa pergi bangkai ini! Masukkan tiga orang itu ke dalam tahanan, jaga jangan sampai terlepas!”
Ketika itu, pemuda tadi sudah siuman kembali dan mulai berteriak teriak, “Kauwcu siluman! Kau pura pura menjadi kauwcu, siapa tidak tahu bahwa kau sebenarnya seorang pelacur kawakan yang hina dina? Jangan harap aku Kwan Siang Hong seorang laki laki sejati sudi tunduk kepadamu. Hah! Lebih baik mampus! Anjng buduk sekalipun tidak sudi padamu, apalagi aku. Tak tahu malu....!” Pemuda ini tentu akan memaki maki terus lebih hebat lagi sambil mendelik ke arah Cia Kui Lian kalau saja ia tidak ditotok pingsan lagi oleh Hek tok kwi dan diseret pergi bersama Siauw Yang dan Pun Hui yang memandang kepada pemuda itu dengan kagum. Kini mereka tahu bahwa pemuda itu bukan lain adalah putera Leng Li yang sedang dicari cari ibunya tidak tahunya juga tertawan di sini. Dari keadaan pemuda itu maklumlah Siauw Yang dan suaminya bahwa agaknya Kui Lian suka kepada pemuda ini dan hendak menjadikan pemuda itu seorang siulam dan menjadi kekasihnya, akan tetapi cucu Sin tung Lo kai ini menolak mati matian! Memang demikianlah. Pemuda ini benar benar luar biasa sekali. Biarpun sudah beberapa kali ia di loloh racun yang mendatangkan rangsang nafsu dalam dirinya, ia tetap kuat dan teguh mempertahankan kegagahannya, tetap ia menolak bujukan Kui Lian dan setiap kali mendapat kesempatan, ia tentu memberontak dan mengamuk.
Sementara itu, ketika Kong Hwat melihat ayah bundanya diseret ke kamar tahanan, timbul kebaktiannya. Ia melompat dan mendorong Hek tok kwi, untuk menolong dan melepaskan ayah bundanya.
“Hwat ko....!” Bentakan halus yang keluar dari mulut Kui Lian ini luar biasa sekali pengaruhnya terhadap Kong Hwat. Tersentak pemuda ini menarik kembali tangannya, hanya berdiri memandang ayah bundanya yang terus diseret pergi.
“Hwat koko, kesinilah.......!” kembali Kui Lian berkata, suaranya merdu, akan tetapi penuh perintah nadanya. Kong Hwat membalikkan tubuhnya perlahan menghadapi Kui Lian, kedua matanya merah dan basah, mukanya berkerut nampak tua, akan tetapi begitu ia bertemu pandang dengan Kui Lian, ia melangkah maju sampai di depan wanita itu. Kui Lian sudah duduk kembali dengan lembut dan senyum manis memegang tangan Kong Hwat, menariknya sehingga pemuda itu jatuh berlutut di dekatnya. Ketika kauwcu itu membelai rambutnya, Kong Hwat mengeluarkan isak tertahan dan menjatuhkan mukanya di atas pangkuan Cia Kui Lian, lalu ia menangis!
0oodwoo0
Pada keesokan harinya, serombongan orang gagah mengiringkan Sin siang to Bhok Coan mengunjungi sarang Thian hwa kauw. Jauh di luar hutan mereka ini telah disambut oleh sebaris siulam siuli yang dikepalai oleh tujuh orang kakek aneh. Ternyata bahwa tiga orang kakek yang terluka oleh pedang Song Siauw Yang, kini telah sembuh kembali.
“Hanya Sin Siang to Bhok Coan yang diperbolehkan masuk menghadap kauwcu, yang lain harus menanti di luar hutan!” kata Hek tok kwi dengan suara keren. Mendengar ini, tentu saja Sin siang to Bhok Coan menjadi mengkeret dan ketakutan. Akan tetapi ia mengangkat dada dan menjawab,
“Sahabat sahabatku ini harus ikut karena merekapun ingin bertemu dengan Thian hwa kauwcu.” Sementara itu, para orang gagah yang berada di situ merasa ngeri menghadapi tujuh orang nenek dan kakek yang wajahnya betul betul menyeramkan itu. Diam dam mereka bersiap siap karena maklum bahwa mereka menghadap lawan yang gagah.
“Tidak bisa. Kauwcu tidak sempat melayni segala orang,” jawab Hek tok kwi dan kata katanya ini agaknya merupakan tanda, buktinya kawan kawannya mengatur barisan dan para siuli dan siulam yang duapuluh empat orang itu maju mendekat.
Tiba tiba para tokoh itu mengenal anak murid masing masing. Di antara para siuli dan siulam itu terdapat murid murid Kun lun pai, Siauw lim pai Kim lian pai dan Go bi pai.
Pak Kong Hosiang dari Siauw lim pai tak dapat menahan sabar lagi melihat dua orang pemuda yang gagah, kini menjadi siulam dan memandang kepadanya seakan akan tidak kenal. Padahal dua orang pemuda itu masih terhitung murid keponakannya sendiri. Ia segera memutar toyanya dan melompat ke arah dua orang muda itu sambil membentak. “Murid murtad, hayo berlutut dan menyerah!” Akan tetapi toyanya yang diayun cepat itu bertemu dengan tongkat butut di tangan See thian mo, seorang di antara tujuh tokoh Thian hwa kauw itu keduanya tergetar tangannya dan melompat mundur.
“Pak Kong Hosiang, benar benar memalukan sekali seorang hwesio tokoh Siauw lim pai datang datang berlaku kasar. Mana ada tamu macam ini ?” Hek tok kwi menyindir. Hwesio itu diam diam memuji Thian hwa kauw yang ternyata sudah mengenalnya, tanda bahwa kaki tangan Thian hwa kauw sudah tersebar dan kedatangannya sudah diketahui lebih dulu.
“Panggil kauwcumu keluar, kami mau bicara. Kalau kalian tidak mau, terpaksa pinceag dan kawan kawan menyerbu ke dalam hutan,” kata Pak Kong Hosiang, toyanya melintang di depan dada.
Pada saat iu tiba tiba dari dalam hutan muncul wanita cantik.
“Kuda liar! Kau benar besar tidak mengerti cinta kasih orang, apakah kau ingin mampus saja?” terdengar wanita itu membentak sambil mengejar cepat.
“Perempuan lacur! Lebih baik aku mati seribu kali lebih dulu!” jawab laki laki itu yang melihat pengejarnya sudah dekat, tiba tiba membalikkan tubuh dan memukul sekerasnya. Akan tetapi dengan mudah wanita itu menyambut tangannya dan sekali totok pemuda tinggi besar itu menjadi lumpuh dan di lain saat ia telah dipanggul oleh wanita itu.
“Sian Hong....! Lepaskan anakku....!” Tiba tiba Leng Li melompat ke dekat wanita itu dan mencoba untuk merampas. Memang pemuda itu bukan lain adalah Kwan Sian Hong yang kembali telah berhasil melarikan diri, kini dikejar kejar oleh Cia Kui Lian sendiri.
Akan tetapi serangan Leng Li ini di tangkis oleh Kui Lian dengan mudah mempergunakan pedangnya, kemudian sekali melompat Kui Lian sudah berada di tengah rombongannya.
“Robohkan mereka semua!” perintahnya. Sementara itu, melihat Leng Li sudah bergerak, dan melihat nona cantik ini muncul, para orang gagah dapat menduga bahwa tentu inilah kauwcu dari Thian hwa kauw. Serentak mereka mencabut senjata Thian Ci Cu tokoh Kun lun pai mengeluarkan pedang pasangan, Pak Kong Hosiang tokoh Kim lian pai mengeluarkan senjata pian lemas atau joan pian yang panjang. Thian Beng Hwesio tokoh Go bi pai membuka kipasnya Ngo heng san, Thio Leng Li sendri yang berjuluk Bi sin tung menggerakkan tongkat merahnya. Selain ini masih ada lima orang tokoh kang ouw yang tidak begitu terkenal turut menyerbu.
Pertempuran hebat terjadi di luar hutan itu antara para orang gagah melawan Thian hwa kauw. Yang amat menggemaskan tokoh tokoh itu adalah ketika mereka melihat betapa anak anak murid mereka yang kini sudah menjadi siulam dan siuli dari Thian hwa kauw, kini bergerak dan melawan para guru sendiri. Hiruk pikuk suara senjata tajam beradu, dibarengi teriakan dan makian, di susul pekik kesakitan dan robohnya korban. Pertenpuran ini tentu takkan ramai kalau saja keduanya mempergunakan ilmu silat biasa karena mana bisa orang orang Thian hwa kauw melawan para tokoh kang ouw itu dalam ilmu silat? Di antara para tokoh Thian hwa kauw, yang ilmu silatnya tinggi hanyalah tujuh orang nenek dan kakek itu, juga Kui Lian sendiri, akan tetapi pada saat itu Kui Lian belum mau turun tangan sedangkan para siuli dan siulam memang berkepandaian ilmu silat tidak tinggi. Akan tetapi, pihak Thian hwa kauw amat lihai dalam penggunaan senjata senjata rahasia yang beracun, yang sudah terkenal amat sukar dilawan. Sekali saja hidung menyedot hawa beracun dari bunga bunga teratai yang mereka pergunakan sebagai senjata, orangnyapun akan roboh pingsan.
“Kurang ajar. Lepaskan asap ngo tok (lima racun)!” terdengar perintah Thian hwa Kauwcu mangatasi suatu hiruk pikuk pertempuran. Ia mengeluarkan perintah ini setelah melihat betapa para penyerbu itu rata rata berkepandaian tinggi dan banyak anak buahnya yang roboh terluka. Mendengar perintah ini tujuh orang tua itu mengatur barisannya dan sebentar saja Leng Li dan kawan kawannya terkurung dan tiba tiba terdengar letusan letusan hebat. Segala galanya menjadi gelap dan tercium bau busuk menyengat hidung ketika asap beraneka warna bergulung gulung dari benda yang dibanting meledak tadi. Orang orang gagah barusaha keluar dari kepungan sambil menahan napas agar mulut atau hidungnya jangan menyedot asap beracun itu. Akan tetapi Hek tok kwi dan kawan kawannya tidak tinggal diam. Mereka menyerbu dan menyerang setiap orang yang hendak keluar dari kepungan dengan senjata atau senjata rahasia mereka. Kembali beberapa orang gagah roboh.
Leng Li yang tahu bahwa keadaannya dan kawan kawannya berbahaya menjadi nekad. Sambil memutar tongkatnya ia melompat keluar kepungan menuju ke tempat Thian hwa Kauwcu, ia diserang oleh dua orang siuli, akan tetapi tongkat merahnya dengan mudah merobohkan dua orang ini. Selagi ia mencari di mana adanya ketua Thian hwa kauw, tiba tiba ia diserang oleh Hek tok kwi dengan teratai biru yang amat lihai. Leng Li berusaha mengelak, dan biarpun ia dapat meluputkan diri dari serangan itu, namun hawa beracun dari kembang itu sudah menyambar ke hidungnya, membuat nyonya ini mengeluh dan terhuyung huyung, sebuah totokan dari Hek tok kwi membutnya terjungkal.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, orang orang gagah itu seorang demi seorang kena dirobohkan, kalau tidak terluka oleh senjata, roboh karena asap beracun yang jahat itu! Melengkinglah suara ketawa Cia Kui Lian, mengejek musuh musuhnya yang tak berdaya, ia melompat datang sambil memanggul tubuh Kwan Sian Hong pemuda gagah yang amat disayangnya itu, mendekati Sin siang to Bhok Coan dan sekali kebutannya bergerak, Bhok Coan yang sudah pingsan itu berkelojotan sebentar lalu diam, mati!
“Inilah anjing yang menjadi biang keladinya.” Thian hwa Kauwcu bersungut sungut sambil mendupak mayat orang she Bhok yang sial itu.
“Siluman wanita, lepaskan aku dan mari kita bertanding seribu jurus!” Tiba tiba Kwan San Hong yang sudah siuman lagi itu meronta ronta dalam pondongan Kui Lian. “Kau lepaskan ibuku itu!”
Kui Lian tertawa dan mencubit pipi pemuda itu, “Sian Hong, tentu saja aku akan membebaskan ibumu asal saja kau berjanji takkan nakal lagi dan tidak akan lari lagi. Selanjutnya kau akan kuangkat menjadi twa kongcu.”
“Anjing betina. Siapa sudi mendengar omonganmu? Dosamu sudah bertumpuk tumpuk, sakit hatiku kepadamu sudah ssbesar gunung. Kau sudah membunuh paman Song Tek Hong dan isterinya, sehingga adik Bi Hui menjadi terlunta lunta. Tidak itu saja, kau bahkan membunuh pula kong kong Sin tung Lo kai. Dosa besar seperti itu mana aku Kwan Sian Hong mau habiskan begitu saja? Kau atau aku harus mampus!” Wajah cantik manis yang tadi nya tersenyum senyum itu tiba tiba menjadi bengis. “Sian Hong, kau benar benar tidak tahu di cinta! Memang mereka itu mati di tanganku, akan tetapi siapa suruh mereka menentangku? Kau mau mampus menyusul mereka! Akan tetapi aku masih menghendaki kau hidup.”
Pada saat itu, tiba tiba berkelebat bayangan putih dan terdengar bentakan keras, “Cia Kui Lian, akhirnya aku dapat berhadapan muka dengan pembunuh ayah bundaku! Bersiaplah kau membayar hutang nyawa!” Bentakan ini disusul oleh serangan pedang yang luar biasa dahsyat dan cepatnya, pedang yang menyambar ke arah Kui Lian dengan tusukan ke lehernya.
“Ayaaa !” Kui Lian terkejut bukan main.
Tusukan ini luar biasa sekali cepatnya sehingga ia tidak sampai melihat siapa gerangan orang yang menyerangnya. Cepat ia melepaskan tubuh Sian Hong dari pondongan dan membanting tubuhnya ke belakang, sementara itu Hek tok kwi dan kawan kawannya sudah melompat maju untuk menghadapi penyerang yang lihai ini.
Ketika Cia Kui Lian melompat bangun kembali dan melihat siapa orang tadi. Ia terkejut sekali. Akan tetapi ia tenangkan hatinya dan tersenyum sambil menegur orang orangnya supaya mundur.
“Eh, eh, kiranya kau, Hui moi ?”
Bi Hui mencibir. “Cih, tak tahu malu! Masih hendak berpalsu muka di depanku, he? Cha Kui Lian manusia hina, kau sudah membunuh ayah bundaku bersama manusia berhati binatang Liem Kong Hwat itu. Di mana dia sekarang? Suruh dia muncul biar aku dapat membunuh kalian untuk membalas dendam orang tuaku!” Mata Kui Lian melihat seorang pemuda yang tadi datang bersama Bi Hui, hanya agak terlambat. Melihat pemuda ini, diapun kaget, tapi dapat pula menenangkan hatinya, lalu tersenyum mengejek lagi.
“Aha, jadi kau datang bersama bocah ingusan itu? Ha, bukankah dia yang dulu membunuh ayah bundamu?” katanya.
Beng Han, pemuda itu, mendongkol sekali.
“Kau jahat sekali,” katanya perlahan. “Sudah membunuh orang, mengapa hendak menimpakan tanggung jawab ke pundakku? Apa sih kesalahanku kepadanu maka kau memfitnahku?”
Akan tetapi Cia Kui Lian tidak memperdulikannya. Diam diam kauwcu ini memberi tanda kepada orang orangnya dan serentak semua anak buahnya dipimpin oleh tujuh orang tokoh besar Thian hwa kauw, bersiap dan membentuk barisan yang seperti seekor kelabang besar. Para siuli dan siulam masih ada duapuluh orang lebih yang tidak terluka, ditambah tujuh orang kakek nenek itu keadaan Thian hwa kauw benar benar masih kuat.
Bi Hui melirik ke sekelilingnya. Orang orang gagah menggeletak di sana sini, ada yang terluka berat, ada yang pingsan dan ada pula yang sudah tewas. Di ujung sana kelihatan Sian Hong berlutut di dekat ibunya yang roboh oleh Hek tok kwi. Ia maklum bahwa betapapun juga, keadaan lawan amat kuat. Sekian banyaknya tokoh kang ouw masih roboh semua, apakah dia seorang diri, hanya di bantu oleh Beng Han, akan dapat melawan Kui Lian dan anak buahnya? Akan tetapi ia tidak boleh mundur, sekalipun harus bertaruh nyawa.
“Kui Lian,” katanya menyindir, “apakah kau hendak mengeroyokku dengan semua kaki tanganmu ini?” Kui Lian maklum bahwa seorang diri, amat berbahaya menghadapi Bi Hui yang agaknya sudah memiliki kepandaian amat tinggi, terbukti dari serangannya pertama tadi. Juga ia tahu apabila ia melakukan pengeroyokan, tentu pihaknya menang, akan tetapi tak dapat disangsikan lagi, tentu para siuli dan siulamnya banyak yang menjadi korban dan hal ini ia tidak suka.
“Song Bi Hui, kau membuka mulut besar seakan akan kau sudah pasti dapat memenangkan kami. Akupun ingin sekali melihat sampai di mana sih kepandaianmu maka kau bersikap begini sombong. Kalau kau bisa mengundurkan tujuh orang pelayanku ini, baru aku mengaku akan kelihaianmu.” ia memberi tanda dan Hek tok kwi bersama enam orang kawannya melompat maju menghadapi Bi Hui.
Melihat keadaan tujuh orang ini, diam diam Bi Hui terkejut dan ngeri. Mereka memang pantas menjadi penghuni neraka, begitu menyeramkan. Akan tetapi ia tidak takut, sambil melintangkan pedangnya ia berkata.
“Kau hendak menyuruh tujuh iblis ini mengeroyokku? Baik, mereka ini tentu bukan manusia baik baik. Biar kulenyapkan mereka dulu baru nanti kau!”
Akan tetapi Beng Han cepat maju dan pemuda ini berkata dengan suara menyindir,
“Apakah begini saja kegagahan Thian hwa kauw? Main keroyokan? Kalau begitu tidak cocok dengan apa yang kudengar di luaran! Kabarnya Thian hwa kauw mempunyai tujuh ekor anjing penjaga yang galak galak, tidak tahunya cuma galak pandai menggonggong saja, sedangkan pada hakekatnya pengecut, suka main keroyok. Apa tidak berani maju seorang demi seorang?”
Sindiran ini mengenai tepat pada sasarannya, Cia Kui Lian menjadi merah mukannya. Akan tetapi dia seorang cerdik dan cukup maklum bahwa kalau maju satu lawan satu, terlalu berbahaya bagi orang orangnya menghadapi Bi Hui keturunan Thian te Kiam ong yang lihai itu. Maka sambil tersenyum ia betkata,
“Bocah lancang! Song Bi Hui Sendiri sudah berani, mengapa kau banyak rewel? Kalau kau mau membantu dan bersama dia maju menghadapi tujuh orang pelayanku, bolehlah. Akan tetapi jangan lari kalau nanti kalah!”
Sebaliknya, Bi Hui khawatir kalau Beng Han membantu, selain akan mengacaukan permainan pedangnya, juga pemuda itu bisa celaka dalam tangan tujuh orang iblis tua itu, maka katanya, “Harap kau mundur dulu, Beng Han, Biarlah aku melayani mereka, kalau aku tidak dapat menang atau sudah membutuhkan bantuan, baru kau yang maju.” Kata kata ini selain menyatakan pandangan rendah kepada lawan, sekaligus mengangkat Beng Han ke tempat tinggi dan diam diam pemuda itu berterima kasih sekali akan maksud Bi Hui. Akan tetapi ia merasa gelisah sungguhpun ia tak dapat berbuat apa apa. Terpaksa ia mundur.
“Terserah kepadamu, enci Bi Hui. Akan tetapi hati hatilah, siluman siluman ini paling curang dan sudah biasa menggunakan senjata gelap dan beracun.”
Bi Hui mengangguk, kemudian ia mulai menggerakkan pedangnya sepasang matanya mengerling cepat menyapu keadaan dan kedudukan tujuh orang lawannya. Hek tok kwi yang memimpin enam orang kawannya mengurung Bi Hui. Hanya Hek tok kwi yang sudah pernah mengalami bertempur melawan Bi Hui dan tahu akan kelihaian pedang gadis ini, maka ia berlaku hati hati.
“Bersiaplah untuk mampus!” Bi Hui tiba tiba membentak dan pedangnya berkelebat cepat sekali, membabat ke kanan menyerang Hek tok kwi. Setan Racun Hitam ini cepat menggerakkan tongkatnya menangkis sambil melompat ke kanan, akan tetapi herannya, tongkatnya tidak mengenai pedang lawan dan tahu tahu see Thian mo menjerit dan roboh dengan lengan kanan putus. Ternyata bahwa Bi Hui sudah menggunakan akal yang baik sekali. Dalam gebrakan pertama itu ia pura pura menyerang ke kanan, ke arah Hek tok kwi yang sudah ia ketahui kepandaiannya, akan tetapi serangan ini cepat ia tarik kembali untuk diganti dengan serangan kilat ke kiri, di mana See thian mo yang tidak menduga duga sama sekali saking kagetnya mengangkat tangan kanan menangkis dan akibatnya, lengan kanannya terbabat putus oleh pedang Bi Hui.
“Bagus, enci Bi Hu!” seru Beng Han girang, kagum melihat ilmu pedang yang hebat itu. Sedangkan Kui Lian kaget sekali dan cepat menyuruh beberapa orang siulam untuk mengurus dan merawat See thian mo yang sudah terluka dan tidak berdaya lagi itu.
Sementara itu, Hek tok kwi dan kawan kawannya menjadi kaget sekali. Tak mereka sangka bahwa gadis ini demikian cerdik dan lihai sehingga dalam segebrakan saja sudah berhasil menipu mereka dan merobohkan seorang kawan lagi. Mereka rata rata adalah orang orang yang sudah banyak pengalaman dalam pertempuran, maka sekarang mereka berputar putar mengelilingi Bi Hui dan selalu bantu membantu dalam penyerangan maupun pertahanan. Sekarang sukar sekali bagi Bi Hui untuk mendesak mereka, karena serangan mereka yang bertubi tubi datangnya tak memberi kesempatan padanya untuk balas menyerang. Apa lagi mereka itu mempergunakan tongkat dan bunga teratai berganti ganti dan Bi Hui sudah maklum betapa jahatnya hawa beracun dari bunga bunga teratai itu.
“Curang....! Curang sekali....! jangan gunakan kembang kembang bau busuk itu!” berkali kali Beng Han berteriak sambil menggerak gerakkan kedua tangannya.
Melihat ini, Thian hwa kauwcu menjadi gemas. Dua tangannya terayun dan beberapa butir jarum halus berwarna putih menyambar kearah pemuda ini. Beng Han tidak melihatnya, tetap saja menggerak gerakkan kedua tangan sambil menonton pertempuran itu.
Bukan main kaget dan herannya hati Kui Lian. Jelas terlihat olehnya beberapa batang jarum mengenai dada pemuda itu akan tetapi mengapa Beng Han itu seakan akan tidak merasakannya?
“Hui moi jangan takut, aku membantumu!” tiba tiba terdengar bentakan dan Kwan Siau Hong melompat kekalangan pertempuran. Pemuda ini telah kehilangan pedangnya dan ia tatah lemas tubuhnya karena pengaruh hawa beracun dan totokan Kui Lian, akan tetapi tidak ada apapun di dunia ini yang dapat mengurangi semangatnya. Setelah ia mengetahui Bi Hui yang dikeroyok oleh setan setan tua itu, ia tak dapat menahan kemarahannya lagi. Diambilnya tongkat merah ibunya yang masih pingsan, lalu ia menyerbu membantu Bi Hui, memutar tongkatnya dengan ganas dan nekad.
Harus diakui kegagahan Sian Hong yang tak kenal arti takut ini, dan semangatnya bernyala nyala sungguhpun ia sudah payah. Akan tetapi bantuannya ini tidak menguntungkan Bi Hui. Begitu ia terjun ke dalam pertempuran, ia disambut serangan serangan maut oleh Hek tok kwi yang sudah marah sekali. “Jangan bunuh dia….!” Cia Kui Lian menjerit dan
jeritan ini menolong nyawa pemuda gagah itu karena Hek tok kwi menyerongkan tongkatnya yang tadinya sudah mengarah urat kematiannya. Kini tongkat itu hanya memukul pundak yang membuat pemuda itu terpelanting dengan tulang pundak terlepas sambungannya. Melihat pemuda ini terancam bahaya Bi Hui
cepat menyerbu Hek tok kwi, untuk sesaat lupa akan
pertahanan dirinya sehingga Tung Thian mo yang menyerbu cepat dari arah kiri berhasil menghantam punggungnya dengan tongkat. Bi Hui terkejut sekali dan dalam kesakitan hebat, gadis ini masih sempat memutar tubuh sambil mengerjakan pedangnya dan.... blesss ! dada
Tung thian mo yang gepeng itu tertembus pedang. Setan timur ini roboh tanpa bernyawa pula, sedangkan Bi Hui terhuyung huyung dan hampir saja ia celaka dalam tangan Hek tok kwi dan empat orang kawannya kalau saja pada saat itu tidak cepat cepat Beng Han menyambar tubuh Bi Hui dan dibawa keluar dari kepungan.
Melihat gerakan aneh ini, Hek tok kwi dan empat orang kawannya melongo. Bagi mereka, tahu tahu saja tubuh gadis itu lenyap, yang nampak hanya bayangan Beng Han. Juga Bi Hui terkejut dan heran, akan tetapi juga girang sekali. Tak disangkanya bahwa akhirnya Beng Han yang dapat menyelamatkannya. Setelah menolong Bi Hui, Beng Han lalu menghampiri Sian Hong, membantu pemuda ini keluar dari tempat itu. Sian Hong menggigit bibir menahan sakit dan pemuda ini girang juga melihat Bi Hui tidak sampai binasa. Ia duduk di atas rumput dekat gadis itu, lalu keduanya memandang ke arah Beng Han yang kini sudah menghampiri Hek tok kwi dan empat orang kawannya yang ganas.
“Thian hwa Kauwcu,” kata Beng Han dengan suara tenang, “ketahuilah bahwa kedatanganku ini pertama tama untuk membalas kematian suheng Song Tek Hong dan isterinya yang kaubunuh, juga locianpwe Sin tung Lo kai Thio Houw, kemudian membalaskan sakit hati orang orarg yang telah menjadi korban perkumpulanmu yang jahat dan ganas. Aku tidak tahu bahwa para pemuda dan gadis yang kini menjadi kaki tanganmu adalah orang orang tak berdosa, dan mereka itu terjatuh ke dalam tangan dan kekuasaanmu karena kau mempergunakan ilmu hitam dan racun jahat.”
“Betul sekali, memang begitulah!” teriak Kwan Sian Hong yang kini sudah membawa Leng Li duduk di dekat Bi Hui yang dipeluk oleh Leng Li. Juga orang orang gagah yang tadinya pingsan dan terluka semua sudah merayap bangun dan berkumpul dekat Bi Hui, semua mata kini dtiujukan kepada Beng Han dengan heran dan kagum.
“Siapakah dia ?” tanya beberapa orang.
“Dia murid Thian te Kiam ong Song Bun Sam, kong kongku....” kata Bi Hui, suaranya terharu, karena teringat betapa dulu ia hampir membunuh Beng Han yang ia tuduh menjadi pembunuh ayah bundanya, dan sekarang justeru anak itu yang menghadapi pembunuh pembunuh itu untuk membalaskan sakit hatinya! Adapun Thian hwa kauwcu Cia Kui Lian yang melihat bahwa Beng Han hanyalah seorang pemuda tanggung, menjadi tabah dan dengan senyum mengejek ia menjawab, “Kau ini bocah masih ingusan, menjual lagak. Kalau kau ingin menjadi siulam, kau masih terlalu kecil, akan tetapi bolehlah asal kau mau menjadi pelayanku selama setahun, jangan pura pura gagah!”
Beng Han tidak menjawab, melainkan mencabut keluar pedang Kim kong kiam yang bercahaya menyilaukan mata.
“Siluman betina, kematianmu sudah terbayang di mata dan kau masih belum bertobat?” Semua orang kaget melihat pedang ini karena siapakah yang tidak pernah mendengar tentang Kim kong kiam, pedang pusaka dari Thian te Kiam ong? Juga kauwcu itu agaknya gentar melihat pedang yang mengeluarkan cahaya luar biasa, maka sambil melangkah dekat ia lalu membentak, suaranya penuh hawa ilmu hitam dan sepasang matanya menembus pandang mata Beng Han.
“Anak baik, berlututlah di depan kauwcu dan serahkan pedang itu padaku!” Ucapan ini dikeluarkan berulang ulang dan kedua tangannya membuat gerakan gerakan rahasia penuh pengerahan ilmu sihir yang ditujukan untuk menaklukkan semangat Beng Han.
“Celaka.... meramkan mata.... !” seru Kwan Sian Hong yang tahu akan arti gerakan gerakan itu.
Namun terlambat! Beng Han berdiri seperti patung dan matanya terbelalak menatap wajah ketua Thian hwa kauw itu. Kedua lututnya sudah lemas sekali dan terjadi perang hebat di dalam hatinya antara pengaruh sihir itu dengan tenaga batinnya. Baiknya pemuda ini semenjak kecil sudah terlatih sebagai pertapa di atas menara, akan tetapi suara yang keluar dari mulut Kui Lian adalah suara yang mempunyai daya luar biasa terhadap dirinya. Andaikata yang menyihirnya itu orang lain, walaupun lebih pandai dan lebih kuat tenaga ilmu hitamnya daripada Cia Kui Lian, kiranya tidak mudah mudah dapat mempengaruhi jiwa Beng Han. Akan tetapi, di luar tahu Beng Han dan Kui Lian sendiri, keduanya ini masih ada pertalian yang amat dekat, pertalian darah yang langsung! Dalam suara Kui Lian ini terkandung suara seorang ibu yang biarpun tak di kenal oleh Beng Han, namun dikenal oleh jiwanya. Inilah yang membuat Beng Han seakan terkena hikmat oleh suara itu dan berdiri tegak seperti patung menyerah tidak akan tetapi bergerak menyerangpun tidak. Sedangkan Hek tok kwi dan empat orang kawannya sudah mulai maju mendekat.
Pada saat yang amat menegangkan itu, tiba tiba terdengar suara ketawa lembut dan tahu tahu seorang dara remaja yang cantik sambil tertawa tawa telah berdiri di dekat Beng Han. Dara ini memegang sebatang hudtim putih. Sambil tersenyum ia mengebutkan hudtim (kebutan pertapa) itu di muka Beng Han sambil berkata, “Mengapa kau melamun saja? Sadarlah!”
Aneh dan ajaib! Suara dara remaja inipun mempunyai daya luar biasa dan seketika itu juga Beng Han sadar kembali. Ia menoleh dan bertemu pandang dengan dara itu. Keduanya nampak terkejut.
“Kau....??” berbareng keluar dari mulut mereka. Baru sekarang dara itu mengenal Beng Han dan sebaliknya Beng Han segera mengenal gadis ini sebagai Kwan Li Hwa, gadis cucu Sin tung Lo kai yang pernah ia beri kitab dan pedang. Benar saja, pedang itu kini berada di tangan kanan gadis itu.
“Li Hwa !” terdengar seruan Leng Li dan Sian Hong.
Gadis itu menoleh ke arah ibu dan kakaknya, lalu tersenyum, “ibu, biar aku membantu dulu dia ini
membasmi Thian hwa kauw!” Kemudian ia berkata kepada Beng Han. “Kau teruskan niatmu membasmi mereka, biar aku menjaga di sini terhadap serangan gelap.”
Beng Han maklum bahwa gadis ini entah bagaimana ternyata telah memiliki ilmu sihir juga, maka dengan girang ia lalu menyerbu. Pedangnya membabat cepat ke arah Hek tok kwi dan empat orang kawannya yang menghalang di depannya, mereka ini mencoba untuk menangkis, akan tetapi kehebatan Kim kong kiam yang digerakkan dengan ilmu Pedang Kim kong Kiam sut memang hebat, begitu terdengar suara keras tiga batang tongkat terbabat putus dan dua orang siluman tua itu roboh mandi darah. Tok sim Kui bo dan Pak thian mo yang roboh itu, membuat tiga orang lain menjadi gentar.
Juga Cia Kui Lian menjadi jerih sekali. Kedatangan nona cilik tadi benar benar mengejutkan hatinya karena gerakan gerakannya ketika melawan pengaruh sihirnya tadi jelas sekali menunjukkan gerakan gerakan yang sama dengan ilmunya sendiri. Celaka, pikirnya, agaknya suhu telah menurunkan kepandaiannya kepada orang lain. Kalau Koai Thian Cu sendiri yang muncul, ia tidak takut karena gurunya itu telah jatuh di bawah pengaruhnya, akan tetapi sekarang gurunya itu ternyata tidak mau muncul sendiri.
“Keroyok! Robohkan mereka!” bentaknya dan biarpun hati nya gentar, Hek tok kwi, Lam thian mo dan Tok ciang Kui bo menyerbu, kini diikuti ramai ramai oleh para siuli dan siulam yang mentaati perintah kauwcu mereka.
Beng Han menyambut mereka. Dengan gerakan gerakannya yang luar biasa, mudah saja pemuda ini merobohkan para siulam itu dengan totokan totokan tangan kirinya. Ia sengaja merobohkan mereka tanpa melukai, karena ia maklum bahwa mereka ini hanya menjadi korban. “Serang dengan asap ngo tok!” seru Kui Lian marah. Akan tetapi, begitu kaki tangannya mengeluarkan racun ini, Li Hwa juga menaburkan semacam bedak putih yang berhamburan dan mengeluarkan bau harum, kemudian dengan sebuah kipas, gadis ini mengusir semua uap yang berwarna lima itu. Dengan adanya bedak yang ia sebarkan, asap itu tidak berbahaya lagi dan Beng Han juga merasai ini, maka ia menjadi amat girang memperoleh bantuan gadis yang ternyata memiliki kepandaian istimewa ini.
Bukan main marahnya Kui Lian sampai ia mencabut pedang dan hudtimnya sendiri, lalu menyerbu membantu kawannya untuk merobohkan Beng Han. Sedangkan Li Hwa hanya menonton di pinggir sambil kadang kadang mengeluarkan kata kata memuji ilmu pedang Beng Han dan siap sedia menandingi apabila Thian hwa kauw cu hendak mempergunakan ilmu sihir.
Beng Han mengamuk hebat. Akan tetapi lawan terlampau banyak, apa lagi para siuli dan siulam yang jumlahnya masih ada duapuluh orang lebih itu membikin ribut saja.
“Eh, nona cilik, apa kau tidak bisa membantuku merobohkan orang orang ini tanpa melukai mereka?” kata Beng Han kepada Li Hwa.
“Tentu saja bisa, apa sukarnya?” kata Li Hwa yang segera melompat dan mengebut ngebutkan hudtimnya sambil berseru,” Robohlah, robohlah !”
Para siuli dan siulam itu adalah orang orang yang sudah kehilangan semangat maka mudah saja dipengaruhi, apalagi oleh Li Hwa yang sudah mewarisi ilmu sihir dari gurunya, Koai Thian Cu. Setiap kali seorang siulam atau siuli tersentuh hud tim itu, ia segera roboh dan pingsan. Sebentar saja para siuli dan siulam sudah dapat dirobohkan semua dan Li Hwa kembali menonton pertempuran. Akan tetapi pertempuran itu sama sekali tidak ramai. Tok ciang Kui bo dan Lam thian mo juga sudah roboh oleh pedang Kim kong kiam, dan kini yang masih ngotot dan mati matian mempertahankan diri terus adalah Hek tok kwi dan Cia Kui Lian sendiri. Kui Lian tidak mau mengeluarkan sihirnya karena maklum bahwa selama di situ terdapat nona cilik itu, sihirnya takkan ada gunanya, maka ia mencurahkan seluruh perhatian kepada pedang dan hudtimnya yang cukup lihai. Juga Hek tok kwi kepandaiannya tinggi.
Namun mereka menghadapi ahli waris dari Thian te Kiam ong. Biarpun mereka mengerahkah seluruh kepandaian, tidak urung akhirnya Hek tok kwi menjerit dan roboh, darah mengucur dari dadanya yang terbelah oleh pedang Kim kong kiam.
“Suhu....! Apa kau tega melihat aku mati....?” tiba tiba Kui Lian menjerit, jeritan nya melengking seperti suara ibu, membuat Beng Han terkesiap dan untuk sejenak ragu ragu.
Koai Thian Cu yang sudah terlihat oleh Kui Lian, terpaksa muncul dari balik tempat sembunyinya. Kakek ini berlaku cerdik, sebelum Kui Lian membongkar rahasianya yang amat memalukan, ia mendahului, “Kui Lian dosamu terlalu besar. Orang yang menghancurkan perkumpulanmu ini bukan lain adalah putramu. Dia itu, Thio Beng Han, adalah puteranu dan Thio Sui!”
“Kong kong....!” Beng Han berseru kaget sekali sambil mendekati kakek itu.
Adapun Cia Kui Lian yang mendengar keterangan ini, merasa seperti di sambar geledek kepalanya. Ia menjadi pucat sekali, memandang kepada Beng Han dengan mata terbelalak, kemudian ia mengeluarkan jeritan lagi yang amat mengerikan, ketawa bukan menangispun bukan, lalu ia membalikkan tubuh dan lari ke dalam hutan!
“Kejar siluman itu.... !” Kwan Sian Hong membentak dengan suaranya yang keras. Mendengar ini, Li Hwa dan Beng Han segera melompat dan mengejar ke dalam hutan diikuti oleh Sian Hong, Leng Li dan tokoh tokoh yang sudah siuman kembali, juga Koai Thian Cu mengejar sambil menggeleng nggeleng kepalanya yang sudah putih semua.
“Thian te Kiam ong, aku menyesal mengapa dulu bertemu dengan kau....” kata kakek ini dan dua titik air mata yang besar menuruni pipinya yang kempot.
Ketika semua orang tiba di sarang Thian hwa kauw, mereka hanya melihat Cia Kui Lian dan Liem Kong Hwat mandi darah dan dalam keadaan sudah mati di ruangan penjara, juga Siauw Yang dan Pun Hui terluka berat. Kiranya ketika kauwcu itu hendak mengajak pergi Kong Hwat pemuda yang sudah hampir pulih kembali ingatannya karena dekat dengan ayah bundanya ini, bahkan menyerangnya. Terjadi pertempuran yang cepat dan hebat, di mana Kui Lian dan Kong Hwat menemui kematiannya sedangkan suami isteri yang masih lemah itu terluka dalam usaha mereka membantu anak mereka Kong Hwat telah merebus dosa dosanya dengan pengorbanan nyawa dan dalam keadaan yang amat mengharukan.
Dengan muka pucat, mata merah dan hati menangis, Beng Han mengurus semua jenazah, termasuk jenazah ibunya sendiri yang seakan akan ia dorong ke dalam lembah maut. Kemudian semua siuli dan siulam disuruh pulang ke tempat asal masing masing setelah di beri nasihat dan pengobatan oleh Koai Thian Cu. Sarang Thian hwa kauw di bakar dan semua orang gagah bubar. Bi Hui ikut pulang dengan Siauw Yang dan Pun Hui yang menjadi pengganti ayahbundanya, juga Beng Han ikut pulang ke Tit le karena Siauw Yang mengambil keputusan untuk pindah kembali ke Tit le. Beberapa bulan kemudian, dilangsungkanlah pernikahan antara Kwan San Hong dan Song Bi Hui, kedua pihak mendesaknya untuk memenuhi pesan dari Thian te Kiam ong dan Sin tung Lo kai sedangkan Bi Hui tak dapat menolak, apalagi karena iapun sudah membuktikan sendiri bahwa Sian Hong adalah seorang pemuda yang gagah perkasa dan berjiwa satria.
Juga dalam kesempatan ini, atas usul Koai Thian Cu yang disetujui sepenuhnya oleh Liem Pun Hui suami isteri oleh Thio Leng Li diikatlah tali perjodohan atau pertunangan antara Kwan Li Hwa dan Thio Beng Han!
Harus dikasihani nasib Song Siauw Yang dengan suaminya yang kehilangan putera tunggal mereka dalam keadaan demikian mengecewakan, akan tetapi mendapatkan pengganti, anak anak yang berbakti dalam diri Song Bi Hui dan Thio Beng Han, yang keduanya juga merupakan anak anak tiada ayah bunda.
Adapun Koai Thian Cu si tukang gwamia, yang tanpa disengaja menimbulkan gara gara itu dengan masih tetap menyesal mengakhiri hari tua nya di Tit le bersama Beng Han yang sudah ia anggap sebagai cucu sendiri. Hampir setiap hari orang melihat kakek ini duduk di dekat makam Thian te Kiam ong dan kadang kadang ia bercakap cakap dengan arwah Thian te Kiam ong yang tidak nampak oleh mata manusia….
Demikianlah, cerita ini berakhir dengan catatan dari pengarang bahwa segala macam kejahatan, betapapun berkuasa dan bersimaharajalela di waktu jaya, pada saat terakhir tentu akan membawa orang ke dalam jurang kesengsaraan dan malapetaka. Sebaliknya, prikebajikan akan membawa manusia kepada ketenteraman dan kebahagiaan ini sudah semestinya, sesuai dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha Adil.
TAMAT