Tung-hai Mo-li berhenti sebentar, lalu mengeluarkan seuntai kalung mutiara yang amat indahnya
Kau bawa ini dan kalau engkau berte mu dengan Pangeran Cian Bu Ong, berikan ini kepadanya dengan pesan dariku, bahwa dia harus menukar kalung ini dengan nyawanya, seperti yang pernah dia janjikan kepadaku dahulu
Mutiara-mutiara ini kudapatkan sendiri dengan menyelam di lautan yang paling dalam, memilih yang te rbaik dan menguntainya menjadi kalung untuk kuserahkan kepada pria yang kucinta itu
Dia menerima dengan gembira dan berjanji bahwa kalung itu akan disimpannya dan disayangnya seperti nyawanya sendiri
Akan tetapi, ketika dia hendak meninggalkan aku, dia mengembalikan kalung ini kepadaku................
Kedua mata Tung-hai Mo-li menjadi merah dan basah dengan air mata
Ia membalikkan tubuh dan membelakangi Cin Cin yang menerima kalung mutiara itu, agaknya ia tidak ingin dilihat menangis dan ketika membalikkan tubuh itu, ia menghapus air matanya
Nah, itulah pesanku kepadamu, Cin Cin
Maukah engkau berjanji bahwa engkau akan menunaikan tugas-tugas itu?
Tanya Tung-hai Moli yang sudah menghadapi lagi muridnya
Cin Cin mengalungkan kalung mutiara itu di le hernya
Subo, aku berjanji akan mencari dan membunuh Pangeran Cian Bu Ong dan Can Hong San!
katanya dengan penuh semangat
Tung-hai Mo-li bangkit berdiri, wajahnya nampak le ga dan berseri
Ia lalu melepaskan tali pengikat sarung pedangnya dari punggungnya, menyerahkan pedang dan sarungnya itu kepada Cin Cin
Nah, kau te rimalah Koai-liong-kiam ini, Cin Cin
Aku ingin engkau membunuh mereka dengan pedang ini
Akan te tapi jangan sekali-kali mengurangi kewaspadaan, Cin Cin
Dua orang itu bukan merupakan lawan yang ringan
Akan te tapi aku yakin bahwa kalau engkau menggunakan pedang ini dan mengerahkan seluruh te naga dan kepandaianmu, engkau akan berhasil.
Baiklah subo
Aku akan melaksanakan perintah subo dan mudah-mudahan saja aku akan berhasil dan tidak mengecewakan subo.
Aku percaya padamu, Cin Cin, dan berhatihatilah
Engkau tentu masih ingat akan nama para tokoh di dunia persilatan yang pernah kuceritakan kepadamu
Jangan memandang rendah lawan, dan jangan mencari perkara
Bersikaplah seperti murid te rkasih seorang datuk, tidak seperti perempuan petualang yang mengandalkan kepandaian lalu bersikap congkak dan menyebar bibit permusuhan dimana-mana.
Cin Cin merangkul gurunya,
Aku mengerti subo
Dan kapan aku harus berangkat?
Hari ini juga
Mari kita pulang, engkau cepat berkemas dan hari ini juga meninggalkan rumah kita.
Mereka lalu bergandengan tangan menuju ke sebuah rumah yang berdiri te rpencil di luar dusun nelayan, tak jauh dari pantai
Mereka jalan bergandengan tangan seperti kakak beradik saja, tidak seperti guru dan murid dan melihat dari belakang, takkan ada yang menduga bahwa seorang di antara mereka adalah seorang wanita yang usianya sudah enampuluh tahun lebih!
Berhasil atau tidak, dalam waktu setahun engkau sudah harus kembali ke sini,
demikian pesan Tung-hai Mo-li ketika mengantar muridnya pergi sampai ke luar daerah perbukitan di sepanjang pantai itu
Ketika gadis itu dengan pedang di pinggang dan buntalan pakaian di pundak meninggalkannya, Tung-hai Mo-li te rmenung, betapa semangatnya seperti terbawa pergi, ia mencintai gadis itu seperti anaknya sendiri
Cin Cin yang melangkah dengan cepat juga tidak ingin terlihat menangis oleh gurunya
Ketika ia meninggalkan gurunya, ia merasa begitu sedih dan kasihan kepada gurunya yang amat disayangnya itu
Biarpun gurunya seorang datuk, namun te rhadap dirinya, Tung-hai Mo-li amat baik dan menyayangnya, maka dianggapnya gurunya seperti pengganti orang tuanya
Bagaimanapun ju ga, ia masih ingat bahwa ia adalah puteri ketua Hekhouw-pang, perkumpulan orang-orang gagah, maka te ntu saja ia tidak boleh menjadi seorang yang jahat
Gadis itu melangkah tanpa menoleh lagi, menuju ke utara, ke sungai Huang-ho (Sungai Kuning)
Untuk mencari Pangeran Cian Bu Ong, subonya hanya memberitahu bahwa bekas pangeran itu tinggal di lembah Sungai Kuning
oo-ooo0dw0ooo-o Dusun Ta-bun-cung sekarang nampak ramai dan makmur
Hal ini adalah berkat perkumpulan He k-houw-pang yang kini te lah berdiri kembali setelah dihancurkan oleh para penyerbu utusan Pangeran Cian Bu Ong kurang le bih empatbelas tahun yang lalu
Ketika malam itu terjadi penyerbuan, banyak tokoh Hek-houw-pang yang te was
Ketika itu ketuanya, Kam Seng Hin, tewas
Juga sutenya yang bernama The Ci Kok, disamping banyak lagi anggota He k-houw-pang
Bahkan kakek Coa Song, sesepuh Hek-houw-pang, meninggal dunia karena kaget dan berduka melihat hancurnya Hek-houw-pang
Cucunya yang sudah lama meninggalkan He khouw-pang, yaitu Coa Siang Lee, yang kebetulan berada di situ ketika perkumpulan itu diserbu, juga te was pula ketika membela Hek-houw-pang
Lebih hebat lagi, isteri ketua Kam Seng Hin, yaitu Coa Liu Hwa diculik penjahat, demikian pula isteri Coa Siang Lee, yaitu Sim Lan Ci, lenyap bersama pute ranya Coa Thian Ki
Keluarga Hek-houw-pang cerai berai tidak keruan, bahkan sejak terjadi penyerbuan malam itu sampai matinya kakek Coa Song, He k-houw-pang boleh dibilang telah mati
Para anggotanya tidak berani lagi bergerak, apalagi karena sudah tidak ada yang memimpin
Akan te tapi, beberapa bulan kemudian, muncullah Lai Kun, seorang di antara para sute dari mendiang ketua He k-houw-pang
Lai Kun adalah sute termuda dari Kam Se ng Hin dan dialah yang mendapat tugas untuk mengantar Kam Cin, pute ri ketua itu ke Hong-cun, agar pute ri ketua itu menjadi murid Pendekar Naga Sakti Sungai Kuning
Dia bercerita kepada para rekannya bahwa di sepanjang jalan Kam Cin atau Cin CIn menangis, menyatakan tidak mau pergi ke Hong-cun, akan tetapi mengajak paman gurunya itu untuk mencari ibunya yang hilang diculik penyerbu
Aku dapat mencegah ia lari dan membujuknya
Akan te tapi pada suatu malam, kami diserbu gerombolan perampok
Ketika aku melawan pengeroyokan perampok itulah Cin Cin melarikan diri dan le nyap
Aku sudah mencari sampai berbulan-bulan tanpa hasil, akhirnya aku pulang,
demikian Lai Kun bercerita
Tentu saja cerita itu bohong, karena seperti yang kita ketahui, dia telah menjual Cin Cin ke rumah pelacuran! Sebagai saudara muda ketua He k-houw-pang yang sudah te was, Lai Kun berhak menggantikannya
Dia berusaha mengumpulkan para anggota He k-houw-pang, kemudian perlahanlahan dia memimpin para anggotanya untuk membangun kembali He k-houw-pang
Dia berhasil mengumpulkan kurang lebih limapuluh orang, dan mulai mendirikan perusahaan pengawalan barang dengan bendera Hek-houw-pang
Mulailah perkumpulan itu berkembang dan mendapat kepercayaan
Apalagi ketika pejabat daerah melapor ke kotaraja tentang Hek-houw-pang, perkumpulan yang dengan gigih membela pemerintah Tang, sehingga dibasmi oleh anak buah pemberontak Pangeran Cian Bu Ong, maka peristiwa itu masuk dalam catatan petugas di istana
Ketika Pangeran Li Si Bin, tujuh tahun kemudian menggantikan kedudukan ayahnya menjadi kasisar Tang Tai Cung, dia memeriksa semua catatan itu dan mendengar te ntang Hekhow-pang, kaisar inipun segera mengambil kebijaksanaan
Kaisar berkenan memberi hadiah kepada He khouw-pang, melalui pembesar daerah dan Hekhouw-pang menerima bangunan baru yang besar di Ta-bun-cung, juga menerima hadiah kereta untuk pekerjaan mengawal barang, disamping dua losin e kor kuda pilihan, uang dan terutama sekali, nama baik
Peristiwa itu membuat nama Hek-houw-pang semakin te rkenal dan dipercaya pedagang
Siapa yang tidak percaya kepada perkumpulan yang telah mendapat pengakuan dan hadiah dari kaisar sendiri
De mikianlah, dusun Ta-bun-cung ikut menjadi makmur berkat perkembangan He k-houw-pang
Dan Lai Kun, ketua baru He k-houw-pang, berusaha keras untuk membuat perkumpulan itu semakin maju
Dia kini menjadi seorang ketua yang te rhormat dan te rkenal
Dan sejak dia menjadi ketua Hek-houw-pang, Lai Kun menikah dan kini mempunyai dua orang anak laki-laki berusia sepuluh dan delapan tahun
Dia hidup terhormat, kecukupan, berbahagia dengan keluarga
Kalaupun kadang-kadang dia te ringat kepada Cin Cin dan diam-diam dia menyesali perbuatannya, dia cepat mengusir kenangan itu sebagai sebuah mimpi buruk yang amat mengganggunya
Tak seorangpun tahu akan peristiwa itu dan Cin Cin sudah dianggap le nyap atau mati oleh semua anggota Hek-houw-pang, walaupun kadang-kadang Lai Kun te rmenung dan ada perasaan khawatir apabila dia teringat kepada Cin Cin
Empat belas tahun telah lewat sejak peristiwa pembasmian Hek-houw-pang dan kini dusun Tabun-cung sudah berubah banyak
Banyak terdapat toko dan kedai makan minum dan para penghuninya yang dahulu sebagian besar hanyalah petani-petani miskin yang pakaian dan rumahnya butut, kini pakaian mereka jauh lebih baik, karena penghasilan mereka baik
Perdaganganpun mulai ramai dan semua orang memuji ketua Hek-houwpang yang kini dipanggil Lai-pangcu (Ketua Lai)
Bahkan Lai Kun diangkat sebagai ketua atau kepala dusun Ta-bun-cung oleh penduduk
Pada suatu senja, Lai-pangcu bersama isterinya, seorang wanita penghuni dusun itu juga yang berwajah cantik, duduk minum-minum sambil menikmati makan kecil di serambi depan
Dua orang pute ra mereka sehat-sehat dan sebagai pute ra ketua Hek-houw-pang, te ntu saja dua orang anak laki-laki itu dilatih ilmu silat
Akan tetapi karena ayah mereka menghendaki agar kelak mereka dapat menduduki pangkat, keduanya juga diharuskan mempelajari ilmu baca tulis secara mendalam
Untuk itu, Lai-pangcu sengaja mendatangkan seorang sasterawan dari kota untuk mengajar kedua orang pute ranya
Hari mulai gelap dan seorang pelayan menyalakan lampu-lampu di rumah, juga lampu te mbok yang berada di serambi depan, di mana keluarga itu sedang minum teh
Pelayan itu tidak berani berlama di situ, setelah menyalakan lampu segera ia masuk kembali karena tidak ingin mengganggu majikannya sekeluarga yang sedang santai
Isteri Lai Kun seorang wanita yang le mbut dan kedua pute ranya juga merupakan anak-anak yang pandai dan patuh
Lai Kun merasa berbahagia sekali
Dia kini telah berusia limapuluh empat, tubuhnya yang dahulu kurus itu kini telah berubah gemuk, sehingga hidungnya yang dulu nampak besar karena mukanya kurus, sekarang kelihatan serasi
Ayah, ada tamu....................!
seorang pute ranya menuding ke pintu pagar
Lai Kun dan isterinya memandang dan benar saja, di dalam cuaca yang remang-remang itu nampak seorang wanita yang bertubuh ramping memasuki pekarangan le wat pintu pagar dan kini melangkah dengan tenang menghampiri serambi di mana mereka duduk
Lai Kun cepat bangkit, diikuti isterinya
-ooo0dw0ooo-
Jilid 17
Lai-suheng ( Kakak seperguruan Lai ).....
wanita itu berkata lembut, berdiri di bawah serambi
Kalau saja cuaca tidak remang-remang, te ntu akan nampak betapa wajah Lai Kun seketika menjadi pucat sekali
Tentu saja dia segera mengenal wanita itu yang bukan lain adalah Coa Liu Hwa
Isteri mendiang suhengnya, Kam Seng Hin, ketua Hek-houw-pang dan yang membuat dia gelisah adalah karena mengingat bahwa wanita itu adalah ibu kandung Cin Cin
Segera ia mengambil keputusan nekat
Sekali melompat, dia telah berada di pekarangan, di depan wanita itu
Siapa kau! Aku tidak mempunyai sumoi sepertimu!
katanya galak
Suheng, benarkah engkau tidak mengenal aku?
Tanya wanita itu mendekat
Ah, engkau te ntu penjahat yang mengaku-aku saudara
enyahlah dari sini!
teriak Lai Kun dan dia sudah menerjang dengan pukulan ke arah le her Coa Liu Hwa! Pukulannya keras karena ketua He k-houw-pang ini ingin sekali pukul merobohkan orang yang dianggapnya berbahaya itu
I hh.......!
Coa Liu Hwa menggeser kakinya dengan tenang, tangan kirinya menangkis
Dukk!
tangan Lai Kun terpental, membuat ketua Hek-houw-pang ini te rkejut bukan main
Akan te tapi ia mengirim pukulan lagi bertubi-tubi
Agaknya dia berusaha keras untuk merobohkan lawan dengan serangkaian pukulan
Dia ingat benar bahwa sumoinya atau pute ri gurunya ini dahulu kalah jauh dalam hal ilmu silat, apalagi te naga darinya
Maka dia merasa yakin bahwa serangkaian pukulan yang dilakukan ini pasti akan merobohkan Coa Liu Hwa, karena dia menggunakan jurus dari ilmu silat Hek-houw-pang yang paling diandalkan dan ampuh
Akan te tapi, wanita itu dengan sigapnya menangkis dan mengelak, gerakannya ringan dan mantap, kemudian pada menjelang akhir rangkaian serangan itu, tiba-tiba saja tangan kiri wanita itu meluncur dan jari tangannya menotok pada pundaknya
Lai Kun hanya merasa tubuhnya kesemutan dan tidak mampu bergerak lagi
Dia telah ditotok secara luar biasa ole h sumoinya yang dahulu kalah jauh olehnya itu! Coa Liu Hwa tersenyum dan dengan sikap ramah ia lalu menepuk-nepuk pundak Lai kun
Lai-suheng, pandanglah baik-baik siapa aku
Mustahil engkau sudah lupa padaku?
Begitu pundaknya dite puk-tepuk Lai Kun dapat bergerak lagi! Dia terbelalak dan maklum bahwa sumoinya tidak berniat buruk te rhadap dirinya, bahkan tidak ingin membikin malu
Pada saat itu, isterinya sudah menghampiri dan menegur suaminya
Kenapa engkau marah-marah dan menyambut tamu dengan serangan
Biarkan ia bicara dan memperkenalkan diri, menceritakan apa keperluannya mengunjungi kita.
Liu Hwa memandang kepada wanita itu, lalu kepada dua orang ana k laki-laki yang masih duduk di kursi
Aih, bukankah engkau ini Ci Nio, puteri kusir Ci Hoat
Ci Nio, tidak ingat lagikah engkau padaku?
Isteri Lai Kun yang bernama Ci Nio itu mengamati, kemudian dengan kaget dan gembira dia berseru
Bukankah engkau bibi Coa Liu Hwa?
Kepada suaminya ia berte riak
Ini bibi Coa Liu Hwa, ibu Cin Cin!
Tentu saja Lai Kun sudah tahu
Karena dia mengenal Liu Hwa, maka dia tadi menyerangnya
Dia teringat akan perbuatannya te rhadap pute ri wanita ini
Dia telah menjual Cin Cin kepada rumah pelesir, dan karena takut dan mengira kedatangan bekas sumoinya ini tentu akan menuntut, maka dia tadi mendahului dengan serangkaian serangan
Kini, melihat betapa sumoinya telah menjadi orang yang lihai, diapun pura-pura baru mengenalnya
Aih, kiranya Coa-sumoi..........!
te riaknya, matanya memancarkan kehe ranan
Silakan, sumoi, silakan duduk........
Lai-pangcu tampak gugup
Liu Hwa tersenyum
Nanti dulu, aku tidak sendirian!
katanya dan ia menoleh, lalu mengangkat lengan kiri ke atas memberi is yarat
Tak lama kemudian, dari luar pagar muncullah seorang laki-laki yang gagah perkasa
Laki-laki itu berusia enampuluh tahun, namun masih nampak gagah, bertubuh tinggi besar dan tegap, mukanya dihias cambang bauk yang rapi
Lai-suheng, ini adalah..........suamiku, namanya Lie Koan Tek!
Liu Hwa memperkenalkan, lalu kepada suaminya ia berkata,