Pin-ni adalah Lo Nikouw dan kalau kematian pin-ni dapat meringankan dosa Ban tok Mo-li, pinni siap untuk berkorban,
setelah berkata demikian, Nikouw tua itu lalu duduk bersila di atas tanah pekarangan kuil itu dengan kedua tangan masih dirangkap di depan dada, tubuh te gak dan mata terpejam seperti sebuah arca
Sepuluh orang itu kini mengepung dan mereka sudah mencabut senjata masing-masing
Thian Ki yang mengintai di dalam, te rbelalak dan mukanya berubah pucat
Apa yang harus dia lakukan
Membela neneknya
Bukankah neneknya te lah menceritakan bahwa neneknya dahulu seorang yang te ramat jahat, yang te lah membunuh banyak orang tak berdosa, yang te lah melakukan kejahatan apapun saja
Dan kalau sepuluh orang itu datang membalas dendam atau menghukum kejahatannya, perlukah neneknya dibela
Ibunya berulang kali mengatakan bahwa membela orang jahat sama saja dengan membela kejahatannya dan menjadi penjahat pula! Dan tanpa menggunakan hawa beracun di tubuhnya, diapun belum tentu akan mampu melawan dan menandingi orang itu
Menggunakan hawa beracun berarti membunuh mereka! Tidak, dia tidak mau menjadi pembunuh, apalagi sepuluh orang yang memusuhi neneknya itu tentu saja orang-orang dari golongan bersih yang menentang neneknya sebagai sumber kejahatan
Tidak, dia tidak boleh membela
Akan tetapi, neneknya seorang sakti, tidak mungkin dapat dibunuh begitu saja! Biarpun kelihatan duduk bersila dan memejamkan mata, dia tahu benar bahwa sekali neneknya bergerak, te ntu akan ada lawan yang roboh dan te was keracunan! De mikianlah pula pendapat sepuluh orang itu
Mereka adalah orang-orang kang-ouw yang sudah berpengalaman dan rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi
Di antara mereka ada yang pernah mengenal Ban-tok Mo-li dan tahu benar akan kelihaian iblis betina itu, dan yang belum pernah bertemu juga sudah banyak mendengar akan kelihaian Iblis Betina Selaksa Racun ini
Maka, mereka tidak berani turun tangan dengan lancang
Hati-hati, kalau ia menyebar racun, kita dapat celaka semua.
kata seorang di antara mereka
Sampai lama, sepuluh orang itu hanya melangkah dengan hati-hati, mengelilingi Lo Nikouw yang masih duduk bersila tak bergerak sedikitpun
Wajahnya masih cerah dihias senyum dan ia nampak sabar dan te nang, sedikitpun tidak nampak bayangan rasa takut di wajahnya
Setelah belasan kali mengelilingi nikouw itu dan tidak ada reaksi apapun, timbul keberanian di hati seorang di antara anak buah Pulau Hiu
Dia seorang laki-laki berusia empatpuluh tahun yang bertubuh tinggi besar dan nampak kokoh kuat, di tangannya nampak sebatang tombak pengait yang biasa dipergunakan nelayan untuk menangkap ikan besar
Biar kucoba dulu dengan ini, baru kita semua turun tangan,
katanya sambil mengangkat tombaknya ke atas kepala
Semua orang memandang dan mengangguk, yang berada di bagian belakang Lo Nikouw segera lari ke samping agar tidak menjadi sasaran tombak berkait
Anak buah Pulau Hiu itu lalu mengerahkan tenaganya dan dari jarak tidak le bih dari enam meter dia melontarkan tombaknya ke arah dada Lo N ikouw.! Bias anya, kalau dia menombak ikan besar, jarak antara dia dan sasarannya sampai belasan meter, dan tombak itu gagangnya diikat dengan tali pula
Sekarang, jaraknya hanya enam meter dan tidak ada tali, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya luncuran tombak yang dilontarkannya
Singgg........cappppp......!
Tombak itu menancap dan mene mbus dada Lo Nikouw.!
Omitohud........!
Dari mulut Lo Nikouw keluar seruan le mah dan tubuhnya yang bersila te rjengkang, akan te tapi tidak te rus telentang karena tubuh itu te rtahan ujung tombak yang sompai menembus punggungnya! Melihat ini, sembilan orang yang lain tercengang, akan te tapi juga timbul keberanian di hati mereka dan sembilan macam senjata turun bagaikan hujan menimpa tubuh yang sudah sekarat itu
Dalam sekejap mata, tubuh Lo Nikouw yang sama sekali tidak melawan itu telah menjadi onggokan daging dan tulang yang berle potan darah.! Lehernya putus dan kepalanya menggelinding tak jauh dari onggokan daging itu
Lo Nikouw te was te rcincang tanpa melakukan perlawanan sedikitpun juga
Thian Ki terbelalak dan tak dapat bertahan lagi
Dia mengeluh dan te rkulai pingsan di belakang je ndela
Dia tidak tahu betapa sepuluh orang kangouw itu memasuki kuil, mencari-cari dan melihat dia te rkulai pingsan, mereka tidak mengganggunya
Juga kuil itu tidak dirusak
Agaknya mereka mencari kalau-kalau te rdapat te man atau anak buah Ban-tok Mo-li yang kini menjadi Lo Nikouw itu
Akan tetapi mereka tidak menemukan siapapun kecuali seorang anak lakilaki yang pingsan
Mereka lalu pergi dengan hati bertanya-tanya dan mulai merasa ragu dan menyesal
Benarkah yang mereka bunuh tadi Bantok Mo-li
Bagaimana kalau nikouw itu bukan Ban-tok Mo-li melainkan seorang pendeta wanita yang le mah dan suci
Meremang bulu tengkuk mereka kalau mereka membayangkan kemungkinan ini.! Senja telah lewat dan malam mulai tiba ketika Thian Ki siuman dari pingsannya
Begitu siuman, dia te ringat akan peristiwa tadi
Bukan mimpi, pikirnya dan dia tidak sedang tidur
Dia menggeletak di atas lantai di balik jendela.! Dia cepat melompat berdiri dan melihat keluar remangremang di luar, hampir gelap, akan tetapi ia masih dapat melihat onggokan daging dan kepala neneknya tak jauh dari situ!
Nenek.......!
Dia berteriak dan melompat keluar dari je ndela, lari ke pekarangan
Nenek.......!
Dia berteriak lagi dan menubruk kepala itu, kepala neneknya yang matanya masih te rpejam dan mulutnya masih tersenyum! Dia mengambll kepala itu memegang dengan kedua tangan, dilihatnya baik-baik
Kepala neneknya! De ngan leher putus dan berlepotan darah
Neneknya.!
Nenek.........!
Dia mendekap kepala itu dan menangis, membawa kepala itu ke depan onggokan daging bekas tubuh neneknya, mendekap kepala sambil berlutut dan menangis terisak-isak
Terbayang semua peristiwa tadi, betapa neneknya dihujani senjata, dicincang tanpa melawan sedikitpun
Dia tidak perduli akan dinginnya hawa malam yang mulai tiba bersama semilirnya angin dan munculnya bintang-bintang di langit
Dia berlutut sambil menangis dan setelah lebih dari sejam menangis sehingga air matanya kering, dia masih berlutut mendekap kepala neneknya dan te rmenung teringat akan kehidupan bersama neneknya selama satu setengah tahun ini
Dan te ringatlah dia akan pesan neneknya beberapa bulan yang lalu, seolah-olah neneknya sudah mendapat firasat ia akan meninggal dunia tak lama lagi
Cucuku yang pin-ni sayang, engkaulah satusatunya orang yang kucinta, Thian Ki
Dan kepadamulah pin-ni meninggalkan pesan ini
Kalau kelak pin-ni meninggal dunia, bakarlah jasma pinni menjadi abu, kemudian bagi menjadi empat abuku
Seperempat bagian kuburlah di dalam tanah, seperempat lagi hanyutkan ke lautan, seperempat lagi taburkan dari puncak bukit biar te rbawa angin, dan yang seperempat lagi le mparkan ke unggun besar biar ditelan api lagi sampai habis
Ketika itu, dia merasa heran dan bertanya mengapa neneknya meninggalkan pesan seperti itu dan apa maksudnya
Neneknya lalu menjelaskan maksud dan pesannya itu
Ia mengatakan bahwa tubuh manusia te rdiri dari empat unsur dan ia ingin tubuhnya dikembalikan ke asalnya, yaitu kepada api, air, angin dan tanah
Dan agar pelaksanaannya mudah, maka ia minta jenazahnya agar dibakar menjadi abu sehingga akan mudah bagi Thian Ki mengembalikan abu itu kepada api, air, angin dan tanah
Teringat akan pesan neneknya itu, Thian Ki menghentikan renungannya dan diapun dengan penuh hormat dan hati-hati meletakkan kepala neneknya di atas onggokan daging
Dia masuk ke kuil, mengambil sehelai selimut neneknya, dan kembali ke pekarangan sambil membawa obor
Setelah menancapkan gagang obor di tanah sehingga pekarangan itu cukup te rang, dia lalu mengumpulkan onggo kan dating dan tulang bersama kepala itu ke atas selimut dan dibungkusnya baik-baik
Kemudian dia mengumpulkan kayu kering, ditumpuknya kayukayu kering itu menjadi tumpukan setinggi hampir sama dengan tinggi tubuhnya, menyiramnya dengan minyak, kemudian mengambil sebuah kotak dari kuil, memasukkan buntalan daging dan kepala ke dalam kotak dan dibakarnyalah tumpukan kayu itu
Thian Ki berlutut menghadap api unggun membakar sis a jenazah neneknya
Kemudian dia duduk bersila, menanti sampai tumpukan kayu, peti dan isinya te rbakar habis
Pembakaran je nazah itu memakan waktu sampai setengah malam
Lewat tengah malam barulah api padam
Thian Ki tetap duk bersila di pekarangan itu, di dekat tumpukan abu, sampai pagi
Dia ingin mengumpulkan abu neneknya setelah malam le wat, karena pekerjaan itu harus dilakukan di waktu terang cuaca
Setelah matahari pagi muncul, barulah Thian Ki mengambil sehelai selimut lain, dan mulailah dia membongkar tumpukan abu
Mudah saja membedakan abu je nazah neneknya dengan abu kayu dan petinya, karena abu je nazah itu lembut, putih dan berat
Dikumpulkannya abu itu dan dibuntalnya dalam selimut dengan mata merah karena dia tidak dapat menahan keharuan hatinya
Nek, orang sedunia boleh menganggap nenek jahat, akan tetapi aku yakin bahwa nenek tidak jahat atau setidaknya nenek sudah menebus semua kesesatan nenek
Mereka itulah yang jahat, mereka yang menganggap diri mereka bersih dan baik, yang menjatuhkan hukuman kepada mereka yang dianggap jahat, tidak memperdulikan niat baik mereka yang ingin kembali ke jalan benar
Nek, engkau akan selalu kukenang sebagai seorang manusia baik, gagah perkasa dan menghadapi kematian dengan senyum pasrah kepada Tuhan.
Thian Ki tidak pernah dapat melupakan senyum di wajah kepala neneknya yang te rpis ah dari badannya itu
Senyum pasrah! Setelah semua abu je nazah terkumpul di selimut, diapun pergi meninggalkan kuil, membawa buntalan pakaian dan untaian terisi abu jenazah
Dia harus memenuhi pesan neneknya
Akan te tapi dia te ringat kepada ibunya
Bagaimanapun juga dia harus membawa abu je nazah itu kepada ibunya le bih dahulu
Kasihan ibunya yang tidak tahu akan nasib neneknya
Setelah mendapat perkenan ibunya, baru dia akan memenuhi pesan neneknya
De ngan hati penuh duka dia lalu berangkat meninggalkan tempat itu, menuju ke dusun Kecung
Tentu saja kedatangan Thian Ki yang membawa cerita menyedihkan te ntang kematian Lo Nikouw disambut tangis ole h Sim Lan Ci
Wanita ini mendekap buntalan abu je nazah dan menangis te rsedu-sedu
Bagaimanapun juga, Lo Nikouw adalah ibu kandungnya
Cian Bu yang amat mencinta isterinya
menepuk-nepuk pundak is terinya dan berkata dengan suaranya yang tenang dan dalam
Sudahlah, isteriku
Ibumu sudah meninggal dunia sebagai seorang pendeta tulen, penuh kesabaran, penuh kepasrahan
Engkau sepatutnya bangga karena ibumu, walaupun dahulu pernah menjadi datuk sesat, kini telah meninggal sebagai seorang yang tidak lagi diperhamba nafsunya
Kita sembahyangi saja dengan khidmat, mendoakan agar arwahnya dite rima dan ampuni Tuhan, sebelum abu itu dikembalikan ke asalnya seperti yang dipes annya kepada Thian Ki.
Mereka mengatur meja sembahyang, menaruh abu di atas meja, lalu mengadakan upacara sembahyang
Sementara itu Kui Eng mendekati Thian Ki dan minta kepada suhengnya ini untuk menceritakan kembali sejelasnya tentang kematian Lo N ikouw
Kini gadis cilik itu telah berusia hampir sebelas tahun, dan sikapnya te rhadap Thian Ki masih manis dan ramah seperti dahulu, hanya bedanya, ada sikap malu-malu bahkan kadang canggung kalau Thian Ki kebetulan menatap agak te rlalu lama
Thian Ki sendiri sudah berusia empatbelas tahun dan dia memang amat menyayang adiknya ini, yang sejak kecil dia tahu bukan adiknya sendiri, bukan pula adik tiri, melainkan orang lain atau kalau adikpun, adik seperguruan
Suheng, apakah engkau sudah berhasil melenyapkan racun dari tubuhmu
Apakah sekarang kukumu masih mengandung racun?
setelah mendengar cerita ulang tentang Lo N ikouw, Kui Eng bertanya mememandang ke arah tangan Thian Ki
Thian Ki te rsenyum dan tahu bahwa ibunya, juga ayah tirinya juga memperhatikan, agaknya menanti jawaban darinya
Tadi dia belum sempat bercerita tentang dirinya sendiri karena sibuk menceritakan peristiwa yang menimpa neneknya
Dia memandang kepada ibunya, ayah tirinya kemudian kepada sumoinya dan berkata sambil te rsenyum
Nenek telah menggemblengku setiap hari dan akhirnya aku dapat menguasai hawa beracun di tubuhku, sumoi
Akan te tapi, nenek tidak dapat mengusahakan le nyapnya hawa beracun dari tubuhku, apa lagi ia memang tidak menghendaki hal itu te rjadi.
Sepasang mata yang tajam dan je li itu te rbuka le bar, bibir yang merah dan berbentuk indah itu merekah dalam senyum setelah sejak tadi tak pernah senyum untuk ikut berkabung atas kematian Lo Nikouw
Aihh, kalau begitu, mulai sekarang kita dapat berlatih silat tanpa khawatir aku akan menjadi korban keracunan tubuhmu?
Thian Ki mengangguk sambil tersenyum
Kalau sekedar berlatih saja tidak mengapa, sumoi
Akan tetapi tidak boleh mempergunakan sin-kang karena kalau aku mengerahkan te naga dalam, hawa beracun itu dapat bekerja dan te ntu akan membahayakan dirimu.
Bagus, ha ha ha, bagus sekali!
Kata Cian Bu sambil tertawa gembira
Kalau mulai sekarang engkau memperdalam latihanmu sehingga engkau dapat menguasai semua ilmu simpananku, maka beberapa tahun lagi saja, tidak akan mudah mencari orang di dunia ini yang akan mampu mengalahkanmu, Thian Ki! Ha-ha, aku akan merasa bangga sekali.!
Akan te tapi Sim Lan Ci tidak kelihatan segembira suaminya
Alisnya berkerut dan ia berkata dengan suara yang terdengar menegur suaminya
Apakah dalam hidup ini, hanya nama besar saja yang terutama
Apakah Thian Ki selama hidupnya harus menjadi seorang manusia beracun, hanya mencari nama besar di dunia persilatan dan dia tidak berhak untuk membentuk rumah tangga, tidak berhak untuk menikah dan mendapat keturunan?
Suaminya tidak mampu menjawab, akan te tapi Kui Eng yang lincah itu cepat berseru
Aihhh, kenapa tidak boleh, ibu
Apa salahnya kalau suheng menikah
Bukankah dia kini sudah mampu menguasai hawa beracun di tubuhnya?
Lan Ci menghela napas panjang
Ia tadi lupa bahwa di situ te rdapat pute ri tirinya
Akan tetapi mengingat bahwa Kui Eng sudah menje lang dewasa, iapun berkata dengan hati-hati
Kui Eng, kakakmu ini hanya mampu menguasai hawa beracun sehingga kalau dia tidak mempergunakan sin-kang, racun itu dapat mengendap dan tidak bekerja
Akan tetapi, dia sama sekali tidak boleh menikah sebelum hawa beracun itu bersih dari tubuhnya, karena kalau dia melakukan hal itu isterinya akan keracunan dan lambat laun akan mati keracunan.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 16
I hh.....
Kui Eng menatap wajah suhengnya dengan mata te rbelalak, lalu berkata kepada ayahnya,
Ayah, kalau begitu, sungguh kejam! Ayah harus berusaha untuk membersihkan tubuh suheng dari racun itu!
Cian Bu menarik napas panjang
Kini diapun mulai melihat betapa ambis inya itu tanpa dia sadari mengancam kebahagian hidup Thian Ki yang dia sayang seperti anak sendiri
Me mang, untuk mencapai sesuatu yang puncak, kadangkadang kita harus berkorban
Kui Eng, biarpun ayahmu te lah mempelajari banyak ilmu yang tinggi, akan tetapi mengenai racun, aku masih kalah ahli dibandingkan ibumu
Kalau mendiang nenekmu saja yang mampu membuat Thian Ki menjadi tok-tong tidak mampu membersihkan racun itu dari tubuh Thian Ki, bagaimana aku akan mampu melakukannya
Tidak, aku tidak mampu melakukannya.
Thian Ki melamun, ingat akan pengakuan neneknya dan dia merasa perlu menyampaikan penyesalan neneknya itu kepada ibunya dan ayah tirinya
Pernah nenek menyatakan kepadaku yang menurut nenek merupakan penyesalan yang te rlambat dan karena itu tidak ada gunanya.
Ceritakan, apa yang ibu katakan kepadamu Thian Ki,
kata ibunya dan Cian Bu juga mengangguk-angguk kepadanya, menyetujui permintaan iste rinya
Nenek mengatakan bahwa kini ia melihat kesalahannya
Apa yang te rjadi pada diriku adalah akibat daripada mengejar suatu segi saja dari kehidupan ini
Kehidupan ini, menurut nenek merupakan kesatuan dari banyak hal yang kesemuanya penting, yang kesemuanya menuntut kita untuk memperhatikan dan memenuhinya