Naga Bercaun Bab 054

Plaak........!

si tinggi besar mengeluh dan tubuhnya te rpelanting

Kui Eng tidak berhenti sampai di situ saja

Ia mengejar dan kembali kakinya menendang, dua kali te ndangan dan tubuh si tinggi besar juga terlempar ke dalam kolam menyusul te mannya! Pada saat itu, Cian Bu dan Sim Lan Ci sudah tiba pula di situ, demikian pula mereka yang sedang berada di dalam taman, datang berlarilarian ketika mendengar ada perkelahian di dekat kolam ikan

Cian Bu sudah menangkap tangan pute rinya dan ditariknya dari situ, diajak pergi diikuti oleh Sim Lan Ci dan Thian Ki

Mereka berempat tidak berkata sesuatu, dan semua orang yang tiba di tepi kolam, memandang ke arah dua orang yang masih berada di dalam kolam itu

Kemudian orang jadi geger ketika dua orang itu tidak keluar dari dalam kolam dan ketika diperiksa, te rnyata mereka telah te was.! Ada luka sebesar kuku ibu jari tangan di dahi mereka dan darah mengucur dari luka itu

Agaknya mereka tewas seketika! Tidak ada seorangpun di antara mereka tahu apa yang te lah terjadi

Yang tadi berada di dekat situ hanya melihat betapa dua orang yang tewas di kolam itu tadi menyerang seorang anak perempuan yang kini telah le nyap entah ke mana

Mereka yang tadi kebetulan dekat melihat betapa anak perempuan itu hanya mengelak ke sana sini kemudian menendang-nendang dan dua orang itu te rlempar ke dalam kolam

Akan tetapi, mustahil kalau te ndangan anak perempuan itu dapat menimbulkan luka di dahi yang menewaskan kedua orang yang nampaknya kuat dan jagoan itu

Cian Bu dan keluarganya tiba kembali di rumah penginapan dan mereka berempat berkumpul di kamar yang dite mpati Sim Lan Ci dan Kui Eng

Setelah tiba di dalam kamar itu, barulah mereka saling pandang dan Thian Ki yang sejak tadi menahan-nahan perasaannya, segera berkata kepada ayahnya sambil menatap tajam wajah orang tua itu

Ayah, kenapa ayah membunuh mereka?

Mendengar ini, Kui Eng te rkejut dan anak perempuan itupun memutar tubuh memandang ayahnya

Benarkah ayah te lah membunuh mereka

Bagus! Mereka memang layak dibunuh

Mereka dua orang yang jahat sekali.!

Wajah anak perempuan itu kelihatan girang bukan main

Kui Eng, jangan sekejam itu.! Thian Ki menegur adiknya

Mereka itu memang jahat karena hendak mengganggumu, akan te tapi kalau kita bunuh mereka bukankah itu lebih jahat lagi namanya?

Thian Ki, engkau melihatnya?

Cian Bu bertanya dan pandang matanya kagum

Tak disangkanya sama sekali bahwa anak itu akan melihat perbuatannya tadi, padahal dia hampir yakin bahwa yang tahu hanyalah dia dan isterinya saja

Tempat itu gelap dan gerakannya amat cepat, juga benda yang dipergunakan untuk membunuh itu terlalu kecil untuk dapat dilihat orang ketika meluncur cepat ke arah dua orang di kolam itu

Akan te tapi Thian Ki mengetahuinya! Ini saja membuktikan bahwa anaknya yang juga muridnya ini memang berbakat sekali dan telah memiliki ketajaman pandang mata yang melebihi ahli silat biasa

Bahkan Kui Eng saja yang tingkat kepandaiannya tidak berbeda jauh dibandingkan Thian Ki, tidak dapat melihatnya

Aku hanya melihat berkelebatnya dua sinar hitam kecil ke arah mereka, dan melihat mereka te was, akan tetapi aku tidak tahu siapa yang membunuh mereka dengan sambitan itu, tidak tahu pula benda apa yang membunuh mereka

Akan tetapi setelah aku melihat baju ayah, tahulah aku bahwa ayah yang te lah membunuh mereka

Ada dua buah kancing baju ayah yang hilang.

Cian Bu menunduk dan melihat kancing bajunya, demikian pula isterinya dan Kui Eng

Aih, kiranya ayah membunuh mereka dengan dua buah kancing baju ayah

He mm, sayang kancingnya, ayah

Penjahat seperti mereka lebih pantas dibunuh memakai batu saja!

kata Kui Eng

Akan tetapi, demikian besarkah dosa mereka sehingga mereka itu harus dibunuh?

Thian Ki bertanya lagi, penuh rasa penasaran

Selama tujuh tahun ini, dia tahu benar bahwa ayahnya adalah seorang gagah perkasa dan tidak pernah membunuh orang lain

Akan te tapi kenapa sekarang begitu ringan tangan membunuh dua orang yang walaupun bersalah, namun kesalahannya belum cukup hebat untuk dihukum mati



Thian Ki, masihkah engkau belum mengerti

Ayahmu te rpaksa membunuh mereka agar mereka tidak akan menyiarkan berita te ntang keluarga kita,

kata Sim Lan Ci

Tapi......tapi mengapa.....

Thian Ki, engkau tadi melihat sendiri betapa adikmu te lah mengalahkan dua orang itu melempar mereka ke kolam

Hal ini merupakan peristiwa luar biasa bagi mereka dan mereka tentu akan menyiarkan berita tentang Kui Eng kepada mum dan hal ini tentu akan menarik perhatian orang

Orang-orang akan te rtarik dan ingin tahu siapa anak perempuan yang mampu mengalahkan dua orang jagoan itu dan siapa pula orang tuanya, gurunya

Dan kalau sudah begitu, perjalanan kita tidak akan menyenangkan lagi, bahkan penuh bahaya dan kehidupan kita tidak dapat tenang lagi.

Ah, lagi-lagi akulah yang bersalah!

Kui Eng berkata dengan alis berkerut

Kalau saja aku tidak melempar mereka ke dalam kolam! Ayah sudah memesan agar aku bersabar dan mengalah, akan tetapi bagaimana aku dapat mengalah kalau mereka hendak menculikku?

Sim Lan Ci merangkul pute rinya

Engkau tidak bersalah, Kui Eng

Perlawananmu tadi memang sudah tepat

Kesabaran te ntu ada batasnya

Memang agaknya sudah seharusnya begini

Thian Ki, ayahmu membunuh mereka bukan karena perbuatan mereka tadi, melainkan untuk menyelamatkan keluarga kita dari ancaman bahaya

Kuharap engkau dapat mengerti.

Thian Ki menundukkan mukanya

Aku mengerti, ibu

Ayah, maafkan aku.

Akan te tapi di dalam hatinya, te tap saja anak ini merasa penas aran dan tidak senang karena dianggapnya perbuatan ayahnya itu te rlalu kejam, mudah saja membunuh orang walaupun dengan dalih demi keselamatan keluarga mereka

Bahaya itu kan belum datang mengancam

Ayahnya amat tidak menghargai nyawa ocang lain! Betapapun juga, te pat seperti dikatakan Cian Bu

Setelah dua orang itu tewas tanpa ada orang lain mengetahui sebabnya, perjalanan mereka tidak mendapat gangguan lagi

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Cian Bu dan keluarganya sudah meninggalkan kota Wuhan, melanjutkan perjalanan menuju ke dusun Mo-kim-cung yang merupakan sebuah dusun kecil di kaki Bukit Ular

Sim Lan Ci segera mengajak keluarganya menuju ke rumahnya yang tujuh tahun yang lalu ia tinggalkan dalam pengawasan seorang pembantu wanita yang sudah lama bekerja pada mereka

Tentu saja ia juga memesan kepada ibunya, yaitu Lo Nikouw di kuil Thian-ho-tang di luar dusun agar mengamat-amati rumahnya selama ia dan suaminya pergi

Ketika pada senja hari itu mereka tiba depan rumah Lan Ci, mereka melihat sebuah rumah yang kotor tidak te rawat, jendela dan daun pintunya te rtutup rapat-rapat, bahkan gelangan daun pintu dirantai dari luar, tanda bahwa rumah itu kosong

Lan Ci te rmangu-mangu melihat betapa pekarangan yang dahulu dirawatnya baik-baik dan penuh bunga itu kini menjadi kotor dan buruk

Juga rumah itu kotor dan banyak genteng yang pecah dan te mboknya sudah penuh jamur kehijauan

Seperti rumah hantu!

Thian Ki juga berdiri te rmangu di depan rumah itu

Terbayanglah dalam ingatannya ketika tujuh tahun yang lalu dia hidup di tempat ini

Masih te ringat semua keadaan di luar dan di dalam rumah

Betapa senangnya dia dahulu memanjat pohon di samping rumah itu atau berlari-larian dan bermain dengan teman-teman sedusun

Dia pernah jatuh di sebelah kanan rumah itu, di selokan kecil yang dibuat ayahnya untuk mengalirkan air ke taman bunga

Dan sekarang, keadaan di pekarangan dan taman itu amat menyedihkan

Juga rumah itu nampak demikian tua dan kotor

Semua ini membuat dia teringat kepada ayahnya

Ayahnya demikian le mbut dan baik dan tak te rasa ke dua mata Thian Ki menjadi basah

Sim Lan Ci sudah menghampiri rumah tetangga te rdekat

Suami isteri petani tua itu menyambutnya di depan pintu dan mereka segera mengenal Sim Lan Ci yang bersama suaminya memang amat dikenal di dusun itu sebagai orangorang yang suka menolong

Dari tetangganya ini Lan Ci mendengar betapa pembantu yang diserahi tugas menjaga rumah telah pulang ke dusunnya sendiri karena te rlalu lama majikannya tidak pulang

Rumah beserta isinya oleh pelayan itu diserahkan kepada Lo Nikouw yang menutup rumah itu

Apakah Lo Nikouw masih tinggal di kuil Thianho-tang?

tanya Lan Ci dengan hati terharu

Suami isteri itu mengangguk

Sim Lan Ci lalu mengucapkan te rima kasih dan bersama keluarganya ia lalu pergi ke luar dusun, ke kuil Thian-ho-tang itu

Senja telah lewat dan cuaca sudah remang ketika mereka tiba di luar kuil Thian-ho-tang

Kuil ini kecil saja, berdiri terpencil di te mpat yang sunyi

Akan tetapi dari luar nampak bahwa kuil itu sudah dipasangi lampu-lampu dan bahkan meja sembahyang di ruangan depan juga dipasangi lilin

Namun suasana di kuil itu nampak sunyi sekali seolah tidak ada penghuninya

Agaknya ibu masih juga tinggal menyendiri di kuil ini, pikir Sim Lan Ci dan iapun berjalan paling depan ketika mereka memasuki kuil

Berhenti!

Tiba-tiba terdengar suara lembut dari dalam kuil

Suara itu le mbut namun berwibawa dan Lan Ci menahan langkahnya, diikuti oleh suaminya dan dua orang anak mereka

Mereka berhenti di ruangan depan, di depan meja sembahyang

Siapakah tamu yang memasuki kuil ini

Beritahukan dulu nama kalian dan apa perlunya datang berkunjung.

Suara itu kembali te rdengar lembut berwibawa dan biarpun singkat, tidak terdengar galak

I bu, aku Lan Ci, anakmu datang berkunjung,

kata Sim Lan Ci dan betapapun keras hati wanita ini, tetap saja ia terharu dan suaranya agak gemetar

Hening sejenak di dalam kuil

Kemudian suara itu terdengar lagi, masih lembut berwibawa

Omitohud......semoga hamba dibebaskan daripada keterikatan! Pin-ni (aku) tidak mempunyai anak

Anak tunggal pin-ni sudah bertahun-tahun meninggalkan pin-ni tanpa kabar, pin-ni menganggap ia sudah mati.......

Nenek...........!

Thian Ki berseru

Omitohud......kau......kau........Thian Ki cucuku!?

Dari dalam muncullah seorang nenek

Ia sudah tua, sedikitnya tujuhpuluh lima tahun usianya, dan mukanya sudah te rhias keriput, terutama di kanan kiri kedua matanya dan di s ekitar mulutnya

Akan te tapi tubuhnya masih te gak dan gesit, sinar matanya masih tajam, pakaiannya bersih dan tangan kanannya memegang sebuah kebutan, tangan kiri memegang seuntai tas beh

Sepasang mata itu ditujukan ke arah Thian Ki, lalu ia menyelipkan kebutan di pinggang, mengantungi tas behnya dan mengembangkan kedua lengannya

Thian Ki cucuku............!

Nenek..........!

Thian Ki lari menghampiri dan nenek itu merangkulnya

Biarpun usianya baru duabelas tahun, tubuh Thian Ki sudah hampir sama dengan neneknya

Dan Nikouw yang kepalanya gundul licin itu menangis, lalu berulang-ulang menyebut nama Sang Buddha

Cucuku.......ah

Thian Ki, betapa rinduku kepadamu

Omitohud......

semoga diampuni kelemahanku ini.....

Kemudian ia te ringat dan mengangkat muka, memandang kepada Sim Lan Ci yang berdiri tak jauh di depannya

Sejenak pandang mata nenek itu mengamati Lan Ci, kemudian te rdengar suaranya yang lembut namun kering dan tegas

Betapa kejamnya engkau! Engkau memisahkan Thian Ki dari pin-ni., pergi tanpa memberi kabar lama sekali sampai bertahun-tahun

Engkau menyiksa hati pin-ni

Begitukah cara seorang anak membalas budi orang tua.!

I bu, ibu tidak tahu apa yang te lah terjadi menimpa diri kami

Ibu sendiri amat te ga, membuat Thian Ki menjadi seorang tok-tong

Ibu telah merusak hidupnya, dan ibu masih dapat mencela aku kejam.?

Omitohud.....siapa bilang aku kejam

Pin-ni menggemble ngnya menjadi tok-tong agar kelak tidak ada orang yang berani mengganggunya, agar dia dapat menjadi orang gagah yang tak te rkalahkan kelak, agar dia merajai di dunia persilatan dan mengangkat nama besar orangorang yang menurunkannya

Neneknya pernah menjadi Ban-tok Mo-li, sudah sepantasnya kalau dia menjadi tok-tong.

Tapi, ibu

Biar pun tidak disengaja, dalam usianya yang baru lima enam tahun dia sudah membunuh banyak orang dengan racun yang berada di tubuhnya!

te riak Lan Ci yang kini menjadi marah karena teringat akan keadaan pute ranya

Lihat, dia sampai tidak berani sembarangan menyentuh orang lain, takut kalau sampai membunuhnya

Bukankah ini berarti ibu menyiksanya!?



Omitohud, semua itu salahmu sendiri, Lan Ci

Kenapa engkau memisahkannya dari pin-ni

Pin-ni belum selesai dengan cucuku ini

Akan pin-ni bimbing dia dan latih dia sehingga racun di tubuhnya hanya akan menjadi senjata kalau diperlukan.

Bagus sekali kalau begitu

Sudah kukatakan bahwa hanya yang membuat dia menjadi tok-tong sajalah yang akan mampu membimbing dia menguasai dirinya.

kata Cian Bu dengan girang mendengar ucapan nenek itu

Lo Nikouw mengangkat muka memandang kepada Cian Bu

Sepasang matanya mencorong ketika ia mengamati pria itu penuh selidik, lalu ia bertanya

Siapa orang ini?

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar