Kini, melihat pangeran itu dalam keadaan seperti itu, te nggelam setiap hari dalam kedukaan, tentu saja ia merasa khawatir dan ikut berduka
Pada suatu senja, ia tidak dapat menahan lagi hatinya ketika melihat Pangeran Cian Bu Ong kembali termenung dan duduk seperti arca di bangku dalam taman
Bukan sedang menulis sajak, tidak pula bersamadhi atau membaca kitab, melainkan termenung seperti patung
Bahkan pangeran yang memiliki kesaktian itu demikian te nggelam dalam renungannya sehingga tidak tahu bahwa Sim Lan Ci memasuki taman dan menghampirinya dengan langkah ringan
Dalam usianya yang tigapuluh tahun le bih, Sim Lan Ci masih cantik, bahkan lebih cantik karena ia telah menjadi seorang wanita yang masak, digemble ng pengalaman manis dan pahit silih berganti
Kalau dulu, sejak gadis ia suka mengenakan pakaian sutera hitam, kini kebiasaan itu diubahnya sejak suaminya tewas
Ia kini selalu mengenakan pakaian dari sutera putih, seolah hendak berkabung selama hidupnya untuk kematian suaminya tercinta! Ketika ia menghampiri Pangeran Cian Bu Ong dari samping, melihat wajah pangeran itu, ia merasa terharu
Jarang ia dapat mengamati wajah pangeran itu, dan sekarang ia mendapatkan kesempatan, karena Pangeran itu seperti patung, tidak menengok sehingga ia berani mengamati wajah itu
Wajah yang jantan, penuh daya tarik karena membayangkan kekuatan dan kewibawaan sekaligus kelembutan yang diperlunak lagi oleh garis -garis kedukaan
Sudah lama dia membiarkan rambut dan kumis je nggotnya tidak te rpelihara awut-awutan, namun tidak mengurangi kejantanannya
Seorang pria yang kuat, yang bersemangat, dan aneh, di samping ilmu kepandaian yang tinggi
''Pangeran....
Sim Lan Ci memanggil lirih, sambil berhenti dan berdiri dalam jarak tiga meter dari pangeran itu
Pangeran Cian Bu Ong menoleh perlahan dan mencoba untuk tersenyum ketika melihat siapa yang memanggilnya
Ah, kiranya engkau, nyonya Sim,
katanya le mbut
Ada keperluan apakah engkau mencariku
Aku tidak ingin makan malam sekarang, engkau ajaklah Thian Ki dan Kui Eng untuk makan malam lebih dulu
Nanti kalau sudah lapar, aku akan makan sendiri.
Akan te tapi, Sim Lan Ci tidak pergi, masih berdiri di situ dan memandang kepada Pangeran Cian Bu Ong dengan hati te rharu dan merasa kasihan sekali
Pangeran ini selalu bersikap sopan dan halus budi, bahkan selalu menyebutnya nyonya
Pangeran......
Senyum itu getir sekali dan Cian Bu Ong mengangkat tangan kirinya ke atas seperti hendak menangkis
Nyonya yang baik, hentikanlah sebutan itu! Setiap kali aku mendengar sebutan pangeran hatiku seperti ditusuk rasanya
Tidak, aku bukan pangeran lagi
Sudah lama aku bukan pangeran, melainkan pemberontak bagi Kerajaan Tang yang baru, pemberontak yang gagal dan sekarang bahkan hanya menjadi seorang buruan, seorang pelarian......
Sim Lan Ci merasa ikut pedih hatinya mendengar ucapan itu
Baiklah, kalau begitu saya akan menyebut Lo-cian-pwe......
Aih, jangan nyonya
Aku bukanlah seorang datuk atau tokoh bes ar di dunia persilatan.
Kalau begitu, akan saya sebut Cian taihiap (pendekar besar Cian)........
Hemm, orang seperti aku ini mana pantas menjadi pendekar besar
Lebih senang hatiku kalau kausebut aku toako (kakak bes ar) saja.
Baiklah, toako
Cian-toako, terimalah hormat adikmu.
Lan Ci memberi hormat dengan sikap hormat dan sungguh-sungguh
Karena memberi hormat sambil menunduk, Lan Ci tidak melihat betapa wajah pria itu yang selama beberapa lama ini selalu suram tiba-tiba menjadi cerah berseri
Terima kasih, aku senang sekali mendengar sebutan toa-ko itu, nyonya Sim.......
Aih, toako! Mana ada seorang toako menyebut nyonya kepada adiknya?
Lan Ci cepat menegur sambil tersenyum
Sepasang mata bekas pangeran itu terbelalak dan senyumnya berkembang menjadi tawa yang bergelak-gelak
Dia bagaikan seorang yang te lah menemukan kembali semangatnya dan wanita muda itu memandang dengan hati te rharu dan penuh rasa senang
Sim Lan Ci, adikku yang baik
Sungguh aku berte rima kasih kepadamu, kau te lah mendatangkan kebahagiaan bes ar di dalam hatiku, Ci-moi (adik Ci) dan kuharap engkau tidak akan mencabut kembali harapan dan kebahagiaanku.
Toako, akupun merasa berbahagia melihat toako dapat te rtawa gembira
Selama ini, aku ikut prihatin melihat keadaanmu yang selalu tenggelam dalam duka
Karena itu pula maka aku ingin menemuimu dan bicara denganmu ketika melihat engkau melamun di sini seperti setiap hari kaulakukan, toako
Aku nya ingin mengingatkan bahwa peris tiwa buruk yang menimpa diri kita, tidak perlu dan tidak ada gunanya kalau kita sedihkan setiap hari! Hidup memang merupakan permainan suka dan duka, kita harus menerima kedua hal itu dengan tabah dan lapang dada
Tentu engkau ingat pula akan keadaan diriku, pangeran......eh toako! Akupun kehilangan keluargaku, dan hidupku bersama Thian Ki sekarang hanya bersandar kepada kemuliaan hatimu belaka
Kalau engkau yang menjadi sandaran kami te nggelam dalam duka, bagaimana pula dengan hati kami
Kami akan kehilangan pegangan.
Bekas pangeran itu menatap wajah Lan Ci
Dua pasang mata berte mu pandang, melekat dan seperti hendak saling menjenguk is i hati masingmasing
Sim Lan Ci melihat sinar kagum dan kelembutan yang mengharukan berpencar keluar dari mata yang tajam itu
Baru sekarang ia melihat bekas pangeran itu memandang kepadanya seperti itu, seperti mata pria memandang wanita, dan sepasang pipinya berubah kemerahan yang membuat ia menundukkan mukanya
Moi-moi Sim Lan Ci, terima kasih......ah, terima kasih
Engkau te lah mengembalikan harapan dan semangatku untuk hidup
Engkau membuka mata hatiku bahwa hidupku masih berguna, karena masih ada orang-orang yang membutuhkan aku
Engkau dan anakmu........
Juga Kui Eng, toako.
Lan Ci melanjutkan
Juga manusia-manusia lain di dunia ini karena toako adalah seorang yang budiman dan dermawan
Tenaga dan kemampuanmu masih dibutuhkan banyak orang.
Tidak, aku hanya mengutamakan engkau, anakmu dan anakku
Aku masih kalian butuhkan?
Tentu aaja, toako!
Jawab Lan Ci cepat
Akupun membutuhkan kalian, te rutama engkau
Aku butuh perhatianmu, butuh sentuhan kasih sayang........ah moi-moi Sim Lan Ci, te rus te rang saja aku sayang kepada anakmu, dan kini tumbuh perasaan cinta di hatiku terhadapmu
Engkau te lah memulihkan semangatku, nah, sekarang aku meminangmu, Lan Ci
Maukah engkau menjadi iste riku?
Sepasang mata Lan Ci te rbelalak, mukanya berubah pucat, lalu merah kembali
Lamaran itu datangnya sekonyong-konyong, tak diduganya sama sekali seperti serangan yang amat dahsyat, mengerikan dan membuatnya sejenak bengong te rlongong, hanya menatap wajah bekas Pangeran itu tanpa mampu mengeluarkan suara jawaban! Cian Bu Ong mengangguk-angguk dan te rsenyum
Aku dapat mengerti akan keheranan dan kekagetanmu, Ci-moi
N ampaknya tidak sopan dan tidak pada te mpatnya aku melamar seorang wanita yang baru saja ditinggal mati suaminya
Bahkan aku sendiri yang melamar juga baru sajaa ditinggal mati isteriku
Akan te tapi, kalau kita saling membutuhkan, apalagi halangannya
Anakmu kusayang seperti anakku sendiri, dan aku tahu bahwa engkau menyayang Kui Eng seperti anakmu sendiri
Adakah cara yang le bih baik daripada kita bergabung menjadi sebuah keluarga yang berbahagia?
Tapi......tapi pangeran.......eh, Cian- toako.......aku masih berkabung, bahkan toako juga........
Aku mengerti, moi-moi
Berkabung hanya merupakan tata-cara untuk memperlihatkan kepada umum bahwa kita berduka ditinggal mati orang te rcinta
Akan tetapi, berkabung yang sesungguhnya ada di dalam perasaan hati, bukan pakaian
Betapapun juga, aku memberi waktu kepadamu sampai setahun sejak ditinggal mati suamimu
Sekarang telah le wat beberapa bulan, tinggal dua bulan lagi
Nah, biarlah dua bulan kemudian, setelah setahun berkabung engkau memberi jawaban kepadaku
Sekarang, untuk sementara kita lupakan saja lamaranku itu! Aih, perutku te rasa lapar sekali sekarang, moi-moi, mari kita makan
Kaucari anak-anak kita, aku akan mandi dulu.
Bukan main girangnya hati Lan Ci
Girang dan berte rima kasih
Girang melihat pangeran itu kini mempunyai semangat dan gairah lagi, mengajak makan dan mau mandi, dan berte rima kasih bahwa pangeran itu memberi waktu dua bulan lagi kepadanya untuk berpikir-pikir dan mempertimbangkan te ntang lamaran itu
Betapa bijaksananya! Ia lalu lari meninggalkan taman dan pergi mencari Thian Ki dan Kui Eng
Ia melihat mereka bermain-main di kebun belakang rumah
Dilihatnya Thian Ki sedang turun dari sebatang pohon sedangkan Kui Eng berdiri di bawah pohon itu
Karena ingin melihat bagaimana kedua orang anak itu bergaul, Lan Ci menyelinap ke balik semak dan mengintai
Thian Ki turun dan membawa sebuah sarang burung yang kosong
Nah, kaulihat sendiri, Kui Eng
Seperti kukatakan tadi, sarang burung ini sudah kosong
Telurnya telah menetas dan anak burung itu sudah pandai te rbang,
kata Thian Ki kepada Kui Eng sambil memperlihatkan sarang burung kosong yang dibawanya turun dari pohon
Kui Eng membanting-banting kakinya dan merengek manja
Anak berusia empat tahun lebih itu memang manja sekali
Thian Ki yang baru berusia enam tahun itu sudah pandai mengasuh Kui Eng, bahkan amat sayang kepada anak perempuan itu
Aih, jangan marah, adikku yang manis,
katanya sambil merangkul dan menuntunnya duduk di atas akar pohon
Lihat, biarpun sarang burung itu kosong, akan tetapi aku membawakan batu-batu sungai yang indah untukmu.
Ia mengeluarkan beberapa buah batu kecil yang berbentuk bulat dan warnanya mengkilap indah
Kui Eng yang tadinya merengek, menerima mainan itu dengan wajah cerah dan iapun merangkul Thian Ki
Suheng (kakak seperguruan), engkau baik sekali
Aku sayang padamu!
-ooo0dw0ooo-
Jilid 08
Thian Ki tersenyum
Senang hatinya kalau anak itu bersikap manis kepadanya dan tidak rewel
Dia menganggap Kui Eng bukan hanya sebagai pute ri suhunya, atau adik seperguruan, akan tetapi bahkan seperti adik kandung sendiri
Kui Eng
sumoiku yang manis
Katakan, di dunia ini siapa yang paling kausayang?
tanyanya, pertanyaan yang seringkali dia ajukan karena jawabannya amat menyenangkan hatinya
Kui Eng memegang tangan Thian Ki dan tertawa manja
Suheng nakal, sudah beberapa kali kukatakan, sudah tahu, masih terus bertanya.
Biar hatiku merasa yakin bahwa pengakuanmu ini sejujurnya dan sebenarnya, sumoi.
Yang paling kusayang adalah engkau, Suheng Coa Thian Ki.
Thian Ki menunduk dan mencium rambut kepala sumoinya
Sesudah aku, lalu siapa yang paling kausayang?
Sesudah engkau, aku sayang kepada ibu.
Eh
Ibumu.......?
Kumaksudkan ibumu, bibi Sim Lan Ci
Kalau engkau menyebut ibu, kenapa aku harus menyebut bibi
Aku ingin menyebutnya ibu seperti engkau.
Kenapa tidak
Engkau boleh menyebutnya ibu te ntu saja, sumoi!.
Kalau aku menyebut ibu kepada ibumu, engkaupun harus menyebut ayah kepada ayahku.
Thian Ki menatap wajah anak perempuan itu dengan kaget
Ah, jangan begitu, sumoi
Bagaimana aku berani menyebut suhu dengan sebutan ayah?
Aku akan bilang kepada ayah
Kalau engkau tidak mau menyebut ayah kepada ayahku, a kupun tidak mau menyebut ibu kepada ibumu.
Tentu saja aku mau, akan tetapi aku tidak berani
Ayahmu akan marah.
Tidak, aku yang a kan bilang kepadanya!
Lan Ci yang mengintai, menjadi merah sekali mukanya
Kenapa ada peris tiwa te rjadi berturutturut secara begitu kebetulan
Pangeran Cian Bu Ong melamarnya untuk menjadi isterinya, dan sekarang ia melihat dan mendengar percakapan antara Thian Ki dan Kui Eng yang seolah-olah ingin menjadi saudara dan saling mengakui ibu dan ayah masing-masing sebagai orang tua sendiri! Dia lalu muncul dan menghampiri kedua orang anak itu
I bu....!
Thian Ki berseru girang, akan te tapi Kui Eng diam saja
Padahal biasanya setiap kali berte mu Lan Ci ia berlari dan minta dipondong dengan manja
Sekarang ia berdiri saja memandang dengan sikap ragu! Thian Ki teringat
I bu, adik Kui Eng ingin menyebutmu ibu