Biarpun hatinya merasa sungkan sekali, akan tetapi terpaksa Liu Hwa menyambut penawaran itu dengan hati girang
Kalau ia melakukan perjalanan menyusul puterinya bersama pendekar ini, ia akan merasa aman, dan juga tidak akan sesat di jalan
Terima kasih
Lie-toako
Engkau begini baik kepadaku, aku tidak mungkin dapat membalas semua budi kebaikanmu
Biarlah Thian yang akan membalasnya, toako
Biarlah kelak dalam penjelmaan yang lain aku akan menjadi pelayanmu,
katanya terharu
Aih, Hwa-moi, lupakan saja semua itu
Aku tidak mengharapkan balasan, juga tidak merasa menolongmu
Memang akupun ingin sekali berte mu dengan pendekar sakti yang kukagumi itu
Mari kita berangkat.
Setelah mereka berangkat, baru Liu Hwa teringat bahwa sekantung uang yang tadinya ia terima dari Siong Ki, ia titipkan kepada anak itu dan ketika pergi, agaknya anak itu membawa pergi pula uang yang dia berikan kepada subonya
Ia tidak mempunyai apa-apa lagi, bahkan pakaianpun hanya yang menempel pada tubuhnya.! Tentu saja ia merasa canggung dan sungkan bukan main
Apalagi setelah mereka melewati sebuah kota, Koan Tek yang berpengalaman dan bijaksana itu, tanpa bertanya sudah mengetahui keadaannya dan pendekar itu mengajaknya ke toko dan membelikan beberapa potong pakaian untuknya!
Hampir Liu Hwa menangis saking girang dan te rharunya mendapatkan bekal ganti pakaian yang amat dibutuhkannya itu
Dan disepanjang perjalanan, seperti telah diduganya, Lie Koan Tek selalu berlaku sopan dan lembut
Setiap kali menginap di rumah penginapan, pendekar ini selalu menyewa dua buah kamar yang berpisah, walaupun berdekatan
Tak pernah sedikitpun pendekar Siauw-lim-pai itu memperlihatkan sikap kurang ajar
Kalaupun ada tanda-tanda bahwa pendekar itu te rtarik kepadanya, maka hal itu hanya nampak pada pandang matanya yang kadang seperti orang terpesona, dan pada sikapnya yang le mah lembut
Diam-diam, sebagai seorang wanita yang berperasaan peka, Liu Hwa mengerti bahwa pendekar itu jatuh hati kepadanya, atau setidaknya menaruh perhatian besar sekali kepadanya
Hal ini membuat ia merasa te rharu sekali, akan tetapi juga bingung dan selagi tidur sendiri di waktu malam, ia suka menangis dan meratap kepada mendiang suaminya
Ia seorang wanita yang cantik dan sehat, usianya baru tigapuluh tahun
Mungkinkah ia akan menyiksa diri, menjanda selama hidupnya
-ooo0dw0ooo-
Susiok, katanya susiok hendak membawaku kepada ibu
Mana ibu
Kenapa kita belum juga tiba di tempat ibu
Kita sudah melakukan perjalanan selama berhari-hari! Paman, jangan bohongi aku! Mana ib, susiok (paman guru)?
Anak itu kini mulai merengek dan hampir menangis
Ia seorang anak perempuan berusia lima tahun yang manis
Akan te tapi pada saat itu ia nampak marah, sedih dan juga kecewa
Ia adalah Kam Cin yang diajak Lai Kun meninggalkan dusun Ta-bun-cung, memenuhi pesan kakek Coa Song
Amat sukar membujuk Kam Cin untuk ikut bersamanya, akan tetapi Lai Kun mempunyai akal
Setelah ia mengatakan bahwa dia mengajak anak itu untuk mencari dan menyusul ibunya yang menghilang pada malam te rjadinya penyerbuan penjahat itu, tentu saja Kam Cin menjadi girang sekali dan seketika ia menyatakan setuju
Kini Lai Kun menghadapi anak yang mulai rewel dengan alis berkerut
Sebagai sute dari ayah anak itu, mendiang Kam Seng Hin, dia mengenal benar watak Kam Cin
Seorang anak yang dapat menjadi manis sekali, akan tetapi kalau sudah marah, juga menjadi anak yang rewel dan sulit diatur! Mereka sudah melakukan perjalanan selama sepuluh hari, dan mulai pada hari kelima saja Kam Cin sudah selalu merengek dan marah kepadanya
Sabarlah, Cin Cin
Tempat ibumu jauh sekali dan kita belum sampai, terpaksa bermalam di rumah penginapan ini
Mari kita makan
Lihat, masakan yang kupesan ini enak sekali, bukan
Mari kita makan, lalu tidur dan besok pagi-pagi kita lanjutkan perjalanan!
Kata pria itu dengan suara membujuk sambil menyodorkan mangkok dan sumpit ke arah anak yang sedang marah itu
Dia seorang pria berusia empatpuluh tahun, kurus jangkung dengan hidung agak besar dan mata kecil
Dia adalah Lai Kun, murid Hek-houw pang, sute mendiang Kam Seng Hin
Karena diapun masih membujang, dan tidak mempunyai keluarga lagi, maka setelah terjadi penyerbuan para penjahat yang membasmi Hek-houw-pang itu, Lai Kun tentu saja tidak betah lagi tinggal di Ta-buncung
Maka, ketika menerima tugas dari kakek Coa Song, untuk mengantar murid keponakan itu kepada Huang-ho Sin-liong di dusun Hong-cun, dia merasa gembira sekali
Pertama, dia akan meninggalkan dusun Ta-bun-cung yang kini nampak menyedihkan itu, apa lagi Hek-houw-pang sudah dibubarkan, dan kedua dia akan berte mu dengan pendekar sakti Si Han Beng yang sudah lama didengar nama besarnya dan dikaguminya itu
Tak disangkanya, baru ju ga setengah perjalanan, Cin Cin sudah mulai rewel dan kini malah mogok makan
Tidak, aku tidak lapar! Susiok makan saja sendiri!
kata Cin Cin sambi mendorong kembali mangkok nasi itu
Aku mau tidur!
Anak itu lalu turun dari bangku dan lari ke pembaringan, langsung saja ia meloncat ke atas pembaringan, menghadap ke dinding
Lai Kun mengerutkan alisnya memandang ke arah murid keponakan itu dan menghela napas sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
Sudah beberapa hari ini dia selalu jengkel menghadapi Cin Cin dan mulai dia menyesali tugasnya yang te rnyata tidak menyenangkan ini
Beberapa kali bahkan dia sudah membentak Cin Cin kalau te rlalu rewel
Akan tetapi anak ini memang keras dan sukar diatur
Dihadapi dengan sikap halus, tetap marah
Kalau dikasari , bertambah marah! Sulit memang! Dia mengangkat ke dua pundaknya dan melanjutkan makan sendiri
Sejak siang tadi, Cin Cin tidak mau makan
Hanya pagi tadi saja makan bubur semangkuk
Anak itu memang bandelnya bukan kepalang
Tiba-tiba Cin Cin membalik sedikit dan menengok kepadanya
Lai Kun sudah merasa girang karena mengira anak itu mulai kelaparan dan mau mengubah sikapnya, mau makan
Akan tetapi Cin Cin yang kedua matanya merah karena tangis yang ditahan-tahan itu berkata ketus
Susiok, kalau besok kita belum tiba di tempat ibu
Jelas bahwa engkau berbohong dan aku tidak mau lagi melakukan perjalanan bersamamu!
Makin mendalam kerut di antara alis Lai Kun
Hatinya mulai panas oleh kejengkelan melihat sikap menantang anak itu
Hemm
lalu apa yang akan kau lakukan kalau engkau tidak mau melakukan perjalanan bersamaku?
tanyanya menahan marah
Tidak perlu susiok tahu! Pendeknya, aku akan mencari sendiri ibuku!
Lai Kun menggebrak meja di depannya sehingga mangkok piring berdentingan
Anak bandel! De ngar kau baik-baik
Kaukira aku kesenangan mengantarmu
Aku hanya mentaati perintah kakek Coa Song untuk membawamu kepada Huang-ho Sin-liong Si Han Beng, kautahu
Kita sedang melakukan perjalanan ke sana! Dan engkau harus mentaati pesan kakek Coa Song!
Cin Cin melompat turun dari pembaringan, berdiri memandang wajah Lai Kun dengan marah
Nah, benar saja! Susiok te lah bohong kepadaku! Aku tidak mau pergi ke manapun! Aku hendak mencari ibuku
Bawa aku kembali ke Ta-bun-cung, aku mau mencari ibuku!
Melihat anak itu berteriak-te riak marah, hampir saja Lai Kun menamparnya
Akan te tapi dia te ringat dan menahan kemarahannya
Mukanya merah sekali dan diapun mengangguk
Baiklah, besok pagi kita pulang!
katanya singkat
Agaknya Cin Cin juga puas dengan keputusan itu dan iapun kini mau duduk menghadapi makanan di atas meja
Ia mengambil nasi dan sayur, mulai makan
Agaknya timbul semangat anak itu ketika akan diajak pulang! Akan te tapi Lai Kun sudah marah sekali maka diapun mendiamkan saja
Dia merasa bingung
Bagaimana dia dapat mengajak anak itu pulang ke Ta-bun-cung setelah melakukan perjalanan setengahnya menuju ke dusun Hong Cun
Dan dia tidak ingin pulang ke dusun Ta-bun-cung! Sehabis makan dan setelah pelayan menyingkirkan mangkok piring, dia hanya berkata singkat kepada Cin Cin
Kau tidurlah, aku hendak jalan-jalan dulu
Besok pagi-pagi kita berangkat!
Pulang?
Cin Cin menegas
Ya, pulang!
jawab Lai Kun singkat, lalu dia keluar dari kamar, menutupkan daun pintu kamar itu dari luar
De ngan hati mengkal dia lalu berjalan-jalan di sepanjang jalan raya kota itu
Kota Ji-goan merupakan kota yang cukup besar, te rletak di sebelah utara Sungai Huang-ho, sedangkan Lok-yang, kota raja, te rletak tidak te rlalu jauh dari pantai selatan Sungai Kuning itu
Bahkan penyeberangan sungai dari utara ke selatan dan sebaliknya berada di kota Ji-goan, maka te ntu saja kota yang menjadi pusat lalulintas ke kota raja itu cukup besar, mempunyai banyak los men dan rumah makan
Sudah lazim bahwa jika sebuah kota dikunjungi banyak tamu, maka selain perdagangan menjadi ramai, juga usaha hiburan berkembang biak dengan cepat sekali
Para tamu itu membutuhkan hiburan dan mereka berani mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan kesenangan
Apa lagi mereka adalah pedagang-pedagang yang mempunyai uang
Sete lah memperoleh keuntungan, mereka tidak sayang menghamburkan sebagian kecil keuntungannya di rumah-rumah judi dan rumah pelesir
Karena dia tidak mengenal jalan, tanpa disadari Lai Kun memasuki lorong yang terkenal di kota itu sebagai lorong pusat te mpat hiburan
Dia melihat rumah-rumah ju di akan te tapi tidak te rtarik
Dia sedang mengkal, sedang marah karena kerewelan Cin Cin
Ketika melihat sebuah rumah minum yang dihias indah, dia te rtarik
Dipesannya arak dan kueh kering, lalu diapun minum untuk menghilangkan rasa je ngkelnya
Kehadirannya sejak tadi diikuti sepasang mata yang je li, mata seorang wanita muda yang wajahnya dirias cantik, sikapnya genit dan wanita itu memang seorang pelacur yang sedang mengintai korban di rumah makan itu
Melihat Lal Kun minum-minum seorang diri, dan nampak jelas bahwa pria ini adalah orang luar kota, pelacur itu melihat,seorang calon korban yang akan menguntungkan dirinya
Ia menanti sampai Lai Kun menghabis kan seguci kecil arak dan kepalanya sudah agak bergoyang-goyang
Ketika Lai Kun minta tambah arak, pelacur itu menghadang pelayan yang datang membawakan arak
Biar aku yang mengantarkan kepadanya,
bisik pelacur yang dikenal dengan nama Sui Su itu
Pelayan itu te rsenyum
Kalau pelacur itu berhasil, dia pasti akan menerima imbalannya nanti
Diberikannya guci arak itu kepada Sui Su yang dengan langkah gontai, bibir tersenyum-senyum dan sikap memikat membawa guci arak itu kepada meja Lai Kun
Silakan, tuan
Ini tambahan araknya,
katanya dengan suara merdu
Lai Kun memandang kepadanya dengan alis berkerut
Eh
Siapakah nona....?
Sui Su te rsenyum sehingga nampak giginya berkilat di balik sepasang bibir yang merah, akan tetapi dengan luwes ia menutupi mulutnya dengan saputangan sute ra
Nama saya Sui Su, tuan dan saya menjadi pelayan tuan untuk malam ini.....
Matanya mengerling tajam dan penuh daya pikat
Lai Kun sudah setengah mabok
Akan te tapi dia bukan ana k kecil
Dia seorang laki-laki berusia empatpuluh tahun dan biarpun sudah setengah mabok, namun dia mengerti bahwa dia berhadapan dengan seorang pelacur yang memiliki wajah cukup cantik dan bentuk tubuh yang menggiurkan
Hem, maaf, nona
Aku tidak ingin melacur malam ini......
katanya akan tetapi dia tidak menolak ketika wanita itu menuangkan arak dari guci ke dalam cawan araknya
Sui Su pura-pura marah
Aih, jangan menghina, tuan
Saya bukan pelacur! Saya memang suka menghibur tamu yang kesepian dan yang sedang menderita sedih, akan tetapi saya bukan pelacur murahan!
Lai Kun te rsenyum sedikit dan minum araknya
Bukan pelacur murahan te ntu pelacur mahalan, pikirnya
Akan te tapi dia memang sedang je ngkel, membutuhkan hiburan dan agaknya wanita ini amat ramah sikapnya, menyenangkan kalau diajak bercakap-cakap
Duduklah, nona
Mungkin aku membutuhkan teman bercakap-cakap malam ini.
Wanita itu duduk di bangku, dekat dengannya dan melayaninya makan kue kering dan minum arak
Dan memang benar dugaan Lai Kun, wanita itu amat pandai bicara, pandai bercerita dan pengetahuan umumnya juga banyak
Pandai bercerita tentang peristiwa-peristiwa penting yang te rjadi di kota Ji-goan
Karena terpikat oleh gaya bicara Sui Su yang ramah, Lai Kun mempergunakan kesempatan itu untuk berse nang-senang
Dari kakek Coa Song, dia menerima sekantung emas yang kelak harus diserahkan kepada pendekar sakti Si Han Beng, sebagai biaya hidup Cin Cin kalau menjadi murid pendekar itu agar jangan memberatkan penanggungan keluarga Si Naga Sakti Sungai Kuning
Akan te tapi kemurungan dan kemarahannya te rhadap Cin Cin membuat murid He k-houw-pang ini lupa diri, bahkan dia agaknya seperti sengaja hendak menghamburkan uang itu untuk menumpahkan kemarahannya te rhadap Cin Cin