Naga Beracun Bab 017

Setelah mendengar janji gurunya itu, Siong Ki bangkit dan kini wajahnya menjadi cerah

Liu Hwa juga memandang kepadanya

Anak ini nampaknya cerdik dan seingatnya, Siong Ki bukan seorang anak yang bandel, tidak nakal dan pandai membawa diri

Siong Ki, setelah engkau selesai bersembahyang di sini, susullah aku di makam suamiku.

Aku sudah selesai, subo

Aku selalu berada di sini sejak ayah dimakamkan dan baru satu kali aku pulang ke rumah,

katanya sambil mengambil sebuah buntalan yang tadi dia gantungkan di cabang sebatang pohon

Engkau sudah siap dengan buntalan pakaianmu

Apakah engkau tidak ingin pulang ke rumah mendiang ayahmu?

Siong Ki menjawab dengan wajah sedih

Tadinya aku sudah ingin pergi saja, subo

Untuk apa kembali ke dusun Ta-bun-cung dimana kita hanya akan diingatkan selalu akan peristiwa menyedihkan itu

Akan te tapi kalau subo ingin kembali.........

Liu Hwa melangkah ke arah makam suaminya, lalu duduk di depan makam, te rmenung

Siong Ki mengikutinya dan anak itupun duduk di depan subonya

Setelah berulang kali menghela napas panjang, Liu Hwa juga berkata dengan sura sendu

Akupun tidak mungkin dapat bertahan tinggal di dusun dimana aku te lah kehilangan segalagalanya

Apalagi, sebelum meninggal, kakek Coa Song telah membagi-bagikan seluruh isi rumah kepada para murid

Aku tidak dapat tinggal di rumah kosong itu, yang setiap saat akan mengingatkan aku kepada suamiku dan anakku.

Lalu, ke mana kita akan pergi, subo?

Wanita itu menundukkan mukanya dengan sedih

Aku tidak tahu, Siong Ki, ....aku tidak tahu.....

Siong Ki bicara lagi, kini suaranya terdengar gembira

Subo, aku mendengar bahwa adik Cin Cin telah diajak pergi oleh susiok Lai Kun ke rumah pendekar sakti Huang-ho Sin-liong Si Han Beng

Bagaimana kalau kita menyusul kesana?

Wajah wanita itu agak cerah mendengar ucapan itu

Sudah diduganya, anak ini cerdik dan penuh semangat, dan senang akan keputusannya mengambil anak ini menjadi murid

Benar, Siong Ki

Agaknya memang sebaiknya kalau kita menyusul adikmu Cin Cin lebih dulu

Setelah itu......setelah bertemu dengan Cin Cin, baru kita mencari tempat tinggal baru

Akan tetapi, ah, aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi

Bahkan senjatapun tidak punya lagi.....

Subo, jangan khawatir?

kata Siong Ki dan anak ini segera menurunkan buntalan pakaiannya yang besar, lalu membukanya

Pertama-tama dia mengeluarkan sebatang pedang dengan sarungnya

I ni pedang milik ayah, subo

Kuambil dari tangan je nazah ayah, lalu sarung pedangnya kucari

Nah, te rimalah pedang ini subo, agar subo dapat melindungi diri kita berdua dalam perjalanan.

De ngan girang Liu Hwa menerima pedang itu dan memeriksanya

Ternyata sebatang pedang yang cukup baik, te rbuat dari baja yang baik

Ia merasa kuat ketika memegang pedang ini

Dan ini, subo

Ini peninggalan ayah, kukumpulkan semua dan kubawa serta

Subo boleh menggunakannya semua untuk biaya apa saja, biaya perjalanan kita, biaya mencari te mpat tinggal baru.......

Liu Hwa te rbelalak

Anak itu membuka sebuah buntalan kecil yang isinya potongan emas dan perak, cukup banyak!

Siong Ki,

ia berkata dengan terharu

Ternyata bukan aku yang menolongmu, melainkan engkau yang menolongku.

Sama sekali tidak, subo

Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa degan pedang dan emas perak itu

Kuserahkan kepada subo agar subo dapat melindungi kita berdua.

Liu Hwa tiba-tiba teringat kepada pendekar Siauw-lim-pai yang menunggunya di luar pintu gerbang

Ah, sudah terlalu banyak ia menyusahkan pendekar itu

Sungguh ia merasa malu kepada Lie Koan Tek

Pula, sungguh tidak pantas dilihat orang kalau ia berdua saja dengan pendekar itu

Ia kini seorang janda! Dan pendekar Siauw-lim pai Lie Koan Tek, sepanjang yang didengarnya, belum pernah menikah

Biarpun usianya sudah empatpuluh tahun le bih, masih membujang

Pasti akan menimbulkan prasangka yang bukan-bukan dalam benak orang yang melihat seorang janda berduaan saja dengan seorang pria yang masih membujang

Tidak, aku tidak boleh mengganggunya lagi

Akan tetapi, bagaimana ia harus mengatakan kepada pendekar itu bahwa ia tidak mau melanjutkan perjalanan bersama dia

Siong Ki, mari kira pergi.

Pergi

Sekarang juga, subo?

Liu Hwa mengangguk

Sekarang ini juga, kita pergi meninggalkan dusun kita dan pergi menyusul Cin Cin.

Tentu saja Siong Ki merasa heran

Malam itu biarpun ada bulan, namun te tap saja cuaca hanya remang-remang

Mengapa subonya demikian te rgesa-gesa

Akan tetapi dia tidak berani membantah

Baik subo

Mari!

Dia lari ke makam ayahnya, memberi hormat lagi untuk yang terakhir kalinya, kemudian membawa buntalan pakaiannya dan berjalan di samping subonya

Ketika Siong Ki hendak mengambil jalan keluar dari pintu gerbang, Liu Hwa memegang tangannya, dan menariknya ke kiri

Kita ambil jalan ini saja, Siong Ki.

Kembali anak itu te rheran

Jalan keluar dari dusun itu memang ada beberapa buah, a kan tetapi yang paling enak adalah jalan keluar melalui pintu gerbang

Akan te tapi subonya mengajak ia keluar dari dusun melalui jalan setapak yang penuh semak belukar! Akan tetapi diapun tidak berani banyak bertanya dan dengan hati-hati mereka keluar dari dusun itu

Sama sekali Poa Liu Hwa tidak pernah menduga bahwa hanya tiga hari setelah dia pergi, Sim Lan Ci dan Thian Ki datang ke dusun itu pula! Kalau saja hal itu terjadi, pasti jalan hidupnya akan menjadi lain! Hati Liu Hwa menjadi lega setelah mereka keluar dari dusun dan tiba di le reng bukit

Matahari pagi memandikan bumi dengan cahayanya yang hangat dan segar menghidupkan

Biar pun merasa lelah sekali karena selain baru saja mengalami ancaman malapetaka dan te rpendam kedukaan, apa lagi semalam sama sekali tidak tidur, namun Liu Hwa tidak mau berhenti berjalan

Siong Ki berjalan di sebelahnya sambil menggendong buntalan pakaiannya

Kantung berisi emas dan perak oleh Liu Hwa juga dititipkan kepadanya dalam buntalan

Hanya pedang itu kini tergantung di punggung nyonya muda itu

Sudah sejak malam tadi Liu Hwa melihat betapa anak itu kelelahan, juga mungkin sekali kelaparan

Namun, biarpun jalannya kadang te rhuyung, anak itu sama sekali tidak pernah mengeluh

Hal ini saja membuat Liu Hwa semakin suka kepada anak yang kini menjadi muridnya itu

Anak ini keras hati dan tabah bukan main, pikirnya

Ia merasa kasihan akan te tapi tidak mau mengajak Siong Ki berhenti karena ia khawatir kalau sampai bertemu dengan Lie Koan Tek yang ingin dihindarinya

Ia sendiri juga le lah, akan tetapi ia memaksa diri untuk melewati sebuah bukit lagi, baru akan mengaso dan mencari makanan

Ketika ia mulai mendaki bukit itu dan tiba di sebuah hutan kecil, tiba-tiba saja di depannya muncul seorang pria muda yang tam pan sekali

Usianya sekitar duapuluh tujuh tahun, tubuhnya sedang dan dia mengenakan pakaian pelajar yang mewah

Wajahnya tampan dan ganteng, dengan hidung besar mancung, bibir merah seperti diberi pemerah bibir, matanya hitam sekali maniknya

Dan kepalanya yang berambut hitam tebal itu te rtutup sebuah caping le bar

Di pinggangnya te rselip sebatang suling dan melihat penampilannya, Liu Hwa menduga bahwa pemuda ini tentu seorang pemuda kaya yang te rpelajar

Namun kemunculannya yang tiba-tiba itu mengejutkan hatinya dan ia memandang dengan khawatir

Pemuda itu bukan lain adalah Can Hong San

Setelah dia berpis ah dari Pangeran Cian Bu Ong dan memperoleh sekantung emas, Hong San lalu sengaja pergi ke dusun Ta-bun-cung

Dia masih merasa penasaran, ingin melihat apa yang te rjadi di dusun itu, terutama sekali dia ingin mencari Lie Koan Tek, pendekar Siauw-lim-pai bekas rekannya itu yang dia lihat melarikan seorang wanita cantik ketika mereka menyerbu dusun itu

Kini, bertemu dengan Liu Hwa dan seorang anak laki-laki, dia segera mengenal wanita itu sebagai wanita yang pernah dilarikan Lie Koan Tek, maka cepat dia menghadang wanita itu dan dia tersenyum girang ketika melihat bahwa wanita yang usianya sekita tigapuluh tahun ini juga cukup cantik untuk menggelitik wataknya yang memang mata keranjang.! Hong San tersenyum dan wajahnya nampak tampan dan menarik sekali

Karena sikapnya memang sopan dan halus Liu Hwa juga te rsenyum malu-malu dan nyonya ini menggandeng tangan Siong Ki untuk diajak melewati pemuda itu sambil membungkukkan tubuh sebagai penghormatan

Melihat ini, Hong San cepat melangkah dan menghadang lagi

Perlahan dulu, enci

Kalau aku tidak salah sangka, enci tentu datang dari dusun Ta-bun-cung, bukan?

Dia mengangkat kedua tangan memberi hormat

Melihat sikap yang sopan dan ramah itu, Liu Hwa membalas penghormatan pemuda itu dan menjawab,

Benar, kongcu

Kami memang penduduk Ta-bun-cung.

Bukankah enci wanita yang dilarikan oleh Lie Koan Tek malam itu?

Bukan main kagetnya Liu Hwa mendengar pertanyaan itu dan ia memandang Hong San dengan pernuh perhatian

Malam terjadinya penyerbuan di dusun itu te rlalu gelap sehingga ia tidak mengenal para penyerangnya

Bagaimana engkau bisa tahu, kongcu?

tanyanya penuh selidik

Ha-ha-ha, aku tahu segalanya, enci

Beberapa malam yang lalu, He k-houw-pang di dusun Tabun-cung diserbu oleh pembunuh-pembunuh bayaran, bukan

Dan seorang di antara para pembunuh itu adalah Lie Koan Tek

Kemudian, setelah membunuhi banyak orang, mungkin yang te rbanyak di antara rekan-rekannya, Lie Koan Tek agaknya te rtarik kepadamu dan membawamu lari! Apakah kini Lie Koan Tek sudah bosan denganmu dan membiarkanmu pergi, enci yang baik?

Wajah Liu Hwa menjadi merah sekali

Merah karena marah dan merah karena malu

Juga ia merasa dihina ole h pemuda halus ini

Tidak! Lie Koan Tek adalah seorang pendekar Siauw-lim-pai yang gagah dan bukan pembunuh bayaran

Dia telah tertipu

Juga dia melarikan aku karena dia ingin menyelamatkan aku!

Ha-ha-ha-ha! Enci yang baik, agaknya engkau telah tergila-gila kepada pembunuh itu! Aku yang le bih tahu bahwa dialah yang membunuh banyak tokoh Hek-houw-pang!

Paman yang baik, apakah Lie Koan Tek itu pula yang te lah membunuh ayahku

Ayahku bernama The Ci Kok, dia suheng dari mendiang ketua He khouw-pang....

Siong Ki!

Liu Hwa menegur muridnya

The Ci Kok

Ha, siapa lagi yang membunuhnya kalau bukan Lie Koan Tek

Aku melihatnya sendiri....

Engkau bohong! Sudahlah, jangan mengganggu kami

Kami akan melanjutkan perjalanan kami!

Liu Hwa kini berkata dengan marah

Mari, Siong Ki, kita pergi!

Ia menggandeng tangan muridnya dan menariknya pergi

Nanti dulu, enci yang manis

Engkau cukup manis untuk menemaniku

Jangan kau pergi dulu

Kalau anak ini mau pergi, biarkan dia pergi, akan tetapi engkau harus menemaniku bercakap-cakap

Aku kesepian sekali, enci yang manis.

Kini tahulah Liu Hwa dengan orang macam apa ia berhadapan

Biarpun pemuda ini amat tampan dan dapat bersikap halus dan ramah, namun ia dapat menduga bahwa pemuda ini adalah seorang pria yang suka memandang rendah dan mempermainkan wanita

Singg...!

Ia mencabut pedangnya dan matanya mencorong marah

Manusia rendah, jangan ganggu kami atau te rpaksa aku akan menggunakan pedang ini!

Akan te tapi tentu saja gerakan itu merupakan sesuatu yang lucu bagi Hong San sehingga dia te rtawa

Ha-ha-ha, sungguh aneh dan lucu

Seekor kelinci betina yang gemuk mengancam seekor harimau! Ha-ha-ha !

Liu Hwa tidak sabar lagi dan iapun menggerakkan pedangnya menusuk ke arah dada pemuda yang kurang ajar itu

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar