Mereka menyambut kedatangan It-gan Tiat-gu dengan gembira apa lagi ketika melihat bahwa wanita yang ditawan pemimpin mereka adalah isteri ketua Hek-houw-pang!
Siapkan pesta
Malam ini aku akan menikah dengan isteri ketua He k-houw-pang
Ha ha-ha!
Itgan Tiat-gu berkata lantang kepada anak buahnya dengan bangga, dan anak buahn ya yang belasan orang itupun tertawa gembira
Karena It-gan Tiat-gu hanya berjalan, sedangkan si codet yang didorong oleh Koan Tek itu berlarilari, maka tidak jauh selisih waktu antara kedatangan It-gan Tiat-gu dan mereka berdua di puncak bukit itu
Mereka tiba di puncak itu pada sore hari dan segera belas an orang anak buah Kerbau Besi Mata Satu yang tentu saja mengenal si codet sebagai rekan mereka
Melihat si codet datang sambil meringis kesakitan dan memegangi pundaknya, mereka segera merubungnya dan bertanya-tanya
Si codet maklum bahwa sedikit saja ia mengkhianati pendekar yang menawannya, pendekar itu tentu akan membunuhnya
Maka ketika kawan-kawannya membanjirinya dengan pertanyaan, dia menggerakkan tangan dengan tidak sabar
Sudahlah, jangan banyak bertanya dulu
Aku ingin menghadap toako, di mana dia
Aku akan melaporkan sesuatu yang amat penting.
Aihhh, toako sedang bersenang-senang dengan calon isterinya, jangan diganggu,!
kata seorang di antara mereka sambil menunjuk ke arah sebuah pondok tak jauh dari situ
Malam nanti kita pesta untuk pernikahan toako, ha-ha-ha!
kata yang lain
Mendengar ini, tanpa menanti lagi Lie Koan Tek meloncat ke depan pondok dan sekali tendang, daun pintu pondok itu roboh dan diapun menyerbu ke dalam
Apa yang dilihatnya di dalam kamar pondok itu membuat wajah Koan Tek jadi merah saking marahnya
Dia melihat Liu Hwa rebah telentang dalam kedaan te rtotok dan pakaiannya tidak karuan, karena It-gan Tiat-gu sedang te rkekehkekeh sambil mulai membukai pakaian wanita itu
Ehh?
It-gan Tiat-gu terkejut bukan main ketika tiba-tiba pintu pondok jebol
Dia meloncat sambil menyambar senjatanya, sebatang golok yang tadi ditaruh di atas meja
Dia terkejut ketika mengenal pria yang tadi mengamuk dan dikeroyok oleh anak buahnya
Jahanam busuk!
Koan Tek membentak dan biarpun lawan memegang golok dia tidak takut dan bahkan Koan Tek yang menyerang dengan dahsyatnya
Mata Satu menyambutnya dengan bacokan golok ke arah kepalanya
Koan Tek miringkan tubuh menghindar, dan tangannya terus melanjutkan serangannya dengan pukulan tangan te rbuka ke arah dada It-gan Tiat-gu
Kepala perampok itu mengelak dengan loncatan ke samping dan goloknya berkelebat, kini membabat ke arah pinggang tokoh Siauw-lim-pai itu
Koan Tek yang sudah marah bukan main melihat penjahat ini tadi nyaris memperkosa wanita yang selalu berada dalam ingatannya itu, menyambut serangan golok dengan te ndangan kaki dari samping
Trangggg....!
Golok terlepas dan membentur dinding
It-gan Tiat-gu terkejut bukan main dan merasa jerih, hendak melarikan diri
Akan tetapi Koan Tek mendahuluinya dengan tendangan yang mengenai belakang lututnya, kepala perampok itupun terpelanting
Sebelum dia sempat bangun, kaki Koan Tek menyusulkan tendangan yang diarahkan ke te ngkuknya
Krekkkk!
Patahlah tulang leher It-gan Tiat-gu dan diapun te was seketika
Pada saat itu, anak buah perampok sudah menyerbu dari luar pondok
Koan Tek cepat meloncat ke dekat pembaringan dan sekali tangannya bergerak, bebaslah totokan pada diri Liu Hwa
Sebelum wanita ini sempat berkata sesuatu, Koan Tek sudah meloncat keluar lagi dan mengamuklah dia dikeroyok belasan orang anak buah perampok itu
Dia melihat bahwa si codet yang tadi dipaksanya mengantar telah tewas, te ntu dibunuh oleh rekan-rekannya sendiri setelah dia lari menjebol daun pintu tadi
Lie Koan Tek mengamuk dan biarpun ia bertangan kosong, belas an orang anak buah perampok itu bukan tandingannya
Mereka kocarkacir dan le bih-lebih ketika Liu Hwa muncul dari dalam pondok memegang sebatang golok milik Itgan Tiat-gu
Kini pakaian Liu Hwa telah rapi kembali dan dengan golok di tangan, wanita ini mengamuk membantu Koan Tek
Tentu saja para perampok menjadi gentar dan merekapun lari cerai-berai meninggalkan yang terluka
Mereka saling pandang, berhadapan dalam jarak tiga meter
Lalu tiba-tiba Liu Hwa melepaskan goloknya, lari menghampiri Koan Tek dan menjatuhkan diri sambil menangis
Koan Tek cepat menyambutnya, memegang kedua pundaknya dan menariknya berdiri, melarangnya berlutut
Liu Hwa kini menangis di atas dada pendekar Siauw-lim-pai itu
Hampir saja kepala perampok mata satu itu memperkosanya
Ia sudah tidak berdaya sama sekali
Dalam saat te rakhir, muncul pula pendekar Siauw-lim-pai ini menyelamatkannya
Ia begitu bersyukur, te rharu dan juga bersedih karena ia te ringat lagi akan keadaannya yang kehilangan seluruh keluarganya, maka ia lupa diri dan menangis di atas dada yang bidang itu
Koan Tek juga seperti lupa, dengan sendirinya mendekap dan mengelus rambutnya dengan perasaan penuh kasih sayang! Setelah menumpahkan perasaan haru dan dukanya, Liu Hwa sadar akan dirinya dan iapun melepaskan diri, melangkah dua tindak ke belakang dan mukanya berubah merah sekali
Ahhh.......apa yang kulakukan......aih, tai-hiap, maafkan aku........aku te lah membuat bajumu basah.....
katanya memandang kepada baju pendekar itu yang basah di bagian dada oleh air matanya
Koan Tek te rsenyum
Tidak apa, engkau memang perlu dapat menangis sepuas hatimu, nyonya
Nah, marilah kita melanjutkan perjalanan
Kuantar engkau sampai ke dusunmu.
Liu Hwa mengangguk dan merekapun kini meninggalkan bukit itu, menuju dusun Ta-buncung
Malam telah tiba ketika mereka tiba di luar dusun, dan di luar pintu gerbang yang nampak sunyi, Koan Tek berhenti
Nyonya, pergilah engkau ke dalam
Aku le bih baik menanti saja di sini
Mereka tentu mengenaliku sebagai seorang di antara para penyerbu, dan mereka akan menyerangku.
Tidak, tai-hiap
Mari masuk saja, biar aku yang akan memberi penjelasan kepada mereka nanti,
kata Liu Hwa, akan tetapi Koan Tek merasa tidak enak
Memang kalau dia ingat akan peristiwa yang te rjadi di dusun itu, betapa dia membantu para penjahat untuk membasmi Hek-houw-pang, dia merasa menyesal bukan main dan merasa malu kepada dirinya sendiri
Aku menanti saja di sini
Kalau engkau perlu berte mu dengan aku besok, aku akan berada di sini.
Terpaksa Liu Hwa meninggalkan pendekar Siauw-lim-pai itu dan memasuki dusun Ta-buncung yang nampak sunyi
Akan te tapi begitu ada orang melihatnya, orang itu segera berseru akan munculnya nyonya ketua He k-houw-pang dan semua orangpun berlarian keluar menyambut
Dan hujan tangispun te rjadi
Liu Hwa menangis lagi mendengar betapa banyaknya korban jatuh
Bahkan Coa Siang Lee yang menjadi tamu, juga yang menjadi ahliwaris keluarga Coa yang selalu menjadi ketua perkumpulan itu, ikut tewas
De mikian pula Coa Song, kakek yang dihormatinya itu
Malam hari itu juga, Liu Hwa membawa perle ngkapan sembahyang dan ia bersembahyang di depan makam suaminya
Ia tdak mau dite mani orang lain, bahkan ia menyuruh semua orang yang mengantarnya untuk meninggalkannya agar ia dapat meratapi nasibnya di depan kuburan suaminya
Ia hanya mempunyai satu saja hiburan, yaitu bahwa pute ranya, Cin Cin, selamat dan kini menurut pesan terakhir kakek Coa Song, Cin Cin diantar oleh Lai Kun, sute suaminya, untuk menjadi murid pendekar sakti Si Han Beng yang berjuluk Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)
la bersembahyang bukan saja di depan makam suaminya, juga ia bersembahyang di depan makam kakek Coa Song dan di depan makam Coa Siang Lee, bahkan ia menyembahyangi makam para murid atau anggota Hek-houw-pang yang te was dalam serbuan itu
Ketika ia menghampiri makam yang paling ujung sambil membawa hioswa (dupa biting) dan sekeranjang kembang, ia melihat sesosok tubuh kecil melingkar di depan makam itu
Ternyata ada seorang anak laki-laki yang usianya paling banyak enam tahun rebah miring dan melingkar di atas tanah, agaknya tertidur! Liu Hwa memandang ke arah makam itu
Sinar bulan cukup te rang dan tulisan huruf-huruf di atas kayu yang sementara dipasang sebagai nisan itu cukup besar
Ia membaca nama korban itu
Ah, kiranya itu makam The Ci Kok, seorang anggota He k-houw-pang tingkat atas
The Ci Kok bahkan menjadi suheng dari suaminya yang memiliki kepandaian seimbang dengan suaminya
Kalau Kam Seng Hin yang dipilih menjadi ketua adalah karena The Ci Kok ini orangnya pendiam dan agak bodoh
Kiranya dia juga tewas! Kini Liu Hwa dapat menduga siapa anak kecil itu dan hatinya seperti ditusuk
Anak itu te ntu The Siong Ki pute ra suheng suaminya itu
Iapun tahu bahwa ibu anak itu te lah tiada sejak anak itu masih kecil sekali
Berarti bahwa anak itu kini menjadi seorang anak yatim piatu
Siong Ki......Siong Ki.......! Bangunlah, jangan tidur di sini, nak!
katanya lembut sambil mengguncang pundak ana k itu
Akan te tapi, anak itu tidak terbangun
Betapa kuatpun dia mengguncang, te tap saja anak itu tidak te rjaga
la mulai curiga, lalu memeriksanya
Anak itu seperti dalam keadaan tidur, akan te tapi kini ia tahu bahwa anak itu sebenarnya jatuh pingsan! Makin te rtusuk rasa hati Liu Hwa
Diletakkannya bunga dan dupa di atas makam dan ia lalu mengangkat dan memangku anak itu, mengurut te ngkuk dan dadanya
Akhirnya, anak itu menggeliat lalu menggumam
Ayah......ayah.....jangan tinggalkan Siong Ki sendirian, ayah......! Jahanam, aku akan membunuh kalian semua.!
Anak itu meronta bangkit dan dengan kedua tangan te rkepal dia menyerang Liu Hwa! De ngan hati te rharu sekali Liu Hwa menangkap pukulan-pukulan itu dengan lembut sambil berkata,
Siong Ki, lihatlah siapa aku ini......
Tidak perduli engkau siapa, setan atau iblis
Aku tidak takut! Biar kau membunuhku, a ku tidak takut
Aku ingin mati dan bersama ayah dan ibuku!
Dan dia menyerang terus
Setelah Liu Hwa menangkap kedua lengannya dan merangkulnya, baru anak itu mengamati Liu Hwa dan diapun merangkul dan menangis,
Bibi.......ah
bibi.......! Aku.......aku ingin mati saja, bibi..!
Biarpun hatinya sendiri seperti diremas-remas, penuh kedukaan dan keharuan yang membuat ia ingin menjerit-jerit dan menangis seperti anak kecil, akan tetapi Liu Hwa menahan perasaannya, menggigit gigi sendiri dan merapatkan bibir dengan kuat-kuat sambil merangkul anak itu
Kemudian ia bicara
-ooo0dw0ooo-
Jilid 05
Siong Ki, jangan bicara seperti itu!
De ngan muka basah air mata dan mata merah, anak itu mengangkat mukanya, memandang kepada wanita itu
Bibi, apa yang harus kulakukan kalau aku dibiarkan hidup
Aku seorang diri, tiada ayah ibu, tiada keluarga
Melihat ayah te was, juga para paman......ah, apa gunanya lagi aku hidup
Tiada lagi yang melindungi aku, bibi.....
Hushh.....! Omongan apa itu
Disini masih ada aku, Siong Ki
Aku yang akan melindungimu, dan engkau boleh ikut denganku selamanya karena mulai saat ini, engkau menjadi muridku.
Siong Ki membelalakkan matanya seperti orang yang tidak percaya
Benarkah ini....
Benarkah, bibi
Atau hanya hiburan kosong belaka?
Tentu saja benar, Siong Ki
Apakah kau tidak percaya kepadaku dan menyangka aku membohongimu?
Anak itu nampak gembira sekali
Kalau begitu, berjanjilah di depan makam ayah, bibi
Biar ayah menjadi saksi, biar ada semangat lagi bagiku untuk hidup!
Lalu anak itu berlutut di depan Liu Hwa dan kini suaranya terdengar lantang dan penuh semangat
Ayah saksikanlah, ayah
Mulai saat ini anakmu, The Siong Ki, mempunyai pelindung baru, yaitu bibi Poa Liu Hwa yang menjadi guruku
Subo, te rimalah hormat tcecu (murid)!
Dan diapun memberi hormat delapan kali kepada wanita itu
Siong Ki, muridku yang baik, bangkitlah.
Teecu tidak akan bangkit sebelum subo (ibu guru) berjanji di depan makam ayah!
Liu Hwa menatap makam itu dan diam-diam ia bergidik
Ia sendiri kehilangan segala-galanya, bahkan puteranya Cin Cin, yang selamat, kini telah dibawa pergi ke te mpat jauh
Ia sendiri sebatangkara, dan kini ia telah mengambil Siong Ki sebagai murid, siap melindunginya dan menjadi pengganti orang tuanya
Suatu tu gas yang amat berat
Sedangkan untuk melindungi diri sendiri saja ia sudah jelas tidak kuat
Buktinya, hampir saja ia celaka dan mungkin sekarang sudah te was te rbunuh atau membunuh diri kalau saja ia tidak dibebaskan dari tangan lt-gan Tiat-gu oleh pendekar Siauw-lim pai itu! Akan tetapi, ia tidak dapat undur kembali, sudah berjanji, dan kalau ada anak ini di sampingnya, setidaknya ia akan te rhibur
Maka iapun lalu mengangkat kedua tangan di depan dada sambil membungkuk ke arah makam The Ci Kok dan berkata dengan lirih
Suheng The Ci Kok
Aku berjanji bahwa mulai saat ini pute ramu The Siong Ki telah menjadi muridku
Semoga arwahmu ikut pula melindungi kami berdua.