Pedang KIRI Pedang KANAN Jilid 18

Jilid 18

Namun Soat Ko-hong memang pintar menyimpan perasaannya, meski didalam hati sangat mendongkol, lahirnya dia tetap tertawa, katanya pula: "Bagaimana”

Memangnya kau anggap ilmu silat si bungkuk tidak berharga untuk menjadi gurumu?”

Sekilas Peng-say melihat air muka si bungkuk mengunjuk rasa marah, hanya sekejap saja kelihatan beringas menakutkan, tanpa terasa Peng-say ber-gidik.

Akan tetapi rasa gusar Soat Ko-hong itu cuma timbul sekilas saja lantas lenyap pula, segera wajahnya kembali tertawa ramah-tamah.

Seketika Peng-say merasakan bahaya yang mungkin timbul, apabila dirinya tidak mengangkat guru padanya, bisa jadi si bungkuk akan murka dan segera akan membunuhnya. Terpaksa ia berkata. anda sudi menerima driku sungguh Wanpwe merasa sangat beterima-kasih.

Cuma Wanpwe sudah punya guru. jika ingin mengangkat guru baru seyogianya minta izin lebih dulu pada guru pertama. Ini kan peraturan Bu-lim yang sama2 kita ketahui." Soat Ko-hong mengangguk. katanya: "Betul ucapanmu.

Cuma sedikit kepandaianmu ini hakikatnya tidak dapat disebut sebagai Kungfu sejati. Kukira kepandaian gurumu pasti juga terbatas. Untung bagimu hasratku timbul secara mendadak dan mau mererima kau sebagai murid.

selewatnya saat ini. belum tentu aku berminat lagi.

Kesempatan ini hanja bisa ditemukan secaraa kebetulan dan tidak dapat diminta. Kelihataanya kau cerdik. mengapa sekarang jadi bodoh" Akan lebih baik kau menyembah dan mengangkat guru lebih dulu padaku, biarlah nanti kubicarakan lagi dengan gurumu, kukira iapun takkan keberatan.”

Tergerak pikiran Peng-say, katanya: "Soat-tayhiap, saat ini Piaumoayku berada dalam cengkeraman orang Tang-wan. keadaannya sangat berbahaya. Kumohon Soat-tayhiap suka menolongnja lebih dulu, untuk itu Wanpwe tentu sangat berterima kasih dan apa pesan Soat-tayhiap nanti pasti akan kuturuti.”

"Apa katamu?" teriak Soat Ko-hong dengan gusar. "Kau berani tawar-menawar denganku" Memangnya apamu yang hebat sehingga kakek harus menerima kau sebagai murid”

Hm, kau berani memeras padaku, sungguh kurang-ajar!”

Peng-say terus berlutut dan berkata: "Aku cuma paham sebagian Siang-liu-kiam-hoat, sekalipun Soat-tayhiap menerimaku sebagai murid juga tiada gunanya. Tapi Piaumoayku paham Kiam-hoat itu secara lengkap, asalkan Soat-tayhiap dapat menolongnya barulah maksud Ciamtay Cu-ih akan mendapatkan Siang-liu-kiam-hoat secara lengkap itu akan dapat digagalkan.”

Demi menolong Cin Yak-leng, Peng-say tidak segan2 untuk berdusta, segera ia menambahkan pula: "Bila Ciamtay Cu-ih berhasil mendapatkan Siang-liu-kiam-hoat secara lengkap, bisa jadi ilmu silatnya akan melampaui Soat-tayhiap, tatkala mana mungkin Soat-tayhiap yang terpaksa harus menghindari dia, kan susah jadinya?”

"Kentut, omong kosong!" damperat Soat Ko-hong "Jika benar Siang-liu-kiam-hoat begitu hebat, mengapa Piaumoaymu sampai tertangkap oleh Ciam?tay Cu-ih" Kan dia paham Siang-liu-kiam-hoat secara lengkap" Kalau dia paham secara lengkap, kan nomor satu didunia" Kenapa Ciamtay Cu-ih mampu menawannya?”

Meski dia bicara demikian, tapi bila teringat didepan umum Ciamtay Cu-ih telah mau mengalah padanya, musuh pembunuh anaknya tidak dirobeknya menjadi dua, sakit hati kematian anaknya juga tidak dituntut, jelas ini pasti ada sebabnya. Padahal orang semacam Ciamtay Cu-ih masa dapat tertipu dengan mudah" Agaknya Siang-liu-kiam-hoat itu betul2 kitab wasiat ilmu silat yang sangat berharga, keterangan bocah ini memang juga beralasan mungkin ilmu pedang Piaumoaynya belum terlatih dengan sempurna, makanya tertawan Ciamtay Cu-ih, Dilihatnya Soat Peng-say hanya berlutut saja belum menyembah, segera Soat Ko-hong berkata-"Hayolah menyembah, asalkan menyembah tiga kali, maka jadilah kau muridku. Bila sanak keluarga murid ada kesukaran.

mana bisa sang guru tidak ikut prihatin. Ciamtay Cu-ih menangkap Piaumoay muridku, bila kuminta dia membebas-orangnya kan cukup kuat alasannya. Masa dia berani menolak?”

Lantaran ter-buru2 ingin menyelamatkan Cin Yak-leng, mau-tak-mau Peng-say berpikir pula: "Adik Leng berada di cengkereman bangsat tua Ciamtay Cu-ih, bila asal-usulnya diketahui, tentu jiwanya akan terancam bahaya Apapun juga harus cepat kubebaskan dia dari cengkeraman maut.

Sekarang biarlah kurendahkan diriku dan mengangkat guru padanya, asalkan adik Leng sudah diselamatkan, urusan apapun tidak menjadi soal bagiku.”

Karena pikiran ini, segera ia henduk menyembah.

Sebaliknya karena kuatir anak muda itu akan berubah pikiran, Soat Ko-hong juga lantas pegang kuduk Peng-say terus ditekan ke bawah, maksudnya supaya anak muda itu lekas menyembah.

Mestinya Peng-say akan menyembah, tapi lantaran ditekan begitu, seketika timbul antipatinya. Otomatis ia tegakkan leher dan tidak sudi dipaksa.

Soat Ko-hong menjadi gusar, katanya: "Sialan! Kenapa kau tidak menyembah?" "Daya tekannya bertambah kuat.

Dasar Soat Peng-say memang keras kepala dan juga tinggi hati, semakin dipaksa semakin berontak. Sebenarnya dirinya sudah bertekad akan merendahkan diri dan mau menyembah kepada Soat Ko-hong demi menolong Cin Yak-leng, tapi lantaran ditekan dipaksa, hal ini berbalik menimbulkan watak Peng-say yang keras itu. Segera ia berteriak: "Jika kau berjanji akan menolong adik Leng, segera kusembah dan angkat guru padamu. Kalau tidak.

betapapun aku tidak mau menyembah padamu.”

"Hah, tidak mau?" seru Soat Ko-hong. "Apa betul kau tidak mau" Baik, kita lihat saja apakah kau benar-benar tidak mau?”

Segera ia tambah tenaga pula dan menekan sekuatnya.

Peng-say sudah menegakkan pinggang dan bermaksud berbangkit. Tapi sekali Soat Ko-hong mengerahkan tenaga, seketika kepalanya terasa seperti ditindih batu beribu kati beratnya. mana sanggup berdiri lagi”

Namun begitu kedua tangannya tetap menyanggah tanah dan melawan sekuatnya. Ketika Soat Ko-hong menambah sebagian tenaganya lagi, terasalah tulang leher Pcng-say berkeriutan se-akan2 patah.

Soat Ko-hong ter-bahak2, serunya: "Hahaha! Bagaimana sekarang, menyembah tidak" Bila kutekan lagi. seketika tulang lehermu bisa patah!”

Sungguh luar biasa tenaga Soat Ko-hong, Peng-say tidak sanggup bertahan, sedikit demi sedikit kepalanya semakin menunduk ke bawah, tinggal belasan senti saja keningnya akan menyentuh tanah.

Mendadak Peng-say berteriak "Aku tidak mau menyembah!”

"Tidak mau"!" jengek Soat Ko-hong, ia tahan terlebih kuat sehingga batok kepala Peng-say tertekan lagi beberapa senti ke bawah.

Pada saat itulah, se-konyong2 Peng-say merasa punggungnya hangat seperti disaluri semacam hawa yang lunak, hawa hangat itu terus menyalur kedalam tubuhnya, mendadak daya tekan pada kepalanya latntas kendur, begitu kedua tangannya menyanggah tanah, dapatlah dia mengangkat tubuhnya ke atas.

Kejadian ini tidak saja diluar dugaan Peng-say, bahkan Soat Ko-hong juga terkejut. Sekilas pikir segera ia tahu tenaga dalam yang hangat dan mendesak lepas daya tekanannya kepada Soat Peng-say itu adalah "Siu-ciau-kang", ilmu Lwekang termashur Soh-hok-han dari Hu-ciu.

Meski datangnya tenaga lunak itu terlalu mendadak dan tidak diketahui se-belumnya sehingga Peng-say sempat mengangkat tubuhnya, namun Sin ciu-kang itu jelas sangat murni, tenaga yang hangat lunak itu terasa masih terus mengalir tiada hentinya.

Setelah terkejut segera Soat Ko-hong memegang lagi kuduk Soat Peng-say, sekali ini bahkan digunakan tenaga "Cu-hong-jian-kin-lat", tenaga seribu semacam tenaga dalam yang lunak keras. Tapi begitu tenaga sakti andalan Soat Ko-hong menyentuh kepala Peng-say, terasa ubun kepala anak muda itu timbul lagi tenaga sakti Sin-ciau-kang.

kedua tenaga bergetar, seketika Soat Ko-hong tangannya kesemutan, dadapun terasa sakit.

Cepat ia melangkah mundur sambil tertawa, "Aha, Sauheng, mengapa kau bersembunyi dikaki tembok dan menggoda si bungkuk?”

Benar juga, dari balik tembok sana seorang bergelak tertawa, seorang Siansing (orang terpelajar) berbaju hijau dengan dandanan sederhana membawa kipas lempit melangkah keluar, dengan tertawa ia menyapa: "To-heng (kakak bungkuk) sekian tahun tidak bertemu, tampaknya kau gagah dan lebih tangkas. Selamat, selamat!”

Yang muncul ini ternyata benar Kun-cu-kiam Cenghong, si pedang ksatria sejati, ketua Lam-han.

Biasanya Soat Ko-hong memang rada jeri terhadap Sau Ceng-hong, apalagi sekarang dia kepergok sedang menganiaya seorang anak muda, tentu saja si bungkuk tersipu2. Tapi dasar licik dan licin tidak tahu malu, dengan cengar-cengir Soat Ko-hong lantas menjawab: "Sau-heng, makin lama kau tambah muda, sungguh si bungkuk ingin berguru padamu untuk belajar ilmu 'Jay-im-poh- yang'(memetik sari Im untuk menambal Yang)”

"Hus, makin lama makin tidak genah kau ini," omel Sau Ceng-hong "Kenalan lama bertemu lagi, bukannya kau bicara urusan kekeluargaan, sebaliknya kau mengoceh hal2 yang bukan2. Mana ku-paham ilmu dari golongan sesat begituan?”

"Haha, siapapun tidak percaya bila kau bilang tidak paham ilmu tambal sulam begitu," kata Soat Ko-hong dengan tertawa "Buktinya usiamu sudah 60-70 tahun, tapi mendadak kembali muda, tampaknya seperti cucu si bungkuk saja.”

Dalam pada itu Peng-say sudah melompat bangun ketika Soat Ko-hong mengendurkan tangannya tadi. Dilihatnya Susing ini berjenggot panjang lima jalur, mukanya putih bersih, kereng berwibawa.

Seketika timbul rasa hormat dalam hati Peng-say, ia tahu orang inilah yang menolongnya tadi, hawa hangat yang tersalur ke punggungnya tadi berasal dari orang ini. Hatinya tergerak pula demi mendengar Soat Ko-hong memanggil orang ini dengan sebutan "Sau-heng".

"Jangan2 tokoh yang mirip dewa ini adalah Sau-siansing.

ketua Lam-han yang selama beberapa ini selalu menjadi buah tutur orang banyak?" demikian pikir Peng-say. "Tapi usianya tampaknya 40-an, jelas tidak cocok jika dipandang darj umurnya. Menurut cerita Suhu, bilamana Lwekang seorang sudah terlatih sempurna, khasiatnya memang membikin panjang umur, bahkan membuat awet muda.

Tampaknya Sau-siansing ini menguasai ilmu ini.”

Karena itulah rasa kagumnya terhadap tokoh baru muncul ini takluk benar2.

Dilihatnya Sau Ceng-hong lagi tersenyum dan berkata, "Soat-heng, baru bertemu kau sudah bicara yang bukan2.

Anak muda ini kelihatan berjiwa pendekar dan seorang yang punya pendirian teguh, jelas bahan yang sukar dicari, pantas Soat-heng penujui dia. Apa yang terjadi atas dirinya ini adalah dia berusaha menyelamatkan keturunan saudara sepupuku. Uutuk ini sungguh aku tak dapat tinggal diam, maka kuharap Soat-heng suka mengingat akan diriku dan sudi melepaskan dia.”

"Hanya sedikit kemampuan bocah ini masa ia sesuai untuk menyelamatkan puteri Sau Ceng-in dari cengkeraman Ciamtay Cu-ih" Hm, sungguh tidak tahu diri, tiada ubahnya seperti telur diadu dengan batu!" jengek Soat Ko-hong.

"Sesama orang Kangouw, setiap orang wajib memberi bantuan bilamana orang lain ada kesukaran," kata Sau Ceng-hong. "Menolong dengan kekerasan atau menolong dengan ucapan, asalkan tujuannya memang betul2 untuk menolong, maka tinggi rendahnya ilmu silat tidaklah menjadi soal. Soat-heng, jika kau bertekad mengambil dia sebagai murid, akan lebih baik jika menyuruh anak muda ini melapor dulu kepada gurunya yang lama, habis itu baru masuk keperguruanmu, bukankah cara ini sama2 baiknya bagi semua pihak?”

Soat Ko-hong menyadari bilamana Sau Ceng-hong sudah ikut campur urusan ini, maka sukarlah baginya untuk berbuat sesukanya, ia lantas meng-geleng dan berkata: "Hanya terdorong oleh hasrat yang timbul mendadak, maka si bungkuk mau menerimanya sebagai murid. Tapi sekarang seleraku sudah hilang, biarpun bocah ini menyembah seribu kali padaku juga aku tidak sudi menerimanya.”

Habis berkata, "plok", mendadak ia depak Soat Peng-say sehingga anak muda itu terpental dan jatuh terguling.

Tindakan ini benar2 di luar dugaan Sau Ceng-hong, sebelumnya juga sama sekali tiada tanda si bungkuk hendak mendepak Soat Peng-say. Ketika hal itu terjadi, ia tidak keburu mencegahnya dan Peng-say telah terpental.

Tendangan Soat Ko-hong itu memang cepat lagi aneh gerakannya, untung setelah terpental Peng-say melompat bangun, agaknya tidak terluka.

"Soat-heng, mengapa kau berpikiran seperti anak kecil”

Kubilang kau inilah yang telah kembali menjadi muda,”

kata Sau Ceng-hong.

"Bocah ini telah membikin dongkol padaku, tidak kutendang dia satu kali rasanya penasaran." ucap Soat Ko-hong.

"Mengapa Soat-heng tidak hidup aman tenteram di utara sana, tapi jauh2 datang ke Tionggoan sini, barangkali ada urusan penting?" tanya Ceng-hong.

"Aku memang ingin mencari kedua adik perempuanku,”

tutur Ko-hong "Mereka tidak betah berdiam di daerah dingin, diam2 mereka telah lari kembali ke Tionggoan sini dan sudah 30 tahun tidak pernah pulang. Sau-heng menjagoi wilayah ini dan mempunyai hubungan erat dengan Bu-tong, tentu kabar berita kalian cukup cepat dan luas, apakah kalian pernah mendengar berita tentang kedua adik perempuanku itu?”

Air muka Sau Ceng-hong rada berubah, ia berdehem.

lalu berkata: "0, ti . . . .tidak, adik perempuanmu masa bisa datang ke Tionggoan sini?”

"Hm, masa aku berdusta?" jawab Soat Ko-hong "Jika bukan lantaran mencari adik perempuanku, tidak nanti kudatang ke-sini. Baiklah, kalau kaupun tidak tahu kabar-berita adik perempuanku, biarlah kumohon diri saja, Hehe, tak tersangka Lam-han yang termashur juga mengincar Siang-liu-kiam-hoat, kukira maksud tujuanmu menolong bocah ini adalah . . . hehe. lebih baik tidak kukatakan lagi ..." Sembiri bicara ia terus memberi hormat dan mengundurkan diri.

"Apa katamu Soat-heng?" teriak Sau Ceng-hong sambil memburu maju, seketika air mukanya berubah menjadi pucat ke-ungu2an, namun warna ungu itu hanya timbul sekilas saja dan segera lenyap, dalam sekejap mukanya sudah kembali putih bersih seperti semula.

Melihat perubahan air muka itu. hati Soat Ko-hong terkesiap. Pikirnya: "Inilah Ci-he-kang (ilmu cahaya ungu) dari Bu-tong-pay. Konon Ci-he-kang ini adalah lwekangnya semua jenis Lwekang. sebab itulah juga disebut rajanya Lwekang. Kabarnya Bu-tong-pay sendiri belum penah seorang pun yang berhasil meyakinkannya. Tak tersangka Sao Ceng-hong ternyata memiliki kemampuan setinggi ini dan berhasil meyakinkan ilmu Bu-tong-pay ini.”

Diam2 Soat Ko-hong bertambah jeri terhadap Cenghong, tapi sedapatnya ia bersikap tenang, ia tetap cengar-cengir, katanya; "Akupun tidak tahu Siang-liu-kiam-hoat itu ilmu pedang macam apa, yang jelas Ciamtay Cu-ih berusaha mati2an untuk memperolehnya, maka aku cuma sekadar menyinggungnya, untuk itu janganlah Sau-heng menaruh perhatian,?" Habis berkata ia terus melangkah pergi.

Melihat bayangan si bungkuk menghilang dikegelapan sana, Sau-Ceng-hong menghela napas, katanya, "Orang berbakat baik dan sukar dicari didunia persilatan ini justeru tidak mau belajar baik. sungguh sayang.”

Tiba2 Peng-say melangkah maju dan menyapa: "Saucianpwe, mendiang ibuku Soat Kun-hoa menyuruh Wanpwe mengembalikan sesuatu kepadamu.”

Air muka Sau Ceng hong berubah hebat, cepat ia menegas: "Apa katamu" Mendiang ibumu Soat Kun-hoa”

Dia . . . .dia sudah meninggal?”

Peng-say mengangguk.-jawabnya: "Ya, ibu sudah meninggal pada waktu Wanpwe berumur sepuluh tahun.”

Mata Sau Ceng-hong kelihatan basah dan hampir mencucurkan air mata, agaknya dia kuatir dilihat Peng-say, cepat ia membalik tubuh dan berkata dengan suara agak tersendat: "Dia suruh kau mengembalikan barang apa kepadaku?”

Sudah tentu Peng-say merasa heran, ia tidak tahu apa sebabnya tokoh utama Lam-han ini menjadi berduka demi mendengar berita ibunya meninggal dunia.

Didengarnya Sau Ceng-bong telah memberi penjelasan: "Aku mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan ibumu, karena mendengar berita duka secara mendadak sehingga sikapku agak kurang sopan. Eh, apakah kau tahu si bungkuk tadi adalah pamanmu, dia kakak ibumu.”

"Ahh, Wanpwe tidak tahu," Peng-say berseru kaget dan menggeleng. "Ibu tidak pernah bercerita pengalamannya di masa lampau, sampai siapa ayahku juga tidak pernah diberitahukan kepadaku Beliau hanya meninggalkan pesan agar pada usiaku sudah genap 20 tahun, hendaklah kukembalikan se-jilid Sung-jing-pit-lok kepada Sau- cianpwe." "Adakah dia meningalkan pesan lain?" tanya Sau Ceng-hong dengan terharu.

"Ibu menyuruh . . . .menyuruh ...”

"Apakah dia menyuruh kau mengangkat guru padaku?”

mendadak Sau Ceng-hong memotong. Sekarang ia sudah dapat menguasai perasaan dukanya dan dapat menanyai Peng-say dengan ramah tamah.

Peng-say terkejut, sebab memang begitulah pesan ibunya.

"Dari . . .dari mana Cianpwe mendapat tahu." ia menegas.

"Dahulu pada waktu ibumu mengandung, tatkala mana ayahmu telah meninggal, sebab. . . ,sebab itulah ibumu tidak menjelaskan padamu siapa Ayahmu, , , . .ayahmu adalah sahabat-karibku, maka.. . .maka sebelum kau lahir aku telah berjanji akan. . . .akan menerima kau sebagai muridku. . . .”

Mendengar ucapan Sau Ceng-hong yang serba tergagap ini, Peng-say mengira orang terlalu berduka atas meninggalnya kawan baik. Diam2 ia menghargai rasa setia kawan sang paman ini dan tidak menaruh curiga apapun.

Setelah menenangkan diri, kemudian Sau Ceng-hong bertutur pula: "Waktu itu ibumu juga setuju, kemudian dia lantas pindah jauh ke tempat lain. Sebelum berangkat telah kuberikan kitab Siang-jing-pit-lok ini, kupesan bila kau sudah mulai besar, hendaklah mulai berlatih ilmu dasar yang tercantum di kitab ini, yakni Lwekang yang biasanya dilatih oleh setiap anak murid Bu-tong-pay. Hendaklah kau maklum, asalnya Bu-tong, Lam-han, dan Pak-cay adalah satu keluarga. Soalnya pada tiga angkatan yang lebih dalulu telah terjadi perpecahan. Waktu itu dua murid Bu-tong-pay she Sau dari keluarga perman tamat belajar dan meninggalkan Bu-tong-san, tapi mereka mendapatkan penemuan mujijat, mereka berhasil memupuk namanya masing2 didunia persilatan. Meski hal itu bukan tujuan mereka yang sebenarnya, tapi lantaran ilmu silat mereka memang maha tinggi dan melebihi anak murid Bu-tongpay, maka tanpa terasa jadilah mereka tokoh2 yang menonjol dan mendirikan perguruannya sendiri. Namun anak murid keluarga Sau tidak pernah lupa kepada sumbernya, mereka tetap menggunakan Lwekang Bu-tongpay sebagai dasar, setiap angkatan murid keluarga Sau pasti ada seorang yang diharuskan berguru kepada ketua Bu-tong-pay Seperti Sau Peng-lam, meski dia tidak pernah belajar silat kepada ketua Bu-tong-pay sekarang, yaitu Tong-thian suheng, tapi setiap orang persilatan di dunia ini tahu Peng-lam adalah murid Bu-tong. Apa yang dilakukan ini hanya untuk menunjukkan bahwa Lam-han kami tidak pernah putus dengan Bu-tong-pay. Maka, kalau kuterima kau sebagai murid, peraturan inipun tidak dikecualikan, kau pun diharuskan berlatih dasar Lwekang menurut kitab Siang-jing-pit-lok dari Bu-tong-pay ini. Aku sudah berpesan kepada ibumu agar setelah usiamu genap 20, boleh kau gatang mencari padaku untuk belajar lebih lanjut, dengan demikian, karena dasar Lwekangmu sudah kuat, pelajaran selanjutnya menjadi lebih-mudah. Karena hal ini memang sudah kujanjikan dengan ibumu. maka kutahu kedatanganmu inipun hendak mengangkat guru padaku sesuai pesan ibumu.”

"Tapi ibu hanya menyuruh Wanpwe berguru kepada Cianpwe, mengenai sebelum lahir Wanpwe sudah diterima sebagai murid oleh Cianpwe tidak pernah dengar dari ibu, seb ... sebab itulah sebelum ini Wanpwe telah berguru kepada orang lain. . . .”

"Ini tidak menjadi soal," ucap Sau Ceng-hong dengan tertawa. "Setiap orang boleh saja belajar berbagai macam kepandaian, asalkan mendapat izin mengangkat beberapa orang guru juga boleh, Meski sebelumnya aku tidak memberi izin padamu, tapi orang tidak tahu tidaklah berdosa, aku tidak menyalahkan kau. Sekarang lekas kau melakukan upacara pengangkatan guru padaku.”

"Tapi . . . tapi untuk mengangkat guru padamu, sekarang . . . .sekarang kan harus minta izin dulu kepada guruku yang pertama ..." ucap Peng-say dengan ter-gegap2.

Sau Ceng-hong tidak marah, sebaliknya ia sangat senang, ia mengangguk dan berkata: "Bagus, bagus sekali! Sungguh anak yang baik! Manusia memang tidak boleh lupa kepada asalnya. Tidaklah sia2 ajaran ibumu. Baiklah, biar begini saja, akan kuterima kau sebagai murid cadangan. Nanti setelah kau lapor kepada gurumu barulah mengadakan upacara pengangkatan guru secara resmi.”

Peng-say sangat girang, cepat ia berlutut dan menyembah tiga kali. Mulai saat ini dia sudah diakui sebagai murid Sau Ceng-hong.

"Dan dimana Siang-jing-pik-lok itu?" tanya Sau Ceng-hong setelah membangunkan Peng-say.

"Berada pada adik Leng," jawab Peng-say. "Suhu, marilah kita menyelamatkan adik Leng.”

"Kutahu, kau jangan kuatir," kata Ceng-hong.

Selagi Peng-say hendak menjelaskan tentang Cin Yakleng bukanlah Sau Kim-leng, dilihatnya Sau Ceng-hong telah berpaling dan memanggil; "Lo-kiat. A-hoat, Hiang-ji, keluarlah semua!”

Maka dari balik tembok sana segera muncul serombongan orang, yaitu anak murid Lam-han.

Kiranya sejak tadi mereka sudah berada disitu, tapi Sau Ceng-hong menyuruh mereka bersembunyi dibalik tembok, sesudah Soat Ko-hong pergi barulah mereka disuruh muncul. Sedapatnya Sau Ceng-hong tidak ingin membikin malu si bungkuk di depan orang banyak.

Kiau Lo-kiat dan lain2 sangat gembira, katanya: "Selamat Suhu telah berhasil mendapatkan seorang Sute yang mempunyai hari depan yang gilang gemilang.”

Dengan senang Sau Ceng-hong berkata: "Peng-say beberapa Suhengmu ini sudah pernah kau lihat. Mereka lapor padaku, berkat perlindunganmu sehingga ketika mereka tertutuk oleh Ciamtay Cu-ih dan ditinggal pergi menggeletak ditengah jalan tidak sampai diinjak2 orang atau dicelakai musuh. Mereka sama berterima kasih atas tindakanmu tempo hari itu. Sekarang silakan kalian berkenalan secara reami.”

Kiau Lo-kiat, si kakek kecil adalah Jisuko atau kakak guru kedua, lelaki yang bertubuh tinggi besar adalah Samsuko Nio Hoat, yang berdandan seperti kuli adalah Sisuko Si Tay-cu. yang selalu membawa swipoa adalah Gosuko Ko Kin-beng, Lak-suko ialah si kera, Kang Ciau-lin Semuanya adalah tokoh2 yang sukar dilupakan bilamana sudah pernah melihat mereka.

Selain itu masih ada Jitsuko To Kun, Patsuko Lo Engpek, kedua ini masih muda belia, tapi juga lebih tua setahun dua tahun daripada Soat Peng-say.

Satu persatu Peng-say memberi hormat kepada para Suheng itu. Mendadak dibelakang Sau Ceng-hong ada orang mengikik tawa dan berkata dengan suara nyaring: "Kohtia (paman), lalu aku ini terhitung Suci atau Sumoay?”

"Usiamu lebih muda daripada Peng-say, sudah tentu Sumoay," jawab Ceng-hong dengan tertawa”

"Toasuko juga lebih muda daripada Jisuko, mengapa Jisuko malah menyebut Suheng kepada Toasuko yang jauh lebih muda itu?" kata Leng Hiang.

"Soalnya Toa-sukomu masuk perguruan lebih dulu daripada Lo-kiat," jawab Sau Ceng-hong, "Jika begitu aku kan jauh lebih dulu masuk perguruan daripada dia"." kata Leng Hiang dengan tertawa sambil menuding Peng-say. "Seharusnya dia panggil Suci padaku.”

Ceng-hong menggeleng, tuturnya dengan tertawa; "Selagi dia masih dalam kandungan ibunya secara lisan sudah kuterima dia sebagai murid. Maka kalau bicara tentang dulu dan belakangnya masuk perguruan. kau lebih2 harus memanggil Suheng padanya.”

"Wah, sialan!" gerundel Leng Hiang. 'Kukira akan ada orang memanggil Suci padaku, siapa tahu tetap menjadi Siausumoay. Tampaknya nasibku ini memang harus menjadi Siausumoay selama hidup dan tak bisa berubah lagi." Banyolan ini membuat semua orang bergelak tertawa.

Leng Hiang lantas menyambung pula: "Kohtia, Toasuko bersembunyi ditempat ini untuk merawat lukanya. sekarang dia kena satu pukiulan pula oleh si bangsat tua Ciamtay Cu-ih, keadaannya mungkin sangat berbahaya, lekas diperiksa.”

Sau Ceng-hong berkerut kening sambil menggeleng, katanya: "Kin-beng, Tay-cu, coba kalian menggotong keluar Toasuko “

Ko Kin-beng dan Si Tay-cu mengiakan berbareng dan segera melompat masuk kedalam kamar. Tapi segera terdengar pula seruan mereka: "Suhu, Toasuko tidak terdapat disini. Di. . .didalam kamar tidak ada orang.”

Menyusul keadaan didalam kamar lantas terang, mereka telah menyalakan lilin.

Tambah kencang Sau Ceng-hong berkerut kening. Dia tidak suka masuk ke tempat pelacuran yang kotor ini, maka ia lantas berkata pula kepada Kiau Lo-kiat: "Coba kau periksa ke dalam.”

Kiau Lo-kiat mengiakan dan mendekati jendela.

"Akupun ikut." seru Leng Hiang.

Cepat Ceng-hong menarik tangan si nona dan berkata: "Jangan sembrono. tidak boleh kau masuk ke tempat begini." Hampir menangis Leng Hiang siking cemasnya, katanya: "Akan tetapi Toa-suko ter. . .terluka parah, mungkin ....

mungkin jiwanya terancam . . . .”

"Jangan kuatir," kata Ceng-hongg dengan pelahan, "Dia sudah dibubuh obat luka siong-san-pay, tidak akan mati,”

Kejut dan girang Leng Hiang, katanya; "Kohtio dari ....

darimana kau tahu?”

"Ssst, jangan banyak omong!" desis Ceng-hong.

00- 0d0w0- 00 Kiranya pikiran Sau Peng-lam masih cukup sadar meski terluka parah, ia dapat mendengarkan pembicaraan antara Soat Ko-hong dengan Ciamtay Cu-ih. Sesudah mereka pergi, lalu didengarnya pula kedatangan sang ayah angkat dan juga gurunya, yaitu Sau Ceng-hong.

Peng-lam tidak takut kepada siapapun, satu2-nya orang yang ditakuti di dunia ini ialah ayah angkatnya. Maka ketika mendengar sang ayah angkat sedang bicara dengan Soat Ko-hong, segera hatinya kebat-kebit, ia tidak tahu cara bagaimana dirinya akan dihukum oleh ayah angkatnya gara2 perbuatannya ini, seketika ia menjadi lupa rasa sakitnya, cepat ia memberosot keluar dari selimut dan mendesis kepada Gi-lim berdua "Wah, celaka, ayah angkatku datang, lekas kita lari.”

Dengan sempoyongan ia lantas menyelinap keluar kamar dengan merambat dinding.

Cepat Fifi menarik Gi-lim dan ikut lari keluar.

Dilihatnya jalan Sau Peng-lam ter-huyung2, berdiri saja hampir tidak kuat. Cepat mereka memburu maju dan memayangnya dari kanan dan kiri.

Sekuatnya Peng-iam merahan rasa sakit dan berjalan ke depan, setelah lewat satu serambi panjang, ia pikir betapa tajam mata-telinga sang ayah angkat, begitu keluar pasti akan ketahuan. Dilihatnya di sebelah kanan ada sebuah kamar besar, tanpa pikir ia terus melangkah masuk kesitu, katanya: "Tutup. . . ,tutup pintu dan jendelanya.”

Cepat Fifi melaksanakan permintaan itu. Peng-lam tidak tahan lagi, ia terus merebahkan diri di tempat tidur dengan napas ter-engah2.

Ketiga orang diam saja. selang agak lama barulah terdengar suara Sau Ceng-hong di kejauhan- "Dia sudah tidak berada disini, marilah kita pergi!"“

Peng-lam menghela napas lega. Selang sejenak pula, tiba2 terdengar suara orang datang dengan langkah berjinjit2 disertai suara panggilan yang setengah tertahan; "Toasuko. . . Toasuko ....." jelas itulah suara Kang Ciau-lin, si kera.

Rupanya dia masih menguatirkan keselamatan Sau Peng-lam, setelah Suhu dan para Suhengnya pergi, diam2 ia putar balik sendiri untuk mencari.

Diam2 Peng-lam merasa terharu, ia anggap betapa pun Lak-sute ini memang berbudi luhur. Segera ia bermaksud bersuara menjawab pangggilan Kang Ciau-lin itu, tapi mendadak serasa kelambu tempat tidur itu ber-gerak2, agaknya Gi-lim menjadi gemetar demi mendengar suara orang. "Apabila aku bersuara, tentu nama baik Siau- suhu ini akan tercemar," demikian pikir Peng-lam. Maka dia urung menjawab. Didengarnya Kang Ciau-lin berjalan lewat diluar jendela masih terus memanggil "Toasuko", akhirnya semakin jauh dan tidak terdengar lagi suaranya.

"Hei, Sau Peng-lam, apakah kau akan mati?" tiba2 Fifi bertanya.

"Mana bisa aku mati?" jawab Peng-lam, "Kalau aku mati, kan bisa bikin malu nama baik Siong-san-pay dan aku pun merasa berdosa kepada mereka.”

"Aneh, sebab apa?" tanya Fifi heran.

"Obat mujarab Siong-san-pay telah dibubuhkan pada lukaku dan juga telah kuminum, kalau tak dapat menyembuhkan diriku, kan aku ini terlalu berdosa kepada .

. . kepada Siau-suhu dari Siong-san-pay ini?”

Diam2 Gi-lim sangat kagum terhadap kegagahan Sau Peng-lam, dalam keadaan terluka parah begitu masih sanggup bergurau.

"Sau-toako," katanya kemudian, "Ciamtay-wancu telah memukul Kau satu kali, coba kuperiksa lukamu.”

Segera Peng-lam hendak bangun berduduk. Cepat Fifi mencegahnya: "Sudahlah, jangan sungkan, boleh tetap rebah saja.”

Peng-lam memang merasakan sekujur badan tak bertenaga lagi dan tidak sanggup berduduk, terpaksa ia tetap berbaring di tempat tidur.

Melihat baju Peng-lam penuh berlepotan darah, Gi-lim tidak menghiraukan lagi adat kolot yang melarang perempuan berdekatan dengan lelaki. Pelahan ia membuka baju luar Peng-lam, ia mengambil sepotong handuk dan membersihkan darah pada lukanya. lalu mengeluarkan salep untuk memolesi luka Peng-lam.

"Obat yang sukar dicari ini apakah tidak terbuang sia2 dihamburkan pada tubuhku?" kata Peng-lam dengan tertawa. "Sau-toako terluka demi membela diriku, jangankan cuma sedikit obat yang tak berarti ini, sekalipun . . .

sekalipun. . . ." sampai di sini, Gi-lim merasa sukar untuk melanjutkan. setelah gelagapan, kemudian ia menyambung: "Sampai Suhu juga memuji keluhuran budimu dan kegagahanmu, lantaran itu Suhu ribut mulut dengan Ciamtay-wancu.”

"Memuji sih tidak perlu. asalkan tidak me-maki2 diriku saja aku sudah bersyukur," ujar Peng-lam dengan tertawa.

"Mana . . . mana bisa Suhu memaki kau?" kata Gi-lim.

"Sau-toako, kau harus istirahat sedikitnya 12 jam, asalkan lukamu tidak kambuh lagi tentu tidaklah menjadi soal.”

Tiba2 Fifi berkata: "Enci Gi-lim, hendaklah kau tinggal disini untuk menjaga kemungkinan datangnya orang jahat.

Kakek sedang menunggu diriku. aku harus kembali kesana untuk menemui kakek.”

"Eh, jangan!" seru Gi-lim gugup. "Mana, boleh aku ditinggalkan sendirian disini?”

"Bukankah Sau Peng-lam juga berada disini masa kau bilang sendirian?" ujar Fifi dengan tertawa. Habis berkata ia terus melangkah pergi.

Keruan Gi-lim kelabakan. cepat ia melompat kesana dan menarik lengan anak dara itu. Karena gugupnya, yang digunakan adalah Kim-na-jiu-hoat atau ilmu memegang dan menangkap Siong-san-pay.

"Kau .. , kau jangan pergi," seru Gi-lim sambil mencengkeram lengan Fifi.

"Wah, apakah kau ingin berkelahi denganku?" goda Fifi dengan tertawa.

Muka Gi-lim menjadi merah dan cepat lepaskan tangannya, ia memohon: "Adik yang baik,hendaklah kau temani aku disini.”

"Baik. baik," sahut Fifi "Akan kutemani kau disini, Sau Peng-lam kan orang baik2, mengapa kau takut padanya?”

Lega hati Gi-lim, katanya; "Maaf, adik yang baik, cengkeramanku tadi menyakitkan kau tidak?”

"Aku sih tidak sakit, yang kesakitan tampaknya Sau Peng-lam." kata Fifi.

Gi-lim menjadi kuatir, ia mendekaii tempat tidur dan menyingkap kelambu, dilihatnya Sau Peng-lam memejamkan mata, agaknya sudah terpulas. Ia mencoba memeriksa pernapasan hidungnva. terasa napasnya rata.

Tiba2 terdengar Fifi nengikik tawa disusul dengan suara terbukanya daun jendela. Cepat Gi-lim berpaling, anak dara itu ternyata sudah melayang keluar dengan cepat sekali dan sukar lagi disusul.

Gi-lim menjadi kelabakan, seketika ia merasa bingung, Ia mendekati tempat tidur pula dan berkata "Sau toako ....

Sau-toako, dia . . . .dia sudah pergi “

Tapi waktu itu obat telah bekerja sehingga SiU Peng-lam sama sekali tidak sadar dan tidak dapat menjawab.

Gi-lim menjadi gemetar dan nerasa takut. Sejenak kemudian barulah ia menutup kembali daun jendela Ia merasa kakinya menjadi lemas dan jatuh terduduk dikursi depan jendela, pikirnya: "Sebaiknya lekas kupergi saja dari sini. Bila Sau-touko mendusin dan mengajak bicara padaku, lalu bagaimana?”

Tapi lantas terpikir pula olehnya: "Begini parah lukanya, biarpun anak kecil juga dapat membinasakan dia. Mana boleh kutinggal pergi tanpa menghiraukan keselamatannya?”

Dalam kegelapan didengarnya di kejauhan ada suara anjing menyalak, selain itu suasana sunyi sepi, penghuni rumah pelacuran ini sudah kabur seluruhnya, di dunia ini rasanya tiada orang lain lagi kecuali Sau Peng-lam diatas tempat tidur itu.

Gi-lim berduduk di kursi itu dan tidak berani bergerak, sampai lama sekali, terdengar suara ayam berkokok sahut menyahut, agaknya fajar sudah hampir menyingsing. Ia menjadi gelisah pula, pikirnya: "Wah, bila pagi tiba, tentu ada orang datang, lalu bagaimana baiknya?”

Sejak kecil Gi-lim sudah Jut-keh atau keluar rumah meninggalkan keluarga, cukur rambut dan menjadi Nikoh, selama ini berada dalam pengawasan Ting-yat dengan ketat, boleh dikatakan tiada sedikitpun pengalaman orang hidup.

Sekarang selain merasa cemas dan gelisah hampir tidak tahu apa yang mesti dilakukannya.

Tengah bingung itulah, tiba2 terdengar suara orang berjalan, ada tiga atau empat orang sedang kemari dari gang sana. Suasana sunyi senyap, maka langkah orang itu dapat terdengar dengan sangat jelas.

Setiba di depan Kun-giok-ih, mendadak orang2 itu berhenti, seorang diantaranya berkata: "Coba kalian berdua menggeledah sebelah timur dan kalian berdua mameriksa sebelah barat. Jika ketemu Sau Peng-lam, harus ditangkap hidup2. Dia terluka parah, tidak nanti sanggup melawan.”

Dari suaranya Gi-lim tahu ialah Ji Ci-eng, murid Tangwan. Ia menjadi kuatir. Ia pikir Sau-toako telah membunuh Suheng mereka, yaitu Lo Ci-kiat, jelas kedatangan rombongan Ji Ci-eng ini atas perintah guru mereka untuk mencari Sau-toako dan bermaksud membunuhnya untuk membalaskan sakit hati kematian Lo Ci-kiat.

Saking kuatir dan tegangnya, tak terpikir lagi olehnya soal lelaki dan perempuan segala. segera ia memondong Sau Peng-lam dan diam2 dibawa keluar. Untung hanya empat murid Tang-wan yang datang, untuk sementara ini mereka takkan menggeledah sampai di tempat sembunyi mereka ini, maka dapatlah dia mengeluyur keluar rumah pelacuran itu tanpa diketahui rombongan Ji Ci-eng.

Tapi Gi-lim masih kuatir akan dikejar mereka, maka dia terus membawa lari Sau Peng-lam tanpa membedakan arah.

Waktu itu cuaca sudah remang2, fajar sudah tiba, lagi dijalanan masih sepi. Seorang Nikoh jelita membawa lari seorang lelaki tidak sampai menimbulkan kegemparan.

Tapi iapun berkuatir ditengah jalan akan dilihat orang.

maka begitu keluar kota ia terus berlari ke daerah pegunungan yang sepi. Ketika hari sudah terang benderang, sampailah dia di tepi sebuah air terjun yang jarang didatangi orang. Ia merasa lemas kakinya dan tidak sangsup berjalan lagi, Ia menaruh Sau Peng-lam di atas tanah, ia sendiri lantas duduk terkulai dengan napas ter-engah2, Selama itu Sau Peng-lam belum lagi mendusin, Gi-lim juga tidak berani membuatnya terkejut, ia tahu bila Penglam dapat tidur nyenyak 12 jam penuh dan lukanya bisa rapat kembali, maka keselamatannya tak menjadi soal lagi.

Sejak kemarin malam hingga sekarang Gi-lim dan Penglam sama2 tidak tidur barang sejenakpun. Tentu saja Gi-lim juga lelah luar biasa, maka hanya sebentar dia berduduk disitu, tanpa terasa iapun terpulas.

Sekali tidur lantas tak ingat apa2 lagi dan berlangsung hingga sehari semalam, sampai esok hari berikutnya barulah Gi-lim mendusin lebih dulu, dilihatnya Sau PeDglam masih belum mendusin, diam2 ia merasa senang. Ia pikir setelah tidur 12 jam tanpa bergerak, tentu lukanya sudah rapat kembali.

Saat itu sang surya baru terbit, terlihat tempat dimana dirinya dan Peng-lam berada terletak di bawah tebing disamping air terjun, bukan saja sinar matahari tak dapat mencapai tempat ini, muncratnya air terjun juga tak dapat masuk ke tempat teduh itu. Pantas mereka tidur sehari semalam tanpa terganggu oleh air hujan, padahal semalam telah turun hujan dengan cukup lebat.

Tertampak pepohonan sekitar air terjun itu terguyur bersih oleh air hujan, suasana sekerang terasa segar dan serba baru. Gi-lim menenangkan diri, ia merasa perut sangat lapar, timbul pikirannya akan mencari buah2an untuk tangsal perut.

Dilihatnya dikejauhan sana ada ladang semangka.

Segera ia berlari kesana. Selagi ia hendak memetik semangka, tiba2 teringat olehnya mencuri semangka kaum petani adalah perbuatan yang berdosa. Tapi bila teringat sebentar lagi Sau-toako akan mendusin, pemuda itu sehari semalam tidak pernah makan-minum apapun, tentu juga akan merasa sangat kelaparan, mungkinkah dia tahan mengingat ia baru sembuh dari terluka parah”

"Demi Sau-toako, betapapun dosa yang kulakukan juga tidak perlu menyesal, hanya mencuri beberapa buah semangka, biarlah kutanggung dosa ini," demikian pikir Gi-lim.

Tanpa ragu lagi ia lantas memetik dua biji semangka yang besar dan tua terus dibawa kembali kesana.

Ia memotong sebuah semangka itu, terendus bau harum, tanpa terasa ia menelan air liur. Tapi dia tidak makan sendirian, ia pikir: "Biarlah kalau Sau-toako mendusin baru dimakan bersama.”

Tunggu punya tunggu, sampai beberapa jam lagi masih juga Sau Peng-lam belum mendusin. Sedangkan Gi-lim bertekad akan menunggu mendusinnya Sau Peng-lam baru mereka akan makan semangka bersama. Padahal perut Gilim sudah keroncongan, duduk saja hampir tidak kuat saking laparnya. . ..

o "odOwo" o Untuk sementara kita tinggalkan Gi-lim yang sedang menunggu mendusinnya Sau Peng-lam untuk makan semangka bersama.

Hari ini adalah hari upacara Wi Kay-hou akan "Kimbun-se-jiu", mencuci tangan dibaskom emas sebagai tanda akan mengundurkan diri dari dunia persilatan.

Upacara Kim-bun-se-jiu demikian jarang terjadi didunia persilatan Tamu2 undangan yang sudah tiba hampir dua ribu orang, sejak pagi2 tetamu sudah berkumpul diruangan pendopo untuk mengikuti berlangsungnya upacara.

Pada saat itulah, se-konyong2 diluar pendopo ada orang berteriak: "Ada titah Sri Baginda!" Semua orang melengak, mereka sama heran mengapa mendadak ada titah raja datang kerumah jago silat”

Hendaklah maklum, di dunia persilatan umumnya kecuali orang yang membuka Piaukiok atau perusahaan pengawalan, atau jago silat yang dibayar untuk menjadi pengawal keluarga pembesar, biasanva mereka tidak suka berhubungan dengan pihak pemerintah. Jadi titah raja lebih2 tidak mungkin tertuju kepada orang persilatan.

Para hadirin mengira titah raja itu kesasar ke alamat yang salah. Tak terduga, ketika mendengar datangnya titah raja, ber-gegas2 Wi Kay-hou berlari keluar dari dalam dan berlutut di depan pintu untuk menyambut datangnya titah raja tersebut. Segera kelihatan seorang pambesar dengan dua pengawal masuk keruangan pendopo. pembesar itu membuka sepotong kain sulaman warna kuning, lalu dibacanya: "Atas prakarsa Gubernur Santung. Wi Kay-hou, penduduk Cu-joan, atas keputusan Sri Baginda dianugrah. menjadi Camciang (perwira pengawal) di gebernuran Santung. Demikian titah ini supaya diteruskan kepada yang bersangkutan”

Segera Wi Kay-hou menyembah dan mengucapkan terima kasih atas anugrah raja tersebut.

Pembesar itupun lantas mengucapkan selamat kepada Wi Kay-hou. Sudah tentu tuan rumah ber-seri2 dan menyilakan pembesar itu duduk dan makan minum.

Sesudah beramah-tamah sejenak, kemudian pembesar itupun mohon diri, Setelah mengantar kepergian pembesar gubernuran itu, dengan gembira ria Wi Kay-hou masuk lagi ke ruangan besar dan mempersilakan para tamunya berduduk kembali.

Meski para tamu undangan ini bukan orang dari kalangan hitam dan juga bukan kaum pemberontak, tapi semuanya cukup punya nama didunia persilatan, kebanyakan adalah tokoh yang tinggi hati dan tidak memandang sebelah mata terhadap kaum pembesar.

Sekarang mereka menyaksikan Wi Kay-hou munduk2 kepada pembesar negeri dan mencari pangkat, hanya diberi jabatan sebagai perwira pengawal yang hampir tiada artinya itu lantas kelihatan terima kasih tak terhingga, sikapnya yang munduk2 dan rendah itu membuat jago2 yang hadir ini sama merasa risi, bahkan sebagian orang lantas memperlihatkan rasa hina terhadap tuan rumah ini.

Tetamu yang agak berumur sama berpikir: "Melihat gelagatnya, pangkat Wi Kay-hou ini diperoleh dengan cara menyogok, entah berapa ribu tahil perak telah dikeluarkannya untuk mendapatkan jabatan Camciang ini.

Padahal Wi Kay-hou dikenal cukup jujur dan tahu harga diri, mengapa setelah tua berbalik kemaruk kepada pangkat segala?”

Dalam pada itu Wi Kay-hou lantas memberi hormat kepada para hadirin serta minta semua orang berduduk.

Tapi tiada seorangpun yang berani menduduki kursi utama, kursi utama di tengah lantas dibiarkan tetap kosong.

Disebelah kirinya berduduk jago tua she He dari Liok-hap-bun Sisi kanan berduduk wakil Pangcu dari Kay-pang, yaitu Thio Kim-go.

Pribadi Thio Kim-go tidak ada sesuatu yang luar biasa, cuma lantaran Kay-pang adalah organisasi yang terbesar di dunia Konguow, siapapun mengalah dan menghormati dia.

Sesudah para hadirin menempati kursi masing2, para pelayan mulai menyuguhkun arak, lalu Hiang Tay-lian mengeluarkan sebuah meja kecil, di meja beralaskan sehelai kain sutera bersulam.

Bi Oh-gi juga membawa sebuah baskom emas yang bulatan tengahnya sebesar setengah meter. ditaruh di atas meja. Baskom emas berisi air jernih.

Di luar pintu segera terdengar bende ditabuh tiga kali, menyusul lantas menggelegar bunyi petasan.

Dengan tersenyum simpul Wi Kay-hou lantas maju ke tengah serta memberi hormat sekeliling, Semua orang sama berdiri membalas hormatnya.

"Para ksatria, para sahabat, para hadirin yang terhormat,”

demikian Wi Kay-hou lantas mulai menyampaikan kata pengantar. "Atas kedatangan para hadirin dari jauh. sungguh semua ini suatu kehormatan besar bagi orang she Wi, untuk mana lebih dulu diucapkan terima kasih banyak2. Hari ini orang she Wi menyatakan Kim-bun-se-jiu, selanjutnya tidak ikut campur lagi segala urusan dunia Kangouw, untuk ini kukira para hadirin sudah tahu sebab musababnya. Seperti sudah terjadi tadi, Cayhe sudah diangkat sebagai seorang pejabat, kata peribahasa: Terima gaji dari sang junjungan harus setia bekerja bagi sang junjungan. Orang Kangouw kita selalu bicara tentang setia dan bakti, urusan negara dan persoalan dinas justeru harus kita taati sebagai balas jasa terhadap kerajaan Bilamana ada pertentangan di antara keduanya, orang she Wi bisa jadi akan serba susah. Maka selanjutnya Wi Kayhou menyatakan mundur dari dunia persilatan. Apabila diantara anak muridku ada yang mau masuk ke perguruan lain akan kuberi kebebasan. Sekarang Cayhe mengundang kedatangan para hadirin ke sini, tujuanku adalah agar para sahabat sudi menjadi saksi. Seterusnya bila kalian berkunjung pula ke Cu-joan sini, kalian masih tetap sahabat baik orang she Wi. Hanya segala urusan dunia persilatan dengan baik-buruknya sama sekali orang she Wi tidak mau tahu lagi.”

Sehabis bicara, kembali Wi Kay-hou memberi hormat sekeliling kepada para hadirin.

Sebelumnya para hadirin sudah menduga akan pernyataan Wi Kay-hou itu, mereka sama pikir: "Kalau dia sudah bertekad akan menjadi pembesar, setiap orang mempunyai cita2 sendiri. siapa pun tak dapat menentang dan memaksanya. Toh selama ini dia juga tidak berbuat salah apapun. selanjutnya di dunia persilatan boleh anggap saja tiada pernah terdapat tokoh macam dia ini.”

Tapi ada juga yang berpendapat pengunduran diri Wi Kay-hou ini tesungguhnya telah merusak nama baik Thaydan-pay, tentu maksud Wi Kay-hou ini sebelumnya sudah diketahui oleh ketua Thay-san-pay, yaitu "Khim-lo" Bok Jong-siong, si kakek kecapi. Mungkin karena marahnya, maka anak murid Thay-san-pay sendiri tiada seorangpun yang hadir. Lalu ada pula yang berpikir: "Ngo-tay-lian-beng akhir2 jini menjagoi dunia persilatan dan melakukan hal2 bajik dimana2, selama ini perbuatan mereka sangat terpuji dan dikagumi orang. Tapi sekarang Wi Kay-hou bertindak demikian, di depannya orang mungkin tidak berani bicara, tapi di belakangnya pasti banvak yang mencemoohkannya.

" Dalam pada itu ada juga yang bergembira dan bersyukur serta mengejek Ngo-tay-lian-beng yang biasanya sok menganggap kelima aliran mereka adalah golongan terhormat, tapi nyatanya bila menghadapi persoalan pangkat dan harta, tidak urung juga tunduk kepada pihak pembesar negeri, Lalu apa artinya "pendekar" yang selalu di-dengung2kan, perserikatan kelima aliran besar itu”

Begitulah para hadirin itu masing2 mempunyai pikiran dan pendapatnya sendiri, seketika ruangan besar itu menjadi sunyi senyap. Mestinya sudah waktunya orang banyak memberi ucapan selamat kepada Wi Kay-hou, akan tetapi beribu orang yang hadir sekarang ini tiada seorangpun yang bersuara.

Wi Kay-hou tidak menaruh perhatian terhadap sikap para hadirin yang tidak wajar itu, ia berpaling ke luar dan berseru dengan lantang: "Tecu Wi Kay-hou berkat ajaran guru berbudi selama ini, sungguh merasa malu tidak dapat ikut mengembangkan nama baik Thay-san-pay. Syukur segala sesuatu telah dibereskan oleh Bok-suko, mengingat kemampuan Tecu yang cuma begini2 saja, bertambah atau berkurang seorang Wi Kay-hou rasanya tidaklah menjadi soal. Maka selanjutnya Tecu menyatakan Kim-bun-se-jiu, pikiran Tecu sepenuhnya akan dicurahkan kepada tugasnya yang baru, dalam hal ini Tecu berjanji takkan menggunakan ilmu silat ajaran perguruan sebagai modal untuk mencari kenaikan pangkat dan menarik keuntungan. Mengenai persoalan orang Kangouw dengan segala suka-dukanya Tecu berjanji pula takkan ikut campur dan mencari tahu.

Bilamana janji ini dilanggar, biarlah mendapat ganjaran seperti pedang ini!”

Habis berkata, mendadak ia mencabut pedangnya terus ditekuk dengan kedua tangan, "pleuk", pedang patah menjadi dua. Menyusul kedua potong pedang patah dilemparkannya kelantai, "cret-cret", kedua potong pedang patah ambles kedalam ubin.

Melihat ini, semua orang sama terkesiap, baru sekararg mereka menyaksikan betapa hebat tenaga jari Wi Kay-bou.

"Sayang, sungguh sayang!" terdengar Bun-siansing bergman sambil menghela napas gegetun. Yang disesalkan entah pedang patah itu atau menyayangkan tokoh macam Wi Kay-hou itu rela menghambakan diri kepada pihak pembesar, Dengan tersenyum simpul Wi Kay-hou lantas menyingsingkan lengan baju, kedua tangannya lantas hendak dimasukkan ke dalam baskom.

Tapi baru saja tangannya hampir masuk kedalam air baskom, mendadak diluar pintu ada orang membentak: "Nanti dulu!”

Wi Kay-bou terkejut, ia berpaling, dilihatnya empat lelaki kekar berbaju kuning muncul dari luar sana. Begitu masuk pintu, keempat orang ini lantas berdiri dikedua sisi lalu seorang lelaki berbaju kuning lainnya yang bertubuh sangat tinggi melangkah masuk dengan bersitegang.

Orang jangkung ini membawa sehelai panji pancawarna dan penuh hiasan batu permata, ketika panji pancawirna itu dikebaskan, terpancarlah cahaya kemilauan beraneka warna, Kebanyakan orang kenal panji panca warna ini, hati mereka sama terkesiap dan membatin: "Inilah Lengki (panji kebesaran) Bengcu Ngo-tay-lian-beng!”

Terlihat si jangkung mendekati Wi Kay-hou, lalu berseru sambil mengangkat tinggi2 panji panca warna yang dibawanya; "Wi-susiok, atas perintah Ngo tay-bengcu, urusan Kim-bun-se-jiu Wi-susiok diminta agar ditunda untuk sementara.”

"Atas dasar panji kebesaran Bengcu ini. sudah tentu orang she Wi akan mematuhi perintah beliau" jawab Wi Kay-hou dengan hormat. Setelah berhenti sejenak, lalu ia menyambung pula: "Tapi entah apa maksud tujuan sesungguhnya perintah Bengcu ini?”

"Maaf Wi-susiok, Tecu hanya melaksanakan tugas saja dan tak tahu apa maksud tujuan Bengcu," jawab lelaki jangkung itu.

"Jangan sungkan," ujar Wi Kay-hou. "Hiantit ini Jian-tiang-siong (si pohon cemara seribu tombak) Su Ting-tat bukan?" Meski Wajahnya tampak tersenyum, tapi suaranya sudah rada gemetar, jelas datangnya urusan ini terlalu mendadak sehingga orang yang berpengalaman seperti dia juga tergetar. Lelaki jangkung itu memang betul anak murid Say-koan (kantor barat, salah satu anggota lima besar) Jian-tiang-siong Su Ting-tat, si cemara seribu depa, Bangga juga Su Ting-tat karena nama dan julukannya dikenal oleh Wi Kay-hou, ia sedikit membungkuk tubuh sebagai tanda hormat dan berkata: "Tecu Su Ting-tat menyampaikan salam hormat kepada Wi susiok.”

Lalu ia memberi hormat pula kepada Thian-bun Tojin, Sau Ceng-hong, Ting-yat Suthay dan lain2. katanya: "Murid Ngo-hoa-koan menyampaikan sembah hormat kepada para Supek dan Su-siok.”

Keempat lelaki berseragam kuning yang lain serentak juga ikut memberi hormat! Ting-yat Suthay sangat senang, sembari membalas hormat ia berkata: "Bagus sekali jika Suhumu tampil kemuka untuk mencegah urusan ini. Maksudku, orang belajar silat seperti kita ini harus mengutamakan setia kawan, hidup bebas merdeka, perlu apa menjabat pembesar apa segala" Cuma kulihat segala sesuatunya sudah diatur oleh Wi-hiante dengan baik, rasanya dia juga takkan terima nasihatku, maka sejak tadi aku tidak mau banyak omong."“

Wi Kay-hou merasa tersinggung. segera ia berseru: "Dahulu waktu Say-lam-ji-ki ( Kedua orang kosen dari barat dan selatan) dan Tionggoan Sam-yu mulai bersekutu, kelima besar ini sudah berjanji akan bahu-membahu saling membantu untuk menegakkan kebenaran dunia persilatan, apabila menghadapi sesuatu urusan yang menyangkut kepentingan kelima aliran besar, maka be-ramai2 harus tunduk kepada perintab Ngo-hoa-koancu yang menjabat Bengcu, panji pancawarna ini adalah hasil ciptaan kelima besar kita, melihat panji ini sama seperti menghadapi Bengcu, ini harus diakui. Akan tetapi sekarang persoalan Kimbun-se-jiu ini adalah urusan pribadi orang she Wi, kurasa orang she Wi tidak pernah melanggar peraturan dunia persilatan dan juga tidak mengkhianati persekutuan kita, bahkan sama sekali tiada hubungannya dengan persoalan kelima aliran besar kita. Kebetulan disini sudah hadir kawan2 sebanyak ini, segala sesuatu tentu harus berdasarkan 'keadilan dan kebenaran'. Dalam hal urusan pribadiku jelas aku tidak terikat di bawah perintah panji pengenal Beng-cu ini Untuk ini kuharap Su-hiantit suka menyampaikan pendirianku ini kepada gurumu, katakan orang she Wi terpaksa tak dapat patuh kepada perintahnya dan mohon Toa-suheng sudi memberi maaf “

Habis berkata, kembali ia mendekati baskom emas itu.

Tapi Su Ting-tat lantas melompat maju dan mengadang di depan baskom itu sambil mengangkat tinggi2 panji pancawarna, serunya: "Wi-susiok, Suhu telah memberi pesan secara wanti2 agar Wi-susiok harus dicegah untuk sementara jangan melaksanakan Kim-bun-se-jiu. Kata Suhuku, Ngo-tay-lian-beng kita senasib setanggungan, hubungan kita selama ini seperti saudara sekandung.

Perintah Suhuku ini berdasarkan kebaikan Ngo-tay-lianbeng kita dan juga demi menegakkan wibawa dunia persilatan, berbareng itu juga demi kebaikan Wi-susiok sendiri." "Hahahaha!" Wi Kay-hou bergelak tertawa. "Sungguh keterangan ini membuat orang she Wi merasa bingung Sebab, bilamana Toa-suheng benar2 bermaksud baik, mengapa tidak mencegah sebelum hal ini terjadi, tapi kenapa menunggu pada saat orang she Wi sedang menjamu tamu, di tengah berlangsungnya upacara ini barulah panji kebesaran ini ditonjolkan, cara ini tidakkah jelas2 sengaja hendak membikin susah orang she Wi dan agar ditertawai para ksatria KangouW?”

"Menurut pesan Suhu." demikian jawab Su Ting-tat, "katanya Wi-susiok adalah ksatria sejati dari Thay-san-pay, setiap orang Bu-lim sangat menghormati keluhuran budi Wi-susiok. Suhu kamipun sangat kagum dan karena itu Tecu dilarang bersikap kurang hormat sedikitpun, bilamana pesan ini dilanggar, tentu akan dihukum secara setimpal.”

"Ah, Bengcu terlalu memuji diriku, mana orang she Wi mempunyai kehormatan sebesar itu?" ujar Wi Kay-hou tersenyum. Melihat kedua orang itu hanya bicara tanpa menyelesaikan persoalannya, Ting-yat menjadi tidak sabar, serunya: "Wi-hiante, kukira mewang tiada halangan bilamana urusanmu ini ditunda untuk sementara. Yang hadir sekarang ini semuanya adalah sahabat baik, memangnya siapa yang akan mentertawakan dirimu”

Seumpama ada satu-dua manusia yang tidak tahu diri dan berani menyindir atau ber-olok2, andaikan Wi-hiante tidak menghiraukannya, akulah orang pertama yang takkan tinggal diam!”

Habis berkata, sorot matanya menyapu sekeliling para hadirin dengan sikap yang menantang, se-akan2 ingin tahu siapakah yang berani bermusuhan dengan Ngo-tay-lian beng mereka. Maka berkatalah Wi Kay-hou: "Jika Ting-yat Su-thay sudah berkata demikian, baiklah urusan Kim- bun-se-jiu kutunda sampai lohor besok. Para hadirin kuharap jangan pulang dahulu, silakan tinggal disini, sementara ini biar kumohon petunjuk dulu dengan para Hiantit dari Say-koan”

"Terima kasih Wi-susiok," ucap Su Ting-tat, Panji pancawarna lantas diturunkan dan memberi hormat.

Pada saat itulah tiba2 suara seorang perempuan berkumandang dari ruangan belakang: "He. hei. apa2an kau ini" Aku suka bermain dengan siapa, memangnya peduli apa dengan kau"“

Sebagian besar hadirin sama melengak, dari suaranya jelas itulah si anak perempuan yang mengaku bernama Kik Fi-yan, yaitu anak perempuan yang bertengkar dengan Ciamtay Cu-ih kemarin dulu.

Lalu terdengar lagi suara seorang lelaki berkata: "Hendaklah kau berduduk tenang disitu dan jangan sembarangan bergerak, sebentar lagi tentu akan kubebaskan kau.”

"Hah, sungguh aneh, memangnya ini rumahmu?”

terdengar Kik Fi-yan berteriak. "Aku suka ikut Wi-cici ke taman belakang untuk menangkap kupu2, mengapa kau merintangi kesenangan kami?”

"Baiklah, jika mau pergi boleh kau pergi sendiri, nona Wi biar tunggu sebentar di sini," kata lelaki itu.

"Tapi Wi-cici bilang jemu melihat tampangmu, maka hendaklah kau enyah sejauhnya," kata Kik Fi-yan. "Wi-cici kan tidak kenal kau, untuk apa kau bertingkah di sini?”

Segera terdengar lagi suara seorang perempuan lain berkata: "Marilah kita pergi saja, Kik-moay- moay, jangan hiraukan dia.”

Tetapi lelaki itu lantas mengherdik: "Nona Wi, silakan kau duduk sebentar disini.”

Wi Kay-hou menjadi gusar, pikirnya: "Dari mana datangnya penyatron yang kurang ajar ini, berani main gila di rumahku dan bersikap kasar terhadap anak Jing di depan umum?”

-ooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar