Manusia Aneh Dialas Pegunungan Bab 28

Bab 28

Tapi tak terduga perubahan serangan Thi-thau-to sangat cepat, sekali pukul tidak kena, sedikit melangkah maju, segera sikut kanan dibuat menyikut kelambung musuh lagi.

Serangan Thi-thau-to itu disebut Jian-kian jun-tui atau sikutan seribu kati, kalau kena mungkin tulang iga Ngo-seng akan ambrol semua.

Namun Ngo-seng sekarang bukan lagi Ngo-seng dahulu, mendadak ia mengegos sedikit, berbareng kelima jari tangan kiri terus mencengkeram kepundak Thi thauto dengan kecepatan luar biasa.

Begitulah kedua seteru bekas saudara seperguruan itu serang menyerang dengan sengit.

Kekuatan kedua orang ternyata seimbang, tapi Thi thau-to juga memusatkan keunggulannya pada menyerang, maka terjadilah keras lawan keras.

Sewaktu Ngoseng hendak melontarkan hantamannya pula kepundak lawan, tapi secepat itu pula Thi-thau-to ayun tangan memapak kedepan maka terjadilah tangan beradu tangan dan dua orang sama2 tergetar mundur beberapa tindak.

Dan Ngoseng hendak menubruk maju lagi, tiba2 sesosok bayangan berkelebat, tahu2 dihadapannya sudah menghadang seorang bermuka jelek.

Tanpa pikir Ngo-seng Hong san Koay Khek “

telah mencengkeram pula sekuatnya kepinggang orang dengan maksud sekaligus menundukkan perintang itu.

Tak terduga gerak orang itu ternyata cepat luar biasa, se-akan2 Ngo-seng merasa pergelangan tangan sendiri kesemutan, tanpa diketahui bagaimana cara orang itu menggerakkan tangannya, tahu-tahu Yang Kok-hiat dipergelangan tangan terjentik hingga tenaga cengkeraman tadi seketika tak bisa dikeluarkan lagi.

Sungguh tidak kepalang terkejutnya Ngo-seng, belum sekali gebrak dirinya sudah diatasi seorang lelaki jelek itu, sedangkan Ki Go-thian yang menjadi andalannya entah kapan baru akan unjukkan diri.

Namun begitu, segera ia membentak : Siapa kau “ Siapa diriku, tidak perlu tahu, sahut orang itu yang bukan lain dari Jiau Pek-king, Yang kuhendak tanya yalah kau tadi bilang Ki Go-thian akan berkunjung kemari, lalu apa tujuan dan pesannya kepadamu “ Mendengar orang bertanya tentang Ki Go-thian, hati Ngo-seng menjadi besar lagi, jawabnya segera: Hm, kiranya kaupun mengerti tentang Ki-locianpwe.

Dia bilang sebentar datang, kalian harus menyambutnya dengan berlutut dan angkat dia sebagai Bu-lim-ci-cu (yang dipertuan agung dari dunia persilatan) ! ooOOoo Tak ia duga, belum lama lenyap suaranya tahu2 pandangannya menjadi kabur, insaf keadaan bakal celaka, maksudnya ia segera hendak angkat tangan menangkis, tetapi sudah terlambat, plak-plak-plak , pipinya telah kena diberondong beberapa kali tamparan oleh Jiau Pek-king.

Memangnya Jiau Pek-king sudah benci akan kesombongannya Ki Go-thian, tetapi juga gentar pada kepandaiannya yang memang tiada bandingannya.

Kini melihat cecunguk macam Ngo-seng, juga berani main gila dihadapan orang banyak, segera hawa amarahnya ditumplekan atas diri Ngo-seng dan memberi persen beruntun yang disebut Bu-heng-jiu atau pukulan tanpa kelihatan, yaitu cepat, jitu dan keras.

Karuan Ngo-seng seperti sigagu menelan getah, menderita tak bisa bicara.

Begitu kesakitan pipinya yang terkena tamparan itu matanya se-akan2 berkunang dan kepalanya pusing tujuh keliling.

Hong san Koay Khek “

Dalam keadaan begitu Ngo-seng menjadi kalap, ia mengerung seperti orang gila, kedua tangannya terus mencengkeram serabutan kedepan sambil memejamkan mata menahan rasa sakit di pipi.

Akan tetapi meskipun dua tangannya meraup tiada hentinya kedepan, toh ujung baju lawannya saja tak bisa disentuhnya.

Saat itulah dia dengar suara ter-bahak2 banyak orang geli bila ia membuka mata, ia sendiri menjadi jengah.

Kiranya Jiau Pek-king sudah berdiri dua meter jauhnya disana sebaliknya dia masih terus mencengkeram serabutan tentu saja seperti orang gila hingga menjadi buah tertawaan orang.

Dari malu Ngo-seng menjadi murka, kembali dia merangsang maju lagi, tangan kanannya mencakup dari samping dan tangan kiri mencengkeram.

Tapi dengan gesit Jiau Pek-king memberosot lewat dibawah bahunya, malahan teIah ayun kakinya mendepak sekali kebebokongnya hingga kembali Ngo-seng terhuyung2 kedepan hampir-hampir mencium tanah.

Karuan bergemuruh lagi seketika suara tertawa geli orang banyak.

Alangkah murkanya Ngo-seng karena dibikin malu begitu rupa oleh Jiau Pek-king, mendadak ia balik tubuh, dari bajunya dilolosnya sepasang benda hitam gelap, dengan sorot mata berapi ia membentak: Keparat! biarlah aku adu jiwa denganmu.

Waktu semua orang menegas, kiranya benda hitam gelap itu adalah sepasang Engjiau atau cakar elang terbuat dari besi yang panjang besar, cakar elang itu tajam terbuka.

Dipangkal cakar itu terdapat sebagian gagang untuk pegangan.

Melihat cakarannya yang gilap lain dari yang lain itu, terang telah terendam dengan racun yang sangat jahat.

Dalam pada itu Ngo-seng telah menyerang pula dengan geramannya, sebelah cakar elang besi itu dicakupkan keatas kepala Jiau pek-king, sedang senjata lainnya terus menyodok keperut.

Melihat senjata yang aneh dan berbisa ini, Jiau Pek-king tak berani gegabah, lekas ia melompat menghindar.

Jiau-heng, waktu sudah mendesak, tak perlu menggoda tikus lebih lama lagi ! seru Li Pong tiba2.

Dengan peringatan itu, Jiau Pek-king dapat mengerti sudah hampir waktunya Ki Gothian akan tiba, hatinya tergerak tiba2, serunya : Coba pinjam golokmu ! Tapi belum Li Hong san Koay Khek “

Pong menyahut, mendadak Jun-yan telah mendahului berteriak, Pakailah pedangku saja! Menyusul mana melirik sinar hijau terus berkelebat menyamber kearah Jiau Pekking.

Sekali tangan Jiau Pek-king meraup, tahu2 tangannya sudah memegang sebatang pedang, itulah Tun-kau-kiam milik Jun Yan.

Pada saat itu tepat Ngo-seng lagi menyerang pula dengan cakar elangnya dari atas kepala, tanpa pikir lagi Jiau Pek-king ayunkan pedangnya menangkis keatas.

Cring ! tahu2 senjata andalan Ngo-seng itu terasa enteng, untuk sedikit Ngo-seng terkesima, tapi segera dapat dikenali pedang itu seperti senjata yang pernah digunakan Jun-yan tatkala ber-sama2 A Siu melawan Ki Go-thian tempo hari.

Tanpa merasa, tercetuslah makian dari mulutnya : Lou Jun-yan, kiranya kau budak hina-dina inipun berada di sini! Sebenarnya maksud Jun-yan hendak melemparkan pedang kepada sang guru, maksudnya agar Jiau Pek-king bisa lekas2 bereskan pengacau itu, tak terduga rahasianya malah kena dibongkar oleh Ngo-seng, karuan hatinya tercekat.

Benar saja demi mendengar Ngo-seng menyebut namanya Jun-yan, segera Jiau Pek-king pun tersadar, ia melotot sekali kearah Jun-yan dan mengomel : Hm, kau budak setan ini, sungguh besar amat nyalimu! Habis itu, ia cepat sekali tusukan kearah Ngo-seng.

Lekas2 Ngo-seng menangkis dengan cakar elangnya yang panjang.

Dalam keadaan begitu, yang dia harap hanyalah selekasnya Ki Go-thian bisa datang untuk melepaskan dia dari ancaman bahaya.

Akan tetapi, semakin hatinya gopoh, semakin kacau pikirannya.

la menjadi lupa barusan cakar elangnya itu kena terpapas oleh pedang lawan, sekarang dibuat menangkis, karuan untuk kedua kalinya senjatanya terkutung sebagian lagi.

Dalam kagetnya Ngo-seng terus melompat mundur setombak lebih.

Melihat betapa tajamnya pedang itu, Jiau Pek-king sendiripun terpesona, diam2 iapun memuji : Pedang bagus ! Ia tidak lantas merangsek lagi, meskipun Ngo-seng telah melompat mundur, sebaliknya ia telah menyentil batang pedangnya hingga mengeluarkan suara nyaring gemerincing, ketika ia memeriksa huruf2 yang terukir digagang pedang, seketika ia terkesima dan berdiri terpaku ditempatnya seperti patung.

Hong san Koay Khek “

Sesudah melompat mundur tadi, sebenarnya Ngo seng terus hendak melarikan diri untuk menyongsong datangnya Ki Go-thian.

Tapi dilihatnya Jiau Pek-king seperti orang linglung sambil memandangi pedang yang dipegangnya sendiri dan berdiam kaku seperti orang lupa daratan, ia menjadi girang, sudah tentu kesempatan itu tak disia2kan, se-konyong2 ia melompat maju lagi, sebelum senjata cakar elangnya yang masih ada itu terus mencengkeram keatas kepalanya Jiau Pek-king.

Semua orang cukup kenal dengan ilmu silatnya Jiau Pek-king untuk menandingi seorang Ngo-seng terang masih ber-lebih2an.

Tapi merekapun heran ketika melihat iblis persilatan itu mendadak terpesona oleh tulisan diatas pedang, sementara itu serangan Ngo-seng sudah dekat dibatok kepalanya, dan dia masih ter-menung2 seperti tidak berasa.

Baru sekarang semua orang terkejut, terutama Liok-hap-tong-cu Li Pong yang paling karib hubungannya dengan Jiau Pek-king menjadi kuatir.

Akan tetapi untuk maju menolong terang tidak keburu lagi, jalan satu2nya, cepat ia meloloskan golok pusakanya Pek-lin-sin-to terus ditimpukkan kearah Ngo seng.

Tak tersangka, baru saja goloknya melayang terlepas dari tangan, mendadak ada suara bentakan seorang yang keras, satu bayangan telah melesat kedepan secepat kilat, sampai ditengah jalan, Pek-lin-to telah disambernya ditangan dan orangnya masih melesat maju terus.

Diam-diam Li Pong mengeluh, golok yang ditimpukkan untuk menolong Jiau Pekking itu telah kena disambar orang, pasti sekali ini Lau Jiau Pek-king tak bisa terhindar nasib malang.

Diluar dugaannya, sekonyong-konyong sinar tajam berkelebat, menyusul terdengarnya cring cring yang nyaring, pada saat cakar elang Ngo seng sudah hampir berkenalan dengan batok kepalanya Jiau Pek-king, tahu-tahu sesosok bayangan berikut sinar golok terus tiba menubruk, sekali sinar golok berkelebat, tahu-tahu cakar elang Ngo-seng terkutung pula.

Malahan terus terdengar suara jeritan ngeri, sesosok tubuh kontan terpental pergi hingga jauh dan jatuh telentang tak berkutik.

Tubuh yang terpental itu adalah bukan lain Ngo-seng sendiri.

Waktu orang mengawasi bayangan orang tadi, kiranya bukan lain adalah Wi Ko.

Baru sekarang Li Pong menghela napas lega.

Apabila ia pandang Jiauw Pek-king pula, ia lihat iblis itu masih tetap berdiri terkesima di tempatnya sambil meng-amat2i Hong san Koay Khek “

pedangnya yang dipegang itu.

Apa yang terjadi disampingnya barusan itu seperti sama sekali tidak diketahuinya.

Wi Ko sendiri terus mendekati Ngo-seng yang menggeletak kena tendangannya tadi, ia lihat paderi durhaka itu napasnya sudah kempas-kempis tinggal menunggu ajalnya.

Ngo-seng, inilah ganjaranmu yang setimpal dari pada semua kejahatan yang pernah kau lakukan ! jengek Wi Ko kemudian.

Belum lagi suaranya lenyap, tiba2 didengarnya Jing-ling-cu, Li Pong dan lain2nya sama berseru kaget : Lo-mo-thau, apa yang telah kaulakukan! Waktu Wi Ko menoleh, ia menjadi kaget sekali, kiranya pada saat itu Jiau Pek-king sedang memburu kearah Lou Jun-yan sembari ayun pedangnya untuk dipergunakan menusuk.

Melihat gerak serangan Jiau Pek-king itu bukan gertakan belaka, Wi Ko terkejut, cepat ia melesat memburu dan mendahului menghantam kepunggungnya Jiau Pekking.

Namun mendadak Jiau Pek-king memutar tubuhnya, beruntun-runtun pedangnya menusuk dan membabat tiga kali hingga Wi Ko terpaksa ayunkan Pik-lin-to tadi untuk menangkis.

Kontan saja Wi Ko tangannya merasa kesemutan, sekejap itulah Jiau Pekking sempat melompat ke depan lagi mendekati Jun-yan sambil mcncengkeram dengan sebelah tangannya.

Untuk mencegah, terang-tidak keburu, maka para jagoan yang menyaksikan itu tinggal melongo saja.

Jun-yan sendiri terkesima saking kagetnya, ketika melihatnya kelima jari tangan sang guru sudah merangsang tiba, tanpa merasa ia terus berteriak : Suhu, aku akulah Jun..

Ya, aku tahu kau siapa, sahut Jiau Pek king, dan akupun ingin tahu pedangmu itu berasal dari mana “

! Sambil meringis kesakitan karena pundaknya dicengkeram sang guru, Jun-yan menjawab terputus-putus : Tapi baru sekian ucapannya, tiba2 suara melengking tajam yang berkumandang tadi bergema pula dengan kerasnya hingga telinga semua orang seakan-akan pekak.

Mau tak mau Jiau Pek-king melepas tangan dahulu.

Ia tahu sebentar lagi Ki Go-thian tentu akan muncul.

Ketika ia berpaling memandang Jing-ling-cu dan lain2, ia lihat semua Hong san Koay Khek “

tokoh itu berwajah tegang, Hanya si orang aneh yang air mukanya sudah rusak itulah yang tidak menunjukkan suatu perasaan.

Dan selagi hendak membuka suara, se-konyong2 suatu bayangan berkelebat, dari bawah telah meloncat seseorang.

Karena datangnya orang itu mendadak sehingga semua orang terkejut, mengira kalau Ki Go-thian yang telah tiba.

Ternyata orang yang datang mendadak ini bukan lain daripada Siau-jau-ih-su Cuhong-tin.

Yang paling mengejutkan yalah seluruh badan Cu-hong-tin berlumuran darah, suatu tanda terluka sangat parah.

Dengan sempoyongan Cu Hong-tin paksakan diri berjalan maju, ia celingukan kian kemari, ketika melihat orang aneh itu, cepat berlari mendekati seperti orang kesetanan.

Tapi belum lagi mendekat, ia sudah tidak tahan dan ngusruk jatuh sembari memuntahkan darah.

Cu-toheng, kau..

Jing-ling-cu menanya.

Tapi belum habis ucapannya, tiba2 terlihat Cu Hong-tin paksakan diri merangkak terus merayap kehadapan orang aneh itu, katanya dengan suara tak lampias : Siang..

.Siang heng..

.maafkan atas dosaku..

.ini karena cemburu akan cintamu pada..

.Jing Kin, maka aku telah..

.telah bersekongkol dengan Bong-san-sam-sia dan mencelakai kau hingga..

hingga begini rupa, tetapi..

tetapi toh aku tidak mendapatkan..

mendapatkan Jing-kin..

.hahaha,.

hehehe sampai disini, tiba2 napasnya menjadi lemah, sekali kepalanya menunduk, maka putuslah nyawanya.

Cepat Jing-ling-cu mendekati dan memeriksa, tapi jiwa Cu Hong-tin memang sudah melayang.

Sungguh aneh, ujar Li Pong.

Jika menurut kata2 Cu Hong-tin tadi, jadi dia sudah kenal dengan sobat aneh ini sebagai Sam-siang sin-tong Siang Hiap, tapi tempo dulu waktu bertemu kenapa sama sekali tak dikatakannya.

Li-heng, bukankah kau mendengarkan pengakuannya tadi bahwa dia yang mencelakai sobat aneh ini dengan sekongkol bersama Bong san-sam-sia tentu saja dia tak berani mengaku waktu itu, kata Jing-ling-cu.

Hong san Koay Khek “

Benar, timbrung Jun-yan.

Makanya tempo dulu waktu berkumpul disini, secara tiba-tiba Cu Hong-tin itu terus melarikan diri dengan ter-gesa2 kiranya memang ia telah berbuat dosa.

Sungguh rendah kelakuan manusia demikian ini ! dampratnya Wi Ko sambil mendekati mayat itu terus didepak kebawah jurang.

Tendangan bagus, tiba2 seorang berseru memuji dengan nadanya yang melengking.

Karena suara yang lain daripada yang lain itu, seketika semua orang berpaling.

Dan mereka menjadi kaget ketika tahu2 melihat ada seorang setengah umur dengan dandanan yang sangat necis sudah berduduk disatu kursi.

Orang itu duduk tenang dengan wajahnya yang senyum bukan, gusar tidak, matanya setengah meram melek, tapi menyorotkan sinar tajam.

Sungguh tidak terkatakan terkejutnya semua orang, sebab bagi Jing-ling-cu, Li Pong, Jiau Pek-king dan jago2 kawakan sama mengenali orang itu bukan lain adalah Tok-pohkian gin Ki Go-thian yang menggentarkan itu.

Dibawah pengaruh perbawa Ki Go-thian, suasana menjadi sunyi senyap, tiada seorangpun berani buka suara, bahkan bernapaspun ditahan.

Dalam pada itu sinar mata Ki Go-thian yang tajam itu telah menyapu rata semua orang yang hadir disini, katanya kemudian : Hm, banyak juga yang datang, ada beberapa muka baru tampaknya! Dan dimanakah Siau Jiau” Rupanya dia tak mengenali Jiau Pek-king yang sudah menyamar itu.

Dan beberapa muka baru yang dimaksudkan itu dengan sendirinya meliputi Jiau Pek-king dan Lou Jun-yan yang menyamar, serta Wi Ko.

Nyata daya ingatan Ki Go-thian memang sangat kuat, meskipun berselang puluhan tahun, namun muka-muka lama seperti In Thiangsang, Thi-thauto dan lain-lain yang pernah dilihatnya masih belum terlupa, dari ini dapat dimaklumi kalau memang dia mempunyai otak tajam.

Sedangkan yang ditanya melulu olehnya Jiau Pek-king sendiri, suatu tanda orang-orang lain sama sekali tak terpandang sebelah mata olehnya, hanya Jiau Pek king saja sedikitnya masih dihargainya.

Dilain pihak Jing-ling-cu, Li Pong diam-diam berdebar-debar, mereka tidak sanggup membayangkan entah apa yang akan terjadi dengan datangnya iblis besar itu.

Hong san Koay Khek “

Benar saja segera terdengar Ki Go-thian mulai buka suara dengan sikap yang angkuh dan sombong : Jing-ling-cu, kabarnya kau yang menjadi promotor mengundang semua orang Bu-lim ini kemari, tentu kau sengaja hendak menghadapi kedatanganku ini bukan “ Diam-diam Jing-ling-cu berkeringat dingin, tidak diduga bahwa orang bisa menanya demikian padanya.

Namun begitu, meskipun jeri pada Ki Go-thian, Jing-ling-cu bukan manusia pengecut, walaupun nanti akan menerima segala akibat buruk tapi sebagai seorang ksatria, Jing ling-cu rela menghadapinya.

Maka dengan gagah berani segera iapun menjawab : Pertanyaan Ki-locianpwe ini membikin Cayhe tidak mengerti.

Adapun berkumpulnya para kawan ini disini adalah memang atas undanganku, tetapi dikatakan untuk menghadapi kedatangan Ki-locianpwe, inilah yang agak mengherankan” Jun-yan menjadi geli mendengar tanya jawab itu, sebab dia tahu kedatangan Ki Gothian keatas Ciok-yong-hong ini tak lain tak bukan adalah gara2nya tempo hari bersama A Siu.

Sudah tentu Jing-ling-cu merasa bingung oleh dakwaan Ki Go-thian itu.

Dalam pada itu Ki Go-thian telah berkata pula : Hal itu sementara ini tak perlu aku usut lebih jauh.

Yang pasti sekarang yalah maksud kedatangan tentulah sudah kalian ketahui.

30 tahun yang lalu aku telah berjanji untuk muncul kembali pada Siau Jiau, dan sekarang dia sendiri ketakutan sampai batang hidungnya tidak kelihatan.

Baiklah, untuk menepati janji itu, sekarang juga aku memberi kesempatan kepada siapa2 diantara kalian untuk maju unjukkan kepandaian apa yang dimilikinya, apabila tiada nilainya yang dapat kupandang, hayolah lekas kalian berlutut menyembah padaku sebagai Bu lim-ci-cun ! Sungguh tidak kepalang mendongkolnya Jing ling-cu hingga mukanya merah padam.

Tapi sebelum ia menyahut, disebelah sana tiba2 seorang yang sedang tertawa terkekeh-kekeh.

Siapa kau “ bentak Ki Go-thian dengan murka.

Apa yang kau tertawakan “ Ah, cayhe hanya seorang Bu-beng-siau-cut (Perajurit tak bernama) rasanya tiada harganya untuk dikenal Ki locianpwe, sahut orang itu bukan lain dari pada Wi Ko.

Tentang gelaran Ki-locianpwe tadi yang menganggap diri sendiri Bu-lim ci-cun, Cayhe menjadi heran siapakah yang menganugerahkan pada Ki locianpwe.

Padahal menurut pengetahuanku sejak dulu kala hingga kini, sampai Tat-mo Cuncia, Thio Sam-hong dan Hong san Koay Khek “

tokoh-tokoh lain yang menjagoi dijamannya juga tiada yang berani menerima gelaran itu.

Maka Ki locianpwe sukalah memikir lebih panjang akan soal ini.

Gusar sekali Ki Go-thian ada orang yang berani membangkang keinginannya.

Tetapi lahirnya tenang2 dan dingin2 saja, sahutnya kemudian dengan kalem: Jadi menurut kau, aku tidak sesuai untuk memperoleh gelar Bu-lim-ci-cun itu “ Namun Wi Ko hanya tersenyum saja tidak menjawab.

Karuan Ki Go-thian bertambah murka.

Keparat, ia memaki, bolehlah kau mencoba apakah aku sesuai menjadi Bu-limci-cun atau tidak “ Habis berteriak, mendadak orangnya bersama kursinya terus meloncat keatas hingga membawa samberan angin santar, ketika kursinya menurun dan tegak diatas tanah lagi, jaraknya dengan Wi Ko sudah tinggal beberapa kaki saja jauhnya.

Menyusul mana sebelah lengan bajunya Ki Go-thian mendadak mengebaskan kedepan.

Wi Ko insyaf apabila terkena oleh tenaga kebasan gembong persilatan itu, pasti tubuhnya akan me-layang2 kebawah jurang seperti layangan putus benangnya.

Maka ia tidak berani menahannya berhadapan, lekas2 ia mengiser ke-samping hingga samberan angin kebasan itu menyerempet lewat diatas kepalanya.

Begitu keras angin itu hingga muka Wi Ko sampai merasa panas pedas.

Lekas2 Wi Ko hendak berlindung dengan meng-aling2kan tangan kemukanya sendiri, tapi terdengar Ki Go-thian tertawa dingin sekali, menyusul kebasan lengan baju yang lain sudah tiba lagi.

Sungguh tidak diduga Wi Ko bahwa kebasan lawan bisa begitu cepat lagi luar biasa kekuatannya, ketika hendak berkelit pula, tak urung tubuhnya tergoncang pergi hingga lebih setombak jauhnya.

Melihat Wi Ko terancam, terpaksa jago-jago lainnya tidak bisa tinggal diam, segera Li Pong dan Boh-hoat Taysu memburu maju, sekali Li Pong memutar goloknya Pek-linto, seketika sinar kemilauan berhamburan keatas kepalanya Ki Go-thian.

Sedangkan Boh-hoat Taysu pun ayun kebutnya hingga bulu kebut itu mekar bagaikan setangkai bunga raksasa terus mencakup kemuka Ki Go-thian.

Begitu hebat dan cepat serangan kedua tokah Khong-tong-pay dan Go-bi-pay, bagi orang lain, pasti susah menghindarkan diri dari serangan berbareng itu.

Tetapi Ki Go-thian memang tidak malu sebagai seorang gembong yang disegani, mendadak ia tertawa panjang, Hong san Koay Khek “

tahu-tahu orangnya berikut kursinya terus membal kebelakang, hingga susah diketahui cara bagaimana ia dapat menembus sinar golok dan kebut itu mengurung keatas kepalanya itu.

Hahaha! Ki Go-thian tertawa sesudah menurun kembali ditempatnya semula, katanya; Hanya dengan kepandaian seperti kalian ini mau melawan aku” Haha lebih mirip seperti capung menubruk cagak belaka.

Namun sebagai seorang yang dipertuan agung didunia persilatan, tidak mau aku sembarangan turun tangan, biarlah kalian yang mesti menilai kekuatan masing-masing sendiri.

Bila mau, tiada seorangpun diantara kalian yang sanggup menahan sekali hantamanku.

Sekarang apa yang akan kalian katakan lagi” Kenapa tidak lekas menyembah padaku” Keparat, jahanam! se-konyong2 terdengar suara makian orang.

Menyusul diantara orang banyak telah melompat keluar seorang laki2 tinggi besar bersenjata sebilah kapak besar terus menubruk Ki Go-thian.

Begitu lelaki kasar itu melompat keluar segera Jing-ling-cu, Li Pong dan jago2 lain sama mengetahui kepandaian orang, tiada artinya kalau berani menyentuh Ki Go-thian artinya sama dengan hantar jiwa belaka.

Sebab itulah segera Jing-ling-cu berseru : Tahan dulu saudara mundurlah! Akan tetapi lelaki itu terus merangsang maka terpaksa Jing-ling-cu melesat maju sembari lolos pedangnya, begitu pula Thay-jing-sian-cu Cio Ham pun lekas2 melompat kedepan, dan tanpa berjanji, kedua pedang mereka terus menusuk kearah Ki Go-thian dari belakang.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar