Pemberontakan Taipeng Jilid 13

Jilid 13

#Aku siap menerima hukuman, Gan Han Le......# kata Koan Jit dan suaranya lirih sekali, mukanya kini tunduk dan kedua matanya basah. Bukan main sakitnya rasa hati dimaki-maki oleh anak yang dicintanya, disayangnya seperti anak sendiri. Akan tetapi dia merasa bahwa memang sudah semestinya demikian, dan hal ini sudah seingkali dibayangkannya selama bertahun-tahun ini, bahkan seringkali membuat dia tidak mampu tidur. Dengan kedua tangan terkepal Han Le memandang wajah laki- laki tua di depannya itu, penuh kebencian.

#Memang! Engkau harus mampus. Engkau binatang berwajah manusia, engkau iblis busuk, jahanam keparat, pembunuh ayahku, penipu ibuku. !#

Kedua tangannya sudah menggetar, penuh terisi tenaga sinkang karena Han Le sudah siap untuk menerjang dan mengirim pukulan maut kepada orang di depannya itu. Dia lupa bahwa orang itu adalah gurunya. Lupa karena memang wajah orang itu berbeda, dan yang teringat hanyalah bahwa orang itu pembunuh ayahnya dan penipu ibunya yang patut dibunuh! Diapun menerjang ke depan dan mengirim pukulan ke arah dada orang tua itu. Akan tetapi detik terakhir, pakaian serba putih seperti yang biasa dipakai Bu Beng Kwi, seperti mengingatkan Han Le bahwa orang ini adalah Bu Beng Kwi, gurunya, maka ditahannya gerakan pukulannya dan dikurangi tenaganya. namun pukulan itu sudah mengenai dada Bu Beng Kwi alias Koan Jit.

#Bruukkk......!# Koan Jit terkena pukulan, akan tetapi pukulan keras dari tenaga otot saja, bukan pukulan sinkang sehingga dia tidak terluka parah, hanya terengah saja dan dia masih bangkit berdiri, diam-diam dia merasa heran mengapa muridnya yang marah sekali itu memukul seperti itu, bukan pukulan maut yang sekali saja akan dapat mengantar nyawanya ke alam baka. Dia berdiri dengan terhuyung dan menghampiri lagi muridnya yang berdiri bingung.

#Hukum dan bunuhlah aku, jangan kepalang tanggung, Gan Han Le,# katanya.

#Baik, aku akan,membunuhmu! Sebagai Koan Jit, engkau telah membunuh ayahku! Sebagai Bu Beng Kwi, engkau telah menipu ibuku, menodai ibuku!# Sekali ini Han Le sudah mengambil keputusan untuk membunuh orang di depannya itu. Dia sudah mengerahkan tenaga dan siap menerjang, akan tetapi pada saat itu dia tersentak kaget karena jeritan ibunya.

#Henry!!# Ibunya datang berlari dan menubruk Koan Jit yang berdiri limbung sambil mengusap darah dari ujung mulutnya.

#Henry, apa yang kau telah lakukan? Dan apa yang akan kau lakukan ini?# ibunya membentak sambil menghadapi puteranya. Tentu saja Han Le merasa heran bukan main melihat ibunya menubruk Koan Jit dan tidak heran melihat bahwa Bu Beng Kwi telah berubah menjadi Koan Jit.

#Ibu, tidak tahukah ibu siapa dia ini? Dia ini Koan Jit, pembunuh ayahku, pembunuh suami ibu! Dan dia menyamar sebagai Bu Beng Kwi, menipu kita, bahkan menodai ibu dan mengawini ibu!#

#Ahhh, ini semua gara-gara engkau tidak membiarkan aku memberi tahu anakku sejak dulu, menanti sampai dia dewasa dan engkau sendiri yang memberi tahu keadaanmu.# Sheila menegur Bu Beng Kwi yang kini duduk kembali dengan kepala ditundukkan seperti anak kecil yang merasa bersalah.

#Henry, dengarlah. memang dia ini Koan Jit. Ingatkah engkau ketika engkau kuajak pergi meninggalkan Bu Beng Kwi? Nah, ketika itulah akupun mengajakmu meninggalkannya. Akan tetapi......engkau tahu sendiri...... betapa baiknya dia, dan aku...... ibumu ini, maafkan aku, nak, aku telah jatuh cinta kepadanya, kepada pembunuh ayahmu. Akan tetapi, engkau sendiri mengenal siapa adanya Bu Beng Kwi, orang macam apa. Koan Jit memang telah mati, yang hidup adalah tubuhnya, akan tetapi hatinya, namanya telah menjadi Bu Beng Kwi. Bu Beng Kwi telah membunuh Koan Jit, maka engkau tidak boleh membunuh Bu Beng Kwi, anakku, karena dia gurumu, dia ayah tirimu, dia mencinta kita berdua dengan sepenuh jiwa raganya#

#Tidak, ibu! Tidak boleh begitu! Ah, mengapa ibu begitu keji? Mau saja menikah dengan pembunuh ayah? Ibu tidak cinta padaku, ibu...... kejam dan mengkhianati ayah kandungku......! Aku harus bunuh dia, ibu. harus!# Dengan tubuh menggigil Sheila menghadang di depan puteranya.

#Jangan, Henry! Engkau dilatih silat sejak kecil, apakah dengan kepandaian yang kau peroleh dari dia itu kini hendak kau pergunakan untuk membunuh dia, orang yang selama ini melatihmu, mengasihimu?#

#Baik, aku tidak mempergunakan ilmu silat yang dia ajarkan kepadaku. persetan dengan ilmu-ilmunya itu! Aku akan membunuh dengan ini, tanpa kepandaian yang kuperoleh darinya!# Dan Henry mencabut pistol jenis revolver itu dari balik bajunya dan menodongkannya ke arah Bu Beng Kwi yang masih diam saja sambil memandang kepada ibu dan anak itu.

#Henryyyy......!# Sheila menjerit dan mendekat sehingga ujung pistol itu menempel di dadanya sendiri.

#Engkau tidak boleh lakukan itu! Tidak, dia adalah suamiku yang kucinta, kalau engaku berkeras hendak membunuhnya, engkau harus lebih dulu membunuhku!!# Mendengar ucapan ibunya ini, terbelalak mata Han Le dan dia melangkah mundur, pistolnya menunduk, mukanya pucat

sekali.

#Ibu...... ibu bahkan membelanya, melindunginya? Padahal dia...... dia pembunuh ayahku......! Ibu...... ibu sungguh tidak patut...... ahhhh......!# Han Le meloncat keluar dan melarikan diri pergi dari situ tanpa menoleh lagi.

#Henry......! Henry......!# Sheila mengejar, akan tetapi puteranya itu telah berkelebat cepat sekali dan lenyap dari situ. Sheila yang terus mengejar, akhirnya terpelanting jatuh ketika kakinya tersentuh batu dan pada saat tubuhnya roboh, kedua lengan Bu Beng Kwi yang kokoh kuat menyambarnya dan tubuh yang terkulai pingsan itu lalu dipondongnya masuk kembali ke dalam rumah.

#Henry...... ahh, Henry......!# Sheila mengeluh ketika ia siuman kembali dan melihat suaminya duduk di tepi pembaringan dengan wajah sedih, wajah Koan Jit tanpa topeng. Sheila menangis sesenggukan. Koan Jit mengelus rambut kepala isterinya penuh kasih sayang.

#Kita harus berani menghadapi semua ini, isteriku. Sudah kubayangkan akan begini jadinya. bagaimanapun juga, dia tidak akan tega membunuhku.#

#Tapi dia..... dia pergi dan lari dari sini...... ah, bagaimana kalau aku kehilangan anakku lahir batin......?# Koan Jit menggeleng kepala sambil tersenyum, lalu menarik bangun isterinya yang menyandarkan kepala sambil menangis di dadanya.

#Jangan khawatir. Biarkan dia mengambil keputusan sendiri. Biar peristiwa hebat ini menambah kematangan jiwanya, meupakan gemblengan baginya. Tidak, dia tidak mungkin membencimu, Sheila. Dia hanya merasa bingung, seperti yang kaurasakan dahulu itu. Biarkan dia melihat kenyataan dan memutuskan langkahnya sendiri. Aku sudah rela, apapun yang akan dilakukannya. Kita tunggu saja. #

#Tapi...... bagaimana kalau dia tidak kembali ke sini? Aku...... aku akan merana dan sengsara memikirkan dia. Kalau kepergiannya untuk berjuang dan untuk suatu tujuan tertentu, aku sudah rela karena dia sudah dewasa. Akan tetapi kalau dia pergi meninggalkan aku dengan hati mengandung penasaran dan kebencian, ahhh......# Sheila tak dapat melanjutkan kata-katanya karena ia sudah menangis lagi dengan sedihnya.

#Baiklah, kita tunggu sampai satu bulan. Kalau dalam satu bulan dia belum kembali, biar kita juga pergi mencarinya sampai berjumpa dan dia harus mengambil keputusan tentang diriku, sebagai laki-laki seperti yang selalu kuajarkan kepadanya.# Dengan janji ini, legalah hati Sheila. Ngeri ia memikirkan bahwa puteranya itu pergi untuk selama-lamanya dari sisinya, pergi dengan perasaan benci terhadap dirinya. Mencinta kalau diuntungkan, membenci kalau dirugikan!

Beginilah selalu yang terjadi. Cinta dan benci saling berganti tempat, sebagai akibat untung dan rugi yang selalu datang silih berganti. Segala perbuatan seperti itu selalu palsu dan hanya mendatangkan duka belaka.

Selama ada si aku yang menimbang-nimbang untung rugi sehingga menimbulkan cinta atau benci, maka batin akan selalu diguncang konflik. Kalau sudah tidak ada pamrih, tidak ada perasaan diuntungkan dan dirugikan, maka perbuatan akan dituntun oleh cinta kasih, bukan #cinta# yang menjadi kebalikan dari #benci#, karena cinta seperti itu bukan lain hanyalah nafsu ingin menyenangkan diri sendiri belaka. Dan justeru keinginan untuk senang inilah yang membawa kita kepada kecewa, bosan, dan duka. Sekali ini pasukan kulit putih yang menyerbu ke arah Peking terdiri dari pasukan Inggris dan Perancis yang amat kuat. Perang terjadi di sepanjang jalan dan karena pasukan kulit putih memiliki persenjataan yang lengkap, dengan senjata api, maka pertahanan balatentara kerajaan Mancu mengalami kekalahan di mana-mana.

Apalagi ketika itu pasukan-pasukan kerajaan sudah menjadi lemah dengan adanya pergolakan sejak Tai Peng memberontak. Dengan cepatnya pasukan kulit putih yang mendarat di teluk Pohai dan menyerbu ke barat itu telah mengepung kota besar di Tian-cin. Pasukan Kerajaan Mancu mempertahankan diri sekuatnya. Setelah terjadi pertempuran berpekan-pekan lamanya, di mana pasukan kulit putih menghujani kota Tian-cin dengan peluru meriam dan senapan, akhirnya bobollah pertahanan pasukan kerajaan Mancu. Tian-cin diduduki dengan mengambil korban yang tidak sedikit, terutama sekali rakyat jelata. Seperti ulah semua anak buah pasukan yang memperoleh kemenangan, pasukan kulit putih itupun tidak terkecuali, melakukan pembunuhan, perampokan, pembakaran dan perkosaan yang semena-mena terhadap rakyat kecil.

Sisa pasukan kerajaan sendiri dapat melarikan diri, mundur dan membuat pertahanan baru di kota Wu-cing yang menjadi benteng pertama dari pertahanan di kotaraja Peking. Keadaan pasukan kerajaan Mancu amatlah lemahnya, bukan hanya karena pada waktu ini terjadi banyak pemberontakan yang didahului oleh pemberontakan Tai Peng, akan tetapi juga terutama sekali karena pasukan pemerintah penjajah ini sama sekali tidak memperoleh dukungan dari rakyat jelata. Dan pasukan yang tidak memperoleh dukungan rakyat tentu menjadi lemah. Pada waktu itu, rakyat sudah cukup menderita karena kekorupan para pejabat pemerintah penjajah sehingga diam-diam tertanam perasaan benci yang mendalam dalam hati rakyat terhadap penjajah. Oleh karena itu, ketika pasukan asing kulit putih melakukan penyerbuan, rakyat sama sekali tidak mau membantu melainkan lari cerai berai dan mengungsi.

Pasukan rakyat yang dipimpin oleh Ceng Kok Han dan Li Hong Cang, yang mendapat bantuan banyak sekali pendekar yang pandai, tidak dapat membantu pasukan pemerintah yang terus didesak mundur oleh pasukan kulit putih, karena pasukan rakyat ini sedang sibuk membendung pasukan Tai Peng yang tadinya berniat pula menyerbu ke utara mempergunakan kesempatan selagi pemerintah Mancu terancam pasukan kulit putih itu. Terjadilah perang yang seru antara laskar rakyat ini dengan pasukan Tai Peng yang juga dibantu oleh orang-orang pandai dari golongan sesat yang diketuai oleh Lee Song Kim. Dengan dipelopori pasukan gabungan Inggris dan Perancis, pasukan-pasukan asing itu mendesak terus ke utara, benteng demi benteng dibobolkan, dan akhirnya dalam tahun 1860, pasukan orang kulit putih itu, dibantu banyak mata-mata pribumi yang menerima upah besar, berhasil membobolkan benteng pertahanan terakhir di kotaraja dan mereka menyerbu Peking! Bagaikan perampok-perampok ganas,

Pasukan itu menyerbu istana, bahkan mereka merampok Taman Terang Sempurna yang indah, membakarnya dan merampok harta benda istana-istana yang terdapat di situ, membunuh banyak pengawal, menculik dan memperkosa banyak wanita dayang dan puteri! Harta benda yang amat luar biasa, yang bahkan belum pernah dilihat oleh orang-orang kulit putih itu sendiri, dirampok habis-habisan, istana dirusak dan dibakar. Kaisar Hsian Feng terpaksa melarikan diri bersama dua orang permaisurinya dan juga pangeran mahkota yang masih kecil, dalam tiga buah kereta besar, membawa harta benda dan dikawal oleh sepasukan perajurit pengawal.

Rombongan ini keluar dari pintu gerbang sebelah barat ketika pasukan asing mulai menyerbu kotaraja. Tujuan rombongan kaisar ini adalah Yehol di mana kaisar memiliki sebuah istana perburuan yang besar.

Akan tetapi ketika rombongan pengungsi ini tiba di tepi sebuah hutan, mereka tersusul oleh pasukan kulit putih dan mata-mata mereka yang telah mengetahui akan pengungsian ini dan melakukan pengejaran cepat. Terjadilah pertempuran sengit di tepi hutan itu. Kaisar dan keluarganya bersembunyi dan berlindung di dalam kereta-kereta itu, takut kalau terkena peluru nyasar. Biarpun pasukan asing yang mengejar itu hanya terdiri dari dua puluh empat orang saja, namun lima puluh orang perajurit pengawal kaisar merasa kewalahan melawannya. Para pengawal ini membawa senjata api, namun senjata api mereka itu kuno sekali kalu dibandingkan dengan senapan dan pistol yang dipergunakan pasuka kulit putih yang lebih modern dan dapat memuntahkan peluru lebih gencar dan tepat. Hal ini tidaklah aneh, karena senjata api yang dimiliki oleh sebagian keadaan pasukan- pasukan pengawal kaisar itu adalah senjata yang dapat dibeli dari orang kulit putih,

Dan orang kulit putih yang cerdik itu memang sengaja menjual senjata api dari mutu yang rendah saja! Dalam waktu sebentar saja, dua ekor kuda penarik kereta roboh, dan sedikitnya lima belas orang perajurit pengawal roboh, tewas atau terluka, sedangkan di pihak orang kulit putih belum seorangpun yang terkena!

Selagi keadaan pasukan pengawal itu terancam bahaya yang dapat mengakibatkan celakanya kaisar dan keluarganya, tiba-tiba nampak bayangan orang berkelebat. Bayangan putih dari seorang pemuda yang mengenakan pakaian serba putih seperti orang berkabung. Sejak tadi, tidak ada perajurit pengawal kaisar yang berani meloncat keluar. Mereka berlindung di balik pohon-pohon, karena begitu keluar sedikit saja mereka tentu menjadi makanan peluru yang diberondongkan oleh pihak musuh.

Kini, melihat ada bayangan putih berani keluar bahkan mendekati tempat mereka bertiarap dan berlindung, senapan-senapan dan pistol-pistol memberondongkan peluru panas ke arah bayangan itu. Akan tetapi bayangan putih itu memiliki gerakan yang bukan main cepatnya. Dia menyelinap ke balik pohon, berloncatan tinggi dan kadang-kadang bertiarap sehingga sukar sekali dijadikan sasaran peluru dan bayangan itu makin dekat saja. Ketika dua orang serdadu kulit putih yang merasa penasaran bangkit berlutut dan membidikkan senapan mereka lebih seksama ke arah bayangan itu, tiba-tiba terdengar letusan dua kali dan nampak api berpijar di tangan bayangan putih itu, disusul teriakan kesakitan dan robohnya dua orang serdadu itu yang ternyata roboh karena tembakan pistol yang dilepas oleh bayangan putih!

Terkejutlah para serdadu itu. Kiranya bayangan itu adalah sorang yang mahir sekali mempergunakan pistol dan begitu muncul telah merobohkan dua orang di antara mereka! Sementara itu, para perajurit pengawal kaisar ketika melihat munculnya si baju putih yang telah merobohkan dua orang lawan, dan kini masih berloncatan di antara hujan peluru musuh, menjadi girang dan bangkit kembali semangat mereka. Merekapun kini menggunakan kesempatan selagi pihak musuh memberondongkan senjata mereka ke arah si baju putih, merekapun menyergap dan menghujankan peluru senapan-senapan mereka ke arah musuh. Dua orang kulit putih roboh lagi oleh sergapan ini. Akan tetapi berondongan mereka yang kini ditujukan kepada pasukan pengawal membuat pasukan itu kembali harus bersembunyi.

Bayangan putih itu lenyap pula di antara pohon-pohon dan tak lama kemudian terdengar bunyi derap kaki kuda disusul kutukan para serdadu kulit putih karena tiba-tiba saja semua kuda tunggangan mereka yang tadi ditambatkan pada batang pohon, tahu-tahu telah terlepas semua dan lari ketakutan! Kiranya ini perbuatan si bayangan putih tadi yang nampak lagi menyelinap berloncatan di antara pohon- pohon! Kadang-kadang nampak wajah orang itu dan pasukan kedua pihak dapat melihat bahwa bayangan putih itu ternyata seorang pemuda berpakaian serba putih yang bertubuh tinggi besar, gagah perkasa dan berwajah tampan. Memang gerakannya hebat bukan main, cepat seperti seekor burung sehingga dia seperti mampu mengelak dari sambaran peluru-peluru yang berdesingan!

Bahkan kini kembali dia telah berloncatan mendekati pasukan asing itu dan setiap kali pistol di tangannya meledak, tentu ada seorang sedadu kulit putih yang roboh dan tewas! Ternyata kemahirannya menembak cepat amat mengejutkan dan juga menggentarkan hati para serdadu yang masih terus berusaha memberondongkan peluru mereka ke arah si baju putih itu. Pembaca tentu dapat menduga siapa adanya si baju putih itu. Dia adalah Gan Han Le atau Henry! Setelah melarikan diri dari Bukit Awan Merah, dari gurunya dan ibunya, Henry melakukan perantauan dan petualangannya. Hatinya masih penuh luka. Dia merasa bingung. Harus diakuinya bahwa tidak mungkin baginya untuk membenci Bu Beng Kwi yang buruk rupa itu.

Sudah terlalu banyak kebaikan dan kasih sayang dia terima dari kakek buruk rupa itu. Akan tetapi, melihat Koan Jit, mengingat bahwa Koan Jit ini musuh besar yang telah membunuh ayahnya, dia merasa benci sekali. Dan melihat betapa ibunya mnjadi isteri dari musuh besar itu, hatinya kecewa, penasaran dan juga malu. Tadinya dia memang berniat untuk mencari kedua orang suhengnya, ingin membantu perjuangan mereka melawan pasukan Tai Peng. Akan tetapi, setelah melihat kenyataan bahwa kedua orang suhengnya itu adalah murid-murid dari Koan Jit, musuh besarnya timbul pula perasaan tidak suka kepada kedua orang suheng itu dan diapun tidak jadi mencari mereka. Diapun merantau sampai ke kotaraja dan ketika terjadi penyerbuan pasukan asing kulit putih ke kotaraj a, kebetulan dia berada di kotaraja. Dari gurunya, Bu Beng Kwi, Han Le banyak mendengar tentang tujuan perjuangan rakyat.

Tidak suka kepada pemberontak Tai Peng yang ternyata banyak menindas rakyat dan bersekongkol dengan golongan sesat, juga menentang orang kulit putih yang menyelundupkan candu dan jelas hendak menguasai bandar-bandar besar, dan tentu saja menentang pemerintah penjajah Mancu. Oleh karena itu, melihat penyerbuan pasukan kulit putih ke kotaraja, diapun bersikap dingin saja. Dia tidak membantu orang kulit putih, juga tidak membantu pemerintah Mancu. Akan tetapi, ketika melihat sepak terjang para serdadu kulit putih, membakari rumah dan istana, membunuh orang, merampok barang-barang dan bahkan memperkosa wanita, jiwa pendekarnya memberontak! Diapun lalu bergerak dan setiap kali melihat serdadu melakukan kejahatan, dia turun tangan membunuhnya!

Demikianlah, ketika dia melihat istana dirampok dan dibakar, kemudian keluarga kaisar melarikan diri, diam-diam diapun membayangi. Bagaimanapun juga, dia merasa kasihan kepada keluarga kaisar yang terancam bahaya. Ketika ada pasukan kulit putih mengejar dan terjadi pertempuran, dia hanya menonton saja, karena di situ terdapat lima puluh orang pengawal kaisar. Akan tetapi, ketika melihat betapa pasukan pengawal itu tidak mampu menang bahkan terdesak dan keadaan keluarga kaisar terancam, Han Le turun tangan dan memperlihatkan kemahirannya bermain dengan pistolnya untuk menghadapi pasukan yang bersenjata api dengan lengkap itu. Han Le mengamuk dengan pistolnya dan sedikitnya tiga belas orang serdadu kulit putih roboh terkena peluru pistolnya dan peluru yang diberondongkan pasukan pengawal.

Sisanya menjadi panik dan mereka lalu melarikan diri melalui hutan, berlindung pada pohon-pohon. Han Le mengejar dan masih merobohkan dua orang lagi sebelum dia kembali ke tempat pertempuran. Sementara itu, permaisuri kedua, Cu Si atau Yehonala, sejak tadi mengintai dan menonton pertempuran itu dengan hati gelisah. Akan tetapi ia sempat melihat bayangan putih yang dengan gagah berani membantu pasukan pengawal sehingga akhirnya pihak musuh dapat dihalau pergi dan sebagian roboh. Setelah keadaan aman, ia lalu memanggil pengawal terdekat dan memerintah agar orang berpakaian putih itu dihadapkan kepadanya di dalam kereta. Ketika Han Le keluar dari hutan setelah melakukan pengejaran, komandan pasukan pengawal yang bermuka brewokan telah menantinya dan cepat komandan ini memberi hormat kepadanya.

#Terima kasih atas bantuan taihiap kepada kami,# katanya agak heran ketika melihat betapa pemuda tinggi besar yang tampan dan gagah ini memiliki sepasang mata yang mencorong akan tetapi agak kebiruan seperti mata orang kulit putih!

#Tidak perlu menghaturkan terima kasih,# jawab Han Le dengan sikap dingin saja karena memang dia tidak ingin bersahabat dengan pasukan pengawal Kerajaan Mancu.

#Sekarang sudah aman, harap lanjutkan perjalanan.# Berkata demikian, dia lalu membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.

#Nanti dulu, taihiap!# tiba-tiba komandan itu berseru. Han Le mengerutkan alisnya dan membalikkan tubuh menghadapinya. #Taihiap, saya diutus oleh Sang Permaisuri Kedua untuk memanggil taihiap menghadap, beliau ingin bicara dengan taihiap.# Makin dalam kerut di antara alis mata Han Le. Dia memandang ke arah kereta dan pada saat itu, tirai kereta tersingkap dan nampak wajah seorang wanita yang amat cantik tersembul dari balik tirai, sepasang mata yang jeli dan berwibawa memandang kepadanya.

#Baiklah,# katanya, tertarik karena dia ingin sekali tahu apa yang hendak dibicarakan seorang permaisuri kepadanya. Dengan langkah gagah diapun mengikuti komandan itu dan ternyata dia dihadapkan kepada wanita yang tadi memandang kepadanya dari balik tirai! Ketika pintu kereta dibuka dan dia berhadapan dengan wanita itu, dia mendapat kenyataan bahwa wanita itu memang cantik sekali, dengan pakaian yang mewah, dan usianya kurang dari tiga puluh tahun, cantik dengan senyum dan pandang mata memikat.

#Paduka memanggil hamba ada keperluan apakah?# tanya Han Le sambil memberi hormat tanpa berlutut. Dia tidak berpengalaman, namun di samping ilmu silat tinggi, dia juga diberi pelajaran baca tulis dan tata cara sopan santun oleh gurunya. Akan tetapi, di depan seorang permaisuri Mancu, tentu saja dia tidak mau berlutut walaupun kata-katanya cukup sopan sebagai seorang rakyat terhadap isteri kaisar! Sepasang mata Cu Si bersinar-sinar dan seperti menggerayangi tubuh pemuda yang berdiri di depannya. Kalau saja bukan pemuda yang tampan dan gagah perkasa, yang sudah menyelamatkan keluarganya, yang menghadapinya dengan sikap seperti itu, kurang hormat dan tidak berlutut, tentu ia akan marah. Akan tetapi ia teringat bahwa saat itu, biarpun masih menjadi permaisuri kedua, ia hanyalah seorang pengungsi, keluarga kaisar yang sedang kalah dan melarikan diri!

#Orang muda yang gagah perkasa, engkau telah menyelamatkan kami sekeluarga Sri Baginda Kaisar dari malapetaka. Harap jangan kepalang tanggung menolong kami, kawallah kami sampai selamat tiba di Yehol. Untuk itu kami akan memberi hadiah besar kepadamu.# Karena yang minta pertolongan kepadanya seorang wanita yang demikian cantiknya, juga dengan suara yang memohon, bukan memerintah seperti layaknya seorang permaisuri, Han Le merasa tidak enak kalau menolak. Pula, setelah pasukan pengawal itu kehilangan banyak anak buah, memang berbahaya sekali bagi keselamatan kaisar itu melanjutkan perjalanan tanpa pengawalan yang kuat.

#Lihatlah, Sri Baginda sedang sakit dan lemah, harap kau suka mengasihani kami, orang muda yang gagah.# kata pula Cu Si dengan suara merayu. Han Le melihat seorang laki-laki yang melihat pakaiannya tentulah kaisar sendiri, duduk bersandar dengan tubuh lemah, muka pucat dan mata terpejam. Mereka sekarang hanyalah keluarga lemah yang membutuhkan bantuan, bukan keluarga kaisar penjajah yang lalim, pikir Han Le.

#Baiklah, hamba akan mengawal sampai ke Yehol,# katanya memberi hormat. Cu Si girang sekali, meneriaki pengawal agar memberi kuda terbaik kepada pemuda itu dan membiarkan pemuda itu menjalankan kudanya di dekat kereta yang ditumpangi keluarga kaisar. Ketika malam tiba, terpaksa keluarga kaisar itu menghentikan perjalanan di luar sebuah hutan, karena selain kuda mereka sudah lelah, juga jalan di sepanjang hutan itu buruk sekali, apalagi sehabis hujan kemarin,

Jalan itu berlumpur dan melakukan perjalanan melalui jalan seburuk itu pada malam hari berbahaya sekali. Kereta bisa terperosok, bahkan terguling kalau salah memilih jalan. Ketika para pengawal sedang mengaso dan membuat api unggun, mengelilingi kereta yang ditumpangi keluarga kaisar, juga para pelayan dan dayang yang berkumpul di dekat kereta, banyak di antara para pengawal saling mengobati luka yang mereka derita, Han Le duduk menyendiri di luar kurungan perajurit pengawal. Dia membuat api unggun sendiri dan menerima pembagian ransum, makan dengan sunyi sambil melamun. Betapa nasib manusia tidak tentu, seperti hari yang sebentar terang sebantar gelap, sebentar hujan sebentar cerah. Lihat saja nasib kaisar dan keluarganya, pikirnya. Biasanya mereka itu hidup bergelimang kemewahan, kemuliaan dan kehormatan.

Akan tetapi sekarang mereka melarikan diri, seperti pengungsi-pengungsi yang melarikan diri dari bahaya, mencari keselamatan, melewatkan malam di dalam kereta yang sempit, di tepi hutan yang gelap gulita dan banyak nyamuknya!

Nasibnya sendiripun telah mengalami perubahan hebat sekali. Dia mengenang ibunya, juga gurunya. Sukar dia membayangkan bagaimana keadaan mereka, apa yang mereka lakukan semenjak dia meninggalkan mereka. Dia merasa amat kasihan kepada ibunya, akan tetapi belum juga dia dapat mengerti mengapa ibunya mau saja diperisteri musuh besar yang dulu membunuh ayahnya! Tiba-tiba terdengar sorak sorai dan tempat itu telah dikepung oleh banyak sekali orang yang semua memegang senjata tajam. Ada yang memegang golok, pedang, ruyung atau tombak dan sikap mereka itu kasar-kasar.

#Bunuh keluarga kaisar Mancu!# #Permaisuri untuk aku, ha-ha!# #Barang-barangnya tentu banyak!#

#Bunuh semua anjing-anjing pengawalnya!# Dari ucapan dan melihat sikap mereka, mudah diduga bahwa mereka itu adalah segerombolan perampok yang jumlahnya banyak, sedikitnya ada lima puluh orang! Memang pada waktu itu, banyak gerombolan perampok yang menamakn diri mereka pejuang dan menentang pemerintah Mancu. Akan tetapi tujuan mereka sesungguhnya bukan demi memebela kepentingan rakyat, melainkan kepentingan diri pribadi. Dengan menamakan diri #pejuang# penentang penjajah, mereka dapat mengangkat diri, bukan seperti gerombolan perampok!

Mereka mendengar bahwa keluarga kaisar melarikan diri dari kotaraja dan mereka dapat menduga bahwa keluarga kaisar melarikan diri itu tentu membawa banyak sekali barang berharga, juga puteri-puteri cantik jelita! Karena itu, malam itu mereka nekat menyerbu. mereka bukanlah gerombolan perampok biasa, kalau demikian halnya tak mungkin mereka berani menyerang keluarga kaisar yang dilindungi pasukan pengawal. Mereka itu dipimpin oleh Yan-san Ngo-coa (Lima Ular Gunung Yan), lima orang kakak beradik seperguruan yang terkenal sekali sebagai perampok yang malang melintang di sebelah utara kotaraja Peking, memiliki ilmu kepandaian silat tinggi dan mereka telah berhasil menghimpun anak buah mereka yang rata- rata memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. Para perajurit tentu saja terkejut bukan main. Mereka masih lelah dan kini diserbu secara tiba-tiba, di malam gelap yang hanya diterangi oleh beberapa buah api unggun di sana-sini.

#Kurung kereta dan pertahankan! Jangan pergunakan senapan, lindungi kaisar dengan golok!# bentak komandan pasukan yang merasa khawatir kalau anak buahnya menggunakan senapan. Selain akan terlambat karena perampok sudah menyerbu, juga peluru bisa kesasar mengenai teman sendiri. Terjadilah pertempuran hebat dan segera terdengar suara senjata tajam saling beradu, menimbulkan suara nyaring mengerikan. Apalagi para perampok itu banyak yang mengeluarkan suara ketawa mengejek, menyerankan dan memang segera dapat dilihat bahwa dalam adu senjata tajam, para pengawal itu agaknya bukanlah tandingan para anggauta perampok.

#Keparat, perampok busuk!# Han Le memaki dan diapun cepat menerjang ke arah para perampok. Terjangan Han Le hebat sekali. Biarpun dia bertangan kosong, namun setiap kali tangannya menampar, tentu ada seorang anggauta perampok yang berteriak dan terguling roboh. Akan tetapi, para perajurit pengawal juga terdesak hebat dan banyak di antara mereka yang roboh sehingga Han Le terpaksa harus berloncatan ke sana-sini untuk membantu perajurit yang kewalahan. Han Le teringat akan keselamatan keluarga kaisar yang berada di dalam kereta. Yang terpenting harus melindungi mereka, pikirnya dan diapun mulai membuka jalan menghampiri kereta yang oleh pasukan pengawal secara mati-matian coba dipertahankan. Akan tetapi agaknya para perampok lebih kuat dan mereka mulai mendekati kereta sambil tertawa-tawa dan berteriak-teriak.

Pintu kereta-kereta itu tertutup rapat dan Han Le dapat membayangkan betapa panik dan takutnya keluarga kaisar yang berada di dalam kereta-kereta itu. Hatinya merasa lega melihat bahwa tiga buah kereta itu belum terjamah oleh para perampok, akan tetapi diapun dapat melihat betapa akan repotnya kalau dia sendiri harus melindungi tiga kereta itu yang dapat diserang dari semua jurusan. ketika telah tiba dekat, dia terkejut dan tertarik sekali melihat perkelahian hebat yang terjadi di dekat kereta antara seorang gadis melawan pengeroyokan lima orang perampok yang memiliki gerakan lihai bukan main. Lima orang perampok ini masing-masing memegang sepasang golok besar, sedangkan gadis itu, yang melihat bentuk tubuhnya, hanya seorang gadis remaja, memegang sebatang pedang tipis.

Akan tetapi, Han Le merasa kagum bukan main melihat cara gadis itu menggerakkan pedang melawan para pengeroyoknya. Pedang itu diputar sedemikian rupa sehingga lenyap bentuknya, berubah menjadi segulung sinar putih yang menyilaukan mata tertimpa sinar api unggun yang masih bernyala terang tak jauh dari situ.

Siapakah gadis lihai ini, pikirnya, dan kenapa tadi tidak nampak? Dan siapa pula lima orang perampok yang lihai itu? Dia tidak sempat menyelidiki untuk menjawab kedua pertanyaan itu, melainkan cepat turun tangan, terjun ke dalam perkelahian karena bagaimanapun lihainya, gadis itu agaknya mulai kewalahan juga menghadapi pengeroyokan lima orang yang merupakan lawan tangguh. Sepuluh gulung sinar golok itu mulai menekan dan mengepung dan gadis itu terpaksa harus berloncatan ke

sana-sini untuk menghindarkan ancaman bacokan golok.

#Penjahat-penjahat curang!# bentak Han Le dan diapun menerjang masuk sambil memainkan Ilmu Silat Ngo-heng Lian-hoan Kun-hoat yang gerakannya cepat, berubah- ubah dan amat kuat itu. Apalagi dia telah melindungi kedua lengannya dengan kekebalan sehingga kalau perlu dia berani menangkis golok lawan dengan lengan tanpa khawatir lengannya akan terluka. Begitu dia menyerbu masuk, buyarlah kepungan terhadap gadis itu, karena tamparan tangan dan tendangan kaki Han Le sedemikian cepat dan kuatnya sehingga lima orang perampok itu terkejut sekali karena hampir saja menjadi korban pukulan dan tendangan, mereka mencelat mundur dan kini maju lagi terpecah menjadi dua. Dua orang mengeroyok gadis remaja itu, sedangkan yang tiga lagi mengeroyok Han Le yang bertangan kosong.

Terjadilah perkelahian yang lebih seru lagi. Setelah kini hanya dikeroyok oleh dua orang lawan, pedang gadis itu mulai beraksi, menyambar-nyambar dengan cepat, indah dan kuatnya sehingga dalam waktu belasan jurus saja, dua orang pengeroyoknya yang memegang empat batang golok itu menjadi terdesak hebat dan mereka lebih banyak memutar golok melindungi diri dari sambaran sinar pedang yang demikian lihainya. Han Le maklum bahwa tiga orang pengeroyoknya tidak boleh disamakan dengan para anggauta perampok lainnya yang telah dilawan dan dirobohkannya tadi. Mereka bertiga itu bermain golok dengan baik sekali, dan tiga orang itu membentuk semacam barisan segitiga yang saling bantu dan rapi sekali.

Tahulah dia bahwa mereka ini bukan orang sembarangan dan agaknya menjadi pemimpin gerombolan perampok itu. Memang duagaannya benar. Dua orang yang mengeroyok gadis itu dan kini bersama tiga orang yang mengeroyoknya, adalah Yan- san Ngo-coa sendiri, yang memimpin gerombolan perampok terdiri dari lima puluh orang itu. Karena merasa yakin bahwa orang-orang mereka tentu akan dapat menang dan menumpas para perajurit pengawal yang jumlahnya lebih kecil dan kelihatan sudah lelah dan lemah, Yan-san Ngo-coa lalu menerjang masuk dan menghampiri tiga buah kereta untuk menyerbu keluarga kaisar dan berpesta pora dengan mereka dan harta mereka.

Akan tetapi, terdengar bentakan nyaring dan entah darimana datangnya, tiba-tiba saja sudah muncul gadis remaja itu yang memutar sebatang pedang tipis menahan mereka! Mula-mula Yan-san Ngo-coa memandang rendah dan seorang di antara mereka maju untuk menangkap gadis itu, bukan untuk membunuhnya melainkan untuk menangkapnya karena gadis remaja itu cantik manis dan tentu saja mereka merasa sayang untuk membunuhnya. Akan tetapi hampir saja yang seorang itu celaka karena pedang gadis itu ternyata lihai bukan main. Seorang lagi maju, tetap saja terdesak sehingga akhirnya mereka berlima maju semua mengeroyok dan pada saat gadis itu terdesak, mucul Han Le membantu. Siapakah gadis remaja yang lihai itu? Tidak mengherankan kalau gadis remaja itu lihai, karena ia adalah puteri tunggal dari Yu Kiang dan Ceng Hiang!

Ayah gadis itu, Yu Kiang, adalah seorang bangsawan tinggi yang ahli dalam hal sastera, akan tetapi dapat dikata tidak pandai ilmu silat. Akan tetapi isterinya, Ceng Hiang, adalah seorang puteri pangeran yang memiliki ilmu silat hebat! Sebagai puteri pangeran yang menjadi keluarga kerajaan, Ceng Hiang beruntung sekali mewarisi ilmu-ilmu silat yang istimewa, yaitu beberapa ilmu silat tinggi peninggalan keluarga Pendekar Pulau Es! Dan lebih dari itu, secara kebetulan sekali ia menemukan sebuah kitab peninggalan Tat Mo Couwsu yang bernama Pek-seng Sin-pouw, yang mengajarkan langkah-langkah ajaib. Karena ibunya seorang ahli silat tingkat tinggi, tidaklah mengherankan kalau gadis remaja yang menjadi puteri tunggal itu mewarisi ilmu silat yang lihai dari ibunya. Gadis itu bernama Yu Bwee, berusia kurang lebih tujuh belas tahun dan memiliki bakat yang amat baik.

Biarpun masih berdarah bangsawan dan dekat dengan keluarga kerajaan, namun sejak dahulu keluarga Yu Kiang dan Ceng Hiang tidak setuju dengan sikap Kaisar Hsian Feng yang amat lemah dan yang tidak memperhatikan urusan pemerintahan sehingga kebanyakan di antara pejabat pemerintah merupakan orang-orang korup yang menindas kehidupan rakyat. Bahkan diam-diam keluarga ini menaruh penghargaan kepada para pejuang yang berjuang untuk memebebaskan rakyat dari penindasan kaum penjajah. Akan tetapi, tentu saja merekapun tidak mau menjadi pengkhianat, tidak mau mengkhianati kerajaan dan walaupun mereka tidak langsung membantu pemerintah, namun mereka masih mempunyai perasaan setia terhadap kerajaan dan tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pemerintah.

Ayah Ceng Hiang, yaitu Pangeran Tiu Ong, juga hanya mau menjabat kedudukan sebagai pengurus perpustakaan istana dan sama sekali tidak mau mencampuri urusan pemerintahan, apalagi yang menyangkut urusan rakyat. Bahkan Yu Kiang sendiripun tidak mau menjabat kedudukan, melainkan hanya menjadi seorang guru besar sastera saja. Ketika terjadi penyerbuan orang kulit putih ke kotaraja, tentu saja Ceng Hiang tidak mau tinggal diam. Ia mempergunakan ilmu kepandaiannya untuk membantu para perwira mempertahankan kota, dan suaminya, Yu Kiang, juga sibuk membantu pertahanan kotaraja dengan siasat perang yang kesemuanya sia-sia belaka karena pihak musuh jauh lebih kuat perrsenjataannya. Yu Kiang merupakan seorang di antara mereka yang membujuk kaisar agar suka pergi melarikan diri dan mengungsi ke Yehol bersama keluarganya. Ceng Hiang lalu mengutus puterinya, Yu Bwee, untuk menyusul dan kalau perlu melindungi kaisar.

#Anakku, Yu Bwee, sekaranglah tiba saatnya engkau memperlihatkan kepandaian yang selama ini kuajarkan kepadamu. Kejarlah rombongan Sri Baginda ke Yehol dan lindungilah keluarga itu dalam perjalanan sampai ke Yehol. Engkau tinggallah di sana untuk sementara waktu, melindungi keluarga Sri Baginda Kaisar sampai aku datang menyusul ke sana.#

Demikianlah pesan Ceng Hiang kepada puterinya. Sebetulnya, bukan hanya karena ingin agar puterinya bersetia dan membela keluarga kaisar saja maka Ceng Hiang menyuruh puterinya yang masih muda itu melakukan pekerjaan berbahaya itu, juga karena ia ingin menyingkirkan puterinya dari kotaraja! Puteri bangsawan yang lihai ini maklum bahwa kotaraja tidak dapat dipertahankan lagi dan sebagai kota yang kalah dan diduduki musuh, tentu kota itu akan mengalami kekacauan, akan dirampok dan mungkin dibakar, dan amat berbahaya bagi para wanita, terutama yang muda dan cantik, untuk tetap tinggal di sebuah kota yang diduduki musuh. Inilah sebabnya mengapa ia ingin agar puterinya itu tidak berada di kotaraja apabila kota itu terjatuh ke tangan pasukan kulit putih.

Yu Bwee menunggang kuda dan melakukan pengejaran. Baru malam itu ia berhasil menyusul rombongan kaisar yang tiba di tepi hutan, dan tepat sekali ketika ia tiba di situ, rombongan pengungsi itu sedang dikepung perampok. Ia segera meloncat turun, mencabut pedangnya dan menyerbu, melindungi tiga buah kereta dari serbuan lima orang pimpinan perampok itu sampai muncul Han Le yang membantunya. Setelah menghadapi dua orang pengeroyok saja, Yu Bwee yang merasa lega karena tiba-tiba muncul bantuan yang demikian lihai, mempercepat gerakan pedangnya. Dua orang itu payah mencoba untuk mendesaknya, karena gerakan kaki gadis itu melangkah secara aneh dan selalu dapat menghindarkan diri dari sambaran empat batang golok itu.

Gadis ini ternyata telah menggunakan Langkah Ajaib Pek-seng Sin-pouw yang dipelajarinya dari ibunya. Tubuhnya menjadi ringan sekali dan tubuh itu kadang- kadang dapat berputar sedemikan rupa sehingga semua bacokan dan tusukan hanya mengenai tempat kosong belaka walaupun tadinya kelihatan sudah tepat pada sasarannya. Dan sebagai balasan, pedang ditangan gadis itu menyambar-nyambar dengan cepatnya. Akhirnya, dua orang itu tak mungkin dapat menghindar lagi ketika dengan kecepatan kilat, setelah kaki kirinya berhasil menendang roboh seorang pengeroyok, pedang di tangan Yu Bwee menyambar dan merobohkan orang kedua dengan sabetan yang mengenai leher, kemudan dilanjutkan dengan tusukan yang mengenai dada orang pertama yang roboh oleh tendangannya.

Ketika Yu Bwee mengangkat muka menendang ke kanan untuk membantu orang berpakaian putih yang tadi menolongnya, ternyata orang itupun sudah selesai dengan merobohkan tiga orang pengeroyoknya, hanya dengan tangan kosong saja! Orang ketiga baru saja dirobohkannya dengan sebuah tamparan keras, hampir berbareng dengan robohnya dua orang pengeroyoknya. Yu Bwee memandang kagum. Ia sendiri hanya dapat memenangkan pengeroyokan dua orang dengan sebatang pedang di tangan, akan tetapi pemuda berpakaian serba putih itu merobohkan tiga orang pengeroyok dengan tangan kosong saja! Para perampok menjadi terkejut bukan main ketika melihat robohnya lima orang pemimpin mereka.

Terbanglah nyali mereka melihat ini, maka ketika Yu Bwee dan Han Le seperti orang berlumba menerjang para perampok yang berani mendekat, merekapun menjadi panik dan larilah sisa para perampok itu ke dalam hutan! Sekali ini kerugian yang diderita pasukan pengawal amat parah, lebih dari setengah jumlah mereka roboh dan sisanya hanya tinggal dua puluh orang lebih saja. Yu Bwee sendiri cepat menghadap kaisar dan dua orang permaisurinya. Kaisar masih lemah dan sakit, maka Yu Bwee hanya dapat menghadap permaisuri Cu An dan permaisuri Cu Si saja. Dua orang permaisuri itu tadi melihat sepak terjang Yu Bwee dan mereka kagum, juga senang sekali, akan tetapi mereka tidak mengenalnya. Baru setelah Yu Bwee memperkenalkan diri sebagai puteri guru sastera Yu Kiang dan cucu dari Pangeran Ceng Tiu Ong, dua orang permaisuri itu girang dan Cu An berkata halus.

#Yu Bwee, engkau naiklah ke dalam kereta ini dan temanilah kami. Dengan adanya engkau di samping kami, baru kami merasa aman.# Cu Si juga membenarkan permintaan ini dan terpaksa walaupun hatinya tidak merasa suka, Yu Bwee tinggal di dalam kereta menemani dan menjaga mereka. Melihat keadaan para pasukan pengawal, han Le merasa khawatir sekali. kalau terjadi serangan lagi, tentu akan berbahaya keadaan mereka. di Yehol memang ada pasukan besar, akan tetapi karena kekacauan itu, agaknya tidak ada hubungan kepada pemimpin mereka sehingga mereka itu hanya menjaga dan menanti di yehol. han Le lalu menemui komandan dan pasukan pengawal yang juga sudah terluka pangkal lengan kirinya yang kini dibalut.

#Ciangkun, sebaiknya kalau pejalanan dilanjutkan saja agar cepat dapat tiba di Yehol sebelum ada serangan lain dari musuh.# Komandan merasa setuju, dan enam orang disuruh menyalakan obor besar sebagai penunjuk jalan yang kini dijalankan lagi melalui jalan-jalan yang rusak, becek bahkan berlumpur. Biarpun amat sukar perjalanan itu, namun akhirnya sampai juga mereka ke perbatasan Yehol dan disambut oleh pasukan penjaga.

Selamatlah keluarga kaisar sampai di tempat tujuan dan tentu saja keluarga itu amat bersyukur dan berterima kasih kepada Gan Han Le dan juga kepada Yu Bwee karena dua orang muda gagah perkasa inilah yang telah menyelamatkan perjalanan keluarga kaisar setelah pasukan pengawal terancam oleh musuh yang hampir saja mencelakakan keluarga besar itu. Yu Bwee yang masih berdarah bangsawan kerajaan itu segera digandeng dan diajak masuk ke dalam istana Yehol oleh permaisuri Cu An, sedangkan Han Le cepat dipesan oleh Cu Si untuk masuk dan menghadapnya.

Sebenarnya Han Le tidak bermaksud untuk lama tinggal di Yehol. Setelah keluarga kaisar dapat dengan selamat mencapai Yehol, dia merasa bahwa kewajibannya selesai dan dia ingin pergi saja. Akan tetapi, komandan yang menemuinya mengatakan bahwa itu adalah perintah permaisuri dan siapapun tidak dapat menentang atau membangkang terhadap perintah permaisuri.

Pemuda itu dapat ditangkap dengan tuduhan melawan permaisuri kalau tidak mau menghadap. Karena tidak ingin mendatangkan keributan, Han Le terpaksa masuk ke dalam taman yang luas dari istana itu di mana dia diharuskan pergi menghadap permaisuri kedua itu. Ruangan di tepi taman itu indah bukan main. Lantainya dari marmer biru dan perabot-perabot rungan itu serba indah, Tirai-tirai sutera beraneka warna membuat suasana di ruangan itu semakin cerah. Bunga-bunga di taman menyiarkan keharuman sampai ke dalam ruangan, ditambah lagi dengan bau dupa harum membuat Han Le seolah-olah memasuki ruangan di kahyangan, merasa seperti mimpi karena selama hidupnya belum pernah dia melihat tempat seindah dan semewah itu. Akan tetapi, sunyi saja di tempat indah itu ketika dia bersama komandan memasukinya. Ketika mereka masuk ruangan, yang nampak hanyalah permaisuri kedua Cu Si bersama tiga orang dayang.

Nampak beberapa orang pengawal yang berjaga di luar ruangan. Ketika komandan itu datang bersama Han Le, mereka disambut oleh seorang thaikam yang bermuka buruk yang bukan lain adalah Li Lian Ying, thaikam (manusia kebiri) yang menjadi kepercayan Cu Si. Thaikam inilah yang membawa mereka menghadap majikannya dan melihat mereka muncul, Cu Si bangkit berdiri dari tempat duduknya, dengan mata bersinar dan wajah berseri ia memandang kepada Han Le. Komandan itu mengajak Han Le untuk menghadap sambil berlutut, dan terdengar Li Lian Ying melaporkan bahwa komandan telah datang membawa pemuda Gan Han Le seperti yang diperintahkan permaisuri itu. Cu Si tersenyum, jantungnya berdebar tegang dan gembira melihat pemuda yang membuatnya tergila-gila itu.

#Terima kasih, Ciangkun,# katanya kepada komandan pasukan pengawal, #Engkau boleh pergi sekarang.# Komandan itu mengundurkan diri, meninggalkan Han Le bersama thaikam buruk rupa itu yang masih menghadap permaisuri. Cu Si memberi isyarat kepada Li Lian Ying dan tiga orang dayang yang tanpa berkata-kata lagi lalu pergi meninggalkan ruangan itu, masuk ke dalam. Kini tinggallah Han Le berdua saja dengan Cu Si. Setelah tidak ada orang lain di situ kecuali para pengawal yang berjaga di luar ruangan itu seperti patung, menghadap keluar.

Kembali Cu Si tersenyum melihat pemuda itu masih berlutut sambil menundukkan mukanya. Betapa tampannya pemuda ini, pikirnya. Tampan dan gagah perkasa!

Berbeda jauh dengan kaisar yang lemah dan sakit-sakitan itu. Bahkan perjalanan melarikan diri itupun telah membuat kaisar jatuh sakit. Han Le sendiri mengerutkan alis ketika menundukkan mukanya. Dia melihat betapa semua orang pergi, tinggal dia sendiri yang belum disuruh mundur oleh permaisuri dan dia merasa tidak enak sekali. Tidak wajar ini, pikirnya dan dia mengharapkan permaisuri itu akan segera menyelesaikan urusannya dan menyuruhnya pergi. Suara wanita itu demikian halus merdu dan penuh wibawa ketika menyuruh komandan tadi pergi. Tiba-tiba terdengar suara itu lagi, merdu dan halus.

#Pendekar muda yang perkasa, siapakh namamu?# Tanpa mengangkat muka, Han Le menjawab,

#Nama hamba Gan Han Le.#

#Gan Han Le, bangkitlah dan duduklah di kursi depanku ini, agar lebih enak kita bicara dan angkatlah mukamu agar aku dapat melihat wajahmu.# Berdebar keras rasa jantung Han Le mendengar perintah yang dikeluarkan dengan suara lembut ini. Dia meragu, akan tetapi tidak berani membantah dan diapun bangkit dan duduk berhadapan dengan permaisuri itu, lalu mengangkat mukanya. Cantik sekali wanita di depannya itu, masih muda dan memiliki pandang mata tajam menantang. Bibirnya yang tipis merah itu mengulum senyum. melihat betapa mulut dan mata itu seperti hendak melumatnya, Han Le cepat menundukkan lagi mukanya. Diam-diam Cu Si tersenyum lebar dan berahinya semakin berkobar. Kini, Cu An dan para keluarga sedang sibuk mengurusi kaisar yang jatuh sakit, bahkan tadi sampai pingsan.

Semua orang sibuk di dalam sehingga ia memperoleh kesempatan baik untuk berbuat apa saja di situ tanpa ada yang tahu. Ia tadi hanya mengatakan kepada Cu An bahwa ia hendak memberi hadiah kepada pendekar baju putih yang telah menyelamatkan rombongan keluarga kaisar di tengah jalan dan tentu saja alasannya yang amat kuat ini menjauhkan kecurigaan siapapun juga. Melihat wajah Han Le ketika memandangnya tadi, hampir tidak kuat ia menahan gairah hatinya. Kalau menurutkan dorongan gairahnya, ingin ia segera menubruk dan merebahkan dirinya di dalam pelukan pemuda yang ganteng itu. Akan tetapi tentu saja ia menahan diri karena mereka berada di ruangan terbuka, dan walaupun di situ tidak ada orang lain kecuali para pengawal yang berjaga seperti patung, akan tetapi tempat itu mudah dilihat orang dari luar.

#Han Le......,# suaranya sudah menjadi lain, seperti bisikan, seperti rintihan, #Kami sekeluarga amat berterima kasih kepadamu......# ia berhenti sebentar untuk menekan guncangan hatinya, #...... dan aku ingin memberi hadiah kepadamu sebagai tanda terima kasih. #

#Hamba mohon paduka tidak usah repot memeikirkan hal itu, karena hamba melakukannya sebagai suatu kewajiban. #

#Biarpun demikian, kami berhutang budi dan nyawa kepadamu, Han Le. Marilah, kau mengikuti aku ke dalam untuk menerima hadiah itu.# Ia bangkit dengan tergesa- gesa dan meninggalkan kursinya. Biarpun hatinya penuh keraguan dan kekhawatiran, namun melihat permaisuri yang telah mengeluarkan perintah itu melangkah masuk, mau tidak mau Han Le juga bangkit berdiri dan mengikuti dari belakang. Nampak olehnya betapa sepasang bukit pinggul itu menari-nari ketika kedua kaki yang kecil itu berlenggang di depannya, pinggang yang ramping itu meliuk ke kanan kiri demikian indahnya.

Makin tegang rasa hati Han Le ketika permaisuri itu mengajaknya memasuki sebuah kamar! Dan dua orang dayang yang tadinya membersihkan kamar itu, segera keluar dan pergi setelah mendapat isyarat dari sang permaisuri. Begitu mereka masuk ke dalam kamar, tanpa ragu-ragu atau malu-malu lagi Cu Si lalu menutupkan tirai tebal yang menutup pintu kamar! Dan sebelum Han Le dapat menenangkan perasaannya yang terguncang, tiba-tiba saja permaisuri itu membalik dan menghadapinya, dekat sekali, lalu tiba-tiba kedua lengan yang kecil halus itu melingkari lehernya seperti dua ekor ular dan hidungnya mencium keharuman yang keluar dari dada dan rambut permaisuri itu.

#Han Le, pondonglah aku ke pembaringan itu, cintailah aku dan engkau akan kuberi hadiah apa saja yang kau inginkan......# bisik permaisuri itu dengan suara gemetar karena gejolak berahinya. Tentu saja Han Le terkejut bukan main. hal ini sama sekali tak pernah disangkanya! hatinya memberontak dan kalau saja dia tidak menguasai perasaannya yang terguncang hebat, tentu dia telah menggerakkan tangan memukul wanita itu! Akan tetapi, untung bahwa dia masih ingat bahwa wanita itu adalah permaisuri dan akan terjadi geger kalau sampai dia membunuhnya. maka, dengan lembut dia melepaskan diri dari pelukan dan melangkah mundur.

#Tidak! Paduka tidak boleh begitu. Hamba pergi sekarang!# tanpa menanti jawaban diapun melompat keluar dari dalam kamar itu dengan langkah lebar dan cepat diapun keluar dari bagian istana di samping dekat taman itu. Sejenak Cu Si tertegun. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa pemuda itu akan menolaknya! Bagaimana seorang laki-laki berani menolaknya? Wajahnya berubah pucat, lalu menjadi merah sekali melihat betapa pemuda itu keluar dengan cepat. Ia lalu bertepuk tangan dan isyarat itu mengundang datangnya lima orang pengawal yang berada paling dekat.

#Kejar orang muda itu, tangkap dia!# bentaknya. Lima orang pengawal itu berserabutan keluar untuk melakukan pengejaran, akan tetapi di dalam hati mereka amat gentar. Sudah mereka ketahui betapa pemuda itu dengan gagah beraninya telah menggagalkan usaha banyak perampok yang menghadang pelarian keluarga kaisar!

Menurut berita yang mereka dengar dari sisa para perajurit pengawal, pemuda itu memiliki kepandaian silat yang amat tinggi, dan sekarang mereka diutus untuk menangkap pemuda lihai itu! Sementara itu, dengan menahan tangisnya, Cu Si memanggil Li Lian Ying yang merasa heran melihat majikannya duduk lesu dan mata basah air mata.

#Jahanam itu berani menolakku dan agaknya para pengawal jerih untuk menangkapnya. Aih, hatiku sakit hati sekali, Lian Ying!# Cu Si membanting- banting kakinya yang kecil di atas lantai.

#Sungguh kurang ajar sekali, berani dia menolak paduka!# Li Lian Ying juga berseru sambil mengepal tinju. #Tentu saja para perajurit yang tolol itu takut kepadanya karena memang dia lihai. Akan tetapi ada satu orang yang akan berani melawannya, agaknya paduka lupa kepada nona Yu Bwee. Kalau mengutus nona Yu Bwee yang mengejar, tentu orang itu akan dapat ditangkap dan diseret kembali menerima hukuman#

#Aih, engkau benar, Lian Ying. Kenapa aku melupakan gadis itu? Panggil ia ke sini!# Li Lian Ying lari ke dalam istana dan tak lama kemudian, Yu Bwee sudah menghadap permaisuri kedua itu.

#Yu Bwee, pemuda bernama Gan Han Le yang membantu kami di perjalanan itu, setelah tiba di sini berani sekali kurang ajar kepadaku! Kini dia melarikan diri dan kiranya hanya engkau sajalah yang akan mampu mengejar dan menangkapnya!

Tangkap dia dan seret di ke sini agar kami dapat memberi hukuman atas kekurang- aj arannya!# Yu Bwee merasa heran dan terkejut, akan tetapi tidak berani mendesak untuk bertanya kekurang-ajaran yang bagaimana telah dilakukan pemuda itu. Ia menyanggupi lalu keluar dari istana, menerima petunjuk para penjaga ke arah mana larinya pemuda berpakaian putih itu dan iapun melakukan pengejaran dengan cepat. Setelah Yu Bwee berangkat, Cu Si masih merasa gelisah. ia ingin menangkap Han Le, bukan hanya karena merasa malu dan sakit hati ditolak pemuda itu, akan tetapi juga khawatir kalau-kalau pemuda itu akan bercerita di luaran akan rayuannya yang gagal. Karena itu Han Le harus dapat ditangkap, harus dibunuh!

Munculnya seorang dayang yang melapor sambil menangis bahwa keadaan kaisar menjadi semakin parah, membuyarkan lamunan Cu Si dan iapun bergegas masuk ke dalam istana, menuju ke kamar di mana kaisar menderita sakit parah, dirubung oleh para selir dan dayang dan ditangisi oleh Cu An,permaisuri pertamanya.

Dengan mempergunakan ilmu berlari cepat, Yu Bwee akhirnya dapat menyusul Han Le setelah matahari condong ke barat. Pemuda itu sedang mendaki lereng sebuah bukit dan nampak dari jauh oleh Yu Bwee karena pakaiannya yang serba putih itu mudah dilihat dari jauh. Gadis inipun cepat berlari mendaki bukit dan akhirnya dapat menyusul di puncak bukit yang memiliki tanah datar penuh rumput hijau.

#Sobat yang berada di depan, perlahan dulu!# Yu Bwee berteriak dari belakang dan Han Le menghentikan langkahnya, lalu membalikkan tubuh. Dia tersenyum mengejek karena sejak tadi diapun tahu bahwa ada orang berlari cepat mendaki bukit, agaknya hendak mengejarnya. Akan tetapi di balik senyumnya, diapun merasa heran mendapat kenyataan bahwa yag mengejarnya adalah gadis perkasa yang pernah membantunya melindungi keluarga kaisar, gadis yang amat lihai permainan pedangnya itu!

#Ah, kiranya engkau yang melakukan pengejaran, nona. Kita tidak saling kenal dan tidak mempunyai urusan, oleh karena itu, apakah kepentingan yang mendorongmu untuk mengejarku?# Dua pasang mata bertemu dan sejenak, mereka saling berpandangan, penuh selidik. Pemuda ini sungguh tampan, dengan mata yang agak membiru sehingga nampak aneh, pikir Yu Bwee. Ia masih belum mengerti apa yang telah dilakukan pemuda ini maka permaisuri demikian marahnya, mengatakannya kurang ajar dan ingin menghukumnya. Kurang ajar sikapnya, ataukah. hanya

ada semacam kekurang- ajaran seorang laki-laki terhadap seorang perempuan, apalagi kalau perempuan itu demikian cantik jelita dan menarik seperti permaisuri Cu Si!

#Bukankah engkau yang pernah melindungi keluarga kaisar, dan baru pagi tadi meninggalkan istana Yehol?# tanya Yu Bwee, ingin kepastian.

#Benar, dan engkau adalah gadis berpedang yang ikut pula melindungi keluarga kaisar,# jawab Han Le.

#Aku diutus oleh Permaisuri Cu Si untuk menangkapmu dan membawamu kembali ke istana! Karena itu, menyerahlah dengan baik daripada aku harus mempergunakan kekerasan!# kata Yu Bwee, tidak ingin mencampuri urusan antara pemuda itu dengan permaisuri, juga tidak ingin tahu. Tugasnya hanyalah menangkap dan habis perkara. Han Le mengerutkan alisnya. Di dalam hatinya dia merasa marah bukan main. Permaisuri yang tak tahu malu itu kini bukan sadar dan menyesal akan kelakuannya yang hina dan tidak pantas, malah menyuruh orang untuk menangkapnya! Dan mengapa gadis yang gagah perkasa ini mau saja diperintah untuk menangkapnya? Dan tiba-tiba dia merasa jantungnya seperti ditikam oleh kekecewaan. Apakah gadis yang dikaguminya ini juga seorang wanita semacam permaisuri itu? Alangkah sayangnya kalau benar begitu.

#Nanti dulu, nona. Aku akan mau saja ditangkap dan tidak akan melawan kalau aku mengetahui mengapa aku kau tangkap, dan apa kesalahanku maka engkau mengejarku untuk menangkap.# Yu Bwee memandang dengan tajam.

#Permaisuri kedua memerintahku untuk mengejar dan menangkapmu, membawamu kembali ke istana karena engkau telah berani kurang ajar kepada beliau!# Makin mengkal rasa hati Han Le mendengar tuduhan ini. Jelas bahwa permaisuri yang tak tahu malu itu telah memutarbalikkan kenyataan, atau jangan-jangan gadis ini memang jahat seperti majikannya dan menganggap bahwa penolakannya terhadap ajakan permaisuri itu merupakan kekurang-ajaran.

#Nona, tahukah engkau apa yang telah terjadi antara aku dan sang permaisuri?# Wajah Yu Bwee berubah merah dan ia memandang marah,

#Aku tidak tahu dan tidak perduli apa urusannya! Pendeknya, tugasku hanyalah menangkapmu dan habis perkara!# Mendengar ini, legalah hati Han Le. Kalau begitu, gadis ni memang tidak tahu dan bukan membela permaisuri yang jahat, melainkan hanya melaksanakan perintah saja tanpa mengetahui sebabnya.

#Nona, aku melihat bahwa engkau adalah seorang gadis perkasa, seorang pendekar yang tentu akan dapat mempertimbangkan dengan adil setelah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Nah, aku akan menceritakan apa yang sebenarnya telah terjadi dan kemudian terserah kepadamu apa yang akan kau lakukan. Maukah engkau mendengar keteranganku?# Sejak semula hati Yu Bwee memang sudah tertarik dan kagum kepada pemuda berpakaian serba putih itu, dan iapun dapat menduga bahwa pemuda itu seorang pendekar yang berilmu tinggi. Dan sebagai puteri seorang bangsawan yang sejak kecil tinggal di kotaraja, tentu saja iapun pernah mendengar celotehan orang tentang Yehonala, selir kaisar yang kini setelah melahirkan seorang putera lalu diangkat menjadi permaisuri kedua Cu Si. Ia pernah mendengar kabar yang buruk tentang permaisuri ini, oleh karena itu, mendengar kata-kata Han Le, ia menjadi bimbang, tidak menjawab, tidak mengangguk akan tetapi juga tidak menggeleng, hanya menanti.

#Sesungguhnya beginilah peristiwanya, nona. Ketika menyelamatkan rombongan dari ancaman para perampok, keluarga kaisar minta kepadaku untuk terus mengawal, dan hal itu kulakukan sampai mereka selamat tiba di Yehol. Ketika aku hendak meninggalkan Yehol karena tugas itu telah selesai, permaisuri kedua memanggilku menghadap. Kemudian ia menyuruh pergi semua orang, dan mengajakku ke dalam kamar dengan maksud memberi hadiah atas jasaku. Biarpun aku sama sekali tidak mengharapkan hadiah, aku tidak berani menolak dan mengikutinya masuk ke dalam kamar. Akan tetapi apa yang terjadi? Ah, sungguh memalukan sekali kalau diceritakan! Ia bersikap tidak wajar bahkan...... tidak tahu malu, membujuk aku melakukan hal-hal yang tidak sopan. Aku menolak dengan marah dan aku menggunakan kekerasan untuk melarikan diri! Nah, begitulah peristiwanya dan kini tahu-tahu ia telah mengutusmu untuk mengejar, menangkap aku dan membawa kembali ke istana! # Wajah Yu Bwee menjadi merah. Sebagai seorang gadis, ia merasa malu sekali mendengar betapa permaisuri membujuk pemuda ini untuk melakukan hal yang tidak sopan. Tanpa dijelaskanpun ia dapat membayangkan apa yang dilakukan oleh permaisuri Cu Si. Hatinya menjadi bimbang dan ragu ketika ia menatap wajah pemuda itu. Sepasang mata yang warnanya seperti warna lautan itu menyinarkan kesungguhan dan kejujuran.

#Hemm, bagaimana aku bisa tahu apakah ceritamu itu benar ataukah bohong? Siapa tahu engkau memutarbalikkan kenyataan?# tanyanya dengan alis berkerut.

#Terserah kepadamu untuk percaya atau tidak, nona. Akan tetapi kalau aku memutarbalikkan kenyataan, kalau aku memiliki niat buruk itu, dengan kepandaianku, perlukah aku melarikan diri dan dapatkah sang permaisuri lolos dariku setelah aku diajaknya ke dalam kamarnya?# Kembali sepasang pipi Yu Bwee menjadi merah sekali. memang tak dapat dibantah kebenaran kata-kata pemuda ini. pemuda ini lihai sekali. Kalau memang mempunyai niat buruk terhadap permaisuri itu, apa sukarnya? Dan mengapa pula pemuda itu melarikan diri? Akan tetapi, biarpun ia mulai percaya akan kebersihan pemuda ini, ia masih belum melepaskannya. Di samping tugas yang dibawanya dari Yehol untuk menangkap pemuda ini, juga ada keinginan pribadi yang timbul, yaitu ia ingin sekali menguji kepandaian pemuda yang menarik hatinya itu.

#Percaya atau tidak bagi sang permaisuri tidak ada pilihan lain. Aku harus menangkapmu!#

#Hemm, kalau engkau tidak mau melihat kenyataan dan berkukuh hendak melaksanakan perintah sang permaisuri, berarti engkau membantu yang salah, nona. Dan tentu saja akupun tidak sudi kalau harus kembali kepada siluman betina itu!#

#Tidak perlu memaki! Aku memang ingin melihat sampai di mana kelihaianmu!# Berkata demikian, Yu Bwee memasang kuda-kuda, siap untuk menyerang. han Le melihat dan hatinya senang. gadis itu tidak mencabut pedang, melainkan hendak mempergunakan tangan kosong dan hal ini hanya dapat diartikan bahwa gadis itu memang hanya ingin menguji kepandaian, bukan mengajak berkelahi! Walaupun dia tidak gentar andaikata gadis itu menggunakan pedang sekalipun. Akan tetapi kalau terjadi demikian, dia akan kecewa dan menyesal. Dia tidak ingin bermusuhan dengan gadis yang amat jelita ini, bahkan ingin bersahabat dengannya.

#Baiklah kalau memaksa, akupun ingin menguji kepandaianmu, nona,# katanya dan baru saja dia berhenti bicara, gadis itu telah menerjangnya dengan dahsyat.

Kedua tangan gadis itu mengirim pukulan dengan telapak tangan terbuka seperti orang mendorong, akan tetapi dari kedua telapak tangan itu timbul kekuatan dahsyat yang berhawa dingin.

(Lanjut ke Jilid 14)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar