Pemberontakan Taipeng Jilid 05

Jilid 05

Robohlah kakek itu di samping mayat Kwa Ciok Le dan lantai itupun kini penuh dengan darah pula! Semua tamu berdiri dengan mata terbelalak dan muka pucat, memandang kepada Lee Song Kim yang kini sudah berdiri dengan tegak, menyimpan pedangnya dan kembali mengeluarkan Giok-liong-kiam.

#Aku adalah Lee Kongcu, pemegang Giok-liong-kiam yang mulai saat ini memakai julukanThian-he Te-it Bu-hiap! Siapakah di antara kalian yang merasa tidak setuju?# Para tamu memandang dengan wajah pucat. Mereka merasa gentar dan mereka yang merasa kagum segera menjura dengan hormat.

#Lee-kongcu pantas menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap!# kata mereka.

#Hemm, menyatakan dengan mulut saja tidak ada gunyanya! Mulai saat ini kalian harus mentaati semua perintahku dan menganggapku sebagai seorang pemimpin di antara semua ahli silat, menjadi pemimpin dunia persilatan, dan Giok-liong-kiam menjadi lambang kedudukan pemimpin. Semua orang di dunia persilatan harus tunduk dan menghormat lambang suci ini. Siapa saja di antara kalian sekali kupanggil, betapa jauhpun kalian tinggal, harus cepat datang menghadap, dan tugas apapun yang kuminta, kalian harus melaksanakan sebaiknya. Akulah yang akan memimpin dunia persilatan, akan mempersatukan antara kita semua dan memperkuat dunia kita.# sepasang mata Lee Song Kim mencorong penuh semangat dan kegembiraan ketika dia mengeluarkan kata-kata ini. Kam-kauwsu yang diam-diam tadi merasa terkejut dan tidak senang melihat betapa Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio dibunuh, tiba-tiba bangkit berdiri menjura ke arah Lee- kongcu sambil berkata,

#Saya orang she Kam sudah merasa tua dan tidak ingin lagi menghadapi kesibukan di hari tua. Saya harap Lee-kongcu tidak mengikutkan saya, karena saya ingin mengundurkan diri dan tinggal di dusun untuk menggarap sawah ladang saja.

Maafkan, saya akan pulang saja sekarang dan terima kasih atas segala kebaikan kongcu.# Dia lalu melangkah lebar pergi dari tempat itu setelah memberi hormat kepada tuan rumah. Lee Song Kim mengangkat Giok-liong-kiam tinggi-tinggi di atas kepala dan berseru kepada para tamu lainnya. #Aku minta cuwi yang hadir menghalangi kepergian Kam-kauwsu yang hendak memberontak!# Sepuluh orang tamu itu bangkit berdiri, termasuk Sin-kiam Mo-li yang terpincang-pincang dan mereka mengepung Kam-kauwsu dengan sikap mengancam! Melihat ini, Lee Song Kim girang bukan main dan maklumlah dia bahwa mereka itu benar-benar telah dapat ditundukkan dan kini merupakan pembantu-pembantu yang boleh diandalkan! Sementara itu, melihat betapa para tamu tadi kini mengepungnya, Kam-kauwsu merasa terkejut dan juga marah.

#Kalian ini orang-orang macam apakah? Sebelum datang ke sini, kalian adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang gagah perkasa, akan tetapi apakah sekarang kalian berubah menjadi anjing-anjing penjilat yang tidak mempunyai kebebasan dan pendirian sendiri?# Sepuluh orang itu nampak ragu-ragu, akan tetapi mereka tetap mengepung. mereka merasa gentar sekali terhadap Lee-kongcu yang demikian lihainya, dan kini mendengar ucapan Kam-kauwsu yang mengejek mereka, bagaimanapun juga mereka merasa malu dan ragu-ragu dan mereka semua menoleh ke arah Lee-kongcu untuk menanti apa yang selanjutnya akan dikehendaki oleh orang aneh yang membuat mereka semua gentar itu. Lee Song Kim adalah seorang yang cerdik bukan main. Dia tidak ingin mendesak lagi sepuluh orang yang baru saja takluk dan tunduk kepadanya itu, melainkan ingin membuat mereka menjadi semakin takut sehingga kelak akan taat selalu kepadanya.

#Kalian mingirlah, sahabat-sahabatku yang baik, dan lihatlah betapa aku menjatuhkan hukuman kepada orang yang berani menantangku!# kata Lee Song Kim dan dengan langkah-langkah perlahan dia mengampiri Kam-kauwsu, pedang Giok-liong- kiam masih ditangan kanannya, diangkat tinggi-tinggi di atas kepalanya.

#Kam-kauwsu, lihatlah Giok-liong-kiam, ini lambang kekuasaan persilatan! Berlututlah dan minta ampun atas sikapmu yang tidak taat, dan baru mungkin kami dapat mengampunimu,# teriak Lee Song Kim dengan sikap penuh wibawa. Semua orang yang berada di situ diam-diam mengharapkan Kam-kauwsu untuk mentaati perintah ini dan berlutut minta ampun, karena mereka semua yakin bahwa Lee-kongcu yang mengangkat sendiri menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap itu bukan sekedar menggertak belaka. Akan tetapi, Kam-kauwsu adalah orang yang keras hati. Dia seorang tokoh Bu-tong-pai dan biarpun dia yakin akan kelihaian Lee-kongcu, namun dia masih memiliki harga diri yang diletakkan lebih tinggi daripada nyawa. Lebih baik mati daripada menerima penghinaan di depan banyak orang!

#Lee-kongcu, boleh jadi engkau lihai dan aku tidak dapat melawanmu. Engkau mengangkat diri sendiri menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap adalah hakmu, dan aku tidak mau mencampurinya. Akan tetapi kalau aku disuruh berlutut minta ampun, aku merasa keberatan. Aku bukan anak buahmu, juga bukan budakmu, bukan pula muridmu, bagaimana mungkin aku berlutut minta ampun kepadamu? Maaf, aku tak dapat melakukan itu dan biarkan aku pergi dari sini dan tidak mencampuri urusanmu!# berkata demikian, Kam-kauwsu kembali melangkahkan kakinya hendak pergi dari situ.

#Orang she Kam, semua yang menentang kami harus mati!# Tiba-tiba Lee-kongcu membentak dan diapun menerjang dengan tangan kirinya, sedang tangan kanan tetap memegang Giok-liong-kiam di atas kepalanya. tangan kirinya itu menampar ke arah kepala dan biarpun kelihatannya perlahan saja, namun angin pukulan menyamabar terlebih dahulu sebelum tanagnnya sendiri tiba. Kam-kauwsu maklum bahwa nyawanya terancam maut, maka diapun mengambil keputusan untuk melawan sekuat tenaga.

#Lebih baik mati sebagai harimau daripada hidup sebagai anjing penjilat!# teriaknya dan dia mengerahkan tenaga pada tangan kanannya ketika menangkis tamparan itu. Kam-kauwsu adalah seorang ahli tenaga gwakang (tenaga luar) yang sudah melatih lengan itu sampai berotot kuat bukan main seolah-olah lengannya itu berotot kawat bertulang besi, juga telapak tangannya sendiri telah dilatih memukuli pasir besi panas sehingga kulit tangan itu tebal dan kuat seperti baja. Tangkisannya itu dimaksudkan untuk mematahkan lengan lawan.

#Dukk!# Dua buah lengan bertemu, lengan yang besar berotot melawan lengan yang sedang saja dan berkulit halus, akan tetapi akibatnya Kam-kauwsu terhuyung dan mengeluh karena lengannya terasa nyeri bukan main.Ternyata dengan sinkangnya yang sudah amat tinggi dan kuat, Lee-kongcu telah meminjam tenaga luarnya untuk menghantamnya sendiri! Akan tetapi Kam-kauwsu sudah nekat. Biarpun maklum betapa lihainya lawan itu, dia mengeluarkan suara gerengan dan menubruk lagi, kini menggunakan ilmu silat Bu-tong-pai, yaitu ilmu silat tangan kosong Ji-liong-jio- cu (Sepasang Naga Berebut Mustika),

Kedua lengannya bagaikan dua ekor naga yang bergerak cepat menyerang dari kanan kiri, atas bawah, dengan sasaran pelipis kiri dan lambung kanan lawan. Gerakan yang disertai tenaga sekuatnya ini membuat tulang-tulangnya mengeluarkan bunyi berkerotokan. Melihat jurus yang dikeluarkan Kam-kauwsu, diam-diam Lee Song Kim terkejut dan maklumlah dia bahwa tadi dia telah ditipu oleh guru silat ini ketika dia minta guru silat itu mendemonstrasikan ilmu silatnya. Tadi guru silat ini tidak bersungguh-sungguh mengeluarkan kepandaiannya dan baru sekaranglah, ketika menyerangnya, Kam-kauwsu mengeluarkan jurus ampuhnya.Akan tetapu, mendiang Hai-tok telah mencuri kitab ilmu silat Bu-tong-pai dan dia sudah mengenal dasar-dasarnya. Kini melihat serangan itu, dia berseru dengan nada suara mengejek.

#Hemm, inikah Ji-liong-jio-cu dari Bu-tong-pai?# Dengan mudah dia mengelak ke belakang sambil menangkis ke kanan kiri karena dia sudah tahu persis ke mana arah sasaran pukulan kedua tangan lawan. Kam-kauwsu terkejut. Kiranya pemuda aneh ini mengenal pula jurus ampuh Bu-tong-pai, bahkan tahu cara menghindarkannya. Kalau saja Song kim tidak marah melihat ada orang berani menentangnya sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap, tentu dia akan suka sekali memancing agar guru silat itu mengeluarkan jurus-jurus terampuh dari Bu-tong-pai untuk dipelajari. Namun, dia sudah terlampau marah dan kini dia membentak keras.

#Jurus itu tidak ada gunanya di tanganmu. Nah, kau lihat, inilah jurus Ji-liong- jio-cu itu!# Tiba-tiba Song Kim membalas serangan lawan dengan jurus yang sama tadi! Akan tetapi jurus Ji-liong-jio-cu yang dipergunakan oleh Song Kim untuk menyerang, kecepatan dan tenaga yang mendorongnya sama sekali tidak dapat disamakan dengan serangan Kam-kauwsu tadi. Kam-kauwsu juga melihat serangan ini dan tentu saja dia mengenal jurus itu. Akan tetapi betapa kagetnya karena dia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengelak lagi. Tahu-tahu kedua tangan lawan telah menyambar ke arah pelipis dan lambungnya. Tidak ada waktu lagi baginya untuk mengelak dan terpaksa dia menangkis dengan kedua lengannya, menyambut serangan ke arah pelipis dan lambungnya.

#Dukk! Desss......!# Tubuh Kam-kauwsu terpental dan berkelojotan setelah terbanting jatuh, dari pelipisnya mengalir darah! Kiranya tangkisannya tadi tidak mampu menahan serangan lawan. Biarpun sudah ditangkis, ternyata sambaran jari tangan Song Kim ke arah pelipisnya masih meluncur dan memukul tangkisan tadi ke samping, maka pelipis kepalanya terkena jari tangan yang ampuh itu.

Tentu saja semua orang menjadi semakin gentar menghadapi kelihaian seperti itu. Lee Song Kim mengebut-ngebutkan ujung pakaian dan membersihkan kedua telapak tangannya, dengan sikap tenang dia lalu mengeluarkan lagi Giok-liong-kiam mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala.

#Semua orang harus menghormati Giok-liong-kiam ini sebagai lambang kebesaran seorang Thian-he Te-it Bu-hiap. Berlututlah kalian!# Semua orang tidak ada yang membantah lagi dan merekapun menjatuhkan diri berlutut kepada Song Kim!bPemuda ini tersenyum penuh kemenangan

#Mulai saat ini, kalian menjadi pendukung dan pembantuku. Jangan khawatir, semua biaya akan kupikul. Kalian harus menyebar luaskan bahwa kini muncul Thian-he Te- it Bu-hiap yang akan menjadi bengcu (pemimpin) di antara semua ahli silat.#

#Maaf, Lee-kongcu,# Seng-jin Sin-to si malaikat Copet itu berkata. #Bagi kami mudah saja mengangkat kongcu sebagai bengcu karena kami sudah yakin akan kemampuan kongcu. Dan kami juga dapat menyebarluaskan ini di antara golongan kami yang memang membutuhkan pimpinan yang pandai agar kami tidak mengalami penekanan dari pihak pemerintah dan para pendekar. Akan tetapi bagaimana terhadap para pendekar? Buktinya, yang tadi hadir di sini saja melakukan perlawanan sehingga terpaksa kongcu membunuh mereka. Apakah para pendekar akan mau mengakui kongcu sebagai bengcu? Hal ini kami merasa sangsi.# Mendengar ucapan ini, Tiat-pi Kim-wan, Sin-kiam Mo-li dan beberapa orang yang hadir di situ mengangguk membenarkan. Lee Song Kim mengepal tinju.

#Aku harus menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap yang diakui oleh semua tokoh dunia persilatan, baik yang dinamakan para pendekar atau para tokoh kang-ouw. Kalau ada yang tidak mau mengakui dan berani menentangku, akan kuhancurkan! Akan kuundang mereka semua dan siapa berani menentang akan kurobohkan, akan kuperlihatkan kepada mereka semua bahwa akulah yang paling lihai.#

#Maaf, kongcu,# kini Tiat-pi Kim-wan berkata. #Para ahli silat yang berdiri bebas mungkin akan suka mengakui kongcu kalau sudah melihat kesaktian kongcu, akan tetapi bagaimana dengan partai-partai persilatan yang besar seperti Siauw- lim-pai dan Kun-lun-pai? Mereka mempunyai ketua-ketua sendiri, mana mungkin mengakui kongcu sebagai bengcu mereka.#

#Mereka harus mengakui dan aku akan kalahkan ketua-ketua mereka. memang mereka itu sombong dan besar kepala,mereka yang menamakan diri para pendekar itu. Kalau mereka tidak mau mengakui aku, aku akan memimpin kaum kang-ouw, meggantikan kedudukan Empat Racun Dunia! Sekarang, bantulah aku mengirim jenazah Thian Khi Hwesio ke kuil Siauw-lim-pai bersama jenazah Huang-ho Sin-to murid Kun-lun-pai ini.#

#Untuk apa, kongcu?# tanya mereka terkejut dan heran. Song Kim tertawa dan menceritakan siasatnya. Biarpun di dalam hati mereka merasa jerih, namun orang- orang yang sudah tunduk dan takluk itu tidak berani membantah dan mereka hanya dapat mengangguk dan siap melaksanakan siasat yang direncanakan Lee Song Kim.

Thian Tek Hwesio, ketua Siauw-lim-pai yang bertubuh pendek kecil itu berkali- kali menyebut nama Sang Buddha untuk memadamkan api kemarahan yang bergolak di dalam batinnya. Akan tetapi para hwesio pembantunya sudah tidak mampu menahan kemarahan mereka. Wajah mereka menjadi merah, mata mengeluarkan sinar berkilat dan mereka mengepal tinju. Siapa orangnya yang tidak akan marah ketika muncul lima orang kang-ouw itu, yang datang membawa jenazah Thian Khi Hwesio, wakil ketua Siauw-lim-pai itu sambil memberitahu bahwa yang membunuhnya adalah para tosu Kun-lun-pai? Menurut keterangan lima orang itu yang bukan lain adalah para pembantu baru dari Lee Song Kim, Thian Khi Hwesio terlibat dalam perkelahian dengan Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le,

Jagoan murid Kun-lun-pai itu, yang marah-marah kepada wakil ketua Siauw-lim-pai itu karena kematian dua orang tokoh Kun-lun-pai yang kabarnya dibunuh orang Siauw-lim-pai. Dalam perkelahian itu, Kwa Ciok Le tewas di tangan Thian KhiHwesio. Kemudian muncul beberapa orang tosu Kun-lun-pai yang mengeroyok hwesio itu sehingga Thian Khi Hwesio tewas. Demikianlah cerita anak buah Lee Song Kim kepada ketua Siauw-lim-pai dan para pembantunya. Tentu saja para pimpinan Siauw-lim-pai marah sekali. Kun-lun-pai telah bersikap keterlaluan, pikir mereka. Biarpun ada dua orang tokoh Kun-lun-pai yang terbunuh oleh orang yang mengaku murid Siauw-lim-pai, namun belum ada bukti bahwa benar pembunuhnya orang Siauw-lim-pai, kenapa sekarang mereka membunuh wakil ketua Siauw-lim-pai?

#Kita harus membereskan hal ini dengan pimpinan Kun-lun-pai!# mereka menuntut ketua mereka.

Karena desakan para pembantunya, akhirnya Thian Tek Hwesio yang usianya sudah tujuhpuluh tahun itu berangkat, diiringkan para pembantunya dalam jumlah belasan orang menuju ke sebuah kuil Kun-lun-pai yang jaraknya hanya kurang lebih empat puluh li dari biara itu. Mereka hendak menuntut kepada para pimpinan kuil itu agar disampaikan protes mereka kepada ketua Kun-lun-pai atas peristiwa kematian Thian Khi Hwesio. Akan tetapi, baru belasan li mereka berjalan, serombongan tosu Kun-lun-pai yang terdiri dari belasan orang pula, dipimpin oleh Tiong Tek Seng- jin, ketua cabang Kun-lun-pai itu, dan para tosu itupun nampak marah sekali.

Begitu kedua rombongan bertemu, keduanya saling pandang dengan melotot penuh kemarahan dan siap untuk saling hantam tanpa banyak cakap lagi! Akan tetapi, Thian Tek Hwesio yang lebih dapat menahan kemarahannya, maju dan menjura kepada Tiong Tek Seng-jin dan para pembantunya.

#Omitohud...... pinceng dan sudara-saudara sedang hendak mengunjungi toyu (sobat) sekalian, kebetulan berjumpa di sini.#

#Siancai, agaknya memang kita kedua pihak memiliki niat yang serupa,# jawab Tiong Tek Seng-jin. #Pinto dan saudara-saudara juga ingin berkunjung ke Siauw- lim-pai, kebetulan bertemu di dalam hutan ini. Cu-wi (kalian) adalah hwesio- hwesio, orang-orang beragama yang menjunjung kesucian, akan tetapi apa yang kalian lakukan sungguh terlalu sekali. Ketika adik-adik kami Tiong Gi Tojin dan Tiong Sin Tojin dibunuh oleh murid Siauw-lim-pai, kami masih bersikap sabar dan menyerahkan kepada Siauw-lim-pai untuk mencari dan menghukum pembunuh itu. Akan tetapi, pembunuh itu belum juga dihukum, kini bahkan wakil ketua Siauw-lim-pai, Thian Khi Hwesio, membunuh pula seorang tokoh kami yaitu Kwa Ciok Le yang berjuluk Huang-ho Sin-to (Golok Sakti Huang-ho). Apakah Siauw-lim-pai sudah tidak memandang lagi kepada kami?# Thian Tek Hwesio membantah.

#Omitohud, kemarahan toyu tidak adil sekali. Katahuilah bahwa adik kami Thian Khi Hwesio sedang mencari dan berusaha untuk menemukan orang she Lee yang mengaku murid kami itu, akan tetapi di jalan bertemu dengan Huang-ho Sin-to yang menyerangnya. Terjadi perkelahian dan Huang-ho Sin-to tewas. Hal itu biasa saja dalam perkelahian, apalagi kalau murid Kun-lun-pai itu yang mendahuluinya. Dan kemudian adik pinceng itu dikeroyok dan dibunuh oleh para tosu Kun-lun-pai.#

#Tidak mungkin!# kata para tosu itu dengan marah.

#Sungguh itu fitnah dan bohong besar, bahkan fakta yang diputar-balikkan!# kata Tiong Tek Seng-jin sambil menggoyang tongkat panjangnya yang berwarna putih.

#Beberapa orang datang membawa jenazah Huang-ho Sin-to kepada pinto dan menceritakan betapa dia dibunuh oleh Thian Khi Hwesio! Di mana dia Thian Khi Hwesio? Seorang wakil ketua membunuh murid kami, sungguh tak tahu diri. Pintolah lawannya, bukan seorang murid seperti Huang-ho Sin-to!#

#Omitohud, tentu toyu yang mendapatkan keterangan keliru. Thian Khi Hwesio telah menjadi mayat ketika orang-orang mengantarkannya kepada kami dan menurut keterangan, dia tewas dikeroyok para tosu Kun-lun-pai.# Tiong Tek Seng-jin menjadi marah.

#Hai hwesio Siauw-lim-pai! Dengarlah baik-baik! Kami telah kehilangan tiga orang yang kesemuanya terbunuh oleh orang-orang Siauw-lim- pai dan kini kalian bahkan menuduh yang bukan-bukan kepada kami. Kami bukanlah pembunuh-pembunuh seperti orag-orang Siauw-lim-pai, akan tetapi kamipun bukan pengecut-pengecut yang tidak berani menghadapi kalian. Kita tua sama tua, majulah dan rasakan kelihaian tongkatku!# Berkata demikian, Tiong Tek Seng-jin melangkah maju dan tongkatnya sudah siap untuk menyerang.

#Tosu jahat!# seorang pembantu dari ketua Siauw-lim-pai itu memaki dan menyerang dengan kepalan tangannya, akan tetapi terj angannya itu disambut oleh seorang tosu lain. Melihat begini, tanpa diperintah lagi, Thian Tek Hwesio dan Tiong Tek Seng-jin sudah saling terjang pula. Tiong Tek Seng-jin menggunakan sebatang tongkat putih yang panjang, diputar cepat dan Thian Tek Hwesio, ketua cabang Siauw-lim-pai itu menggunakan seuntai tasbeh panjang di tangan kanan, dibantu ujung lengan kedua bajunya yang lebar dan panjang. Belasan orang tosu dan hwesio kedua pihak juga sudah saling serang tanpa diperintah lagi dan terjadilah pertempuran antar belasan orang itu di tengah hutan!

Tak jauh dari tempat pertempuran itu, Lee Song Kim melakukan pengintaian dan ia tersenyum lebar, penuh kepuasan melihat betapa siasatnya telah berjalan dengan baik dan lancar. Kini dia mencurahkan perhatiannya kepada pertempuran itu, terutama sekali perkelahian antara Tiong Tek Seng-jin dan Thian Tek Hwesio. ketua dari kedua cabang perkumpulan besar itu yang tentu saja memiliki ilmu kepandaian tertinggi di antara mereka. Dia memperhatikan dan mencatat dalam ingatannya gerakan yang mereka lakukan, untuk menambah perbendaharaan ilmu silatnya. Akan tetapi, belum sampai ada yang roboh dalam pertempuran itu, tiba- tiba terdengar suara yang amat nyaring, suara yang mengandung tenaga khikang yang kuat sekali dan menggetarkan jantung,

#Cuwi harap mundur dan menghentikan pertempuran ini!# Semua orang tidak dapat melawan pengaruh seruan ini masing-masing menahan serangan lalu berloncatan mundur, menghentikan perkelahian dan semua orang memandang ke arah datangnya suara. Di bawah pohon, tak jauh dari situ, mereka melihat seorang laki-laki yang gagah perkasa, berusia kurang lebih tiga puluh delapan tahun, berpakaian sederhana seperti seorang petani, namun wajahnya tampan gagah dan tubuhnya sedang namun tegap. Wajahnya yang tampan itu membayangkan kelembutan, namun penuh wibawa. Melihat laki-laki ini, para hwesio Siauw-lim-pai menjadi girang dan Thian Tek Hwesio berseru,

#Tan-taihiap......!# Laki-laki itu adalah Tan Ci Kong, seorang murid dan tokoh Siauw-lim-pai yang amat terkenal. Menurut tingkat, sebetulnya dia masih terhitung murid keponakan dari Thian Tek Hwesio,

Akan tetapi karena Ci Kong pernah digembleng sendiri oleh mendiang Siauw-bin- hud, yaitu tokoh sakti dari Siauw-lim-pai dan kakek ini masih terhitung paman guru ketua Siauw-lim-pai itu, maka hubungan kekeluargaan antara mereka menjadi kacau. Karena tidak enak kalau memanggil pendekar ini sebagai murid keponakan, padahal tingkat kepandaian Ci Kong jauh lebih tinggi, maka Thian Tek Hwesio menyebutnya Tan- taihiap (Pendekar Besar Tan). Juga para tosu Kun-lun-pai mengenal siapa adanya tokoh ini. Mereka semua maklum bahwa Tan Ci Kong adalah seorang tokoh besar Siauw-lim-pai, akan tetapi juga seorang pendekar budiman yang gagah perkasa. Maka mereka mengharapkan keadilan dari pendekar besar ini yang dalam kegagahan dan keadilannya pasti tidak akan bertindak berat sebelah.

#Cuwi semua adalah dari satu golongan, mengapa kini bertempur sendiri? Kalau ada persoalan, mari kita bicarakan dengan kepala dingin. Tidak ada masalah yang timbul di antara dua kelompok bersahabat yang tak dapat diselesaikan dengan musyawarah.#

#Thian Tek Hwesio dikeroyok dan dibunuh oleh para tosu Kun-lun-pai...... # kata Thian Tek Hwesio. Ci Kong mengangkat kedua tangan.

#Harap susiok bersabar dan biarlah pihak Kun-lun-pai yang lebih dulu memberi keterangan agar jangan disangka bahwa saya berpihak kepada Siauw-lim-pai, Nah, totiang yang terhormat, apakah sebabnya terjadi pertentangan yang tidak semestinya antara Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai ini?# Thian Tek Hwesio tidak berkata-kata lagi dan melihat kebenaran ucapan pendekar itu. kini Tiong Tek Seng-jin yang melangkah maju menghadapi ci Kong.

#Tan-taihiap, kami dari Kun-lun-pai bukanlah orang-orang yang suka mencari permusuhan, apalagi terhadap Siauw-lim-pai yang kami anggap sebagai saudara segolongan. Akan tetapi kesabaran ada batasnya. baru-baru ini, dua orang anggauta kami, Tiong Gi Tojin dan Tiong Sin Tojin, dibunuh oleh orang she Lee yang mengaku sebagai murid Siauw-lim-pai. Hal ini masih kami terima dengan kesabaran dan kami mendatangi para pimpinan Siauw-lim-pai agar mereka menghukum murid itu. Akan tetapi, belum juga ada kabarnya tentang Siauw-lim-pai she Lee itu, terjadi lagi pembunuhan atas diri seorang murid kami, yaitu Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le, dibunuh oleh wakil ketua Siauw-lim-pai sendiri, yaitu Thian Khi Hwesio. Bagaimana kami harus bersabar lagi? Kami bermaksud mendatangi Siauw-lim- pai untuk menuntut keadilan, akan tetapi di sini kami bertemu dengan rombongan pimpinan Siauw-lim-pai, dan mereka bahkan menjatuhkan fitnah kepada kami, mengatakan bahwa kami mengeroyok dan membunuh Thian Khi Hwesio. Apakah ini tidak mendatangkan penasaran besar?# Ci Kong mengerutkan alisnya.

#Lo-cianpwe, siapakah yang menyaksikan bahwa Huang-ho Sin-to terbunuh oleh susiok Thian Khi Hwesio?#

#Yang menyaksikan adalah orang-orang yang datang membawa mayatnya kepada kami di kuil kami.# #Siapakah mereka?#

#Pinto tidak mengenal mereka, akan tetapi mereka adalah orang-orang kang-ouw, mungkin kenalan Huang-ho Sin-to, yang menyerahkan mayat, mengatakan bahwa Thian Khi Hwesio yang membunuhnya lalu mereka pergi lagi.#

#Karena penasaran dan marah, locianpwe dan para totiang lalu pergi mendatangi kuil Siauw-lim?#

#Benar, kami bermaksud untuk minta keadilan, akan tetapi di sini kami bertemu dengan para hwesio Siauw-lim yang mengatakan kami telah membunuh Thian Khi Hwesio sehingga terjadi pertempuran.# Kini Tan Ci Kong menghadapi Thian Tek Hwesio.

#Susiok, benarkah bahwa susiok Thian Khi Hwesio terbunuh?#

#Benar, ada beberapa orang mengantar jenazahnya ke kuil kami, dan mereka mengatakan bahwa sute Thian Khi Hwesio dikeroyok dan dibunuh oleh para tosu Kun- lun-pai. Kami lalu pergi hendak mendatangi kuil Kun-lun-pai, akan tetapi bertemu di sini dan mereka menuduh Thian Khi Hwesio membunuh seorang murid Kun-lun-pai, padahal menurut penuturan mereka yang membawa jenazahnya, sute Thian Khi Hwesio yang lebih dulu diserang oleh Huang-ho Sin-to. Mereka berkelahi dan Huang-ho

Sin-to tewas, akan tetapi sute lalu dikeroyok dan tewas pula.# Ci Kong mengangguk-angguk dan mengerutkan alisnya.

#Harap cuwi bersabar dan dapat merenungkan baik-baik. Ternyata kedua peristiwa pembunuhan itu, baik atas diri Huang-ho Sin-to maupun atas diri susiok Thian Khi Hwesio, terjadi di luar pengetahuan kedua pihak. Kedua pihak hanya mendengar laporan dari orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Ada hal-hal aneh di sini! Ketahuilah bahwa belum lama ini susiok Thian Khi Hwesio datang kepada saya dan minta kepada saya untuk melakukan penyelidikan terhadap orang she Lee yang telah membunuh dua orang tosu Kun-lun-pai dan mengaku murid Siauw-lim-pai.

Ketika dia datang, yang menerima hanya istri saya karena saya sedang berada di selatan. Ketika beberapa hari kemudian saya pulang dan mendengar akan peristiwa itu dari isteri saya, saya lalu langsung pergi lagi hendak mencari keterangan yang lebih jelas di Siauw-lim-pai. Tentu telah terjadi hal-hal yang aneh di balik semua ini. Pertama, kedua orang tosu Kun-lun-pai terbunuh oleh seorang she Lee yang mengaku sebagai murid Siauw-lim-pai. Padahal tidak ada murid she Lee di Siauw-lim-pai yang kiranya memiliki ilmu kepandaian demikian tingginya sehingga mampu membunuh kedua orang tokoh Kun-lun-pai itu. Dan kemudian disusul kematian susiok Thian Khi Hwesio dan Huang-ho Sin-to. Tidak ada di antara kedua perkumpulan yang melihat sendiri pembunuhan itu, hanya mendengar dari penuturan orang luar yang bernada mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Kun-lun-pai. Aku yakin bahwa agaknya ada hubungannya antara pembunuhan terhadap dua orang Kun- lun-pai yang pertama dengan pembunuhan terakhir ini. Dan pembunuhnya hendak mengadu domba antara kedua golongan.#

#Akan tetapi, bagaimana kita dapat mengetahui bahwa dugaanmu itu benar, Tan- taihiap?# Tiong Tek Seng-jin membantah.

#Memang belum ada buktinya dan sayalah yang akan melakukan penyelidikan. baru- baru ini, susiok Thian Khi Hwesio telah datang mencari saya dan meninggalkan pesan agar saya melakukan penyelidikan tentang diri orang she Lee yang mengaku murid Siauw-lim-pai dan telah membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai. Kini tugas saya bertambah, yaitu menyelidiki peristiwa pembunuhan diri susiok Thian Khi Hwesio dan juga Huang-ho Sin-to. Saya mempunyai dugaan bahwa pembunuhnya tentulah juga orang yang mengaku murid Siauw-lim-pai itu. Jelas dia bermaksud mengadu domba. Saya harap cu-wi percaya kepada saya dan untuk sementara bersabar menanti hasil penyelidikan saya dan jangan sampai timbul timbul salah paham di antara kedua golongan.# Para tosu dan hwesio saling pandang lalu mengangguk- angguk.

#Keadaan negara sedang kacau seperti ini, sungguh amat merugikan rakyat kalau sampai di antara golongan kita sendiri terjadi permusuhan,# demikian Ci Kong mengakhiri bujukannya yang diterima oleh kedua belah pihak dengan penuh pengertian.

Merekapun lalu saling berpisah, kembali ke kuil masing-masing, sedangkan Ci Kong melanjurkan perjalanannya untuk melakukan penyelidikan. Seperti telah diceritakan di bagian depan, mula-mula Ci Kong tertarik akan perjuangan yang dipimpin oleh Ong Siu Coan dan bersama banyak orang gagah diapun membantu perjuangan Ong Siu Coan pemimpin pasukan Tai Peng itu, sehingga pasukan Tai Peng berhasil menguasai beberapa daerah di selatan. Akan tetapi, setelah melihat sepak terjang Ong Siu Coan dan pasuikannya yang tidak berdisiplin, melihat betapa pasukan itu melakukan perampokan, pembunuhan dan pemerkosaan seperti penjahat, Ci Kong dan banyak pendekar meninggalkan pasukan itu. Ong Siu Coan yang sudah memperoleh kemenangan itu tidak perduli dan melanjurkan penyerbuan pasukannya ke Peking.

Namun, akhirnya penyerbuan itu dipukul mundur dan dia lalu menjadi raja besar di Nan-king! Itulah sebabnya Ci Kong pulang menyusul isterinya yang telah pergi ke puncak Naga Putih di Pegunungan Wu-yi-san. dan begitu tiba di sana, dia mendengar dari isterinya akan kunjungan Thian Khi Hwesio wakil ketua Siauw-lim- pai yang minta bantuannya untuk membersihkan nama Siauw-lim-pai. Biarpun kini balatentara Tai Peng yang dipimpin Ong Siu Coan telah menduduki daerah selatan, namun keluarga kaisar di istana agaknya sama sekali tidak merasa prihatin.

Kaisar Hsian Feng masih saja mengejar kesenangan melalui wanita- wanita cantik sehingga dia sendiri tidak tahu betapa di istananya sendiripun terjadilah hal- hal yang amat memalukan dan mendatangkan aib bagi keluarga kaisar.

Yehonala Si Anggrek Mungil, gadis cerdik dan cantik manis yang kini naik derajatnya dari selir baru menjadi permaisuri kedua karena setahun setelah berhasil digauli kaisar lalu mengandung dan melahirkan seorang putera, makin lama semakin merasa tersiksa. Biarpun ia telah diangkat menjadi permaisuri kedua sebagai ibu pangeran mahkota, dan ia hidup penuh dengan kemewahan dan kehormatan, namun wanita muda yang berdarah panas ini merasa kesepian! Makin jarang kaisar bermalam di dalam kamarnya, dan kalau sekali waktu kaisar berkunjung dan menggaulinya, ia tidak pernah dapat merasa puas. Biarpun Kaisar Hsian Feng masih muda belum tiga puluh tahun usianya, namun tubuhnya menjadi lemah sekali. Hal ini adalah akibat dari pengumbaran nafsu secara berlebihan,

Melebihi batas kemampuan dan kekuatannya sendiri dan selalu mengandalkan obat kuat dan obat perangsang yang diminumnya. Di dalam tubuh telah terdapat batas- batas, ukuran dan timbangan yang sempurna, yang mengatur pembagian kekuatan dalam tubuh. Kalau orang memaksa diri dengan bantuan obat perangsang, maka dia merugikan diri sendiri, bahkan membahayakan kesehatan dan kesempurnaan diri sendiri. Pertama dia akan menjadi kecanduan dan ketergantungannya kepada obat kuat dan obat perangsang merupakan racun bagi dirinya. Tanpa bantuan obat, dia akan kehilangan segala kekuatan dan kemampuannya. Kedua, pemaksaan dengan obat perangsang ini akan menyedot dengan paksa kekuatan yang sebetulnya harus mejadi cadangan, disedot habis dan tentu saja hal ini amat merusak kesehatan dan melemahkan tubuh.

Hidupnya akan tergantung kepada obat dan sekali obat itu ditinggalkan, dia akan menjadi mayat hidup yang tidak ada gunanya lagi. Dan betapapun baiknya obat, apalagi obat perangsang, kalau terlalu banyak dipakai tentu akan menimbulkan akibat-akibat sampingan yang buruk. Segala hal yang berlebihan dan tidak wajar tentu berakibat buruk. Gairah berkobar di dalam dirinya yang tak pernah dapat disalurkan makin bertumpuk dan membuat Yehonala menjadi pemarah dan pemurung.

Sepasang alisnya yang kecil panjang hitam melengkung seperti dilukis itu hampir selalu berkerut, sepasang matanya menjadi suram padahal biasanya bening dan amat tajam seperti mata burung Hong, senyumnya yang biasanya selalu menghias mulutnya yang mungil itupun menghilang. Wajahnya muram dan lesu, seperti setangkai bunga kurang siraman air dan menjadi kekeringan.

Li Lian Ying adalah seorang di antara para thaikam (orang kebiri) yang bertugas di dalam istana. Dia baru berusia dua puluh tiga tahun, bertubuh tegap gagah, namun wajahnya buruk, penuh bekas cacar, menjadi bopeng dan kehitaman. Namun, Li Lian Ying ini memiliki keahlian. Dia pandai sekali menata rambut, membuat sanggul dan meriasnya. Selain itu, diapun ahli dalam hal ilmu pijat sehingga dia merupakan seorang hamba yang disuka oleh Yehonala karena keahliannya itu. Dan biarpun ujud tubuh Li Lian Ying seorang pria, namun sebagai seorang thaikam, tentu saja Yehonala tidak malu-malu lagi terhadap pria yang sudah kehilangan kejantanannya ini, yang sudah menjadi manusia kepalang tanggung, pria bukan wanitapun bukan.

Li Lian Ying yang cerdik dan berwatak penjilat itu tentu saja maklum akan keadaan Yehonala yang selalu termenung dan muram. Karena kaisar jarang datang berkunjung, pemaisuri kedua ini tidak berminat lagi untuk berdandan, padahal dahulu ketika masih menjadi kekasih kaisar, setiap hari Li Lian Ying yang menata rambutnya, bahkan membantunya mandi, memijatinya dan memberi nasihat-nasihat untuk menjaga kecantikan wajah dan tubuhnya. Dia merasa kasihan, juga merasa rugi karena kalau dapat berjasa terhadap permaisuri kedua yang royal ini, banyak hadiah yang diterimanya. Kalau permaisuri kedua ini selalu berduka, diapun mengalami musim kering! Pada suatu senja, ketika dia melihat permaisuri muda itu duduk termenung dengan rambut kusut, tidak mau pergi mandi padahal tempat mandi yang mewah telah penuh dengan air bunga, Li Lian Ying dengan hati-hati menghampirinya.

#Sri Ratu, silakan mandi, hamba telah mempersiapkan air hangat bercampur air mawar yang harum,# katanya dengan suara lembut dan penuh hormat. Dengan malas- malasan Yehonala menoleh dan alisnya berkerut.

#Untuk apa aku mandi dan bersolek diri? Aku tidak ingin mandi, Li Lian Ying. Pergilah dan tinggalkan aku sendiri, biarkan aku duduk seorang diri.# Beberapa orang dayang yang berada di situ juga ikut membujuk, namun puteri jelita itu bahkan sama sekali tidak menanggapi atau menjawab bujukan mereka sehingga mereka ketakutan dan tidak lagi berani bicara. Li Lian Ying yang disuruh pergi itu tidak beranjak dari tempat dia berlutut. Kemudin dengan suara halus ia berkata,

#Kenapa paduka membiarkan diri tenggelam di dalam duka dan nelangsa? Bukankah semestinya paduka hidup bersuka cita karena paduka telah dikaruniai seorang putera yang menjadi pangeran mahkota? Harap paduka ingat bahwa berduka menyesali nasib yang baik mengundang kemurkaan Tuhan. #

#Li Lian Ying, bagaimana aku dapat bergembira? Apa artinya semua kurnia ini? Aku tidak pernah dapat berdekatan dengan puteraku yang sejak lahir dibawa untuk dirawat oleh ahli-ahli perawat bayi dan pendidik-pendidik yang cerdik pandai!

Dan aku hidup kesepian. Sri Baginda telah melupakan aku......# dan Yehonala tak dapat menahan lagi tangisnya. Thaikam ini membiarkan junjungannya menangis. setelah tangis itu mereda dan semua penyesalan telah keluar melalui air ata, barulah dia berkata dengan halus,

#Sri Ratu, hamba mohon paduka dapat menenangkan diri. Harap paduka ingat akan kata-kata orang bijaksana bahwa kalau dalam rumah penuh makanan lezat dan udaranya sejuk menyegarkan, suami takkan pernah kelaparan dan malas meninggalkan rumah. Demikian pula keadaan di sini. Kalau paduka selalu berduka dan tidak mau merias diri, bagaimana kalau sewaktu-waktu Sri Baginda datang berkunjung? Apakah beliau akan merasa betah di sini, melihat paduka tidak berias dan bermuram durja? Marilah, Sri Ratu yang mulia. Marilah, hamba sekalian membantu paduka mandi, kemudian hamba akan memijiti tubuh paduka dan mengusir semua kelelahan lahir batin. setelah itu, hamba akan membuat sanggul yang indah pada rambut paduka.# Mendengar ini, para dayang ikut pula membujuk dan akhirnya Yehonala mengangguk setuju.

Ia membiarkan Li Lian Ying memondong tubuhnya dibawa ke kamar mandi dan ratu inipun dilayani Li Lian Ying dan para dayang, mandi di air hangat yang harum menyegarkan itu. Setelah mandi air hangat harum dan tubuhnya digosok minyak wangi, ratu itu lalu minta dipijat oleh Li Lian Ying yang memberi isyarat kepada para dayang untuk mengundurkan diri. Para dayang tidak berani lagi mengganggu.

Biasanya, kalau dipijat oleh thaikam itu, sang ratu lalu tertidur. Li Lian Ying mulai memijati tubuh yang indah itu. Akan tetapi sekali ini, caranya memijati tubuh itu lain daripada biasanya. Kalau biasanya, jari-jari tangannya yang ahli itu hanya melemaskan otot-otot yang kaku, membuka hambatan-hambatan pada jalan darah sehingga darah berjalan lancar kembali, Mengusir lelah dan ketegangan dengan mengendurkan urat-urat.

Akan tetapi sekali ini lain. Dia bukan hanya ingin mengusir lelah, melainkan ingin memberi kenikmatan kepada tubuh itu. Jari-jari tangannya membelai-belai penuh kemesraan, didorong oleh hatinya yang memang penuh dengan gairah yang tak terlaksana. Dia seolah-olah menggauli dan bermain cinta dengan wanita cantik itu melalui jari-jari tangannya! Dan Yehonala mula-mula terkejut, akan tetapi karena ia merasakan kenikmatan yang luar biasa, ia diam saja, bahkan pura-pura tertidur membiarkan Li Lian Ying memainkan jari-jari tangannya yang luar biasa pandainya itu! Dan berhasillah Li Lian Ying mengusir kekecewaan Yehonala, bahkan memberi kepuasan dan kenikmatan kepada wanita muda itu sampai Yehonala tertidur pulas dengan senyum menghias bibirnya.

Keberhasilan Li Lian Ying ini membuat dia semenjak saat itu menjadi kekasih Yehonala! Dia menjadi hamba yang dikasihi dan kini tugas thaikam itu setiap malam adalah menghibur Yehonala dengan jari-jari tangannya dan diapun menerima banyak hadiah dari permaisuri muda yang kini mulai lagi bersolek dan berwajah gembira penuh semangat hidup. Dan selain menjadi kekasihnya, juga thaikam yang buruk rupa namun memiliki kedua tangan yang amat pandai dan lidah yang pandai pula merayu menjilat, menjadi orang yang paling dipercaya oleh Yehonala, menjadi tangan kanannya! Demikianlah, keadaan pemerintah Kerajaan Ceng mengalami kerusakan luar dalam! Perkembangan kekuasaan Tai Peng di selatan seolah-olah tidak diperdulikan oleh kaisar yang lebih mementingkan kesenangan pribadi. Para pendatang kulit putih merasa gembira sekali melihat perkembangan pasukan Tai Peng yang menduduki wilayah selatan itu.

Inilah keadaan yang paling menguntungkan bagi mereka. Biarkan orang-orang pribumi itu saling hantam, itulah pendirian mereka. Dengan saling hantam, maka mereka akan menjadi lemah dan kalau mereka lemah, maka orang kulit putih yang dapat menarik keuntungan sebesarnya. Bermunculanlah di antara orang-orang kulit putih itu petualang-petualang yang memancing di air keruh, mempergunakan kesempatan dalam kesempitan. Mereka kini tidak hanya menyelundupkan candu, melainan juga menyelundupkan senjata! Senjata api yang amat dibutuhkan kedua belah pihak, baik pemerintah Mancu untuk membasmi pemberontak maupun pihak pemberontak itu sendiri. Dan tentu saja senjata-senjata itu dijual dengan mahal sekali, beberapa kali lipat harga belinya dari pabrik senjata di barat!

Orang-orang kulit putih menyebar mata-mata yang pandai, yang tugasnya untuk mengobarkan perang saudara, untuk memperbesar pertentangan di samping meneliti keadaan. Maka terjadilah perang sembunyi antara mata-mata ketiga pihak, yaitu para mata-mata orang kulit putih yang tidak selalu terdiri dari orang kulit putih, melainkan bayak pula mata-mata bangsa pribumi yang telah dapat dibeli oleh orang kulit putih, kemudian mata-mata pemberontak Tai Peng dan mata-mata pemerintah Mancu sendiri. Biarpun kini pasukan Tai Peng tetap bertahan di Nan- king dan daerahnya di selatan dan tidak pernah dapat menyerbu sampai lewat tapal batas, namun pertempuran masih terus menerus terjadi antara pasukan pemeritah maupun pasukan pemberontak. Yang celaka adalah dusun-dusun yang dilanda perang. Setiap dusun yang dimasuki pasukan, baik pasukan pemerintah maupun pasukan pemberontak,

Tentu terjadi korban perampokan, pembakaran, pembunuhan dan perkosaan. Pasukan pemerintah mengamuk di dusun-dusun dengan dalih melakukan pembersihan dan menuduh penghuni dusun sebagai anggauta pemberontak. Adapun pasukan pemberontak mengacau dusun-dusun itu karena memang hendak melampiaskan kebuasan mereka. Pada suatu senja, sekelompok pengungsi lari meninggalkan perkampungan mereka karena tempat itu dilanda perang antara sekelompok pasukan pemberontak Tai Peng melawan pasukan pemerintah yang meronda. Para penghuni dusun itu menjadi panik dan merekapun berhamburan melarikan diri megungsi, tidak sempat lagi membawa barang- barang berharga karena kalau keadaan sudah seperti itu, yang teringat hanyalah menyelamatkan nyawa. Di antara kurang lebih tiga puluh orang itu terdapat seorang wanita yang amat menarik perhatan. Pakaiannya biasa seperti pakaian para wanita petani lainnya, sederhana sekali. Akan tetapi yang membuat ia nampak aneh dan menonjol adalah warna rambut dan matanya. Rambutnya kuning keemasan dan matanya berwarna biru! Kulit tubuhnya, walaupun banyak terbakar sinar matahari seperti wanita petani lainnya yang berada dalam rombongan pengungsi itu masih nampak putih sekali.

Jelaslah bahwa ia seorang wanita kulit putih yang tentu saja amat berbeda dari para wanita petani dalam kelompok itu. Wanita itu, yang usianya tiga puluh tahun lebih, nampak menggandeng seorang anak laki-laki berusia kurang lebih tiga belas tahun.

Anak laki-laki yang rambutnya hitam kulitnya kekuningan seperti anak-anak biasa, akan tetapi sepasang mata anak inipun biru, dan bentuk wajahnya tampan sekali.

Siapakah wanita kulit putih ini? Ataukah ia seorang bule? Bukan, ia bukan bule, melainkan seorang kulit putih aseli. Namanya adalah Sheila. Belasan tahun yang lalu, sebelum Perang Madat terjadi, Sheila adalah puteri tunggal dari opsir Hellway, seorang opsir pembantu Kapten Elliot yang tinggal di Kanton. Ketika terjadi pemberontakan Perang Madat, dalam usahanya untuk melarikan diri bersama keluarganya, opsir Hellway dan keluarganya tewas, kecuali Sheila. Sheila dilarikan pemberontak dan nyaris diperkosa, ketika muncul seorang pendekar bernama Gan Seng Bu, sute dari Ong Siu Coan yang kini menjadi raja kaum Tai Peng, dan pendekar ini menolongnya.

Akhirnya, terjadilah jalinan cinta kasih antara Sheila dan pendekar Gan Seng Bu ini. Mereka lalu menikah dan hidup di antara para pendekar yang memberontak terhadap kerajaan Mancu, hidup sderhana di antara penduduk dusun yang menjadi petani. Karena amat mencinta suaminya, Sheila rela merobah hidupnya, dari puteri opsir yang biasanya hidup mewah, dihormati dan dimanja, kini hidup sederhana.

Setelah kandungannya terlahir, ia memberi nama Gan Han Le atau panggilannya sehari-hari menurut lidah Inggrisnya, Henry. Dengan penuh cinta kasih, Sheila merawat dan mendidik puteranya seorang diri saja. Sudah kerap kali datang lamaran dari bermacam pria, ada penduduk dusun, ada pula teman seperjuangan suaminya, pendekar-pendekar perkasa.

Namun semua pinangan ditolak dengan lembut oleh Sheila. Karena Gan Han Le atau Henry merupakan seorang anak laki- laki yang manis, banyak orang menyukainya, bahkan teman-teman seperjuangan mendiang Gan Seng Bu ada yang mengajarnya dengan ilmu silat. Kemudian, ketika Han Le berusia tiga belas tahun, dusun itupun dilanda pertempuran dan terpaksa Sheila mengajak puteranya untuk lari mengungsi bersama para penghuni lain. Kelompok mereka sejumlah tiga puluhan orang masuk keluar hutan dan naik turun gunung, dan pada senja hari itu, kelompok mereka yang kelelahan tiba di tepi sebuah hutan. Mereka bersepakat untuk memasuki hutan itu dan bersembunyi di situ sambil melewatkan malam melepaskan lelah untuk melanjutkan pelarian mereka besok pagi.

Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati mereka ketika tiba-tiba terdengar sorak sorai dan dari dalam hutan itu bermunculan belasan orang laki- laki yang nampak buas-buas. Mereka mengenakan pakaian seragam dan memegang golok di tangan, dan melihat pakaian mereka, para pengungsi itu menggigil ketakutan karena tahu bahwa mereka adalah sekelompok pasukan pemberontak Tai Peng.! Mereka sudah sering mendengar akan kekejaman pasukan ini, maka tentu saja para pengungsi itu ketakutan dan mereka berserabutan melarikan diri. Akan tetapi, gerombolan pasukan itu tertawa dan berteriak-teriak, dan dengan gerakan cepat mereka lari mengepung sehingga kelompok pengungsi itu terkepung dan tidak dapat melarikan diri lagi, kecuali bergerombol dengan muka pucat dan tubuh menggigil. Sambil berteriak-teriak bagaikan segerombolan iblis atau binatang buas, belasan orang pasukan Tai Peng lalu menyerbu.

Golok mereka berkelebatan dibarengi suara teriakan dan ketawa mereka dan berjatuhanlah beberapa orang laki-laki, wanita tua dan kanak-kanak di antara para pengungsi. Tentu saja keadaan menjadi geger, para pengungsi menjerit-jerit dibarengi suara ketawa orang-orang kejam itu. Tentu saja mereka hendak melakukan pesta pora seperti biasa, merampok barang bawaan para pengungsi, membunuhi pengungsi laki-laki, wanita tua dan kanak-kanak, menawan dan memperkosa wanita- wanita mudanya. Segera Sheila menjadi pusat perhatian dan perebutan mereka. melihat seorang wanita berambut pirang bermata biru yang demikian cantiknya, bagaikan segerombolan harimau melihat sekor domba muda, mereka itu menyerang dan ingin menubruk. Akan tetapi terdengar bentakan nyaring.

#Mundur semua! Yang ini untukku seorang, ha-ha-ha!# dan pemimpin gerombolan itu seorang laki-laki berusia empat puluhan tahun yang bermuka hitam penuh brewok, meloncat maju. Anak buahnya tidak berani membantah dan mereka melanjutkan pembantaian mereka sambil bersorak-sorak. Sementara itu si brewok yang kagum melihat kecantikan Sheila, sudah menghampiri dengan muka menyeringai dan tiba- tiba saja dia menubruk wanita itu dengan kedua lengan dikembangkan seperti seekor biruang yang menyerang. Sheila merasa ngeri sekali dan berusaha mengelak dengan loncatan kesamping, namun tangan kanan orang itu masih berhasil menangkap tepi bajunya.

#Breetttt......!# Baju itupun robek dan terbukalah bagian dadanya. Melihat bukit dada yang membusung itu, si komandan pasukan Tai Peng terbelalak kagum dan dia menelan ludah yang masih segar.

#Ha-ha-ha-ha, cantik...... cantik......!# kata si brewok itu yang melangkah maju menghampiri. Sheila mundur-mundur dengan muka pucat.

#Jangan ganggu ibuku!# Tiba-tiba Han Le yang masih kecil, baru berusia tiga belas tahun itu, meloncat ke depan dan menggunakan kedua tangannya untuk mendorong perut si brewok, menghalanginya mendekati ibunya.

#Minggir kau, setan cilik!# Si brewok membentak dan sekali dia menampar, pundak anak itu terpukul membuat dia terpelanting jatuh.

#Henry......!# Sheila menjerit. Akan tetapi Han Le bangkit lagi dan menyerang si brewok dengan marah. biarpun masih kecil, dia pernah belajar silat dan tubuhnya kuat, semangatnya juga besar apalagi melihat ibunya teranvam. Namun, seorang anak berusia tiga bels tahun, mana mungkin dapat melawan komandan pasukan itu yang kuat dan pandai ilmu silat? Si Brewok yang marah itu mengelebatkan goloknya. Si kecil Han Le berusaha mengelak, namun kalah cepat dan robohlah dia dengan berlumuran darah karena pahanya kesabet golok sehingga celana, kulit dan dagingnya robek.

#Henry......!# Sheila menjerit dan menubruk puteranya. Akan tetapi tiba-tiba lengannya ditangkap orang dan tubuhnya sudah dipeluk ketat oleh si brewok yang tertawa bergelak. Sheila meronta ketika komandan itu hendak memaksanya menerima ciuman mulut yang lebar dan basah.

#Manusia jahat!# tiba-tiba terdengar bentakan dan tiba-tiba si brewok merasa betapa kedua lengannya yang memeluk tubuh hangat wanita kulit putih itu menjadi lemas, kemudian diapun terbanting roboh oleh sebuah tendangan.

Komandan brewok terkejut dan marah bukan main melihat ada orang berani menyerangnya dan melepaskan wanita itu. Dia cepat bergulingan lalu memandang dan matanya terbelalak ngeri melihat betapa penyerangnya tadi adalah seorang laki- laki bertubuh jangkung yang mukanya seperti setan yang amat mengerikan! Muka itu buruk sekali! Kulit muka itu pletat-pletot tidak karuan lagi bentuknya, Hidungnya menyerong ke samping, mulutnya juga perot, matanya besar sebelah karena yang sebuah seperti pernah terobek, kedua telinganyapun mengeriput kecil. Pendeknya, muka itu menyeramkan sekali, muka yang biasa digambarkan sebagai setan dan iblis dalam dongeng kanak-kanak! Bukan hanya mukanya yang buruk, juga bentuk tubuhnya agak bongkok, jalannya pincang dan lengan kirinya bengkok. Kini laki-laki itu menghampiri komandan brewok.

#Manusia jahat!# kembali terdengar suaranya. Komandan brewok itu cepat meloncat berdiri dan goloknya dibacokkan ke arah kepala orang itu. Si muka buruk itu tidak mengelak jauh, hanya miringkan kepala dan golok dengan kekuatan penuh menyambar ke arah lehernya! Si brewok menyeringai girang karena goloknya tentu akan memenggal leher si muka buruk itu.

#Takkk!# golok itu tepat mengenai leher, akan tetapi mental kembali dan pada saat si brewok terbelalak kaget, tiba-tiba si muka buruk menggerakkan tangan kiri tangan terbuka, menyambar ke arah dada lawan.

#Trrrakkkk......!# Tubuh si brewok terpelanting keras, dan dia roboh tak mampu bangkit kembali karena nyawanya sudah melayang ketika jari-jari tangan yang amat kuat itu membuat semua tulang iganya patah-patah dan jantungnya rontok!

Kini si muka buruk itu begerak ke sana-sini, mencegah gerombolan orang Tai Peng yang melakukan pembunuhan lebih lanjut dan ke manapun juga tubuhnya bergerak dan tangannya menyambar, tentu ada anggauta pasukan yang roboh. Demikian cepatnya dia bergerak, tidak perduli akan serangan golok para perajurit. Satu demi satu mereka roboh dan akhirnya belasan orang itu tewas semua terkena tamparan tangan si muka buruk yag luar biasa lihainya. Para pengungsi memandang dengan mata terbelalak, ada pula yang menangisi suami atau anak yang telah tewas dibacok pasukan Tai peng tadi. Setelah semua lawan roboh dan tewas, si muka buruk lalu membalikkan tubuhnya hedak pergi meninggalkan tempat itu tanpa bicara apapun.

Akan tetapi tiba- tiba Sheila berlari menghampiri dan menjatuhkan diri berlutut di depannya.

#Taihiap, kasikanilah kami...... tolonglah anakku yang terluka parah ini. #

Di antara keremangan cuaca senja, si muka buruk memandang wajah Sheila dan dia nampak terkejut sekali, sampai melangkah mundur dua kali.

Kemudian dia menghampiri Han Le yang roboh pingsan. Melihat luka dipaha anak itu, dia cepat menekan jalan darah untuk menghentikan darah yang mengucur keluar, kemudian tanpa banyak cakap dia memanggul tubuh Han Le ke atas pundaknya, lalu melangkah pergi. Sheila bergegas mengikutinya. Para pengungsi lain lalu mengangkut mereka yang tewas dan terluka, lalu pergi memasuki hutan yang mulai gelap.

***

Dua orang itu berkelebat bagaikan setan saja cepatnya, tahu-tahu mereka telah berada di tepi hutan di mana nampak belasan orang anggauta pasukan Tai Peng berserakan. Dua orang itu berdiri saling pandang dan nampaknya terkejut, apalagi melihat bahwa semua orang itu tewas tanpa ada tanda luka senjata tajam. Mereka lalu cepat menghampiri dan memeriksa mayat-mayat itu.

#Hemm, bekas tangan seorang yanglihai, sute,# kata orang yang mukanya merah dan bertubuh pendek besar, berusia kurang lebih empat puluh tahun dan mengenakan pakaian seorang ahli silat.

#Benar, suheng. Akan tetapi lihat, dia itu agaknya belum tewas,# kata orang kedua yang sebaya, tubuhnya tinggi kurus dan mukanya pucat. keduanya cepat mengampiri perajurit Tai Peng yang nampaknya belum tewas seperti yang lain, masih menggerak-gerakkan kaki tangannya. Keduanya berlutut dan si muka merah lalu menotok beberapa jalan darah.

#Katakan, siapa yang melakukan pembunuhan ini?# tanya si muka pucat. Karena totokan itu agaknya perajurit yang sudah sekarat tadi mampu mengerahkan tenaga dan mengeluarkan beberapa potong kata yang terputus-putus,

#Muka...... setan...... pengungsi......# Dia menuding ke arah hutan dan terkulai, tewas. Bagaikan kilat menyambar, kedua orang itu lalu berlompatan memasuki hutan yang sudah mulai gelap. Dua orang ini bukan orang sembarangan, menjadi pembantu-pembantu Ong Siu Coan dan merupakan tokoh-tokoh di antara para perwira pasukan Tai Peng. Mereka adalah kakak beradik seperguruan yang dikenal dengan julukan Tung-hai Siang-liong (sepasang Naga Lautan Timur). Berbeda dengan para pendekar seperti Tan Ci Kong dan yang lain-lain, biarpun tadinya membantu gerakan Tai Peng menyerbu dan bahkan menjatuhkan banyak kota, akan tetapi kemudian para pendekar itu mengundurkan diri dan meninggalkan Tai Peng melihat sepak terjang Ong Siu Coan dan pasukannya yang menyeleweng ke jalan sesat,

Masih banyak pedekar dan orang pandai yang tetap menjadi pembantu-pembantu setia dari Ong Siu Coan. Mereka adalah orang-orang yang berambisi memperoleh kedudukan tinggi, dan di antara mereka, termasuk Tung-hai Siang-liong. Mereka adalah dua orang yang memiliki ilmu silat campuran antara aliran Siauw-lim-pai dan Kong- thong-pai. Keduanya terkenal dengan Ilmu Pedang Khong-thong Kiam-sut yang cepat, dan memiliki dasar tenaga sinkang aliran Siauw-lim-pai. Karena kepandaian mereka yang tinggi, maka Ong Siu Coan mengangkat mereka menjadi pemimpin mata-mata yang bergerak di daerah perbatasan dan jasa mereka sudah banyak. Tidak mengherankan kalau kini mereka cepat dapat mengetahui hancur dan tewasnya pasukan kecil Tai Peng yang berjumlah empat belas orang itu.

Mudah bagi mereka menemukan sekelompok pengungsi yang berada di tengah hutan. Para pengungsi malam-malam itu mengubur jenazah-jenazah dan suasana di sekitar api unggun itu muram dan menyedihkan karena mereka berkabung. Banyak wanita yang menangis. Akan tetapi Tung-hai Siang-liong tidak perduli. Mereka muncul di dekat api unggun seperti setan dan si muka merah telah menyambar tengkuk seorang pengungsi pria, mengangkatnya tinggi-tinggi. Semua orang menjadi panik, terdengar jerit anak-anak dan para wanita yang masih belum kehilangan rasa takut dan ketegangan hati mereka sore tadi.

#Hayo katakan, siapa yang telah membunuh para perajurit itu? Di mana adanya si muka buruk?# bentak si muka merah. Pengungsi yang dicengkeram leher bajunya dan diangkat tinggi-tinggi itu menggigil ketakutan.

#Am...... ampun......saya...... saya tidak mengenalnya. Dia muncul...... dan dia membunuhi para perajurit...... kemudian bersama wanita kulit putih dan anaknya pergi ke barat sana. #

#Brukkk!# Si muka merah membanting tubuh pengungsi itu. Tubuh itu terbanting dan terguling ke dalam api unggun. Tentu saja dia berteriak-teriak kesakitan dan kepanasan. Dua orang itu sudah berkelebat lenyap dan kini para pengungsi baru berani menolong pengungsi yang kebakar pakaiannya itu sehingga dia dapat diselamatkan dari mati terbakar.

Sementara itu, si muka buruk yang bertubuh jangkung itu memanggul tubuh Han Le yang masih pingsan, melangkah menuju ke arah barat. Sheila mengikutinya dengan wajah tegang dan gelisah melihat betapa orang aneh yang berilmu tinggi itu tidak berkata apa-apa atau berbuat apa-apa terhadap puteranya yang masih terkulai di atas pundak orang itu. Sheila adalah seorang wanita kulit putih yang berhati tabah sekali. Sejak gadis, ia telah mengalami banyak hal yang hebat, menghadapi ancaman-ancaman bahaya dan hidup di samping suaminya yang menjadi pejuang. Akan tetapi, melihat puteranya dalam bahaya, ia merasa takut bukan main dan seluruh tubuhnya terasa lemas, kedua kakinya hampir tak dapat dipakai berjalan karena ia membayangkan bagaimana kalau sampai puteranya itu, satu-satunya orang yang kini dimilikinya di dunia ini, tewas!

#Taihiap...... taihiap tunggulah dulu......# Akhirnya, tidak tahan melihat orang aneh itu diam saja, Sheila berkata dengan suara memohon. Laki-laki jangkung itu menghentikan langkahnya yang terpincang-pincang. Agaknya baru sekarang dia tahu atau ingat bahwa ibu anak yang dipanggulnya itu sejak tadi mengikutinya. Bulan sudah mencul dan sinar bulan menimpa muka yang buruk itu. Sepasang mata yang besar sebelah itu mencorong. Sheila menahan rasa seramnya melihat wajah itu dan iapun menjatuhkan diri berlutut di depan kaki orang yang mukanya seperti setan itu.

#Taihiap...... tolonglah anakku...... sembuhkanlah dia, aku khawatir sekali...... sejak tadi dia diam saja......# Sheila menahan isaknya. Ingin ia menjerit menangis saking gelisah hatinya melihat puteranya.

#Hemmm......# laki-laki muka buruk itu kini duduk di atas batu dan menurunkan tubuh Han Le dari atas pundaknya, mulai memeriksa. Tentu saja sejak tadi diapun tahu bahwa anak itu hanya pingsan dan tidak berbahaya keadaannya. Akan tetapi kini dia merasa kasihan melihat Sheila dan diapun mulai mengurut beberapa jalan darah di tubuh anak itu. Dan diapun terkejut dan girang karena begitu mengurut- urut, dia mendapat kenyataan bahwa anak ini memiliki tulang yang baik sekali, tubuhnya memenuhi syarat untuk menjadi seorang calon pendekar! Dia memberi obat bubuk pada luka di paha itu, dan membalutnya dengan robekan kain putih yang bersih. Setelah menotok beberapa jalan darah, Han Le mengeluh, membuka matanya.

#Ibuuu......# keluhnya.

#Henry, anakku....... Sheila cepat menghampiri dengan girang bukan main. Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring dan ada angin pukulan menyambar ke arah mereka. Si muka buruk cepat mendorong tubuh Sheila dan Han Le yang sedang berangkulan itu sehingga ibu dan anak itu terlempar dan terguling-guling, sedangkan si muka buruk sediri sudah meloncat ke samping.

#Darrr....... Terdengar suara keras dan batu yang diduduki si muka buruk itupun pecah berantakan terkena hantaman tangan seorang laki-laki muka merah dan seorang laki-laki muka pucat. Dapat dibayangkan betapa lihainya dua orang mata- mata pembantu Ong Siu Coan ini yang sekali pukul dapat menghancurkan batu besar! Kalau pukulan mereka tadi mengenai tubuh, dapat dibayangkan betapa hebat akibatnya, mungkin kini tubuh si muka buruk, Sheila dan puteranya sudah hancur dan tewas!

Kini si muka buruk sudah berdiri dengan kedua kaki terpentang lebar, menghadapi dua orang itu. Setelah dia tidak melangkah dan tidak nampak pincangnya, dan cuaca yang remang-remang agak menyembunyikan keburukan wajahnya, si muka buruk nampak gagah perkasa ketika berdiri tegak dengan kaki terpentang menghadapi lawan itu. Mereka saling pandang, seperti ayam aduan tengah berlaga. Dua orang tokoh Tai Peng itu memandang penuh perhatian dan diam-diam mereka merasa heran sekali. Melihat betapa si muka buruk tadi mampu menghindar dari serangan mereka, jelaslah bahwa dia seorang yang berilmu. Akan tetapi mengapa mereka tidak mengenal orang ini? Mereka sudah biasa malang melintang di dunia persilatan, namun belum pernah mereka melihat, bahkan mendengar tentang tokoh yang wajahnya seperti setan ini.

#Engkaukah yang telah membunuh empat belas orang tentara Tai Peng di luar hutan itu?# si muka pucat bertaya, suaranya dingin dan pandang matanya penuh ancaman. karena mukanya yang pucat dan putih, dia dijuluki Tung-hai Pek-liong (Naga Putih Laut Timur), sedangkan kawannya yang menjadi suhengnya itu dijuluki Ang-liong (Naga Merah) karena mukanya yang kemerahan.

#Benar, akulah yang melakukannya. Kiranya Tung-hai Siang-liong sekarang juga menjadi anggauta perampok-perampok Tai-Peng!# jawab si muka buruk. Dua orang itu terkejut dan si muka merah melangkah maju untuk memandang lebih tajam, namun tetap saja dia tidak pernah bertemu dengan orang ini dan tak pernah mendengar tokoh kang-ouw dengan muka seperti ini.

#Kiranya engkau telah mengenal kami. Siapakah engkau?#

#Sebut saja aku Bu Beng Kwi (Setan Tanpa Nama), aku tidak terkenal seperti kalian, akan tetapi juga tidak sesat seperti kalian yang membantu pasukan pemberontak.#

#Bu Beng Kwi, manusia sombong! Tai Peng adalah balatentara yang akan membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah Mancu! Tai Peng adalah pasukan para pejuang yang gagah perkasa, patriot-patriot yang mulia. #

#Hemm, sudah kubuktikan kegagahan mereka ketika mereka tadi merampok, membunuh dan mengganggu para pengungsi! Tai Peng telah diselewengkan, menjadi pasukan ganas yang jahat, dipimpin oleh Ong Siu Coan yang miring otaknya.#

#Keparat! Apakah engkau mata-mata pemerintah, penjilat Bangsa Mancu?# bentak si muka putih. #Ataukah barangkali engkau mata-mata orang kulit putih# tanya si muka merah sambil melirik ke arah Sheila.

(Lanjut ke Jilid 06)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar