Jilid 03

Rasa nyeri yang amat hebat membuat tubuhnya seperti kejang dan panas dan juga seolah-olah ada ribuan semut berapi yang mengigit seluruh tubuhnya. Pundaknya terasa seperti dibakar. Han Beng Tiba-tiba menjadi marah sekali pada ular itu. kepala ular itu masih menempel di pundaknya dan tubuh ular itu mulai membelit dada dan lehernya. 

Dia menjadi nekatdan dengan mengerahkan sepenuh tenaganya, dia menangkap tubuh ular itu, menariknya ke dekat tubuh ular itu, menariknya kedekat mulutnya dan diapun menggigit tubuh ular itu dibagian leher.

Begitu dia mengigit dengan sekuat tenaga sehingga menembus kulit ular yang licin dan amis itu, dia merasakan sesuatu yang manis dan juga amis membasahi mulutnya. Itulah darah ualar! Diapun teringat bahwa ular itu masih menggigitnya, pundaknya nyeri bukan main, maka dalam kemarahannya, untuk membalas kepada ular itu, diapun menggigit semakin kuat dan menghisap darah ular itu, ditelannya sampai berteguk-teguk! 

Aneh sekali, begitu dia menelan darah ular itu, hatinya merasa senang! Rasakan kamu, pikirnya. Kalau perlu, kita mati berbareng! Dia menghisap terus tanpa mengendurkan gigitannya sedikitpun juga.

Sementara itu, melihat kawannya digigit ular pada pundaknya dan tubuh ular itu membelit tubuh Han Beng, Giok Cu tidak tinggal diam. Ia tadi ditolong oleh Han Beng sehingga belitan ulr pada tubuhnya terlepas. Kini iapun tidak mau tinggal diam, dan ia pun meniru perbuatan Han Beng yang mengigit leher ualar.

Giok Cu tidak dapat membantu karena ia tidak memegang senjata, maka satu-satunyA senjatanya hanyalah gigi dan  iapun mengigit ekor ular itu sekuat tenaga! Dan seperti Han Beng, ia merasakan darah ular manis dan amis, akan tetapi ia tidak melepaskan gigitannya dan bahkan menghisap sehingga sedikit darah ular memasuki perutnya!

Tadinya, para tokoh kang-ouw mengerutkan alis dan marah melihat dan mendengar kegaduhan yang dibikin seorang anak perempuan, akan tetapi ketika mereka melihat bahwa yang kena pancing itu anak naga yang dijadikan rebutan, semua orang terkejut dan perahu-perahu itu meluncur datang. Karena banyaknya perahu, terjadi kekacauan dan ada perahu-perahu yang bertabrakan!

Hal ini membuat mereka agak lambat mendekati Han Beng dan Giok Cu yang bergulat dengan ular yang oleh para tokoh kang-ouw disebut anak naga itu.

Han Beng terus menggigit leher ular dan menghisap darah ular sekuatnya. Demikian pula Giok Cu yang juga menghisap darah ular yang dirasakan manis dan amis itu. akan tetapi karena anak perempuan itu menggigit baagian ekor ular atau “Anak Naga” itu, darahnya dihisapnya tidaklah sebanyak yang dihisap Han Beng.

Han beng yang tadinya merasa pundaknya yang digigit itu amat nyeri dan panas, bahkan tubuhnya seperti ditusuki ribuan jarum di dalam, kini merasa betapa ada hawa panas yang berputaran di seluruh tubuhnya dan rasa nyeri di pundak itu pun lenyap. 

Kini terganti oleh hawa panas yang seolah-olah membakar tubuhnya didalam. Karena siksaan hawa panas itu di menjadi nekat dan menggigit semakin kuat. Kini gigitan ular pada pundaknya terlepas dan ular itu menjadi lemas gerakannya tidak sekuat tadi. Pada saat itu, sebuah perahu sudah datang paling dekat dan seorang kakek tua berperut gendut dengan muka selalu berseri, mulut yang selalu menyeringai, telah menggerakkan tangannya dan di lain saat, kakek itu telah menyambar tengkuk Han Beng dan ditariknya anak itu naik keAtas perahunya.

Han beng yang sudah berkunang matanya, pening kepalanya dan hawa panas seperti membakar seluruh isi perut dan kepala, seperti tidak sadar bahwa ia diangkat orang naik ke perahu. Dia masih terus menggigit leher ular dan menghisap daraahnya, dan ketika dia ditarik ketas perahu, ular itu pun ikut pula tertarik.

Dan di ujung ularitu, Giok Cu yang menggigit ekor dan menghisap darah, ikut pula tertarik! Anak perempuan ini pun mulai merasa pening dan tubuhnya terasa panas seperti dibakar.

Biarpun ia tidak sehebat Han Beng terasa oleh hawa panas karena darah ular yang dihisapnya tidak sebanyak yang dihisap Han Beng, namun ternyata hawa panas dalam tubuhnya hampir tak tertahankan dan anak perempuan ini pun dalam keadaan tidak begitu sadar ketika tubuhnya tertarik ke atas perahu kakek gendut.

Kakek gendut yang kepalanya bulat seperti bal itu terkekeh girang melihat anak naga yang masih menggeliat-geliat lemah.

“Ha-ha, anak naga terdapat olehku ha-ha!”

Dia menangkap tubuh ular itu dan terdengar dia berteriak kaget

“Wah, celaka! Anak naga ini hampir mati, darahnya hampir habis! Wah, kiranya kau hisap darahnya, anak setan!” Kakek gendut berkepala bulat itu adalah seorang tokoh kong-ouw kenamaan bernama Ci Kai Liat, seorang bajak sungai yang terkenal lihai sekali dan ditakuti banyak orang. Biarpun mukanya selalu berseri dan mulutnya selalu menyeringai lebar, nampaknya seperti orang yang selalu riang dan ramah, namanya sesungguhnya dia memiliki watak yang amat kejam dan berdarah dingin.

Dia dapat membunuh atau menyiksa orang sambil tertawa- tawa, dan melihat penderitaan orang lain seperti sebuah hal yang amat menggembirakan dan lucu.

Ci Kiat Liat marah sekali melihat bahwa “Anak Ular” itu sudah hampir habis darahnya, dihisap oleh anak laki-laki dan anak perempuan itu, akan tetapi sebelum dia menentukan apa yang harus dilakukannya, tiba-tiba nampak bayangan hitam meluncur datang. Sebuah perahu yang didayung oleh Liu Bhok Ki sudah tiba dan kakek perkasa ini membentak dengan suaraa keren.

“Bajak Hina Ci Kai Liat, berikan anak naga itu kepadaku!” Berkata demikian, Liu Bhok Ki meloncat keatas perahu 

bajak itu. ci Kai Hiat sudah mengenal pria perkasa itu, maka 

dia melepaskan ular yang sudah lemas dan masih digigit oleh Han Beng dan Giok Cu, lalu menyambut tubuh Liu Bhok Ki dengan hantaman dayungnya yang terbuat dari pada baja! Dihantamkan sekuat tenaga kearah kepala orang yang melompat ke perahu itu.

“Dukkkk!” Liu Bhok Ki menangkis dengan lengannya dank arena tubuhnya masih berada di udara, pertemuan tenaga itu membuat tubuhnya melayang kembali ke atas perahunya sendiri, sedangkan Ci Kai Hiat terjengkang di dalam perahunya karena hebatnya benturan lengan Liu Bhok Ki ketika menangkis dayungnya. Dari kenyataan ini saja dapat diketahui bahwa dalam hal tenga sin-kang bajak ini bukanlah lawan Liu Bhok Ki yang lihai.

“Hayo, lepaskan anak naga ini!” Ci Kai Hiat membentak dan dia menendang tubuh Giok Cu. Anak perempuan yang sudah merasa pening ini terkena tendangan, gigitannya pada ekor ular terlepas dan ia pun terjatuh ke dalam air!

Melihat ini, han Beng marah sekali. Dia merasa bahwa darah ular itu telah habis dan ular itu agaknya sudah tidak mampu bergerak lagi. Akan tetapi dia tidak sudi menyerahkan ular kepada si Gendut yang dengan kejam menendang Giok Cu, maka dia segera melemparkan tubuh ular yang sudah lemas itu kearah perahu yang di tumpangi Liu Bhok Ki!

Orang gagah ini segera menangkap “anak naga” itu dan tanpa ragu-ragu lagi, dia lalu menggigit kepala naga sampai pecah, dan didalam kepala itu terdapat sebuah benda kuning, seperti kuning telur. Cepat benda ini dimasukkan ke dalam mulut dan ditelannya!

Tiba-tiba wajah Liu Bhok Ki menjadi pucat, kerut merut dan dia menggigit bibirnya. Terasa betapa perutnya seperti diremas-remas dari dalam, nyeri bukan main dan akhirnya, orang gagah perkasa itu roboh pingsan di dalam perahunya!

Sementara itu, Han beng sudah meloncat ke dalam air untuk menolong Giok Cu kalau-kalau anak perempuan itu terancam bahaya. Namun, dia merasa lega melihat Giok Cu berenang dan dalam keadaan selamat.

“Giok Cu ……!” Han Beng berseru “Mari kita kembali ke perahu kita!”

“Han Beng, aku….. aku pening sekali……” Anak perempuan itu terengah-engah. Han beng juga merasa pening sekali, dan  tubuhnya seperti sebuah balon yang penuh dengan hawa panas, seperti akan meledak setiap saat. Namun dia tidak mau menyatakan hal ini, melainkan menangkap lengan Giok Cu da menariknya.

“Hayo kita cari perahu kita… ”Akan tetapi, biarpun bulan 

purnama menerangi permukaan air, tetap saja sukar untuk mencari perahu keluarga mereka diantara banyak perahu berseliweran itu.

“Ha-ha, kau hendak pergi ke mana.’ Tiba-tiba ada suara terdengar di dekat mereka. Kiranya kakek gendut berkepala bulat tadi sudah berada di dekat mereka sambil menyeringai. “Anak naga tidakdapat, akan tetapi darah naga bisa kuperoleh dari tubuh kalian. Ha-ha-ha! Mari ikut dengan aku, ana-anak manis!” Orang itu adalah Ci Kai Liat. Setelah melihat betapa anak naga itu tadi terjatuh ke tangan Liu Bhok Ki, Ci Kai Liat merasa terkejut, menyesal dan penasaran. Namun, dia teringat betapa dua orang anak itu telah menghisap darah anak naga sampai hampir habis. Dengan demikian, darah kedua orang anak itu amat bermanfaat, mengandung darah naga! Demikian dia mendengar dongeng tentang naga. Maka, kini timbul niatnya untuk menangkap dua orang anak yang telah minum habis darah naga, dan dia akan mengambil darah kedua orang anak itu.

“Tidak, tidak sudi ikut denganmu” Han Beng membentak. Anak ini memang memiliki ketabahan luar biasa disamping 

keuletan dan tahan uji. Tubuhnya seperti dibakar dari dalam, kepalanya pening berdenyut-denyut, namun, dia masih tabah menghadapi kakek gendut yang menyeringai menyeramkan itu. Bahkan, ketika kakek itu mengulurkan tangan hendak menangkapnya, Han Beng mengelak dengan menyelam. Akan tetapi, dia tidak tahu bahwa dia berhadapan dengan seorang bajak sungai yang tentu saja mempunyai keahlian di dalam air selain ilmu silat yang tinggi. Dia tidak mungkin dapat meloloskan diri hanya dengan menyelam terhadap pengejaran  kakek ini. Tahu-tahu Han Beng sudah tertangkap lengannya dicengkeram kakek itu. Melihat Han Beng meronta-ronta hendak melepaskan diri dari pegangan kakek itu Giok Cu menjadi marah. Ia tidak rela melihat temannya ditangkap, maka anak perempuan yang pandai renang ini pun meluncur maju dan memukul tangan kanannya kea rah punggung kakek itu.

“Lepaskan dia! Lepaskan!”

“Dukkk!” Pukulan kepalan kecil ke arah punggung itu mengejutkan Ci Kai Liat karena terasa kuat dan menimbulkan nyeri pada punggungnya! Tak disangkanya anak perempuan kecil itu memiliki tenaga sebesar itu. Punggung seperti dipukul palu besi dengan keras. Untung dia memiliki kekebalan. Dia pun membalik dan menangkap pula lengan Giok Cu dan menyeret kedua orang anak itu dan membuat mereka lumpuh tak mampu bergerak lagi. Dengan mudah dia melemparkan tubuh kedua anak itu ke atas perahunya dan dia sendiri menyusul naik.

“Heh-heh-heh, mari ikut dengan aku, anak-anak manis!” katanya sambil mulai mendayung perahunya.

Han Beng yang tetotok tadi, seketika menjadi lumpuh kaki tangannya. Akan tetapi hanya sebentar saja karena hawa panas itu membuat tubuhnya pulih kembali dan dia mampu bergerak lagi. Dia bangkit duduk dan membentak.

“Kakek jahat! Mau apa engkau membawa kami berdua? Kami ingin kembali kepada keluarga kami”

“Ehhh……??!” Ci Kai Liat terkejut sekali melihat Han Beng telah dapat Bergerak lagi. Bagaimana mungkin ini? Totokannya amat kuat. Dan dia melihat anak perempuan itu pun mulai menggerak-gerakkan kakinya! Dia pun teringat! “Aha, kalian sudah menghabiskan darah naga, di tubuh kalian ada darah naga! Kalian harus ikut bersamaku!” dan lalu menubruk Han Beng dan sebelum pemuda itu mampu meronta, dia sudah menotoknya lagi dan dalam keadaan lumpuh sementara itu, Han Beng diikat kaki tangannya. Juga Giok Cu diikat kaki tangannya oleh kakek gendut.

“Hem, bajak rendah, berikan kedua orang anak itu kepadaku!” tiba-tiba terdengar bentakan halus dan nampak sebuah perahu meluncur cepat sekali, tahu-tahu perahu itu sudah dekat dan penumpangnya hanya seorang wanita cantik yang berpakaian mewah, sikapnya dingin dan angkuh. Melihat wanita ini, wajah Ci kai Hiat berubah pucat. Tentu saja dia mengenal Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu.

“Ban-tok Mo-li, engkau carilah anak naga, aku tidak akan mencarinya lagi, aku …… aku suka kepada dua orang anak ini, hendak kuajak pulang, karena aku tidak mempunyai anak, tidak mempunyai murid. Harap jangan halangi aku, Mo-li ” 

katanya dengan suara jelas mengandung rasa takut menghadapi wanita cantik itu.

“Berani engkau hendak membohongi aku?” wanita itu membentak.

Tiba-tiba tubuhnya seperti terbang melayang dan tahu-tahu ia sudah berada diatas perahu Ci Kai Liat yang menjadi semakin pucat. Bau harum yang aneh menyengat hidung dan Ci kai Liat yang biasanya merupakan seorang bajak yang amat kejam dan tidak mengenal takut, sekarang nampak menggigil.

Sungguh mengherankan sekali betapa seorang bajak yang diikuti banyak orang itu kini menggigil berhadapan dengan seorang wanita cantik. “Hayo terangkan mengapa engkau hendak mengambil darah kedua orang bocah ini!” Ia mengacungkan jari telunjuknya yang berkuku panjang dan kini Ci Kai Liat bergidik.

“Maaf, Mo-li. Aku tidak ingin berbohong. Kedua orang anak ini …… entah bagaimana tadi dibelit dan digigit anak naga! 

Dan kedua orang bocah ini juga menggigit, bahkan menghisap darah anak naga sampai kedalam tubuh mereka. Oleh karena itu ”

“Pergi kau! Dua orang anak ini untuk aku!” tiba-tiba kaki wanita itu bergerak.

Cepat sekali tendangannya itu dan tahu-tahu tubuh Ci Kai Liat yang gendut telah terlempar kedalam air!

“Byuuuur !” air muncrat dan Ci kai Liat menyelam, tidak 

berani muncul ke permukaan air sebelum jauh dari perahunya yang kini dirampas wanita itu berikut dua orang anak kecil. Dia menyumpah-nyumpah, namun tetap saja tidak berani berbuat sesuatu. Ci kai Liat sudah mengenal benar siapa adanya Ban- tok Mo-li Phang Bi Cu, bahkan pernah dia hampir tewas di tangan iblis betina itu. maka kini, begitu bertemu dia seperti tikus bertemu seekor kucing.

Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu mendekati dua orang anak yang terikat itu, tidak tahu bahwa Ci kai Hiat yang penasaran, melampiaskan rasa penasarannya dengan mengabarkan tentang dua orang anak yang menghisap habis darah anak naga itu kepada para tokoh kang-ouw yang berputar-putar di sekitar tempat itu.

Kini semua tokoh sudah tahu belaka bahwa naka ulat telah hilang, darahnya telah disedot habis oleh dua orang anak kecil laki-laki dan perempuan yang kini tertawan oleh ban-tok Mo-li. Ketika Ban-tok Mo-li meraba tubuh Han Beng dan Giok Cu, ia terkejut dan menarik kembali tangannya. Wajahnya berseri dan matanya berkilat. Tubuh dua orang anak kecil itu panas seperti api!

“Bagus,” katanya mengangguk-angguk

“Kalian harus ikut denganku!” Ia pun mempergunakan dayung untuk mengerakkan perahu meninggalkan tempat itu.

Tiga buah perahu, masing-masing ditumpangi dua orang, menghadangnya. Mereka adalah enam orang tokoh kang-ouw yang juga mendengar berita yang disebar luaskan oleh Ci Kai Hiat, maka kini mereka menghadang perahu Ban-tok Mo-li dengan senjata terhunus. Dua orang memegang golok, dua orang lagi memegang pedang, dan dua orang yang lain memegang trisula. Wajah mereka garang dan agaknya enam orang itu walaupun bukan dari satu kelompok, karena jerih kalau harus menghadapi Ban-tok Mo-li sendiri saja, sudah sepakat untuk mengeroyok iblis betina ini.

“Hemmmm, kalian ini enam ekor tikus mau apa menghadang perahuku!” Ban-tok Mo-li berkata dengan suara dingin.

Seorang berkumis tebal yang memegang trisula, mewakili teman-temannya menjawab :

“Ban-to Mo-li, kami berenam mohon agar engaku suka menyerahkan seorang diantara dua orang anak itu kepada kami.”

Wanita cantik itu tersenyum. Senyuman yang membuat wajahnya manis sekali, akan tetapi juga penuh ejekan.

“Huh, enak saja berbicara. Tak seorangpun boleh menjamah dua orang anak yang menjadi milikku ini!” “Aih, Mo-li, harap berlaku adil dan jangan tamak. Seorang pun lebih dari cukup untukmu. Berilah yang seorang kepadaku agar dapat kami bagi berenam.”

“Tikus-tikus busuk, pergilah dan jangan ganggu aku! Ataukah kalian sudah bosan hidup barangkali?”

Karena mengandalkan banyak teman, enam orang ini tidak mau menyingkir bahkan mendekatkan perahu mereka, dengan senjata terangkat dan sikap mengancam mereka menyerbu.

“Berikan seorang kepada kami atau kami terpaksa akan merampas keduanya!” bentak pula si kumis tebal.

“Kiranya kalian sudah bosan hidup!” bentak Ban-tok Mo-li dan tanpa memperdulikan enam orang dalam tiga perahu itu, ia mendayung terus ke depan. Sebuah perahu menghadang didepan, yang du buah lagi menyerang dari kanan kiri. Enam orang itudengan nekat, berlompatan dari perahu mereka keatas perahu Ban-to Mo-li sambil menggerakkan senjata masing-masing!

Namun, ban-tok Mo-li Phang Bi Cu dengan sikap tenang saja menyambut serbuan enam orang itu dengan kipas ditangan kiri mengebut-ngebut lehernya seperti orang kepanasan, sedangkan tangan kanan tetap mendayung perahu. Melihat enam orang itu berloncatan, tiba-tiba ia menggerakkan kipasnya kekiri kanan dan depan. Terdengar suara berciut bersama dengan menyambarnya sinar hitam ketiga penjuru dan lima orang yang sedang berloncatan menyerbu itu mengeluaran teriakan dan tubuh mereka runtuk keatas air yang bergelombang.

Seorang diantara mereka berhasil menghindarkan diri dari sambaran jarum yang keluar dari gagang kipas dengan memutar pedangnya, dan dia berhasil turun keatas perahu didepan Ban-tok Mo-li.  Melihat lima orang temannya tewas semua, dia menjadi marah dan mengangkat pedangnya lalu menerjang Ban-to Mo- li yang masih duduk dengan tenang. Wanita itu tersenyum, lalu meludah kearah orang yang menyerangnya dengan pedang.

Air ludah meluncur keluar dari mulut yang manis itu, tepat mengenai muka si penyerang. Orang itu terkejut, lalu berteriak-teriak kesakitan sambil mencakari muka sendiri. Pedangnya terlempar dan dia pun roboh jatuh ke air sambil masih mencakari mukanya dan berteriak-teriak!

Han Beng dan Giok Cu yang dalam keadaan tertotok dan terbelunggu kaki tangan mereka itu menyaksikan ini semua dan keduanya terbelalak dengan muka pucat. Wanita cantik ini sungguh lihai bukan main, dalam sekejap mata lelaki yang berkepandaian tinggi. Han beng ngeri dan takut, akan tetapi juga kagum bukan main.

Kembali ada banyak perahu menghadang, bahkan kini mengepung. Tidak kurang dari lima belas buah perahu mengepung Perahu yang ditumpangi Ban-tok Mo-li, Han beng dan Giok Cu. Semua tokoh kini tahu belaka bahwa mereka tidak lagi memperbutkan anak naga, melainkan memperebutkan dua orang bucah yang kabarnya menghisap habis darah anak naga sehinggadua aorang bocah itu kini memiliki darah yang mengandung darah naga.

oooOOooo

Melihat betapa perahunya dihadang dan dikepung banyak orang, Ban-to Mo-li menjadi marah bukan main. Ia berhenti mendayung dan kini ia bangkit berdiri tegak di tengah perahunya, pedang telanjang di tangan kanan dan kipas di tangan kiri, sikapnya ganas dan penuh ancaman. Teriakan- teriakan banyak orang yang minta agar seorang diantara dua anak yang berada dalam perahunya diserahkan kepada mereka membuat Ban-to Mo-li mengerti bahwa mereka itu sudah tahu tentang dua orang bocah yang telah menghisap habis darah anak naga. Tahulah ia bahwa ia harus mempertahankan anak itu mati- matian dan banyak bicara tidak ada gunanya lagi. Perebutan anak naga itu kini berubah menjadi perebutan dua orang anak ini.

“Kalian ini tikus-tikus yang sudah bosan hidup!” teriaknya dan kipasnya dikebutkan kedepan, kanan dan kiri berhamburan jarum-jarum beracun yang amat berbahaya.

Senjata-rahasia ini amat kecil, berwarna hitam pula dan ketika meluncur keluar dari ujung gagang kipasnya amatlah cepatnya. Dalam cuaca yang hanya diterangi sinar bulan purnama, pula dengan adanya kebisingan mereka, bagaimana mungkin dapat melihat atau mendengar datangnya jarum- jarum pembawa maut itu?

Segera terdengar teriakan-teriakan kesakitan disusul robohnya banyak orang yang terjungkal dari perahu mereka kedalam air. Tubuh mereka diseret air yang mulai deras arusnya karena mereka semakin dekat dengan tepi pusaran air sudah mulai bergolak.

Terjadilah perkelahian hebat diatas permukaan air itu ketika ban-tok Mo-li di keroyok. Perahunya dikepung dan wanita itu dengan pedang di tangan ditangan kanan, kipas di tangan kiri, berkelabat dan berloncatan dari perahu ke perahu. Hebat mukan main gerakan wanita ini. Pedangnya menjadi gulungan sinar yang menyambar-nyambar mendahului tubuhnya yang berkelebat dan kemanaa pun tubuhnya melayang, tentu ada seorang dua orang yang terjungkal keluar dari perahunya.

Akan tetapi, tiba-tiba pengeroyokan terhadap Ban-tok Mo-li terhenti dan sisa orang yang mengeroyoknya, kini mendayung perahunya mengejar ke suatu jurusan. Ban-tok Mo-li memandang dan ia terkejut. Kiranya, perahunya yang ia tinggalkan ketika mengamuk dan berloncatan dari perahu yang satu ke perahu yang lain, perahunya yang ditumpangi dua orang bocah yang masih dalam keadan tertotok lumpuh  dan terikat kaki tangannya, kini meluncur kedepan, didayung oleh dua orang bocah itu yang entah bagaimana telah dapat bergerak kembali dan tidak terikat kaki tangan mereka! Ia tidak tahu bahwa telah terjadi keanehan pada diri Han Beng dan Giok Cu. 

Dua orang bocah ini telah menghisap darah ular yang aneh, yang membuat tubuh mereka panas seperti dibakar dan menimbulkan kekuatan dasyat sekali. Hal ini tadipun sudah nampak ketika dua orang anak itu tertotok oleh Ci kai Liat. Totokan itu buyar dengan sendirinya dilanda hawa pasas yang berputar-putar di seluruh tubuh mereka.

Ketika Ban-tok Mo-li tadi dikeroyok orang dan perahu itu ditinggalkan, Han Beng dan Giok Cu yang tersiksa oleh hawa panas, berusaha untuk menggerakkan kaki tangan mereka. Dan Begitu Han Beng menggerakkan kaki tangannya, 

maka tali ikatan kaki tangan yang amat kuat itupun putus!

Dia melihat Giok Cu meronta dan mencoba melepaskan kaki tangannya, lalu dibantunya anak perempuan itu dan dengan mudah saja dia dapat membikin putus tali pengikat kaki tangan Giok Cu. Tali itu seolah-olah rambut bertemu api saja ketika tersentuholeh tangannya! Mereka merasa semakin tersiksa oleh hawa panas yang kini membuat mereka seperti hendak melayang-layang, kepala seperti membengkak dan akan meledak.

“Hayo kita lari !” kata Han Beng dan dia pun mengambil 

dayung dalam perahu itu. Giok Cu mengambil dayung kedua dan mereka pun mendayung perahu untuk melarikan diri. Anehnya, begitu mereka mendayung, maka gerakan mereka mengandung tenaga yang amat kuat sehingga perahu meluncur cepat sekali.

Melihat betapa dua orang anak yang diperebutkan itu melarikan diri mereka yang mengeroyok Ban-tok Mo-li segera meninggalkan iblis betina itu dan melakukan pengejaran. Ban-tok Mo-li mengeluarkan teriakan marah. Tubuhnya berkelebat dan dua orang penumpang perahu terlempar keluar. Ia lalu dengan cepatnya melakukan pengejaran pula.

Terjadilah kejar-kejaran yang hiruk-pikuk dan mengangkan. Perahu yang didayung oleh dua orang anak kecil itu ternyata dapat melaju dengan amat cepatnya sehingga membikin banyak orang menjadi heran dan juga bingung. Perahu itu menyelinap diantara perahu-perahu yang menghadang, mengepung dan mengejar dan sampai lama tidak dapat orang menangkap mereka. Akan tetapi, Han Beng dan Giok Cu jadi bingung karena mereka tidak dapat menemukan dua buah perahu keluarga mereka.

Mereka berputar-putar dan pandang mata mereka semakin berkunang, kepala semikin pening dan tubuh semakin panas. Tiba-tiba ada benda hitam menyambar dar atas dan tahu-tahu selembar jala hitam telah jatuh menimpa tubuh Han Beng dan Giok Cu. Dua orang anak ini terkejut, akan tetapi karena sudah pening, ketika jala itu menyelimuti mereka dan kemudian ditarik, mereka pun jatuh ke air, di dalam jala yang amt kuat itu. 

Mereka meronta, namun tidak berdaya dan mereka terseret kedalam air oleh tiga orang yang memegangi tali dan ujung jala. Bagaikan tiga ekor ikan saja, tiga orang ini menyelam dan menyeret jala yang terisi dua orang anak itu.

Han beng dan Giok Cu gelagapan, namun karena mereka sudah biasa bermain di dalam air, mereka segera menahan napas dan membiarkan diri mereka diseret.

“Huang-ho Saam-ki (Tiga setan Huang-ho) telah menawan anak-anak itu!” terdengar teriakan dan keadaan kacau. Mereka semua mengejar siapa adanya Huang-ho Sam-kwi.  Mereka semua mengenal siapa adanya Huang-ho Sam-kwi, tiga orang tokoh sesat yang amat terkenal di sepanjang sungai Huang-ho. Ilmu silat tiga orang ini tidaklah amat tinggi, akan tetapi mereka memiliki ilmu di dalam air yang membuat semua orang merasa jerih kalau harus melawan mereka di air.

Mereka tiada ubahnya ikan-ikan saja. Dan kini mereka menawan dua orang bocah yang dijadikan rebutan itu dan membawa dua orang aanak-anak itu menyelam kedalam air. 

Hal ini sungguh membuat tidak tahu kemana dua orang itu dibawa oleh tiga orang Huang-ho Sam-kwi. Perahu-perahu hilir mudik mencari-cari dan mengharapkan melihat tiga setan itu muncul di permukaan air membawa dua orang tawanannya agar mereka dapat menyerang dan merampas dua orang anak itu.

Betapun pandainya Huang-ho Sam-kwi bermain di air, mereka tetap saja manusia biasa dan bukan ikan. Mereka harus keluar untuk menghirup udara sgar dan tidak mungkin mereka bersembunyi terus di dalam air.

Mereka segera berenang di dalam air, menyeret dua orang tawanan mereka, menuju ke tepi sungai sebelah selatan. Sebagai tiga setan Huang-ho, mereka agaknya hafal akan keadaan sungai itu, bahkan ketika berada di dalam air, mereka dapat mengira-ngira ke tepi bagaian mana mereka dapat mendarat tanpa diketahui orang lain. Mereka memilih tepi yang sunyi, tepi yang merupakan bagian dari hutan lebat.

Akhirnya, Huang-ho sam-kwi mendarat di tepi yang landai dan yang bersambung dengan padang rumput di tepi jalan itu. mereka mendarat dan menyeret jala yang berisi Han Beng dan Giok Cu. Dua orang anak itu kini pingsan dengan perut agak kembung kemasukan air ketika mereka diseret di bawah permukaan air. Dua orang anak itu masih berada di dalam jala dan tidak bergerak seperti dua ekor ikan besar terjala. Begitu tiga orang pria yang bertubuh tinggi kurus dan berpakaian serba hitam itu mendarat dan menyeret jala termuat dua orang bocah itu, tiba-tiba berkelebat bayangan dua orang dari kanan kiri.

“Serahkan seorang anak kepadaku!” bentak orang yang datang dari kiri. Dia adalah Kiu-bwe-houw Gan Lok yang bertubuh tinggi kurus dan di tangan kanannya nampak sebatang pecut berekor sembilan. Senjata inilah yang membuat dia dijuluki Kiu-bwe-houw (Harimau ekor sembilan) dan di dunia kang-ouw namanya cukup terkenal.

“Yang seorang lagi serahkan kepadaku!” bentak orang yang datang dari kanan dan dia ini adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiang, pendekar dari Luliangsan yang berperut gendut dan tubuhnya pendek itu. sebatang tongkat berada di tangannya dan dia bertolak pinggang dengan sikap angkuh.

Tiga orang Huang-ho Sam-kwi terkejut mereka memandang kepada dua orang itu. di bawah sinar bulan purnama mereka dapat mengenal kedua orang itu yang merupakan tokoh-tokoh persilatan yang tangguh. Orang pertama dari Huang-ho sam- kwi, yang dahinya terdapat beks luka memanjang, segera memberi hormat kepada mereka berdua.

“Harap Ji-wi Eng-hiong (kalian berdua orang gagah) tidak mengganggu kami. Dua ekor ikan ini adalah hasil jala kami dan menjadi hak kami.”

Kim-kauw-pang Pouw In Tiang menggoyangkan tongkatnya yang berselaput emas itu sambil tersenyum mengejek. 

“Huang-ho Sam-kwi, kita semua tahu bahwa dua orang anak ini menjadi perebutan diantara kita semua. Siapa yang unggul ilmunya, dialah yang berhak mendapatkan mereka!” Biarpun tiga orang setan Sungai Kuning itu maklum akan kelihaian dua orang ini, namun karena mereka sudah merasa berhasil mendapatkan dua orang abak itu, tentu saja mereka tidak menyerahkan korban itu begitu saja kepada orang lain. Mereka segera mencabut pedang masing-masing yang tergantung dipunggung, siap melakukan perlawanan.

Dua orang jagoan itu pun menggerakkan senjata masing- masing menyerbu kedepan, disambut oleh Huang-ho Sam-kwi dan terjadilah perkelahian mati-matian di tepi sungai yang sunyi itu.

Sementara itu, Han Beng lebih dulu siuman dari pingsannya. Dia merasa betapa tubuhnya masih panas terbakar dari dalam, akan tetapi perutnya kembung penuh air. Aneh sekali, ketika dia menggunakan tangan menekan perutnya ada hawa panas yang kuat mendesak perut itu dan Han Beng membuka mulutnya, memuntahkan air dari dalam perut seperti pancuran. Dan air itu pun panas, mengeluarkan uap! Akana tetapi sebentar saja perutnya mengempis dan tidak terasa kembung lagi.

Pada saat itu, Giok Cu juga mengeluh dan bergerak. Han Beng membantu anak perempuan itu melepaskan diri dari libatan tali jala dan ketika Giok Cu mengeluh tentang perutnya yang membesar kembung, Han Beng teringat akan keadaan dirinya.

“tekan perutmu itu dengan tangan agar airnya keluar lagi melalui mulutmu!” Giok Cu menurut dan menekan-nekan perutnya, akan tetapi tidak berhasil.

“Mari kubantu,” kata han Beng dan tanpa ragu-ragu diapun ikut menekan perut kembung anak perempuan itu dengan telapak tangannya. Dan seketika ada hawa panas yang kuat menekan perut dan mendesak keluar air dari perut kembung itu. giok Cu muntah-muntah dan air dari dalam perutnya  memancur keluar. Air ini pun panas, namun tidak sepanas air yang keluar dari perut han Beng.

Biarpun kepala mereka masih pening dan tubuh panas sekali namun kedua orang anak ini masih dapat melihat betapa tiga orang yang menjala mereka dan menyeret mereka ke dalam air tadi kini berkelahi melawan dua orang laki-laki yang usianya sudah lima puluh tahun lebih.

Melihat betapa tiga orang yang tadi menangkap dia dan Giok Cu berkelahi melawan dua orang yang kelihatan gagah, Han Beng mengambil kesimpulan bahwa tentu dua orang gagah itu yang berusaha menolong dia dan Giok Cu. Dia memandang dengan hati kuatir, lalu memegang tangan Giok Cu dan berbisik “Giok Cu, mari kita cepat lari!”

Akan tetapi anak perempuan itu mengeluh.

“Aku ……… aku merasa panas sekali, Han Beng    

rasanya mual dan hendak muntah ah, perutku panas 

sekali !”

Memang terdapat perbedaan antara Han Beng dan Giok Cu sebagai akibat mereka menghisap darah ualar yang disebut anak naga oleh para tokoh kang-ouw tadi. Han Beng menghisap darah jauh lebih banyak dari Giok Cu dan andaikata dia tidak tergigit oleh ular itu tentu dia sudah tidak kuat bertahan dia sudah tewas. Akan tetapi, Han beng digigit ular pundaknya, dan racun ular itu menyerangnya. Perlu diketahui bahwa ular itu memang merupakan semacam ular yang langka, ular yang kalau malam mengeluarkan cahaya di bagian kepalanya dan di dalam kepalanya itu terdapat semacam benda yang dianggap mustika oleh para tokoh kang- ouw, benda yang amat langka dan juga ampuh. Akan tetapi, gigitan ular ini mengandung racun yang mematikan! Dan Han Beng tentu sudah sejak tadi tewas kalau saja dia tidak menghisap darah ular itu. Darah itu yang sekaligus menjadi obat penawar racun, bahkan pencampuran dua benda beracun, yang satu melalui gigitan dan yang kedua melalui darah ular, mendatangkan kekuatan luar biasa di dalam tubuhnya. Namun, tetap saja Han Beng terancam maut karena racun yang memasuki tubuhnya itu sungguh amat ampuh. Adapun Giok Cu hanya menghisap darah ular, tidak tergigit. Namun darah ular itu pun memabukkan dan mengandung racun yang dasyat disamping mengandung kekuatan yang aneh pula. Seperti juga Han Beng, Giok Cu juga terancam maut dengan adanya darah ular dalam tubuhnya, darah yang dihisapnya dari ekor ular untuk menolong temannya tadi.

Perkelahian itu berjalan dengan seru. Sebetulnya, tingkat kepandaian Huang-ho Sam-kwi masih kalah dibandingkan dengan Kiu-bwe-houw Gan Lok ataupun Kim-kauw-pang Pouw In Tiang. Akan tetapi, kiranya kedua orang jagian itu tidak bekerjasama. Agaknya mereka berdua yang juga tadinya memperebutkan anak naga, kebetulan saja menghadang Huang-ho Sam-kwi di pantai sunyi itu secara berbareng.

Setelah terjadi perkelahian, mereka berdua maju sendiri- sendiri dan tidak saling Bantu. Hal ini menguntungkan Huang- ho Sam-kwi yang maju bertiga. 

Seorang diantara mereka dapat membantu teman kanan kiri untuk mengeroyok dua orang lawan itu. bagaimanapun juga, permainan pecut ekor sembilan dari Kiu-bwe-houw dan permainan tongkat sakti dari Kim-kauw-pang memang hebat dan membuat tiga orang Huang-ho Sam-kwi itu kocar-kacir dan permainan pedang mereka menjadi kacau balau.

Melihat ini, orang pertama dari Huang-ho Sam-kwi merasa kuatir lalu berseru kepada adiknya yang ketiga.

“Cepat larikan dua orang bocah itu, kami akan menahan mereka!” Orang ketiga dari Huang-ho Sam-kwi yang tinggi dan kurus sekali sampai seperti ikan layur, maklum akan maksud kakaknya. Satu-satunya jalan bagi mereka adalah melarikan diri lewat dalam air! Dan sebelum melarikan diri tentu saja lebih dulu dua orang anak itu harus disingkirkan agar jangan terjatuh ke tangan orang lain. 

Kalau mereka bertiga melawan terus akhirnya akan roboh, dua orang anak dengan darah naga sakti itu tentu akan terampas, bahkan keselamatan nyawa mereka terancam. Maka dia lalu menubruk Han Beng dan Giok Cu. Kedua tangannya hendak mencengkeram dan menangkap dua orang anak itu untuk dibawa loncat kedalam air.

Han Beng dan Giok Cu mampu menghindarkan diri dan lengan kiri Han beng sudah tertangkap, juga lengan kanan Giok Cu. Keduanya meronta dan tiba-tiba Han-beng mengangkat tangan kiri, dikepalnya tangan itu dan memukul kearah perut orang termuda Huang-ho Sam-kwi.

“Desssss… !”

Hebat bukan main akibat pukulan anak laki-laki berusaha dua belas tahunan itu. tubuh tinggi kurus itu terjungkang terbanting keatas tanah dan dia bergulingan mengaduh-aduh sambil memegangi perutnya.

”Aduhhh ………… panas ………… panas !” Dan dia pun 

berkelonjotan tak mampu mengeluh lagi! Tentu saja dua orang saudaranya terkejut. Melihat keadaan tidak menguntungkan itu, mereka lalu meloncat kebelakang, menyambar tubuh saudara yang terluka, lalu membawanya loncat ke dalam air, lalu menyelam lenyap.

Kiu-bwe-houw gan Lok dan Kim-kauw-pang Pouw In Tiang daling pandang dengan mata terbelalak. Mereka terkejut dan merasa heran sekali melihat peristiwa tadi. Seorang diantara  Huang-ho Sam-kwi sekali pukul oleh bocah berusia dua belas tahun itu! bagaimana mungkin ini! Mereka berdua tahu benar betapa lihainya Huang-ho Sam-kwi, walaupun tingkat masing- masing anggota Tiga Setan Sungai Kuning masih kalah oleh mereka namun selisihnya hanya sedikit dan tidak sembarang orang akan mampu mengalahkan mereka.

Dan kini, sekali pukul saja anak itu dapat merobohkan seorang diantara mereka yang mengaduh-aduh mengatakan bahwa perut yang dipukul itu terasa panas! Mereka berdua adalah tokoh kang-ouw yang berpengalaman dan cerdik, maka mereka sudah dapat menduga bahwa tentu kehebatan bocah itu adalah akibat dari minum darah anak naga tadi! Makin gembira dan bersemangat hati mereka untuk dapat memiliki dua orang anak kecil itu dan mereka lalu menghampiri Han Beng dan Giok Cu.

Han Beng masih bergandeng tangan dengan Giok Cu dan kini dia berkata kepada dua orang gagah itu.

“Terima kasih atas pertolongan paman berdua. Sekarang orang-orang jahat itu telah tidak ada, kami hendak pergi mencari keluarga kami.” Dan dia hendak menarik lengan Giok Cu, diajak pergi dari situ, kedua anak itu berjalan terhuyung- huyung seperti mabuk.

“Nanti dulu, anak-anak baik ?” dua orang jagoan itu melompat menghadang di depan dua orang anak itu Kim-bwe- houw Gan Lok menyentuh lengan Han Beng dan Kim-kauw- pang Pouw In Tiang menyentuh lengan Giok Cu.

Keduanya mengeluarkan seruan kaget dan meloncat mundur karena ketika mereka menyentuh lengan kedua orang anak itu terasa amat panas seolah-olah mereka menyentuh besi membara! Diam-diam mereka merasa semakin gembira. Dua orang ini telah menjadi anak yang luar biasa! “Anak baik, jangan dikira bahwa kalian terlepas dari orang- orang jahat. Ketahuilah, hampir semua orang di permukaan air sungai itu sedang mencari untuk menangkap kalian. Marilah kalian ikut bersama kami, dan kami akan mencarikan keluarga kalian,” kata Kiu-bwe-houw.

“Benar,” sambung Kim-kauw-pang. Jangan kalian pergi sendiri mencari mereka. Kalian sedang sakit, lihat, jalan darah pun terhuyung. Biarlah kami yang akan mengkabari keluarga kalian dengan berpencar.”

Giok Cu mengangguk dan ia melepaskan tangan Han Beng, menghampiri Kim-kauw-pang Pouw In Tiang dan hendak memegang tangan orang ini. Akan tetapi, Kim-kauw- pang mengelak.

“Jangan jangan pegang tanganku. Tanganmu panas 

sekali. Kita berjalan berdampingan saja,” kata jagoan itu.

Akan tetapi, sebelum mereka pergi tiba-tiba bermunculan belasan orang di tempat itu. mereka berloncatan dan sudah mengepung tempat itu. terkejut sekali hati dua orang jagoan itu ketika mereka melihat bahwa belasan orang itu adalah orang-orang kang-ouw yang agaknya sudah dapat mencari mereka dan tiba di tempat ini, siap memperebutkan dua orang bocah yang sudah terjatuh ke tangan mereka.

Ini pun hasil perbuatan Hiuang-ho Sam-Kwi! 

Setelah mereka dikalahkan karena seorang diantara mereka terluka parah oleh pukulan Han Beng mereka melarikan diri dengan hati menyesal, kecewa dan penuh penasaran. Maka, mereka lalu memberitahukan kepada para tokoh kang-ouw yang masih berseliweran di atas perahu mereka bahwa dua orang bocah itu telah terjatuh ke tangan Kiu-bwe-houw dan Kim-kauw-pang yang berada di tepi sungai dalam hutan yang sunyi itu. Mendengar keterangan ini tentu saja para tokoh kang-ouw berbondong-bondong pergi ke tempat itu dan sebelum dua orang jagoan itu sempat membawa dua orng bocah itu, para tokoh kang-ouw sudah berdatangan dan mengepung tempat itu.

“Kiu-bwe-houw perlahan dulu! Anak laki-laki itu harus diserahkan kepadaku!” kata seorang laki-laki tinggi besar muka hitam yang sudah memalangkan toyanya dengan sikap bengis.

“Kim-kauw-pang, anak perempuan itu bagianku!” kata pula seorang laki-laki tua yang berpakaian seperti sastrawan sambil melintangkan sepasang pedang di depan dadanya.

Juga banyak orang lain yang mengambil sikap mengancam dan siap untuk menyerang siapa saja demi memperebutkan dua orang anak yang mereka percaya mempunyai darah yang ajaib dan yang akan banyak sekali manfaatnya bagi mereka.

Tentu saja Kiu-bwe-houw dan Kim-kauw-pang yang tadi telah menguasai dua orang anak yang diperebutkan, andaikan orang makan daging sudah dipegang dan dibawa ke depan mulut, tinggal telan saja, tidak rela menyerahkan anak itu kepada siapapun juga. Mereka pun menggerakkan senjata dan tak dapat dicegah lagi terjadilaha perkelahian kacau- balau. Tidak ada kawan tertentu atau lawan tertentu.

Setiap orang lain menjadi musuh dan diserang karena mereka semua beranggapan bahwa siapa yang keluar menjadi pemenang tunggal dialah yang akan menguasai dua orang anak itu!

Suasana menjadi rebut dan ramai bukan main, seperti terjadi perang campuh saja dan beberapa orang sudah nampak roboh menjadi korban. Darah mulai mengalir dan nyawa melayang. Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring sekali, suaranya membawa getaran yang terasa oleh semua orang.

“Haiiiiiii! Semua saudara, hentikan perkelahian gila ini !”

Di dalam suara itu terkandung tenaga khi-kang yang amat kuat, dan semua orang merasa betapa jantung mereka tergetar hebat. Mereka terkejut dan otomatis semua orang menghentikan perkelahian dan menengok kearah orang yang mengeluarkan teriakan itu. mereka melihat seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih, bertubuh tinggi besar dan gagah perkasa, dengan mata mencorong penuh wibawa, pakainnya sederhana sekali mendekati miskin, namun sikapnya anggun dan jelas bahwa dia bukan orang sembarangan. Akan tetapi, para tokoh kang-ouw itu tidak mengenalnya dan semua orang memandang heran.

“Siapakah engkau dan perlu apa menghentikan perkelahian kami?” Tanya Kiu-bwe-houw Gan Lok dengan suara heran.

“Tidak penting mengetahui siapa adanya aku,” jawab pria itu yang bukan lain adalah Liu Bhok Ki.

Seperti kita ketahui, orang gagah ini berhasil mendapatkan tubuh ular yang dijadikan perebutan sebagai anak naga itu, menggigit kepalanya dan menelan “mustika” yang terdapat di dalam kepala ular, lalu roboh pingsan di dalam perahunya. Karena dia pingsan, tidak ada orang lain yang tahu apa yang telah terjadi dan mengira bahwa anak naga itu lenyap setelah darahnya dihisap oleh dua orang anak itu. Lama juga Liu Bhok Ki jatuh pingsan. Setelah sadar, dia merasa girang sekali mendapat kenyataan bahwa luka akibat pedang di tangan Sim Lan Ci, luka oleh pedang Cui-mo Hek-kiam yang mengandung raun jahat itu ternyata telah bersih dari racun.

Tidak lagi ada tanda menghitam, dan tidak ada perasaan nyeri. Ternyata “mustika” naga itu benar-benar ampuh dan  telah menyembuhkannya! Dia merasa bersukur sekali, akan tetapi juga kuatirkan nasib dua orang anak kecil yang tadi digigit oleh anak naga.

Dia lalu bangkit duduk mendayung perahunya sampai dia mendengar bahwa dua orang anak yang dikabarkan telah menghisap darah anak naga itu, kini terjatuh ke dalam tangan Kiu-bwe-houw dan Kim-kauw-pang di sebuah tepi sungai. Cepat diapun melakukan pengejaran kesana bersama-sama oraorang lain dan ketika para tokoh kang-ouw itu berkelahi untuk memperebutkan dua orang anak itu, dia lalu turun tangan dan berteriak menyuruh mereka semua berhenti berkelahi.

“Kalian semua tahu bahwa mereka bukanlah binatang seperti anak naga, bukan pula benda seperti mustika naga yang boleh dipakai perebutan begitu saja. Mereka adalah dua orng anak manusia, oleh karena itu sungguh tidak patut kalau kalian memperebutkan mereka dan hendak memaksa mereka dengan maksud buruk! Sebagian dar kalian adalah pendekar yang gagah, bagaimana mempunyai niat buruk untuk membunuh mereka dan mengambil darah mereka?”

Mendengarucapan ini, Han Beng dan Giok Cu terkejut bukan main. Kiranya mereka diperebutkan untuk dibunuh dan diambil darah mereka! Han Beng kini memandang kepada mereka semua dengan mata terbelalak dan muka yang panas itu kini menjadi marah sekali. Dia marah! Kemarahan luar biasa yang belum pernah dialami selama hidupnya. Kemarahan yang seolah terdorong oleh hawa panas di tubuh dan dalam perutnya itu.

Sementara itu, para tokoh pendekar merasa rikuh mendengar ucapan Liu Bhok Ki. Dua orng diantara para tokoh itu, segera melangkah maju mendekati Han Beng dan Giok Cu. Mereka tersenyum dan seorang diantara mereka berkata kepada Han Beng. “Anak baik, memang seharusnya engkau diajak secara baik-baik. Marilah engkau ikut bersamaku. Kau akan hidup berkecukupan, minta apapun akan kubelikan dan kalu ingin belajar silat akan kuajari ilmu silat tinggi sehingga kelak engkau akan menjadi seorang gagah perkasa!”

“Dan engkau ikut dengan aku, anak manis. Kau akan kuanggap seperti anakku sendiri,” kata orang kedua kepada Giok Cu.

Han Beng sejak tadi sudah marah bukan main. Hawa panas di dalam tubuhnya seperti berpusing di dalam tubuhnya, membuat kepalanya semakin pening dan pandang matanya berkunang. Sepasang matanya mencorong seperti mata harimau dan wajahnya menjadi ganas sekali.

Kini melihat dua orang itu membujuk dia dan Giok Cu, teringat dia akan ucapan laki-laki gagah tadi bahwa mereka semua itu hendak membunuh dia dan Giok Cu dan mengambil darah mereka berdua. Teringat ini, kemarahannya berkobar dan dia pun menerjang maju, menghantam dengan tangan terbuka, beruntun kepada dua orang itu. Dua orang kang-ouw itu adalah orang-orang pandai, tentu saja tidak mempedulikan serangan Han Beng, seorang anak kecil berusia dua belas tahun.

“Desss! Dessss!! Dua tubuh orang itu terlempar sepeerti daun-daun kering tertiup angina, terhuyung kemudian roboh dan tidak bangkit kembali. Dari mulut, hidung, mata dan telinganya keluar darah dan jelas bahwa dua orang itu tidak dapat diselamatkan lagi!

Keadaan menjadi gempar! 

Semua orang kini hendak menangkap Han Beng karena mereka semua semakin yakin bahwa anak itu benar- benar menjadi kuat berkat minum darah anak naga! Dan kini Han  Beng mengamuk. Dia kini sudah seperti mabuk, terhuyung- huyung dan memejamkan mata, mulutnya mengeluarkan suara tidak karuan. Dia merasa betapa tubuhnya ringan dan seperti hendak terbang keatas, seluruh tubuh yang panas itu berdenyut-denyut tidak karuan, seolah-olah setiap saat dada, kepala dan perutnya akan meledak!

Dan setiap kali ada tangan menyentuhnya, dia menghantam. Juga telinganya dapat menangkap setiap gerakan orang, maka tanpa membuka matanya dia mengetahui bahwa ada orang mendekatinya dari belakang, depan kanan atau kiri dan setiap kali tanganya menghantam, tentu bertemu tubuh orang.

Dia tidak tahu betapa setiap pukulannya membuat seorang jagoan terlempar dan terbanting, ada yang tewas seketika, ada pula yang terluka parah atau ringan, tergantung dari tingkat kepandaian orang itu.

Nampaklah pemandangan yang luar biasa sekali, lucu dan aneh. Orang-orang yang terkenal sebagai orang-orang gagah di dunia persilatan, yang bertubuh tinggi besar, bersikap garang dan bertenaga besar, seperti mengeroyok seorang anak kecil dan anak itu mngamuk, memukul sana-sini tanpa gerakan silat sama sekali, melainkan gerakan ngawur dan memukul biasa saja terdorong kemarah. Seperti seorang anak yang nekat. Akan tetapi hebatnya, setiap kali pukulannya mengenai sasaran, yang dipukul tentu roboh terlempar dan terbanting keras, seperti ditumbuk oleh kekuatan yang amat dasyat!

Tentu saja org-orang itu tadinya tidak bermaksud mengeroyok, melainkan hendak menangkapnya, akan tetapi kini juga menyerang untuk merobohkan anak itu agar dapat mereka paksa dan mereka bawa pergi. Kembali han Beng menjadi perebutan. Giok Cu adalah seorang anak perempuan yang lincah dan memang bagi anak perempuan tergolong berani dan nakal. Ia pun pening dan mabuk, akan tetapi ternyata ia memiliki perasan setiakawan yang tinggi.

Biarpun perasaan tubuhnya tidak karuan, begitu melihat Han Beng dikeroyok, iapun menjadi marah dan ia ikut pula memukul-mukul! Dan hebatnya, biarpun pukulannya tidak sekuat han Bng, namun pukulan tangannya mengandung hawa panas yang membuat orang yang terpukul cukup menderita nyeri dan kepanasan dan mereka pun terhuyung kebelakang. Akan tetapi, Giok Cu tidak sekuat han Beng karena sebuah tendangan membuat ia jatuh tersungkur. Akan tetapi begitu ada tangan hendak menangkap anak perempuan yang terjatuh itu, han Beng menerjang kedepan dan pukulan tangannya yang menampar mengenai pundak orang yang hendak menangkap Giok Cu.

“Auhhh !” orang itu terjungkal dan berguling menjauh 

sambil mengaduh-aduh.

Han Beng mengamuk terus. Biarpun kepalanya pening, namun agaknya mengenai sasaran dan berhasil menghalau orang-orang yang hendak menangkap dia dan Giok Cu. Maka, anak itu kini bukan hanya membela diri, bahkan memukul siapa saja yang berani mendekat tanpa menanti untuk ditangkap lagi.

Dan akibatnya memang hebat. Orang-orang kang-ouw itu terheran-heran karena bocah ini memang memiliki tenaga yang dasyat sekali, selain kuat, juga gerakan kedua tangannya yang memukul dengan ngawur itu mengandung hawa panas yang luar biasa.

Beberapa orang yang mencoba untuk menangkis pukulan anak itu, ketika lengan mereka bertemu dengan lengan kecil Han Beng, mereka mengaduh dan terpelanting keras. Bahkan ada yang tulang lengannya patah, dan setidaknya mereka  tentu merasa betapa lengan mereka itu nyeri dan panas seperti bertemu dengan besi panas!

Liu Bhok Ki yang tadinya muncul dan hendak melindungi dua orang bocah yang telah berjasa kepadanya karena anak laki-laki itu tadi melemparkan anak naga kepadanya, kini memandang dengan bengong.

Tidak mungkin bocah sekecil itu memiliki kepandaian tinggi. Apalagi melihat gerakan bocah itu ketika memukul, sama sekali tidak menggunakan gerakan ilmu silat. Namun, pukulannya amat ampuh! Bahkan ketika ada beberapa orang yang menyerang bocah itu dan dia melihat betapa pukulan tangan mereka itu mengenai tubuh anak yang mengamuk, pemukul itu menarik kembali tangannya dan seperti dibakar rasanya, dan anak yang terpukul sama sekali tidak bergoyang! Liu Bhok Ki juga amat cerdik.

Tentu ini akibat darah anak naga, pikirnya. Kalau begitu memang anak-anak telah menghisap darah anak naga sampai habis. Ketika dia menerima tubuh anak naga itu, binatang ajaib itu sudah lemas dan kehilangan darah, bahkan ketika dia menggigit pecah kepala anak naga itu, hampir tidak ada darah keluar. Agaknya, setelah menghisap darah binatang ajaib itu, kedua anak itu, terutama anak laki-laki itu, memiliki tenaga yang bukan main dasyatnya!

Semua orang terkejut dan heran, apalagi kini mendengar han Beng mengeluh dan mengerang seperti kesakitan sambil terus menyerang ke kanan kiri secara kalang kabut. Memang terjadi keanehan pada tubuh Han Beng. Begitu ketika menggerakkan kaki tangan memukul dan menyerang, seperti ada tenaga dasyat dan panas menguasainya sepenuhnya, dan tenaga itu tidak mau berdiam lagi, terus berpusing di dalam tubuhnya sehingga dia pun tidak dapat lagi menghentikan gerakan kai tangannya! Rasa nyeri makin menghebat terutama di dada dan bawah pusar, sedangkan kedua pasang kai tangannya setiap kali digerakkan mengeluarkan bunyi berkerotokan! Ini menandakan bahwa tenaga mukjijat itu, hawa sakti yang panas itu, muli menyusup kedalam tulang-tulangnya!

Orang-orang kang-ouw itu menjadi gentar setelah belasan orang roboh malang melintang oleh pukulan-pukulan Han Beng dan kini mereka mundur mengatr jarak menjauhkan diri.

Han Beng memukul-mukul terus sambil melangkah maju dan terhuyung-huyung, kedua matanya terpejam. Dari kedua tangan anak yang memukul-mukul secara ngawur itu keluar hawa pukulan yang mengeluarkan uap panas! Sementara itu, Giok Cu sudah terjatuh terduduk, tidak kuat menahan kepeningannya dan anak perempuan itu pun hanya menundukkan muka sambil memejamkan kedua matanya.

Sejak tadi Liu Bhok Ki memandang dengan penuh kagum dan heran melihat sepak terjang anak laki-laki itu. akan tetapi, kini dia menjadi kuatir sekali. Dilihatnya betapa wajah anak yang kerut-merut menahan nyeri itu makin lama berubah semakin merah sehingga kini kehitaman!

Celaka, pikirnya karena dia tahu bahwa anak itu ternyata keracunan hebat. Agaknya gogitan dan darah anak naga itu terlampau kuat dan menimbulkan racun yang amat dasyat yang menguasai tubuh anak itu akan kuat bertahan. Dan anak perempuan itu pun agaknya sudah hampir tidak kuat lagi, sudah duduk dengan lemas.

Liu Bho Ki sudah siap hendak meloncat ke depan ketika han Beng yang terus melangkah maju itu kini tiba didekat ban- to Mo-li Phang Bi Cu yang agaknya baru muncul. 

Mendengar ada langkah kaki ringan di sebelah kanannya, Han Beng lalu menyerang ke kanan, memukul dengan kepalan  tangan kanannya. Pukulan itu mengeluarkan angina pukulan yang mengandung hawa panas sekali. Ban-to Mo-li meringkan tubuh mengelak dari sambaran hawa panas itu dan dari samping ia menampar kearah leher Han Beng.

“Plakkkk” tubuh Han Beng terpelanting dan anak itu pun tak mampu bangkit kembali.

Tamparan ban-tok Mo-li itu mengandung racun, dan memang disengajanya ia memukul anak itu terjatuh ke tangan orang lain, anak itu atau darahnya tidak dapat dipergunakan lagi karena mengandung racun maut! Sebaliknya, ia tentu saja akan mampu melenyapkan pengaruh racun dari tubuh anak itu karena ia memiliki obat penawarnya!

Han Beng yang tadinya sudah pening, kini mendadak merasa betapa tubuhnya lumpuh. Dia berusaha menggerakkan kaki tangannya, namun gagal dan dia membuka matanya, memandang kepada wanita cantik itu tanpa mampu bergerak lagi. Ada terjadi keanehan di dalam tubuhnya. Kalau tadinya, tubuh itu seperti menggembung rasanya, seolah-olah kemasukan angina panas dan akan meledak, kini perlahan-lahan hawa panas itu berkurang seolah-olah tubuhnya mulai mengempis dan hawa panas yang berputaran cepat sekali ditubuhnya itu kini mulai agak tenang, ketika dia membuka kedua matanya, pandangannya tidak berkunang dan tidak kelihatan berputaran lagi.

Rasa mual di perutnya juga hilang dan dia bahkan mulai merasakan suatu kenyamanan yang aneh, seolah-olah orang yang tadinya dipanggang terik matahari kini berteduh di bawah pohon yang rindang, dan menghirup hawa yang sejuk sekali. Akan tetapi, dia masih belum mampu menggerakkan kaki tangannya yang seperti lumpuh. Ada rasa dingin yang hebat masuk ke tubuhnya melalui leher dan agaknya hawa dingin inilah yang membuat rasa panas di tubuhnya bekurang. Dan memang sesungguhnya demikianlah. Telah terjadi sesuatu kebetulan yang berulang pada diri Han Beng. Anak ini  mestinya sudah tewas oleh gigitan ular Sungai Huang-ho karena gigitan itu mengandung racun yang amat kuat.

Akan tetapi, hawa panas dasyat yang amat kuat itu yang membuat setiap pukulan Han Beng tidak dapat ditahan oleh seorang jagoan silat, juga mendatangkan bencana dan ancaman maut lain lagi. 

Tubuhnya yang tidak terlatih itu, biarpun masih bersih, tidak kuat menahan kekuatan dasyat di dalamnya dan Han Beng terancam maut untuk kedua kalinya. Hal ini nampak ketika wajahnya berubah semakin merah lalu menghitam. Akan tetapi, pada saat itu “Kebetulan” sekali ban-to Mo-li diserangnya dan wanita iblis ini hendak menguasai dirinya dengan memberi tmparan beracun pada lehernya.

Sama sekali diluar dugaan Ban-to Mo-li sendiri bahwa racun dari kukunya yang amat kuat itu, yang mengandung hawa dingin, ternyata malah menyelamatkan nyawa Han Beng! 

Racun dingin inilah yang mengurangi tekanan hawa panas di tubuh Han Beng sehingga keadaan dalam tubuh anak itu menjadi seimbang. Dan sebaliknya, racun dingin ini pun kehilangan daya serangnya yang berbahaya karena bertemu dengan hawa panas itu.

Memang racun bertemu racun yang bertentangan itu kehilangan daya serangnya yang mematikan, bahkan sebaliknya dapat menjadi obat yang amat ampuh!

Melihat han Beng roboh dan lemas, para tokoh kang-ouw menjadi girang dan mereka pun kini kembali berebut maju untuk dapat lebih dulu menangkap dan melarikan anak itu. ada pula sebagian yang lari untuk menubruk dan melarikan Giok Cu. Akan tetapi, Liu Bhok Ki sudah meloncat kedepan dan tangan kakinya bergerak cepat dan menyerang mereka yang  hendak memperebutkan Han Beng. Empat orang terlempar ke belakang terkena tendangan kaki Liu Bhok Ki yang sudah marah sekali.

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar