Lima Jagoan Jaman Cun Ciu Bab 14

Bab 14

”Coba kau bayangkan, dia minta Pangeran The menemui mereka dan komplotannnya,” kata Kaisar Ciu. ”Entah apa maksud dia berbuat begitu? Apa dia berniat buruk?”

”Apa yang Tuanku hendak lakukan?” kata Ciu Kong Khong.

”Aku berniat menyuruhmu mengirim sepucuk surat rahasia kepada Raja The Pek, agar dia kembali bergabung dengan Raja Couw. Sampaikan pesanku pada Raja Couw agar dia mendukung Kerajaan Ciu sepenuhnya. Bagaimana pendapatmu?” kata Kaisar Ciu.

Ciu Kong Khong terperanjat mendengar ucapan Kaisar Ciu itu.

”Jangan! Jangan Tuanku lakukan hal itu! Menurutnya Raja Couw semua atas jasa Raja Cee dan kawan-kawannnya. Mengapa Tuanku mau bermusuhan dengan Raja Cee yang sangat berjasa kepada Tuanku? Malah Tuanku ingin bergabung dengan Raja Couw yang sering membuat ulah dan pembangkang?” kata Ciu Kong Khong.

”Apa kau berani jamin Cee Houw tidak punya niat lain?” kata Baginda Ciu Hui Ong dengan sengit. ”Tidak, aku tidak setuju dengan ucapanmu! Pendeknya niatku sudah tetap, tidak bisa dicegah lagi!”

Melihat Kaisar Ciu marah Ciu Kong Khong tidak berani buka suara. Kaisar Ciu membuat surat itu yang dia serahkan pada Ciu Kong Khong untuk diserahkan pada Raja The. Seterima

surat itu Ciu Kong Khong segera mengutus orang mengantarkan surat itu. Dia tidak tahu apa

isinya. Dia juga tidak berani mencuri melihatnya. Tatkala Raja The Bun Kong menerima surat dari Kaisar Ciu tersebut, dia buka dan baca:

”Ternyata Pangeran The telah melanggar perintah Kaisar Ciu dan telah mengadakan

pertemuan dengan para Raja Muda, maka aku anggap dia tidak pantas menjadi Putera Mahkota. Maka aku berniat mengangkat putera ke-dua Tai menggantikannya.

Aku minta pada anda agar memisahkan diri dari Raja Cee dan bergabung kembali dengan Raja Couw. Kemudian kalian berdua mendukung Kerajaan Ciu. Dan dukung Pangeran Tai, maka aku akan memberi izin kalian bekerja di Kerajaan Ciu.”

Begitu kira-kira isi surat Kaisar Ciu pada Raja The Bun Kong. Sesudah itu Raja The lalu mengumpulkan semua menterinya untuk diajak berunding.

”Dulu ketika almarhum Raja Bu Kong dan Cong Kong menjadi pejabat di Kerajaan Ciu, mereka mendapat kehormatan besar di kalangan Raja-raja Muda. Tetapi sayang jabatan itu berakhir, hingga negeri The menjadi terpuruk. Beruntung Raja The Le Kong berhasil mengangkat kembali Kaisar Ciu, tetapi sayang beliau tidak dipanggil bekerja di istana Kerajaan Ciu sampai wafatnya. Sekarang Kaisar Ciu minta bantuanku. Aku yakin semua Pangeran Ciu harus menghormatiku.” kata Raja The.

”Tetapi jika diingat-ingat Raja Cee karena ingin menolong kita, dia kerahkan angkatan

perangnya ke negeri Couw!” kata Khong Siok, ”sekarang kalau kita berpisah dengan kerajan Cee dan takluk kepada Couw, ini sama juga kita tidak ingat budi orang. Apalagi mendukung Pangeran The adalah kewajiban kita. Harap Tuanku pikirkan dulu masalah ini.”

”Pendapatmu keliru,” kata Raja The. ”Daripada menurut pada raja jagoan lebih baik menurut pada Kaisar Ciu. Apalagi Kaisar sendiri tidak sayang pada Pangeran The, mengapa aku harus menyayanginya?”

”Menurut aturan Kerajaan Ciu, yang boleh menjadi Putera Mahkota adalah anak dari Permaisuri pertama. Dan putera sulung.” kata Khong Siok. ”Baginda Yu Ong menyukai Pangeran Pek Hok, Baginda Hoan Ong mencintai Cu Kek, dan Baginda Cong Ong mencintai Chu Tui, semua itu sudah Tuanku ketahui semua. Mengapa Tuanku tidak mau ikut aturan malah mau mengambil cara yang salah. Apa Tuanku tidak khawatir di kemudian hari akan menyesal?”

”Menurut pendapatku, sebaiknya kita mengambil jalan tengah,” kata Menteri Sin Houw.

”Tetapi jangan sekali-kali membantah perintah Kaisar Ciu. Maka itu kita tidak boleh ikut dalam pertemuan yang akan diadakan oleh Raja Cee. Di luar Pangeran The punya pengikut, begitu juga Pangeran Tai di dalam istana. Kita juga belum tahu siapa yang akan jadi pemenang di antara mereka berdua? Sebaiknya kita bersabar menunggu dan menyaksikan gerak-gerik mereka.”

Raja The Bun Kong setuju pada pendapat Sin Houw, dia berpura-pura mengatakan pada Raja Cee ada masalah di dalam negaranya, lalu pulang.

Ketika Raja Cee Hoan Kong mengetahui masalah yang sebenarnya, mengapa Raja The pulang. Dia hendak mengajak Pangeran The untuk melabrak Raja The.

”Tidak perlu! Biarkan saja dia pergi,” kata Koan Tiong.

Dia cegah Raja Cee bergerak. Kemudian Koan Tiong menganalisa minggatnya Raja The.

”Negeri The dan Ciu letaknya berdampingan,” kata Koan Tiong. ”Dalam hal ini pasti Kaisar Ciu telah mengeluarkan perintah hingga hatinya tergerak. Jika kita hanya berkurang seorang raja, itu tidak bisa mengacaukan niat kita yang besar. Sedang waktu pertemuan hampir tiba. Sesudah itu baru kita adakan perhitungan dengan negeri The!”

Raja Cee Hoan Kong apa boleh buat menahan sabar, sekalipun dia geram sekali.

Ketika saat pertemuan telah tiba, semua raja-raja berhimpun kecuali Raja Couw dan The. Dalam pertemuan ditetapkan semua Raja Muda akan mendukung Pangeran The menjadi Kaisar. Mereka pun mengucapkan sumpah.

Pangeran The terharu dia mengucapkan terima kasih pada semua raja-raja. Esok harinya......

Pangeran The hendak pulang. Semua raja muda masing-masing membawa tentaranya mengantarkan Pangeran The pulang. Di antaranya Raja Cee dan Raja We telah mengantarkan sampai melewati perbatasan negeri We.

Ketika Raja Couw Seng Ong mendapat kabar Raja The tidak mau ikut di pertemuan raja-raja, tentu saja Raja Couw girang sekali. Dia berharap dia bisa menarik kembali Raja The ke pihaknya. Raja Couw segera mengirim utusan menemui Sin Houw sambil membawa barang berharga untuk menyuap Sin Houw. Raja Couw mengatakan dia berniat meneruskan persahabatannya dengan negara The

Sin Houw memang sangat serakah, dia terima sogokan Raja Couw. Lalu dia menemui Raja The dan mengatakan bahwa Raja Couw ingin bersahabat.

”Hamba yakin tidak lama lagi Raja Cee akan menyerang ke negeri The,” kata Sin Houw. ”Jika bukan Raja Couw tidak akan sanggup kita menghadapinya.”

”Apa betul begitu?” kata Raja The.

”Benar Tuanku, jika Tuanku takluk kepada Couw itu sesuai pesan Kaisar Ciu. Jika Tuanku tidak segera mengambil putusan, maka Raja Cee dan Couw akan menjadi musuh negeri The.” kata Sin Houw.

Desakan menteri dorna tersebut telah berhasil, Raja The Bun Kong memerintahkan Sin Houw diam-diam mengantar bingkisan ke negeri Couw.

Pada tahun pemerintahan Ciu Hui Ong ke-26, Raja Cee Hoan Kong telah mengajak raja-raja yang berserikat datang melabrak negeri The, mereka segera mengepung kota Sin-bit.

Waktu itu kebetulan Sin Houw ada di negeri Couw, setelah mendengar kabar negeri The sedang dilabrak oleh pasukan Cee dan kawan-kawannya, Sin Houw menghadap pada Raja Couw Seng Ong untuk minta bantuan. Raja Couw segera mengumpulkan semua menterinya untuk membicarakan masalah itu.

”Ketika Raja Cee hendak mengumumkan perang di Siao-leng, Raja Khouw Bok Kong meninggal dunia di dalam perkemahannya, sehingga Raja Cee sangat kasihan kepadanya. Dengan demikian di antara para raja, Raja Khouw-lah yang paling akrab dengan Raja Cee.” kata Chu Bu. ”Jika Tuanku serang negei Khouw, pasti Raja Cee dan yang lain-lain akan

berdatangan membantunya. Dengan demikian kepungan terhadap negeri The akan mengendur sendirinya.” Raja Couw setuju pada saran Chu Bun, Raja Couw langsung memimpin pasukannya menyerang ke negara Khouw.

Ketika Raja Cee Hoan Kong dan yang lainnya mendapat kabar kota Raja Khouw dikepung

oleh tentara Couw, mereka melepaskan kepungan terhadap negeri The untuk menolong negeri Khouw. Tetapi ketika mereka dan pasukan perang sampai di tanah Khouw, balatentara Couw sudah mundur kembali.

Sedang Sin Houw dari Couw pulang ke negeri The. Dia anggap dia telah berjasa besar dan berharap dinaikan pangkatnya. Tapi Sin Houw kecewa karena Raja The diam saja. Karena sangat kesal dan mendongkol Sin Houw sering mengeluarkan kata-kata kurang pantas.

Tahun berikutnya di musim Cun, Raja Cee Hoan Kong dan kawan-kawannya kembali menyerang ke negara The.

Salah seorang panglima negeri Tan, Wan To Touw namanya, karena tahu Raja The sudah membebaskan diri dari perserikatan dengan Raja Cee, dan mendengarkan hasutan dari Sin Houw. Wan To Touw menulis sepucuk surat rahasia yang dikirimkan kepada Khong Siok, yang bunyinya kira-kira demikian:

”Dulu Sin Houw telah menjilat pada Raja Cee, sehingga dia mendapat hadiah tanah perusahaan di Houw-lo, sekarang dia menjilat kepada Raja Couw, hingga membuat Rajamu melupakan kebajikan dan melanggar kewajiban, seperti sengaja mencari bahaya untuk mencelakakan rakyat negeri dan merusak daerah sendiri. Jika Raja Tay-hu bersedia membunuh Sin Houw, aku berani jamin tidak usah berperang pasti tentara Cee akan ditarik mundur.”

Tatkala Khong Siok sudah terima dan baca surat itu, dia bawa surat itu dan dia serahkan kepada Raja The Bun Kong. Raja The ingat kembali dulu karena tidak mau mendengar nasihat Khong Siok, pasukan Cee dan kawan-kawannya telah dua kali menyerang negerinya. Dia sangat menyesal dan berbalik menjadi geram kepada Sin Houw, menterinya. Segera dia panggil Sin Houw menghadap.

”Kau bilang hanya Raja Couw yang bisa melawan Raja Cee dan kawan-kawannya, sekarang tentara Cee sudah datang kembali. Mana Raja Couw dan tentaranya yang kau bilang mau membantu?” kata Raja The dengan marah.

Ketika Sin Houw hendak bicara menyampaikan alasannya, Raja The sudah memanggil algojo untuk menyeret dan memenggal kepala Sin Houw.

Kemudian Khong Siok sambil membawa surat Raja The dan kepala Sin Houw menghadap pada Raja Cee untuk minta berdamai.

Raja Cee Hoan Kong memang sudah mengenal menteri The bernama Khong Siok yang bijaksana. Raja Cee mau menerima damai dan percaya pada kata-kata menteri bijaksana ini.

Suatu saat Raja Cee mengundang semua raja-raja untuk berkumpul di Leng-bo. Tetapi ketika Raja The mendapat undangan, dia agak sangsi. Dia merasa masih terikat oleh ajakan Kaisar Ciu, maka dia tidak berani datang berkumpul di Leng-bo. Tetapi untuk tidak membuat curiga Raja Cee dia hanya mengirim puteranya yang bernama Si Cu Hoa untuk mewakilinya menghadiri pertemuan itu. Ternyata Si Cu Hoa ini seorang anak durhaka, senantiasa ia berikhtiar hendak mendapatkan

tahta ayahnya. Sudah berulang kali dia minta bantuan pada Siok Ciam, Khong Siok (disebut

juga Louw Siok) dan Su Siok untuk menyingkirkan putera-putera ayahnya. Tetapi semua menteri The yang budiman selalu menasihatinya.

”Seharusnya Pangeran berbakti pada Ayahanda Tuanku,” kata Khong Siok. ”Karena Raja pun sayang sekali kepada Tuanku.”

”Memang benar, jika Tuanku berbakti tahta pasti akan diserahkan kepada Tuanku,” kata Su

Siok.

Tetapi karena Si Cu Hoa sudah sangat ingin menduduki tahta ayahnya, nasihat tiga menteri itu bukan diterima dengan baik, malah dia membenci mereka bertiga.

Ketika Si Cu Hoa bertemu dengan Raja Cee Hoan Kong, dia memohon supaya dia bisa bicara berdua saja dengan Raja Cee Hoan Kong.

”Hamba ingin membicarakan masalah penting, maka hamba mohon yang lain diminta mundur,” kata Si Cu Hoa pada Raja Cee.

Ketika permohonan itu oleh Raja Cee dikabulkan dan mereka hanya berduaan, Si Cu Hoa mulai bicara.

”Negeri The dilola oleh tiga orang menteri. Mereka adalah Siok Ciam, Khong Siok dan Su Siok,” kata Si Cu Hoa. ”Dulu saat Ayahku meninggalkan pertemuan, itu karena hasutan ketiga Tay-hu tersebut. Jika Tuanku bisa menyingkirkan ketiga menteri itu, dan aku rela menyerahkan negeri The. Sedang hamba cukup puas menjadi pegawai negeri The.”

”Aku setuju, tetapi harus menunggu waktu,” kata Cee Hoan Kong. ”Aku akan berunding dulu dengan menteriku.”

”Baiklah,” kata Si Cu Hoa.

Raja Cee menemui Koan Tiong dan mereka bicara berdua saja. Dia menanyakan pendapat Koan Tiong mengenai saran dari Si Cu Hoa.

”O, jangan, Tuanku jangan percaya kata-katanya,” kata Koan Tiong. ”Semua Raja Muda

tunduk pada kita, karena Raja Cee bisa dipercaya. Anak itu hendak melawan ayahnya, berarti dia anak durhaka! Kedatangannya atas perintah ayahnya dengan tujuan yang sangat baik. Jika dia usul begitu, berarti dia akan menimbulkan kekacauan. Tiga Tay-hu negeri The itu orang-

orag budiman, di negerinya mereka bergelar ”Sam Liang”. Menurut hamba Si Cu Hoa pasti akan celaka!”

Raja Cee Hoan Kong manggut, kemudian dia menemui Si Cu Hoa kembali.

”Apa yang kau katakan tadi, sebenarnya masalah besar, maka sebaiknya suruh Ayahmu datang. Aku akan membicarakannya dengan baik.” kata Raja Cee.

Saat itu juga paras Si Cu Hoa berubah merah dan sekujur tubuhnya berkeringat, karena dia tidak menduga bakal mendapat jawaban begitu. Mau tidak mau terpaksa dia pamit pada Cee Hoan Kong. Karena Koan Tiong sangat benci apada niat buruk Si Cu Hoa, dia sengaja membocorkan rahasia itu pada orang-orang The. Maka sebelum Si Cu Hoa sampai ke negaranya, sudah ada yang melaporkan kelakuan Si Cu Hoa itu kepada ayahnya.

Begitu menghadap dia berlutut di hadapan ayahnya.

”Bagaimana hasil kunjunganmu itu?” tanya Raja The pura-pura belum tahu.

”Raja Cee sangat marah karena Ayah tidak datang sendiri, dan Raja Cee tidak terima. Maka menurut saran hamba, lebih baik Ayah kembali berserikat dengan Raja Couw!” kata Si Cu Hoa.

Mendengar laporan itu bukan main marahnya Raja The.

”O, anak durhaka, hampir saja kau jual negeriku ini!” kata The Bun Kong dengan sangat

gusar. ”Aku sudah tahu semua kelakuanmu di sana. Hm! Sekarang kau karang cerita dusta di depanku! Pengawal tangkap dia dan seret masukan ke kamar gelap!”

Tetapi anak nakal ini tidak mau menyerah begitu saja, di dalam penjara dia coba membobol tembok hendak kabur. Tetapi keburu ketahuan oleh penjaga. Karena gusar Raja The lalu mengeluarkan perintah membunuh anak nakal itu.

Raja The sangat hormat pada Raja Cee yang tidak mau mendengar hasutan dari anaknya. Maka dia kirim Khong Siok untuk menghaturkan terima kasih pada Raja Cee.

Dalam tahun ke-22 pemerintahan Kaisar Ciu Hui Ong, pada musim Tang (Gugur) Baginda Ciu Hui Ong sakit keras. Pangeran The sangat khawatir adik tirinya akan merebut tahtanya jika ayahnya meninggal. Diam-diam dia perintahkan Ong-cu Houw memberitahu Raja Cee, bahwa Baginda sedang sakit keras.

Selang beberapa hari kemudian Kaisar Ciu Hui Ong pun wafat. Pangeran The berunding dengan Ciu Kong Khong dan Siao Pek Liauw, mereka mengambil putusan akan mengurus perkabungan dulu, sebelum mengurus pengangkatan pengganti Kaisar. Tetapi diam-diam mereka mengutus orang untuk menyusul Ong-cu Houw dan memberitahukan bahwa Kaisar telah meninggal.

Mendapat khabar itu Ong-cu Houw begitu sampai di hadapan Raja Cee, langsung melaporkan tentang wafatnya Kaisar Ciu tersebut. Raja Cee segera mengirim utusan ke berbagai negara untuk mengupulkan raja-raja di tanah Yao, tanah milik negeri Co. Dalam pertemuan raja-raja itu Raja The Bun Kong ikut hadir.

Seluruh Perserikatan Raja-raja Muda sepakat mengajukan usulan ke Kerajaan Ciu. Lalu mereka mengirim delapan pembesar dari masing-masing negaranya.

Ketika ke-delapan menteri besar dari delapan negara itu sampai di negeri Ciu, mereka tampak angker sekali. Begitu datang mereka bilang mereka hendak menyampaikan perasaan berduka cita dari raja mereka masing-masing. Mereka masih berkumpul di luar kota.

Ong-cu Houw masuk ke Ibukota lebih dulu untuk melapor. Pangeran The memerintahkan Siao Pek Liauw pergi menyambut semua Tay-hu atau menteri besar dari berbagai negara itu. Kemudian baru dia mengurus masalah berkabung ketika semua semua menteri dari berbagai negara itu sudah bertemu dengan Kaisar yang baru. Ciu Kong Khong dan Siao Pek Liauw memimpin Pangeran The mengurus perkabungan ayahandanya. Begitu upacara selesai, seorang Menteri Besar mewakili semua utusan lalu bicara.

”Atas perintah Raja-raja kami, kami datang untuk menyatakan ikut berduka-cita! Dengan ini

pula atas kesepakatan Raja-raja kami, maka kami mohon Pangeran The naik tahta menjadi

Kaisar Ciu!” kata juru bicara Menteri Besar itu.

Ucapan itu mendapat sambutan yang meriah. Pangeran The lalu duduk di tahta kerajaan. Sesudah itu semua menteri mengucapkan selamat kepada Kaisar Ciu yang baru, yang bergelar Ciu Siang Ong.

Pada tahun berikutnya di musim Cun (Semi) sebagai tahun pertama pemerintahan Kaisar Ciu Siang Ong. Hari itu Kaisar Ciu hendak bersembahyang di kelenteng almarhum ayahnya. Dia juga mengatakan akan menganugrahkan sesuatu kepada Raja Cee yang membantu sepenuh hati kepadanya.

Mendengar niat Kaisar Ciu itu, Raja Cee mengundang seluruh Raja Muda untuk datang ke Kui-kiu.

Di tengah perjalanan menuju ke tempat pertemuan, Raja Cee Hoan Kong dan Koan Tiong membicarakan masalah Kerajaan Ciu.

”Dewan kerajaan Ciu, karena tidak sejak semula menentukan calon pengganti Kaisar, hampir saja terjadi huru-hara,” kata Koan Tiong. ”Sekarang Tuanku sendiri harus menetapkan ahli waris, agar di kemudian hari tidak timbul kekacauan.”

”Aku mempunyai enam orang putra, semua dilahirkan oleh Selir-selirku,” kata Cee Hoan Kong. ”Yang paling besar Pangeran Bu Kui, tetapi yang paling pintar Pangeran Ciao. Ibu Pangeran Bu Kui yang bernama Tiang We Ki, telah merawatku paling lama, sedang Ek Ge 

dan Si Tiao mengusulkan agar aku mengangkat Pangeran Bu Kui sebagai ahli warisku. Tetapi aku sangsi karena aku sayang pada kepandaian Pangeran Ciao. Bagaimana pendapat Tiong- hu?”

Koan Tiong tahu Ek Ge dan Si Tiao adalah bangsa dorna, apalagi mereka senantiasa disayang oleh Tiang We Ki. Jika di kemudian hari Pangera Bu Kui menjadi raja, Koan Tiong khawatir kedua dorna itu akan mengacau dari dalam dan luar. Pasti negara Cee akan kacau!

Pangeran Ciao lahir dari Selir The Ki dan Koan Tiong ingat betul negeri The baru ikut berserikat. Maka jika Pangeran Ciao yang menjadi Putera Mahkota, maka hubungan negara Cee dan The akan bertambah erat.

Sesudah berpikir begitu, Koan Tiong baru berkata.

”Jika Tuanku hendak mewariskan Kerajaan Cee pada seorang yang pandai, lebih baik angkat Pangeran Ciao! Jika negara diurus oleh Raja yang tidak pandai, pasti tidak akan bagus!” kata Koan Tiong.

”Tetapi Bu Kui putraku yang tertua, apa dia tidak akan merebut kedudukan adiknya?” tanya Raja Cee.

”Tuanku ingat, untuk calon Kaisar Ciu saja Tuanku yang mengurus, karena Tuanku pemimpin seluruh raja-raja. Kumpulkan para Raja Muda kemudian tetapkan Pangeran Ciao agar semua Raja Muda membelanya! Lalu apa yang Tuanku khawatirkan lagi?” kata Koan Tiong. 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar