Ilmu Pedang Pengejar Roh Jilid 06

Jilid 06

Liang Zi-qi marah dan terburu-buru berkata, “Xiao Feng, bawa mereka pergi, aku disini untuk menahan mereka.”

“Tidak boleh begitu, siapa pun tidak boleh pergi dari sini.” Shen Zhong-yuan berteriak lagi, “Dua!”

Liang Zi-qi seperti gila, golok tujuh bintangnya dimainkan seperti terbang. Dia hanya menyerang tapi tidak berjaga, goloknya seperti ombak terus menggulung Han Wu- niang.

Karena Han Wu-niang sudah dipesan oleh Shen Zhong-yuan untuk tidak membunuhnya dulu, terpaksa dia hanya bisa mundur.

“Kakak Shen, pak tua ini seperti sudah gila, aku harus membunuhnya!”

“Tunggu sebentar lagi!” kata Shen Zhong-yuan, “Peng Zhi-xiao, bunuh marga Zhao dulu!”

Zhao Zhen Xing yang ilmu silatnya memang lebih rendah dari Lei Qi, hanya karena semangat dia bisa bertahan sampai sekarang, mendengar teriakan Shen Zhong-yuan, dia sangat kaget, dia tahu senjata rahasia milik Peng Zhi-xiao sangat lihai, segera dia mengurungi diri di bawah cahaya pedang. Benar saja, biao itu datang seperti beterbangan. Zhao Zhen Xing mendengar ada senjata datang menyerang, dia menahannya dengan golok. Karena lawan bertenaga besar membuat tangan Zhao Zhen Zing bergetar dan goloknya terlepas. Dia berteriak dan meloncat beberapa langkah.

Kakinya belum mendarat, dia sudah mendengar ada senjata rahasia terbang yang mengarah kepadanya. Dia bergerak ke kiri dan ke kanan untuk menghindar tapi sudah tak ada waktu menghindar, sebutir biao mengenai nadinya dan dia pun merasa kepalanya pusing, matanya tidak bisa melihat. Sebuah pecut besi memecutnya, tepat mengenai kepalanya, darah bermuncratan, dia segera roboh.

Shen Zhong-yuan membentak, “Marga Liang, bagaimana?”

Tidak ada jawaban, hanya terlihat golok berbintang tujuh, yang dimainkan ke atas dan ke bawah, seperti garangnya seekor harimau.

“Bunuh satu lagi!” Suara Shen Zhong-yuan baru keluar, pentungan Feng Yan Zhang sudah menyerang, hanya dalam satu jurus, pentung Feng Yan Zhang sudah mengenai pundak Wu Bao Lin.

Golok Wu Bao Lin terjatuh, dia pun terlempar hingga puluhan meter dan terjatuh dibawah kaki biksuni yang menyerang Wu Xiao Feng.

Biksuni itu marah dan berkata, “Barang apa ini?”

Pedang panjang segera ditusukan ke pundak Wu Bao Lin, masuk dari kiri dan keluar dari ketiak kanan. Satu orang sudah terpotong menjadi dua, darah mengucur dengan deras.

Wu Xiao Feng melihat keponakan mati begitu tragis, hatinya kacau dia berteriak, “Kembalikan keponakanku!”

Kedua golok dimainkan dia seperti orang gila menyerang biksuni itu. Golok dimainkan tidak terlihat jurus apa pun.

Biksuni itu marah dan berkata, “Nenek tua, kau berteriak apa? Apakah kau tidak pernah melihat orang yang dibunuh?”

Hanya dalam waktu singkat, kedua golok Wu Xiao Feng sudah terlepas dari tangannya. Shen Zhong-yuan berteriak, “Jangan bunuh nenek itu. Marga Liang, sekarang bagaimana?”

Liang Zi-qi seperti seekor binatang, dia berteriak histeris, “Bunuhlah, bunuh, aku menjadi setan pun tidak akan pernah melepaskanmu!”

Wu Xiao Feng tidak mempunyai golok lagi ditangannya, dia sudah dikurung oleh tiga buah pedang.

Sekarang dia mengerti, bukan lawan tidak bisa membunuhnya, melainkan mereka ingin mengancam suaminya dengan dirinya, dia tidak tahu orang-orang ini datang untuk apa? Mereka memaksa suaminya melakukan apa?

Hatinya bergetar, dia berteriak, “Tidak perlu kalian bunuh, aku bisa mati sendiri!” Sambil berteriak dia sudah menubrukan badannya ke ujung pedang musuh.

Biksuni itu kaget karena sebelum Shen Zhong-yuan menurunkan perintah, dia tidak berani mengambil nyawa lawan, terpaksa dia mundur.

Sebilah golok berada di kaki, Wu Xiao Feng mengambilnya dia menaruh dilehernya dan berteriak, “Kakak Qi, aku pergi dulu, kau jaga diri baik-baik!”

Tenggorokan sudah terputus, darah keluar seperti mata air, dia pun roboh. Shen Zhong-yuan sudah menurunkan perintah “bunuh!”

Mata Liang Zi-qi mengeluarkan api, air mata pun menetes, golok berbintang tujuh itu ditempelkan kelehernya sendiri.

Dia membawa kudanya. Di atas kuda ada jenasah kakaknya, darah masih keluar dari perut mayat itu, mengalir ke tubuh kuda dan menetes turun ketanah.

Ayahnya telah memberi kabar melalui burung merpatinya, dirumah pasti telah terjadi sesuatu.

Tapi dia tidak menyangka dia sebelum tiba di rumah, sudah melihat kakaknya roboh mandi darah dijalan, sebuah pedang kecil menancap di perutnya, yang tersisa hanya pegangan pedangnya saja. Dia melihat ada seekor kuda dengan cepat berlari dari tempat itu. Waktu itu dia tidak begitu memperhatikan sekelilingnya, apalagi di tempat kejadian, tidak ada bekas pertarungan.

“Dengan ilmu silat yang dimiliki kakak bila ada yang menyerangnya secara mendadak, itu tidak akan membuatnya mati, apalagi pedang itu ditusuk dari depan.”

Sebenarnya ada apa? Dia tidak bisa mencari tahu kejadiannya dengan jelas.

“Celaka!” hatinya bergetar, “Apakah orang golongan hitam sedang merencanakan untuk membunuh keluargaku? Ayah membuka kantor Biao sudah begitu lama, pasti dia mempunyai perselisihan dengan orang-orang golongan hitam ”

Dia tidak sadar di atas kuda sudah mengalir banyak darah, dia memindahkan mayat kakaknya di depan punggung kuda. Segera dia naik ke atas kuda dan membawa mayat kakaknya berlari dengan cepat.

Dari kejauhan sebelum tiba di rumah, dia sudah melihat ada kebakaran besar, dia mempunyai firasat bahwa yang terbakar itu adalah rumahnya. Dengan cepat dia memecut kudanya, kuda berlari seperti terbang.

Sesudah beberapa kilometer dia berlari, tiba-tiba dia menghentikan kudanya. Di atas kuda dia tampak berpikir sebentar, kemudian dia turun kemudian mengikat kudanya ke pinggir jalan. Dengan cepat dia berlari ke arah depan.

Benar saja terjadi kebakaran di kantor Biao Yong Tai, api sudah membakar rumahnya tapi tidak terlihat ada seorang pun yang menolong memadamkan api.

Dia mempunyai firasat, segera dia masuk ke salah satu gang kecil, kemudian naik keatas atap rumah. Dia melihat ke sekelilingnya, langsung dia berjalan menghampiri lautan api itu.

Ruangan paling depan sudah terbakar, piring-piring berjatuhan, asap memenuhi ruangan, bau hangus menusuk ke hidung. Dia tahu disini tidak akan ada seorang pun yang masih hidup, hanya dalam waktu singkat dia sudah berlari ke bagian belakang rumah.

Di dekat sumur ada setumpuk barang yang terbakar, api menyala dengan besar, bau hangus menusuk kehidungnya, kelihatan mayat-mayat bergelimpangan, yang sudah disiram dengan minyak. Mata Liang Yu-rong sudah tidak bisa meneteskan air mata, hanya ada api dimatanya yaitu api kemarahan dimatanya dan api yang membakar barang dihadapannya. Dia tidak bisa menebak siapa mayat-mayat itu tapi dia tidak ingin membedakan karena memang sudah tidak bisa dibedakan.

Hanya terpaku sebentar, dia sudah pergi ke kamar ibunya. Disini juga sudah terbakar, tapi api disini lebih kecil mungkin ada orang melemparkan lilin keatas tempat tidur. Di dalam rumah terbakar, tapi di luar rumah tidak.

Karena tidak berhati-hati, dia tersandung oleh sesuatu hingga membuatnya hampir terjatuh. Begitu dia melihat ternyata sesosok mayat sudah terbaring disana.

Di sisi penuh dengan darah, dia mengenal mayat perempuan ini, dia adalah pelayan lamanya. Pelayan ini masih sedikit nafas.

Liang Yu-rong berteriak, “Mama Liu. ”

Mama Liu membuka matanya kemudian dengan terengah-engah berkata, “.... kau....

adalah Xiao Rong?”

Dia hanya bicara satu kata, rasa sakit sudah membuat wajahnya berubah.

Liang Yu-rong dengan cepat berkata, “Mama Liu, aku adalah Xiao Rong, ayah ibu ada dimana? Apa yang telah terjadi?”

“Mereka.... mereka sudah mati.... kau, kau cepat ”

Walaupun Liang Yu-rong sempat berpikir bahwa ayah dan ibunya pasti sudah mati tapi begitu mendengar secara langsung, dia langsung merasa kaget hingga matanya melotot.

Dia bertanya lagi, “Siapa pelakunya? Cepat katakan kepadaku!”

“.... Adalah.... marga....” Kata-kata Mama Liu belum selesai dia sudah berhenti bernafas.

Liang Yu-rong tidak menangis hingga keluar suara tapi air mata sudah mengalir seperti mata air.

Dia berdiri kemudian keluar. Sangat aneh perpustakaan ayahnya adalah satu-satunya tempat yang tidak terbakar. Sebatang lilin dengan tenang membakar pena, tinta, dan buku-buku sudah terlempar ke bawah.

“Ada orang yang memeriksa tempat ini! Mereka memeriksa apa? Oh, pasti mereka mencari buku rahasia tentang ilmu golok keluarga Liang! Ilmu golok keluarga Liang sangat terkenal, bukunya selalu diincar oleh orang-orang dunia persilatan.”

Liang Yu-rong memeriksa buku-buku yang terjatuh. Benar saja buku rahasia itu tidak ada, dia tertawa dingin. “Penjahat-penjahat itu benar-benar menginginkan buku rahasia itu tetapi mereka hanya sia-sia mencarinya.”

Liang Yu-rong tahu, demi menjaga buku ilmu golok keluarga Liang, ayahnya sudah mempunyai persiapan.

Dia hanya secara asal-asalan menuliskan cara-cara golok kemudian di atas buku itu dia menulis judul buku Ilmu Golok Keluarga Liang. Padahal yang benar-benar asli buku Ilmu Golok Keluarga Liang itu sudah ditulis di sebuah buku yang berjudul Dong Zhou Lie Ruo Zhi.

Liang Yu-rong melihat buku itu, dia masih terdiam didepan rak itu. Dia segera mengambil dan melihat ada sehelai kertas putih yang terjatuh, dia mengambil dan mendekatkan kertas itu ke depan cahaya lilin.

Di bawah cahaya lilin dia mulai membaca, kemudian dia terbelalak karena surat itu berbunyi seperti ini: “Anak-anak, bila terjadi sesuatu pada Ayah, kalian cepat tinggalkan rumah ini dan carilah Biksu Xuan Gui. Rajinlah belajar ilmu silat untuk membalas dendam ayah. Musuh kita adalah Zhen ”

Baru dia membaca sampai sana, tiba-tiba diluar ada suara langkah orang. Liang Yu- rong terkejut, dia tahu yang datang adalah musuh, dia tidak ada jalan untuk keluar.

Pada waktu itu dengan tergesa-gesa dia memasukkan kertas ke dalam halaman buku itu dan dia pun mengambil tinta lalu memoles wajahnya dan bersembunyi di balik tirai.

Yang masuk adalah pemuda berumur 25-26 tahun, dia berpakaian gelap, tubuhnya terlihat sangat lincah, kedua matanya tampak bersemangat.

Dia sedang berbicara, “Apakah marga Zhou itu sudah salah makan obat, dia menginginkan buku rahasia ilmu golok keluarga Liang, karena itu aku harus kembali untuk mencari pak tua Liang Zi-qi. Benar-benar licin, dengan asal-asalan dia menulis buku itu kemudian memberi judul, ilmu golok keluarga Liang. Untung aku pintar dan tidak membawa buku ini, kalau tidak aku akan ditertawakan oleh orang-orang. Aku akan menjadi orang bodoh. Untungnya aku tidak membakar kamar ini, kalau tidak 100 tail perak juga tidak akan kudapatkan.”

Sambil bicara dia mencari-cari di rak buku itu.

Orang ini adalah Peng Zhi-xiao. Meskipun Liang Yu-rong tidak mengenalnya tapi dia tahu bila orang itu berani datang ke kantor Biao untuk membunuh, dia pasti bukan orang biasa.

Liang Yu-rong merasa ilmu silatnya belum sempurna, dia bersembunyi di balik tirai dengan diam.

Buku ini sekarang berada di tangan Liang Yu-rong. Walaupun buku itu tersimpan di rak, Peng Zhi-xiao belum tentu tahu, kali ini dia kembali untuk mencari pun semuanya adalah percuma.

Kira-kira setengah jam sudah berlalu, rak buku itu sudah terguling dan setiap buku sudah dibolak-balik untuk dilihat, akhirnya dia menarik nafas dan marah, “Benar-benar rubah tua, dimana dia menyimpan buku itu, aku betul-betul sial!”

Dia mengambil lilin lalu membakar salah satu diantara buku-buku itu, dia juga melemparkan lilin ketumpukan buku, kemudian membalikkan badan dan pergi....

Buku itu berjudul Xia Nu Qi Juan (pendekar perempuan berjodoh aneh). Buku ini milik Liang Yu-rong yang paling dia sukai. Isi buku ini sangat menarik dan ilmu silatnya ditulis dengan sangat sempurna. Ayah sering menceritakan isi buku ini....

Dia melihat barang kesayangannya akan terbakar, hatinya merasa sedih, tubuhnya gemetar dan tidak sengaja menyenggol tirai. Tirai pun gemerisik mengeluarkan suara.

“Siapa?” Peng Zhi-xiao kaget dan bertanya. Hanya sekilas sepasang pena hakim sudah berada ditangannya.

Tidak mungkin dia tidak keluar. Dengan cepat Liang Yu-rong melepaskan tiga buah panah pendek dari lengan bajunya. Kemudian pedang panjang menusuk ke wajah dan tenggorokan lawan.

Karena dia mengenakan baju gelap dan wajahnya sudah diolesi tinta, jadi wujudnya sangat aneh. Benar-benar mengejutkan Peng Zhi-xiao.

Dengan cepat Peng Zhi-xiao menyapu panah tangan dengan pena hakimnya, tapi dia dipaksa mundur oleh pedang itu hingga beberapa langkah. “Siapa!” Peng Zhi-xiao membentak lagi. Dia melihat lawannya membawa sebuah buku ditangannya, dia mengira buku itu adalah buku rahasia ilmu golok keluarga Liang.

Peng Zhi-xiao membentak lagi, “Teman, entah kau berasal dari golongan mana, kita tidak saling kenal dan tidak perlu saling menyerang, asalkan kau meninggalkan buku itu, aku tidak akan menyulitkanmu!”

Hati Liang Yu-rong bergetar, dia pernah mendengar dari ayah bahwa di kantor Biao Zhen Yuan ada seseorang yang bernama Peng Zhi-xiao. Orang ini mempunyai ilmu silat sangat tinggi, sepasang pena hakimnya sangat mahir. Di dunia persilatan dia dijuluki dengan sebutan Gui Jian-chou (Setan Juga Takut).

“Kelihatannya yang membunuh semua keluargaku adalah orang-orang kantor Biao Zhen Yuan, sangat cocok dengan tulisan ayah di kertas.  ”

Dalam waktu yang bersamaan, Liang Yu-rong juga merasa bahwa dia bukan lawan seimbang Gui Jian-chou, karena ilmu silat mereka terlalu jauh tingkatnya.

Biarpun musuh berada di depan mata, tapi membalas dendam bukan seperti serangga begitu melihat ada api malah datang mendekat.

Liang Yu-rong dengan cepat mengambil keputusan untuk lari. Pepatah mengatakan: 'selama hutan masih hijau tidak perlu mengkhawatirkan tidak akan ada kayu bakar'.

“Asalkan aku masih hidup, masih ada waktu untuk membalas dendam.” Begitu dia mempunyai pikiran itu, dia langsung memaksa lawan mundur.

Keinginan Liang Yu-rong adalah memaksa musuh mundur hingga beberapa langkah kemudian dia bisa melarikan diri dari pintu itu, tapi dia salah duga kepada Peng Zhi- xiao.

Si Gui Jian-chou ini malah balik menyerang, sepasang pena hakimnya bergerak keatas dan kebawah kemudian kesamping, pena hakimnya mengeluarkan cahaya hitam. Beberapa kali senjata mereka terus beradu, membuat tangan Liang Yu-rong menjadi kesemutan. Dia mundur hingga beberapa langkah.

Gui Jian-chou tertawa dingin dan berkata, “Teman, serahkan buku itu kepadaku!” “Mimpi!” Liang Yu-rong membentak, pedang pun mulai menyerang.

Dia menyerang untuk mundur. Tiba-tiba tangan kiri melindungi kepala, badan menerobos dari jendela dan kabur. Dia mendengar dari belakang kepalanya ada senjata rahasia yang menyambar ke arahnya. Liang Yu-rong sudah mengira atas semua kejadian ini, begitu kakinya yang mengenai tanah, dia bersiap-siap menghindar.

Walaupun dia berusaha menghindar dengan cepat tapi biao milik Gui Jian-chou tetap mengenai pundak kirinya, membuatnya merasa sangat sakit. Buku Dong-zhou Lie-guo- zhi terjatuh ke bawah.

Dia tidak menginginkan buku rahasia ilmu golok jatuh ke tangan musuh. Dengan menahan sakit dia memungut buku dan ingin berlari lagi, tapi sudah ada sesosok bayangan menghalanginya di depan.

“Kau ingin lari? Tinggalkan buku itu!” suara Peng Zhi-xiao dingin dan keras.

Liang Yu-rong tahu dalam keadaan seperti itu, ingin membawa buku itu lari sangatlah sulit seperti ingin naik ke atas langit.

Segera dengan suara serak dia berkata, “Baiklah, aku akan memberikannya kepadamu tapi kau tidak boleh ”

Dia berpura-pura melemparkan buku itu kepada dia, tapi buku itu tidak dilemparkannya kepada orang itu, dia melemparkan buku itu ke dalam kobaran api.

Peng Zhi-xiao sama sekali tidak menyangka bahwa lawannya akan nekad melakukan hal itu, dia merasa kaget.

Hanya dalam waktu sekejap dia sudah berkelebat masuk ke dalam kobaran api. Tangan kanannya berusaha memegang buku. Tapi karena panas, buku itu jatuh ke dalam kobaran api. Hanya dalam waktu sekejap buku itu sudah terbakar.

Peng Zhi-xiao dengan cepat mencakar untuk mengambil buku itu, walaupun api sedang menyala, kedua tangannya berusaha memadamkan api yang membakar buku, api pun mulai padam.

Begitu dia membalikkan badan untuk mencari Liang Yu-rong, ternyata dia sudah menghilang.

Untung buku itu tidak terbakar terlalu banyak. Dibawah cahaya bulan dia melihat ternyata itu hanya buku Dong-zhou Lie-guo-zhi tapi di dalam buku tidak ada catatan apa pun. Peng Zhi-xiao benar-benar merasa sial. Tiba-tiba dia menemukan sehelai kertas. Kertas itu tertulis '.... anak-anak, kalau    Ini

adalah tulisan Liang Zi-qi, dia menulis surat itu untuk siapa? Putra tersayangnya yang bernama Liang Yu Ting sudah mati, apakah  '

Peng Zhi-xiao berpikir sebentar, lalu perasaan khawatirnya berubah menjadi senang. Dia melempar buku Dong-zhou Lie-guo-zhi itu ke dalam kobaran api lagi dengan senang. Dia meninggalkan tempat ini.

Liang Yu-rong lari tidak terlalu jauh, dia hanya bersembunyi di belakang gudang. Dari sana dia bisa melihat dengan jelas gerak gerik Peng Zhi-xiao.

Buku rahasia itu tidak jatuh di tangan musuh tapi Peng Zhi-xiao sudah melihat kertas tulisan itu.

“Sepertinya balas dendamku akan lebih sulit....” tiba-tiba dia berpikir, “Aku hanya melihat ayah menulis Zhen, apakah maksud ayah adalah kantor Biao Zhen Yuan? Dari perbuatan Gui Jian-chou sudah cukup membuktikan semuanya, tapi siapa musuhku? Kantor Biao Zhen Yuan begitu besar, orang-orang disana begitu banyak.... Apakah dia adalah Meng Ju-zhong? Tapi dia adalah orang terkenal di dunia persilatan, apalagi dia selalu menolong orang lemah, tapi. ”

= ooOOoo =

Di kota Shang Yuan ada sebuah rumah. Di depan rumah ditanam dengan banyak pohon Yang Liu dan pohon cemara.

Meskipun rumah itu tidak terlalu besar tapi terlihat bersih dan rapi. Sebelah timur adalah sebuah kamar tidur, di tempat tidur itu terbaring seorang gadis.

Dia adalah putri si empunya rumah, dia berumur 16 tahun, berwajah cantik, dia bernama Ma Xiu-juan. Begitu dia mengantar Liang Yu-rong pergi, hatinya selalu merasa tidak tenang.

Teman lama, hanya mampir setengah hari, dia sudah terburu-buru pergi, ada masalah apa? Sehingga membuatnya pergi dengan tergesa-gesa.

“Ayah tidak ada di rumah, dan aku sedang sakit, seharusnya dia menginap beberapa hari tapi. ”

Di luar ada suara seseorang yang melangkah, “Ayah, apakah kau sudah pulang?” “Ya!” seorang pak tua dengan tertawa masuk kedalam kamar. Badannya sehat, gagah, wajahnya berwarna kuning langsat, alisnya berbentuk seperti pedang, mata terlihat jeli, jenggotnya mulai memutih. Dia adalah pendekar terkenal berbaju hijau Ma Zao-ling yang sudah lama mengundurkan diri dari dunia persilatan.

“Putriku yang baik, pendengaranmu sudah maju, aku berjalan begitu ringan kau masih bisa mendengarnya.”

“Ayah, kau sengaja menertawakanku,” Ma Xiu-juan tertawa.

Kata Ma Zao-ling, “Baiklah, baiklah, ayah yang salah! Kemarilah, lihat ayah membeli apa untukmu?”

Dari kantong Ma Zao-ling mengeluarkan sepasang jepit rambut kemudian diletakkan di tangannya.

“Ayah, aku tidak menyukai jepit, bunga atau pun rumput.” Walaupun dia berkata seperti itu, tapi dia tetap mengambil jepit rambut itu dan dipasang dirambutnya.

Kata Ma Xiu-juan, “Ayah, apakah jepit ini dibeli di Lan Zhou? Apakah ini sangat mahal?” Ma Zao-ling tertawa dan menjawab, “Benar, putriku sangat pintar.”

“Aku akan memakai satu, yang satu lagi akan kuberikan kepada Adik Yu-rong.” Ma Zao-ling berpikir dan berkata, “Kau mengatakan apa?”

“Liang Yu-rong, apakah ayah sudah lupa?”

Ma Zao-ling sedikit ragu. “kapan kau terakhir bertemu dengannya? Bukankah dia belajar silat pada Biksu Guan Xui?”

“Apakah ayah tidak bertemu dengannya? Kemarin siang dia baru pergi saja dari sini, dia pulang dengan tergesa-gesa.”

“Oh. ” Ma Zao-ling berteriak kaget.

Ma Xiu-juan terpaku dan bertanya, “Ada apa, Ayah? Apa yang terjadi padanya?” “Tidak apa-apa,” Ma Zao-ling menjawab, “Tidak apa-apa.”

Ma Xiu-juan merasa ada sesuatu yang tidak beres dan dia berkata, “Pasti telah terjadi sesuatu, Ayah cepat beritahu kepadaku.” Ma Zao-ling dengan ragu berkata, “Sewaktu di Lan Zhou ada yang mengatakan bahwa di kantor Biao Yong Tai terjadi sesuatu. Disana banyak orang yang mati, mayatnya pun dibakar semua.”

“Ah!” Ma Xiu-juan kaget dan berteriak, “Yu-rong apakah dia akan celaka?”

Ma Zao-ling menarik nafas dan menjawab, “Bila selama perjalanan dia tidak mengalami halangan dan langsung pulang, sepertinya dia tepat bertemu dengan ”

Segera Ma Xiu-juan bangun dan duduk. “Ayah, tolong cari dia di kantor Biao Yong Tai.” “Anak ini, kalau dia tidak ada apa-apa, hari ini dia akan kembali ke rumah kita.”

Wajah Ma Xiu-juan cemberut dan berkata, “Apakah telah terjadi sesuatu di rumah Paman Liang dan Ayah tidak mau membantu?”

Ma Zao-ling menggelengkan kepala dan menjawab, “Bukan aku tidak mau membantu, kau tahu Ayah sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan delapan belas tahun lebih, mana bisa. ”

Ma Xiu-juan tambah cemberut lagi, dengan marah dia membalikkan badan. Apa yang ingin dikatakan oleh Ma Zao-ling ditelan kembali.

“Anakku, kenapa marah kepada Ayah?”

“Aku tidak berani marah kepada Ayah, Ayah adalah pendekar berbaju hijau yang sudah mundur dari dunia persilatan, otomatis tidak akan bertanya tentang masalah dunia persilatan. Bila aku dibunuh orang pun, pasti Ayah juga tidak akan peduli.”

“Kenapa kau ini?”

Ma Xiu-juan tidak menjawab.

Ma Zao-ling tertawa kecut dan berkata, “Baiklah, baiklah, sekarang aku akan mendengar kata-katamu, aku akan pergi sekarang juga.”

Ma Xiu-juan segera membalikkan badan, wajahnya berseri-seri.

Melewati pintu besar dan sampai di ruang tamu. Didalam rumah terdapat halaman, disana ada beberapa kamar. Di sisi jalan penuh dengan bunga. Tempat itu seperti sebuah penginapan, tapi di pintu tergantung papan nama Cui Feng-ban, di dalam sana ada seseorang yang bernyanyi tapi yang paling menusuk telinga adalah suara tawa.

Cui Feng-ban terletak di jalan yang paling ramai di Lan Zhou. Tempat ini sangat terkenal.

Opera ini terkenal bukan karena bagus sandiwaranya atau pernah bermain opera yang bagus. Opera ini terkenal karena bosnya adalah orang terkenal di dunia persilatan, ketua kantor Biao Zhen Yuan, Meng Ju-zhong, putra tertuanya bernama Meng Shao- hui.

Meng Shao-hui bertubuh tinggi, berwajah tampan, alis dan mata sangat tepat terpasang di wajahnya, dia tampak luwes, tulangnya bagus tapi juga aneh.

Sejak kecil dia sangat pintar. Walaupun masih muda dan senang bermain, tapi ilmu pedang ayahnya yang bernama Zhui Hun Duo Ming-jian dan ilmu pedang dari ibunya Lian Huan Duo Ming-jian, sudah dia kuasai dengan baik. Orang dunia persilatan di Lan Zhou selalu memujinya.

Kantor Zhen Yuan menjalankan bisnisnya semakin besar dan semakin ramai tapi di kantor Biao itu tidak ada yang bisa dia kerjakan.

Dia selalu menganggur, karena itu dia mengeluarkan banyak uang untuk menyewa opera Cui Feng-ban.

Setiap hari dia hanya bermain dengan teman anak ayahnya... Yi Zhi Mei (satu tangkai bunga Mei) Zhou Shi-lan dan Tie Lan Zi (Wallet Besi) Zhou Shi-hui.

Sekarang Meng Shao-hui sedang melihat beberapa pemuda berlatih ilmu silat.

Kata Meng Shao-hui kepada seseorang, “Jurusmu tadi tidak benar, walaupun hanya bermain opera tapi juga harus menggunakan sedikit tenaga.”

Pemuda itu tertawa dan berkata, “Ilmu silat kami mana bisa bersaing dengan ilmu silat Tuan? Walaupun kami berlatih selama sepuluh tahun hingga rambut memutih tetap tidak ada tenaga dalam.”

“Kakak Hui sudah lumayan bisa, jangan selalu berpatokan dengan kita.” Yang berkata adalah Zhou Shi.

Segera kakaknya, Zhou Shi-lan ikut bicara, “Adik benar, dia sudah bekerja keras.” Kata Zhou Shi-lan, “Adik Hui, aku dengan Bos Jiang Nan mengatakan yang bermain opera disana kebanyakan adalah perempuan, hingga tukang pukulnya pun perempuan, kita pergi mencari beberapa orang perempuan. Kalau bermain opera pasti akan terlihat lucu.”

“Mana bisa perempuan memainkan opera ini?” Kata Meng Shao-hui, “Siapa yang mengijinkan anak gadis datang ke tempat seperti ini?”

Zhou Shi-lan tertawa kemudian berkata, “Tuan Muda Meng, ada pepatah yang mengatakan: 'bila ada uang setan pun bisa diperintah', asal kau mau mengeluarkan uang. Aku tidak percaya tidak ada seorang perempuan pun yang tidak mau datang kesini, lebih baik disini daripada menjadi pelacur.”

Kata Meng Shao-hui, “Aku takut perempuan yang datang kesini belum tentu bisa memainkan opera, semua malah menjadi. ”

Kata Zhou Shi-lan, “Adik Hui, kita harus ada kesepakatan, bila ada Tuan Meng kita tidak akan menyentuh mereka seujung jari pun.”

Kata Meng Shao-hui, “Baiklah, besok ambil uang sebanyak 200 tail perak, berikan kepada Chen Xing, biar dia yang mengurus semuanya, tidak perlu menunggu besok lagi, hari ini pun sama saja. Fang Guan, cepat suruh Chen Xing datang kesini!”

Tirai terbuka dan ada seorang laki-laki yang berumur sekitar empat puluh tahun masuk ke dalam ruangan, orang itu adalah Chen Xing, dia memberi hormat kepada Meng Shao-hui, kemudian berkata, “Tuan Meng, apakah Anda mencariku?”

“Benar,” jawab Meng Shao-hui, “Siapakah mereka ini?”

“Tuan Meng, aku adalah pegawai Tuan Lu, aku diperintahkan oleh Tuan Lu dan ini akan

merepotkanmu.”

Kata Meng Shao-hui dengan santai, “Kalian adalah orang pemerintahan, mengapa harus merepotkan rakyat kecil seperti diriku ini?”

“Tuan Muda, tuan besarku ingin mengundang Cui Feng-ban ke rumahnya, untuk merayakan ulang tahun putrinya, aku berharap Tuan Muda Meng mengijinkannya.”

“Di Lan Zhou banyak kelompok opera, mereka lebih hebat dari Cui Feng-ban, lebih baik cari saja mereka.” “Tuan Muda Meng, semua orang pun tahu bahwa kelompok Cui Feng-ban yang paling terkenal di Lan Zhou.”

Kata Meng Shao-hui lagi, “Kau sangat pandai bicara, hanya ”

Kata Zhou Shi-lan, “Kalian tunggu sebentar, kami akan berunding dulu.”

Kedua orang itu pun keluar, Zhou Shi-lan langsung berkata, “Adik Hui, ayah kita adalah orang terkenal didunia persilatan, tapi kita masih tinggal dan menjadi penduduk disini....

Kadang-kadang kita harus sedikit memberi kelonggaran, apalagi orang itu mengundang kita, mereka tidak memandang enteng kepada kita.”

Kata Meng Shao-hui, “Bila kau ingin kesana, pergi saja!”

Zhou Shi-lan tertawa dan berkata, “Kau pun harus menemaniku kesana, supaya tidak. ”

Matahari dengan pelan bersembunyi di balik gunung kemudian mengeluarkan beribu- ribu tangannya untuk mengangkat awan yang berwarna merah keluar dari tempatnya.

Langit bagian barat tampak merah dan menarik.

Ditaman bunga Qian Hu Fu yang tampak berwarna hijau, di depan gunung buatan, ada sebuah panggung, di atas panggung sudah digantungi dengan lampion yang menghadap ke arah tamu.

Opera sudah dimulai, begitu suara gendang berbunyi, suara musik pun mulai dimainkan....

Di ruang tamu sudah terdapat puluhan meja yang sudah ditempati oleh dua puluh orang tamu lebih setiap mejanya, mereka sedang duduk-duduk disana. Tamu-tamu itu tak lain adalah orang-orang terkenal di Lan Zhou.

Di antara para undangan itu, ada seseorang yang berumur kira-kira enam puluh tahun, dia mengenakan baju berwarna kuning telur, kumisnya mulai memutih, tangan kirinya memegang gelas, wajahnya tersenyum, tapi dia tidak bicara dan sedang melihat ke arah para pemain opera. Dia tak lain adalah Tuan Besar Lu, yaitu Lu Yan-tai.

Di sebelah kirinya ada seorang perempuan yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun, dia berdandan sangat mewah dan terlihat sangat gembira, dia mengendong seorang bayi yang baru berusia beberapa bulan. Disebelah kanan laki-laki tua itu ada seorang perempuan yang berusia kurang lebih dua puluh tahun, terlihat sangat cantik, baju yang dikenakan biasa-biasa saja, dia tampaknya sedang sedih, wajahnya terlihat penuh dengan rasa cemburu.

Dia adalah istri muda Lu Yan-tai, dia bernama Xiao Lan-ying, walaupun dia adalah istri muda, dia terlihat sangat cantik dan juga genit, dia baru saja masuk kedalam keluarga Tuan Lu beberapa bulan yang lalu, dia sudah mendapatkan kasih sayang sepenuhnya dari Tuan Lu, tapi karena istri ketiga Tuan Lu baru saja melahirkan seorang anak laki- laki, kasih sayang Tuan Lu pun berpindah, apa yang akan terjadi di kemudian hari tidak ada seorang pun yang tahu.

Hatinya merasa kesal, dia tidak bersemangat menikmati opera yang sedang bermain di atas

panggung, dia hanya memegang cawan arak dengan erat.

Tiba-tiba matanya menjadi bersinar, karena diantara para tamu itu dia melihat di sebuah meja terdapat tiga orang pemuda, mereka tampak begitu bersemangat, salah satu dari mereka tampak begitu menarik perhatiannya.

Matanya terus menatap ke arah pemuda itu, matanya pun membesar, jantungnya berdebar-debar....

Permainan apa yang dimainkan di atas panggung, dia sama sekali tidak memperhatikannya, tamu-tamu membicarakan apa pun, dia tidak mendengarkannya.

Dia hanya tahu bahwa pemuda itu terus menatapnya, dan pandangan mereka beradu, kemudian timbullah percikan api diantara mereka.

Beberapa kali tampak pemuda itu menunduk, tapi hati Xiao Lan-ying menjadi gembira. Si tampan itu masih sangat muda dan tidak berpengalaman.

“Lan Ying!” tiba-tiba ada yang memanggilnya, dia terkejut ternyata yang memanggilnya adalah Lu Yan-tai, dia segera memalingkan kepalanya menatap Tuan Lu dan tertawa genit.

Lu Yan-tai berkata, “Tamu-tamu hanya menonton, tidak minum, kau wakili aku menemani tamu-tamu minum.”

Dia tampak ragu, tapi itu hanya berlangsung sebentar, kemudian dengan senang dia tertawa dan berkata, “Aku memakai baju ini terlalu sederhana, aku akan ganti baju dulu.” Hanya dalam waktu singkat dia sudah berganti pakaian dengan baju yang sangat cocok melekat ditubuhnya, terlihat tubuhnya yang montok dan menggiurkan, lekukan tubuhnya terlihat menggoda, seperti sekuntum teratai yang baru muncul kepermukaan air.

Dia menghampiri setiap meja dan menuangkan arak untuk para tamu, akhirnya dia tiba di meja yang terdapat tiga pemuda itu, kepada pemuda yang duduk ditengah, dia bertanya, “Tuan Muda, apa margamu? Sepertinya kita pernah bertemu?”

Salah satu dari mereka menjawab, “Aku adalah Zhou Shi-lan, dijuluki dengan Yi Zhi Mei.”

Pikiran Xiao Lan-ying segera melayang, dia tahu apa yang harus dia kerjakan, dia bertanya lagi kepada pemuda yang berada di tengah, “Sepertinya kau adalah Tuan Muda Meng yang terkenal, pemilik dari Cui Feng-ban, permainan opera kalian sangat bagus, kau harus banyak minum.”

Zhou Shi-lan tertawa, terpaksa Meng Shao-hui pun ikut tertawa.

Menurut peraturan, menuangkan arak harus dilakukan oleh orang yang duduk di atas, tapi Xiao Lan-ying menuangkan dulu secangkir arak untuk Zhou Shi-lan kemudian Meng Shao-hui...

Tapi Meng Shao-hui tidak menganggapnya, sewaktu tangan yang lembut itu menuangkan arak untuk Meng Shao-hui, entah disengaja atau tidak, arak itu tumpah dan membasahi lengan baju Meng Shao-hui.

Xiao Lan-ying kaget dan berteriak, “Maaf, Tuan Muda Meng.” “Tidak apa-apa.”

Tangan halus itu mencoba membersihkan arak itu, Meng Shao-hui tampak ragu, dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tangan halus itu sudah menariknya...

Meng Shao-hui merasa ada benda ringan dan lembut masuk ke dalam lengan bajunya....

Ternyata itu adalah saputangan yang dilipat dalam bentuk persegi dan di atasnya tertulis sesuatu dengan pensil alis. “Bila Tuan memiliki perasaan yang sama, pukul dua dini hari, temui aku di suatu tempat.”

Tidak ada tandatangan hanya ada cap bibir.

= ooOOoo =

Malam itu tidak ada bulan, tapi langit tidak begitu gelap. Diatas langit bintang-bintang berkilauan.

Malam yang sepi hanya terdengar suara daun yang ditiup oleh angin, jangkrik pun tidak mau ketinggalan, mereka bernyanyi dengan riang.

Bayangan seseorang seperti burung malam memasuki hutan, dengan cepat melewati tembok. Hanya dalam waktu sekejap dia sudah menaiki pohon besar supaya bisa melalui tembok itu. Dia bersembunyi di balik dedaunan, dari jauh dia melihat jendela yang masih terang karena cahaya lilin. Hanya melihat sekilas lalu dia seperti melayang masuk ke kamar yang masih bercahaya.

“Lepaskan aku! Siapa kau!” Tiba-tiba Xiao Lan-ying terkejut kemudian dia terbangun, dia merasa sudah ada seseorang yang memeluknya dengan tangan kiri.

Tangan kanan orang itu meraba dadanya, tapi orang itu bukan orang yang ditunggunya. Xiao Lan-ying berteriak.

Orang itu dengan suara kecil berkata, “Sayang, jangan berteriak! kalau kau berteriak lehermu putus, tidak akan ada yang bisa mendengarnya. Kesempatan ini jarang ada, aku akan berlaku lembut kepadamu.”

Xiao Lan-ying merasa leher bagian belakangnya kaku.

Benar saja dia tidak bisa berteriak, tapi masih bisa berbicara, “Siapa kau? Kau begitu berani, kau harus tahu disini adalah rumah pejabat!”

Orang itu tertawa dan berkata, “Pejabat? Pejabat tua itu? Sayang kau lihat dulu baru bertanya siapa aku ini?”

Xiao Lan-ying baru melihat orang ini, wajahnya putih, usianya kurang lebih tiga puluh tahun, dia lumayan tampan.... tubuhnya tercium bau laki-laki yang dia sukai, tangan yang berada di depan dadanya terasa sangat....

Orang itu berkata lagi dengan lembut, “Sayang ” Bibir yang panas sudah menempel di bibirnya, sangat menggoda, Xiao Lan-ying menjadi mabuk.

Kedua tangan dengan reflek terangkat memeluk leher orang itu tiba-tiba di depannya

muncul seraut wajah tampan dan gagah hatinya bergetar.

“Malam ini akulah yang mengajak dia kemari, aku tidak boleh ”

Kedua tangan Xiao Lan-ying yang tadi ingin memeluk orang itu, tiba-tiba menjadi begitu bertenaga. Dia mendorong orang itu dan membentak, “Kau, kau keluar, cepat!”

Karena orang itu tidak siap, dia terdorong hingga terjatuh ditempat tidur dan berkata, “Kenapa dengan kau ini? Bukankah tadi sudah ”

“Aku menyuruhmu pergi!” seru Xiao Lan-ying sambil duduk. Dia mengambil baju untuk menutup tubuh bagian atas yang telanjang.

Orang itu tertawa dingin dan berkata, “Sayang, aku hanya ingin menikmati kebersamaan kita, kita sama-sama tidak akan rugi. Tapi kau malah tidak tahu diri, kalau kau tidak mau menurut, aku akan memberi tanda ditubuhmu!”

Dia sudah mengeluarkan pedangnya. Pedang sudah berada ditengah-tengah payudara Xiao Lan-ying.

“Kau berani!” walaupun mulut Xiao Lan-ying membentak tapi sebenarnya dia merasa takut, tubuhnya gemetar.

“Apakah kau tidak percaya aku berani melakukannya?” Ujung pedang semakin mendekat, hanya tinggal beberapa centimeter lagi. Dengan dingin dia berkata, “Kalau kau tidak menurut, setelah aku merasa puas aku akan membunuhmu, cepat. ”

Kata-katanya belum selesai, dia sudah mendengar dibelakangnya ada suara. Dia membalikkan badan untuk melihat, di dalam kamar itu sudah ada seorang pemuda.

Dia masih muda, tampan, luwes, kedua matanya tampak berkilau. Orang itu terpaku dan membentak, “Kau, siapa kau?”

“Seharusnya aku yang menanyakan hal ini,” suaranya terdengar dingin dan keras.

“Aku adalah kupu-kupu. Hari ini aku merasa sedang senang, aku tidak ingin membunuh orang. Bila kau tahu diri cepat pergi dari sini, jangan mengejutkan kekasihku!” Orang ini adalah Long Nan Lao San, Ni Jing Hua dijuluki si Kupu-Kupu Bunga. Dia mengira pemuda itu hanya penjaga rumah, dia sama sekali tidak merasa takut.

Pemuda itu berkata, “Aku tidak ingin bertemu kupu-kupu disini. Bila kupu-kupu itu mati, aku akan melemparkannya ke pojok kamar.”

“Tuan muda, tolong aku!” Xiao Lan-ying berteriak.

Ni Jing Hua membentak, “Apakah kau ingin mati?” Ni Jing Hua marah, pedangnya langsung menusuk kewajah si pemuda itu.

Si pemuda segera menghindar. Kaki kirinya diangkat dan menyapu pinggang dan rusuk lawan. Tubuhnya seperti melayang, sangat cepat, dalam satu jurus terjadi dua kali perubahan gerakan, menyerang juga bertahan. Beberapa gerakan dijadikan satu, cepat seperti kilat.

Sekarang Ni Jing Hua baru tahu lawannya adalah lawan yang tangguh, dia sangat kaget. Dia meloncat mundur dua langkah kebelakang.

“Aku tidak mau ada orang mati disini, cepat pergi!” Sambil berkata pemuda itu sudah mendekat, segera mendengar telapak angin seperti angin topan menyerangnya. Bayangan telapak seperti hujan.

Ni Jing Hua melihat ilmu silat lawan begitu tinggi. Dalam hati dia terkejut, “Siapa dia?” Tapi karena kenikmatannya sudah diganggu, dia masih merasa marah. Dia tetap mengayunkan pedang untuk melawan. Dua bayangan orang bercampur menjadi satu.

Ni Jing Hua memegang pedang di tangan, otomatis dia lebih leluasa bergerak, tapi walau bagaimanapun dia tidak bisa menyerang lawannya.

Setelah melalui beberapa puluh jurus, dia baru tahu identitas lawannya. Dia benar- benar merasa kaget. Segera dia membalikkan badan dan melarikan diri.

“Keluar!” hanya mendengar pemuda itu membentak.

Dia sudah menendang pinggang Ni Jing Hua. Tubuhnya yang besar itu segera terguling dari pintu.

“Tuan muda, kau benar-benar datang,” sambil mengancing baju dalamnya, Xiao Lan- ying dengan malu-malu berkata.

“Aku diundang oleh Nyonya, aku bukan pohon atau rumput, maka itu aku datang.” “Memalukan, penjahat itu begitu kurang ajar, pasti sudah membuat para pelayan terbangun, kita  ”

Meng Shao-hui menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, “Tidak, sebelumnya penjahat itu sudah menyebarkan wewangian membuat pelayan-pelayan tertidur seperti babi. Sebelum pukul lima, walaupun langit runtuh atau bumi terbelah, mereka tidak akan terbangun.”

“Apakah benar?” Xiao Lan-ying melihat Meng Shao-hui yang dengan yakin mengangguk.

Dia senang dan merebahkan tubuhnya ke dalam pelukan Meng Shao Hui. Xiao Lan- ying sekarang seperti seekor kambing jinak yang berada di dalam pangkuan Meng Shao-hui.

Sebelah tangannya meraba dada Meng dan mulut terus bicara, “Tuan Muda, aku aku

sangat menyukaimu.”

“Kata-katamu itu seperti kata-kata yang ingin kukatakan.” “Tapi begitu hari terang, kau harus meninggalkanku ”

“Tidak, tidak perlu menunggu sampai hari terang, sekarang pun aku harus pergi.”

“Tidak, kau tidak boleh pergi,” Xiao Lan-ying berkata dengan manja, “Bukankah kau tadi mengatakan bahwa mereka sudah menghisap wewangian itu, sebelum pukul lima mereka tidak akan terbangun?”

“Benat, tapi aku tetap harus pergi.”

“Tidak. apakah kau tega meninggalkanku?” Xiao Lan-ying mencengkram Meng Shao-

hui dan tangannya memengang leher Meng Shao-hui. “Lan Ying, apakah kau begitu menyukaiku?”

“Apakah kau tidak mempercayainya? Begitu melihatmu, aku tahu bahwa kau akan menjadi milikku dan aku menjadi milikmu.”

“Tidak, kau milik Tuan Lu.” “Jangan membicarakan dia, dia adalah si museum tua. Dia mengira dengan mempunyai uang dan kekuasaan, dia bisa memaksa ayahku kemudian menjadikanku ”

“Aku dengar kau adalah istri tersayang dari Tuan Lu?”

“Aku dikurung disini, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Disini semua perempuan menjadi musuh, kecuali rasa cemburu tidak ada lain perasaan lain. Bila kau ingin hidup enak, kau harus menjilat kepada pak tua itu. Aku benci lepadanya, pada malam pertama dia menjadikanku ”

Xiao Lan-ying terus menangis membuat Meng Shao-hui merasa kasihan kepadanya. Dengan lembut dia memegang Xiao Lan-ying....

“Tuan Muda, ambillah aku atau sering-seringlah datang kesini untuk menemaniku. Kalau si pak tua itu sudah mencari rubah ketiga, aku tidak akan dipedulikannya lagi. Setiap hari aku akan menunggumu ”

“Baiklah.” Meng Shao-hui menyetujuinya, tapi dia berpikir, “Apakah ini mungkin terjadi?”

Di rumah makan Ju Ying Lou tingkat dua di ruang utama, di atas meja terhidang makanan yang enak.

Disana ada tiga orang yang sedang berkumpul. Mereka adalah Meng Shao-hui, Zhou Shi-lan dan Zhou Shi-hui.

Zhou Shi-lan sedang makan daging ayam. Dia tertawa dan berkata, “Adik Hui, bagaimana rasanya?”

“Enak. Daging ayam ini wangi dan muda.”

Zhou Shi-lan tertawa dan berkata, “Daging itu tentunya lebih enak dibanding dengan daging ayam ini bukan?”

“Yang kau sebut daging yang ada dipiring mana?”

Dengan tertawa sinis Zhou Shi-lan berkata, “Akukan tidak menunjuk sayur yang berada di atas meja.”

“Kenapa kau tanyakan kepadaku. Adik Hui semalaman sudah menikmati malam yang seru, masa pagi-pagi begini sudah melupakannya?” Wajah Meng Shao-hui memerah dan berkata, “Apa yang Kakak Lan katakan?”

Zhou Shi-lan tertawa dan berkata, “Apakah kau mengira aku tidak tahu? Ada seorang perempuan menulis surat dan mengajak, laki-laki itu memenuhi undangannya. Kalian menikmati malam yang panjang dengan menyenangkan. Adik Hui, seharusnya kau yang mentraktir kami makan.”

Wajah Meng Shao-hui memerah karena merasa malu.

Zhou Shi-hui yang berada dipinggir berkata, “Kakak Besar, jangan menertawakan Kakak Hui terus. Kakak Hui sudah dewasa, kadang-kadang pergi mencari pelacur untuk menghibur diri, tidak perlu merasa begitu aneh.”

“Itu bukan tempat pelacuran, itu rumah Tuan Lu, perempuan itu adalah istri muda Tuan Lu, mana bisa disamakan dengan pelacur yang berada di kota ini?”

“Kakak Lan ” Meng Shao-hui merasa malu dan dia tidak bisa menjawab apa-apa lagi.

“Kakak Besar, mengapa kau selalu bercanda?” tanya Zhou Shi-hui.

“Adik, kau ini tahu apa? Kadang-kadang aku banyak bercerita, tapi aku tidak sembarangan bicara. Bila kau tidak percaya, kau boleh membuktikannya sendiri. Adik Hui, jujurlah bicara kepada Kakak Lan, apakah yang tadi aku katakan, benar?”

“Kakak Lan, jangan ”

“Jangan Kakak Lan, Kakak Lan, kau terus memanggil seperti itu, jawab saja dengan jujur pertanyaanku.”

“Aku harus bicara apa?”

“Kau hanya menjawab, istri muda Lu apakah dagingnya masih ranum?” “Ini. ” Meng Shao-hui tidak bisa menjawab.

Zhou Shi-hui yang berada di pinggir berkata, “Kakak Besar, sudahlah, jangan terus memojokkan Kakak Hui.”

“Kau jangan membela dia terus. Dibidang cinta bisa mencinta Kakak Hui adalah suatu kebanggaan.” Zhou Shi-hui menggelengkan kepala dan berkata, “Kakak Hui adalah seorang pemuda tampan dan luwes, aku mengakui itu tapi Kakak Hui bukanlah seorang ”

“Adik Hui, kita adalah teman yang tumbuh bersama, jangan saling menutupi diantara kita. Di depanmu kakakmu yang bodoh ini jujurlah bicara. Di kota Lan Zhou ini, nona atau nyonya muda yang pernah bermain cinta denganmu sebenarnya ada berapa orang?”

“Ini. ”

“Jangan malu-malu, seperti juga ilmu pedangmu, jika permainanmu bagus bisa membuat orang menjadi terkagum-kagum.”

Tapi Zhou Shi-hui tetap curiga, dia berkata, “Kakak Hui, apakah itu benar? Aku hanya mendengar kata-katamu tapi aku tidak percaya dengan ucapan Kakak Besar.”

Meng Shao-hui tampak ragu dan berkata, “Adik Hui, kau jangan ”

Zhou Shi-hui dengan serius berkata, “Katakanlah Kakak Hui, aku selalu merasa diriku ini tidak bodoh. Tapi anehnya tidak ada perempuan yang ingin berpacaran denganku. Bila Kakak Hui benar-benar begitu hebat, aku akan belajar kepadamu.”

Meng Shao-hui tertawa kecut dan menggelengkan kepala, “Apakah ini yang disebut hebat? Jujur saja, aku juga tidak tahu kenapa para perempuan selalu ingin bicara denganku ”

Zhou Shi-lan tertawa dan berkata, “Kecuali para gadis, banyak juga yang sudah menjadi nyonya.”

“Ya, begitulah.” Meng Shao-hui berkata, “Nyonya-nyonya muda ini lebih sulit dihadapi daripada para gadis. Jujur saja, aku sudah merasa bosan.”

Tapi Zhou Shi-lan seperti marah, dia berkata, “Sudahlah, mungkin kau dulu yang menggoda mereka, tapi ini pun keahlianmu, seperti. ” Kata-katanya belum selesai, dia

berhenti. Dengan terkejut dan terdiam.

Meng Shao-hui memperhatikan perubahan ini dan dia berkata, “Kak Lan, apa artinya ini?”

Zhou Shi-lan tiba-tiba bersemangat dan berkata, “Adik Hui, cepat kemari!” Meng Shao-hui mendekat, Zhou Shi-lan menunjuk keluar jendela, di jalan, banyak orang yang berlalu lalang, dia bertanya, “Adik Hui, apakah kau kenal dengannya?”

“Siapa?” Meng Shao-hui tidak memperhatikan dengan teliti, seperti melihat juga seperti tidak melihat.

“Orang yang berbaju kuning.” “Dia seperti. ”

Zhou Shi-hui sudah mengikuti mereka melihat keluar jendela dan berkata, “Apakah Kakak Hui benar-benar tidak kenal dengannya? Dia adalah putri ketua kantor Biao Qing, bernama Qing Li Hua. Orang di kota memanggilnya dengan sebutan Su Yi Xian Gu (Dewi Berbaju Polos).”

“Sepertinya Adik Hui benar-benar tidak kenal dengannya.” “Hanya bertemu dua kali, itu pun tidak sengaja.”

“Baiklah,” Zhou Shi-lan tertawa licik dan berkata, “Adik Hui mengatakan bahwa gadis- gadis selalu ingin bicara denganmu dulu, sekarang kita tebak apakah Nona Qing pun ingin berbicara dulu denganmu? Kalau kau bisa berbicara dengan dia, aku benar-benar kagum kepadamu. Apa yang kau katakan, aku akan mempercayainya.”

Wajah Meng Shao-hui memerah, dia berkata, “Untuk apa seperti itu?”

Zhou Shi-lan berkata, “Kenapa, apakah kau takut? Aku kira sejak tadi selalu berkata bohong. Tapi tidak apalah, kita anak muda pasti sering berkata bohong.”

Meng Shao-hui marah dan berkata, “Apakah kau mengira aku tidak berani mengajak bicara Su Yi Xian Gu itu?”

Kata Zhou Shi-lan, “Tidak! Aku hanya berkata seperti itu. Di kota Lan Zhou semua orang tahu bahwa Adik Hui tampan seperti Pan An (Pada jaman dulu Pan An adalah orang paling tampan di jamannya). Tapi Su Yi Xian Gu bukan orang biasa, dia sangat cantik, benar-benar seperti Chang E (Chang E = dewi yang berada dibulan). Lebih baik Adik Hui jangan menggodanya.”

Wajah Meng Shao-hui menjadi merah lagi, dia berkata, “Aku mengajak kalian bertaruh.”

Zhou Shi-lan tertawa dan berkata, “Baiklah, Adik Zhou Shi-hui yang menjadi saksi, coba kau kemukakan syaratmu.” Meng Shao-hui tersenyum dan dengan perlahan dia duduk kembali, arak yang berada di dalam cangkir diteguknya hingga habis, kemudian dia berkata, “Bila dalam waktu satu bulan aku tidak bisa mengajak dia berbicara atau mengajaknya bermain, aku akan mentraktir kalian sebulan penuh.”

“Aku akan ikut dengan taruhan ini,” kata Zhou Shilan, kemudian dia berkata lagi, “Bila hanya berkenalan itu sudah sangat biasa, kau harus membuktikan bahwa dia masih perawan.”

Meng Shao-hui tampak ragu.

“Mengapa? Apakah kau merasa menyesal? Tanya Zhou Shi Lai, “Kau masih bisa membatalkan taruhan ini.”

Meng Shao-hui berdiri dan berkata, “Kapan aku merasa menyesal, baiklah kita sepakati taruhan ini!”

“Benar, kita sepakati bersama,” kata Zhou Shi-lan.

Meng Shao-hui dengan marah berkata, “Permisi!” dia segera meninggalkan rumah makan itu.

“Kakak Besar, kau ini kenapa? Sudah tahu kau akan kalah, malah mengajak taruhan,” kata Zhou Shi-hui.

“Tahu dari mana aku akan kalah?”

“Bukankah kau tadi mengatakan bahwa di bidang cinta, Kakak Hui sangat berpengalaman? Dia pasti bisa menarik gadis itu.”

“Memang benar, dia memiliki keistimewaan untuk menarik perhatian para gadis, tapi kau jangan lupa, yang kita pertaruhkan adalah yang terkait...”

Dengan tertawa Zhou Shi-lan bertanya, “Apakah kau tahu siapa ibu Shu Yi Xian Gu?” “Bukankah dia adalah Yi Zhang Qing?”

“Benar, kau tahu Yi Zhang Qing bukan perempuan biasa, ilmu silatnya sangat bagus dan dia perempuan pintar, putrinya sangat cantik dia tentu akan berhati-hati bila ada pemuda yang mendekati putrinya.” “Apakah tadi kau tidak melihat. Di belakang Qing Li Hua tadi ada dua orang pelayan, bila terjadi sesuatu pada dirinya, salah satu pelayannya pasti akan pulang dan melapor kepada Yi Zhang Qing dan dia akan segera muncul untuk menolong putrinya.”

Zhou Shi-hui merasa aneh dan dia bertanya, “Mengapa kau bisa tahu ”

“Ini adalah rahasia diantara kita, jangan beritahu kepada siapa pun.”

Meng Shao-hui dengan cepat turun dari rumah makan itu, Qing Li Hua hampir berhasil dikerjarnya, tapi dia malah tampak ragu.

“Qing Li Hua sangat cantik, manis, dan luwes, dia adalah gadis cantik yang terkenal di Lan Zhou, sedangkan aku adalah playboy di dunia percintaan, bila dia tidak mau meladeniku, tentu saja aku akan merasa malu. Apalagi sekarang aku sedang taruhan dengan Zhou bersaudara. Tapi Qing Li Hua tidak seperti gadis lainnya, dia adalah putri dari si Kait Perak Tak Terkalahkan, Qing Yong-lu, ayahnya sangat terkenal di dunia persilatan, tapi sekarang ini ayahnya sudah meninggal dengan nasib yang tragis, mayatnya terkubur di hutan, sampai sekarang pun tidak ada yang tahu siapa musuhnya. Belum ada yang tahu ayahnya juga adalah teman lama ayahku, dulu ayah pernah menitipkan dia kepada anak buahnya. Aku tidak tega menggoda gadis yang telah ditinggal mati oleh ayahnya, bila aku kalah paling-paling hanya mentraktir mereka makan selama sebulan dan itu tidak apa-apa bagiku, lebih baik aku mengaku kalah saja....Tapi         ini         menyangkut         nama         baikku,         apakah         aku akan kalah begitu saja? Tapi bila dipikir-pikir lagi, biar saja taruhan ini diteruskan, toh aku belum menikah, sekalian saja kubuktikan semua, bila memang benar.... aku akan mengawininya, ini bukan kesalahan yang fatal.” Berpikir seperti itu hati Meng Shao-hui menjadi tenang, wajahnya tersenyum, kakinya melangkah lebih cepat lagi.

Dia sudah mendekati Qing Li Hua dan menyapanya, “Apakah kau adalah Nona Qing?”

“Kau adalah Tuan Muda Meng?” suara Qing Li Hua terdengar senang, wajahnya tersenyum dengan manis, tapi senyum itu segera menghilang.

Kata Meng Shao-hui dengan tersenyum, “Tadi aku sempat heran mengapa hari ini tiba- tiba cuaca menjadi terang? Ternyata Nona Qing keluar dari istananya yang sepi. Sudah beberapa hari ini kita tidak bertemu, apa kabar Nona?”

Qing Li Hua merasa malu, dia menundukkan kepalanya dan menjawab dengan suara kecil, “Tuan Muda Meng memang senang bercanda dengan gadis seperti aku yang telah kehilangan ayah, tidak ada kebaikan dan tidak baiknya untukmu. Hanya Tuhan merasa kasihan kepada kami, masih membiarkan aku dan ibuku bertahan hidup sampai sekarang, ini semua karena kebaikan Paman Meng.”

Meng Shao-hui mendengar nada bicaranya yang sedih itu, hatinya ikut merasa sedih, dia hanya bisa diam.

Sekarang mereka berdua berhenti berjalan untuk mengobrol, ini sangat menarik perhatian orang-orang yang lewat karena laki dan perempuan itu terlihat sangat serasi. Ada orang yang mengenal mereka dan ikut berhenti kemudian mengobrol.

Qing Li Hua mulai merasa wajahnya memerah, dia berkata, “Tuan Muda Meng, jika tidak ada hal yang penting lagi. ”

Meng Shao-hui tampak ragu dan segera berkata, “Sebenarnya aku ada perlu denganmu, hanya aku merasa malu datang ke rumahmu. Sekarang kita kebetulan bisa bertemu, bagaimana kalau kita melanjutkan obrolannya? Kalau begitu sambil berjalan kita lanjutkan mengobrol, jangan berdiri disini terus.”

= ooOOOoo =

Bulan sabit tergantung di atas langit, dia mencurahkan cahayanya yang lembut. Dari Huang He (nama sungai) berhembus angin yang sejuk, membuat orang merasa nyaman.

Di sebelah gunung, terdapat jurang yang terjal, pohon besar membuat sinar bulan menjadi bayangan hitam.

Sesosok bayangan hitam sedang berjalan ke arah sana, semakin dekat, baju yang berwarna polos membungkus bentuk tubuhnya yang bagus, membuat orang mengira dia adalah seorang dewi....

Di belakang pohon cemara besar muncul bayangan lainnya, dia memanggil, “Nona Qing, apakah itu adalah kau? Aku berada disini.”

Yang datang adalah Qing Li Hua. Dia berhenti sebentar, kemudian tergesa-gesa menghampiri orang itu.

Kakinya belum berhenti, dia sudah berkata, “Tuan Muda Meng, kau mengajakku kesini ada keperluan apa?”

Meng Shao-hui tertawa dan menjawab, “Jangan terburu-buru, beristirahat sebentar, baru kita bicara pelan-pelan!” “Tidak bisa, cepat beritahu kepadaku, ibuku sangat ketat menjagaku, dia tidak akan mengijinkan aku keluar sendirian, apalagi. ”

Tapi Meng Shao-hui tertawa dan berkata, “Tapi kau tetap keluar sendiri.”

Sinar bulan tidak begitu terang, tidak bisa melihat apakah wajahnya memerah atau merasa malu?

Tapi mendengar dia bicara, bisa membuktikan bahwa dia sangat malu, “Tadi di kota, kau terus bicara dan mengajakku datang kesini, terpaksa aku kesini. Kau harus tahu, kedua pelayanku tadi sangat pintar, kalau kita berbicara lama mereka akan memberitahu semuanya kepada ibuku.”

“Kau sangat takut kepada Bibi Qing?”

Qing Li-hua tidak menjawab, tapi mengangguk.

“Jangan takut.” Sambil berkata, Meng Shao-hui memegang pundak Qing Li Hua.

Qing Li Hua kaget dan berteriak, kemudian mundur beberapa langkah. “Jangan begitu.”

“Tidak, aku tidak apa-apa.” Meng Shao-hui tersenyum dan berkata, “Nona Qing, pertama kali melihatmu, aku sudah menyukaimu, kau adalah gadis tercantik di Lan Zhou, aku kira sudah menyukaimu, tapi itu semua hanya harapan kosong.”

“Tuan Muda Meng, jangan memujiku terus. Semua orang tahu bahwa kantor Biao Zhen Yuan milik keluarga Meng adalah paling kaya dan terkenal. Tuan Muda Meng seorang yang tampan dan luwes, ilmu silatnya pun tinggi. Orang-orang Lan Zhou sangat kagum kepadamu!”

“Apakah kau sedang menertawakan aku?”

“Tidak, semua yang kukatakan adalah benar.” Meng Shao-hui tertawa dan berkata, “Kalau begitu, aku bisa berteman dengan Nona Qing?”

“Hanya saja. ”

“Apa?”

“Tapi nama baikmu?” Qing Li Hua malu dan mundur, kemudian dia berkata, “Orang- orang memanggilmu dengan sebutan playboy.” “Kalau begitu apakah kau keberatan?”

“Sepertinya aku tidak bisa percaya begitu saja kepadamu, apalagi ayahku sudah meninggal, ibuku sangat ketat menjagaku. Dia tidak bisa mendengar gosip-gosip miring, apalagi keluargaku miskin, mana bisa ”

Meng Shao-hui memotong kata-katanya dan berkata, “Jangan bicara lagi, ini semua tidak ada hubungannya. Aku hanya bertanya kepadamu, apakah orang sepertiku pantas menjadi teman Nona?”

Qing Li Hua tidak berkata apa-apa, hanya mengangguk.

“Ini pun sudah cukup.” Suara Meng Shao-hui menjadi besar juga terdengar terburu- buru. “Aku menyukaimu. Benar, aku tidak berbohong kepadamu, bila tidak meninggalkanku, besok aku akan memberitahu kepada ayahku dan menyuruh keluargaku pergi ke rumahmu untuk melamar.”

“Apakah semua ini benar?” Suara Qing Li Hua terkejut dan juga senang. Dia mengangkat kepalanya. Di bawah sinar bulan terlihat wajahnya penuh dengan kebahagiaan.

Meng Shao-hui berkata, “Bila aku berubah hati, aku akan dihukum oleh ”

Kata-kata Meng Shao-hui belum selesai, Qing Li Hua sudah menutup mulut Meng Shao-hui dengan tangannya yang lembut.

Meng Shao-hui mencium harum gadis itu masuk kehidungnya, dia menangkap tangan Qing Li Hua kemudian mencium tangannya....

Qing Li Hua merasa hatinya bergetar, dia sudah berada dalam pelukan Meng Shao-hui. Hati Meng Shao-hui sangat senang, kedua tangannya memeluk dengan lembut.

Tiba-tiba ada seseorang yang marah, “Baiklah penjahat, kau berani mengganggu putriku!”

Hanya dalam sekejap bayangan orang itu seperti kilat dengan cepat berlari menghampiri mereka. Dia adalah Che Ling Yun.

Meng Shao-hui terkejut, Qing Li Hua membebaskan diri dari pelukan Meng Shao-hui, dengan terburu-buru dia berkata, “Kakak Hui, cepat pergi, ibuku sudah datang!” Meng Shao-hui hanya diam sebentar, segera membalikkan badan. Bayangan berkilau kemudian menghilang.

= ooOOoo =

Sinar bulan seperti air masuk ke dalam kamar melalui jendela. Disekeliling sana sangat sepi. Terang sinar lampu sebesar kacang membuat tempat tidur dan perabot terlihat gelap.

Xiao Lan-ying duduk di pinggir tempat tidur, dengan bengong melihat pintu kamarnya. Hatinya seperti dibakar oleh api.

“Pukul dua subuh sudah lewat, dia mengatakan akan datang, apakah....” Tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu.

Dengan cepat dan senang Xiao Lan-ying berdiri, dia membereskan rambutnya lalu membuka pintu kamar.

Dengan suara kecil, dia berkata, “Kau sudah datang ”

Pintu kamar terbuka, tampak bayangan seseorang masuk. Xiao Lan-ying tidak dengan melihat jelas siapa orang itu, Xiao Lan-ying dengan bahagia memejamkan matanya dan masuk ke dalam pelukan orang itu.

Pelukan dari orang yang menyambutnya terasa berkobar dan erat. Xiao Lan-ying berkata dengan suara kecil, “Kau kejam, aku sangat merindukanmu, sekarang kau baru datang.”

“Apakah kau terburu-buru? Jangan khawatir sayang, aku akan membuatmu merasa puas.” Suara orang itu tidak sama.

Xiao Lan-ying terkejut, dia baru melihat orang itu dengan jelas. Ternyata orang itu bukan Meng Shao-hui.

“Siapa kau?” Xiao Lan-ying ingin melepaskan diri dari pelukannya, tapi tidak bisa. Dengan kaget Xiao Lan-ying berkata, “Cepat lepaskan aku! Aku akan berteriak!”

Zhou Shi-lan tertawa dan berkata, “Jangan begitu sayang, apakah hanya Tuan Muda Meng yang bisa meladenimu saja? Aku pun tidak akan kalah darinya. Hari ini dia tidak akan datang, tapi aku akan membuatmu merasa puas.” Xiao Lan-ying ingin berteriak, tapi mulut sudah disumpal oleh bibir yang besar. Dan dengan waktu yang bersamaan, kedua kaki Xiao Lan-ying tidak berpijak ketanah, dia digendong menuju tempat tidur dan dia pun merasa tidak ada tenaga lagi, tubuhnya mulai gemetar....

= ooOOOoo =

“Saudara-saudara, harap minggir, disini adalah tempat latihan kantor Biao Zhen Yuan.”

Lapangan itu dikelilingi oleh ratusan orang, ada sebagian laki-laki yang mengenakan baju ketat, tapi kebanyakan yang berada disana adalah orang yang datang untuk melihat.

“Saudara-saudara, tolong diam sebentar!” Seorang laki-laki yang berumur sekitar tiga puluh tahun berjalan ke arah sana, dia memberi hormat kepada kerumunan orang- orang itu, kemudian dia berkata, “Aku bernama Ye Cheng, biasa dipanggil dengan sebutan Tujuh Benang, itu hanya julukan, sebenarnya aku hanya seorang pengantar barang di kantor Biao Zhen Yuan. Karena di kantor Biao Zhen Yuan tempatku bekerja, semakin makmur dan juga semakin besar, maka kami ingin menambah anggota, hari ini aku akan menjadi penguji kalian yang berminat untuk menjadi anggota. Siapa yang bekerja di kantor Biao Zhen Yuan, bila orang itu masih muda dan lincah, dia bisa menjadi pengantar barang, tapi kami orang bagian utara selalu senang bermain silat, apalagi di kota Lan Zhou ini, banyak diantara teman-teman yang mempunyai ilmu silat tinggi, bila ingin menjadi anggota Biao, syaratnya sangat mudah, asalkan orang itu bisa mengalahkanku, kalian akan langsung diangkat menjadi pengantar barang. Aku harus menyampaikan terlebih dahulu, pada saat kita bertarung pasti akan tersenggol bahkan bisa terluka, kami orang kantor Biao Zhen Yuan akan bertanggung jawab dengan membiayai pengobatan, tapi bila terjadi hal lain, itu hanya karena nasib sial orang itu! Sekarang kita mulai. Silakan!”

Di kantor Biao pekerjaan yang paling rendah adalah sebagai pengantar barang, biasanya dia hanya menjaga pintu rumah, bila ikut mengantarkan barang, dia hanya menjadi kusir, kerjanya sangat melelahkan, gajinya pun kecil, sedangkan bila menjadi guru Biao, pekerjaannya sangat mudah, mereka mempunyai kedudukan dan gaji yang tinggi, tapi syaratnya dia harus memiliki ilmu silat yang tinggi.

Begitu ada perampok yang akan merampas barang mereka, dia harus bisa melindungi barang itu dan mengeluarkan ilmu silatnya, orang biasa tidak mudah mendapatkan pekerjaan seperti ini. Sudah lama Ye Cheng berkata seperti itu tapi tidak ada seorang pun yang berani menerima tantangannya.

Ye Cheng berkata lagi beberapa kali, akhirnya ada seseorang yang bernama Hou Qi keluar dari kerumunan orang dan dia bertarung dengan Ye Cheng.

Ilmu silat yang dipelajari oleh Hou Qi sepertinya sangat kuat, tapi lama kelamaan dapat terlihat bahwa dasar ilmu silatnya tidak kuat, Ye Cheng sudah mengetahuinya, dia pun menyerang dengan hati-hati, setelah bertarung dalam beberapa puluh jurus, dengan cepat Ye Cheng berhasil menendang pinggang Hou Qi kemudian tubuh besar itu pun terjatuh dan tidak bangun lagi. Wajah Hou Qi memerah.

Ye Cheng tertawa dan berkata, “Maaf, sebenarnya ilmu silatmu lumayan juga, jadilah pengantar barang, kelak kita akan menjadi satu keluarga.”

Kemudian ada beberapa orang yang mencoba, hanya dalam dua puluh jurus mereka berhasil dikalahkan oleh Ye Cheng, Ye Cheng pun mulai merasa lelah, tapi dia ingat perjanjiannya dengan Meng Ju-zhong, dia berusaha untuk tetap bersemangat.

Dia berkata lagi, “Masih ada yang ingin bertarung?”

Tidak ada yang menjawab, Ye Cheng tertawa dengan senang, dan berkata lagi, “Aku sangat kecewa pada hari ini, aku ingin mencoba kemampuan kalian, tapi bagaimana lagi?”

Segera dari kerumunan orang itu muncul seorang pemuda, tubuhnya tidak terlalu tinggi, dia sangat kurus tapi wajahnya terlihat tampan, dia mengenakan baju kasar, tapi bersih, tidak ada sobekan dan juga tidak kusut.

Dengan nada menghina Ye Cheng berkata, “Anak muda, orang sepertimu seharusnya pergi ke Cui Feng-ban milik tuan mudaku, belajarlah menyanyi disana, aku jamin kau pasti akan diterima, keadaan disini sama sekali tidak cocok untukmu, sebagai pengantar barang kau pun terlalu pendek dan kecil.”

Dengan dingin pemuda itu berkata, “Belum tentu.”

Ye Cheng mengira jawaban oleh pemuda itu adalah: 'aku akan pergi ke Cui Feng-ban'.

Ye Cheng berkata, “Menurutku bila kau lumayan, kau pasti akan diterima, bila tidak aku akan membicarakannya dengan Tuan Muda ” Pemuda itu menghentikan kata-katanya, “Jangan sembarangan bicara, aku lihat sejak tadi kau terus bertarung, sebenarnya kau sudah merasa lelah, bila aku memenangkan pertarungan ini, itu juga tidak akan mengenakkanmu, lebih baik kau cari seseorang yang berilmu silat sepertimu atau malah lebih hebat darimu, kemudian suruh orang itu bertarung denganku.”

Ye Cheng tampak marah dan berkata, “Tidak perlu, sejak tadi sudah kukatakan bila kau bisa mengalahkanku, kau boleh menjadi guru Biao, ini adalah janji dari ketua kantor Biao dan kata-kata ini bisa dipercaya.”

Kata pemuda itu, “Baiklah, ini merupakan keuntungan bagiku, tapi aku harus bicara dulu, dalam sepuluh jurus aku pasti akan menang darimu, tapi bila aku melebihi satu jurus maka aku akan mengaku kalah darimu.”

Ye Cheng benar-benar marah, dia berteriak, “Jangan banyak bicara, cepat naik!”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar