Asmara Pedang dan Golok Bab 20 (Tamat)

BAB 20 (Tamat)

Orang setengah baya itupun tertegun sejenak, sampai Li Poh-hoan yang pernah memeluk dan menciumnya pun tidak terasa tertegun.

Ketika keadaan pulih kembali seperti semula, orang setengah baya itu meloncat ke dalam kamar, dengan lembut berkata:

"Toa-siocia, apakah kau masih ingat aku? Aku Yan- cauw, aku dulu di Chun-hong-lou!"

Pemilik Chun-hong-lou bermarga Liu, tempat-nya di Yang-ciu, dengan Hoa-goat-Iou dari keluarga Cui sama- sama berada di Yang-ciu, keduanya disatu-kan dan di sebut Chun-hong-hoa-goat-lou, adalah keluarga turun-temurun yang sangat ternama di dunia persilatan.

Karena hubungan keluarga Cui dan keluarga Liu sangat dekat, maka pegawai dari kedua keluarga itu, kebanyakan saling kenal atau pernah bertemu.

Toa-siocia keluarga Cui adalah Cui Lian-hoa, dia tertawa senang dan berkata:

"Aduh, paman Yan, tentu saja aku ingat dirimu. Dimana Toako? Dimana dia sekarang?" Yan-cauw berkata:

"Aku sudah cukup lama meninggalkan Chun-hong-lou. Maka keberadaan Liu-siauya sedikit pun aku tidak tahu." *j

'Toako' 'Liu-siauya' yang dikatakan mereka adalah satu orang, yaitu Kiam-liu (Pedang marga Liu), keluarga ternama di dunia persilatan, yaitu Chun-hong-lou di Yang- ciu.

Satu satunya keturunan keluarga Liu adalah Liu Siang- hen.

Cui Lian-hoa dan adiknya biasanya memanggil dia 'Toako'.

Cui Lian-hoa keheranan dan berka ta:

"Kau sudah meninggalkan? Apa maksudnya meninggalkan?"

Kata Yan-cauw:

"Maksudnya aku sudah tidak bekerja untuk keluarga Liu lagi,, waktu sangat cepat berlalu, dalam sekejap mata sudah lewat tiga tahun."

"Lalu kenapa kau bisa muncul disini? Bagai-mana kau bisa tahu aku adalah Toa-siocia?"

Yan-cauw tertawa sejenak dan berkata:

"Ceritanya panjang, pokoknya Ji-siocia menyuruh aku melayani dan melindungimu. Maka aku tahu kau adalah Toa-siocia, pasti tidak salah menduga kau bukan Ji-siocia."

Cui Lian-hoa menarik nafas lega dan berkata:

"Begitu, jika kau datang untuk melindungi aku, aku jadi merasa lega." Yan-cauw mengusap-usap rambutnya yang sudah beruban, berpikir sejenak, baru pelan-pelan berkata:

"Toa-siocia, disini bukanlah Yang-ciu, waktu-nya juga bukan beberapa tahun lalu, maka ada banyak hal sudah terjadi perubahan."

Cui Lian-hoa "Mmm!" sekali lalu berkata: "Tentu saja bisa terjadi banyak perubahan. Philosophy sifat kosong dari agama Budha, kebanyak-an basisnya yaitu di dunia ada kejadian yang bembah-rubah tidak menentu.

Jika selamanya tidak berubah, maka di dunia tidak ada wajah baru. Jika ada perubahan, maka yang disebut f aham pesimis buat apa pesimis?

Penganut reinkarnasi dan penganut mekanis buat apa bersiteguh pada teori mereka? Nasib tentu saja tidak terkecuali bisa ada perubahan, coba kau katakan betul tidak?"

Yan-cauw terbengong-bengong sejenak, baru menjawab: "Kata-kata ini mungkin hanya Liu-siauya yang bisa

membicarakan denganmu."

Cui Lian-hoa menenangkan diri sejenak, sambil menatap dia berkata:

"Kalau begitu apa yang ingin kau beritahukan padaku? Suaramu seperti tidak normal, sepertinya ada kata-kata yang kurang enak, kau adalah orang tua yang melihat aku tumbuh besar, kenapa ada kata-kata yang tidak mau diucapkan?"

Yan-cauw berpikir sejenak baru berkata:

"Aku memang tidak enak mengucapkannya." Wajah dia mendadak menjadi serius, lalu berubah menjadi dingin, "tapi aku terpaksa harus mengata-kannya, bahkan ada beberapa hal terpaksa aku harus melakukannya!"

Cui Lian-hoa sudah mendapat pengalaman pahit, di dalam hati sudah tahu ada yang tidak beres.

Dengan tersenyum sedih sejenak, tiba-tiba hatinya menjadi kacau. »

Kenyataannya persis seperti yang dia katakan tadi, selalu berubah-rubah tidak menentu.

Siapa yang akan terpikir Yan-cauw......menyaksikan dia dari kecil tumbuh menjadi dewasa... malah ada keinginan jahat yang tidak menguntung!-an dia?

Tapi sebenarnya juga tidak terlalu serius, jika sudah tidak hidup di dunia lagi, masalah apa pun segera jadi tidak ada maknanya, juga tidak ada luka.

"Baiklah, silahkan beritahu aku." Dia berkala, "aku hanya berharap apa yang kau lakukan, walaupun itu merugikan aku, tapi pasti bisa menguntungkanmu, baguslah kalau begitu!"

Jika melakukan pekerjaan yang merugikan orang lain tapi tidak menguntungkan diri sendiri, mungkin hanya idiot baru mau melakukannya.

Apakah Yan-cauw seorang idiot?

Laki-laki sangat aneh, kadang di depan wanita, sering melakukan hal yang lebih bodoh dari pada yang dilakukan oleh seorang idiot.

Pelan Yan-cauw berkata:

"Mungkin aku akan mati karena melakukan hal ini.

Tapi, aku juga mungkin merasa mati pun setimpal!" Hati Cui Lian-hoa tergetar, sambil menggelengkan kepala berkata:

"Kau tidak perlu mengatakannya lagi, tapi aku tetap berharap kau mempertimbangkannya sekali lagi, mati adalah akhir dari masa kehidupan ini, benar kau merasa pantas melakukan hal ini?"

Yan-cauw sudah bertekad, berkata:

"Pantas, jika aku bisa mendapatkanmu, walaupun bukan untuk selamanya, walaupun hanya sejenak, mati pun setimpal."

Di dalam hati Cui Lian-hoa merasa kasihan, bersamaan juga merasakan sedih terhadap tekanan mala petaka akan menimpanya.

Kenapa laki-laki selalu tidak bisa melewati wanita cantik.

Kenapa sudah jelas-jelas tahu lawan tidak mau, tapi diri rela membayar dengan harga semahal ini?

Malah nyawa melayang juga tidak mau mundur, tidak menyesal?

Kenapa perbedaan antara laki-laki dengan wanita bisa banyak begitu?

Dengan demikian, bukankah setelah beratus beribu- tahun kemudian, laki laki dengan wanita tetap tidak bisa setara?

Persis seperti kau mau memandang emas kuning sebagai batu, sebenarnya mana mungkin?

Bagaimana mungkin kau bisa merangkai batu jadi kalung yang indah?

Bagaimana mungkin kau memandang sama kegunaan dan harga emas dengan batu? Setara memang bukan sama dengan, tapi paling sedikit sebagian mengandung arti sama dengan.

Dan dikehidupan nyata kita, sama sekali tidak bisa memandang emas adalah batu, atau menganggap batu sebagai emas, walaupun ada sebagian sama dengan, juga tidak mungkin.

Laki-laki dengan wanita juga begitu.

Jika mengatakan sama-sama bernyawa, kalau begitu manusia dan semut juga sama, bernyawa. .

Jika mengatakan semua orang ada emosi senang marah, sedih senang, kera pun ada.

Pokoknya laki-laki bukan wanita, wanita pun bukan laki- laki. Dan teori ini tidak tidak seluruhnya sama dengan teorinya 'kuda putih bukan kuda' dari Kongsun Liong-cu.

Beberapa keinginan, beberapa rencana, jika ridai mengatakannya, sangat mudah mati tli dalam pi-iul sebelum lahir, jika sudah dikatakan, atau ditulis di dalam surat, maka menjadi anak panah di atas busur terpaksa harus dilepaskan.

Cui Lian-hoa dengan lembut berkata: "Paman Yan, aku bisa melupakan kau teJah mengatakan semua ini, kau percaya tidak padaku?"

Tubuh Yan-cauw berdiri tegak lurus, semangat nya bertambah. Dia berkata:

"Tidak, kau tidak perlu melupakannya. Aku hanya berharap kau bisa melihat keadaan dengan jela:., berharap kau tahu apa yang bisa dihindarkan, apa yang tidak bisa dihindarkan. Dengan demikian, kita semua mungkin akan merasa lebih baik!" Tentu saja dia melihat dengan jelas keadaannya. Jika sekarang hanya wanita lemah yang tidak mampu menangkap ayam, tapi cantik sekali membuat laki-laki meneteskan air liur, dalam keadaan sekarang sama sekali tidak ada bantuan dari luar juga tidak ada orang yang melindunginya, masih ada akal apa lagi? Apakah dia sanggup melawannya? Jika dia tahu di luar masih ada seorang Li Poh-hoan pesilat yang berlimu sangat tinggi dari aliran pembunun bayaran, sedang diam seribu bahasa menyaksikan peristiwa ini, mungkin reaksi dia bisa sangat berbeda.

Dia tersenyum sedih dan berkata: "Paman Yan, kau tahu tidak, nyawa mudah sekali hilang?"

Tubuh Yan-cauw tergetar dan berkata: " Apa maksud kata-katamu ?"

"Maksudku sangat sederhana dan jelas, kau sebenarnya juga bukan tidak mengerti, apalagi dari sudut pandang seorang pesilat tinggi dunia persilatan, memusnahkan nyawa orang lain, seringkah lebih mudah dari pada memusnahkan diri sendiri."

Yan-cauw buru-buru berkata:

"Jangan tergesa-gesa, kita bicarakan terlebih dulu."

Di dalam hatinya sebenarnya ketakutan wanita cantik ini mendadak menjadi bunga yang layu, menjadi tubuh yang tidak bernyawa.

Buat orang biasa, membunuh orang lain dengan membunuh diri sendiri, semua hal yang tidak mudah.

Tapi bagi orang yang pernah belajar ilmu silat tingkat tinggi, walaupun ilmu silatnya telah musnah, tapi tetap bisa melakukan hal yang di luar dugaan orang biasa. Dia berkata lagi:

"Jika seseorang sudah tidak ada kerinduan terhadap kehidupan, terhadap musnahnya satu-satu-nya tubuh dia sudah tidak ada perasaan sayang. Lalu kenapa dia tidak bisa menahan sedikit kerugian tubuh-nya?"

"Aku mengerti maksudmu," Cui Lian-hoa berkata lagi, "jika dahulu, mungkin aku bisa menahan-nya. Tapi sekarang tidak bisa, sebab Hoyan Tiang-souw pasti sangat marah."

Kebesaran Mo-to sekarang ini di utara mau puri di selatan sungai besar tidak ada orang yang tidak tahu, Yan- cauw pun tentu saja tidak mungkin tidak tahu.

Dia tertegun sejenak, lalu kembali tersenyum, katanya: "Ternyata Hoyan Tiang-souw. Bagus sekali, dia memang

pantas untukmu. Aku menduga, demi dia mungkin ada

beberapa hal kau mau mengalah. Kau mau tidak melakukan itu?"

Biasanya Cui Lian-hoa tidak mudah marah, tapi sekarang dia tidak tahan menjadi marah juga.

Laki-laki ini benar-benar bukan manusia, malah mengharapkan aku mau diperkosanya, juga mengharapkan aku tidak memberitahukan pada Hoyan liang souw?

Jika betul demikian, hal ini apa jadi perkosaan? Atau perselingkuhan?

Untungnya di luar jendela terdengar sebuah suai a yang nyaring, mewakili dia menjawabnya.

Orang itu adalah Li Poh-hoan, dia tahu di lu.u sepertinya masih bisa dibicarakan, sebenarnya masalah sudah di batas bahaya, jika Cui Lian-hoa menolaknya, maka harus buru- buru bungun mendahuluinya. Sehingga dia segera menjawabnya: "Tentu saja Cui Toa-siocia tidak akan mau, jika dia berpikir demi Hoyan Tiang-souw, mungkin hanya mati jalan satu-satunya."

Orangnya muncul bersamaan dengan suaranya, d i dalam kamar terdengar angin berhembus.

Seorang pemuda yang berbaju putih dengan wajah tenang sudah muncul.

Di bawah ketek dia menjepit sebilah pedang panjang berikut sarungnya.

Wajahnya yang tampan tampak cerah, semangatnya sangat tinggi.

Hati Cui Lian-hoa merasa tertarik sambil memandanginya, dia ianya:

"Siapa kau?"

Tingkah Li Poh-hoan selain sopan juga santai anggun, berkata:

"Margaku Li, aku adalah sahabatnya Hoyan Tiang- souw, sahabatnya sedikit sekali, aku kebetulan salah satunya, kebetulan juga bertemu dengan masalah yang ada hubungannya dengan dia, makanya aku memberanikan diri muncul. Tapi sangat mungkin aku hanya mempermalukan diriku sendiri, malah ditertawa kan orang, congcorang menahan kereta. Tapi aku tetap akan berusaha semampunya, walaupun aku sampai mati, juga tidak akan menyesal."

Cui Lian-hoa terkejut dan berkata:

"Apa Hoyan Tiang-souw sungguh punya sahabat setampanmu? Kenapa aku tidak tahu?" Li Poh-hoan tersenyum, lalu sorot matanya ditujukan pada Yan-cauw, terhadap laki-laki setengah baya ini, dia tidak merasa terlalu membencinya.

Suka yang cantik-cantik adalah sikap manusia yang normal.

Hanya saja yang dia tuju salah alamat.

"Saudara Yan, bagaimana kalau masalah hari ini kita lupakan semua?"

Yan-cauw sudah menjalurkan seluruh tenaga dalamnya, tujuh anak panah beracun di dalam lengan baju kirinya juga sudah siap dilemparkan. Dia berkata: ^

"Melupakannya tentu saja boleh, tapi jika di kemudian hari setiap malam aku tidak bisa tidur, maka lebih baik bereskan saja masalahnya hari ini! Siapa marga dan nama besarmu?"

"Kau sudah tahu siapa aku, kenapa masih bertanya? Aku tidak percaya ji-siocia tidak pernah menyebut aku, lebih- lebih tidak percaya kalau kau lidak tahu aku adalah temannya Ji-siocia!"

Cui Lian-hoa keheranan danberkata:

"Ahh, kau ini temannya A-Gwat?" Li Poh-hoan tersenyum dan berkata:

"Sepertinya betul, tapi apakah dia benar-benar memandang aku adalah temannya, itu rada sulil dikatakan!"

Yan-cauw mengerutkan alisnya, sehingga kerul di wajahnya tampakbertambahbanyak. Dari sini bisa di lihat tekanan di dalam hatinya sangat berat sekali, jika dia bukan seorang dunia persilatan, biasanya tidak akan terlihat ekspresinya.

Dia berkata:

"Toa-siocia wajahnya persis serupa dengan Ji-siocia, apakah karena Ji-siocia menjauh darimu, maka kau mendekati Toa-siocia? Di dalam hati menganggap Toa- siocia adalah Ji-siocia?"

Li Poh-hoan mengangkat bahu, tersenyum lalu berkata: "Mungkin di kemudian hari ada kemungkinan ini, tapi

sekarang belum. Karena hari ini aku pertama kalinya

melihat Toa-siocia, sesaat aku tidak terpikir menggunakan dia menggantikan Pu-couw-siancu. Tapi bagaimana pun juga, aku berterima kasih padamu telah mengingatkan aku!"

Yan-cauw jadi tidak tahan, di wajahnya tampak rasa penyesalan.

Tentu saja dia harus menyesal, sebab orang yang tadinya tidak terpikirkan, buat apa kau banyak bicara menginga tkannya?

Li Poh-hoan kembali berkata:

"Sepanjang hidup aku jarang sekali bertarung, bukannya aku tidak ada musuh, tapi karena ilmu silat dan jurus pedang yang aku pelajari terlalu keji. Jika aku tidak bisa membunuhmu, maka aku pun tidak bisa hidup! Oleh karena itu, aku sebisanya menghindar pertarungan."

"Kenapa kau beritahukan padaku?"

"Aku bukan memberitahu padamu, tapi memberitahukan pada Toa-siocia. Supaya dia tahu satu hal, yaitu salah satu diantara kita, hari ini pasti ada satu yang tergeletak di tanah. Jika yang tergeletak itu adalah aku, maka dia akan tahu tindakan apa yang harus dia lakukan!"

"Aku sudah tahu, aku sangat berterima kasih padamu!" kata Cui Lian-hoa.

Tiba-tiba pedang Li Poh-hoan keluar dari sarungnya, sebelumnya sedikit pun tidak ada tanda tandanya.

Tapi yang mengherankan adalah orang tidak merasa 'diserang mendadak' 'diserang diam-diam'. Dengan kata lain, serangan pedang dia sepertinya memang seharusnya sangatnormal sekali.

Pedang bergerak laksana kilat, dalam sekejap pedangnya sudah menusuk lima kali.

Setiap serangan dia mengenai sasaran.

Tusukan pertama, mengenai tangan kanan Yan-cauw dan memelintirnya.

Saat Yan-cauw tahu tangan dia tidak apa-apa, tapi dia juga tahu tabung berisi tujuh anak panah beracun 'di dalam lengan bajunya sudah dihancurkan, sudah tidak bisa digunakan lagi.

Tusukan ke dua Li Poh-hoan adalah mengenai kantong kulit yang digantung di pinggang kiri dia. Yan cauw tidak perlu meraba dengan tangannya, juga tidak perlu melihatnya, dia sudah tahu kantong kulit itu sudah hancur.

Sehingga seekor cecak tujuh warna yang sangat berbisa, tidak perlu dijelaskan juga sudah dicacah hancur.

Tusukan ke tiga Li Poh-hoan mendongkel lepas senjata Poan-koan-pit yang diselipkan di punggung-nya.

Tusukan ke empat pedangnya mengenai lutut kaki kiri dia, saat ini jika dia menggulung celananya, dijamin di atas lutut tidak mengalirkan darah, hanya ada satu bekas merah yang kecil.

Tentu saja di mata seorang ahli, sekali inelihal sudah tahu kaki kirinya Yan-cauw sudah lumpuh tidak bisa digerakan lagi.

Juga karena itulah pisau beracun sepanjang cm p» t inci yang ada di dalam sepatunya, sudah tidak bisa dipergunakan lagi.

Tusukan ke lima Li Poh-hoan juga selesai dalam sekejap mata, pedangnya keluar masuk hanya dalam sekejap mata.

Tusukan ke lima dia menusuk dengan pelan Kie-kai-hiat di perutnya Yan-cauw, sangat mungkin bekas merah pun tidak ada, tapi tenaga dalam Yan-cauw sudah berpencar kemana-mana, seluruh tubuh-nya sudah kehilangan tenaga.

Cui Lian-hoa berteriak terkejut:

"Jurus pedang apa ini? Berapa orang di dunia ini yrang mampu lolos dari jurus pedangmu?"

"Cukup banyak. Misalnya Hoyan Tiang-souw dia mampu lolos.. Jurus pedangku ini pasti tidak bisa melukai dia, sebenarnya aku pun tidak perlu meng-gunakan jurus pedang ini kepada Hoyan Tiang-souw, sebab dia orang yang sangat terbuka, di tubuhnya tidak ada senjata gelap dan binatang berbisa seperti dia. "

Terengah-engah dia berhenti, baru berkata lagi: "Aku lelah sekali!"

Gelombang mata Cui Lian-hoa tampak penuh rasa kasih, di dalam hati dia merasa hormat dan akrab terhadap laki- laki yang tampan perkasa ini.

Sebab tidak peduli pihak orang yang mem-bunuh atau dibunuh, dalam waktu singkat ini, di ambang batas kematian dalam pertarungan singkat ini, semua orang sudah mengerahkan segala kemampuan-nya.

Hidup atau mati hanya ditentukan dalam sekejap.

Di bawah tekanan berat, berhadapan pilihan hidup atau mati, mana berani menyisakan tenaga, tidak menggunakannya?

Maka tampang Li Poh-hoan yang kehabisan tenaga dan wajahnya yang pucat, membuat hatinya Cui Lian-hoa jadi terenguh sekali. Dia berkata:

"Kau istirahatlah sebentar.   "

Setelah berkata, dia berjalan menghampirinya dan memegang lengannya membawa ke sisi ranjang dan didudukan di atas ranjang. «

Walaupun Yan-cauw sudah terkulai di atas lantai, tapi dia belum mati.

Dia menutup mulutnya, tiba-tiba dia merasa dirinya adalah orang yang paling tolol, paling tidak berguna di dunia, gadis secantik Toa-siocia, adalah dewi yang turun dari khayangan. Kau hanyalah manusia biasa, dan malah sudah setengah baya, mana boleh timbul pikiran jahat? Mana boleh melakukan perbuatan dosa menyerang dan menghina dia?

Li Poh-hoan menarik nafas dalam-dalam lalu sambil tersenyum berkata:

"Aku pernah mendengar Pu-couw-siancu mengatakan, kau adalah kakak kembarnya."

"Memang benar, kau lihat apakah wajahku mirip dengan dia tidak?"

"Kalian sangat mirip sekali. Tapi sayang hanya wajahnya yang mirip, sedangkan hati kalian sepertinya tidak. " "Dulu hati kami juga bisa saling berhubungan, tapi entah kenapa kemudian tidak lagi! Maka sekarang dia sudah berubah jadi orang bagaimana, aku tidak tahu."

"Jika dia seperti kau begitu baik dan jujur, akan sangat bagus. Tapi sekarang aku sangat ragu apakah ada kemungkinan seperti itu?

Coba kau pikir, kau adalah kakak sekandung dia, aku adalah teman dia, tapi kita menemukan kita berada di tempat ini, aku malah kehilangan segala tenaga, dengan susah payah baru bisa pulih? Kenapa dia melakukan ini semua pada kita? Sebelum kejadian apakah dia tidak tahu Yan-cauw ini tidak bisa dipercaya?"

Mata Yan-cauw tidak bisa dibuka, dengan lemas berkata pelan:

"Dia tidak tahu, karena dia juga tumbuh besar di bawah mataku!

Kebanyakan orang mengira hubungan seperti kami ini tidak akan terjadi apa-apa, tapi tidak dipikir-kan orang bisa berubah, maka reaksinya juga jadi berbeda." Li Pch-hoan keheranan dan berkata: "Kata-katamu begitu dalam dan menyeluruh, apakah sejak dulu kau sudah bolak-balik memikirkan hal ini?"

Cui Lian-hoa dengan lembut bertanya:

"Paman Yan, sekarang kau merasa bagai-mana?" Yan-cauw tersenyum pahit:

"Kepalaku masih di atas leher, aku masih bisa bicara, bagusnya sudah tidak bisa lebih bagus lagi!" Kata Li Poh- hoan:

"Paling sedikit kau masih bisa memberitahukan kepada kami masih ada bahaya apa saja? Kau malah mungkin tahu apa rencana Pu-couw-siancu? Tahu sekarang dia sedang melakukan apa?"

Kata Yan-cauw:

"Dia sekarang mungkin sudah berubah menjadi Toa- siocia, sehingga temannya Toa-siocia berubah jadi teman dia!"

"Asalkan dia tidak bermaksud jahat pada orang, itupun tidak masalah." Kata Cui Lian-hoa.

"Cui Toa-siocia, tadinya kau tinggal dimana?" tanya Li Poh-hoan.

Sebagai ketua perkumpulan besar masa kini yang hanya ada beberapa gelintir orang yang setingkat kedudukannya, kepintarannya tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan orang biasa. Maka dia langsung bertanya pada hal yang paling penting ini.

Tapi kejadian di dunia sulit diduga, apakah lial bagus kepintarannya tinggi reaksinya cepat? Masih berguna bagi nasib atau sebaliknya?

Dalam hal ini sejak zaman dahulu sampai sekarang, tidak ada orang yang berani memastikan.

Bulu di seluruh tubuh Hoyan Tiang-souw mendadak berdiri seperti singa.

Tapi kecuali ganas dan menakutkan, masih ili tambah rasa ketakutan dan kesedihan.

Dia berdiri di belakang sebuah pohon besar, dia bisa melihat dari jauh orang yang berjalan datang mendekat, tapi orang itu sulit sekali bisa melihat keberadaan dia.

Baju putih orang itu melambai-lambai, saat melewati belokan di pinggir danau, dia seperti berjalan di atas danau. Dilihat dari kejauhan, pemandangannya sangat indah.

Pertama Hoyan Tiang-souw melihatnya, dia sudah mengenal orang itu adalah Li Poh-hoan, sesaat dia jadi banyak pikiran, dan bersamaan itu timbul amarah yang datang entah dari mana.

Maka dia menghentikan langkahnya yang akan masuk ke dalam rumah dimana Cui Lian-hoa berada, dia tetap sembunyi di belakang pohon, ingin tahu apa sebenarnya yang akan terjadi?

Di luar kota Ku-su yang amat tua, di atas jembatan batu kuno itu. Sorot mata dia membuat orang sulit melupakannya, sayang sorot mala ini ditujukan padri Li Poh-hoan.

Saat itu, dia melihat dirinya seperti orang asing yang tidak pernah bertemu.

Sekarang Li Poh-hoan kembali muncul lagi.

Dia jelas datang untuk bertemu dengan Cui Lian-hoa.

Sebenarnya ini tidak ada apa-apanya, tapi jika tingkah laku Cui Lian-hoa jadi tidak biasa, maka masalahnya akan menjadi ruwet dan serius.

Yang disebut 'tidak biasa' maksudnya sangat baik, sangat mesra.

Dia melihat Li Poh-hoan dari jauh mendekat.

Akhirnya dari luar jendela melihat pertemuan Li Poh- hoan dengan Cui Lian-hoa.

Karena jaraknya agak jauh, maka pembicaraan mereka tidak terdengar. Terlihat Cui Lian-hoa yang berpakaian seder-hana tapi tetap sangat cantik, melihat kemunculan Li Poh-hoan seperti terkejut sekali.

Setelah mereka berbicara sejenak, tiba-tiba Cui Lian-hoa seperti seekor burung walet, memeluk Li Poh-hoan.

Kedua orang itu, pemuda tampan dan wanita cantik berpelukan sangat mesra sekali, bibir mereka menempel menjadi satu, membuat dia berpikir menggunakan goloknya memisahkan mereka pun mungkin tidak bisa. '

Bulu roma Hoyan Tiang-souw berdiri tegak, dirinya terasa jatuh ke dalam neraka, tubuh dan hatinya terasa sakit yang amat sangat.

Di lain pihak, dia fuga tahu jika saal ini dirinya mencabut golok dan membacok, pasii mampu mencincang hancur bumi dan gunung.

Dia pun tidak mengerti kenapa dia tidak menerobos masuk ke dalam?

Menunggu setelah dia sadar dan berdiri tegak, dia menemukan dirinya berjarak tidak jauh dari rumah itu. Jika dia mau konsentrasi mendengarkan, dia rasa mungkin bisa mendengar suara Li Poh-hoan dan Cui Lian hoa. Hanya saja dalam keadaan hatinya seperti ini, siapa yang sudi mendengarkan suara mereka?

Dia berdiri sampai matahari condong ke barat, langit menjadi merah, baru bisa sedikit tenang.

Sebenarnya dia tidak mudah bisa sadar dan tenang, itu karena ada seorang tua berbaju warna warni melesat lewat dari jarak beberapa tombak.

Orang tua berbaju warna warni itu melihat dia, sejenak berhenti dan memperhatikan, lalu mendadak menghilang. Kejadian ini membuatpikirannya berputar lagi. Membuat dia mulai memikirkan, apa yang harus dia lakukan?

Namun tidak lama, sudah terdengar langkah kaki. Irama langkah itu sangat mantap dan mengandung keangkuhan, selain ketua perkumpulan Thi-pian-tan yang menguasai beberapa propinsi Li Poh-hoan, siapa lagi yang bisa seperti itu?

Bayangan putih Li Poh-hoan tidak lama sudah muncul.

Sambil tersenyum dia melambaikan tangan menyapa: "Saudara Hoyan, apa kabarnya?"

Kata-kata ini sebenarnya sapaan bertemu yang sangat biasa-biasa saja. Setelah itu bisa langsung masuk ke pokok pembicaraan.

Tadinya Li Poh-hoan ingin menjelaskan, siapa wanita cantik yang berada di dalam rumah itu?

Ini adalah penjelasan yang sangat penting.

Sayang begitu Hoyan Tiang-souw memutar tubuhnya, di sekeliling seperti ada kekuatan yang bisa menerbangkan batu dan debu.

Li Poh-hoan merasakan hawa membunuh dari golok yang sangat dingin, sudah mengurung dirinya, saat ini sudah tidak bisa digambarkan dengan jurang dalam salju tipis, sungguh laksana nyawa tergantung pada seutas rambut.

Asal sedikit lengah saja, maka dia segera akan tewas mengenaskan.

Dia menarik nafas pun tidak sempat, lima jari kanan sudah menempel di pegangan pedang.

Tidak peduli ada alasan sebesar langit, tapi jika tidak sempat mengatakannya, sama juga dengan tidak ada! Maka Li Poh-hoan harus merebut kesempatan, dan mampu atau tidaknya merebut kesempatan adalah satu- satunya cara supaya tubuhnya tidak dibabat menjadi dua oleh Mo-to.

Itulah sebabnya dia sudah memusatkan seluruh tenaga dalamnya siap bergerak, sehingga sesaat tidak bisa membuka mulut berbicara.

Hoyan Tiang-souw sedikit pun tidak berminat bicara, sebab kejadian yang dia saksikan dengan mata kepala sendiri adalah bukti yang sangat bisa dipercaya, tidak perlu membicarakannya lagi?

Mengenai setelah membunuh Li Poh hoan, langkah kedua langkah ketiga harus lakukan apa itu sudah menjadi masalah selanjutnya!

Sikap mereka dingin membeku seperti balu seperti es, Mo-to dan pedang panjang walau pun masih di dalam sarung masing-masing, tapi dibandingkan dengan pesilat biasa-biasa, kekuatan golok dan pedang mereka, sebenar sudah sama dengan seperti per-tarungan.

Sebenarnya Li Poh-hoan tidak berniat mem-buniih orang, tapi situasi yang sangat berbahaya membuat dia tidak bisa mempertimbangkan, membuat dia tidak bisa tidak harus mengerahkan seluruh kemampuannya.

Maka seharusnya dia tidak menyerang terlebih dulu, tapi karena ada kesempatan, maka pedangnya dicabut keluar dari sarungnya, saat pedang di cabul suaranya laksana siulan naga auman harimau.

Sekali pedangnya menyerang, jurus terlihay Kuang-su-it- ki (Pahlawan pergi) dilancarkan dari tiga jurus hebat yang dia pelajari beberapa tahun dengan susa h payah. Jurus ini seperti tidak ada variasi, tapi arahnya tidak kaku tidak ada titik serangan yang pasti.

Asalkan melihat ada celah, maka pedangnya bisa langsung menyerang masuk. Jurus ini seperti tidak menghiraukan keselamatan dirinya sendiri, jurus ini seperti jurus nekad sehingga tidak menyisakan untuk mundur dan perubahan.

Serangan pedangnya laksana seorang prajurit sekali pergi ke medan pertempuran tidak mengharap-kan akan kembali lagi. Jika sudah tidak memikirkan kembali lagi, tentu saja tidak perlu memikirkan masalah keselamatan dirinya sendiri.

Ujung pedang dia sudah menyentuh kulit di sebelah kiri dadanya Hoyan Tiang-souw, mungkin sudah menusuk sedikit.

Tapi siapa pun tidak akan mempermasalahkan semua ini, sebab sinar pedang Li Poh-hoan sudah menyerang masuk kedalam berlapis-lapis sinar golok yang mendadak dilakukan oleh Hoyan Tiang-souw.

Dalam keadaan kritis ini, kedua belah pihak mendadak berhenti, tidak bergerak.

Mo-to itupun berhenti di ujung hidungnya, maka pedangnya tidak bisa dimajukan lagi satu inci juga.

Tapi golok Hoyan Tiang-souw pun karena ancaman yang sama jadi berhenti tidak bisa diteruskan, tidak bisa membelah hidungnya.

Tapi Li Poh-hoan malah merasa keadaannya sangat tidak bagus, sebab dua butir air mata di ujung Moto itu tampak berkilau-kilau, sinarnya menyilaukan mata, samar- samar tercium bau aneh yang menyeram-kan. Seumur hidupnya baru kali ini dia merasakan tubuhnya seperti direndam di dalam es, juga pertama kalinya merasakan kematian begitu dekatnya, dekatnya sampai sudah menyentuh ujung hidungnya.

Jika hawa pedang dan tenaga dalam dia sedikit lemah, jujur saja muka dia sudah dibelah menjadi dua bagian. Justru karena hawa pedang dan tenaga dalam-nya, maka dia bisa menahan Hoyan Tiang-souw.

Mo-to nya Hoyan Tiang-souw tentu saja mengancam dia.

Maka kedua belah pihak di saat yang sangat berbahaya ini, mendadak menghentikan serangan golok dan pedangnya.

Hanya saja keadaan begini pasti tidak bisa bertahan lama, kenyataannya bukan saja tidak lama, malah sebaliknya hanya dalam waktu yang amat singkat sudah harus ada akibatnya. kematian.

Dalam keadaan begini Li Poh-hoan malah masih bisa tertawa, dan tertawanya juga sangat santai.

Tapi di dalam matanya tampak ada kesedihan yang mengherankan.

Melihat Hoyan Tiang-souw yang menyerang dahsyat seperti lupa diri, dia sadar dia pasti telah melihat keadaan saat dirinya bertemu dengan Pu-couw-siancu.

Karena Hoyan Tiang-souw tidak tahu Pu-couw-siancu menyamar menjadi Cui Lian-hoa, makanya dia jadi salah paham, itu tidak mengherankan.

Tapi salah paham seperti ini adalah salah paham yang bisa merengut nyawa, setelah kejadian apabila Hoyan Tiang-souw mengetahui keadaan sebenarnya, dia tentu akan jadi menyesal sekali.

Tapi sudah tidak ada gunanya lagi? Penyesalan dia tidak ada gunanya lagi? Sekarang kecuali di depan ujung hidung Li Poh-hoan mendadak muncul satu plat baja, jika tidak bagaimana dia bisa menarik kembali pedangnya?

Jika pedang dia tidak bisa ditarik kembali, goloknya Hoyan Tiang-souw pun tentu tidak bisa ditarik, di saat ini tidak diragukan dia pasti tidak akan menarik kembali goloknya.

Sehingga keadaan kedua belah pihak pasti terluka pasti ada seorang yang mati, bagaimana bisa menghindarkannya?

Jika saat ini muncul Pu-couw-siancu, apakah dia bisa melerai keadaan yangmematikan ini?

Atau malah mempercepat kejadian yang menyedihkan ini?

Karena dia tidak muncul, maka tidak ada jawaban yang pasti.

Di dalam hati Li Poh-hoan mendadak terbayang bayangan seorang hweesio tua.

Dia sangat heran kenapa saat dirinya berada dalam keadaan yang sangat berbahaya ini, masih bisa terpikir hweesio tua ini, wajahnya sepertinya tidak lebih bersih dari pada orang tua lainnya?

Kenapa kelihatannya dia lebih kasih lebih damai seperti ayah ibunya sendiri?

Membuat orang walaupun bertemu sekali tapi tidak bisa melupakannya?

Hweesio tua ini pernah bertemu sekali dengan dia ketika dia berusia dua belas tahun, dia adalah ketua Siauw-lim Thi-kak-siang-jian (Orang sakti kaki besi) yang paling ternama dalam ratusan tahun ini.

Siang-jin ini menurut kabar usianya sudah lebih dari seratus tahun, tapi masih sehat wal afiat.

Tapi buat orang luar tidak gampang bisa menemui dia, sehingga ketenarannya sudah semakin memudar.

Li Poh-hoan teringat dia, karena dia ingat posisi Siang- jin saat menekukan saru lututnya bersujud di depan meja arwah kakeknya.

Selama beberapa tahun ini, tidak pernah dia terpikir posisi ini bisa ada keanehan!

Lebih-lebih tidak terpikir ada gunanya!

Tapi sekarang mendadak dia teringat, dan malah dengan jelas mengetahui kegunaannya posisi ini, juga tahu apa akibatnya!

Tentu saja di lain pihak, dia juga tahu dia mampu melukai Hoyan Tiang-souw, walaupun belum Irnlti mematikannya, tapi bisa melukainya, sudah sang,\t cuku p Pesilat setinggi mereka, 'terluka' sudah tidak j.mli perbedaannya dengan 'kematian'!

Tapi jika dia hanya kehilangan satu lengan dan nyawa kedua belah pihak bisa diselamatkan, pantaskah dia melakukan hal ini?

Dia kembali tersenyum, saat ini selain rasa tenang, juga mengandung kebingungan, kesal sampai sedih dan lain lainnya......

O000dw000O Saat Pu-couw-siancu melihat Cui Lian-hoa, tidak tahan dia jadi kebingungan.

Pertama, kenapa Cui Lian-hoa bisa lolos dari kematian?

Kenapa berani melanggar janji datang kema ri?

Kedua, kenapa dia kelihatannya jauh lebih tegar dan tenang?

Dibandingkan dahulu yang penuh kasih sayang dan penurut, jauh sekali perbedaannya?

Cui Lian-hoa sedikit mengerutkan alis dan berkata:

"A-Gwat, dimana mereka?" Pu-couw-siancu Cui Lian- gwat berkata: "Mereka sekarang semua baik-baik saja, juga tidak jauh dari kita!"

"Bawa aku melihat mereka."

"Kau sudah tahu, aku tidak ingin kita berdua bersama- sama muncul di hadapan mereka."

Cui Lian-hoa menggelengkan kepala:

"Kau membuat aku jadi teringat peristiwa masa lalu, Thian Kim-wie menghadapi Kim-soan-poan. Di dalam peristiwa itu, pemeran utama wanita Li Keng-hong dan Li Su-ceng yang wajahnya mirip sekali. Li Su-ceng yang menjadi adik bukan saja telah membunuh kakaknya, malah membuat banyak masalah mengeri-kan lainnya."

"Aku tidak sama dengan dia. Paling sedikit aku pasti tidak akan membunuhmu."

"Tapi kurang lebih sama saja, coba kau pikir, kau telah berlatih ilmu sesat, membuat hubungan batin kita terputus, membuat aku kehilangan ilmu silat, juga membuat aku menjadi lemah. Beberapa tahun ini, untung tidak terjadi apa apa padaku, langit masih melindungi aku, tapi jika terjadi masalah, apakah kau bisa menolong aku? Apa kau tidak merasa bertanggung jawab?"

"Kelihatannya ilmu silatmu sudah pilih, apa betul?" kata Pu-couw-siancu keheranan. *

"Aku hanya memulihkan pikiran sehat yang sudah hilang, maka tidak sampai seperti wanita biasa yang sangat lemah!"

Dia tidak mau melepaskan permasalahannya, kembali mendesak, tanyanya:

"Jika terjadi apa-apa padaku, A-gw»t, apa kau bisa merasa tidak bertanggungjawab?"

"Kau masih sehat wal afiat, masalah ini sepertinya tidak perlu diperbincangkan lagi!"

"Walaupun kau tidak menjawab, tapi paling tidak kejadian yang memilukan ini jangan sampai terjadi. Mari kita bersama-sama pergi melihat mereka. Kita bisa membuat hal yang mengerikan menjadi indah, bisa membuat kesedihan menjadi bahagia. "

Pu-couw-siancu menghela nafas dalam dalam sepasang matanya yang cantik tiba-tiba menjadi huyai, tidak jelas.

Saat ini kecantikannya bertambah warna iblis, sehingga lebih menarik juga lebih misterius. Dia berkala

"Cui Lian-hoa, kau harus menurut perintahku." Setelah berbicara, sepertinya dia sudah berubah menjadi orang lain bukan Cui Lian-gwat lagi.

Suara dia jika didengar oleh orang lain mungkin sangat enak didengar, tapi bagi Cui Lian-hoa malah merasa tidak tahu kenapa seperti jatuh ke dalam mimpi yang dalamnya tidak terbatas.

Aku tidak boleh terjerumus ke dalam selimut hangat dan mimpi yang indah. Dia berpikir, jika tidak, di dunia ini akan bertambah satu lagi drama sedih, juga selamanya tidak bisa menyelamatkan adikku tersayang ini......

Cui Lian-hoa berusaha menyadarkan diri, saat ini tenaga dalam aneh yang disalurkan oleh Li Poh-hoan ke dalam tubuhnya, ikut bereaksi kegunaannya, membuat dia mendadak sadarkan diri.

Begitu sadarkan diri, Pu-couw-siancu laksana dipukul oleh godam hingga terluka parah, warna wajahnya menjadi pucat, hawa iblis yang membuat matanya buyar telah hilang.

Cui Lian-hoa maju memeluk adiknya, dengan lembut berkata:

"A-gwat, beritahu aku, mereka ada dimana?"

Pu-couw-siancu terengah-engah sesaat, baru dengan pelan berkata:

"Di dalam hutan tidak jauh di sebelah kiri rumah."

Cui Lian-hoa membopong adiknya berjalan ke sana, di dalam hati walaupun kegelisahannya hampir meledak, tapi suaranya masih bisa tenang dan berkata:

"Kita harus berusaha secepatnya, mereka semua adalah orang baik. "

00--dw--00

Li Poh-hoan bersujud di bawah ancaman Mo-to yang tajam berkilauan, sedikit pun tidak aneh. Tapi orang di seluruh dunia pasti tidak mau berpikir demikian, jika semua orang tahu bahwa dia yang begitu angkuh, dan kemampuannya yang begitu tinggi.

Apa lagi dilihat oleh kakak beradik Cui, lebih lebih akan menjadi bengong, dan mengira matanya lamur.

Kepercayaan diri dan keangkuhannya Li Poh hoan begitu tinggi Walaupun dia telah melihat dewa kematian, dia tetap bisa santai tertawa dan bicara.

Tapi sekarang dia malah bertekuk lutut, bukan mata orang lamur, juga bukan di dalam mimpi.

Ooh langit! Ketua perkumpulan yang gagali tampan yang berambisi menguasai dunia, ketenangan dia sehari- hari, keangkuhan dia dan lain-lainnya, kemana sekarang semuanya... ?

Mo-to itu berkilat-kilat mengeluarkan sinar yang menakutkan, hampir membuat orang tidak bisa membuka matanya.

Untungnya hanya hampir saja. Maka Cui Lian-hoa masih bisa melihat dengan jelas, melihat sebelah tangan kanan Li Poh-hoan sudah putus dari bahunya, potongan tangannya masih memegang pedang panjang, jatuh ke atas tanah beberapa kaki jauhnya.

Dia meloncat ke depan, jarinya dengan cepat menotok, mengunci dulu beberapa jalan darah di sekeliling lukanya.

Tapi di wajah dan tubuhnya sendiri, akhirnya tidak terhindar menjadi merah karena terkena tidak sedikit darah segar.

Dia meneteskan air mata haru, sepasang kaki-nya bersujud menahan rubuhnya Li Poh-hoan, dengan lembut berkata: "Kami mengerti, kami semua mengerti.."

Cui Lian-gwat pun air matanya berlinang terharu, mendadak beratus, beribu kesalahan yang telah dilakukan, semua tergambar di dalam hatinya.

Hoyan Tiang-souw menjadi bengong, melihat Cui Lian- hoa, lalu melihat Cui Lian-gwat, sesaat tidak bisa membedakan wanita mana yang pernah menjalin cinta dengan dirinya.

Maka mata dia hanya bisa melotot bengong.

Masih dengan posisi bersujud, Cui Lian-hoa membopong Li Poh-hoan yang sebelah kakinya masih bersujud. Dia harus menemani dia bersujud, jika tidak pemandangannya akan seperti apa?

Sambil berlinang air mata dia berkata:

"Li Poh-hoan, kau benar-benar seorang Enghiong sejati. Tidak ada satu orang pun yang bisa menahan penghinaan, bersujud dan tangan dipotong. Aku kagum padamu, juga bersyukur mempunyai kau adalah kawan bukan lawan."

Li Poh-hoan tersenyum. Walaupun wajahnya pucat sekali, tapi sikapnya tetap tenang.

Tapi mungkin karena lukanya sangat parah, sehingga dia tidak bicara.

"Buuk," Hoyan Tiang-souw bersujud, Mo-to nya menancap ke dalam tanah sedalam dua kaki.

Suara dia selalu seperti geledek, walaupun dalam keadaan begini, tetap saja sama. Dia berkata:

"Li Poh-hoan, aku sangat menyesal." Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat dengan susah payah berjalan menghampiri, wajahnya yang pucat tidak kalah oleh Li Poh-hoan.

Dia menjulurkan tangan mengusap wajah Li Poh-hoan, lalu menarik berdiri Hoyan Tiang-souw.

"Kami tidak menyalahkanmu, di dalam hati kami j tahu, jika kau bukan Enghiong sejati, gerakan golok selanjutnya sudah bisa membelah dia menjadi dua. "

Dia mengatakan apa yang ingin dikatakan oleh Li Poh- hoan. Juga membuat Hoyan Tiang-souw timbul rasa saling percaya.

Kenyataannya memang tidak salah, karena Li Poh hoan bersujud mengaku kalah, maka gerakan golok selanjutnya tidak bisa membunuhnya?

Kenapa dia tidak meneruskan gerakan golok-nya. Di saat yang kritis itu, apakah Hoyan Tiang-souw tidak mengalami kesulitan mengambil keputusan?

Hanya seorang Enghiong sejati, baru bisa dalam keadaan kritis ini mengambil keputusan mengampuni.

Juga hanya dada seorang Enghiong sejati, baru bisa rela mengorbankan sebelah tangannya.

Seorang wanita cantik dan satu negara. Walau ambisi menguasai dunia masih tetap harapannya, tapi kadang ingin melepaskannya, lebih sulit dibandingkan dengan terus memperjuangkannya.

Dunia persilatan selalu ditempa oleh berbagai macam perasaan ini.

Di antaranya ada darah ada air mata, ada muncul ada menghilang......

Tamat
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar